You are on page 1of 34

UJI EFEK ANTIINFLAMASI SEDIAAN GEL, EKSTRAK

DAN INFUSA DAUN PETAI CINA (Leucaena


leucocephala) TERHADAP UDEMA PADA TIKUS
PUTIH GALUR WISTAR

Radang merupakan respon terhadap cedera jaringan atau infeksi.
Ketika proses radang berlangsung, terjadi reaksi vascular dimana cairan elemen
darah, sel darah putih (leukosit) dan mediator kimia berkumpul pada tempat
jaringan yang cedera atau infeksi. Bila jaringan cedera misalnya karena terbakar,
teriris atau karena infeksi oleh kuman, maka pada jaringan ini akan terjadi
rangkaian reaksi yang menyebabkan musnahnya agens yang membahayakan
jaringan atau yang mencegah agens ini menyebar lebih luas. Reaksi-reaksi ini
kemudian juga menyebabkan jaringan yang cedera diperbaiki atau diganti
dengan jaringan baru (Rukmono, 1973).
Ditengah munculnya berbagai obat-obatan produksi pabrik modern
ternyata masyarakat Indonesia masih memanfaatkan berbagai tanaman sebagai
obat tradisional. Salah satunya adalah tanaman petai cina (Leucaena
leucocephala) yang dipercaya memiliki banyak manfaat dalam hal pengobatan
secara alamiah. Daun petai cina (Leucaena leucocephala) merupakan salah satu
tanaman yang sudah dikenal masyarakat sebagai obat bengkak.
Pemanfaatannya dengan cara dikunyah-kunyah atau diremas-remas, kemudian
ditempelkan pada bagian yang bengkak. Selain itu, masyarakat juga
menggunakan petai cina (Leucaena leucocephala) sebagai bahan makanan,
lauk-pauk atau makanan ternak (Elhasani, 2011).



1.4. Hipotesis Penelitian
Diduga sediaan gel, ekstrak etanol, dan infusa daun petai cina
(Leucaena leucocephala) mempunyai efek antiinflamasi
terhadap udem pada tikus putih yang diinduksi karagenin 1%.

1.5. Manfaat Penelitian
1.Memberi informasi kepada masyarakat tentang efek dari daun
petai cina (Leucaena leucocephala) sebagai anti inflamasi.
2.Menambah inventaris obat anti inflamasi yang lebih mudah
didapat dengan harga yang dapat dijangkau oleh masyarakat.


2.1. Radang (Inflamasi)
Inflamasi adalah respon terhadap cedera jaringan dan infeksi. Ketika
proses inflamasi berlangsung, terjadi reaksi vaskular dimana cairan,
elemen-elemen darah, sel darah putih dan mediator kimia berkumpul pada
tempat cedera jaringan atau infeksi. Proses inflamasi merupakan suatu
mekanisme perlindungan tubuh untuk menetralisir dan membasmi agen-
agen yang berbahaya pada tempat cedera dan mempersiapkan keadaan
untuk perbaikan jaringan (Kee dan Hayes, 1996).

Tanda-tanda Radang :
a. Warna merah (rubor): terjadi karena jaringan yang meradang
mengandung banyak darah akibat kapiler-kapilernya melebar dan
kapiler-kapiler yang tadinya kosong menjadi berisi darah juga.
b. Panas (calor) : juga akibat sirkulasi darah yang meningkat. Naiknya
suhu ini tidak melebihi suhu rektum sehingga diambil kesimpulan
bahwa peningkatan metabolisme tidak seberapa menyebabkan kenaikan
suhu ini.
c. Pembengkakan (tumor) : disebabkan sebagian oleh hiperemi dan
sebagian besar oleh eksudat yang terjadi pada radang.


Obat Antiradang :
A. Obat-obat Antiradang Golongan Steroid (Glukokortikoid)
Efek glukokartikoid berhubungan dengan kemampuannya untuk
merangsang boisintesis protein lipomodulin yang dapat menghambat
kerja enzimatik fosfolipase, suatu enzim yang bertanggung jawab
terhadap pelepasan asam arakhidonat dan metabolitnya.
B. Obat Antiradang Non Steroid
NSAID dikenal sebagai penghambat prostaglandin,
mempunyai efek analgesik dan antipiretik yang berbeda-beda
tetapi terutama dipakai sebagai agen antiinflamasi untuk
meredakan inflamasi dan nyeri (Wilmana, 1995).
Farmakologi:
Deksametason merupakan salah satu glukokortikoid yang terampuh,
kemampuannya dalam menanggulangi peradangan dan alergi kurang
lebih sepuluh kali lebih hebat dari pada yang dimiliki prednison atau
prednisolon. Dexamethason diabsorpsi melalui saluran cerna.
(parwaningtyas,2011).


Klasifikasi dan Morfologi Tanaman
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Super Divisi : Spermatophyta
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Fabales
Famili : Fabaceae
Genus : Leucaena
Spesies : Leucaena leucocephala (Lam.) de Wit
(Anonim, 2008)

Petai cina (Leucaena leucocephala) adalah tumbuhan yang memiliki
batang pohon keras dan berukuran tidak besar. Daunnya majemuk terurai
dalam tangkai berbilah ganda. Bunganya yang berjambul warna putih
sering disebut cangkaruk. Buahnya mirip dengan buah petai tetapi ukuran
nya jauh lebih kecil dan berpenampang lebih tipis. Buah petai cina
termasuk buah polong, berisi biji-biji kecil yang jumlahnya lebih banyak.
Petai cina cocok hidup didataran rendah sampai ketinggian 1500 dpl.











Nama lain: Petai cina (Indonesia), Kemlandingan, Lamtoro
(Jawa), Palanding, Peuteuy selong (Sunda), Kalandingan
(Madura).
(Haryanto, 2009)

Biji dari buah petai cina yang sudah tua setiap 100 g
mempunyai nilai kandungan kimia berupa zat kalori sebesar
148 kalori, protein 10,6 g, lemak 0,5 g, hidrat arang 26,2 g,
kalsium 155 mg, besi 2,2 mg, vitamin A, Vitamin BI 0,23 mg.
Daun petai cina mengandung zat aktif alkaloid, saponin,
flavonoid, tanin dan polifenol ( Dedy, 2011).
Berbagai kandungan yang terdapat dalam tanaman petai cina
yang diperkirakan sebagai antiinflamasi adalah flavonoid.
Flavonoid dalam bentuk aglikon bersifat nonpolar, sedangkan
dalam bentuk glikosida bersifat polar.







Gambar. Struktur Dasar Flavonoida

Sifat fisika kimia flavonoid :
a. Tahan pemanasan
b. Polar
c. Titik lebur 345-350 C
d. Mudah teroksidasi oleh cahaya
(Uchiha, 2011)

Flavonoida dapat menghambat enzim siklooksigenase yang
berperan dalam terjadinya inflamasi. (Narayana, 2001).

Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai
obat yang belum mengalami pengolahan apa pun juga dan
kecuali dinyatakan lain, berupa bahan yang dikeringkan.
Simplisia dibedakan menjadi simplisia nabati, simplisia
hewani dan simplisia pelikan (mineral) (Anonim, 2000).
Ekstraksi merupakan proses pemisahan bahan dari campurannya
dengan menggunakan pelarut.
Ekstrak adalah sediaan kering, kental atau cair dibuat dengan
menyari simplisia nabati atau hewani menurut cara yang cocok,
diluar pengaruh cahaya matahari langsung. Ekstrak kering harus
mudah digerus menjadi serbuk (Anonim, 1979).
Metode Ekstraksi dibagi dalam 2 cara:
1. Cara dingin:
Maserasi
Perkolasi
2. Cara panas:
Refluks
Soxlet
Digesti
Infusa
Dekokta
Maserasi berasal dari bahasa Latin macerare, yang artinya
merendam. Maserasi merupakan proses paling tepat dimana
obat yang sudah halus memungkinkan untuk direndam dalam
menstrum sampai meresap dalam melunakkan susunan sel,
sehingga zat-zat yang mudah larut akan melarut (Ansel,
1989).

Nama lain : etil alkohol
Sifat-sifat
Fisika : Cair, titik didih 78,4
o
C, higroskopis, larut dengan
sempurna dalam air. Baunya enak, terbakar dalam
nyala yang kuning.
Kimia : Menunjukkan reaksi-reaksi umum dari alkohol.
etanol 70% bersifat semi polar yang dapat
melarutkan senyawa yang bersifat polar maupun
non-polar. Selain itu, etanol 70% tidak menyebabkan
pembengkakan membran sel dan memperbaiki
stabilitas bahan obat terlarut (Harborne, 1987).

Infus adalah sediaan cair yang dibuat dengan mengekstraksi
simplisia nabati dengan air pada suhu 90
0
C selama 15 menit
(Anonim 1995).


Gel
Gel, kadang-kadang disebut jeli merupakan system semi padat
terdiri dari suspensi yang dibuat dari partikel anorganik yang kecil
atau molekul organik yang besar, terpenetrasi oleh suatu cairan
(Anonim, 1995).
Gel memiliki sifat-sifat antara lain bersifat lunak, lembut, mudah
dioleskan, dan tidak meninggalkan lapisan berminyak pada
permukaan kulit (Abdassah, dkk, 2009).





Karagenin adalah sulfat polisakarida bermolekul besar
sebagai induktor inflamasi. Penggunaan karagenin sebagai
penginduksi radang memiliki beberapa keuntungan antara
lain: tidak meninggalkan bekas, tidak menimbulkan kerusakan
jaringan dan memberikan respon yang lebih peka terhadap
obat antiinflamasi dibanding senyawa iritan lainnya.
Karagenin ada beberapa tipe, yaitu lambda () karagenin, iota
(i) karagenin dan kappa (k) karagenin (Anggraini, 2008).

Sistematika tikus putih:
Filum :Chordata
Sub filum :Vertebrata
Classis :Mamalia
Sub Classis :Placentalia
Ordo : Rodentia
Familia :Muridae
Genus :Rattus
Spesies :Rattus norvegicus (Anna, 2011).

Tikus putih relatif resisten terhadap infeksi dan sangat cerdas. Tikus
putih pada umumnya tenang dan mudah untuk ditangani.
Metode penelitian ini meliputi penyiapan sampel, pengumpulan bahan,
pembuatan simplisia, pembuatan ekstrak etanol daun petai cina dengan
cara maserasi, pembuatan infusa, pembuatan gel, dan rancangan ini
merupakan eksperimental murni dengan post test only control group design.
3.1. Ruang lingkup penelitian
Ruang lingkup keilmuan : Farmakologi dan formulasi
Ruang lingkup tempat : Lab MIPA UNMA Banten
Ruang lingkup waktu : April 2012

3.2. Alat dan Bahan
Alat-alat
Alat-alat yang digunakan adalah alat-alat gelas laboratorium, alat penguap
vakum putar (rotary evaporator Heidolph v-2000), alat pengering beku
(freeze dryer Modulyo Edward, serial No:3985), blender (National),
Inkubator (Gallenkamp), jarum suntik, kertas saring, lumpang dan alu,
Neraca analitik (Vibra), Neraca hewan (GW-1500), oral sonde tikus,
penangas air, pletismometer (Ugo Basile cat No.7140), Alat-alat refluks,
Kandang tikus, Pipet, pH meter Metrohm 744, Viscotester Rion (VT-04 F).


Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun petai cina
(Leucaena leucocephala), tikus putih. Bahan kimia yang digunakan: asam klorida,
etanol 96% (hasil destilasi), etanol 70%, methanol, n-heksan, lambda karagenin
(sigma), karboksi metil selulosa (CMC), serbuk magnesium, serbuk seng, air
suling, etil asetat, as. Klorida pekat, NaCl 1%, dexamethason, Aquades, Aqupec
HV-505, triethanolamin, gliserin, metilparaben, propilparaben.

3.3. Pembuatan simplisia
Daun petai cina yang telah dikumpulkan, dibersihkan dari kotoran. Kemudian dicuci
dibawah air mengalir hingga bersih, setelah itu ditiriskan dan disebarkan diatas
kertas hingga airnya meresap lalu ditimbang sebagai berat basah. Kemudian
dikeringkan diudara terbuka dan terlindung matahari langsung. Untuk mencegah
timbulnya jamur selama pengeringan selanjutnya dikeringkan dalam lemari
pengering (Lumbanraja, 2009).

3.4. Pemeriksaan Flavonoid
Larutan percobaan:
Sebanyak 0,5 g serbuk simplisia disari dengan 10 mL methanol lalu direfluks
selama 10 menit, disaring panas-panas melalui kertas saring, filtrate diencerkan
dengan 10 mL air suling. Setelah dingin ditambah 5 mL n-heksan, dikocok hati-hati,
didiamkan. Lapisan methanol diambil, diuapkan pada temperature 40
0
C, sisa
dilarutkan dalam 5 mL etil asetat, disaring (Lumbanraja, 2009).


a. Sebanyak 1 mL larutan percobaan diuapkan hingga kering, sisanya
dilarutkan dalam 1-2 mL etanol 96 %, ditambahkan 0,5 g serbuk seng dan 2
mL asam klorida 2 N, didiamkam selama satu menit. Ditambahkan 10 mL
asam klorida pekat, jika dalam waktu 2-5 menit terjadi warna merah yang
intensif menunjukkan adanya flavonoida.
b. Sebanyak 1 mL larutan percobaan diuapkan hingga kering sisanya dilarutkan
dalam 1 mL etanol 96%, ditambah 0,1 g magnesium dan 10 tetes asam
klorida pekat, terjadi warna merah jingga sampai merah ungu menunjukkan
adanya flavonoida (Lumbanraja, 2009).

3.5. Pembuatan Ekstrak etanol daun petai cina
Pembuatan ekstrak dilakukan secara maserasi dengan menggunakan pelarut
etanol 70%. Caranya, sebanyak 500 g serbuk simplisia daun petai cina
dimasukan kedalam bejana, dimaserasi dengan etanol 70% sebanyak 1 liter,
kemudian diaduk sesekali selama 6 jam. Didiamkan selama 24 jam lalu tampung
maserat (maserat pertama). Diulangi sampai konsentrasi zat berkhasiat sudah
habis pada ekstraksi, ditandai dengan tidak berwarnanya larutan penyari. Maserat
yang diperoleh diuapkan dengan alat penguap vakum putar. Kemudian
dikeringkan dengan alat pengering beku (freeze dryer) pada suhu -40
0
C pada
tekanan 2 atmosfer selama lebih kurang 24 jam dan diperoleh ekstrak kental
(Lumbanraja, 2009).


Campur 10% simplisia daun petai cina yang memiliki derajat halus yang sesuai
kedalam panci dengan air 100 mL, panaskan diatas tangas air selama 15 menit
terhitung mulai suhu mencapai 90
0
C sambil sekali-kali diaduk (Anonim, 1995).

3.7. Pembuatan Gel daun petai cina
Formulasi sediaan gel antiinflamasi:
Bahan Formula
Aqupec HV-505 (%) 2
Triethanolamin (%) 4
Gliserin (%) 10
Metil paraben (%) 0,2
Propil paraben (%) 0,05
Etanol 70% (%) 25
Ekstrak daun petai cina (%) 20
Aquadest (ml) ad 100

Pengujian Stabilitas Sediaan :
a. Pengujian secara Organoleptik
Analisis organoleptik dilakukan dengan mengamati perubahan-perubahan
bentuk, warna, dan bau dari sediaan dengan ekstrak daun petai cina selama
waktu penyimpanan, yang dilakukan pada hari ke 1, 3, 7, dan selanjutnya
setiap minggu hingga 56 hari penyimpanan.
b. Pengujian Konsistensi
Dilakukan dengan mengamati perubahan konsistensi dari sediaan gel yang
dibuat apakah terjadi pemisahan antara bahan pembentuk gel dengan
pembawanya yaitu air.
c. Pengujian PH
Pengukuran pH dilakukan dengan cara mencelupkan pH meter ke dalam
sediaan gel dengan ekstrak daun petai cina, dilakukan pada hari ke 1, 3, 7,
dan selanjutnya setiap minggu hingga hari 56 penyimpanan.





d. Pengujian Viskositas
Sediaan dengan ekstrak daun petai cina diukur viskositasnya
dengan menggunakan viskotester. Pengukuran dilakukan pada hari
ke 1, 3, 7, dan selanjutnya setiap minggu hingga 56 hari
penyimpanan.


3.8. Penyiapan Bahan Uji, Kontrol, dan Obat Pembanding
Ekstrak etanol daun petai cina dengan dosis 174, 349, 698 mg/kg
BB dan infusa daun petai cina 10% (bahan uji) dan deksametason
0,135 mg/kg BB (kontrol positif) dibuat dalam bentuk suspensi
CMC 0,5%. Dan sebagai kontrol negatif yang digunakan adalah
suspensi CMC 0,5% dalam air suling.

Adapun rumus perencanaan dan penghitungan dosis antara lain :
a. Berdasarkan dosis deksametason 0,5 mg (manusia 70 kg) yang
konversi ketikus 200 gram adalah: Dosis deksametason konversi
dosis manusia ketikus (0,018) 3 kali pemberian selama satu
hari/ BB tikus (200 g). Perhitungan : 0,5 mg 0,018 = 0,009 3 =
0,027 g/200 g 1000 = 0,135 mg/kg BB.
b. Dosis daun petai cina :
Bobot ekstrak yang diperoleh/bobot simplisia yang diperoleh
konsentrasi (40%, 20%, 10%).
(Prayoga, 2008)

Sebanyak 500 mg CMC ditaburkan merata kedalam lumpang yang telah berisi
air suling panas sebanyak 35 ml. Didiamkan selama 15 menit hingga diperoleh
massa transparan, digerus hingga terbentuk gel kemudian diencerkan dengan
sedikit air, dimasukan kedalam labu terukur 100 ml, lalu ditambahkan air suling
hingga tanda batas.

3.8.3. Pembuatan Suspenssi Dexamethason dosis 0,135 mg/kg BB
Ditimbang sebanyak 0,135 mg serbuk dexamethason kemudian digerus dengan
penambahan suspensi CMC 0,5% sampai homogen, dimasukkan kedalam labu
terukur 10 mL, dicukupkan sampai garis tanda dengan suspensi CMC 0,5% dan
diberikan secara peroral.

3.8.4. Pembuatan Suspensi Ekstrak Daun Petai Cina dosis 174
mg/kgBB, 349 mg/kgBB, 698 mg/kg BB
Ditimbang 174 mg, 349 mg, dan 698 mg ekstrak daun petai cina masing-
masing digerus dengan penambahan suspensi CMC 0,5% sampai
homogen, dimasukan kedalam labu terukur 10 mL, dicukupkan sampai
garis tanda dengan suspensi CMC 0,5% dan diberikan secara peroral.

Ditimbang sebanyak 100 mg lambda karagenin, lalu dihomogenkan dengan larutan
NaCl 0,9% kemudian dimasukkan kedalam labu terukur 10 mL kemudian
dicukupkan dengan larutan NaCl 0,9% sampai garis tanda kemudian diinkubasi
pada suhu 37
0
C selama 24 jam dan diberikan secara IP sebanyak 0,1 ML.

3.10. Penyiapan Hewan Percobaan
Hewan percobaan yang digunakan adalah tikus putih jantan galur wistar, umur 2-3
bulan dengan berat badan 150-200 gram sebanyak 28 ekor dibagi dalam 7
kelompok yang masing-masing terdiri dari 4 ekor tikus.
Sebelum pengujian, hewan percobaan dipelihara pada kandang yang mempunyai
ventilasi yang baik dan selalu dijaga kebersihannya. Hewan yang sehat ditandai
dengan memperlihatkan gerakan yang lincah. Setiap kali perlakuan selesai, tikus
diistirahatkan selama 2 minggu, selanjutnya tikus dapat dipakai lagi untuk perlakuan
berikutnya (Wirda, 2001).

3.11. Prosedur Penggunaan Alat Pletismometer ( Ugo Basile Cat no .
7140)
Larutan untuk reservoir
Sebanyak 2 ml campuran senyawa pembasah (Ornano Imbibente BBC.97) yang
telah tersedia dalam kemasan standar. Dimasukan kedalam labu terukur 1 L,
ditambahkan 0,4 g NaCl kemudian dilarutukan dengan air suling lalu dimasukan
kedalam labu terukur 1000 mL, kemudian dicukupkan dengan menggunakan air
suling sampai garis tanda.

Penyiapan alat :
Larutan untuk reservoir yang telah disiapkan sebelumnya dimasukan
kedalam reservoir yang telah dirangkai pada alat kemudian diisi sel dengan
memutar kepala katup kira-kira 45
0
kearah kiri atau kanan sesuai dengan
posisi reservoir itu dihubungkan, alirkan beberapa kali dengan memutar
kepala katup untuk menghindari gelembung udara. Atur batas air sampai
mendekati garis merah bagian atas pada sel. Alat dihidupkan maka
tampilan grafik akan meyala dan menunjukan logo Ugo Basile, angatkan
alat kira-kira 2 3 menit.
Kalibrasi Alat :
Tekan F1 dari menu utama maka akan ditampilkan angka 0 secara
otomatis kemudian tekan kembali F1 yang akan menunjukan angka 0,5 mL,
tekan kembali F1 yang akan menunjukan angka 1,0; 2,0; 4,0;8,0 mL.
setelah itu, pilihlah probe kalibrasi (2 ml) dan tekan F2 untuk konfirmasinya.
Masukan probe volume kedalam sel, tunggu beberapa detik hingga nilai
yang ditunjukkan stabil. Alat siap digunakan untuk pengukuran kaki tikus.

3.11. Prosedur Pengujian Inflamasi
a. Ekstrak dan Infusa
Sebelum pengujian, tikus dipuasakan selama 18 jam dengan tetap diberi air
minum. Tikus dikelompokan kedalam 7 kelompok yaitu kelompok kontrol negatif
(suspensi CMC 0,5%), kelompok bahan uji (3 dosis suspensi ekstrak daun petai
cina), kontrol positif (deksamethason), infusa dan sediaan topikal (Gel).
Pada hari pengujian masing-maing hewan ditimbang dan diberi tanda pada kaki
kirinya, kemudian kaki kiri tikus dimasukan kedalam sel yang berisi cairan
khusus yang telah disiapkan sebelumnya sampai cairan naik pada garis batas
atas, pedal kemudian ditahan, dicatat angka pada monitor sebagai volume awal
(Vo) yaitu volume kaki sebelum diberi obat dan diinduksi dengan larutan
karagenin. Masing-masing tikus diberi suspensi bahan uji secara oral sesuai
dengan kelompoknya. 1 jam kemudian, kepada masing-masing telapak kaki
tikus disuntik secara intraplantar dengan 0,1 mL larutan karagenen 1%. Setelah
30 menit, dilakukan pengukuran dengan cara mencelupkan kaki tikus kedalam
sel pletismometer yang berisi cairan khusus sampai larutan mencapai garis
batas atas, dan pedal ditahan. Dicatat angka pada monitor. Perubahan volume
cairan yang terjadi dicatat sebagai volume telapak kaki tikus (Vt). Pengukuran
dilakukan setiap 30 menit selama 360 menit. Dan tiap kali pengukuran larutan
sel tetap dicukupkan sampai garis tanda atau garis merah bagian atas sel dan
pada menu utama ditekan tombol 0, juga kaki tikus dikeringkan sebelumnya.

b. Secara Topikal dengan Gel
Pengujian efektivitas antiinflamasi gel ekstrak daunpetai cina:
1. Tikus dipuasakan selama + 18 jam sebelum pengujian, air minum tetap
diberikan.
2. Pada hari pengujian tikus ditimbang bobotnya dan volume kakinya diukur dan
dinyatakan sebagai volume awal (Vo).
3. Kaki kiri semua tikus disuntik 0,1 ml suspensi -karagenin-NaCl 1% secara
subkutan
4. Satu jam setelah penyuntikan suspensi karagenin, kelompok 5 diberi
perlakuan secara topikal dengan sediaan gel konsentrasi 20%.
5. 15 menit setelah pemberian gel antiinflamasi, volume kaki kiri semua tikus
diukur dengan cara mencelupkan kaki tikus ke dalam alat pletismometer dan
dinyatakan sebagai Vt. Pengukuran dilakukan selama 3 jam.
6. Persentase radang untuk masing-masing tikus dihitung.
7. Persentase inhibisi radang untuk masing-masing tikus dihitung.


Persen radang dapat dihitung dengan rumus dibawah ini :


Dimana : Vt = Volume radang setelah waktu t
Vo = Volume awal kaki tikus
Persen inhibisi radang dihitung dengan rumus dibawah ini :


Dimana : a = Persen radang rata-rata kelompok kontrol
b = Persen radang rata-rata kelompok perlakuan bahan
uji atau obat pembanding (Lumbanraja, 2009).

Analisis Data
Data hasil penelitian dianalsis secara statistik menggunkan
metode ANAVA (Analisis Variansi) dengan program SPSS dengan tingkat
kepercayaan 95% dilanjutkan dengan uji metode Duncan untuk
mengetahui kelompok mana yang mempunyai pengaruh sama atau
berbeda satu dengan yang lainnya.

TERIMAKASIH

You might also like