You are on page 1of 4

- 1 -

PENDAHULUAN
Masyarakat umum sebagian besar masih
melihat kampung kota ini sebagai bentuk
permukiman yang tidak memberikan citra positif
bagi perkembangan modernitas kota.
Keberadaannya yang terletak di pusat-pusat kota
besar di Indonesia menjadikan kawasan ini sangat
potensial untuk area pengembangan kota, sehingga
oleh pihak swasta yang bermodal kapital besar
daerah ini dianggap ideal dalam pengembangannya.
Kebijakan pemerintah yang belum sepenuhnya
berpihak kepada lapisan masyarakat ekonomi
lemah menambah daftar permukiman kampung
kota yang satu per satu hilang.

MAKSUD DAN TUJUAN
Tulisan ini dilakukan untuk mengetahui
potensi unsur lingkungan fisik kampung kota
terhadap kemungkinan perbaikan tatanan fisik
selanjutnya dengan memperhatikan jenis aktivitas
yang berlangsung. Aktivitas-aktivitas tersebut tentu
harus mampu memanfaatkan potensi
kemasyarakatan yang ada, baik potensi ekonomi
ataupun potensi sosial kemasyarakatan.
Keberadaan lingkungan fisik bagi mereka
bukan hanya sebagai sarana dalam memenuhi
kebutuhan hidup organismenya, tetapi lebih dari itu
sebagai sarana untuk memenuhi kebutuhan sosio
kultural masyarakat.

PENDEKATAN SISTEM KOTA
Teori-teori yang dapat dikembangkan
dalampembahasan mengenai lingkungan kampung
kota tentu melihat permukiman padat penduduk ini
dari sudut pandang kota secara keseluruhan.
Peninjauan kota sebagai lingkungan fisik
harus ditinjau dari morfologi bagian wilayah kota
yang membentuknya. Morfologi kota merupakan
suatu faktor penentu dalam fungsi suatu kota, yang
menurut skala waktu terus mengalami perubahan.
Proses tersebut merupakan kondisi yang terlihat
nyata sebagai sebuah produk kota ( origin urban
products).
Kota sebagai suatu sistem tatanan fisik
juga mengandung tatanan struktur psikis terhadap
memori dalam benak penghuninya. Setiap individu
akan mengakumulasi kesan lingkungan tempat
tinggalnya melalui path, edge, district, node dan
landmark. Unsur-unsur ini pada akhirnya
terakumulasi secara psikologis dalam alam
pemahaman orientasi spasial manusia terhadap
kotanya.
Sebagai objek buatan manusia, kota,
termasuk kampung kota didalamnya tercipta dari
perpaduan daya cipta cultural dan memiliki fungsi
sosial. Daya cipta cultural terekspresi dari cerminan
transformasi alam menjadi lingkungan binan (built
environment), fungsi sosial pun terlihat dari
berbagai dimensi sosial kehidupan.













POTENSI LINGKUNGAN FISIK (SIRKULASI) KAMPUNG KOTA DALAM
MEMBENTUK KARAKTERISTIK URBAN

Iwan Purnama, ST., M.T.
Staf Pengajar Program Studi Arsitektur - Sekolah Tinggi Teknologi Cirebon

ABSTRAK

Kampung kota hingga sekarang masih diidentikkan sebagai permukiman penduduk yang kumuh (slum
area). Kondisi hunian rumah tinggal yang padat dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang tinggi
menjadi ciri pula keberadaan kampung kota ini. Keterbatasan akses masyarakat terhadap infrastruktur
menambah kesan terpinggirkannya permukiman tersebut dari sosial masyarakat kota. Keberadaan
kampung kota yang masih menunjukkan pola budaya agraris kampung, sebenarnya tercermin pula dalam
unsur lingkungan fisik pembentuk permukiman yang dianggap sebagai pembentuk citra kota yang buruk.
Meskipun demikian lingkungan fisik terutama sirkulasi yang terbentuk memberikan karakteristik kota
tersebut.

Kata kunci : lingkungan fisik, kampung kota, urban.

- 2 -
STUDI KASUS
Untuk mengetahui potensi sirkulasi dalam
karakteristik kota, dalamtulisan ini diambil studi
kasus Kampung Sukapakir yang berada di
Kelurahan Jamika, Kecamatan Bojongloa Kaler,
Kotamadya Bandung.
Wilayah Kampung Sukapakir ini
merupakan bagian dari RW 05 dengan jumlah
penduduk lebih dari 5000 jiwa dengan luas lahan
70.000 m. Berarti dalamsatu area 1 Ha ditempati
penduduk 714 jiwa. Kondisi ini menunjukkan
tingkat kepadatan penduduk kampung yang sangat
tinggi. Menurut standar WHO tingkat kepadatan
ideal penduduk kota sekitar 60 jiwa per hektar.

SIRKULASI ELEMEN FISIK PENTING
PERMUKIMAN KAMPUNG KOTA
Sirkulasi di Kampung Sukapakir yang
secara umum berpola linear sangat menentukan
aksesibilitas dari lingkungan tersebut baik ke dalam
maupun keluar. Kondisi ini dapat dilihat secara
jelas pada wilayah RT 01, RT 02 dan RT 03 yang
berada di bagian utama akses masuk kampung.
Pada bagian pusat kampung ( RT 07, RT
08, RT 09) pola sirkulasi yang terbentuk cenderung
membentuk pola jalinan jalan yang sejajar dan
berpotongan pada jarak sama menciptakan
bujursangkar atau kawasan-kawasan ruang segi
empat.
Secara umum unsur lingkungan fisik
berupa sirkulasi pada kampung ini dapat
digambarkan melalui beberapa bagian :

A. Pencapaian ke lingkungan
permukiman
Sirkulasi dapat diartikan sebagai suatu tali
yang mengikat ruang-ruang suatu bangunan atau
deretan ruang-ruang dalam maupun luar menjadi
saling berhubungan. Pada bagian Utara kampung,
dimana terdapat pencapaian utama masuk kampung
mengarah langsung melalui sebuah jalan dengan
panjang 75 meter. Pola linear tersebut diakhiri
dengan bidang visual berupa dinding rumah tinggal
yang bersifat masif.
Batas-batas sirkulasi utama yang terdiri
dari dinding-dinding masif berupa benteng
memperkuat unsur linearitas sirkulasi yang
terbentuk. Namun keberadaan dinding berupa
benteng-benteng yang cukup tinggi secara
psikologis memberikan kesan ruang sempit
(tertekan) bagi pengguna jalan kaki.
Fasad bangunan di samping gang ini tidak
menciptakan ruang-ruang perantara antara ruang
luar dan ruang dalam. Hampir semua bidang yang
berada di samping jalan dibatasi oleh dinding masif
atau pagar-pagar yang cukup tinggi.

B. Akses masuk ke dalam bangunan
Sebagian besar sirkulasi berupa jalan
setapak berpola linear, yang terbentuk di haampir
seluruh bagian pusat kampung bersifat direct street
access. Masing-masing rumah tinggal mempunyai
akses langsung dengan sirkulasi utama. Batas
antara pintu utama dengan jalan berjarak 0.50
meter, bahkan sering pula dijumpai daun pintu
rumah yang berbatasan langsung dengan jalan,
sehingga orang tidak memerlukan waktu lama
untuk menuju ke jalan sebagai sirkulasi utama.
Pada wilayah sebagian RT 06 terutama
pada lingkungan rumah tinggal yang disewakan
umumnya bersifat courtyard entrances. Kondisi
dimana antara pintu rumah tinggal yang berhadapan
terdapat ruang yang lebih lebar. Kondisi tersebut
menciptakan ruang perantara antara massa
bangunan dan jalan sebagai sirkulasi utama. Pintu
masuk ke bangunan tidak langsung berhadapan
dengan jalan (gang), sehingga membutuhkan waktu
lebih lama dibandingkan dengan pola direct street
access.
Masih pada bagian yang menjadi wilayah
RT 06 terdapat pula pola sirkulasi yang
menghubungkan antara massa bangunan dan jalan.
Kondisi ini sangat berbeda dengan kedua pola
sebelumnya. Dimana rumah tinggal/bangunan tidak
terlihat langsung dari jalan. Namun dihubungkan
dengan jalan setapak lagi yang berpola organik.
Pada umumnya lahan yang ditempati pun
merupakan lahan satu kepemilikan (tanah
keluarga), sering ditemukan pola-pola tersebut
membetuk suatu jalan buntu. Jarak yang cukup
jauh dengan jalan (gang) sebagai sirkulasi utama
memaksa komunitas penduduk yang tinggal di
daerah tersebut memakan waktu yang lebih lama
menuju jalan utama (longwalk). Kondisi kondisi
tersebut mencerminkan bagaimana path related
entrance yang muncul di permukiman kampung
Sukapakir.

C. Konfigurasi Jalan
Kampung yang pada awalnya berangkat
dari pengertian desa merupakan sebuah wilayah
yang pada umumnya berpola hunian dengan bentuk
Posisi Kampung dalam Kota Bandung
- 3 -
sirkulasi yang tidak teratur (irregular pattern).
Keadaan ini berlanjut sesuai dengan budaya
pembagian lahan (tanah keluarga) dari satu generasi
ke generasi berikutnya.
Pada kasus studi di Kampung Sukapakir
ini pola sirkulasi yang terbentuk sangat beragam.
Secara umumkonfigurasi alur gerak sirkulasi yang
ada berupa konfigurasi linear, grid dan bersifat
network.
Konfigurasi linear umumnya terjadi di
bagian akses utama pencapaian ke Kampung
Sukapakir, konfigurasi grid terjadi di pusat
kampung, serta pola network terbentuk di wilayah
perbatasan antara RW 05 dan RW lainnya, terutama
sebagian wilayah RT 06, RT 07 yang merupakan
daerah perbatasan RW 05 dengan RW 08.
Selain karena sudah terbentuk sejak dulu,
pola linear yang terjadi pada bagian Utara
Kampung terbentuk karena status kepemilikan
lahan yang bukan merupakan tanah keluarga. Jadi
merupakan hak milik pribadi (perorangan), tidak
ada kecenderungan untuk mempertahankan tanah
tersebut agar dimiliki oleh anggota keluarga yang
sama, meskipun sebagaian besar penduduk di
wilayah tersebut berasal dari satu keturunan
keluarga yang sama.
Pada bagian pusat kampung, konfigurasi
sirkulasi yang ada berpola grid. Pola yang terdiri
dari dua buah jalan atau lebih yang sejajar dan
saling berpotongan pada jarak yang relatif sama dan
menciptakan suatu wilayah berbentuk bujursangkar
atau kawasan-kawasan ruang segi empat. Walaupun
daerah yang menjadi pusat Kampung Sukapakir ini
merupakan lahan dalam status satu kepemilikan,
tetapi bukan merupakan tanah keluarga. Pihak
pemilik dan anggota keluaraga yang hamper
menguasai kurang lebih sepertiga lahan kampung
tidak menempati lahan tersebut. Mereka
menyewakan lahan itu kepada penduduk yang ada.

Sebagian besar sirkulasi yang terbentuk di
RT 06 dan RT 07 berpola network. Suatu bentuk
jaringan yang terdiri dari beberapa jalan yang
menghubungkan titik-titik tertentu di dalam ruang,
bahkan sering ditemukan adanya jalan-jalan yang
berakhir dengan ruang. Selain ditempati oleh
penduduk yang menempati rumah-rumah sewa,
sirkulasi yang berpola seperti itu menunjukkan pula
suatu bentuk komunitas masyarakat yang memiliki
kekerabatan khusus, baik berada dalam satu
keluarga besaar atau kelompok-kelompok tertentu.
Biasanya kelompok yang sama berdasarkan mata
pencaharian.
Lahan permukiman penduduk di wilayah
ini banyak yang merupakan suatu tanah keluarga.
Sistem kepemilikan tanah yang diwariskan oleh
satu generasi ke generasi berikutnya. Akibat adanya
system kepemilikan tanah yang kuat tersebut,
perubahan pola-pola lama menjadi pola-pola baru
relatif kecil.
Perubahan pola-pola lama yang relatif
kecil ini, menunjukkan bahwa desakan urban
umumnya mencapai kulit luar dari kumpulan
bangunan kampung saja, sedangkan di bagian
dalam kampung perbuhan hanya sebatas perluasan
unit rumah serta perubahan struktur rumah. Secara
makro tata letak berdasarkan garis asal dan
keturunan menempatkan warga masyarakat
kampung yang dianggap asli berada di tengah-
tengah dan warga masyarakat bukan asli di sekitar
kampung, mengelilingi daerah permukiman warga
penduduk asli.

Hubungan Jalan dengan Ruang
Bentukan sirkulasi yang ada pada wilayah
hunian kampung kota berhubungan dengan ruang-
ruang luar yang berintegrasi dengannya. Banyaknya
pola sirkulasi yang ada di suatu kampung kota,
banyak pula tercipta hubungan antara ruang-ruang
luar dengan jalan yang terbentuk.
Karakteristik sirkulasi kampung kota dapat
dilihat melalui suatu hubungan sirkulasi yang
menembus ruang-ruang, dimana hubungan antara
ruang public dan ruang privat sudah tidak dapat
dibedakan. Kondisi ini menggambarkan bahwa
konsep kepelikan lahan pada kampung kota tidak
terbatas pada suatu barrier fisik bangunan, tetapi
lebih mengarah kepada batas imaginer berupa sutu
territoriality.

PENUTUP
Sirkulasi yang terbetuk pada suatu
permukiman berfungsi sebagai elemen pengikat
yang menghubungkan suatu tempat atau lingkungan
dengan tempat atau lingkungan lainnya. Bagi suatu
lingkungan permukiman sirkulasi sangat
menentukan aksesibilitas dari lingkungan tersebut
ke dalammaupun keluar. Disamping pola sirkulasi
jalan (gang), tingkat hirarki permukiman tersebut.
Didalam lingkungan permukiman jalan/sirkulasi
dapat terbentuk oleh tatanan massanya.
Kampung Sukapakir
- 4 -
Beberapa bagian sirkulasi yang memiliki
potensi bagi perbaikan/penataan kampung serta
memberikan karakteristik pada suatu kota antara
lain wilayah yang menjadi :

1. Ruang-ruang terbuka sebagai ruang pemersatu
antara keluarga. Ruang tersebut menggambarkan
suatu strategic space atau compound space.
Strategic space merupakan pusat dari sistem jalan
masuk dan perkembangan suatu kawasan yang
bersifat public dan merupakan titik berkumpulnya
system-sistemsirkulasi dari segala arah. Compound
Space dianalogikan sebagai suatu bentuk
cangkokan ruang terbuka pada sebuah elemen jalan.

2. Pola sirkulasi yang bersifat linear. Pada pola
tersebut terbentuk penghubung antara ruang satu
dengan lainnya sebagai point-point utama dalam
sekumpulan massa bangunan dalam satu koloni
keluarga.

3. Pola sirkulasi yang terbentuk secara alamiah
karena adanya sistem pengkaplingan tanah-tanah
keluarga. Pola-pola sirkulasi yang terbentuk
umumnya berpola irregular.


DAFTAR PUSTAKA

1. Rossi, Aldo, 1984, Introduction Urban
Artifacts and Theory of the City the Architecture
of the City, Massachusetts Institute of Technology
Press.
2. Car, Stephen, Francis Mark, Rivlin,
Leanne G. Stone, Andrew M, 1992, Public Space,
Cambridge University Press, Australia.
3. Douglas, Mike, 1997, A Regional Network
Strategy for Reciprocal Rural-Urban Linkages.
4. Gehl, Jan, 1987, Life Between Buildings,
Using Public Space, Van Nostrand Reinhold
Company, New York.
5. Lynch, Kevin, 1981, A Theory of Good
City Form, MIT Press, Cambridge.
6. T. Hester Jr, Randolph, 1984, Planning
Neighborhood Space With People, Van Nostrand
Reinhold Company, New York.

You might also like