You are on page 1of 29

1

GAMBARAN STATUS PARITAS DAN UMUR TERHADAP KEJADIAN


KEHAMILAN POSTERM DI RSUD PATUH PATUT PATJU KABUPATEN
LOMBOK BARAT



Oleh:

I WAYAN SUPARTHANAYA
EVA YUDIA
RR. PUTRI AYU HAPSARI




DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA
SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM AL-AZHAR MATARAM/RSUD PATUT PATUH
PATJU KABUPATEN LOMBOK BARAT
2014

2

KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr.Wb.
Segala puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat
dan petunjuk-Nya, sehingga penulis dapat menyusun dan menyelesaikan Karya Tulis
Ilmiah dengan judul GAMBARAN STATUS PARI TAS DAN UMUR
TERHADAP KEJ ADIAN KEHAMI LAN POSTERM DI RSUD PATUH PATUT
PATJ U KABUPATEN LOMBOK BARAT
.
Karya Tulis Ilmiah ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat dalam
menyelesaikan pendidikan pada smf obsteri dan ginekologi di Fakultas Kedokteran
Universitas Islam Al-Azhar.

3

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang 4
1.2. Rumusan Masalah 5
1.3. Tujuan Penelitian 5
1.3.1. Tujuan Umum 5
1.3.2. Tujuan Khusus 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Rancang Bangun Penelitian 20
3.1.1 Tempat dan Waktu Penelitian 20
3.1.2 Definisi Oprasional 21
3.1.3 Populasi dan sample 21
3.14 Metoda Sample 21
3.1.5 Proses Pengumpulan Data 21
3.1.6 PengLoahan dan Analisa Data 23
3.2.. Analisa Data 24
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Penelitian 24
4.1.1 Analisa univariat 23
4.2 Pembahasan Penelitian 24
BAB V PENUTUP
5.1 Simpulan 25
DAFTAR PUSTAKA


4

BAB 1
PENDAHULUAN

Kehamilan pada umumnya berlangsung 40 minggu atau 280 hari dihitung dari
hari pertama haid terakhir. Kehamilan aterm adalah usia kehamilan antara 38 42
minggu dan ini merupakan periode terjadinya persalinan normal. Namun pada 4
14% kasus, kehamilan dapat bertahan hingga 42 minggu atau lebih dan disebut
dengan kehamilan postterm.
1

Hal yang paling sering menyebabkan usia gestasi menjadi lewat waktu adalah
kesalahan dalam menentukan saat terjadinya ovulasi dan konsepsi dengan
menggunakan HPHT. Misalnya, saat membandingkan waktu konsepsi menggunakan
HPHT dengan suhu basal tubuh, kesalahan diagnosa hamil lewat waktu mencapai
70%. Metode yang paling akurat untuk menentukan usia kehamilan pada trimester
pertama atau kedua adalah USG. Diagnostik rutin menggunakan USG merupakan
salah satu metode skrining rutin pada populasi dengan resiko rendah. Jika sonografi
dilakukan pada usia kehamilan pertengahan trimester kedua, insiden kehamilan
postterm adalah 3,1%, yaitu lebih rendah jika dibandingkan dengan menggunakan
HPHT dengan rentang estimasi 3-12%.
1,2

Kehamilan postterm merupakan salah satu kehamilan risiko tinggi.
2

Kekhawatiran dalam menghadapi kehamilan postterm adalah meningkatnya risiko
morbiditas dan mortalitas perinatal. Hal ini dihubungkan dengan menurunnya fungsi
plasenta. Fungsi plasenta mencapai puncak pada umur kehamilan 38 minggu dan
kemudian menurun terutama setelah 42 minggu. Akibat penuaan plasenta, pemasokan
makanan dan oksigen ke janin menurun akibat berkurangnya sirkulasi uteroplasenter
sekitar 50% yaitu menjadi 250 ml/mnt.
1

Risiko morbiditas perinatal pada kehamilan postterm 2-3 kali lebih banyak
daripada kehamilan aterm. Sedangkan mortalitasnya meningkat lebih kurang 3 kali
dibandingkan kehamilan aterm dimana 30% kematian tersebut terjadi sebelum
persalinan, 55% dalam persalinan dan 15% pasca persalinan.
6
Wanita dengan
kehamilan postterm cenderung memiliki risiko yang lebih besar untuk mengalami
5

distosia persalinan, partus lama, pendarahan post partum, dan juga risiko untuk
menjalani seksio sesaria hal ini terutama berhubungan dengan terjadinya
makrosomia, selain itu dapat pula terjadi gawat janin maupun kegagalan dan
komplikasi induksi persalinan.
1,3

1.1. Tujuan
1.1.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran status paritas dan umur terhadap
kejadian kehamilan posterm di ruangan instalasi ibu dan anak RSUD Patut
Patuh Patju Kabupaten Lombok Barat tahun 2013.
1.1.2. Tujuan Khusus
1.2.1.1 Untuk mengetahui gambaran status paritas dan umur terhadap
kejadian kehamilan posterm di ruangan instalasi ibu dan anak
RSUD Patut Patuh Patju Kabupaten Lombok Barat tahun 2013
1.2.1.2 Untuk mengetahui distribusi pasien berdasarkan status paritas dan
umur, di ruangan instalasi ibu dan anak RSUD Patut Patuh Patju
Kabupaten Lombok Barat tahun 2013
Untuk mengetahui angka kehamilan posterm di ruangan instalasi ibu dan anak RSUD
Patut Patuh Patju Kabupaten Lombok Barat tahun 2013


6

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

DEFINISI
Istilah postterm, postdates, prolonged dan postmature sering salah digunakan
dalam mengartikan kehamilan yang melebihi waktu dari batas normal. Menurut
American College of Obstetricians ad Gynecologist (1997), postterm adalah
kehamilan 42 minggu penuh (294 hari) atau lebih dihitung dari hari pertama haid
terakhir (HPHT), dengan asumsi ovulasi terjadi 2 minggu setelah haid terakhir.
1,2

Umur kehamilan dan perkiraan hari kelahiran ditentukan dengan rumus
Naegele.
1,2,3
Meskipun kemungkinannya adalah 10% dari seluruh kehamilan,
sebagian diantaranya mungkin bukan benar-benar postterm karena kekeliruan
menentukan usia kehamilan. Hal ini mungkin disebabkan karena kekeliruan
mengemukakan tanggal haid yang terakhir, siklus haid yang tidak teratur dan siklus
haid yang terlampau panjang.
1
Beberapa kepustakaan menyebutkan bahwa postterm
sinonim dengan postdate dan prolonged pregnancy.
1,2

Terminologi postmatur digunakan untuk menjelaskan kehamilan lewat waktu
yang disertai penampakan klinis postmatur pada bayi yang dilahirkan. Variasi dalam
siklus menstruasi menjelaskan mengapa pada kehamilan manusia yang mencapai
umur 42 minggu penuh hanya sekitar 5-10% yang menghasilkan bayi dengan
sindroma postmatur yaitu: tidak ada lanugo, rambut lebat, kuku panjang, kulit keriput
dan kering, pewarnaan mekonium pada kulit, verniks tidak ada atau sedikit, wajah
tampak tua, tubuh kurus, dengan tungkai panjang.
1,2


INSIDEN
Secara umum insiden postterm berkisar antara 4 14% Banyaknya kasus
persalinan postterm di Indonesia yang tidak dapat ditegakkan secara pasti
diperkirakan sebesar 22% (Prawirohardjo, 2008) Penelitiansebelumnya dilakukan di
Rumah Sakit Umum Provinsi Nusa tenggara Barat dari bulan Agustus s/d September
2010 dengan Desain penelitian menggunakan metode penelitian deskriptif
7

observasional dengan rancangan Retrospektif. Populasinya adalah semua ibu bersalin
di RSUP NTB. Sampel sebagian ibu bersalin di Ruang Bersalin RSUP NTB periode
Januari Juni 2010. Hasil yang didapat dari penelitian itu yaitu yang mengalami
kejadian kehamilan postterm, yang mengalami kejadian kehamilan postterm sebanyak
60 orang atau 63,83% dan yang tidak mengalami kejadian kehamilan postterm 34
orang atau 36,17%.
1,8
Ada kecenderungan pada beberapa ibu terjadi persalinan
postterm berulang. Faktor-faktor lain yang dinyatakan berhubungan antara lain
paritas, sosial ekonomi dan umur ibu. Analisis dari 27.677 kelahiran pada wanita
Norwegia ternyata ditemukan bahwa insiden kelahiran postterm berikutnya
bertambah dari 10% menjadi 27% jika kelahiran pertama postterm dan menjadi 39%
apabila mengalami 2 kali berturut-turut persalinan postterm.
1


ETIOLOGI
Etiologi terjadinya postterm sampai saat ini belum diketahui secara pasti dan hal
ini berkaitan dengan belum jelasnya etiologi proses persalinan. Ada beberapa
hipotesis mengenai proses terjadinya persalinan. Beberapa ahli berpendapat bahwa
timbulnya persalinan akibat dari pertumbuhan janin sehingga terjadi peregangan
dinding uterus bersamaan dengan penurunan fungsi plasenta sehingga merangsang
timbulnya kontraksi uterus. Persalinan juga dapat terjadi akibat peningkatan kepekaan
uterus terhadap oksitosin dan adanya peningkatan prostaglandin.
1,2

Teori Sistem Komunikasi Organ mengatakan bahwa janin memberikan isyarat
kepada ibu bila pematangan dari organ-organ janin sudah sempurna. Teori ini
mengemukakan bahwa kortisol fetus menyebabkan plasenta mengurangi produksi
progesteron dan meningkatkan pelepasan estrogen. Hal ini selanjutnya akan
menimbulkan kenaikan prostaglandin dalam amnion yang berguna untuk stimulasi
penipisan serviks dan kontraksi ritmik uterus yang merupakan ciri khas proses
persalinan.
1

Pada kasus postterm, penurunan konsentrasi estrogen tidak cukup untuk
menstimulasi pelepasan prostaglandin dan proses persalinan sehingga kehamilan
berlangsung lewat waktu.
1
8


Ada beberapa faktor yang diduga mempunyai hubungan dengan kehamilan
postterm antara lain:
1,2

1. Ketidaktahuan haid terakhir
Paling sering terjadi dan berhubungan dengan pemeriksaan antenatal yang
terlambat atau tidak sama sekali.
2. Ovulasi yang ireguler / fase folikuler yang berlebihan
Jika ovulasi dan fertilisasi dianggap terjadi 2 minggu sebelum HPHT maka
fase folikuler yang bervariasi dapat menyebabkan perkiraan usia kehamilan
yang berlebihan.
3. Perbandingan progesteron dan estrogen
Faktor-faktor yang berhubungan dengan penundaan produksi estrogen yang
akan menyebabkan penundaan persalinan seperti :
o Menurunnya produksi 16--hidroksidehidroisoandrosteron sulfat yang
merupakan prekursor untuk produksi estriol, misalnya pada kasus
anensefalus.
o Hipoplasia adrenal mempunyai efek penurunan produksi prekursor
untuk sintesa estriol.
o Defisiensi sulfatase plasenta, suatu penyakit X-linked herediter yang
dapat mencegah konversi prekursor estrogen sulfat menjadi estrogen
oleh plasenta yang ditandai dengan kadar estriol,yang rendah.
4. Umur ibu
Angka kejadian postterm meningkat pada umur ibu dibawah 19 tahun dan
diatas 30 tahun. Kategori Umur Menurut Depkes RI (2009):

1. Masa balita = 0 - 5 tahun,
2. Masa kanak-kanak = 5 - 11 tahun.
3. Masa remaja Awal =12 - 1 6 tahun.
4. Masa remaja Akhir =17 - 25 tahun.
5. Masa dewasa Awal =26- 35 tahun.
6. Masa dewasa Akhir =36- 45 tahun.
9

7. Masa Lansia Awal = 46- 55 tahun.
8. Masa Lansia Akhir = 56 - 65 tahun.
9. Masa Manula = 65 - sampai atas
mendapatkan angka kejadian postterm yang paling tinggi pada umur 21 25
tahun baik pada primi / multigravida.
5. Paritas
Angka kejadian postterm lebih tinggi pada primigravida dibandingkan dengan
multigravida.
6. Jenis kelamin janin
Janin laki -laki 5% lebih banyak menjadi postterm dibandingkan jika janinnya
perempuan. Kemungkinan terjadinya gawat janin juga lebih besar.
7. Hubungan dengan siklus haid
Angka kejadian postterm pada ibu dengan siklus haid yang panjang 13,2 %
lebih tinggi dibandingkan ibu dengan siklus haid normal.
8. Sosioekonomi
Beberapa peneliti melaporkan bahwa kejadian postterm lebih sering terjadi
pada ibi-ibu dengan sosioekonomi rendah.
9. Kelainan kongenital
Kelainan kongenital seperti anensefalus, hidrosefalus, dan kelainan congenital
lainnya berhubungan dengan bertambahnya angka kejadian postterm.

PATOFISIOLOGI
Pada saat kehamilan terbentuk suatu sirkulasi uteroplasenter yang terdiri dari unit
maternal dan fetal (janin dan plasenta). Plasenta terbentuk saat umur kehamilan 16
minggu, selanjutnya plasenta akan mengalami proses penuaan sampai janin lahir.
Proses penuaan tersebut dikompensasi dengan pertumbuhan villi trofoblas dan
perluasan membran vaskulosinsitial sehingga penyaluran nutrisi dan oksigen ke janin
tetap memadai. Mekanisme kompensasi itu berlangsung sampai usia kehamilan 38
minggu dimana fungsi plasenta mencapai puncaknya dan selama itu proses penuaan
10

plasenta tidak berpengaruh. Kemudian fungsi plasenta akan mulai menurun secara
bertahap terutama setelah umur kehamilan 42 minggu.
1,2,4

Pada kehamilan postterm, sirkulasi uteroplasenter akan berkurang 50% dari 500-
700 ml/menit menjadi 250ml/menit akibat menurunnya fungsi plasenta sehingga
terjadi hipoksia lokal yang menyebabkan proses degenerasi plasenta berupa edema,
deposit fibrinoid, trombosis intervillus, infark villi dan jaringan fungsional plasenta
akan berkurang.
1
Pada kehamilan postterm dijumpai penurunan volume cairan amnion. Volume
cairan amnion pada kehamilan aterm 800 ml dan akan menurun menjadi 480 ml,
250 ml dan 160 ml pada kehamilan 42, 43, 44 minggu
1
. Penyebab penurunan
volumenya belum diketahui dengan pasti, diduga karena produksi urin fetal yang
menurun. Volume cairan amnion < 200 ml dihubungkan dengan komplikasi pada
janin seperti retardasi pertumbuhan janin, distress pada janin termasuk keluarnya
serta aspirasi mekonium.
1,3


2.5 DIAGNOSIS
Menegakkan diagnosis kehamilan postterm bukan merupakan hal yang mudah.
Banyak metode pemeriksaan umur kehamilan dan kesejahteraan janin yang diajukan
tapi belum ada hasil yang memuaskan. Hal ini disebabkan karena pemeriksaan yang
berkali-kali tidak praktis, mahal, terkadang subjektif, mempunyai nilai positif dan
negatif palsu serta memerlukan kehandalan pemeriksa. Namun nilai diagnosisnya
akan lebih baik jika pemeriksaan itu dilakukan bersama-sama.
Diagnosis kehamilan postterm ditegakkan apabila kehamilan sudah berlangsung
melebihi 42 minggu (294 hari). Syarat-syarat yang harus dipenuhi antara lain: HPHT
jelas yang dihitung dengan menggunakan rumus Naegele jika siklus haid teratur,
dirasakan gerak janin pada umur kehamilan 16-18 minggu, terdengar denyut jantung
janin (djj) (normal 10-12 minggu dengan Doppler dan 19-20 minggu dengan
fetoskop), umur kehamilan yang sudah ditetapkan dengan USG, dan pada umur
kehamilan kurang atau sama dengan 20 minggu, tes kehamilan (urine) sudah positif
dalam 6 minggu pertama dari HPHT.
1,2,3

11


2.5.1 Menilai umur kehamilan
a. Berdasarkan haid terakhir
Menilai umur kehamilan postterm kadang sulit karena kebanyakan wanita
tidak mengetahui hari pertama haid terakhir (HPHT) dan siklus haid yang
tidak teratur. Umur kehamilan berdasar HPHT dapat dihitung dengan
menggunakan rumus Naegele (tanggal +7 / bulan 3 / tahun +1) jika siklus
haid teratur.
1,2,3
b. Denyut jantung janin
Denyut jantung janin mulai terdengar pada umur kehamilan 19-20 minggu
dengan stetoskop Laenec sementara dengan Doppler denyut jantung janin
mulai didengar pada umur kehamil;an 12 minggu.
1,3
c. Gerakan janin
Gerakan janin pertama kali dapat dirasakan pada umur kehamilan 18-20
minggu. Gerakan ini akan bertambah intensitasnya secara bertahap.
1,3

d. Ultrasonografi (USG)
Dengan pemeriksaan USG usia kehamilan dapat ditentukan secara dini.
Ukuran biparietal distance (BPD) dan lingkar abdomen (abdominal
perimeter / AP atau abdominal sircumference / AC) janin yang tidak
bertambah atau malah mengecil sangat bernilai untuk mendiagnosa
kehamilan postterm. USG menjadi gold standard untuk menetapkan umur
kehamilan terutama jika dilakukan pada trimester pertama. Sampai umur
kehamilan 12 minggu, pengukuran crown-to-rump length (CRL)
memberikan ketepatan taksiran persalinan 4 hari. Melewati umur
kehamilan 12 minggu, CRL tidak reliabel lagi dijadikan patokan. Pada umur
kehamilan 14-20 minggu digunakan patokan pengukuran diameter biparietal
(BPD) dan femur length yang mempunyai ketepatan taksiran persalinan 7
hari.
1,2,3

2.5.2 Pemeriksaan sitologi vagina
12

Pemeriksaan sitologi vagina pada kehamilan aterm akan dijumpai sel
superfisial, intermedier dan sel parabasal. Sedangkan gambaran sitologi vagina pada
kehamilan postterm hanya akan ditemukan sel superfisial dan parabasal tanpa sel
intermedier. Indikasi insufisiensi plasenta dan gawat janin perlu dipikirkan jika pada
pemeriksaan ini hanya dijumpai sel parabasal dan indek piknotik > 20%.
1


2.6 GAMBARAN KLINIS BAYI POSTTERM
Hanya sekitar 5-10% dari kehamilan postterm yang menghasilkan bayi dengan
sindroma postmatur.
1,2
Pada kehamilan postterm terjadi perubahan fisiologis yang
dapat dilihat sebagai tanda-tanda postmatur. Pertama hilangnya verniks kaseosa dan
efeknya pada otot. Dengan bertambah tuanya kehamilan, verniks kaseosa makin tipis
karena larut dalam cairan amnion. Sementara pada kehamilan postterm tidak terdapat
lagi verniks kaseosa. Hal ini menyebabkan terjadinya pengelupasan lapisan epidermis
kulit. Pada saat lahir lapisan epidermis tetap utuh karena daya kohesi dari kulit yang
basah oleh cairan amnion. Tetapi ketika permukaan kulit mulai kering maka lapisan
epidermis ini akan mengeras seperti kertas perkamen, pecah-pecah dan
mengelupas.
1,2

Perubahan kedua adalah akibat penuaan plasenta. Hal ini dihubungkan dengan
pertumbuhan dan berat badan janin. Dari penelitian diketahui bahwa janin tumbuh
pesat sampai umur kehamilan 260 280 hari, selanjutnya pertumbuhan akan berjalan
relatif lambat. Pada kehamilan postterm pertumbuhan hanya terbatas pada beberapa
organ tertentu seperti kuku dan rambut.
1,2

Tanda-tanda kehamilan postterm dibagi dalam tiga stadium:
1,2
1. Stadium I
Kulit menunjukkan gambaran akibat kehilangan verniks kaseosa sehingga
menjadi kering, rapuh, keriput dan mengelupas. Tidak ada pewarnaan
mekonium. Keadaan umum menunjukkan adanya kegagalan plasenta untuk
menunjang pertumbuhan yang normal sehingga bayi terlihat kurang gizi,
wajah tua dan selalu waspada.
2. Stadium II
13

Semua gejala stadium I ditambah pewarnaan mekonium pada kulit. Selaput
ketuban dan tali pusat berwarna kehijauan.
3. Stadium III
Semua gejala stadium I dan II disertai pewarnaan mekonium yang kuning
terang pada kuku dan kulit, serta kuning kehijauan pada tali pusat.

2.7 EFEK KEHAMILAN POSTTERM PADA JANIN DAN IBU
2.7.1 Efek pada janin
Kehamilan postterm yang tidak terdapat gangguan fungsi plasenta, janin akan
tumbuh terus menjadi bayi besar (makrosomia). Hal tersebut akan menyebabkan
distosia bahu dan disproporsi fetopelvik yang dapat menyulitkan proses persalinan.
1

Insufisiensi plasenta merupakan salah satu efek kehamilan postterm. Pada
keadaan ini, pasokan nutrisi dan oksigen ke janin menurun sehingga dapat terjadi
gangguan pertumbuhan dan hipoksia. Sehingga saat lahir, bayi kehilangan berat
badan yang cukup banyak. Pada kasus yang berat ekstremitas tampak kurus dan
panjang, deskuamasi epidermis yang berat, kuku dan amnion mendapat pewarnaan
empedu. Risiko gawat janin meningkat tiga kali pada fungsi plasenta yang menurun.
Turunnya saturasi oksigen dibawah 10 % tidak akan dapat dikompensasi lagi
sehingga dapat menyebabkan kematian janin.
1
Janin pada kehamilan postterm berisiko tinggi untuk terjadinya aspirasi
mekonium. Pengeluaran mekonium pada masa persalinan adalah suatu tahap
kompensasi gawat janin. Pengeluaran mekonium terjadi kalau saturasi oksigen pada
vena umbilikalis menurun mencapai 30% ( saturasi minimal 40% ) sehingga
menyebabkan hipoksia otot polos saluran gastrointestinal yang mengakibatkan
peristaltik dan relaksasi sfingter ani janin.
1
Oligohidramnion sering dijumpai pada kehamilan postterm. Beberapa peneliti
menemukan bahwa penyebab gawat janin terbanyak pada kehamilan postterm adalah
oligohidramnion, dibandingkan dengan insufisiensi uteroplasenta.
1
Penurunan jumlah
cairan amnion dapat disertai dengan penekanan tali pusat sehingga menimbulkan
gawat janin. Janin dengan cairan amnion yang sedikit dan mengandung mekonium
14

akan mengalami risiko asfiksia 33%.
1,4
Cairan amnion yang pekat karena
mengandung mekonium meningkatkan kemungkinan terjadinya meconium aspiration
syndrome.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa bayi yang dilahirkan dalam keadaan postterm
mempunyai risiko morbiditas dan mortalitas perinatal yang lebih tinggi daripada bayi
aterm.

2.7.2 Efek pada ibu
Efek kehamilan postterm pada ibu berhubungan dengan meningkatnya persalinan
secara operatif, baik seksio sesaria maupun tindakan operatif pervaginam. Hal ini
terjadi karena makrosomia, oligohidramnion berat sehingga induksi persalinan tidak
dapat dilakukan, gagal drip dan gawat janin.
1,3
Tindakan operatif pervaginam meningkatkan risiko laserasi jalan lahir.Seksio
sesaria sangat meningkatkan risiko infeksi post partum, perdarahan, komplikasi luka
operasi, emboli pulmonal, dan mortalitas ibu.
1
Morbiditas ibu tidak saja pada
kehamilan sekarang tetapi juga pada kehamilan yang berikutnya.
1,3

2.8 PENATALAKSANAAN
Kematian neonatal pada postterm dapat terjadi selama kehamilan, persalinan
maupun setelah lahir. Mengingat bahwa angka morbiditas dan mortalitas perinatal
pada postterm cenderung meningkat seiring dengan pertambahan usia kehamilan,
diperlukan penanganan yang serius dan cermat meliputi pengawasan kesejahteraan
janin, penanganan intrapartum dan penanganan post partum.
1,3
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengawasan kesejahteraan
janin (fetal survaillance) yang mana hal ini perlu dilakukan untuk menentukan
penatalaksanaan lebih lanjut kehamilan postterm.
a. Gerakan janin
Gerakan janin dapat mencerminkan kesejahteraan janin. Gerakan janin dapat
ditentukan secara subjektif ( normal rata- rata 7 kali / 20 menit ) atau objektif
dengan tokografi NST ( normal rata rata 10 kali / 20 menit ). Janin masih
15

dianggap baik bila dirasakan sedikitnya 10 gerakan / 12 jam. Hasil non reaktif
apabila tidak terdapat gerakan janin selama 20 menit pemeriksaan atau tidak
terdapat akselerasi gerakan janin.Gerakan janin akan berkurang 12 48 jam
sebelum janin meninggal.
1,2

b.Volume cairan amnion
Penilaian volume cairan amnion yang dilakukan dengan ultrasonografi pada
berbagai penelitian menunjukan bahwa kehamilan postterm dengan
oligohidramion mempunyai risiko yang lebih tinggi dibandingkan dengan
kehamilan tanpa oligohidramion. Hal ini disebabkan adanya penekanan tali
pusat akibat berkurangnya efek bantalan cairan amnion pada oligohidramion.
Oligohidramion didefinisikan sebagai:
1. Pengukuran kedalaman kantung cairan amnion terbesar <2 cm (normal 2-
8 cm).
2. Indeks cairan amnion < 5 cm ( normal 5 20 cm).
Penentuan volume cairan amnion berdasarkan indeks cairan amnion dianggap
lebih baik dibandingkan teknik pengukuran 1 kantung amnion.
1
c. Pewarnaan mekonium pada cairan amnion
Pelepasan mekonium ke dalam cairan amnion oleh janin masih dipakai sebagai
indikator keadaan insufisiensi plasenta dan hipoksia janin. Pewarnaan
mekonium pada cairan amnion dapat dinilai dengan pemeriksaan amnioskopi
dan amniosentesis. Tetapi tidak tepat menggunakan pemeriksaan ini sebagai
skrining karena tidak semua kasus postterm dengan pewarnaan mekonium
berarti mengalami hipoksia. Hanya 30 40% kasus posttermdengan
pewarnaan mekonium pada cairan amnion mengalami hipoksia. Selain itu
pemeriksaan ini sulit dilakukan pada pembukaan kurang dari 2 cm, sering
terjadi false negatif dan memerlukan pengalaman dari pemeriksa.
1,2
d.Penilaian denyut jantung janin (fetal heart rate)
Penilaian denyut jantung janin dapat dilakukan dengan dua cara :
1) Non Stress Test (NST)
16

Pemeriksaan ini dilakukan dengan merekam terus menerus denyut jantung
janin menggunakan alat KTG selama 30 menit. Keadaan yang reaktif ditandai
dengan akselerasi denyut jantung janin > 15 dpm, sekurang kurangnya 2
kali/15 menit. Normalnya djj aterm 120 160 dpm. Denyut jantung janin
yang ireguler sering menunjukkan insufisiensi plasenta dan janin dalam
keadaan asfiksia. Bradikardi dimana denyut jantung janin < 110 dpm,
merupakan keadaan yang berbahaya dan berhubungan dengan hipoksia
intrauterin sedangkan pada takikardi djj > 160 dpm disamping merupakan
tanda hipoksia, juga merupakan adanya infeksi atau reaksi simpatis. NST
merupakan pemeriksaan yang popular karena mudah dikerjakan tetapi tidak
efektif untuk pengawasaan intrauterin karena besarnya nilai negatif palsu ( 3,2
/ 1000 ) dan positif palsu ( 80 / 100 ).
1,3

2) Stress Test
Dasar pemeriksaan ini adalah pencatatan frekuensi denyut jantung janin untuk
mendeteksi asfiksia janin akibat kontraksi uterus sebagai rangsangan
intermiten terhadap janin. Pada tahap hipoksia akan timbul deselerasi selama
kontraksi dan takikardi diluar kontraksi. Dimana setiap kontraksi akan timbul
reduksi sementara aliran darah pada ruang interviler. Apabila cadangan
oksigen fetoplasenter tidak cukup lagi akan ditemukan denyut jantung janin
yang patologis berupa takikardi persisten, deselerasi variabel, deselerasi
lambat dan deselerasi memanjang. Tes ini dapat dilakukan dengan oxytocin
challenge test ( OCT ) dan niplple stimulation contractionstress test ( NSCST
). OCT disebut negatif jika tidak dijumpai deselerasi lambat, positif jika ada
deselerasi lambat pada 3 kontraksi uterus yang berturut-turut dan
meragukan jika sekali-sekali timbul deselerasi lambat / hanya terjadi bila ada
kontraksi yang hipertonus atau dalam pemantauan 10 menit meragukan ke
arah positif atau negatif dan takikardi positif. OCT meragukan maka harus
dilakukan pemeriksaan ulangan 1 2 hari kemudian. OCT dapat menunjukan
keadaan gawat janin karena gangguan respirasi dengan angka ketepatan 50
70%. NSCST lebih praktis dan kurang invasif dibandingkan OCT tetapi
17

mempunyai kekurangan berupa kontraksi uterus yang berlebihan akibat
hiperstimulasi. Untuk mencegah hal ini stimulasi hanya dilakukan pada satu
puting susu saja. Akurasi NSCST ini sama dengan OCT.
1,2,3

Penatalaksanaan intrapartum tergantung dari hasil pengawasan kesejahteraan janin (
fetal surveillance ) dan penilaian pelvic score ( PS )
3
:
a. Bila kesejahteraan janin baik ( USG dan NST baik ):
PS 5 dilakukan oksitosin drip
PS < 5 dilakukan pemantauan serial NST dan USG setiap 1
minggu sampai umur kehamilan 44 minggu atau PS 5.
b. Bila kesejahteraan janin mencurigakan.
PS 5 dilakukan oksitosin drip dengan pemantauan KTG. Bila
terdapat tanda-tanda insufisiensi plasenta, persalinan diakhiri dengan
seksio sesarea (SC).
PS < 5 dilakukan pemeriksaan ulangan keesokan harinya
Bila hasilnya tetap mencurigakan dilakukan OCT
- hasil OCT (+) dilakukan SC
- hasil OCT (-) dilakukan pemeriksaan serial sampai 44
minggu / PS 5
- hasil OCT meragukan dilakukan pemeriksaan OCT
ulangan keesokan harinya.
Bila hasilnya baik dilakukan pemeriksaan serial sampai 44 minggu
/ PS 5.
b.Bila kesejahteraan janin jelek (terdapat tanda-tanda insufisiensi plasenta),
dilakukan seksio sesarea.

Tabel.2.1 Penilaian Pelvic Score (Bishop Score)
3
Faktor serviks Pelvic Score
0 1 2 3
18

Dilatasi 0 1 2 3 4 5+
Penipisan (%) 0 30 40 50 60 70 80 - 100
Penurunan -3 -2 -1 +1,+2
Konsistensi Kaku Sedang lunak
Posisi Posterior Medial Anterior
Sumber : Pedoman Diagnosis Terapi dan Bagan Alir Pelayanan Pasien. Lab. / SMF
Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran UNUD / RS Sanglah.
Denpasar.2003

Penatalaksanaan tersebut sesuai dengan Pedoman Diagnosis-Terapi dan
Bagan Alir Pelayanan Pasien Lab./ SMF Obstetri dan Ginekologi Fakultas
Kedokteran UNUD/RS Sanglah, Denpasar 2003.

2.9 KOMPLIKASI
Janin dengan kehamilan postterm berisiko terhadap hipoksia intrapartum, cedera
berat akibat proses persalinan pada distosia bahu dan aspirasi mekonium. Karena itu
pada penatalaksanaan persalinan postterm perlu diperhatikan hal- hal tersebut.
1,2
a) Hipoksia intrapartum
Janin postterm berisiko untuk mengalami distress selama persalinan karena
penekanan tali pusat akibat oligohidramnion maupun insufisiensi plasenta.
Yang menarik, menurut Leveno dkk (1984) patofisiologi distress lebih
disebabkan karena penekanan tali pusat daripada insufisiensi plasenta. Pola
denyut jantung janin yang abnormal selama persalinan atau hipoksia neonatal
dijumpai pada 12 - 30% kasus kehamilan postterm dimana pemeriksaan
antenatalnya normal. Untuk itu janin perlu diawasi secara ketat selama
persalinan sehingga intervensi yang diperlukan dapat dilakukan saat itu.
Amnioinfusi berguna untuk mengurangi deselerasi variabel dan deselerasi
memanjang yang umumnya diakibatkan oleh kompresi tali pusat. Hal ini
mungkin karena pulihnya bantalan cairan amnion. Mengubah posisi ibu
19

menjadi tidur miring dan pemberian oksigen pada ibu dapat memperbaiki
oksigenasi pada janin.
b) Distosia bahu
Jika janin tumbuh terus selama masa kehamilan postterm dapat tejadi
makrosomia. Perbedaan antara sirkumferensia dada dan diameter biparietal
lebih besar 14 mm berhubungan risiko 3 - 13% distosia bahu. Diketahui
bahwa kesalahan dalam memprediksi berat badan janin dengan USG sekitar
10 15% maka perlu dipertimbangkan unuk melakukan seksio sesaria elektif
jika berat badan janin 4000 gram karena persalinan disfungsional dan
distosia bahu akan terjadi pada keadaan ini. Seksio sesaria dilakukan untuk
meminimalkan morbiditas perinatal sehubungan dengan distosia bahu pada
kasus yang dicurigai.
c) Aspirasi mekonium
Frekuensi pewarnaan mekonium pada cairan amnion berkisar antara 22 44%
pada kehamilan postterm. Mekonium cenderung menjadi pekat pada
kehamilan postterm karena sering bersamaan dengan oligohidramnion.
Deteksi intrapartum terhadap mekonium yang pekat berguna untuk
mengurangi morbiditas akibat sindrom aspirasi mekonium. Penyedotan
mekonium dari nasofaring dan orofaring sebelum dada lahir dan penyedotan
mekonium pada endotrakea dibawah pita suara janin segera setelah lahir
efektif dapat menurunkan morbiditas sehubungan dengan sindrom aspirasi
mekonium. Dewasa ini tindakan amnioinfusi untuk mengencerkan mekonium
dalam cairan amnion juga disarankan untuk mengurangi morbiditas tersebut.

2.9 Kerangka Konsep
Berdasarkan tujuan penelitian di atas, maka kerangka konsep dalam
penelitian ini adalah :



STATUS PARITAS

KEHAMILAN
POSTERM

UMUR

20





21

BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif
retrospektif, yaitu penelitian mempelajari dinamika korelasi antara faktor-faktor
dengan efek, dengan cara mengeksplorasi data sekunder.

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada tanggal 26 Mei sampai 21 Juli tahun 2014
di ruangan instalasi ibu dan anak RSUD Patut Patuh Patju Kabupaten Lombok
Barat

3.3. Variabel dan Definisi Operasional
3.3.1. Variabel Penelitian
Variabel independen dalam penelitian ini adalah status paritas dan
umur. Sedangkan variabel dependennya adalah kehamilan posterm.
3.3.2. Definisi Operasional
3.3.2.1 Subjek Penelitian adalah Wanita dengan kehamilan posterm yang
melahirkan di ruangan instalasi ibu dan anak RSUD Patut Patuh
Patju Kabupaten Lombok Barat tahun 2013.
3.3.2.2 Kehamilan posterm adalah kehamilan 42 minggu penuh (294 hari)
atau lebih dihitung dari hari pertama haid terakhir menurut rumus
Naegele dengan siklus haid rata-rata 28 hari (Prawihardjo, 2008).
Pada penelitian ini yang dimaksud kehamilan posterm adalah
wanita dengan usia kehamilan sama dengan atau lebih dari 42
minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir menurut rumus
Naegele.

3.4. Populasi dan Sampel
3.4.1. Populasi
22

Populasi merupakan seluruh subyek atau obyek karakteristik
tertentu yang akan diteliti. Bukan hanya obyek atau subyek yang dipelajari
saja tetapi seluruh karakteristik atau sifat yang dimiliki subyek atau obyek
tersebut
7
. Populasi dalam penelitian ini adalah semua wanita dalam
keadaan hamil lebih atau sama dengan 42 minggu dan memenuhi kriteria
inklusi melahirkan ruangan instalasi ibu dan anak RSUD Patut Patuh Patju
Kabupaten Lombok Barat tahun 2013 didapatkan sebanyak 198 orang.
3.4.2. Sampel
Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang
dimiliki oleh populasi tersebut, populasi yang besar tidak mungkin secara
keseluruhan dapat diteliti. Karena keterbatasan waktu, tenaga dan dana
maka peneliti menggunakan sampel yang diambil dari populasi tersebut.
Dengan syarat sampel harus benar-benar mewakili (representative)
(Sugiyono, 2005)
7

Sampel dalam penelitian ini adalah semua wanita hamil dengan
usia kehamilan 42 minggu yang melahirkan di RSUD Patut Patuh Patju
Kabupaten Lombok Barat tahun 2013, yaitu berjumlah 198 orang.
3.4.3 Sampling
Sampling adalah suatu cara yang ditempuh dengan pengambilan
sampel yang benar-benar sesuai dengan keseluruhan obyek penelitiab
(Nursalam, 2008). Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah
total sampling. Total sampling adalah teknik pengambilan sampel dimana
jumlah sampel dengan populasi adalah sama (Sugiyono, 2007).


23

BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Deskripsi Responden
Jumlah pasien yang bersalin di RSUD gerung tahun 2013 adalah 2113 orang
, sedangkan jumlah pasien dengan kehamilan posterm di Rumah Sakit Patuh
Patut Patju pada tahun 2013 adalah sebanyak 198 orang, pengambilan sampel
dilakukan dengan metode total sampling. Usia sampel termuda adalah 15 tahun
sedangkan usia tertuanya adalah 41 tahun. Rata-rata usia responden adalah 25
tahun.
4.2. Analisa Univariat
4.2.1 Insedensi

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
jumlah kelahiran
2113 1 8 1.82 1.073
Persalian posterm

Presntative
198

9,37%




dari setiap kelahiran di RSUD patuh patut patju periode 2013 yaitu sekitar 198
kelahiran atau 9,37 % dari total kelahiran yaitu 2113 pasien yang melahirkan
secara pervaginam maupun perabdominal di dapatkan memiliki kehamilan yang
posterem


4.4.1. Umur
Sebaran distribusi frekuensi sampel menurut umur ibu dapat
dilihat pada tabel berikut ini :
24

tabel presentasi status umur pada kelahiran posterem

Frequency Percent
Valid
Percent
Cumulative
Percent
Valid remaja awal 4 2.0 2.0 2.0
remaja akhir 101 51.0 51.0 53.0
dewasa awal 81 40.9 40.9 93.9
dewasa akhir 12 6.1 6.1 100.0
Total 198 100.0 100.0

Dari tabel diatas dapat dilihat distribusi frekuensi sampel menurut
umur ibu di Rumah Sakit Tripat, jumlah sampel yang terbanyak berada
pada rentang umur remaja akhir (17- 25 tahun ) yaitu 101 sampel (51%)
dan yang paling sedikit berada pada rentang umur remaja awal (14-17
tahun ) yaitu 4 sampel (2%).
25


Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa grafik distribusi frekuensi
sampel menurut umur ibu di Rumah Sakit Tripat 2013 lebih banyak
terdapat pada usia remaja akhir (17- 25 tahun ) dan paling sedikit pada
usia remaja awal (14-17tahun ). Hal ini sesuai dengan teori yang
mengatakan bahwa sebagian besar kehamilan posterm terjadi pada ibu
ibu pada usia 21 25 tahun.
4.4.2. Jumlah Paritas
Sebaran distribusi frekuensi sampel menurut jumlah paritas dapat
dilihat pada tabel berikut ini :
table presentasi serta frekuensi paritas dengan kejadian postterm

Frequency Percent
Valid
Percent
Cumulative
Percent
Valid primigravida 102 51.5 51.5 51.5
multigravida2 48 24.2 24.2 75.8
26

mulltigravida
3
36 18.2 18.2 93.9
multigravida4 8 4.0 4.0 98.0
multigravida5 3 1.5 1.5 99.5
multigravida8 1 .5 .5 100.0
Total 198 100.0 100.0

Pada tabel diatas dapat dilihat bahwa dari jumlah parritas yang
terbanyak terdapat pada sampel dengan primigavida yaitu 102 orang
(50,5%) dan yang paling sedikit terdapat pada sampel dengan
multigravida8 yaitu 1 sampel (0,5%).

Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa grafik distribusi frekuensi sampel menurut
jumlah paritas ibu di Rumah Sakit Tripat 2013 lebih banyak terdapat pada
primigravida dan paling sedikit pada multigravida 8. Hal ini sesuai dengan teori yang
27

mengatakan bahwa salah satu faktor resiko dari kehamilan posterm adalah jumlah
paritas dimana, sebagian besar terjadi pada primigravida daripada multigravida.

28

BAB V
KESIMPULAN
Jumlah pasien dengan kehamilan posterm di Rumah Sakit Patuh Patut Patju
pada tahun 2013 adalah sebanyak 198 orang, pengambilan sampel dilakukan
dengan metode total sampling. Usia sampel termuda adalah 15 tahun sedangkan
usia tertuanya adalah 41 tahun. Rata-rata usia responden adalah 25
tahun.kejadian posterm meningkat pada primigravida yaitu (50,5%) dari seluruh
kejadian posterm dan pada ibu dengan umur remaja akhir (51%) dari seluruh
kelahiran posterm di RSUD tripat, jadi umur ibu yang remaja akhir disertai
primigravida memiliki predisposisi untuk kehamilan posterm selanjutnya, hal ini
di karenakan organ reproduksi pada usia remaja akhir dalam tahap pematang dan
lebih lama dalam penyesuaian dalam proses persalinan nanti namun sebenarnya
bukan berarti organ reproduksinya sudah matang seratus persen. Sedangkan
untuk wanita dewasa berusia lebih dari 35 tahun ke atas, kondisi organ-organ
reproduksinya berbanding terbalik dengan yang di bawah 20 tahun. Pada usia itu
wanita mulai mengalami proses penuaan. Dengan kondisi seperti itu maka
terjadi regresi atau kemunduran dimana alat reproduksi tidak sebagus layaknya
normal, sehingga sangat berpengaruh pada penerimaan kehamilan dan proses
melahirkan
6
. Selain berpengaruh
pada penerimaan kehamilan dan proses melahirkan, kehamilan pada usia
kurang dari 20 tahun dan di atas 35 tahun juga berisiko untuk melahirkan bayi
serotinus
5

SARAN
1. Perlu di lakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui hubungan dari
setiap predisposisi dengan kejadian posterm
2. Periode penelitian di perpanjang untuk tingkkat signifikasi data lebih tinggi
3. Pencatatan dalam register sebaiknya di di backup dalam bentuk data digital
mengingat data manual lebih mudah rusak dan termakan usia
29

DAFTAR PUSTAKA

1. Mochtar AB, Kristanto H. Kehamilan Postterm. Dalam: Ilmu Kebidanan
Sarwono Prawirohardjo. Edisi keempat. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo. 2009. p:685-95.
2. Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ, et al. Postterm Pregnancy.dalam:
William Obstetrics. 21st Edition. New York: The Mc Graw Hill
Companies.2001. p:729-42.
3. Caughey AB. Postterm Pregnancy. Avaiable at:
http://emedicine.medscape.com/article/261369-overview#aw2aab6b6. Acces
at: 18 july 2012.
4. Bagian/SMF Obstetri dan Ginekologi Fk Unud/Rs. Sanglah. Prosedur tetap
Bagian/Smf Obstetri dan Ginekologi Fk Unud/Rs.Sanglah Denpasar. 2004.
5. Manuaba,IBG.,2010. Ilmu Kebidanan, penyakit Kandungan dan KB untuk
Pendidikan Bidan Edisi 2. Jakarta:EGC
6. Wiknjosastro,H., 2005. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo.
7. Sastroasmoro,S., Ismael,S., 2008. Dasar- dasar Metodologi Penelitian Klinis
Edisi ke 3. Jakarta: CV. Sagung Seto
8. Kesuma indra, medical research and obstetrical
http://indragenji.com/2011/05/hubungan-kehamilan-postterm-dengan.html
accses 20/07/2014 pukul 20:00WITA

You might also like