TUGAS KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
LAPORAN KASUS INDIVIDU DEMAM TIFOID
Oleh Baiq Trisna Satriana H1A 008 042
DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM PUSKESMAS NARMADA 2014
2
BAB I PENDAHULUAN
Demam tifoid masih merupakan masalah kesehatan yang penting diberbagai Negara sedang berkembang dan termasuk penyakit endemik di Indonesia yang disebabkan oleh Salmonella thypi. Besarnya angka pasti kasus demam tifoid didunia ini sangat sukar ditentukan, sebab penyakit ini dikenal mempunyai gejala dengan spectrum klinisnya sangat luas. Diperkirakan angka kejadian dari 150/100.000/tahun di Amerika Selatan dan 900/100.000/tahun di Asia. 1 Berdasarkan laporan WHO (World Healthy Organization) tahun 2000 terdapat 21.500.000 kasus demam typhoid di seluruh dunia, 200.000 diantaranya meninggal karena penyakit tersebut dengan Case fatality rate (CFR) 0,9%. Laporan WHO tahun 2003 terdapat 17 juta kasus demam typhoid di seluruh dunia dimana 600.000 diantaranya meninggal (CFR 3,5%). Di Indonesia, demam tifoid tidak jarang dijumpai secara epidemis tapi bersifat endemis. Tidak ada perbedaan yang nyata insiden demam tifoid pada pria dan wanita. Insiden tertingggi didapatkan pada remaja dan dewasa muda. Simanjuntak (1990) mengemukakan bahwa insiden demam tifoid di Indonesia masih sangat tinggi sekitar 350-810 per 100.000 penduduk. Demikian juga dari telaah kasus demam typhoid di rumah sakit besar di Indonesia menunjukkan angka kesakitan cenderung meningkat setiap tahun dengan rata-rata 500/100.000 penduduk. Angka kesakitan diperkirakan sekitar 0,6-5% sebagai akibat dari keterlambatan mendapat pengobatan serta tingginya biaya pengobatan. 2,3 Penyakit ini termasuk penyakit menular yang tercantum dalam undang- undang nomor 6 tahun 1962 tentang wabah. Kelompok penyakit menular ini merupakan penyakit yang mudah menular dan dapat menyerang banyak orang sehingga dapat menimbulkan wabah. Prevalens 91% kasus demam tifoid terjadi pada umur 3-19 tahun, kejadian meningkat setelah umur 5 tahun. Pada minggu pertama sakit,demam tifoid sangat sukar dibedakan dengan penyakit demam 3
lainnya sehingga untuk memastikan diagnosis diperlukan pemeriksaan biakan kuman untuk konfirmasi. 2 Sembilan puluh enam persen (96%) kasus demam tifoid disebabkan S.typhi, sisanya disebabkan oleh S.paratyphi. Sumber penularan penyakit demam tifoid dapat melalui makanan atau minuman yang terkontaminasi, biasanya kontaminasi dari bahan feses, muntahan maupun cairan badan. Salmonella typhi dapat menyebar melalui tangan penderita, lalat dan serangga lain.
Kuman masuk melalui makanan/minuman, setelah melewati lambung kuman mencapai usus halus (ileum) dan setelah menembus dinding usus sehingga mencapai folikel limfoid usus halus (plaque peyer). Kuman ikut aliran limfe mesenterial ke dalam sirkulasi darah (bakterimia primer) mencapai jaringan RES (hepar, lien, sumsum tulang untuk bermultiplikasi). Setelah mengalami bakterimia sekunder, kuman mencapai sirkulasi darah untuk menyerang organ lain (intra dan ekstra intestinal) 1
4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. GAMBARAN PENYAKIT DEMAM TYPHOID DI PUSKESMAS NARMADA Berdasarkan profil kesehatan puskesmas Narmada, profil kesehatan puskesmas Narmada pada tahun 2012 dan 2013, penyakit demam tifoid termasuk dalam 10 penyakit terbanyak rawat inap di Puskesmas Narmada. Pada tahun 2012 menduduki peringkat kedua yaitu 134 kasus dan pada tahun 2013 menduduki peringkat pertama yaitu 167 kasus.
Hal ini menunjukkan bahwa angka kejadian typhoid terbukti masih tinggi dan menjadi salah satu penyakit di antara sepuluh penyakit terbanyak lainnya. Data 10 penyakit terbanyak dapat dilihat pada tabel berikut. 4,5 Data 10 penyakit terbanyak rawat inap puskesmas Narmada bulan Januari- Desember 2012 No Kasus Jumlah Kasus. 1 Diare 156 2 Typoid 134 3 Demam karena sebab lain 91 4 Gastritis 74 5 Disentri 53 6 Pneumonia 49 7 Hipertensi 27 8 Asma 26 9 ISK 20 10 Anemia 17 Jumlah 647
Data 10 penyakit terbanyak rawat inap puskesmas Narmada bulan Januari- Desember 2013 5
No Kasus Jumlah Kasus. 1 Demam tifoid 167 2 Demam karena sebab lain 82 3 Diare 75 4 Gastritis 57 5 DHF 42 6 Pneumonia 36 7 Disentri 31 8 Hipetensi 25 9 Anemia 16 10 TB Paru 10 11 Lain-lain 47 Jumlah 588
2.2. KONSEP PENYAKIT DEMAM TYPHOID A. Defenisi Demam Tifoid Demam tifoid adalah suatu penyakit infeksi sistemik bersifat akut yang disebabkan oleh Salmonella typhi. Penyakit ini ditandai oleh panas berkepanjangan, ditopang dengan bakteremia tanpa keterlibatan struktur endothelial atau endokardial dan invasi bakteri sekaligus multiplikasi ke dalam sel fagosit mononuclear dari hati, limpa, kelenjar limfe usus dan Payerr patch. 1
B. Etiologi Demam tifoid disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi atau Salmonella paratyphi dari Genus Salmonella. Bakteri ini berbentuk batang, gram negatip, tidak membentuk spora, motil, berkapsul dan mempunyai flagella (bergerak dengan rambut getar). Bakteri ini dapat hidup sampai beberapa minggu di alam bebas seperti di dalam air, es, sampah dan debu. Bakteri ini dapat mati 6
dengan pemanasan (suhu 600C) selama 15 20 menit, pasteurisasi, pendidihan dan khlorinisasi. 3
Gambar 1.
Salmonella typhi. A schematic diagram of a single Salmonella typhi cell showing the locations of the H (flagellar), 0 (somatic), and Vi (K envelope) antigens. Salmonella typhi mempunyai 3 macam antigen, yaitu: 6 1. Antigen O (Antigen somatik), yaitu terletak pada lapisan luar dari tubuh kuman. Bagian ini mempunyai struktur kimia lipopolisakarida atau disebut juga endotoksin. Antigen ini tahan terhadap panas dan alkohol tetapi tidak tahan terhadap formaldehid. 2. Antigen H (Antigen Flagella), yang terletak pada flagella, fimbriae atau pili dari kuman. Antigen ini mempunyai struktur kimia suatu protein dan tahan terhadap formaldehid tetapi tidak tahan terhadap panas dan alkohol. 3. Antigen Vi yang terletak pada kapsul (envelope) dari kuman yang dapat melindungi kuman terhadap fagositosis. Ketiga macam antigen tersebut di atas di dalam tubuh penderita akan menimbulkan pula pembentukan 3 macam antibodi yang lazim disebut aglutinin. 6
C. Epidemiologi - Distribusi dan Frekuensi Demam tifoid dapat menginfeksi semua orang dan tidak ada perbedaan yang nyata antara insiden pada laki-laki dan perempuan. Insiden pasien demam tifoid dengan usia 12 30 tahun 70 80 %, usia 31 40 tahun 10 7
20 %, usia > 40 tahun 5 10 %. Menurut penelitian Simanjuntak, C.H, dkk (1989) di Paseh, Jawa Barat terdapat 77 % penderita demam tifoid pada umur 3 19 tahun dan tertinggi pada umur 10 -15 tahun dengan insiden rate 687,9 per 100.000 penduduk. Insiden rate pada umur 0 3 tahun sebesar 263 per 100.000 penduduk. 6 Demam tifoid tersebar di seluruh dunia. Pada tahun 2000, insiden rate demam tifoid di Amerika Latin 53 per 100.000 penduduk dan di Asia Tenggara 110 per 100.000 penduduk.6 Di Indonesia demam tifoid dapat ditemukan sepanjang tahun, di Jakarta Utara pada tahun 2001, insiden rate demam tifoid 680 per 100.000 penduduk dan pada tahun 2002 meningkat menjadi 1.426 per 100.000 penduduk. 6
- Faktor-faktor yang Mempengaruhi (Determinan) a. Faktor Host Manusia adalah sebagai reservoir bagi kuman Salmonella thypi. Terjadinya penularan Salmonella thypi sebagian besar melalui makanan/minuman yang tercemar oleh kuman yang berasal dari penderita atau carrier yang biasanya keluar bersama dengan tinja atau urine. Dapat juga terjadi trasmisi transplasental dari seorang ibu hamil yang berada dalam bakterimia kepada bayinya. Penelitian yang dilakukan oleh Heru Laksono (2009) dengan desain case control , mengatakan bahwa kebiasaan jajan di luar mempunyai resiko terkena penyakit demam tifoid pada anak 3,6 kali lebih besar dibandingkan dengan kebiasaan tidak jajan diluar (OR=3,65) dan anak yang mempunyai kebiasaan tidak mencuci tangan sebelum makan beresiko terkena penyakit demam tifoid 2,7 lebih besar dibandingkan dengan kebiasaan mencuci tangan sebelum makan (OR=2,7). 6
b. Faktor Agent Demam tifoid disebabkan oleh bakteri Salmonella thypi. Jumlah kuman yang dapat menimbulkan infeksi adalah sebanyak 105 109 kuman 8
yang tertelan melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi. Semakin besar jumlah Salmonella thypi yang tertelan, maka semakin pendek masa inkubasi penyakit demam tifoid. 7 c. Faktor Environment Demam tifoid merupakan penyakit infeksi yang dijumpai secara luas di daerah tropis terutama di daerah dengan kualitas sumber air yang tidak memadai dengan standar hygiene dan sanitasi yang rendah. Beberapa hal yang mempercepat terjadinya penyebaran demam tifoid adalah urbanisasi, kepadatan penduduk, sumber air minum dan standart hygiene industri pengolahan makanan yang masih rendah. 6 Berdasarkan hasil penelitian Lubis, R. di RSUD. Dr. Soetomo (2000) dengan desain case control, mengatakan bahwa higiene perorangan yang kurang, mempunyai resiko terkena penyakit demam tifoid 20,8 kali lebih besar dibandingkan dengan yang higiene perorangan yang baik (OR=20,8) dan kualitas air minum yang tercemar berat coliform beresiko 6,4 kali lebih besar terkena penyakit demam tifoid dibandingkan dengan yang kualitas air minumnya tidak tercemar berat coliform (OR=6,4). 6 D. Sumber Penularan (Reservoir) Penularan penyakit demam tifoid oleh basil Salmonella typhi ke manusia melalui makanan dan minuman yang telah tercemar oleh feses atau urin dari penderita tifoid. 6 9
Gambar 2. Penularan penyakit demam tifoid oleh basil Salmonella typhi ke manusia Ada dua sumber penularan Salmonella typhi, yaitu : 6 Penderita Demam Tifoid Yang menjadi sumber utama infeksi adalah manusia yang selalu mengeluarkan mikroorganisme penyebab penyakit, baik ketika ia sedang menderita sakit maupun yang sedang dalam penyembuhan. Pada masa penyembuhan penderita pada umumnya masih mengandung bibit penyakit di dalam kandung empedu dan ginjalnya. 3 Karier Demam Tifoid. Penderita tifoid karier adalah seseorang yang kotorannya (feses atau urin) mengandung Salmonella typhi setelah satu tahun pasca demam tifoid, tanpa disertai gejala klinis. Pada penderita demam tifoid yang telah sembuh setelah 2 3 bulan masih dapat ditemukan kuman Salmonella typhi di feces atau urin. Penderita ini disebut karier pasca penyembuhan. Pada demam tifoid sumber infeksi dari karier kronis adalah kandung empedu dan ginjal (infeksi kronis, 10
batu atau kelainan anatomi). Oleh karena itu apabila terapi medika-mentosa dengan obat anti tifoid gagal, harus dilakukan operasi untuk menghilangkan batu atau memperbaiki kelainan anatominya. Karier dapat dibagi dalam beberapa jenis. 3 a. Healthy carrier (inapparent) adalah mereka yang dalam sejarahnya tidak pernah menampakkan menderita penyakit tersebut secara klinis akan tetapi mengandung unsur penyebab yang dapat menular pada orang lain, seperti pada penyakit poliomyelitis, hepatitis B dan meningococcus. 3 b. Incubatory carrier (masa tunas) adalah mereka yang masih dalam masa tunas, tetapi telah mempunyai potensi untuk menularkan penyakit/ sebagai sumber penularan, seperti pada penyakit cacar air, campak dan pada virus hepatitis. 3 c. Convalescent carrier (baru sembuh klinis) adalah mereka yang baru sembuh dari penyakit menulat tertentu, tetapi masih merupakan sumber penularan penyakit tersebut untuk masa tertentu, yang masa penularannya kemungkinan hanya sampai tiga bulan umpamanya kelompok salmonella, hepatitis B dan pada dipteri. 3 d. Chronis carrier (menahun) merupakan sumber penularan yang cukup lama seperti pada penyakit tifus abdominalis dan pada hepatitis B. 3
E. Patogenesis Salmonella typhi dan Salmonella paratyphi masuk kedalam tubuh manusia melalui makanan yang terkontaminasi kuman. Sebagian kuman dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus dan berkembang biak. Bila respon imunitas humoral mukosa IgA usus kurang baik maka kuman akan menembus sel-sel epitel terutama sel M dan selanjutnya ke lamina propia. Di lamina propia kuman berkembang biak dan difagosit oleh sel-sel fagosit terutama oleh makrofag. Kuman dapat hidup dan berkembang biak di dalam makrofag dan selanjutnya dibawa ke plaque Peyeri ileum distal dan kemudian ke kelenjar getah bening mesenterika. Selanjutnya melalui 11
duktus torasikus kuman yang terdapat di dalam makrofag ini masuk ke dalam sirkulasi darah (mengakibatkan bakterimia pertama yang asimtomatik) dan menyebar ke seluruh organ retikuloendotelial tubuh terutama hati dan limpa. Di organ-organ ini kuman meninggalkan sel-sel fagosit dan kemudian berkembang biak di luar sel atau ruang sinusoid dan selanjutnya masuk ke dalam sirkulasi darah lagi yang mengakibatkan bakterimia yang kedua kalinya dengan disertai tanda-tanda dan gejala penyakit infeksi sistemik, seperti demam, malaise, mialgia, sakit kepala dan sakit perut. 6
Gambar 3. Patofisiologi Demam Tifoid F. Gejala Klinis Masa tunas demam typhoid berlangsung antara 10-14 hari. Gejala- gejala klinis yang timbul sangat bervariasi dari ringan sampai berat, dari asimtomatis hingga gambaran penyakit yang khas disertai komplikasi hingga kematian. Kumpulan gejala klinis demam tifoid sebagai berikut : a. Demam Demam atau gejala panas adalah gejala utama typhoid. Pada awal sakit, demamnya kebanyakan samar-samar saja selanjutnya suhu tubuh semakin 12
naik. Dari hari ke hari intensitas demam semakin tinggi yang disertai banyak gejala lain seprti sakit kepala (pusing-pusing) yang sering dirasakan di area frontal, nyeri otot, pegal-pegal, insomnia, anoreksia, mual dan muntah. Pada minggu kedua intensitas demam semakin tinggi kadang-kadang terus menerus (demam kontinyu). Bila pasien baik maka minggu ke tiga suhu badan pasien akan berangsur turun dan dapat normal kembali pada akhir minggu ke tiga. b. Gangguan Saluran Pencernaan Sering ditemukan bau mulut yang tidak sedap karena demam yang lama, bibir kering dan pecah-pecah, lidah sedikit kotor atau ditutupi selaput putih, ujung dan tepi lidah kemerahan dan tremor (coated tongue atau selaput putih) dan pada penderita anak jarang ditemui. Pada umumnya penderita sering mengeluh nyeri perut terutama regio epigastrium disertai nausea, mual dan muntah. Pada awal sakit sering meteorismus dan konstipasi. Pada minggu selanjutnya kadang-kadang timbul diare. c. Gangguan Kesadaran Umumnya terdapat gangguan kesadaran yang kebanyakan berupa penurunana kesadaran ringan. Sering didapatkan kesadaran apatis dengan kesadaran seperti berkabut (typhoid). Bila klinis berat tak jarang penderita sangat samnolen dan koma dan atau dengan gejala-gejala psychosis (Organic Brain Syndrome). Pada penderita dengan toksik, gejala delirium lebih menonjol. d. Hepatosplenomegali Hati atau limpa ditemukan sering membesar, hati teraba kenyal dan nyeri tekan e. Bradikardi Relatif Bradikardi relatif tidak sering ditemukan, mungkin karen teknis pemeriksaan yang sulit dilakukan. Bradikardi relatif adalah peningkatan suhu tubuh yang tidak diikuti oleh peningkatan frekuensi nadi, setiap peningkatan suhu 1C tidak diikuti peningkatan frekuensi nadi 8 denyut dalam 1 menit. Gejala-gejala lain yang dapat ditemukan pada demam 13
typhoid adalah rose spot yang biasanya ditemukan diregio abdomen atas, rose spot anak sangat jarang ditemukan malahan lebih sering epistaksis. 2
G. Diagnosis - Diagnosis klinik Diagnosis klinis penyakit ini sering tidak tepat, karena gejala klinis yang khas pada demam tifoid tidak ditemukan atau gejala yang sama dapat juga ditemukan pada penyakit lain. Diagnosis klinis demam tifoid sering kali terlewatkan karena pada penyakit dengan demam beberapa hari tidak diperkirakan kemungkinan diagnosis demam tifoid. Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis berupa demam, gangguan gastrointestinal, dan mungkin disertai perubahan atau gangguan kesadaran, dengan kriteria ini maka seorang klinisi dapat membuat diagnosis tersangka demam tifoid .7 - Diagnosis mikrobiologik/pembiakan kuman Diagnosis pasti ditegakkan melalui isolasi S.typhi dari darah. Metode diagnosis mikrobiologik adalah metode yang paling spesifik dan lebih dari 90% penderita yang tidak diobati, kultur darahnya positif dalam minggu pertama. Hasil ini menurun drastis setelah pemakaian obat antibiotika, dimana hasil positip menjadi 40%. Meskipun demikian kultur sum-sum tulang tetap memperlihatkan hasil yang tinggi yaitu 90% positip. Pada minggu-minggu selanjutnya hasil kultur darah menurun, tetapi kultur urin meningkat yaitu 85% dan 25% berturut-turut positip pada minggu ke-3 dan ke-4. Pada Biakan yang dilakukan pada urin dan feses kemungkinan keberhasilan lebih kecil. Organisme dalam tinja masih dapat ditemukan selama 3 bulan dari 90% penderita dan kira-kira 3% penderita tetap mengeluarkan kuman Salmonella typhi dalam tinjanya untuk jangka waktu yang lama 7 - Diagnosis serologik. Uji Widal Uji Widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap Salmonella typhi terdapat dalam serum penderita demam tifoid, pada orang yang pernah tertular Salmonella typhi dan pada orang yang pernah mendapatkan vaksin demam tifoid. Antigen 14
yang digunakan pada uij Widal adalah suspensi Salmonella typhi yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Tujuan dari uji Widal adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum penderita yang diduga menderita demam tifoid. Dari ketiga aglutinin (aglutinin O, H, dan Vi), hanya aglutinin O dan H yang ditentukan titernya untuk diagnosis. Semakin tinggi titer aglutininnya, semakin besar pula kemungkinan didiagnosis sebagai penderita demam tifoid. Pada infeksi yang aktif, titer aglutinin akan meningkat pada pemeriksaan ulang yang dilakukan selang waktu paling sedikit 5 hari. Peningkatan titer aglutinin empat kali lipat selama 2 sampai 3 minggu memastikan diagnosis demam tifoid. Interpretasi hasil uji Widal adalah sebagai berikut: 7
Titer O yang tinggi ( > 160) menunjukkan adanya infeksi akut Titer H yang tinggi ( > 160) menunjukkan telah mendapat imunisasi atau pernah menderita infeksi Titer antibodi yang tinggi terhadap antigen Vi terjadi pada carrier. Uji Enzym-Linked Immunosorbent Assay (ELISA) a. Uji ELISA untuk melacak antibodi terhadap antigen Salmonella typhi belakangan ini mulai dipakai. Prinsip dasar uji ELISA yang dipakai umumnya uji ELISA tidak langsung. Antibodi yang dilacak dengan uji ELISA ini tergantung dari jenis antigen yang dipakai. 7
b. Uji ELISA untuk melacak Salmonella typhi Deteksi antigen spesifik dari Salmonella typhi dalam spesimen klinik (darah atau urine) secara teoritis dapat menegakkan diagnosis demam tifoid secara dini dan cepat. Uji ELISA yang sering dipakai untuk melacak adanya antigen Salmonella typhi dalam spesimen klinis, yaitu double antibody sandwich ELISA. 7 - Klasifikasi diagnosis Sesuai dengan kemampuan SDM (sumber daya manusia) dan tingkat perjalanan penyakit demam tifoid maka diagnosis klinis demam tifoid diklasifikasikan atas 3 yaitu 15
1. Possible case Dengan anamnesis, pemeriksaan fisik didaptkan gejala demam, gangguan saluran cerna, gangguan pola buang air besar, dan splenomegali/hepatomegali. Sindrome demam tifoid yang didaptkan belum lengkap. Diagnosis possible case hanya dibuat pada pelayanan kesehatan dasar. 2. Probable case Telah didapatkan gejala klinis lengkap atau hampir lengkap, serta didukung oleh gambaran laboratorium yang menyokong demam typhoid (titer widal O 1/160, H 1/160 satu kali pemeriksaan) 3. Definitife case Diagnosis pasti ditemukan S.typi pada pemeriksaan biakan atau positif S.typi pada pemeriksaan PCR atau terdapat kenaikan titer Widal 4 kali lipat (pada pemeriksaan ulang 5-7 hari) atau titer O 1/320,H 1/640 (pada pemeriksaan sekali). 9
H. Diagnosis banding Pada stadium dini demam tifoid, beberapa penyakit kadang-kadang secara klinis dapat menjadi diagnosis bandingnya yaitu influenza, gastroenteritis, bronchitis, dan bronkopneumonia. Beberapa penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme intraselular seperti tuberculosis, infeksi jamur sistemik, bruselosis, shigelosis dan malaria juga perlu dipikirkan. Pada demam tifoid yang berat, sepsis, leukemia, limfoma, dan penyakit Hodgkin dapat sebagai diagnosis banding. 2
I. Penatalaksanaan Sampai saat ini masih dianut trilogi penatalaksanaan demam typhoid yaitu 1. Istirahat dengan tujuan mencegah komplikasi dan mempercepat penyembuhan 2. Diet dan terapi penunjang (simptomatik dan suportif) dengan tujuan mengembalikan rasa nyaman dan kesehatan pasien secara optimal. Diet merupakan hal yang cukup penting dalam proses penyembuhan penyakit demam typhoid karena makanan yang kurang akan menurunkan keadaan 16
umum dan gizi penderita akan semakin turun dan proses penyembuhan penyakit akan semakin lama. 3. Pemberian antimikroba Kloramfenikol merupakan obat pilihan utama (drug of choice) telah diketahui digunakan secara luas, tetapi akhir-akhir ini telah dilaporkan secara luas adanya multi drug resisten (MDR) terhadap isolat S.typi dan S.paratypi A yang digunakan secara luas di subkontinen di India, dan negara-negara di Asia Tenggara. Flurokuinolon, sefalosporin generasi 3 dan cefriaxone telah terbukti efektif sebagai alternatif untuk mengobati infeksi demam typhoid dengan MDR. 9
J. Prognosis Prognosis pasien demam typhoid tergantung ketepatan terapi, usia, keadaan kesehatan sebelumnya dan ada tidaknya komplikasi. Di negara maju, dengan terapi antibiotik yang adekuat, angka mortalitas < 1%. Di negara berkembang, angka mortalitas > 10%, biasanya karena keterlambatan diagnosis, perawatan dan pengobatan, muncul komplikasi seperti perfoarsi gastrointestinal atau perdarahan hebat, meningitis, endokarditis, dan pneumonia, mengakibatkan morbiditas dan mortalitas yang tinggi. 9 Relaps dapat timbul beberapa kali. Individu yang mengeluarkan S.Typhi > 3 bulan setelah infeksi umumnya menjadi karier kronis. Resiko menjadi karier pada anak-anak rendah dan meningkat sesuai usia. Karier kronik terjadi pada 1-5% dari seluruh pasien demam typhoid. Insiden penyakit traktus biliar lebih tinggi pada karier kronis dibandingkan dengan populasi umum. Walaupun karier urin kronis juga dapat terjadi, hal ini jarang dan dijumpai terutama pada individu dengan skistosomiasis. 8
K. Komplikasi Komplikasi demam tifoid dapat dibagi atas dua bagian, yaitu : 6 Komplikasi Intestinal - Perdarahan Usus - Perforasi Usus 17
Komplikasi Ekstraintestinal - Komplikasi kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi perifer (syok, sepsis), miokarditis, trombosis dan tromboflebitis. - Komplikasi darah : anemia hemolitik, trombositopenia, koaguolasi intravaskuler diseminata, dan sindrom uremia hemolitik. - Komplikasi paru : pneumoni, empiema, dan pleuritis - Komplikasi hepar dan kandung kemih : hepatitis dan kolelitiasis - Komplikasi ginjal : glomerulonefritis, pielonefritis, dan perinefritis - Komplikasi tulang : osteomielitis, periostitis, spondilitis, dan artritis - Komplikasi neuropsikiatrik : delirium, meningismus, meningitis, polineuritis perifer, psikosis, dan sindrom katatonia. 18
BAB III LAPORAN KASUS
A. Identitas Pasien Nama : An.AA Umur : 10 tahun Jenis Kelamin : Perempuan Alamat : Tanak Beak Kunjungan ke PKM : 19 Mei 2014 Identitas Keluarga
B. Anamnesis (4 Februari 2013) Keluhan Utama Demam sejak 2 minggu yang lalu Riwayat Penyakit Sekarang Pasien mengeluh demam sejak 2 minggu yang lalu, demam dirasakan semakin hari semakin tinggi, demam tidak disertai menggigil, demam naik turun, demam turun bila pasien minum obat penurun panas, namun kemudian demam kembali tinggi. Pasien juga mengeluh muntah sejak 3 hari yang lalu, setiap makanan yang masuk selalu dimuntahkan, nyeri ulu hati (+). Pasien juga mencret sejak 3 hari yang lalu, 3x/hari berupa air, lendir (-), darah (-). Menurut keluarga pasien, pasien tidak pernah terganggu kesadarannya. Badan terasa lemas, nafsu makan menurun. Pusing (-), nyeri kepala (+) bersamaan dengan demam. Pasien sebelumnya tidak pernah ke dokter atau berobat ke tempat lain, hanya minum obat penurun panas yang dibeli di warung. Ibu Ayah Nama Husnul Hotimah Semah Umur 32 tahun 40 tahun Pendidikan/Berapa tahun SD SMP Pekerjaan IRT Buruh Bangunan 19
Riwayat Penyakit Dahulu : Sebelumnya pasien tidak pernah mengalami penyakit serupa. Menurut pengakuan keluarga pasien, pasien juga tidak pernah memiliki riwayat penyakit yang berat yang menyebabkan pasien harus dirawat di rumah sakit atau puskesmas.
Riwayat Penyakit Keluarga : Ibu pasien juga mengeluh hal serupa dan sedang dirawat inap di puskesmas.
Riwayat Sosial, ekonomi dan Lingkungan : Pasien tinggal dengan 4 anggota keluarga di rumahnya yang terdiri dari ayah, ibu, kakak dan adik kandung pasien. Terdapat 1 kepala keluarga dalam rumah tersebut, yaitu ayah pasien. Biayai kehidupan keluarga dan untuk pengambilan keputusan diserahkan kepada ayah pasien. Penghasilan keluarga sekitar dari Rp. 1.500.000 per bulan. Ayah pasien bekerja sebagai buruh bangunan, sedangkan ibu pasien hanya sebagai ibu rumah tangga. Pasien memiliki satu kandang ayam dan dua kandang burung di samping rumah, hasilnya seperti telur dan dagingnya digunakan untuk keperluan keluarga. Rumah yang dihuni saat ini terdiri dari 1 kamar tidur, 1 ruang keluarga, 1 ruang tamu, 1 dapur, dan 1 kamar mandi. Luas rumah pasien 8x8 meter. Jarak rumah pasien dengan rumah tetangga berjarak 1 meter di sebelah utara. Tempat pembuangan sampah berada di belakang rumah. Tembok rumah tidak menyatu dengan tembok tetangga. Ventilasi kurang baik, walaupun memiliki jendela, namun jendela pada kamar tidur jarang dibuka, langit-langit di ruang keluarga dan kamar tidur terbuat dari bamboo sedangkan di ruang tamu,kamar mandi dan dapur langit-langit berupa atap yang terbuat dari genteng. 20
Untuk MCK, keluarga pasien menggunakan kamar mandi di rumahnya yang sumber airnya dari sumur gali milik keluarga pasien. Air dari sumur dali juga digunakan untuk minum dan memasak. Untuk minum, kadang-kadang pasien dan keluarga pasien langsung meminum air dari sumur tanpa dimasak terlebih dahulu. Terdapat keluarga pasien dan tetangga pasien yang memiliki penyakit yang serupa dengan pasien namun berupa demam biasa tanpa disertai adanya mencret dan berlangsung hanya beberapa hari saja dan langsung sembuh dengan meminum obat yang dibeli di warung-warung
21
Ikhtisar keluarga
Keterangan : Laki-laki : Perempuan : Pasien
C. Pemeriksaan Fisik Keadaaan umum : Sedang Kesadaran : compos mentis Tekanan darah : Frek. Nadi : 80 x/menit Frek. Nafas : 20 x/menit Suhu : 38 0 C Berat Badan : 40 kg Tinggi Badan : 130 cm Status Generalis Kepala : Deformitas (-) Bibir : Kering dan pecah-pecah Rambut : Hitam, lurus, lebat Mata : Konjungtiva pucat -/-, sklera ikterik -/-, mata cekung (-) Telinga : Liang telinga lapang, serumen (-) 22
Jantung: Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat Palpasi : iktus kordis teraba pada sela iga ke-5 sinistra Perkusi : redup Auskultasi : bunyi jantung I-II regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen: Inspeksi : soepel,hiperemi (-) Auskultasi : bising usus meningkat Palpasi : turgor baik, nyeri tekan epigastrium (+), hati dan limpa tidak teraba Perkusi : timpani Ekstremitas : akral hangat, turgor baik, pembengkakan sendi (-) IV. Diagnosis Banding Demam Tifoid Demam Dengue Malaria
V. Pemeriksaan Penunjang Leukosit : 2860 /cmm 23
Hemoglobin : 8,9 gr% Trombosit : 291.000 LED : 50 mm/jam Malaria : negative Widal slide : O = 1/320 H = 1/320 AH = (1/320) BH = (1/160)
VI. Diagnosis Demam Tifoid
VII. Diagnosis Holistik Aspek personal Pasien datang dengan keluhan demam sejak 2 minggu yang lalu, demam dirasakan semakin hari semakin tinggi, demam tidak disertai menggigil, demam naik turun, demam turun bila pasien minum obat penurun panas , muntah sejak 3 hari yang lalu, setiap makanan yang masuk selalu dimuntahkan, nyeri ulu hati (+). Pasien juga mengalami mencret sejak 3 hari yang lalu, 3x/hari berupa air, lendir (-), darah (-). Dengan keluhan ini pasien merasa lemas. Kekhawatiran pasien adalah kondisi pasien membutuhkan perawatan inap di puskesmas. Harapan pasien adalah pasien dapat kembali sembuh dan beraktivitas seperti biasa. Aspek klinik Demam tifoid Aspek risiko internal Pasien berumur anak-anak yang sistem imunitas belum sempurna sehingga pasien rentan terserang penyakit. Aspek psikososial keluarga Kurangnya pengetahuan keluarga mengenai menu makanan keluarga yang tidak sesuai kebutuhan, efektifitas cuci tangan sebelum mempersiapkan makanan dan makan, setelah BAB dan BAK.
24
VIII. Rencana Tindak Lanjut 1. Pendekatan terapeutik untuk masalah yang diderita pasien Parasetamol 3x1 tab Chloramphenicol 4x500 mg Vitamin B komplex 2x1 tab Diit lunak
2. Tujuan Terapi Mengeradikasi bakteri dan meringankan gejala Edukasi : Makanan yang dianjurkan pada pasien ini adalah makanan yang cukup mengandung cairan, tinggi kalori dan tinggi protein serta rendah serat. Diet tersebut cukup penting dalam proses penyembuhan penyakit demam tifoid, karena makanan yang kurang bergizi akan menurunkan keadaan umum dan gizi pasien sehingga proses penyembuhan akan semakin lama. Selama proses penyembuhan disarankan juga mengkosumsi makanan yang lunak untuk menghindari komplikasi perdarahan saluran cerna atau perforasi usus. Menjaga kebersihan makanan, mengurangi kebiasaan makan dan minum di luar rumah yang kebersihannya diragukan dan membiasakan mencuci tangan dengan sabun sebelum makan dan menjaga kebersihan kuku Edukasi kepada keluarga atau orang yang kontak dengan pasien diberikan penjelasan mengenai rute tranmisi, gejala-gejala, dan cuci tangan yang efektif, terutama sekali setelah BAB dan BAK, dan sebelum menyiapkan makanan atau makan.
25
BAB IV PENELUSURAN (HOME VISIT)
4.1. Dasar Pemilihan Kasus Demam tifoid atau tifus abdominalis banyak ditemukan dalam masyarakat kita, baik perkotaan maupun pedesaan. Penyakit ini sangat erat kaitannya dengan kualitas yang mendalam dari higiene pribadi dan sanitasi lingkungan seperti higiene perorangan, dan higiene penjamah makanan yang rendah, lingkungan yang kumuh, kebersihan tempat-tempat umum (rumah makan, restoran) yang kurang serta prilaku masyarakat yang tidak mendukung untuk hidup sehat Berdasarkan profil kesehatan puskesmas Narmada, pada tahun 2012 dan 2013, penyakit typhoid termasuk dalam 10 penyakit terbanyak rawat inap di Puskesmas Narmada. Pada tahun 2012 pada peringkat kedua yaitu 134 kasus dan di tahun 2013 menduduki peringkat pertama yaitu 167 kasus. 4.2. Tujuan Mengetahui faktor penyebab utama terjadinya demam typhoid pada an. AA
4.3. Metodologi Metodologi yang dipakai : wawancara dan pengamatan lingkungan tempat tinggal pasien. Variabel yang dipakai adalah faktor risiko demam typhoid, tanda dan gejala demam typhoid.
4.4. Hasil Penelusuran Pasien tinggal dengan 4 anggota keluarga di rumahnya yang terdiri dari ayah, ibu, kakak dan adik kandung pasien. Terdapat 1 kepala keluarga dalam rumah tersebut, yaitu ayah pasien. Biaya kehidupan keluarga dan untuk pengambilan keputusan diserahkan kepada ayah pasien. 26
Penghasilan keluarga sekitar dari Rp. 1.500.000 per bulan. Ayah pasien bekerja sebagai buruh bangunan, sedangkan ibu pasien hanya sebagai ibu rumah tangga. Pasien memiliki satu kandang ayam dan dua kandang burung di samping rumah, hasil seperti telur dan dagingnya digunakan untuk keperluan keluarga. Rumah yang dihuni saat ini terdiri dari 1 kamar tidur, 1 ruang keluarga, 1 ruang tamu, 1 dapur, dan 1 kamar mandi. Luas rumah pasien 8x8 meter. Jarak rumah pasien dengan rumah tetangga berjarak 1 meter di sebelah utara, sedangkan dapur keluarga terletak di belakang rumah. Tempat pembuangan sampah berada di belakang rumah. Tembok rumah tidak menyatu dengan tembok tetangga. Ventilasi kurang baik, walaupun memiliki jendela, namun jendela pada kamar tidur tidak pernah dibuka, langit-langit di ruang keluarga dan kamar tidur terbuat dari bambu sedangkan di ruang tamu,kamar mandi dan dapur langit-langit berupa atap yang terbuat dari genteng. Untuk MCK, keluarga pasien menggunakan kamar mandi di rumahnya yang sumber airnya dari sumur gali milik keluarga pasien. Air dari sumur dali juga digunakan untuk minum dan memasak. Untuk minum, kadang- kadang pasien dan keluarga pasien langsung meminum air dari sumur tanpa dimasak terlebih dahulu.
27
Foto Kondisi Rumah Pasien
Ruang keluarga
Kamar tidur
28
Ruang tamu
Dapur 29
Kamar mandi
Kandang dan sumur
30
Denah rumah
Keterangan : : Pintu : Jendela : Kandang : Sumur
Kamar tidur
Ruang keluarga Kamar mandi dapur
Ruang tamu 31
Pengkajian Masalah Kesehatan Pasien
DEMAM TYPHOID LINGKUNGAN PERILAKU PELAYANAN KESEHATAN Pasien terpapar penyakit dari ibu sebagai penderita demam tifoid Kurangnya memperhatikan kebersihan kuku Pilihan menu makanan yang tidak sesuai Kurangnya informasi mengenai rute tranmisi, gejala- gejala, dan pencegahan demam typhoid Kurang efektifnya kebiasaan mencuci tangan Lalat 32
BAB V PEMBAHASAN A. Aspek Klinis Pembahasan anamnesis dan pemeriksaan fisik Pasien mengeluh demam sejak 2 minggu yang lalu, demam dirasakan semakin hari semakin tinggi, demam tidak disertai menggigil, demam naik turun, demam turun bila pasien minum obat penurun panas, namun kemudian demam kembali tinggi. Pasien juga mengeluh muntah sejak 3 hari yang lalu, setiap makanan yang masuk selalu dimuntahkan, nyeri ulu hati (+). Pasien juga mencret sejak 3 hari yang lalu, 3x/hari berupa air, lendir (-), darah (-). Menurut keluarga pasien, pasien tidak pernah terganggu kesadarannya. Badan terasa lemas, nafsu makan menurun. Pusing (-), nyeri kepala (+) bersamaan dengan demam. Dari anamnesis tersebut sesuai dengan gejala klinis demam tifoid yaitu terdapat gejala demam dan gejala gastrointestinal. Demam dirasakan pada dari hari ke hari intensitas demam semakin tinggi yang disertai sakit kepala, sedangkan gejala gastrointestinal yaitu ditemukan gejala mual dan muntah serta mencret, bibir kering dan kadang pecah- pecah, lidah kelihatan kotor dan ditutupi selaput putih, serta ujung dan tepi lidah kemerahan. Pada pemeriksaan penunjang diperoleh leukosit : 2860 /cmm, hemoglobin : 8,9 gr%, trombosit : 291.000, LED : 50 mm/jam, malaria: negative, Widal slide: O = 1/320, H = 1/320,AH = (1/320), BH = (1/160). Pembahasan diagnosis Dari anamnesis dan pemeriksaan penunjang maka diagnosis demam tifoid dapat ditegakkan dalam katagori probable case yaitu diagnosis dapat ditegakkan dari gejala klinis lengkap atau hampir lengkap, serta didukung oleh gambaran laboratorium yang menyokong demam typhoid (titer widal O 1/160, H 1/160 satu kali pemeriksaan) 33
Pembahasan terapi Pada pasien ini diberikan Parasetamol 3x1 tab, Vit B.C 2x1 tab, pasien masih kuat untuk makan dan minum sehingga bisa cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh sehari-hari tanpa diberikan cairan per IV line. Diberikan kloramfenikol 4x500 mg untuk eradikasi kuman. Makanan yang dianjurkan pada pasien ini adalah makanan yang cukup mengandung cairan, kalori dan tinggi protein serta rendah serat. Diet tersebut cukup penting dalam proses penyembuhan penyakit demam typhoid, karena makanan yang kurang bergizi akan menurunkan keadaan umum dan gizi pasien sehingga proses penyembuhan akan semakin lama. Selama proses penyembuhan disarankan juga mengkosumsi makanan yang lunak dan rendah serat untuk menghindari komplikasi perdarahan saluran cerna atau perforasi usus.
B. Aspek Ilmu Kesehatan Masyarakat Suatu penyakit dapat terjadi oleh karena adanya ketidakseimbangan faktor-faktor utama yang dapat mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat. Paradigma hidup sehat yang diperkenalkan oleh H. L. Blum mencakup 4 faktor yaitu faktor genetik (keturunan), perilaku (gaya hidup) individu atau masyarakat, faktor lingkungan (sosial ekonomi, fisik, politik) dan faktor pelayanan kesehatan (jenis, cakupan dan kualitasnya). Demam typhoid juga menjadi masalah di mayarakat disebabkan oleh karena faktor-faktor berikut : 1. Faktor Lingkungan Pasien terpapar penyakit dari penderita demam tifoid 34
Dari anamnesis yang dilakukan diketahui bahwa ibu pasien juga sedang menderita penyakit demam tifoid dan sedang dirawat di puskesmas. Yang menjadi sumber utama infeksi adalah manusia yang selalu mengeluarkan mikroorganisme penyebab penyakit, baik ketika ia sedang menderita sakit maupun yang sedang dalam penyembuhan. Dengan aktivitas sehari-hari pasien akan kontak dengan keluarga, penularannya dapat melalui makanan atau minuman yang terkontaminasi feses atau urin. Hal ini akan berkaitan dengan PHBS Lalat Lalat adalah salah satu vector yang dapat menyebabkan penyebaran penyakit, hal ini berkaitan dengan tempat pasien beraktivitas sehari-hari, yang dapat menyebarkan penyakit. Penularan penyakit ini terjadi secara mekanis, dimana kulit tubuh dan kaki-kaki lalat yang kotor merupakan tempat menempelnya micro-organisme penyakit yang kemudian hinggap pada makanan sehingga makanan tersebut menjadi sumber penyakit. Oleh karena itu perlu dilakukan pengendalian lalat dengan cermat. 2. Perilaku Pilihan menu makanan yang tidak sesuai Beragamnya jenis makanan yang berada di sekitar pasien mendorong pasien memiliki banyak pilihan dalam memilih menu makanan. Namun, pasien lebih sering memilih menu makanan yang tidak sesuai. Kebiasaan makan dan minum di luar rumah merupakan kebiasaan yang dilakukan oleh pasien, dari kebiasaan ini tidak jarang pasien kurang memperhatikan kebersihan makanan yang dimakan serta tanpa disadari meminum air tanpa dimasak terlebih dahulu misalnya air es 35
yang dibuat dari air yang terkontaminasi. Prilaku inilah yang dapat meningkatnya infeksi Salmonella typhi yang salah satunya disebabkan oleh mengkosumsi makanan dan minuman yang tersemar akibat penanganan makanan dan minuman yang tidak higienis. Kurang efektifnya mencuci tangan Keefektifan mencuci tangan pada saat sebelum makan, sesudah makan, sebelum mempersiapkan makanan, sesudah BAK dan BAB pada pasien masih kurang, pasien tetap melakukan rutinitas cuci tangan, namun pasien tidak menggunakan sabun. Hal ini dapat memudahkan penyebaran penyakit Budaya cuci tangan yang benar adalah kegiatan terpenting. Kegiatan ini sangat penting baik bagi pasien, penyaji makanan, atau warung serta orang-orang yang merawat dan mengasuh anak. Setiap tangan kontak dengan feses, urin atau dubur harus dicuci dengan sabun dan kalau perlu disikat, hal ini diperlukan untuk memutuskan rute transmisi penyakit Kurangnya memperhatikan kebersihan kuku Pasien masih kurang memperhatikan kebersihan kuku, terbukti pasien memiliki kuku yang cukup panjang dan kotor. Hal ini dapat menjadi penyebaran penyakit yang bersifat silent, karena tidak diketahuinya terdapat bakteri-bakteri yang tersimpan di kuku tersebut. 3. Pelayanan Kesehatan Kurangnya informasi mengenai pencegahan penyakit Perlu penyuluhan oleh petugas kesehatan untuk memberi pengetahuan tentang berbagai hal tentang demam typhoid seperti penyebab, rute transmisi dan pencegahan penyakit. Cara-cara tersebut perlu disosialisasikan kepada masyarakat agar mereka dapat mencegah timbulnya demam typhoid di lingkungan tempat 36
tinggal mereka. Informasi mengenai typhoid terutama pencegahan penyakit tersebut dapat mencegah penyebaran penyakit menular di masyarakat. Namun hal ini juga harus diperhitungkan dari segi waktu, dana dan tenaga.
37
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
I. SIMPULAN 1. Angka kejadian demam tifoid di Narmada terbukti masih tinggi dan menjadi salah satu penyakit di antara sepuluh penyakit terbanyak di Ruang rawat inap. Pada tahun 2012 terdapat 134 kasus demam tifoid dan pada tahun 2013 meningkat jumlahnya yaitu 167 kasusdan menjadi peringkat pertama. 2. Terdapat beberapa faktor resiko yang mempengaruhi terjadinya penyakit serta penyebaran penyakit pada pasien, berdasarkan konsep kesehatan masyarakat yaitu dari lingkungan, perilaku, sarta pelayanan kesehatan.
II. SARAN Kepada institusi: 1. Perlunya peningkatan edukasi terhadap masyarakat mengenai penyakit typhoid baik dari segi gejala, rute transmisi serta cara pencegahannya. Terutama pada masyarakat yang pernah terkena typhoid. 2. Peningkatan edukasi terhadap pasien dan masyarakat mengenai PHBS dapat membudayakan cuci tangan dengan air mengalir dan sabun serta menjaga kebersihan lingkungan.
38
DAFTAR PUSTAKA
1. Soedarmo s. Buku Ajar Infeksi dan Pediatri tropis. Edisi kedua. Jakarta: ikatan dokter anak Indonesia:2008 2. Pudjiadi AH, et al, editor. Pedoman Pelayanan Medis Anak. Jilid 1, Cetakan I. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia : 2010 3. CDC. Communicable Disease Management Protocol Typhoid and Paratyphoid Fever (enteric fever) .2012. Available from: http://www.gov.mb.ca/health/publichealth/cdc/protocol/typhoid.pdf 4. Tim Penyusun, 2012. Profil Puskesmas 2012. Narmada: Puskesmas Narmada. 5. Tim Penyusun 2013. Data Rawat Inap 2013. Narmada : Puskesmas Narmada 6. WHO.The diagnosis, treatment and prevention of typhoid fever.2003. Available from: url http://whqlibdoc.who.int/hq/2003/who_v&b_03.07.pdfkground 7. Michael e. Salmonella: A model for bacterial pathogenesis.Annu. Rev. Med. 2001.52:259-274. Available from: url: http://www.arjournals.annualreviews.org 8. Christopher.Typhoidfever. 2001. Available from: url: http://www.nejm.org/doi/full/10.1056/nejmra020201 9. Tim Adaptasi WHO-Indonesia. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. Jakarta : WHO, Depkes RI, IDAI. 2009