You are on page 1of 8

Deskripsi Penggunaan Scaffholding dalam Pemecahan Masalah yang

Dilaksanakan di SMA Negeri 1 Sungguminasa Gowa



Transkrip Data RS

Masalah Matematika yang Diberikan
Untuk menarik minat pelanggannya, manajer suatu restoran makanan cepat saji
memberikan kupon berhadiah kepada setiap orang yang membeli makanan di restoran
tersebut dengan nilai lebih dari Rp 30.000,00. Dibalik setiap kupon tersebut, tertera salah satu
dari bilangan-bilangan berikut : 7, 21, 42, 56, 14, 77, 91, 98, 35, dan 49. Pembeli yang
berhasil mengumpulkan beberapa kupon dengan jumlah bilangan-bilangan di balik kupon
tersebut sama dengan 200 akan diberi hadiah handphone. Jika pemilik restoran tersebut
menyediakan sebanyak 1000 kupon dengan masing-masing bilangan terdapat 50 kupon,
berapa maksimal banyak handphone yang mungkin diserahkan kepada para pelanggannya ?
Berikut ini dijabarkan jenis scaffolding metakognitif yang disertai dengan wawancara
yang diberikan kepada RS dalam memecahkan masalah matematika dan diurut berdasarkan
empat langkah Polya sebagai berikut.
a. Memahami Masalah
RS membaca dan mencermati masalah matematika yang diberikan.
H(3,1)
1
: RS terdiam dan enggan memulai menulis pemecahan masalah yang diberikan.
Setelah beberapa saat terdiam maka RS mencoba menulis apa yang dia ketahui tentang
maksud soal, setelah menuliskan apa yang dia ketahui RS terkesan bingung dan meminta
bantuan kepada peneliti.

Karena merasa perlu, maka peneliti memberikan scaffolding metakognitif yang
memunculkan keinginan/kesadaran untuk memulai menulis kembali dan melanjutkan apa
yang dia tuliskan sebelumnya..
S(1,1)
1
:Apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan, kalau menurut soal ini maunya apa ?
RS membaca kembali soal dan mencermatinya, tapi setelah beberapa saat membaca
RS pun mencoba menjawab pertanyaan dari peneliti.
Kalau misalnya terdapat, kan ini terdiri dari 50 kupon, dan ditanyakan maksimal banyak
handphone yang diserahkan kepada pelanggan kalau jumlahnya 200
S(1,1)
2 :
Bilangannya apa saja ? dan apa yang harus dilakukan pertama sehingga jumlahnya
mencapai 200 ?
Dengan spontan RS menjawab 7, 21, 42, 56, 14, 77, 91, 98, 35, dan 49 kemudian jumlah
angka yang tertera pada kupon sebanyak 200 maka pelanggan akan mendapatkan
handphone
Setelah menyebutkan apa yang ditanyakan maka RS mencoba melanjutkan menulis apa yang
diketahui dari soal. Beberapa saat kemudian RS pun menanyakan kepada peneliti.
H(3,1)
2
: RS bertanya kepada peneliti karena tidak mengerti maksud soal.
RS : Apakah pada setiap kupon hanya terdapat satu angka ?
P : Iya karena pada satu kupon hanya mempunyai satu angka, misalkan satu kupon
tertera 14 dan tidak ada dalam satu kupon tertera angka 7 dan 21.
RS : Apakah harus membutuhkan 200 kupon ?
P : Bukan jumlah kuponnya yang 200, tetapi jumlah angka pada kupon 200 atau
apabila kita menjumlahkan angka pada kupon-kupon maka jumlahnya sama
dengan 200, maka dengan demikian pelanggan akan mendapat satu handphone.
Dari petikan wawancara di atas terlihat RS menjawab pertanyaan peneliti dengan tepat
meskipun harus diarahkan berulang-ulang dan terkesan lambat dalam memahami maksud
masalah serta hal apa yang harus dituliskan terlebih dahulu walaupun tak jarang RS
menunjukkan ekspresi ragu-ragu dan tidak tahu . Meskipun demikian RS mulai memahami
maksud soal ketika telah diberikan S(1,1)
2
dan sempat bingung pada H(3,1)
2
.
Pada langkah pertama Polya dalam pemecahan masalah matematika oleh RS terlihat
mengalami beberapa hambatan yang memerlukan scaffolding metakognitif yaitu:
H(3,1)
1
: RS terdiam dan enggan memulai menulis pemecahan masalah yang diberikan.
H(3,1)
2
: RS

mencoba bertanya kepada peneliti karena tidak mengerti maksud soal.
Untuk masing-masing hambatan di atas diberikan scaffolding metakognitif sesuai yang
diperlukan sehingga hambatan yang dialami RS dapat diatasi. Adapun scaffolding
metakognitif yang dimaksud adalah seperti berikut.
Pada hambatan H(3,1)
1
, diberikan scaffolding metakognitif jenis S(1,1)
1
dan
scaffolding metakognitif jenis S(1,1)
2

Pada hambatan H(3,1)
2
, tidak diberikan scaffolding melainkan peneliti langsung
memberikan gambaran terkait maksud dan hal yang diketahui pada soal, hal ini dilakukan
karena RS bingung dan bertanya pada peneliti.
b. Menyusun Rencana Pemecahan
H(3,2)
1
: RS agak ragu memulai langkah kedua untuk membuat rencana pemecahan.

Agar RS memulai membuat rencana pemecahan pada langkah kedua, maka peneliti
memberi scaffolding metakognitif seperti berikut.
S(1,2)
1
: Apa yang sebaiknya dilakukan untuk memudahkan menyelesaian masalah/soal
tersebut?
RS berpikir dan terdiam tanpa menuliskan sesuatu. Setelah berpikir beberapa saat
maka RS pun memulai dengan mencoba setiap kemungkinan dengan menggunakan cakaran
semampunya dengan raut wajah yang pesimis dan tanpa arah.
H(3,2)
2 :
Karena peneliti menganggap RS tidak bisa berbuat sesuatu rencana penyelesaian
maka peneliti mencoba memberikan gambaran rancangan rencana penyelesaian.
S(1,2)
2
: Coba buat tabel, supaya lebih mudah. Misalnya angka 7, dengan bilangan apa
saja yang jumlah bisa mencapai 200 ?
RS : (RS pun mencoba menuliskan angka-angka yang memungkinkan agar kombinasi
bilangan yang jumlahnya dapat mencapai 200 dengan ekspresi yakin tanpa
menjawab pertanyaan peneliti)
Berdasarkan petikan wawancara dan pemberian scaffolding metakognitif di atas, RS kurang
komunikatif dan kebanyakan menulis ketimbang menjawab pertanyaan peneliti, tetapi setelah
melihat beberapa coretan yang telah dilakukan oleh RS maka peneliti menganggap bahwa RS
telah mengetahui rancangan rencana penyelesaian, sehingga peneliti memberikan keleluasaan
kepada RS untuk mencoba setiap kemungkinan.
Pada langkah kedua Polya dalam pemecahan masalah matematika oleh RS terlihat
mengalami beberapa hambatan yang memerlukan scaffolding metakognitif yaitu:
H(3,2)
1
: RS agak ragu memulai langkah kedua untuk membuat rencana pemecahan.
H(3,2)
2
: RS tidak berbuat sesuatu yang mengarah ke rencana penyelesaian.
Untuk masing-masing hambatan di atas diberikan scaffolding metakognitif sesuai
yang dibutuhkan seperti berikut.
Pada hambatan H(3,2)
1
, RS diberikan scaffolding metakognitif jenis S(1,2)
1
,
Pada hambatan H(3,2)
2
, diberikan scaffolding metakkognitif jenis S(1,2)
2
c. Menerapkan Rencana Pemecahan
Pada bagian ini RS menentukan semua kemungkinan kombinasi angka yang tertera
pada kupon dengan metode tabel dan mencoba-coba.
RS mencoba beberapa kemungkinan pada angka yang sama seperti
Untuk angka 7
RS pun tidak memperoleh angka yang berjumlah 200 ketika hanya menggunakan
angka 7 pada kupon, sehingga RS pun menyatakan hal tersebut tidak bisa. Hal ini
disebabkan karena hasil yang diperoleh lebih dari 200.
Untuk angka 14
Sama halnya dengan kombinasi angka 7 sebelumnya, RS pun tidak memperoleh
jumlah 200 karena RS memperoleh hasil yang lebih dari 200.
Untuk angka selain 7 dan 14
RS pun tidak memperoleh jumlah angka 200 pada angka yang sama secara berulang.
RS pun mencoba menggunakan kombinasi angka yang berbeda dan hasilnya pun serupa
dengan dengan kombinasi angka yang sama yaitu jumlahnya melebihi atau kurang dari 200,
sehingga RS pun menyatakan tidak ada kombinasi angka yang memungkinkan.
Selanjutnya peneliti menelusuri keterlibatan metakognisi RS terhadap apa yang ditulis,
seperti petikan wawancara berikut.
P : Jadi kesimpulan apa ?
RS : Tidak bisa kak, tidak mungkin !
P : Jawabannya ada atau tidak ?
RS : Tidak ada kak !
Dari petikan wawancara di atas, terlihat RS menyebutkan dengan lancar meskipun
awalnya ragu-ragu terhadap jawaban yang telah diperolehnya.
Pada langkah ketiga Polya dalam pemecahan masalah matematika oleh RS tidak
mengalami hambatan yang memerlukan scaffolding metakognitif.
d. Mengevaluasi Hasil Pemecahan
Selanjutnya peneliti mengarahkan RS

untuk menelaah kembali langkah pemecahan yang
telah ditulis dari awal sampai akhir, maka RS diberi pertanyaan seperti berikut.
P : Seperti saya katakan, setelah selesai kita lihat kembali. Apakah ada cara yang
lebih efektif dan efisien. Saya persilahkan mengemukakan sistimatika
pemecahannya
RS : (RS pun terdiam sejenak dan mencoba melihat kembali coretan yang telah dia
lakukan)
H(2,4)
1
: RS tidak bisa menyebutkan cara lain selain cara coba-coba dan tabel yang telah dia
gunakan.
Dari petikan di atas RS terkesan bingung dan tidak mengetahui cara yang lebih sederhana
dalam menyelesaikan sola yang diajukan peneliti.
S(1,4)
1
: Coba adik perhatikan kemungkinan angka-angka apa saja yang memungkinkan ?
RS : 7, 21, 42, 56, 14, 77, 91, 98, 35, dan 49
P : Dari bilangan-bilangan yang telah adik sebutkan, apakah hubungan bilangan yang
satu dengan yang lainnya ?
RS : (RS berpikir sejenak) RS menyebutkan bahwa bilangan tersebut adalah bilangan
kelipatan 7
Setelah RS dianggap memahami hubungan angka-angka yang diberikan peneliti pun
mencoba menghubungkan keterkaitan kelipatan 7 dengan angka 200.
S(1,4)
2
: Apakah 200 merupakan angka yang berkelipatan 7 ?
RS : 200 bukan merupakan angka kelipatan 7!
P : Jadi, selain cara coba-coba dan tabel, cara apalagi yang bisa ?
RS : (Terdiam sejenak) Oiya, dengan cara menentukan apakah bilangan-bilangan yang
tertera pada kupon merupakan suatu kelipatan angka yang sama (angka 7),
kemudian apakah 200 merupakan kelipan dari angka yang dimaksud (angka 7).

Berdasarkan analisis data di atas, diperoleh hasil yaitu RS mengalami beberapa hambatan
dalam memecahkan masalah matematika yang diberikan, namun setelah diberi scaffolding
metakognitif, RS dapat melewati hambatan-hambatan tersebut. Adapun jenis-jenis
scaffolding metakognitif yang diberikan kepada RS untuk mengatasi hambatan-hambatan
tersebut adalah seperti berikut.
Pada langkah pertama Polya, RS diberikan scaffolding metakognitif jenis merencanakan
sebanyak 2 kali yaitu S(1,1)
1
dan S(1,1)
2
,
Pada langkah kedua Polya, RS diberikan scaffolding metakognitif jenis merencanakan
sebanyak 2 kali yaitu; S(1,2)
1
danS(1,2)
2
.
Pada langkah ketiga Polya, RS tidak diberikan scaffolding metakognitif karena tidak
mengalami hambatan.
Pada langkah keempat Polya, RS diberikan scaffolding metakognitif jenis merencanakan
sebanyak 2 kali yaitu S(1,4)
1
dan jenis memantau sebanyak 2 kali yaitu S(2,4)
1
dan
S(1,4)
2
.

You might also like