Skabiesdan Pedikulosis Pubis: Sebuah Pembaharuan Regimen Terapi dan
Review Secara Umum
Karen Wendel1,3,a and Anne Rompalo13 1Division of Infectious Diseases, Johns Hopkins University School of Medicine, 2Department of Epidemiology, Johns Hopkins University BloombergSchool of Public Health, and 3Baltimore City Health Department Sexual Transmitted Diseases Program, Baltimore, Maryland
Ektoparasit skabies dan pedikulosis pubis adalah penyebab umum ruam dan gatal gatal di kulit di seluruh dunia. Hal tersebut terutama ditransmisikan oleh penyebaran orang ke orang dan secara umum berhubungan dengan morbiditas yang rendah. Terapi yang dianjurkan untuk skabies secara umum adalah obat topikalyaitu: lindane dan permethrin. Akhir akhir ini, ivermectin mendemonstrasikan efikasi yang baik pada terapi skabies, dan hal tersebut mungkin merupakan penggunaan khusus pada kejadian luar biasa institusional dan pada masyarakat yang mana skabiesmerupakan endemik. Kombinasi terapi antara agen topikal dan ivermectin secara oral mungkin lebih sesuai untukscabies berkrusta. Terapi pedikulosis pubis yang terbaik adalah dengan menggabungkan antara permethrin, lindane, atau pyrethrins topikal dengan piperonyl butoxide. Meskipun resistensi terhadap agen topikal ini telah dilaporkan pada kutu kepala, penurunan efikasi pada terapi pedikulosis pubis tidak dilaporkan.
SKABIES Pendahuluan dan metode. Skabies disebabkan oleh kutu Sarcoptes scabiei var. hominis. Artikel yang ada menyediakan sebuah overview yang berani pada karakteristik kutu, epidemiologi kerumunannya, manifestasi penyakit, serta diagnosis dan terapi. Untuk pembaharuan pendekatan saat ini adalah mengenai diagnosis dan terapi, kami menghubungkan penelitian dari literature berbahasa Inggris yang tanggalnya adalah 1 Januari 1999 30 Juni 2000. Sebuah penelitian Medline dihubungkan dengan istilah skabies, Sarcoptes scabiei, Norwegian skabies, skabies berkrusta, ivermectin, benzyl benzoate, malathion, lindane, dan permethrin. AIDSline dicari, meliputi daftar Medline, untuk istilah skabies, Sarcoptes scabiei, Norwegian skabies, dan skabies berkrusta. Abstrak dari pertemuan Infection Diseases Society of America (1997 1999) dan International Society of Sexually Transmitted Diseases Research (1997 dan 1999) sertapertemuan bersama dari American Sexually Transmitted Diseases Association dan Medical Society of Venereal Diseses (2000) direview untuk kontribusi pekerjaan. Setiap penelitian dievaluasi untuk meneliti populasi, terapi, hasil penelitian, penemuan, dan bias potensial pada desain dan analisis penelitian. Document prepared for the CDC STD treatment guidelines meeting, Atlanta,Georgia, September 2000. a Present affiliation: Oklahoma University Health Sciences Center, Oklahoma City. Reprints or correspondence: Dr. Karen Wendel, Oklahoma University HealthSciences Center, 921 NE 13th St. (111c), Oklahoma Cit y, OK 73104 (Karen-Wendel@ouhsc.edu). Clinical Infectious Diseases 2002; 35(Suppl 2):S14651 _ 2002 by the Infectious Diseases Society of America. All rights reserved.1058-4838/2002/3508S2-0003$15.00
Etiologi dan epidemiologi. S.scabiei pertama diidentifikasi pada awal tahun 1600an tetapi tidak dikenali sebagai etiologi kelainan penyakit kulit hingga tahun 1700an [1]. Kutu adalah sebuah parasit manusia obligat yang hidup pada liang yang digali pada stratum korneum epidermis. Hal tersebut melengkapi seluruh siklus kehidupannya pada manusia. Kutu betina yang hamil akan meletakkan 10 25 telur di liang yang bisa mencapai panjang 1 cm dan mencapai batas stratum granulosum [2]. Pada hari ke-3 4, lubang telur dan larva matur pada permukaan kulit. Durasi siklus hidupnya adalah 30 60 hari. Beban penyakit yang tertinggi adalah di negara tropis, di mana skabies merupakan endemik. Pada regio lainnya, ada keterbatasan bukti bahwa ada prevalensi siklik penyakit. Penelitian epidemiologikal di tentara Israel dan penelitian regional pada Inggris dan Denmark menyatakan sebuah pola siklus 20 28 tahun pada prevalensi penyakit di kelompok ini [3-6]. Sebuah beban penyakit yang lebih tinggi muncul dan berhubungan dengan kondisi lingkungan yang padat. Beberapa penelitian telah menyatakan angka yang lebih tinggi pada area urbanisasi dan sebuah peningkatan insidensi selama musim dingin [4-6]. Skabies secara disproporsional mempengaruhi wanita dan anak anak [4,6]. Rumah sakit, perawatan ke rumah, dan fasilitas perawatan jangka panjang dapat merupakan lokasi kerumunan epidemikskabies. Pada tahun 1992, sebuah penelitian yang mengevaluasi 130 fasilitas perawatan jangka panjang Canadian menemukan bahwa 20% di antaranya terinfeksiskabies selama periode 1 tahun [7]. Fasilitas yang lebih tua, lebih besar, dan memiliki rasio tempat tidur yang rendah untuk pekerja pelayanan kesehatan memiliki risiko terjadinya kejadian luar biasa skabies yang lebih tinggi [7]. Populasi tertentu memiliki risiko tinggi terjadinya perkembangan skabies yang berat dan skabies berkrusta. Pola infeksi skabieshiperkeratosisini pertama kali dideskripsikan di Norway pada pasien dengan lepra [8]. Risiko berkembangnya skabies berkrusta meningkat pada pasien dengan transplantasi organ, retardasi mental, cacat fisik berat, penggunaan glukokortikoid topikal yang poten ataupun sistemik, infeksi HIV, infeksi sel T limfotropik virus 1 pada manusia, dan berbagai keganasan hematologi [9]. Yang menarik, skabies berkrusta juga tampak pada suku Aborigin dari Australia tanpa adanya immunocompromise yang teridentifikasi [10]. Manifestasi klinis. Setelah infeksi inisial, gejala gejala dapat berkembang dalam beberapa minggu setelahnya. Untuk kekambuhannya, gejala gejala gatal dapat muncul dalam 24 jam [9]. Pasien dengan skabies biasanya mengeluh gatal yang memberat padamalam hari, tetapi kadang kadang pasien asimptomatik. Lesi kulit sering terjadi pada sela sela jari, permukaan fleksor pada pergelangan tangan, aksila, pinggang, kaki, dan pergelangan kaki [2]. Area di sekitar puting payudara dapat terserang pada wanita, serta skrotum dan penis juga bisa terserang pada laki laki. Karakteristik lesi yang paling sering pada skabies adalah adanya liang, terowongan yang digali untuk tempat hidup kutu. Hal ini biasanya merupakan traktus kecil, berkelok, dan meninggi yang berukuran 1 10 mm [2]. Manifestasi kulit lainnya meliputi papul, lepuh, perubahan eczematosa, dan nodul [6,11]. Pada skabies berkrusta, lesi pasien adalah psoriasiform atau warty dan dapat disertai oleh hiperkeratosis kuku. Kepala dan leher dapat terlibat, dan mungkin ada pruritus ringan. Kadang kadang juga disertai eosinofilia dan limfadenopati [9]. Komplikasi. Skabies adalah dermatosis umum yang biasanya menghasilkan ruam dengan gatal dari ringan hingga sedang. Akan tetapi, morbiditas,secara signifikan, kadang kadang berhubungan dengan kerumunan skabies. Skabiesdengan lesi ekstensifkrusta atau bula dapat berkurang, dengan nyeri saat bergerak dan kerusakan signifikan pada integritas kulit. Pada Australia bagian utara, angka mortalitas mencapai 50% lebihdari 5 tahun yang dilaporkan, dengan kematian yang terjadi terutama akibat sepsis sekunder [12]. Infeksi bakteri sekunder sering diakibatkan olehStaphylococcus aureus, Streptococcus - hemolitikus group A, atau peptostreptococci [13]. Beberapa laporan kasus telah mendokumentasikan vaskulitis leukositoklastik yang merupakan komplikasi infeksi skabies, dan satu laporan yang juga mencatat adanya antikoagulan lupus [14, 15]. Diagnosis. Sebuah diagnosis presumptive skabiesdibuat berdasarkan keluhan simptomatik dari pruritus yang disertai oleh penemuan fisik lesi kulit dan karakteristik liang skabies. Liang dapat lebih baik dilihat dengan minyak mineral atau penyangatan tinta atau dengan test fluoresensi tetrasiklin [2]. Diagnosis definitif membutuhkan identifikasi mikroskopik dari kutu atau dari telur atau fesesnya. Hal ini biasanya didapatkan dari pengerokan lokasi liang atau di bawah kuku jari pasien. Strategi lainnya yang memungkinkan untuk diagnosis adalah dengan biopsi kulit, videodermatoskopi, dan mikroskop epiluminenscence. Videodermatoskopi dilakukan dengan menggunakan sistem mikroskop video [16]. Pada suatu penelitian, teknik ini dievaluasi dan dibandingkan dengan pengerokan kulit yang umum dilakukan. Kedua prosedur dilakukan dua kali dengan 2 pengamat independen. Tes ini dapat dilakukan dengan perbesaran 1000 kali dan membutuhkan waktu 5 menit untuk menyelesaikanya. Hasil dari pengerokan dan videodermatoskopi mirip. Akan tetapi, 2 (12,5%) dari 16 kasus hanya dengan bukti pengerokan kulit [16]. Mikroskop epiluminenscencedigunakan untuk pemeriksaan kulit untuk level papilla dermis superfisial [17]. Pada 65 (92,9%) dari 70 kasus skabies, teknik ini menunjukkan struktur triangular warna gelap pada lokasi infeksi skabies. Teknik ini membutuhkan waktu 5 menit untuk melakukan dan memiliki angka false-positif yang rendah [17]. Perlengkapan diagnostik spesial dibutuhkan untuk videodermatoskopi dan epiluminenscence yang tidak seperti yang ada pada kebanyakan lokasi yang menunjukkan evaluasi primer, dan hal tersebut tidak menunjukkan lebih sensitif daripada pengerokan kulit rutin. Transmisi.Skabies ditransmisikan oleh kontak langsung dari kulit ke kulit. Rata rata host hanya memiliki 5 10 kutu. Pada skabies berkrusta, seorang pasien dapat terinfeksi oleh berjuta juta kutu dan oleh karena itu, lebih menular [1]. Kutu hidup telah ditemukan di sampel debu dari kasus skabies normal dan telah ditemukan di lantai, perabotan, dan tempat tidur [18]. Untuk alasan ini, tranmisi fomite dari penyakit ini dimungkinkan. Beberapa penelitian telah mendokumentasikan ketahanan hidup kutu selama >3 hari setelah terpisah dari tubuh host nya [19 21]. Terapi. Regimen yang direkomendaikan CDC untuk terapi skabies dapat dilihat pada tabel 1 (22, 23). Agen lainnya untuk terapi skabies meliputi krotamiton, benzyl benzoate, malathion, dan sulfur (6%) di dalam salep. Penelitian randomisasi formal tidak ditujukan untuk manajemen yang sesuai dari kontak dan linen serta baju terkontaminasi. Kebanyakan para ahli merekomendasikan bahwa semua kontak kulit dan teman serumahnya harus diterapi, serta semua penutup tempat tidur, handuk, dan baju harus dicuci dengan air hangathingga panas. Barang barang yang tidak bisa dicuci seharusnya tidak digunakan selama sekurang kurangnya 3 hari. Sejak 1996, hanya 2 penelitian klinik dengan randomisasi terkontrol pada terapi skabies yang telah dilaporkan dalam literatur berbahasa Inggris [24, 25]. Usha dan Gopalakrishnan Nair [24] melakukan sebuah penelitian yang menunjukkan efikasi relatif dari permethrin dan ivermectin oral. Mereka menemukan bahwa dosis tunggal permethrin topikal memproduksi angka kesembuhan klinis (97,8%) yang lebih superior dari ivermectin oral dosis tunggal (70%). Akan tetapi, 2 dosis ivermectin yang terpisah selama 2 minggu sama efektifnya dengan permethrin topikal dosis tunggal. Sebuah perbandingan antara lindane topikal dan ivermectin topikal menyatakanan ekivalensi antara pengobatan ini setelah 2 kali terapi yang diberikan terpisah 2 minggu [25]. Angka kesembuhan pada evaluasi klinis adalah 96% untuk lindane dan 95% untuk ivermectin. Tabel 1. Pilihan terapi skabies yang direkomendasikan CDC [22]. Nama generik Nama dagang yang ada di Amerika Serikat Rata rata harga penjualan, $US a
Instruksi penggunaan Krim Permethrin 5% (60 g) Elimite, Acticin; juga ada yang generik 25.72 31.19 Dioleskan ke seluruh tubuh dari leher ke bawah; dicuci setelah 8 14 jam Losio lindane 1% (60 ml) b
Ada juga yanggeneric 2.75 15.45 Dioleskan tipis tipis ke seluruh tubuh dari leher ke bawah; dicuci seluruhnya setelah 8 jam Ivermectin c (3 mg) Stromectol 5.20 200 g/kg diberikan secara oral untuk 2 dosis dengan interval 2 minggu; bukan sebuah indikasi yang diterima oleh FDA Catatan. FDA, US Food and Drug Administration. a Data dari 2001 Drug Topics Red Book [23]. b Seharusnya tidak digunakan segera setelah mandi, pada pasien yang berusia <2 tahun, pada pasien dengan dermatitis ekstensif, atau pada wanita hamil atau menyusui [22]. c Tidak direkomendasikan untuk wanita hamil dan menyusui, dan keamanannya pada anak anak dengan berat badan <15 kg tidak diketahui [22].
Beberapa penelitian klinis lainnya telah dihubungkan. Suatu penelitian komparatif retrospektif menganalisis hasil dari 39 pasien di rumah sakit yang terinfeksi HIV dengan 60 episode skabies yang diterapi dengan benzyl benzoate, ivermectin, atau kombinasi dari benzyl benzoate dan ivermectin [8]. Terapi benzyl benzoate menyembuhkan 9 (47,4%) dari 19 pasien, ivermectin menyembuhkan 10 (62,5%) dari 16 pasien, dan kombinasi terapi menyembuhkan 4 dari 4 pasien. Yang menarik, dari 4 pasien dengan skabies berkrusta yang diterapi dengan terapi satu macam saja, tidak ada yang sembuh. 4 pasien dengan skabies berkrusta diterapi dengan kombinasi terapi semuanya sembuh. Penelitian ini menyediakan beberapa bukti awal untuk penggunaan kombinasi terapi untuk penyakit berat pada pasien yang terinfeksi HIV. Beberapa penelitian dengan label terbuka pada ivermectin telah dipublikasikan sejak 1996 pada pasien dengan skabies tanpa komplikasi [26 29]. Mereka telah menggunakan 1 2 dosis ivermectin yaitu 200 g/ kg yang diberikan dengan selang waktu 7 hari. Penelitian terbesar melibatkan 120 pasien dan mendemonstrasikan respon klinis pada 88% pasien yang diterapi dengan 1 dosis ivermectin. Setelah 4 minggu dan 2 dosis ivermectin, angka kesembuhannya mencapai 100% [28]. Beberapa penelitian dengan label terbuka lainnya telah dilaporkan dengan kohort dengan jumlah pasien yang lebih sedikit yang diterapi dengan ivermectin 200 g/ kg (1 2 dosis), dengan angka kesembuhan 76% - 100% [26, 27, 29]. Penelitian ini meliputi beberapa kasus dengan skabies berkrusta. Pada penelitian kohort, 20 pasien dengan skabies berkrusta diterapi dengan 1 3 dosis ivermectin sebesar 200 g/ kg dikombinasikan dengan sebuah scabicidetopikal dan sebuah agen keratolitik. Delapan dari 20 pasienmemiliki respon awal komplit, dan 8 dari 10 memiliki respon terhadap 3 dosis ivermectin [30]. Akhirnya, penelitian pada 10 pasien dengan skabiestanpa komplikasi, sebuah respon komplit tampak pada semua 10 pasien setelah 3 4 terapi dengan krim ivermectin 1,8% topikal [31]. Pemeriksaan in vitro pada 6 scabicide berbeda (neem, permethrin, benzyl benzoate, ivermectin, lindane, dan minyak tanaman teh) menunjukkan bahwa semuanya menurunkan ketahanan kutu kecuali neem [32]. Akan tetapi, di antara 5 terapi lainnya, waktu ketahanan kutu yang paling lama adalah dengan paparan permethrin. Sebuah tantangan yang jelas dalam menghadapi terapi skabies di masa depan adalah manajemen optimal pada populasi dengan angka endemikskabies yang tinggi. Suatu penelitian baru baru ini mengatur terapi skabies yang luas di masyarakat dengan permethrin dan mendemonstrasikan penurunan pada prevalensi skabies dari ~28% hingga 7% (P = .002) selama follow-up 25 bulan. Pada suatu desa di Papua Nugini Baru, dosis tunggal ivermectin 400 g/kg diberikan ke semua penduduk dalam menurunkan prevalensi skabies dari 87% hingga 26% pada follow up selama 5 bulan [33]. Penelitian ini menyatakan sebuah peran dari terapi luas di masyarakat dalam mengontrol penyakit endemis, tetapi penelitian lebih jauh lagi akan dibutuhkan untuk mengklarifikasi dampak jangka panjang dari terapi ini dan kemampuan ekonominya. Skabies epidemik pada fasilitas perawatan jangka panjang adalah fokus pada beberapa penelitian kohort tambahan. Penelitian ini mendemonstrasikan kontrol yang baik pada skabies epidemik dengan 1 2 dosis dari ivermectin [34, 35]. Satu dari penelitian ini melaporkan kesuksesan dengan ivermectin setelah terapi dengan beberapa scabicidetopikal berbeda dan gagal [35]. Toksisitas terapi. Ada pengalaman ekstensif dengan scabicidetopikal. Profil toksisitas tersebut telah didefinisikan dengan baik. Baik permethrin maupun benzyl benzoate telah dilaporkan menyebabkan ruam dan diare [36]. Kekhawatiran berlebih adalah karena ada laporan terjadinya anemia aplastik yang berhubungan dengan benzyl benzoate dan lindane [37, 38]. Menurut World Health Organization 1998 Collaborating Centre untuk International Drug Monitoring, kejang telah dihubungkan dengan penggunaan benzyl benzoate, krotamiton, malathion, dan permethrin [39]. Kematian telah dilaorkan dengan krotamiton, lindane, dan permethrin [38]. Hal ini dipikirkan bahwa mandi air hangat dan dermatitis ekstensif dapat meningkatkan penyerapan sistemik dari lindane. Lindane tidak direkomendasikan untuk penggunaan wanita hamil dan menyusui, anak anak yang berusia <2 tahun, atau pasien dengan dermatitis ekstensif. Pada penelitian randomisasi yang terkontrol dari terapi lindane dan ivermectin, semua efek samping yang dilaporkan adalah ringan dan sementara [25]. Pasien yang diterapi dengan lindane lebih sering mengeluh sakit kepala, sedangkan pasien yang diterapi dengan ivermectin lebih sering mengeluh nyeri di perut dan muntah. Ada satu pasien yang berkembang menjadi hipotensi sementara setelah menerima ivermectin. Ruam dan peningkatan rasa gatal sementara juga telah dilaporkan pada 3 hari pertama setelah menerima ivermectin untuk skabies [27]. Efek samping yang signifikan pada ivermectin telah dilaporkan hanya terjadi pada satu penelitian. Penelitian tersebut mendeskripsikan sebuah kejadian luar biasa dari skabies pada fasilitas perawatan jangka panjang untuk orang yang sudah lanjut usia. Pasien menerima multiple aplikasi scabicidetopikal sebelum terapi akhir dengan dosis tunggal ivermectin [40]. Setelah diikuti selama 6 bulan, ada peningkatan insidensi kematian pada pasien ini ketika dibandingkan dengan kontrol yang sesuai menurut usia dan jenis kelaminnya. Pasien yang mengalami letargi dan anoreksia, lebih dahulu menuju ke kematian. Ada pertimbangan kontroversial di sekeliling hasil penelitian ini. Ada pasien yang tidak sesuai karena adanya demensia berat atau komorbiditas yang lainnya [41]. Sebuah penelitian, pada perawatan rumah psikogeriatri, membandingkan angka kematian dalam 6 bulan setelah terapi ivermectin padaskabies dengan angka mortalitas yang didokumentasikan selama30 bulan terutama untuk terapinya dan tidak menemukan perbedaan yang signifikan [41]. Gejala persisten. Semua pasien seharusnya diinformasikan bahwa ruam dan pruritus pada skabies dapat menetap hingga 2 minggu setelah terapi [9]. Pada situasi di mana tanda dan gejala menetap > 2 minggu, ada beberapa penjelasan yang memungkinkan. Respon yang buruk dan diperkirakan adanya resistenssi terhadap lindane telah dideskripsikan [42, 43]. Kegagalan terapi tidak berhubungan dengan resistensi yang dapat dikarenakan kesalahan aplikasi pada scabicidetopikal. Pasien dengan skabies berkrusta dapat memiliki penetrasi yang buruk ke dalam kulit bersisik yang tebal dan kutu yang bersembunyi pada lapisan penetrasi yang sulit ini. Perhatian khusus harus diberikan untuk kuku jari hiperkeratosis pada pasien yang terinfeksi hal ini. Tentunya, untuk menghindari reinfeksi, hal ini direkomendasikan bahwa semua kontak tertutup terhadap pasien dengan skabies harus diterapi secara empiris. Semua linen, penutup tempat tidur, dan baju seharusnya dicuci jika memungkinkan selama waktu aplikasi scabicidetopikal. Meskiketika terapi sudah berhasil dan reinfeksi dihindari, gejala gejala dapat memburuk secara sekunder akibat dermatitis alergika. Komplikasi ini telah tampak dengan scabicidetopikal. Akhirnya, kutu rumah tangga biasanya menunjukkan gejala persisten karena reaktivitas silang antara antigen. Pada penelitian dengan 25 pasien, pasien dengan skabies memiliki skin prick test dan level IgE yang lebih tinggi untuk kutu pada debu rumah dan antigen kutu di penyimpanan daripada kontrolnya [44]. PEDIKULOSIS PUBIS Pendahuluan dan metode.Kutu adalah serangga penghisap darah yang tidak memiliki stase kehidupan bebas pada siklus hidupnya [45]. Kutu terutama berada di kepala (Pediculus humanus var capitis), di badan (Pediculus humanus var corporis), atau pada regio pubis (Pthirus pubis). Pada artikel yang ada, kami akan meringkas gambaran khas dari pedikulosis pubis dan membaharui pendekatan yang ada untuk mendiagnosis dan menerapi. Sebuah penelitian padaliteratur berbahasa Inggris yang berhubungan yang tanggalnya dari 1 Januari 1996 hingga 30 Juni 2000. Sebuah penelitian Medline dilakukan untuk istilah kutu pubis, Pthirus pubis, pedikulosis, pedikulosis pubis, permethrin, dan lindane. AIDSline dicari, menghilangkan daftar Medline, untuk istilah Pthirus pubis, pedikulosis, dan pedikulosis pubis. Abstrak dari pertemuan Infectious Diseases Society of America (1997 1999), International Society of Sexually Transmitted Diseases Research (1997 dan 1999), dan pertemuan bersama dari American Sexually Transmitted Diseses Association dan Medical Society of Venereal Diseses (2000) direview untuk kontribusi pekerjaan. Untuk setiap penelitian, karakteristik yang mengikuti yang dideskripsikan adalah: populasi penelitian, terapi, hasil penelitian, penemuan, dan bias potensial pada desain dan analisis penelitian. Percobaan terapi untuk kutu kepala dilibatkan pada penemuan kami. Karakteristik kutu. P. pubis memiliki panjang 1 3 mm dan memiliki 3 pasang kaki [9]. Siklus hidup serangga betina adalah 1 3 bulan. Kutu dewasa betina meletakkan 300 telur yang menempel di rambut pada perbatasan kulit dan rambut. Telur akan menetas dalam 6 10 hari. Larvanya kemudian matur dan menjadi dewasa dalam 10 hari. P.pubis berada pada rambut di area pubis dan kadang kadang di area dengan rambut tubuh yang kuat. Mereka jarang menginfeksi alis dan bulu mata. Diagnosis dan penularan. Pedikulosis pubis didiagnosis dari identifikasi infeksi kutu dan/ atau telur yang viabel. Gejala yang paling sering dari infeksi kutu adalah pruritus. Penemuan fisik meliputi telur yang tampak seperti opal atau kutu hidup dan makula biru (macula caeruleae) pada lokasi makannya. Semua pasien dengan P.pubis seharusnya menjalani investigasi menyeluruh untuk penyakit menular seksual lainnya. Penularannya adalah dengan kontak intim secara langsung [9]. Transmisi fomite tidak memainkan peran yang signifikan. Terapi. Regimen terapi untuk pedikulosis pubis dapat dilihat di tabel 2 [22, 23]. Untuk tambahan terhadap terapi topikal, semua penutup tempat tidur, handuk, dan baju seharusnya dicuci. Pasien seharusnya diinstruksikan untuk menghindari kontak dengan partner seksual mereka hingga mereka telah dievaluasi untuk pedikulosis pubis. Beberapa pasien dapat membutuhkan aplikasi kedua dari terapi topical, 3 7 hari setelah terapi inisial [46]. Infeksi pada bulu mata seharusnya diterapi dengan aplikasi salep oklusif seperti Vaseline dua kali sehari selama 10 hari [22]. Agen lainnya yang dapat menjadi efektif pada terapi P.pubis adalah malathion 0,5%, carbaryl 0,5% - 1%, dan phenotrin 0,2% [46].
Tabel 2. Regimen terapi yang direkomendasikan CDC untuk pedikulosis pubis [22]. Nama generik Nama dagang yang ada di United States Rata rata harga yang dijual, $US a
Instruksi penggunaan Krim Permethrin 1% (60 ml) Acticin; juga ada yanggenerik 8.19 Dioleskan ke area yang terinfeksi dan mencucinya setelah 10 menit Shampoo lindane 1% (60 ml) b
Ada juga generiknya 3.00 16.40 Dioleskan pada area yang terinfeksi dan mencuci seluruhnya setelah 4 menit Shampoo pyrethrins dengan piperonyl butoxide Multiple produk dengan nama dagang yang ada <10.00 Dioleskan ke area terinfeksi dan mencucinya setelah 10 menit a Data dari 2001 Drug Topics Red Book [23]. b Tidak direkomendasikan untuk wanita hamil dn menyusui atau anak anak < 2 tahun [22].
Sejak 1996, belum ada percobaan terapi baru yang dipublikasikan yang terpusat pada terapi P. pubis. Akan tetapi, ada 5 percobaan terapi klinis untuk kutu kepala. Pada percobaan komparatif dari sumithrin dan lindane, sumithrin mendemosntrasikan angka clearance 86.8% - 96% [47]. Lindane memiliki clearance 67.5%. Sebuah penelitian klinis dengan blinded randomized yang membandingkan ekstrak permethrin dan pyrethrum, melibatkan 150 pasien dan mendemonstrasikan efikasi sebessar 100% pada kedua kelompok terapi selama 7 hari [48]. Tidak ada perbedaan signifikan pada telur kutu saat penyisiran. Terapi kutu kepala pada anak anak di Taiwan mendemonstrasikan angka kesuksesan sebesar 93,4% - 97,3% dengan bioallethrin, malathion, atau permethrin [49]. Suatu penelitian mengakses baik kemungkinan in vitro kutu maupun respon in vivo untuk terapi kutu topikal pada anak anak di Bath dan Bristol, Inggris. Penelitian kohort pada anak anak dengan kutu mendemonstrasikan penurunan angka fatalitas untuk permethrin dan malathion [50]. Anak anak di Bath yang diterapi dengan malathion mencapai angka kesembuhan 36% selama 48 72 jam. Anak anak di Bristol diterapi dengan permethrin dan memiliki angka kesembuhan 13% selama 48 72 jam. Ukuran sampel dari penelitian ini hanya 30 anak anak, tetapi hal tersebut menyatakan adanya kutu kepala dengan dual resistensi terhadap permethrin dan malathion pada kohort ini. Evaluasi in vitro yang lebih jauh lagi dilakukan oleh Pollack et al [51], yang mengambil contoh kutu kepala dari anak anak di Massachusetts, Idaho, dan Malaysian Borneo. Mereka menemukan bahwa kutu US memiliki angka mortalitas ~50% dalam merespon permethrin. Angka fatalitas tidak berubah oleh peningkatan konsentrasi obat. Kebalikannya, kutu dari Malaysia memiliki angka mortalitas 37% pada konsentrasi permethrin yang paling rendah. Fatalitasnya meningkat secara linier dengan peningkatan konsentrasi permethrin, terhadap angka mortalitas maksimum ~95%. Penelitian ini menyatakan kegawatan yang mungkin dari resistensi obat pada kutu kepala US. Fokusnya meningkat oleh hasil ini dan dijelaskan dengan analisis in vitro lainnya yang mendemonstrasikan bahwa kutu dengan resistensi permethrin juga memiliki resistensi terhadap sumithrin dan sebuah agen yang lebih baru untuk terapi,yaitu deltamethrin [52]. Kegawatan resistensi obat pada kutu kepala di seluruh dunia sangat mengkhawatirkan, tetapi implikasi untuk terapi P. pubis tidak jelas. Sejak 1996, tidak ada penelitian dalam bahasa Inggris yang telah mendokumentasikan kegagalan terapi yang signifikan dalam manajemen P.pubis.
DISKUSI Ektoparasit berlanjut menjadi penyebab umum dari penyakit kulit di seluruh dunia. Agen topikal secara umum efektif dalam manajemennya tetapi kadang kadang berhubungan dengan efek samping serius, dan resistensi dapat muncul. Ivermectin menunjukkan sebuah mode oral baru dari terapi untuk skabies dan menjanjikan dalam terapi skabies epidemik atau scabies yang berat. Terapi kombinasi dngan ivermectin dan scabicidetopikal terbukti menjadi terapi terbaik untuk skabies berkrusta, tetapi hal ini membutuhkan penelitian lebih lanjut. P. pubis biasanya efektif diterapi dengan agen topikal, tetapi peningkatan resistensi obat pada kutu kepala memerlukan perhatian mengenai efikasi masa depan dari agen topikal langsung pada terapi pedikulosis pubis.