Dalam perjalanan hidupnya, manusia akan terlibat dalam proses interrelasi
dan interaksi antar individu, masyarakat dan budaya, termasuk antara lain persoalan pangan. Budaya, masyarakat, dan individu merupakan fenomena yang berbeda dan masing masing memiliki ciri ciri dan peranan tersendiri. Masyarakat merupakan suatu kelompok individu yang terorganisir, sedangkan budaya adalah kelompok ciri cirri reaksi terpelajari dan terorganisir dari suatu masyarakat. Sementara itu, individu adalah organisme hidup yang mampu berfikir, berperasaan dan bertindak secara bebas tetapi terbatas dengan intensitas reaksi yang dapat berubah karena kontak dengan masyarakat dan budaya dimana dia tumbuh, berkembang dan berada. Setiap masyarakat memiliki budaya, suatu rangkaian adat dan tradisi yang membawa ke arah gerakan berpikir serta berperasaan sesuai dengan yang diinginkan. Budaya merupakan cara hidup manusia, fungsinya adalah menjamin kelestarian hidup dan kesejahteraan masyarakat dengan memberikan pengalaman yang teruji dalam upaya memenuhi kebutuhan orang orang yang tergabung dalam masyarakat yang bersangkutan. Kebutuhan fisik seperti pangan, perumahan dan pakaian harus dipenuhi, cara untuk memperoleh dan mengolah bahan mentah harus didapatkan. Budaya mengajarkan bagaimana orang bertingkah laku dan berusaha dalam memenuhi kebutuhan dasar biologic. Ia menentukan apa yang akan digunakan sebagai makanan, dalam keadaan yang bagaimana, kapan seseorang boleh atau tidak boleh memakannya, apa saja yang dianggap taboo, dsb. Siapa yang melanggar taboo akan mendapatkan hukuman. Tidak semua taboo rasional, bahkan banyak jenis taboo yang tidak masuk akal. 2
Banyak sekali penemuan para penelitian yang menyatakan bahwa factor budaya sangat berperan dalam proses terjadinya masalah gizi di berbagai masyarakat dan negara. Unsure unsure budaya mampu menciptakan suatu kebiasaan makan penduduk yang kadang kadang bertentangan dengan prinsip prinsip ilmu gizi. Berbagai budaya memberikan peranan dan nilai yang berbeda beda terhadap pangan atau makanan. Misalnya ada pangan yang dinilai sangat tinggi baik dari segi ekonomi maupun social karena mempunyai peranan yang penting dalam hidangan makanan pada suatu perayaan yang berkaitan dengan agama atau kepercayaan. Dalam hal pangan ada budaya yang memprioritaskan anggota keluarga tertentu untuk mengkonsumsi hidangan keluarga yang telah disiapkan yaitu umumnya kepala keluarga. Anggota keluarga lainnya menempati urutan prioritas berikutnya, dan yang paling umum mendapatkan prioritas terbawah adalah golongan ibu ibu rumah tangga. Apabila hal yang demikian itu masih dianut dengan kuat oleh suatu budaya, sedangkan di lain pihak pengetahuan gizi belum dimiliki oleh keluarga yang bersangkutan, maka dapat saja timbul distribusi konsumsi pangan yang tidak baik (maldistribusi) diantara anggota keluarga. Pola Pangan Pangan pokok yang digunakan dalam suatu daerah biasanya menempati peranan yang tinggi. Penggunaan pangan tersebut lebih luas daripada jenis pangan lainnya. Besar kemungkinan jenis pangan pokok tersebut berkembang karena dihasilkan dari tanaman asal setempat atau setelah dibawa ke tempat tersebut terus tumbuh dengan cepat. Di beberapa daerah pedesaan di Asia Tenggara kebiasaan penduduk hanya makan satu sampai dua kali setiap hari. Kebiasaan makan tersebut 3
mungkin berkaitan dengan kelangkaan pangan dan bahan bakar. Apabila hanya satu atau dua kali makan setiap hari, makan konsumsi pangan terutama anak anak mungkin sekali akan kurang, baik dalam kuantitas maupun kualitas. Selain itu wanita hamil dan wanita menyusui juga dapat mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan pangan jika frekuensi makan kurang dari tiga kali sehari. Pembagian Makanan Dalam Keluarga Secara tradisional, kepala keluargaumumnya mempunyai prioritas utama dalam konsumsi pangan. Jika kebiasaan budaya tersebut yang diterapkan masyarakat, maka setelah kepala keluarga baru kemudian anak pria dilayani, biasanya dimulai dari yang tertua. Wanita, anak wanita dan anak yang masih kecil boleh makan bersama anggota keluarga pria, tetapi di beberapa lingkungan budaya, mereka makan terpisah pada meja lain atau bahkan setelah anggota pria selesai makan. Pada beberapa kasus, wanita dan anak kecil memperoleh pangan yang disisakan setelah anggota keluarga pria makan. Besar Keluarga Hubungan antara laju kelahiran yang tinggi dan kurang gizi, sangat nyata pada masing masing keluarga. Terutama pada keluarga yang sangat miskin, pemenuhan kebutuhan makanan akan lebih mudah jika yang harus diberi makan jumlahnya sedikit. Pangan yang tersedia untuk suatu keluarga besar mungkin hanya cukup untuk keluarga yang besarnya setengah dari keluarga tersebut. Keadaan yang demikian jelas tidak cukup untuk mencegah timbulnya gangguan gizi pada keluarga besar. Daya Terima 4
Setiap masyarakat mengembangkan cara yang turun menurun untuk mencari, memilih, menangani, menyiapkan, menyajikan dan mengkonsumsi makanan yang dihidangkan. Adat dan tradisi merupakan dasar dari perilaku tersebut, yang biasanya dalam beberapa hal berbeda antara kelompok yang satu dengan yang lain. Nilai nilai, sikap dan kepercayaan yang ditentukan budaya, merupakan jaringan kerja di mana kebiasaan dan daya terima terhadap makanan terbentuk. Budaya tersebut dipelihara dengan seksama dan diajarkan dengan tekun dari satu generasi ke generasi berikutnya. FOOD SYSTEM Cara manusia dalam memperoleh makanan (food system), berkembang dlm bbrp fase: 1. Hunting & gathering food system Fase berburu (biasanya pd pria) & mengumpulkan makanan (biasanya pd wanita) Sgt bergantung pd lingkungan setempat, shg cenderung krg bs memilih makanan yg diinginkan Penggunaan teknologi sederhana utk memperoleh mknn (panah, tongkat, keranjang, pisau, dsb) Pembagian tugas, kerjasama & distribusi mknn scr merata, memperkuat ikatan & solidaritas kelompok 2. Pastoralist food system 5
Fase beternak/menggembala Nomad/semi nomad dg perlengkapan seadanya Semi nomad: membuat pemukiman semi permanen di sekitar tempat suplai air, wanita & anak2 bercocok tanam Dominasi pria Nyaris tdk ada konsep kepemilikan tanah Makanan diperoleh dr hasil ternak/gembala: susu, produk susu, darah & hsl cocok tanam Meskipun daging dikonsumsi, jarang menyembelih ternak krn ternak dianggap sbg simbol kemakmuran 3. Horticultural System Fase produksi pangan melalui berkebun Teknologi yg digunakan pd umumnya sederhana Produksi pangan lbh ditujukan utk konsumsi rumah tangga, bkn untuk kepentingan komersial Shg pasar tidak berkembang Jika ada kelebihan produksi pangan, dilakukan saling tukar antar intern anggota kelompok 4. The peasantry & transition to cash economics 6
Fase bertani Dlm fase ini, terbentuk kesatuan interaksi aggota kelompok masy yg lbh luas yg saling tergantung Sdh ada pengaturan ekonomi di dlm kelompok Ketertarikan & pergeseran thd cash crops dibanding food crops merupakan ancaman thd munculnya masalah gizi 5. Industrialized Agriculturist Fase industri pertanian modern Lebih bersifat komersial Memerlukan sumber daya yg besar, & didukung oleh pengetahuan, skill & ilmu pertanian maupun ilmu bisnis yg memadai untuk mencapai produktivitas yg tinggi Suplai pangan tergantung pd pasar (selera konsumen) Side effect: suplai nutrisi tercukupi, tetapi bahan2 kimia pd makanan juga menjadi corcern PERAN MAKANAN DALAM MASYARAKAT Pada dasarnya, makanan memiliki 2 peran besar di masyarakat : a. Peran kesehatan. Kesehatan gizi suatu populasi atau komunitas adalah suatu kondisi untuk pembangunan, memelihara keadilan social dan stabilisasi. 7
b. Makanan memiliki sejumlah peran sosial yang saling terkait dalam suatu masyarakat. Peran sosial berbagai makanan dalam suatu masyarakat memiliki efek pada bagaimana orang menggunakan makanan yang tersedia. Peran sosial makanan dapat dibedakan menjadi : 1. Fungsi Gastronomik 2. Sarana Identitas Budaya 3. Arti Religius dan Magis 4. Makanan sebagai Sarana Komunikasi 5. Makanan sebagai symbol status 6. Makanan sebagai symbol pengaruh dan kekuatan 7. Makanan sebagai sarana pertukaran
1. Fungsi Gastronomik Sifat organoleptik makanan memiliki pengaruh pada orang, apakah akan menerima atau menolak suatu makanan atau hidangan. Kenikmatan makanan, produk makanan atau hidangan ditentukan oleh variabel seperti rasa, bau, suhu, penampilan, tekstur. Kesenangan yang diperoleh dari makanan memiliki sisi psikologis dan sisi budaya. Rasa dan penampilan makanan suatu daerah berbeda dengan daerah lain, dan antara kelompok social ekonomi dalam masyarakat. Di Afrika, orang suka mengunyah makanan, seperti daging, seperti mengunyah karet dianggap memberikan kepuasan yang lebih baik ketika menikmati rasa daging. 8
Gastronomik adalah sebuah istilah yang sekarang secara luas digunakan di beberapa negara, memiliki arti praktek dan seni makan dan minum dengan baik. The Frenchman Brillat-Savarin dalam bukunya yang berjudul The Physiology of Taste menyatakan bahwa hewan hanya mengambil makanannya, sedangkan manusia makan dan mengembangkan n filsafat tentang makanannya dengan berpusat pada keahlian memasak. makan dengan baik dan memiliki akses ke berbagai macam makanan yang mewah telah menjadi hak istimewa dari kelas yang lebih tinggi di sebagian besar masyarakat, sementara petani dan penduduk kota miskin harus puas dengan makanan sederhana. Konsumen dalam masyarakat industri kadang-kadang mengeluh bahwa makanan menjadi kurang enak, baik makanan segar dan makanan olahan. Perluasan antara konsumen perkotaan dan produsen makanan merupakan tantangan besar bagi industri makanan. Permintaan makanan yang tinggi mengharuskan industri makanan menawarkan makanan aman yang mempertahankan kualitas organoleptik dan kandungan gizi. 2. Sarana Identitas Budaya Makanan sering menyediakan unsur-unsur identitas budaya sekelompok orang, masyarakat, maupun bangsa. Dari perspektif ini, orang dapat menjadi agak emosional terhadap makanan nasional mereka. Menolak makanan dari sebuah komunitas atau negara tidak hanya dianggap sebagai suatu penghinaan, tetapi juga dianggap sebagai penolakan terhadap budaya secara keseluruhan. Di antara masyarakat petani tradisional di Meksiko, jagung diidentifikasi dengan hidup dan sikap terhadap hal itu sering keagamaan. Makanan pokok lain seperti beras atau ubi juga memiliki peran sebagai alat identitas, seperti di 9
Afrika Barat yang terkenal dengan Festival Yam. Negara Belanda kadang kadang dijuluki sebagai kepala keju, mengacu pada makanan nasional mereka, keju. Dalam budaya makanan Denmark, babi dianggap sangat penting dan telah menjadi simbol keberhasilan ekonomi dan bagian dari identitas Denmark. Penggunaan makanan yang ketat menciptakan dan mempertahankan batas- batas dan identitas bersama antara kelompok populasi. Hal ini terjadi terutama ketika berhadapan dengan makanan yang dihindari. Di negara-negara muslim dengan komunitas kristen atau sebaliknya di Eropa dengan komunitas muslim, makan atau tidak makan daging babi jelas membedakan antara dua kelompok berbeda. Hal yang sama juga diterapkan di Eropa, di mana makan ikan pada hari Jumat diindikasikan sebagai orang Katolik, Orthodox, atau Protestan. 3. Arti Religius dan Magis Ada banyak simbolisme agama dan sihir yang berhubungan dengan makanan dan hal ini harus dianalisis dalam konteks komunitas dan masyarakat. Peran makanan dalam agama harus diperhitungkan dalam program intervensi gizi seperti pendidikan gizi atau bantuan makanan. Sikap orang terhadap makanan pokok mereka memiliki karakter suci dalam banyak komunitas, dan peraturan tentang makanan diet digunakan dalam pelayanan Tuhan. Makanan dalam Islam dianggap sebagai hadiah dari Tuhan. Di rumah tangga Timur Tengah sebelum makan dimulai dengan Bismillah (dengan menyebut nama Tuhan) yang diucapkan oleh semua anggota keluarga. Ketika selesai, satu orang mengatakan, "Untuk Allah menjadi berkat". Berdoa dan berterima kasih kepada Tuhan untuk makan dan berkat dari makanan dipraktekkan di banyak 10
masyarakat Kristen. Roti dianggap sebagai tubuh Kristus dan anggur adalah darah-Nya selama persekutuan; di komunitas Ortodoks, segala macam simbol ditandai pada roti. Di negara dan wilayah yang dipengaruhi oleh paham Hindu, seperti di Bali, ritual dilakukan untuk memenuhi permintaan dewi beras, Dewi Sri. Festival syukur didedikasikan untuk Dewi Sri tepat sebelum atau setelah panen padi, yang melibatkan persiapan persembahan makanan. 4. Makanan sebagai Sarana Komunikasi Makanan juga memainkan peran penting komunikasi dalam sebuah komunitas. Dalam rumah tangga di masyarakat urban di mana suami dan istri bekerja di luar rumah, makan malam merupakan kesempatan di mana seluruh keluarga bisa bersama-sama. Menawarkan makanan kepada yang lebih tua adalah metode menjaga kontak dengan mereka. Slametan, upacara makanan di Indonesia dan khususnya di Jawa dan Madura, adalah contoh menarik dari berbagi makanan dan menandakan ikatan antar orang. Slametan adalah upacara makanan yang diadakan di acara-acara tertentu seperti kelahiran dan pernikahan, juga dalam pembukaan pabrik atau kantor. Slametan berasal dari kata Selamet, yang berarti baik, aman, diberkati, atau sejahtera. Makanan yang dikonsumsi di acara slametan memiliki kualitas yang tinggi dibandingkan dengan menu sehari-hari. Para tamu di acara slametan adalah laki-laki dan mengandalkan makanan yang baik. Meskipun pria akan mendapatkan bagian terbaik dari makanan, perempuan dan anak- anak tidak akan juga akan mendapatkan makanan yang sama. Orang percaya bahwa mengabaikan acara slametan akan membawa nasib buruk, bahkan lebih buruk daripada ketika melakukan pencurian. 11
5. Makanan sebagai symbol status Makanan adalah tanda kekayaan dan status. Aspek lainnya adalah bahwa efek makanan pada tubuh juga berfungsi sebagai sarana perbedaan. Konsep-konsep yang berlaku pada tubuh yang sehat dan indah berbeda-beda antar budaya yang beragam. Dalam masyarakat di mana tubuh gemuk dihargai, program pendidikan kesehatan terhadap obesitas lebih sulit diterapkan bila dibandingkan dengan masyarakat di mana sosok ramping dianggap sebagai ideal. Makanan dapat berperan seperti keangkuhan sosial, sesuatu yang akan ditemukan di berbagai derajat di sebagian besar masyarakat. Semua masyarakat memiliki makanan prestige, yang terutama disediakan untuk acara-acara khusus. Makanan yang berasal dari hewan dianggap sangat bergengsi/prestige. Akibat dari proses globalisasi yang cepat, makanan olahan dari negara-negara industri semakin banyak diimpor oleh negara berkembang. Perusahaan multinasional telah mendirikan pabrik makanan di beberapa negara tersebut. Di negara-negara kurang maju, makanan olahan memiliki prestige tinggi. Kompetisi terjadi antara makanan olahan industri, baik impor dan produksi lokal, dan makanan tradisional yang diproduksi oleh usaha kecil. 6. Makanan sebagai symbol pengaruh dan kekuatan Makanan dapat digunakan pada beberapa tingkatan sebagai sarana untuk mempengaruhi dan menunjukkan kekuasaan. Orang-orang atau kelompok yang mengendalikan pasokan makanan dan distribusi juga dapat mengontrol masyarakat. Makanan pada tingkat rumah tangga juga dapat digunakan untuk mendapatkan pengaruh oleh mereka yang bertanggungjawab atas stok 12
makanan keluarga. Orang tua dapat menghargai anak-anak mereka dengan memberikan beberapa makanan khusus atau menghukum mereka dengan menahan makanan khusus tersebut. 7. Makanan sebagai sarana pertukaran Makanan dan produk makanan dalam masyarakat pedesaan sering digunakan sebagai alat tukar untuk mendapatkan makanan lain atau non-makanan. Masyarakat petani tidak biasa membayar sebagian atau seluruhnya dalam bentuk makanan saat membeli peralatan pertanian atau alat-alat dari penduduk desa lainnya. Mas kawin dalam budaya mungkin juga terdiri dari produk makanan dan makanan.
FOOD BELIEF Food And Folk Medicine (Makanan dan Obat Rakyat) di Amerika Latin Keyakinan dan praktek food and folk medicine sering digabungkan dalam sebuah kompleks kepercayaan budaya dan sikap yang luas. Hot-cold dichotomy (dikotomi panas-dingin) dalam praktek ideologi makanan dan obat di Amerika Latin merupakan contoh dari kompleksnya sistem kepercayaan rakyat yang sangat berguna. Hot-cold dichotomy yang umum di dunia petani, termasuk simbolisme Yin-Yang Cina dan Burma dan obat rakyat India. Teori medis Spanyol pada abad keenam 13
belas didasarkan pada doktrin Hippocrates dari empat "humor": darah, dahak, empedu hitam, dan empedu kuning. Masing - masing humor ditandai dengan kualitas panas atau dingin, kekeringan atau kebasahan. Darah dianggap panas dan basah; dahak, dingin dan basah; empedu hitam, dingin dan kering; dan empedu kuning, panas dan kering. Dasar ideologi hot-cold bahwa keadaan normal dan sehat dari individu adalah beriklim sedang, panas dan dingin harus diadakan secara seimbang untuk menjaga kesehatan. Penyakit merupakan hasil dari ketidakseimbanganan panas atau dingin, baik secara umum atau di daerah tertentu dari tubuh. Makanan digolongkan dalam kelompok panas, netral dan dingin,sehingga harus dikonsumsi secara seimbang. Sebagian besar daging termasuk kelompok panas, sedangkan sayuran termasuk kelompok dingin.
FOOD TABOO Makanan yang dihindari, atau yang sering disebut food taboo, memainkan peran penting dalam berbagai budaya ketika akan menentukan apa itu makanan dan apa yang dianggap dapat dimakan. Di bidang pangan dan gizi, food taboo tidak hanya 14
berhubungan dengan praktek magis / religius, tetapi juga terkait dengan keengganan karena ketidakbiasaan, penentuan preferensi selera budaya, atau konsep kesehatan. Makanan yang paling sering dihindari berhubungan dengan daging hewan, karena dalam kebanyakan budaya manusia memiliki hubungan emosional dengan binatang yang harus mereka bunuh untuk mereka makan. Alasan mereka untuk menghindari makanan yang berasal dari non-hewani adalah sama dengan larangan mengkonsumsi alkohol untuk orang Muslim dan beberapa orang Kristen. Praktik menahan diri dari makan daging babi tidak hanya soal identitas agama, tetapi juga menunjukkan salah satu komunitas budaya yang spesifik. Food Taboo dibedakan menjadi 2, yaitu : 1. Permanent Food Taboo 2. Temporary Food Taboo
1. Permanent Food Taboo Makanan yang dihindari secara permanen selalu dilarang untuk kelompok khusus. Contoh klasik dari food taboo permanen adalah larangan mengkonsumsi daging babi yang dilakukan oleh orang Yahudi dan Muslim. Larangan bagi orang Yahudi untuk mengkonsumsi babi ditemukan dalam Kitab Imamat. Beberapa ahli antropologi menunjukkan bahwa food taboo yang berdasarkan klasifikasi ini tidak cocok untuk konsumsi, atau najis. Menurut Alquran, umat Islam seharusnya tidak hanya menghindari daging babi, tetapi juga darah, hewan yang disembelih tanpa ada doa / ritual , mayat, dan alkohol. Konsep food taboo yang berbeda ditemukan dalam agama Hindu. 15
Hindu berpantang makan daging sapi karena sapi dianggap suci. Berbagai argumen telah digunakan untuk menjelaskan asal-usul food taboo tersebut, termasuk agama, budaya, dan kebersihan. Food taboo bukan bagian dari cara berpikir orang Kristen tentang apa yang harus makan dan tidak makan. Namun, orang Kristen Ortodoks di Timur Tengah serta Koptik Ethiopia menahan diri dari makan daging babi karena mengacu pada Perjanjian Lama. Kucing dan anjing tidak dikonsumsi di masyarakat Barat karena hubungan emosional yang terjadi dengan hewan peliharaan. Hewan peliharaan menjadi "manusiawi" sehingga jika memakan hewan peliharaan dipandang sebagai tindakan kebiasaan makan manusia atau kanibalisme. Sebaliknya, daging anjing yang populer dikonsumsi terdapat di banyak bagian Cina, Vietnam Utara, dan daerah pegunungan Filipina. 2. Temporary Food Taboo Beberapa makanan dihindari hanya untuk jangka waktu tertentu (temporary). Pantangan ini sering berlaku untuk wanita dan berhubungan dengan siklus reproduksi. Pantangan makanan ini terkait dengan periode tertentu dari siklus kehidupan yang meliputi: kehamilan, kelahiran, menyusui bayi, dan inisiasi. Dari sudut pandang gizi, makanan yang termasuk temporary food taboo adalah sangat penting karena menyangkut kelompok rentan tertentu, seperti wanita hamil, wanita menyusui, bayi dan anak selama periode penyapihan dan pertumbuhan. Peraturan makanan dan penghindaran makanan selama periode tersebut sering mengakibatkan kehilangan nilai gizi pada makanan individu seperti daging, ikan, telur, atau sayuran. Wanita hamil di sejumlah negara Afrika menghindari sayuran hijau dan ikan. Wanita wanita disana 16
mengatakan bahwa anak yang belum lahir mungkin akan mengalami perkembangan kepala dengan penampilan seperti bentuk ikan. Beberapa pantangan mungkin tampak aneh dari sudut pandang ilmiah, tetapi sering ada logika yang tak tampak di belakang itu. Gizi dan pendidikan kesehatan telah mengurangi temporary food taboo di antara kelompok rentan di sejumlah besar negara. Di negara-negara tropis di Afrika dan Asia, di mana pemeliharaan hewan susu kurang baik, penolakan susu sebagai makanan telah berkurang. Di Inggris dan negara lainnya dengan tradisi Anglo-Saxon, daging kuda bukan bagian dari budaya makanan. Ini berbeda dengan di benua Eropa, khususnya di Perancis, di mana daging kuda adalah makanan terkenal dan dihargai. Contoh food taboo di Indonesia terkait kehamilan : Taboo Alasan Penjelasan Makan kangkung Sebabkan rematik Kangkung kaya zat besi Makan kemangi Ari-ari lengket Ari-ari lengket biasanya disebabkan riwayat ibu hamil dengan anak banyak Makan pedas Mempercepat persalinan Terlalu banyak makan pedas mengakibatkan perut mulas 17
Contoh food taboo pada ibu menyusui
Contoh food taboo pada balita Makan nanas Keguguran Kadar asam dalam nanas tinggi, berisiko memicu sakit maag. Apalagi dalam kondisi hamil, asam lambung juga meningkat Makan pisang dempet Anak kembar siam Kembar dempet terjadi karena proses pembelahan sel telur tidak sempurna 18
Sumber : Dadang Sukandar, Makanan Tabu Di Rokan Hulu, Riau
FOOD FAD Bertentangan dengan pendapat umum, food beliefs dan prakteknya tidak lagi aneh bagi masyarakat petani atau budaya dari negara berkembang. Food Fad berkaitan dengan Food movements yaitu pertumbuhan pangan organik, vegetarian, atau diet tinggi protein pada kelompok masyarakat menengah ke atas dan berpendidikan. Faktor Penyebab Food Fad : - Faktor eksternal, seperti keluarga, iklan, televisi dan program pendidikan - Faktor internal, seperti nilai, kepercayaan, kebutuhan sosiogenic dan biogenic, tingkah laku dan self-concept Setiap individu memiliki faktor internal dan eksternal dalam realita yang sesungguhnya yang merupakan acuan untuk menerapkan perilaku makanan. Konsekuensi Food Fad 19
Konsekuensi dari food fad oleh Schafer dan Yetley yaitu jiwa menjadi lebih stabil dan sebagai acuan kerangka utuh untuk perilaku makanan bagi individu yang terlibat dalam food fad tersebut. Hal ini adalah penting bagi pengikut food fad untuk menjaga rasa aman dalam makanan sehingga dapat memenuhi kebutuhan pokoknya. Implikasi Jellife mengklasifikasikan praktik - praktik budaya terkait makanan tersebut menjadi 4: 1. Praktik yang menguntungkan : Perlu didukung dan diadopsi untuk memberikan pendidikan kesehatan dan gizi di masyarakat 2. Praktik yang bersifat netral : Tidak memperlihatkan nilai ilmiah dan bisa ditinggalkan perlahan-lahan 3. Praktik yang tidak dapat diklasifikasikan : Bisa ditinggalkan, tetapi bisa juga dilakukan penelitian lebih jauh 4. Praktik yg merugikan : Perlu dihilangkan, namun dengan cara yang bisa diterima oleh budaya masyarakat tersebut (Sanjur) FOOD HABIT (Kebiasaan Makan) Pangan merupakan persoalan yang biocultural. Bio berkaitan dengan zat gizi yang terdapat dalam pangan yang akan mengalami proses biologi setelah masuk ke dalam tubuh manusia dan mempunyai pengaruh terhadap fungsi organ tubuh. 20
Cultural merupakan faktor budaya yang menyangkut aspek sosial, ekonomi, politik dan proses budaya mempengaruhi seseorang dalam memilih pangan (jenisnya, cara pengolahan dan cara konsumsi). Menurut Ritenbaugh (1982) makanan adalah contoh sempurna (a perfect example) dari batas (boundary) antara faktor biologi manusia dengan budaya.
Kebiasaan (habit) adalah pola perilaku yang diperoleh dari praktik yang terjadi berulang-ulang. Jadi Food Habit (kebiasaan makan) adalah suatu pola perilaku konsumsi pangan yang diperoleh karena terjadinya berulang-ulang. Tindakan manusia (what people do, practice) terhadap makan dan makanan dipengaruhi oleh pengetahuan (what people think) tentang pangan / makanan, perasaan (what people feel) tentang pangan / makanan dan persepsi (what people perceive) tentang pangan / makanan. Empat konsep tentang faktor yang mempengaruhi kebiasaan pangan: 1. Model Multidimensional Diva Sanjur dan Scoma (1977) menyarankan penggunaan suatu pendekatan multidimensional untuk menerangkan dan mencatat pola pangan penduduk. Pendekatan ini mencakup deskripsi atau penjelasan tentang kebiasaan makan dari empat komponen : konsumsi pangan, 21
preferensi terhadap makanan, ideology (pengetahuan) terhadap makanan dan social budaya pangan. a. Konsumsi Pangan Konsumsi pangan baik keluarga, individu, maupun golongan tertentu dapat diamati dengan cara recall. Metode ini umum digunakan untuk mengetahui konsumsi pangan yang telah lalu (1 3 hari terakhir) baik dari segi kuantitas maupun kualitas dan contoh yang cukup besar. Dalam metode ini enumerator minta agar responden mengingat ingat secara rinci apa yang telah dikonsumsi dalam 1 3 hari terakhir. Untuk keperluan ini digunakan alat bantu misalnya ukuran rumah tangga, food model, dsb untuk menentukan perkiraan perkiraan konsumsi pangan yang lebih mendekati. Cara ini relative cepat dan murah, tetapi mengandung subyektivitas tinggi dan menimbulkan kesalahan sistematik. Selain metode recall seperti diuraikan di atas, konsumsi pangan dapat pula diukur dengan cara penimbangan (Weighing Method). Pada cara ini semua bahan makanan diitmbang baik sebelum maupun sesudah dimasak. Demikian pula bagian pangan yang tidak dapat dimakan dan sisa sisa setelah makan semuanya harus ditimbang. Cara ini dapat dilakukan untuk mengukur konsumsi pangan keluarga ataupun individual seperti halnya pada metode recall. b. Preferensi Pangan Diasumsikan bahwa sikap seseorang terhadap makanan, suka atau tidak suka, akan berpengaruh terhadap konsumsi pangan. Oleh karena itu merupakan hal penting mempelajari pangan yang disukai ataupun 22
yang tidak disukai tersebut, dan makanan yang belum pernah dirasakan serta menelusuri sebab sebab yang melatarbelakanginya. Selain itu perlu melihat hubungan antara preferensi anak anak dengan preferensi orang tua. c. Ideology Pangan Pengetahuan tentang pangan dan gizi yang berkaitan pula dengan kepercayaan, taboo dan prejudice akan berpengaruh terhadap kebiasaan makan. Oleh karena itu dalam model multidimensional hal tersebut perlu dipertimbangkan sebagai variabel penting. d. Social Budaya Banyak para ahli melaporkan bahwa kebiasaan makan mempunyai hubungan erat dengan segi social budaya. Ada tidaknya atau tingkat keeratan hubungan tersebut dapat ditelusuri dan ditentukan. Misalnya, Diva Sanjur dan Scoma menganalisis hubungan antara konsumsi pangan anak dengan umur ibunya, asal ibu, pendidikan ibu, besar keluarga dan faktor social budaya lainnya. Data mereka mengenai konsumsi anak dan umur ibu, kebiasaan membaca, dan faktor faktor lainnya dapat memberi gambaran hubungan hubungan yang ada. 2. Model Analisis Perilaku Konsumsi Pangan Anak-Anak Model analisis ini dikemukakan oleh Lund dan Burk (1969), dirancang untuk mempelajari bagaimana kebiasaan makan terbentuk dalam proses perkembangan anak anak. Kebutuhan hidup manusia (termasuk anak- anak), pada dasarnya mencakup tiga macam:
23
a. Kebutuhan biologis : Anak anak memerlukan makanan dan zat gizi untuk pertumbuhan dan perkembangannya. Dipengaruhi oleh berbagai varibel: jenis kelamin, umur, berat badan terhadap tinggi badan, dan status kesehatan. b. Kebutuhan Psikologis : Anak anak memerlukan kasih sayang, rasa senang, perhatian, dan sebagainya mencakup kaitannya dengan makanan. Dipengaruhi oleh pengawasan orangtua terhadap makanan anak, reward and punishment orangtua terkait kebiaaan makan anak, dsb. c. Kebutuhan sosial Anak anak memerlukan hubungan dengan orang lain, termasuk dengan saudara - saudaranya, orang tuanya dan sebagainya, termauk hal-hal yang berhubungan dengan makanan. Dipengaruhi oleh variabel: seberapa sering keluarga makan bersama, seberapa sering keluraga bercakap-cakap ketika makan, dsb Ada 2 faktor lingkungan yang bepengaruh terhadap pembentukan kebiasaan makan anak, yaitu: 1. Lingkungan Keluarga a. Struktur & organisasi keluarga b. Status sosial dlm masyarakat c. Mobilitas keluarga 24
d. Status ekonomi keluarga e. Pengetahuan & kepercayaan terhadap makanan f. Sikap keluarga terhadap makanan g. Keadaan & sifat - sifat hidangan makanan keluarga 2. Lingkungan Sekolah a. Pengalaman dr pendidikan gizi di sekolah b. Pengetahuan dan sikap terhadap makanan dari guru yang mengajarnya
Teori motivasi Maslow, relevan dengan model analisis perilaku makanan anak-anak. Teori Maslow : Motivasi senantiasa menggerakkan individu kepada pemenuhan kebutuhan yang mencakup: Kebutuhan fisiologis Kebutuhan keamanan dan pelindungan Kebutuhan hidup kemasyarakatan Kebutuhan akan pengakuan Kebutuhan akan kepuasan 3. Model Wenkam Model yang dirancang oleh Wenkam (1969) didasarkan pada keterkaitan antara kebiasaan makan dengan ketersediaan fisik dan budaya pangan. Kekuatan kekuatan obyektif dan subyektif pangan / 25
makanan mempunyai peranan besar dalam pembentukan kebiasaan makan. Orang tidak dapat mengonsumsi suatu bahan makanan bila pangan yang bersangkutan tiidak tersedia di sana, sementara itu pangan dapat dianggap enak, berbahaya, tidak disukai, berharga, menarik dan sebagainya karena nilai nilai budaya. Ketersediaan fisik pangan merupakan faktor penentu kebiasaan makan di dalam suatu masyarakat. Ketersediaan fisik tergantung pada berbagai faktor terutama: a. Produksi pangan dipengaruhi oleh lingkungan alam, perkembangan teknologi, kekuatan sosial-ekonomi b. Pengolahan pangan misalnya pengeringan, pengasapan, pengalengan, pembekuan, dsb c. Distribusi pangan Mulai dari distribusi pangan antar negara, antar wilayah (propinsi / kabupaten), dalam mayarakat, hingga dalam keluarga d. Pemasakan organoleptis dan keterkaitan makanan dengan kesehatan, dipengaruhi oleh metode pemasakan e. Peralatan misal: keterbataan bahan bakar di China, menyebabkan berkembangnya metode pemasakana stir-fry (makanan dipotong kecil kecil dan digoreng, supaya cepat masak dan hemat bahan bakar) Ketersediaan budaya oleh Wenkam diartikan sebagai pengakuan suatu budaya bahwa bahan yang dapat dimakan dan diterima oleh budaya 26
yang bersangkutan, itulah yang disebut pangan. Ketersediaan budaya yang dipelajari oleh Wenkam meliputi lima faktor yaitu : a. Status sosial Makanan mempunyai nilai prestise. Makanan tertentu dihidangkan pada acara - acara tertentu b. Status fisik Tiap masyarakat punya pengklasifikasian makanan untuk kelompok umur, jenis kelamin dan ciri fisik yang lain. Misalnya: Susu dan makanan lumat untuk bayi, steak dan kentang dianggap sebagai makanan yang maskulin, salad dianggap makanan feminin c. Peranan dalam sistem social / upacara Makanan merupakan bagian penting dalam acara ulang tahun, upacara perkawinan, pemakaman, dsb d. Etiket Contoh : Anak anak diajari bagaimana cara makan makanan tertentu e. Pekerjaan Contoh : Pada sebagian masyarakat nelayan, ketersediaan pangan tergantung pada kapan ayah (sebagai pencari ikan/makanan) pulang ke rumah. Berbeda dengan anak dari keluarga pada masyarakat industri, makanan selalu tersedia tanpa harus mencari
27
Ketersediaan Fisik Ketersediaan budaya - Produksi pangan - Status sosial - Pengolahan pangan - Etiket - Distribusi pangan - Status fisik - Pemasakan - Pekerjaan - Peralatan - Peranan sosial/ upacara
Struktur ekonomi
Kebiasaan Makan Kerangka Model Analisis Kebiasaan Makan Menurut Wenkam 4. Teori Alur (Channel Teory) Dalam tahun 1940-an, Kurt Lewin memperkenalkan Teori Alur yang sekarang ini merupakan teori klasik dalam penelitian kebiasaan makan. Asumsi I: 28
- Semua panganyang dikonsumsi seseorang bergerak selangkah demi selangkah melalui alur yang sifat dan jumlahnya bervariasi antar budaya. - Jumlah langkah berbeda beda untuk setiap alur untuk setiap jenis pangan - Setiap alur dalam setiap budaya diawasi oleh orangyang disebut gatekeepers (penjaga pintu) - Apa dan bagaimana pangan masuk ke suatu alur sangat ditentukan oleh gatekeepers tersebut. Asumsi II: - Terdapat beragam kekuatan yang menggerakkan pangan dalam alur - Pada setiap alur terdapat kekuatan yang mendorong pangan masuk ke dalam alur bersangkutan tetapi juga ada kekuatan yang menghambat masuknya pangan dalam alur - Kekuatanyang mendorong dan menghadang pangan dalam suatu alur adalah: rasa, nilai sosial, manfaat bagi kesehatan dan harga FOOD PREFERENSI Menurut Pilgrin (1957) bahwa preferensi makanan adalah sebagai tindakan / ukuran suka atau tidaknya terhadap makanan. Preferensi makanan dapat dilihat atau diukur dari sikap, khususnya sikap terhadap makanan. Kesukaan makanan seseorang sejalan dengan komponen-komponen sikap yg meliputi: kognitif, afektif dan perilaku. Kesukaan makanan positif artinya peneriman terhadap makanan, sebaliknya kesukaan makanan negatif artinya penolakan terhadap 29
makanan. Kesukaan makanan adalah sesuatu yang dapat dipelajari, mulai usia dini. Kesukaan makanan adalah fungsi dari akses penerimaan makanan. Menurut Elizabeth dan Sanjur (1981) ada tiga faktor yang mempengaruhi konsumsi pangan, yaitu : a. Karakteristik individu - Umur dan jenis kelamin Makin berat pekerjaan seseorang, makin banyak energy yang diperlukan. Pada tingkat kegiatan fisik yang sama, wnita dengan ukuran tubuh yang lebih kecil umumnya memerlukan energy yang lebih sedikit dibandingkan dengan laki laki - Pendidikan, pengetahuan gizi dan ketrampilan memasak Pembentukan kebiasaan makan seseorang bergantung pada kemampuan dan taraf hidupnya, pada umumnya makin baik taraf hidupnya makin meningkat daya belinya dan makin tinggi mutu makanan yang tersedia untuk keluarga. Sebagai konsumen, diperlukan ketrampilan untuk memilih bahan yang murah dan sesuai dengan kebutuhan keluarga. Selain itu faktor kepercayaan dan tingkat pengetahuan ibu sebagai pengelola rumah tangga akan berpengaruh juga pada macam bahan makanan dalam konsumsi keluarga sehari hari. - Pendapatan dan kesehatan Apabila penghasilan keluarga meningkat, biasanya penyediaan lauk pauk meningkat mutunya. Golongan ekonomi kuat cenderung boros dan konsumsinya melampaui kebutuhan sehari hari, akibatnya berat badan 30
terus menerus bertambah, beberapa penyakit karena kelebihan gizi sering ditemukan. b. Karakteristik makanan / pangan - Bumbu, tipe makanan, kombinasi makanan dan harga Kombinasi dan variasi dari rupa, rasa, warna dan bentuk makanan akan mempengaruhi nafsu makan seseorang c. Karakteristik lingkungan - Musim dan tingkatan social pada masyarakat Bencana alam seperti banjir, gempa bumi, gunung meletus secara tidak langsung akan mengubah kebiasaan makan.
31
DAFTAR PUSTAKA Den Hartog, et al. 2006. Food Habits and Consumption Developing Coutries. Wageningen Academic Publisher. Netherlands Sanjur, D. 1982. Social and Cultural Perspective In Nutrition. Prentice Hall, Inc. Englewood Cliffs, N.J. Suhardjo. 1989. Sosio Budaya Gizi. IPB. Bogor
32
TUGAS PENDIDIKAN PENYULUHAN GIZI SOSIO BUDAYA GIZI
Oleh :
KONITA INSIYANA SETYANI 101011307
UNIVERSITAS AIRLANGGA FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT SURABAYA 2012