You are on page 1of 10

TUGAS REFERAT

SYOK SPINAL






Disusun Oleh :
Aulia Agung Sanubari G99131022
Muhammad Haydar G99131006

Dokter Pembimbing :
dr. Pamudji Utomo, Sp. OT (K)


FAKULTAS KEDOKTERA UNS / RS ORTOPEDI PROF. DR. R. SOEHARSO
SURAKARTA
2014
Definisi
Syok adalah suatu keadaan dimana pasokan darah tidak mencukupi untuk
kebutuhan organ-organ di dalam tubuh. Syok juga didefinisikan sebagai gangguan
sirkulasi yang mengakibatkan penurunan kritis perfusi jaringan vital atau
menurunnya volume darah yang bersirkulasi secara efektif. Pada seseorangyang
mengalami syok terjadi penurunan perfusi jaringan, terhambatnya pengiriman
oksigen, dan kekacauan metabolisme sel sehingga produksi energi oleh sel tidak
memadai. Apabila sel tidak dapat menghasilkan energi secara adekuat, maka sel
tidak akan berfungsi dengan baik sehingga pada gilirannya akan menimbulkan
disfungsi dan kegagalan berbagai organ, akhirnya dapat menimbulkan kematian.
Sedangkan syok neurogenik disebut juga syok spinal yang merupakan
bentuk dari syok distributif, syok neurogenik terjadi akibat kegagalan pusat
vasomotor karena hilangnya tonus pembuluh darah secara mendadak di seluruh
tubuh, sehingga terjadi hipotensi dan penimbunan darah pada pembuluh tampung
(capacitance vessels). Hasil dari perubahan resistensi pembuluh darah sistemik
ini diakibatkan oleh cidera pada sistem saraf (seperti: trauma kepala, cedera
spinal, atau general anestesi yang terlalu dalam).
Syok Neurogenik
Syok neurogenik juga disebut sinkop. Syok neurogenik terjadi karena
reaksi vasovagal berlebihan yang mengakibatkan terjadinya vasodilatasi
menyeluruh di daerah splangnikus sehingga aliran darah ke otak berkurang.
Reaksi vasovagal umumnya disebabkan oleh suhu lingkungan yang panas,
terkejut, takut, atau nyeri hebat. Pasien merasa pusing dan biasanya jatuh pingsan.
Setelah pasien dibaringkan, umumnya keadaan berubah menjadi baik kembali
secara spontan.
Trauma kepala yang terisolasi tidak akan menyebabkan syok. Adanya
syok pada trauma kepala harus dicari penyebab yang lain. Trauma pada medula
spinalis akan menyebabkan hipotensi akibat hilangnya tonus simpatis. Gambaran
klasik dari syok neurogenik adalah hipotensi tanpa takikardi atau vasokonstriksi
perifer.
Ada beberapa macam syok, berikut klasifikasinya:
Gambar 1. Tipe syok.

Etiologi
1. Trauma medula spinalis dengan quadriplegia atau paraplegia (syok spinal).
2. Rangsangan hebat yang kurang menyenangkan seperti rasa nyeri hebat
pada fraktur tulang.
3. Rangsangan pada medula spinalis seperti penggunaan obat anestesi
spinal/lumbal.
4. Trauma kepala (terdapat gangguan pada pusat otonom).
5. Suhu lingkungan yang panas, terkejut, takut.
Patofisiologi
Syok neurogenik termasuk syok distributif dimana penurunan perfusi
jaringan dalam syok distributif merupakan hasil utama dari hipotensi arterial
karena penurunan resistensi pembuluh darah sistemik (systemic vascular
resistance). Sebagai tambahan, penurunan dalam efektifitas sirkulasi volume
plasma sering terjadi dari penurunan venous tone, pengumpulan darah di
pembuluh darah vena, kehilangan volume intravaskuler dan intersisial karena
peningkatan permeabilitas kapiler. Akhirnya, terjadi disfungsi miokard primer
yang bermanifestasi sebagai dilatasi ventrikel, penurunan fraksi ejeksi, dan
penurunan kurva fungsi ventrikel.
Pada keadaan ini akan terdapat peningkatan aliran vaskuler dengan akibat
sekunder terjadi berkurangnya cairan dalam sirkulasi. Syok neurogenik mengacu
pada hilangnya tonus simpatik (cedera spinal). Gambaran klasik pada syok
neurogenik adalah hipotensi tanpa takikardi atau vasokonstriksi kulit.
Syok neurogenik terjadi karena reaksi vasovagal berlebihan yang
mengakibatkan vasodilatasi menyeluruh di regio splangnikus, sehingga perfusi ke
otak berkurang. Reaksi vasovagal umumnya disebabkan oleh suhu lingkungan
yang panas, terkejut, takut atau nyeri.
Syok neurogenik bisa juga akibat rangsangan parasimpatis ke jantung
yang memperlambat kecepatan denyut jantung dan menurunkan rangsangan
simpatis ke pembuluh darah. Misalnya pingsan mendadak akibat gangguan
emosional.
Pada penggunaan anestesi spinal, obat anestesi melumpuhkan kendali
neurogenik sfingter prekapiler dan menekan tonus vasomotor. Pasien dengan
nyeri hebat, stres emosi dan ketakutan meningkatkan vasodilatasi karena
mekanisme reflek yang tidak jelas yang menimbulkan volume sirkulasi yang tidak
efektif dan terjadi sinkop.

Manifestasi Klinis
Hampir sama dengan syok pada umumnya tetapi pada syok neurogenik
terdapat tanda tekanan darah turun, nadi tidak bertambah cepat, bahkan dapat
lebih lambat (bradikardi) kadang disertai dengan adanya defisit neurologis berupa
quadriplegia atau paraplegia.
Gambar 2. Pemeriksaan fisik.
Sedangkan pada keadaan lanjut, sesudah pasien menjadi tidak sadar,
barulah nadi bertambah cepat. Karena terjadinya pengumpulan darah di dalam
arteriol, kapiler dan vena, maka kulit terasa agak hangat dan cepat berwarna
kemerahan.
Gambar 3. Hasil pemeriksaan yang biasa ditemukan.
Penatalaksanaan
Konsep dasar untuk syok distributif adalah dengan pemberian vasopressor
seperti fenilefrin dan efedrin, untuk mengurangi daerah vaskuler dengan
penyempitan sfingter prekapiler dan vena kapasitan untuk mendorong keluar
darah yang berkumpul ditempat tersebut.
Kemudian konsep dasar berikutnya adalah dengan penggunaan prinsip
A(airway) - B(breathing) - C(circulation) dan untuk selanjutnya dapat diikuti
dengan beberapa tindakan berikut yang dapat membantu untuk menjaga keadaan
tetap baik (life support), diantaranya:
1. Baringkan pasien dengan posisi kepala lebih rendah dari kaki (posisi
Trendelenburg).
2. Pertahankan jalan nafas dengan memberikan oksigen, sebaiknya dengan
menggunakan masker. Pada pasien dengan distress respirasi dan
hipotensi yang berat, penggunaan endotracheal tube dan ventilator
mekanik sangat dianjurkan. Langkah ini untuk menghindari
pemasangan endotracheal yang darurat jika terjadi distres respirasi yang
berulang. Ventilator mekanik juga dapat menolong menstabilkan
hemodinamik dengan menurunkan penggunaan oksigen dari otot-otot
respirasi.
3. Untuk keseimbangan hemodinamik, sebaiknya ditunjang dengan
resusitasi cairan. Cairan kristaloid seperti NaCl 0,9% atau Ringer Laktat
sebaiknya diberikan per infus secara cepat 250-500 cc bolus dengan
pengawasan yang cermat terhadap tekanan darah, akral, turgor kulit,
dan urin output untuk menilai respon terhadap terapi.
4. Bila tekanan darah dan perfusi perifer tidak segera pulih, berikan obat-
obat vasoaktif (adrenergik,agonis alfa yang kontraindikasi bila ada
perdarahan seperti ruptur lien) :
Dopamin
Merupakan obat pilihan pertama. Pada dosis > 10 mcg/kg/menit, berefek
serupa dengan norepinefrin. Dan jarang terjadi takikardi.
Norepinefrin
Efektif jika dopamin tidak adekuat dalam menaikkan tekanan darah.
Monitor terjadinya hipovolemi atau cardiac output yang rendah jika norepinefrin
gagal dalam menaikkan tekanan darah secara adekuat. Pada pemberian subkutan,
diserap tidak sempurna jadi sebaiknya diberikan per infus. Obat ini merupakan
obat yang terbaik karena pengaruh vasokonstriksi perifernya lebih besar dari
pengaruh terhadap jantung (palpitasi).
Pemberian obat ini dihentikan bila tekanan darah sudah normal kembali.
Awasi pemberian obat ini pada wanita hamil, karena dapat menimbulkan
kontraksi otot-otot uterus.
Epinefrin
Pada pemberian subkutan atau im, diserap dengan sempurna dan
dimetabolisme cepat dalam badan. Efek vasokonstriksi perifer sama kuat dengan
pengaruhnya terhadap jantung, sebelum pemberian obat ini harus diperhatikan
dulu bahwa pasien tidak mengalami syok hipovolemik. Perlu diingat obat yang
dapat menyebabkan vasodilatasi perifer tidak boleh diberikan pada pasien syok
neurogenik.
Dobutamin
Berguna jika tekanan darah rendah yang diakibatkan oleh menurunnya
cardiac output. Dobutamin dapat menurunkan tekanan darah melalui vasodilatasi
perifer.
Gambar 4. Alur syok neurogenik

Pasien-pasien yang diketahui atau diduga mengalami syok neurogenik
harus diterapi sebagai hipovolemia. Pemasangan kateter untuk mengukur tekanan
vena sentral akan sangat membantu pada kasus-kasus syok yang meragukan.


Kesimpulan
Berhasil tidaknya penanggulangan syok tergantung dari kemampuan
mengenal gejala-gejala syok, mengetahui, dan mengantisipasi penyebab syok
serta efektivitas dan efisiensi kerja kita pada saat-saat/menit-menit pertama pasien
mengalami syok.

DAFTAR PUSTAKA
Alexander R H, Proctor H J. Shock. Dalam buku: Advanced Trauma Life Support
Course for Physicians. USA, 1993 ; 75 94
Atkinson R S, Hamblin J J, Wright J E C. Shock. Dalam buku: Hand book of
Intensive Care. London: Chapman and Hall, 1981; 18-29.
Bartholomeusz L, Shock, dalam buku: Safe Anaesthesia, 1996; 408-413
Franklin C M, Darovic G O, Dan B B. Monitoring the Patient in Shock. Dalam
buku: Darovic G O, ed, Hemodynamic Monitoring: Invasive
and Noninvasive Clinical Application. USA : EB. Saunders
Co. 1995 ; 441 499.
Haupt M T, Carlson R W. Anaphylactic and Anaphylactoid Reactions. Dalam
buku: Shoemaker W C, Ayres S, Grenvik A eds, Texbook of
Critical Care. Philadelphia, 1989 ; 993 1002.
Thijs L G. The Heart in Shock (With Emphasis on Septic Shock). Dalam
kumpulan makalah: Indonesian Symposium On Shock &
Critical Care. Jakarta-Indonesia, August 30 September 1,
1996 ; 1 4.
Wilson R F, ed. Shock. Dalam buku: Critical Care Manual. 1981; c:1-42.
Zimmerman J L, Taylor R W, Dellinger R P, Farmer J C, Diagnosis and
Management of Shock, dalam buku: Fundamental Critical
Support. Society of Critical Care Medicine, 1997.

You might also like