You are on page 1of 9

UNIVERSITAS PELITA HARAPAN 23

Tinjauan Pustaka

VARICELA ZOSTER PADA ANAK

Martin Kurniawan
1
, Norberta Dessy
2
, Matheus Tatang
3

1
Fakultas Kedokteran, Universitas Pelita Harapan
2
Departemen Patologi Klinik, Universitas Pelita Harapan
3
Departemen Anak, Univeritas Pelita Harapan



ABSTRACT
Varicella is a viral infectious disease which a caused by varicella-zoster virus. It manifests as
chickenpox and its latent reactivation will manifests as herpes zoster (shingles). The clinical
signs of varicella begin as macule that soon becomes itchy vesicle on scalp, face, and trunk.
On the other hand, herpes zosters infection commonly manifests as vesicular lesions which
distributed unilaterally according to the infected sensory nerves. The diagnosis of varicella
should be made clinically rather than laboratory (virology and serology). Vaccination and
administration of immunoglobulin are recommended for prophylaxis. Acyclovir has been the
drug of choice for both varicella and herpes zoster infection. Complications may vary from
bacterial infection until hemorrhage and neurologic disorder.
Key words: varicella - virus - infection


ABSTRAK
Penyakit cacar air adalah penyakit infeksi virus yang disebabkan oleh virus Varicella-Zoster
yang dapat bermanifestasi menjadi varicela (chickenpox) dan reaktivasi latennya
menimbulkan herpes zoster (shingles). Gejala klinis varicela dapat ditemukan pada kulit
kepala, muka, badan, biasanya sangat gatal, berupa makula kemerahan, yang kemudian
dapat berubah menjadi lesi-lesi vesikel. Sedangkan, herpes zoster umumnya menimbulkan
lesi vesikular yang terdistribusi unilateral sesuai dengan perjalanan saraf sensori
terinfeksi. Diagnosis varicela ditegakkan secara klinis maupun laboratorium (teknik virologi
dan serologi). Pencegahan yang dapat digunakan terhadap penyakit ini adalah vaksinasi dan
immunoglobulin. Obat pilihan utama terhadap penyakit varicella dan herpes zoster adalah
antivirus jenis asiklovir. Komplikasi yang mungkin terjadi adalah infeksi bakteri,
perdarahan, dan gangguan saraf.
Kata kunci: varicela - virus - infeksi


PENDAHULUAN

Penyakit cacar air (varicela) mungkin sudah
tidak asing lagi dan merupakan penyakit yang
mendunia
1
. Varicela merupakan penyakit
menular yang dapat menyerang siapa saja,

---------------------------------------------------
Martinus Kurniawan ( )
Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan Jl.
Boulevard Jend.Sudirman, Lippo Karawaci, Tangerang,
Indonesia.
Tel: +62-21-54210130 ; Fax: +62-21-54210133;
e-mail: martinz0203@yahoo.com

terutama mereka yang belum mendapatkan
imunisasi. Di Indonesia, tidak banyak data
yang mencatat kasus varicela atau cacar air
secara nasional. Data yang tercatat merupakan
data epidemi cacar air pada daerah tertentu
saja. Data Dinas Kesehatan Kabupaten
Banyumas menyebutkan, selama periode
Januari hingga November 2007, sedikitnya
691 warga terkena penyakit cacar air atau
varicela. Jumlah penderita terbanyak pada
kecamatan Kembaran dengan 155 pasien,
kemudian kecamatan Kalibagor 79 penderita,
dan kecamatan Karanglewas 75 orang. Kepala
Bidang Pemberantasan Penyakit Menular dan
Penyehatan Lingkungan Dinkes mengatakan
VARICELA ZOSTER


30 UNIVERSITAS PELITA HARAPAN
9. Drew WL. Herpes Viruses. Dalam: Ryan KJ, Ray CG. Editor. Sherris Medical Microbiology.
Edisi ke-4. New York: McGraw Hill; 1994. h.562-565.

10. Whitley RJ. Varicella-Zoster Virus Infections. Dalam: Kasper DL, Braunwald E, Fauci AS,
Hauser SL, Longo DL, Jameson JL. Harrisons Principles of Internal Medicine. Edisi ke-16. New
York: McGraw Hill; 2005. h.1042-1045.

11. Parker SP, Quinlivan M, Taha Y, Breuer J. Genotyping of Varicella-Zoster Virus and The
Discrimination of Oka Vaccine Strains by TaqMan Real-Time PCR. Journal of Clinical
Microbiology 2006; 44: 39113914.

12. Warenham DW, Breuer J. Herpes Zoster. BMJ 2007; 334: 1211-1215.

13. Murray PR, Rosenthal KS, Kobayashi GS, Pfaller MA. Medical Microbiology. Edisi ke-3. St.
Louis: Mosby; 1998. h.427-430.

14. Grose C. Variation on a Theme by Fenner: The Pathogenesis of Chickenpox. Pediatrics 1981; 68:
735737.

15. Joklik WK, Willet HP, Amos DB, Willfert CM. Zinsser Microbiology. Edisi ke-20. Connecticut:
Appleton & Lange; 1992. h.959-961.

16. Gilden DH, Demasters BKK, Laguardia JJ, Mahalingam R, Cohrs RJ. Neurologic Complications
of The Reactivation of Varicella-Zoster Virus. NEJM 2000; 342: 635-645.

17. Johnson RW. Herpes Zoster-Predicting and Minimizing the Impact of Postherpetic Neuralgia.
Journal of Antimicrobial Chemotheraphy 2001; 47: 1-8.

18. Center for Disease Control. Varicella (Chickenpox) Photos. 11 September 2007. Didapat dari
http://phil.cdc.gov. Diakses pada tanggal 19 Juni 2008.

19. Gilchrest B, Baden HP. Photodistribution of Viral Exanthems. Pediatrics 1974; 54: 136138.
20. Vasquez M, Shapiro ED. Varicella Vaccine and Infection with Varicella-Zoster Virus. NEJM
2005; 352: 439-440.

21. Johnson CE, Stancin T, Fattlar D, Rome LP, Kumar ML. A Long-Term Prospective Study of
Varicella Vaccine in Healthy Children. Pediatrics 1997; 100: 761-766.

22. Fisher RG, Edwards KM. Varicella-Zoster. Pediatrics in Review 1998; 19: 62-67.

23. English R. Varicella. Pediatrics in Review 2003; 24: 372-379.

24. Reynolds L, Struik S, Nadel S. Neonatal Varicella: Varicella-Zoster Immunoglobulin (VZIG)
Does Not Prevent Disease. Arch. Dis. Child. Fetal Neonatal Ed. 1999; 81: 69-70.

25. Enright AM, Prober CG. Herpesviridae Infections in Newborns: Varicella-Zoster Virus, Herpes
Simplex Virus, and Cytomegalovirus. Pediatr Clin N Am 2004; 51: 889 908.

26. Lokeshwar MR. Varicella-Zoster Virus. 25 Mei 2007. Didapat dari:
http://www.pediatriconcall.com. Diakses pada tanggal 4 Juli 2008.

27. Gershon AA. Varicella-Zoster Infections. Pediatrics in Review 2008; 29: 5-11.

28. Hay WW, Hayward AR, Levin MJ, Sondheimer JM. Current Pediatric Diagnosis & Treatment.
Edisi ke-16. New York: McGraw Hill; 2003. h.1117-1119.
MEDICINUS Vol. 3 No. 1 Februari 2009 Mei 2009



UNIVERSITAS PELITA HARAPAN 29
Reaktivasi VZV pada nervus trigeminus dapat
menyebabkan terjadinya konjungtivitis,
keratitis dendritik, anterior uveitis,
iridosiklitis, dan panoftalmitis. Kebutaan
akibat herpes biasanya jarang terjadi. Apabila
sampai terjadi kebutaan biasanya disebabkan
akibat terjadinya retrobulbar neuritis dan atrofi
optikus.
34
Lesi pada lidah dapat
mengindikasikan adanya infeksi pada saraf
kranial 7 dan berhubungan dengan hilangnya
indera pengecapan. Herpes zoster yang
menyerang cabang 2 dan 3 dari nervus 5 dapat
menyebabkan kelumpuhan oral. Di sisi lain,
reaktivasi virus pada ganglion genikulatum
pada saraf kranial ke 7 dan ke 8 dapat
menyebabkan terjadinya Ramsay Hunt
sindrome. Apabila virus menginfeksi daerah
lumbosakral ganglia maka dapat terjadi
disfungsi dari kandung kemih dan ileus.
34


PROGNOSIS

Infeksi primer varicella memiliki tingkat
kematian 2-3 per 100.000 kasus dengan case
fatality rate pada anak berumur 1-4 tahun dan
5-9 tahun (1 kematian per 100.000 kasus).
Pada bayi rata-rata resiko kematian adalah
sekitar 4 kali lebih besar dan pada dewasa
sekitar 25 kali lebih besar. Rata-rata 100
kematian terjadi di USA sebelum
ditemukannya vaksin varicella, komplikasi
yang menjadi penyebab utama kematian,
antara lain: pneumonia, komplikasi SSP,
infeksi sekunder, dan perdarahan.
1,5,6


KESIMPULAN

Varicela merupakan penyakit menular yang
disebabkan oleh virus Varicella Zoster yang
hingga kini masih tetap menjadi epidemi di
dunia dan di Indonesia. Walaupun infeksi
Varicella Zoster tergolong ke dalam infeksi
ringan, namun dalam kondisi defisiensi imun
penyakit dapat menjadi berat dan tidak
menutup kemungkinan berujung kepada
kematian. Pemberian vaksinasi dan
immunoglobulin telah terbukti efektif
memberikan perlindungan dari infeksi virus
ini. Hingga saat ini, asiklovir oral tetap
menjadi obat utama untuk pengobatan
varicella dan herpes zoster.



DAFTAR PUSTAKA

1. Arvin AM. Varicella-Zoster Virus. Clinical Microbiology Reviews 1996; 9: 361-381.

2. Comitee on Infectious Diseases. Varicella Vaccine Update. Pediatrics 2000; 105: 136-141.

3. Soedarmo SSP, Garna H, Hadinegoro SRS. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak Infeksi dan Penyakit
Tropis. Edisi ke-1. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2002. h.152-159.

4. Pusat Data dan Informasi Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 22 November 2007.
Didapat dari www.depkes.go.id. Diakses pada tanggal 14 Juni 2008.

5. Hambleton S, Gershon AA. Preventing Varicella-Zoster Disease. Clinical Microbiology Reviews
2005; 18: 70-80.

6. Kliegman RM, Marcdante KJ, Jenson HB, Behrman RE. Nelson Essentials of Pediatrics. Edisi
ke-5. Philadelphia: Elseviers Saunders; 2006. h.470-472.

7. Myers MG, Stanberry LR, Seward JF. Varicella-Zoster Virus. Dalam: Behrman RE, Kliegman
RM, Jenson HB. Nelson Textbook of Pediatrics. Edisi ke-17. Philadelphia: Elseviers Saunders;
2004. h.1057-1062.

8. Ludwig H, Haines HG, Biswal N, Melnick MB. The Characterization of Varicella-Zoster Virus
DNA. J. gen. Virol 1972; 14: 111-114.

VARICELA ZOSTER


28 UNIVERSITAS PELITA HARAPAN
jumlah limfosit berkisar di atas 700, dapat
mengurangi sekitar 13% kejadian serangan.
Walaupun demikian, anak-anak dengan
leukemia yang telah mendapatkan vaksin sulit
untuk memperoleh peningkatan cell-mediated
imunity terhadap VZV. Perlu ditekankan
bahwa vaksin tidak dianjurkan untuk diberikan
pada pasien yang sedang mengalami
imunodefisiensi karena justru dapat
menyebabkan timbulnya aktivasi penyakit
setelah 1 bulan mendapatkan imunisasi.
Namun, perlu diingat pada dasarnya
pencegahan lebih baik untuk mengurangi
angka kematian daripada mengobati penyakit
yang sudah terjadi.
1


KOMPLIKASI

Varicela
Komplikasi yang paling sering ditemukan
akibat infeksi varicella adalah infeksi bakteri
S. aureus atau Streptococcus pyogenes (grup
A beta hemolitik streptococcus).
6,45,46

Antibiotik sebenarnya dapat dipakai untuk
mengurangi resiko kematian, namun pada
keadaan sepsis kurang berguna.
47
Infeksi
sekunder akibat bakteri biasanya ditandai
dengan munculnya bula atau selulitis,
limfadenitis regional dan abses subkutan dapat
muncul. S. pyogenes umumnya menyebabkan
varicela gangrenosa yang bersifat invasif.
Manifestasi lain yang adalah pneumonia,
arthritis, dan osteomyelitis.
48
Sindroma Reye,
yang merupakan ensefalopati non inflamasi
dengan degenerasi lemak pada hati dapat
merupakan komplikasi yang menyulitkan.
Anak yang menderita varicela tidak boleh
diberikan aspirin, karena dapat meningkatkan
resiko terjadinya sindroma Reye.
49,50


Komplikasi neurologis seperti
meningoensefalitis dan serebelar ataxia
merupakan gejala utama yang biasa terjadi.
Komplikasi pada susunan saraf pusat biasanya
terjadi pada anak dibawah 5 tahun dan lebih
dari usia 20 tahun. Varicella ensefalitis
biasanya dapat hilang dengan sendirinya
dalam waktu 24 hingga 72 jam. Begitu pula
dengan ataksia serebelum, biasanya hilang
dalam beberapa waktu.
6
Gejala seperti
perdarahan, petekie, purpura, epistaksis,
hematuria, perdarahan gastrointestinal, dan
DIC disebabkan karena komplikasi yang
berupa trombositopenia, terjadi 1 sampai 2
minggu setelah infeksi varicella.
5,6
Dapat juga
terjadinya arthritis virus, yang disebabkan
karena adanya virus varicella di dalam sendi.
Infeksi sendi biasanya sembuh dalam 3 hingga
5 hari. Komplikasi lain yang mungkin pula
terjadi, namun jarang sekali ditemukan adalah
myocarditis, pericarditis, pancreatitis, dan
orkitis.
1


Herpes Zoster
Komplikasi umum dari herpes zoster adalah
PHN (post herpetic neuralgia). Dari beberapa
data, didapatkan keterangan bahwa 9% kasus
dari herpes zoster berkaitan dengan PHN
selama 4 minggu hingga mencapai 10 tahun.
Nyeri menetap dirasakan oleh 22% pasien
yang mendapatkan sindroma ini. Resiko dari
PHN sebenarnya berhubungan dengan
peningkatan usia dan kondisi imunodefisiensi
dari pasien. Resiko PHN berkepanjangan
meningkat, 40 hingga 50% pada usia lebih
dari 60 tahun.
6,34


Herpes zoster juga dapat menyerang sistem
saraf pusat dan menyebabkan ensefalitis,
namun hal ini sangat jarang terjadi kira-kira
hanya 0,2-0,5% dari keseluruhan pasien.
Penjalaran dari kulit hingga menyebabkan
ensefalitis terjadi dalam waktu 9 hari hingga 6
minggu. Gejala-gejala yang dapat muncul,
antara lain: terganggunya fungsi sensori, sakit
kepala, fotophobia, meningismus, dan terlihat
elektroensefalogram yang abnormal. Paresis
saraf kranial dan peripheral dapat terjadi
akibat komplikasi herpes zoster pada susunan
saraf pusat. Biasanya ensefalitis akibat
varicella hanya terjadi sekitar 16 hari.
143


Ensefalitis akibat herpes zoster jarang
menyebabkan kematian, kebanyakan pasien
sembuh tanpa ada suatu kecacatan tertentu.
Ensefalitis juga biasanya berhubungan dengan
akut vaskulitis. Gejala lain yang biasanya
terjadi adalah serebral angitis, yang
merupakan suatu sindrom yang terdiri dari
vaskulitis, trombosis, dan mikroinfark yang
terkait dengan herpes zoster oftalmikus dan
reaktivasi saraf kranial pada individu berusia
lanjut.

Pada CT-Scan biasanya diperoleh hasil adanya
tampilan infark pada daerah yang diperfusi
oleh arteri serebri media. Dilaporkan pula
dapat terjadi transverse myelitis, gejala ini
jarang terjadi, namun apabila terjadi dapat
menimbulkan resiko kematian yang tinggi.
1,6

MEDICINUS Vol. 3 No. 1 Februari 2009 Mei 2009



UNIVERSITAS PELITA HARAPAN 27
dicegah, dan mengubah prognosis infeksi
varicella pada anak yang beresiko tinggi.
Terapi asiklovir pada anak imunodefisiensi
harus dimulai pada 24 hingga 72 jam sesudah
muncul ruam kulit. Oleh karena rendahnya
absorbsi oral, obat diberikan intravena dengan
tiap pemberian dosis 500 mg/m
2
dalam 8 jam.
Terapi dilanjutkan untuk 7 hari atau sampai
tidak ada lesi baru yang muncul dalam 48
jam.
31,35,36


Efikasi dari famsiklovir dan valasiklovir
belum terevaluasi baik pada penderita yang
sehat dan imonudefisiensi. BvaraU
(sorivudine) yang diberikan dalam 40 mg/hari
selama 5 hari telah diteliti dapat mengurangi
demam, lesi kulit, walaupun pemberian
ditunda hingga 24 sampai 96 jam setelah
kemunculan lesi pertama.
1


Pencegahan Pasif dengan Antibodi
Varicella zoster immunoglobulin (VZIG)
adalah antibodi IgG terhadap VZV dengan
dosis pemberian satu vial untuk 10 kg berat
badan secara intramuskular (IM). VZIG
profilaksis diindikasikan untuk individu
beresiko tinggi, termasuk anak-anak
imunodefisiensi, wanita hamil yang pernah
mempunyai kontak langsung dengan penderita
varicella, neonatal yang terekspose oleh ibu
yang terinfeksi varicella, setidaknya diberikan
dalam waktu tidak lebih dari 96 jam.
37,38

Antibodi yang diberikan setelah timbulnya
gejala tidak dapat mengurangi keparahan yang
terjadi.
5,6


Profilaksis dengan Terapi Antiviral
Uji efikasi profilaksis asiklovir memberikan
hasil yang cukup baik pada penderita
transplantasi sumsum tulang yang beresiko
tinggi terkena infeksi VZV. Namun secara
klinis, profilaksis asiklovir sebagai
pencegahan infeksi VZV jarang dipergunakan,
karena terapi VZV akan lebih efektif apabila
simptom telah muncul.
39


Indikasi and Kontraindikasi Vaksin
Varicella:
1

Indikasi:
Usia 12 bulan-13 tahun. Diberikan satu
dosis
Usia 13 tahun hingga dewasa. Dua
dosis, interval 4-8 minggu
Infeksi limfoblastik leukemia akut
dalam masa remisi dan HIV dengan
CD4 >25%, diberikan vaksin dalam 2
dosis dengan jarak 3 bulan.
Kontraindikasi:
Kongenital imunodefisiensi
Leukemia, limpoma, atau keganasan
lain
Infeksi HIV simptomatik
Kortikosteroid dosis tinggi
Kehamilan
Alergi neomisin
Asam salisilat lebih dari 6 minggu

Tidak ada simptom klinis yang muncul dari
pemberian vaksin dengan dosis 9000 PFU
infeksius virus. Vaksin ini dapat menginduksi
proteksi hingga lebih dari 95% terhadap
terjadinya penularan.
41,42
Studi imunologis
menunjukan bahwa pemberian vaksin
varicella hidup yang dilemahkan dapat
meningkatkan serokonversi (sekitar 95%),
sama baiknya seperti pemberian antibodi
VZIG setelah 1 tahun. Vaksin ini dapat
meningkatkan limfosit T yang mengenali VZV
antigen atau protein virus. Sirkulasi T limfosit
yang spesifik terhadap VZV dapat muncul
pada darah perifer sekitar 2 hingga 6 minggu
setelah pemberian varicella vaksin. Imunisasi
dengan vaksin varicella juga dapat
meningkatkan sitotoksik T sel yang dapat
melisis VZV protein. Proliferasi limfosit T
terhadap antigen VZV dapat terus terjaga
hingga 6 tahun pada anak dengan imunitas
yang baik dan telah diberikan vaksin varicella.

Dalam beberapa studi juga disebutkan bahwa
indeks stimulasi cell mediated immune
response terhadap VZV pada pemberian dosis
vaksin ganda selama 1 tahun adalah 22.2
6.42 dibandingkan dengan pemberian dosis
tunggal yaitu 9.3 1.39. Semakin tinggi
antigen yang terdapat di dalam vaksin maka
semakin besar kontribusinya dalam
meningkatkan level dari imunitas. Imunisasi
dengan vaksin varicella dapat meningkatkan
memori dari limfosit T yang berguna untuk
memproliferasi dan memproduksi limfokin
terhadap protein IE62 dan glikoprotein
virus.
43,44


Oka vaksin yang diberikan kepada anak
dengan leukemia dalam masa remisi dengan
VARICELA ZOSTER


26 UNIVERSITAS PELITA HARAPAN
DIAGNOSIS LABORATORIUM

Pemeriksaan laboratorium sangat penting
untuk mendiagnosis pasien yang dicurigai
menderita varicella atau herpes zoster serta
untuk menentukan terapi antivirus yang
sesuai.
26
Leukopenia terjadi pada 72 jam
pertama, diikuti oleh limfositosis.
Pemeriksaan fungsi hati (75%) juga
mengalami kenaikan. Pasien dengan gangguan
neurologi akibat varicela biasanya mengalami
limfositik pleositosis dan peningkatan protein
pada cairan serebrospinal serta glukosa yang
umumnya dalam batas normal.
5,6


Tehnik PCR
Metode virologi dengan mendeteksi DNA
virus ataupun protein virus digunakan sebagai
salah satu metode diagnosis infeksi VZV.
Spesimen sebaiknya disimpan di dalam es atau
pendingin dengan suhu -70C apabila
penyimpanan dilakukan untuk waktu yang
lebih lama.
26


Teknik Serologi
Salah satu metode serologik yang digunakan
untuk mendiagnosis infeksi VZV di dasarkan
pada pemeriksaan serum akut dan konvalesens
yaitu IgM dan IgG.
Pemeriksaan VZV IgM memiliki sensitifitas
dan spesifisitas yang rendah. Reaktivasi VZV
memacu IgM yang terkadang sulit dibedakan
dengan kehadiran IgM pada infeksi primer.
28

Salah satu kepentingan pemeriksaan antibodi
IgG adalah untuk mengetahui status imun
seseorang, dimana riwayat penyakit
varicelanya tidak jelas. Pemeriksaan IgG
mempunyai kepentingan klinis, guna
mengetahui antibodi pasif atau pernah
mendapat vaksin aktif terhadap varicela.
Keberadaan IgG, pada dasarnya merupakan
petanda dari infeksi laten terkecuali pasien
telah menerima antibodi pasif dari
immunoglobulin. Teknik lain adalah dengan
menggunakan fluorescent-antibodi membrane
antigen assay, pemeriksaan ini dapat
mendeteksi antibodi yang terikat pada sel yang
terinfeksi oleh VZV. Tes ini sangat sensitif
dan spesifik, hampir serupa dengan
pemeriksaan enzyme immunoassay atau
imunoblotting.
29
Pemeriksaan serologik lain
yang mendukung adalah lateks aglutinasi,
untuk mengetahui status imunitas terhadap
VZV.
29,30


PENGOBATAN DAN PROFILAKSIS

Asiklovir, famsiklovir, dan valasiklovir adalah
agen antiviral yang telah diakui untuk
penanganan terhadap infeksi varicella.
Nukleotida ini telah menggantikan vidarabin
dan IFN-, yang merupakan antivirus pertama
yang diketahui memiliki efek klinis untuk
mengatasi infeksi primer dan rekurens dari
VZV.
31


Asiklovir hanya terfosforilasi ketika bertemu
dengan timidin kinase dari virus, obat ini
cenderung inaktif di dalam tubuh kecuali bila
tersensitisasi dengan sel yang terinfeksi VZV
atau yang telah memiliki enzim virus. Setelah
terjadi penggabungan antara asiklovir dengan
timidine kinase, maka selular kinase akan
memetabolisme monofosfat menjadi trifosfat
yang bersifat kompetitif inhibitor dan menjadi
rantai terminasi DNA virus polimerase.
Konsentrasi yang biasanya diperlukan untuk
menginhibisi VZV adalah sekitar 1 hingga 2
mg/ml.
32
Obat lainnya adalah famsiklovir yang
merupakan diasetil, 6-deoksi ester penciclovir,
yang merupakan analog dari guanosin
nukleotida. Metabolisme dari obat ini dimulai
dari uptake di sel usus dan diselesaikan di hati.
Cara kerjanya serupa dengan asiklovir.
33

Valasiklovir adalah asiklovir dengan derivat
valin ester yang memungkinkan absorbsi
secara oral lebih baik dari asiklovir biasa,
valasiklovir berubah kembali menjadi
asiklovir pada saat proses absorbsi dan
memiliki cara kerja yang sama terhadap VZV
dengan derivat asiklovir biasa. Selain itu,
terdapat pula BvaraU yang merupakan
nukleosida lain yang juga memiliki
kemampuan tinggi untuk menginhibisi
aktivitas VZV in vitro.
1
Untuk mereka yang
mengalami resistensi terhadap asiklovir maka
dapat diberikan foskarnet sebagai
penggantinya.
6


Pengobatan
Pemberian asetaminofen untuk mengurangi
perasaan tidak nyaman akibat demam;
antipruritus seperti difenhidramin 1,25 mg/kg
setiap 6 jam atau hidroksin 0,5 mg/kg setiap 6
jam. Topikal dan antibiotik sistemik dapat
diberikan untuk mengatasi superinfeksi
bakteri.
34
Terapi antivirus menurunkan
mortalitas karena progresif pneumonia dapat

MEDICINUS Vol. 3 No. 1 Februari 2009 Mei 2009



UNIVERSITAS PELITA HARAPAN 25
simptomatik dapat menyebabkan timbulnya
lesi vesikular pada kulit yang terdistribusi
hanya pada dermatom tertentu mengikuti saraf
sensori tertentu.
17
Terjadi proses inflamasi,
nekrosis, dan disrupsi morfologi dari sel
neuron dan nonneuron menyebabkan myelitis,
defisit fungsi motorik, dan postherpetik
neuralgia (PHN).
21,22


MANIFESTASI KLINIS

Dimulai dengan gejala prodromal seperti
demam, malaise, sakit kepala, dan sakit
abdomen, yang langsung 24-48 jam sebelum
lesi kulit muncul. Gejala sistemik seperti
demam, lelah, dan anoreksia dapat timbul
bersamaan dengan lesi kulit. Gejala pada
saluran pernafasan dan muntah jarang sekali
terjadi.
5,6
Lesi kulit awal mengenai kulit
kepala, muka, badan, biasanya sangat gatal,
berupa macula kemerahan, kemudian berubah
menjadi lesi vesikel kecil dan berisi cairan di
dalamnya, seperti tampilan tetesan air mata.
1

Penyembuhan adalah terbentuknya sel epitel
kulit baru yang muncul dari dasar lesi.
Hipopigmentasi dapat terjadi akibat
penyembuhan lesi. Scar atau bekas luka
jarang terjadi akibat infeksi varicella.

Breakthrough Varicella
Apabila infeksi terjadi 2 minggu pasca infeksi
primer ataupun immunisasi dengan ditandai
munculnya kembali ruam-ruam kulit (bentuk
makulopapular) tanpa disertai demam,
diperkirakan disebabkan oleh VZV tipe
virulen.
5,6


Progresif Varicella
Progresif varicella adalah suatu keadaan yang
ditandai dengan koagulopati, perdarahan
hebat, dan terus munculnya lesi-lesi baru.
Timbul rasa sakit yang hebat di daerah
abdominal disertai dengan perdarahan pada
vesikel. Faktor resiko keadaan ini adalah
penderita kongenital dengan imundefisiensi,
keganasan, kemoterapi, dan jumlah limfosit
<500 sel/mm
3
.

Neonatal Chickenpox
Infeksi ini timbul apabila jarak infeksi varicela
pada ibu dengan kelahiran < 1 minggu. Sangat
direkomendasikan pemberian antibodi (VZIG)
pada neonatus yang terinfeksi. Bayi dengan
ibu terinfeksi varicella 5 hari sebelum partus
dan 2 hari setelah partus juga memerlukan
pemberian VZIG sebanyak 1 vial.

Untuk ibu terinfeksi varicela dengan jarak > 1
minggu sebelum partus, bayi yang dilahirkan
tetap diberikan VZIG. Pada neonatus yang
telah terinfeksi varicella hingga dapat
mengancam jiwa atau yang mengalami
komplikasi berat dapat diberikan asiklovir IV
sebanyak 10 mg/kgBB tiap 8 jam.
5,6


Sindroma Varicella Kongenital
Diketahui hanya 2% fetus dengan ibu
terinfeksi varicella yang menampilkan VZV
embriopati pada usia 20 minggu kehamilan.
Fetus yang terinfeksi pada usia 6-12 minggu
dapat menyebabkan gangguan pada
pertumbuhan ekstremitas. Infeksi pada fetus
16-20 minggu dapat menyebabkan gangguan
pada mata dan otak. Infeksi pada fetus juga
dapat menyebabkan gangguan pada saraf
simpatis pada servikal dan lumbosakral
sehingga menyebabkan sindroma horner dan
disfungsi dari uretra dan sfingter anal. Gejala
yang khas biasanya terlihat pada kulit,
ekstremitas, mata, dan otak. Gejala pada kulit
sikatriks, malformasi ekstremitas. Kelainan
pada mata berupa katarak; serta afasia bila
mengenai otak secara keseluruhan Pada
pemeriksaan histology ditemukan adanya
proses nekrosis pada otak. Diagnosis dapat
mengunakan pemeriksaan DNA virus dengan
metode PCR.
5,6


Herpes Zoster
Herpes zoster sangat jarang ditemukan pada
anak; namun dapat pula timbul sebagai akibat
infeksi varicela pada awal kehidupan anak
yang didapat dari ibu.
6
Vesikel yang timbul
juga serupa dengan varicella, yaitu berupa
vesikel berisi cairan dan disertai rasa nyeri
neuropatik. Herpes zoster biasanya menyerang
dermatom toraks, sekitar T5 hingga T12.
Sekitar 14 sampai 20% pasien memiliki
penyakit yang terdistribusi pada saraf kranial
dan 16% pasien terinfeksi pada dermatom
lumbosakral terutama L1 hingga L2.
24
Sekitar
40% pasien dengan herpes zoster memiliki
nilai leukosit dan protein yang meningkat pada
cairan serebrospinal.
25
Pada individu yang
memiliki sistem imun yang baik, dermatom
yang terinfeksi akan sembuh dalam 2 minggu,
namun hipersensitivitas kulit dapat terus
berlangsung hingga 2 bulan.
1

VARICELA ZOSTER


24 UNIVERSITAS PELITA HARAPAN
terdapat lebih dari lima ratus penderita, akan
tetapi jumlah tersebut menurun dibandingkan
tahun 2006. Data Dinkes tahun 2006 mencatat,
jumlah penderita penyakit cacar air sebanyak
1.771 orang.
3
Berdasarkan data-data tersebut,
diperlukan adanya usaha pencegahan dengan
vaksinasi yang telah terbukti sangat efektif
untuk mengontrol penyebaran penyakit
varicela. Vaksin ini mempunyai kemampuan
70-90% untuk mencegah varicela dengan
efektifitas 95% dalam mencegah varicela
berat.
2


DEFINISI

Virus varicella-zoster dapat menyebabkan
infeksi primer, laten, dan rekuren. Infeksi
primer bermanifestasi sebagai varicela
(chickenpox); reaktivasi dari infeksi laten
menyebabkan herpes zoster (shingles).
6

Penyakit ini sangat menular dengan
karakteristik lesi-lesi vesikel kemerahan.
Reaktivasi laten dari virus varicella-zoster
umumnya terjadi pada dekade ke enam dengan
munculnya shingles yang berkarakteristik
sebagai lesi vesikular terbatas pada dermatom
tertentu dan disertai rasa sakit yang hebat.
7


ETIOLOGI

Chickenpox dan shingles disebabkan oleh
varicella-zoster virus (VZV) dari keluarga
herpes virus, sangat mirip dengan herpes
simplex virus. Virus ini mempunyai amplop,
berbentuk ikosahedral, dan memiliki DNA
berantai ganda yang mengkode lebih dari 70
macam protein.
5,6


EPIDEMIOLOGI

Virus ini ditemukan pada tahun 1995
6
dengan
manusia sebagai satu-satunya reservoir. Tidak
terdapat perbedaan jenis kelamin maupun ras.
Penyakit ini sangat menular dengan attack
rate 90% terhadap orang yang rentan.
7

Insidensinya berkisar antara 65-86% dengan
masa penularan 24-48 jam sebelum lesi kulit
muncul serta 3-7 hari setelah lesi muncul.
6


Sekitar 50% kasus terjadi pada anak-anak usia
5-9 tahun, banyak pula ditemukan pada usia 1-
4 tahun dan 10-14 tahun.
7
. 11.000 kasus
diperlukan perawatan di rumah sakit dan 100
meninggal setiap tahunnya.
6
Perinatal varicela
dengan kematian dapat terjadi apabila ibu
hamil terjangkit varicela pada 5 hari sebelum
melahirkan atau 48 jam setelah melahirkan.
Kematian berkaitan dengan rendahnya sistem
imununitas pada neonatus. Kongenital
varicella ditandai dengan hipoplasia
ekstremitas, lesi kulit, dan mikrosefali.
7,8,9,10

Secara keseluruhan, insidens dari herpes
zoster adalah 215 per 100.000 orang per
tahun. Sekitar 75% kasus terjadi pada umur di
atas 45 tahun, insidens akan meningkat pada
penderita dengan system imun rendah.
5


PATOGENESIS

VZV merupakan virus yang menular selama
1-2 hari sebelum lesi kulit muncul, dapat
ditularkan melalui jalur respirasi, dan
menimbulkan lesi pada orofaring, lesi inilah
yang memfasilitasi penyebaran virus melalui
jalur traktus respiratorius.
11,12
Pada fase ini,
penularan terjadi melalui droplet kepada
membran mukosa orang sehat misalnya
konjungtiva. Masa inkubasi berlangsung
sekitar 14 hari, dimana virus akan menyebar
ke kelenjar limfe, kemudian menuju ke hati
dan sel-sel mononuklear.
13
VZV yang ada
dalam sel mononuklear mulai menghilang 24
jam sebelum terjadinya ruam kulit; pada
penderita imunokompromise, virus
menghilang lebih lambat yaitu 24-72 jam
setelah timbulnya ruam kulit.
14,15
Virus-virus
ini bermigrasi dan bereplikasi dari kapiler
menuju ke jaringan kulit dan menyebabkan
lesi makulopapular, vesikuler, dan krusta.
Infeksi ini menyebabkan timbulnya fusi dari
sel epitel membentuk sel multinukleus yang
ditandai dengan adanya inklusi eosinofilik
intranuklear.
16,17
Perkembangan vesikel
berhubungan dengan peristiwa ballooning,
yakni degenerasi sel epitelial akan
menyebabkan timbulnya ruangan yang berisi
oleh cairan. Penyebaran lesi di kulit diketahui
disebabkan oleh adanya protein ORF47 kinase
yang berguna pada proses replikasi virus.
18

VZV dapat menyebabkan terjadinya infeksi
diseminata yang biasanya berhubungan
dengan rendahnya sistem imun dari
penderita.
21


Infeksi VZV pada ganglion dorsalis
merupakan akibat penjalaran lesi mukokutan
melalui akson sel neuron pada infeksi primer
atau disebabkan oleh penularan dari sel
mononuklear terinfeksi sebelum terjadinya
ruam-ruam pada kulit.
6
Reaktivasi VZV
MEDICINUS Vol. 3 No. 1 Februari 2009 Mei 2009



UNIVERSITAS PELITA HARAPAN 31

29. Steinberg SP, Gershon AA. Measurement of Antibodies to Varicella-Zoster Virus by Using a
Latex Agglutination Test. J. Clin. Microbiol 1991; 29: 15271529.

30. Brunell PA, Straus SE, Krause PR. Recent Advances in Varicella-Zoster Virus Infection. Ann
Intern Med. 1999; 130: 922-932.

31. Morfin F, Thouvenot D, Tessier MDT, Lina B, Aymard M, Ooka T. Phenotypic and Genetic
Characterization of Thymidine Kinase from Clinical Strains of Varicella-Zoster Virus Resistant
to Acyclovir. Antimicrobial Agents and Chemotherapy 1999; 43: 24122416.

32. Committee on Infectious Diseases. The Use of Oral Acyclovir in Otherwise Healthy Children
With Varicella. Pediatrics 1993; 91: 674-676.

33. Brooks GF, Butel JS, Morse SA. Medical Microbiology. Edisi ke-23. New York: McGraw Hill;
2004. h.438-442.

34. Committee on Infectious Diseases. Recommendations for the Use of Live Attenuated Varicella
Vaccine. Pediatrics 1995; 95: 791-796.

35. Preblud SR. Varicella: Complications and Costs. Pediatrics 1986; 78: 728-735.

36. Djoerban, Z. Penatalaksanaan Pasien Terminal. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II.
ed.3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2001.

37. Atwater, E. Psychology of Adjustment. 2
nd
Ed. New Jersey: Prentice Hall; 1983.

38. Sarafino, Edward P. Health Psychology. In: Biopsychosocial Interactions. 4
th
ed. USA: John
Wiley & Sons, 2002.

39. Taylor, Shelley E. Health Psychology. 5
th
ed. USA: McGraw-Hill; 2003.

40. Anderson, Merrill P. Stress Management for Chronic Disease: An Overview. UK: Pergamon
Press; 1998.

41. Sheridan, Charles L, Radmacher, Sally A. Health Psychology Challenging the Biomedical Model.
New York: John Wiley & Sons; 1992.

You might also like