You are on page 1of 38

1

TUGAS KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN MASYARAKAT



LAPORAN KASUS INDIVIDU
DEMAM TIFOID








Oleh
Baiq Trisna Satriana
H1A 008 042



DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA
BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM
PUSKESMAS NARMADA
2014

2

BAB I
PENDAHULUAN

Demam tifoid masih merupakan masalah kesehatan yang penting
diberbagai Negara sedang berkembang dan termasuk penyakit endemik di
Indonesia yang disebabkan oleh Salmonella thypi. Besarnya angka pasti kasus
demam tifoid didunia ini sangat sukar ditentukan, sebab penyakit ini dikenal
mempunyai gejala dengan spectrum klinisnya sangat luas. Diperkirakan angka
kejadian dari 150/100.000/tahun di Amerika Selatan dan 900/100.000/tahun di
Asia.
1
Berdasarkan laporan WHO (World Healthy Organization) tahun 2000
terdapat 21.500.000 kasus demam typhoid di seluruh dunia, 200.000 diantaranya
meninggal karena penyakit tersebut dengan Case fatality rate (CFR) 0,9%.
Laporan WHO tahun 2003 terdapat 17 juta kasus demam typhoid di seluruh dunia
dimana 600.000 diantaranya meninggal (CFR 3,5%). Di Indonesia, demam tifoid
tidak jarang dijumpai secara epidemis tapi bersifat endemis. Tidak ada perbedaan
yang nyata insiden demam tifoid pada pria dan wanita. Insiden tertingggi
didapatkan pada remaja dan dewasa muda. Simanjuntak (1990) mengemukakan
bahwa insiden demam tifoid di Indonesia masih sangat tinggi sekitar 350-810 per
100.000 penduduk. Demikian juga dari telaah kasus demam typhoid di rumah
sakit besar di Indonesia menunjukkan angka kesakitan cenderung meningkat
setiap tahun dengan rata-rata 500/100.000 penduduk. Angka kesakitan
diperkirakan sekitar 0,6-5% sebagai akibat dari keterlambatan mendapat
pengobatan serta tingginya biaya pengobatan.
2,3
Penyakit ini termasuk penyakit menular yang tercantum dalam undang-
undang nomor 6 tahun 1962 tentang wabah. Kelompok penyakit menular ini
merupakan penyakit yang mudah menular dan dapat menyerang banyak orang
sehingga dapat menimbulkan wabah. Prevalens 91% kasus demam tifoid terjadi
pada umur 3-19 tahun, kejadian meningkat setelah umur 5 tahun. Pada minggu
pertama sakit,demam tifoid sangat sukar dibedakan dengan penyakit demam
3

lainnya sehingga untuk memastikan diagnosis diperlukan pemeriksaan biakan
kuman untuk konfirmasi.
2
Sembilan puluh enam persen (96%) kasus demam tifoid disebabkan S.typhi,
sisanya disebabkan oleh S.paratyphi. Sumber penularan penyakit demam tifoid
dapat melalui makanan atau minuman yang terkontaminasi, biasanya kontaminasi
dari bahan feses, muntahan maupun cairan badan. Salmonella typhi dapat
menyebar melalui tangan penderita, lalat dan serangga lain.

Kuman masuk melalui
makanan/minuman, setelah melewati lambung kuman mencapai usus halus
(ileum) dan setelah menembus dinding usus sehingga mencapai folikel limfoid
usus halus (plaque peyer). Kuman ikut aliran limfe mesenterial ke dalam sirkulasi
darah (bakterimia primer) mencapai jaringan RES (hepar, lien, sumsum tulang
untuk bermultiplikasi). Setelah mengalami bakterimia sekunder, kuman mencapai
sirkulasi darah untuk menyerang organ lain (intra dan ekstra intestinal)
1




4

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. GAMBARAN PENYAKIT DEMAM TYPHOID DI PUSKESMAS
NARMADA
Berdasarkan profil kesehatan puskesmas Narmada, profil kesehatan
puskesmas Narmada pada tahun 2012 dan 2013, penyakit demam tifoid termasuk
dalam 10 penyakit terbanyak rawat inap di Puskesmas Narmada. Pada tahun
2012 menduduki peringkat kedua yaitu 134 kasus dan pada tahun 2013
menduduki peringkat pertama yaitu 167 kasus.

Hal ini menunjukkan bahwa angka
kejadian typhoid terbukti masih tinggi dan menjadi salah satu penyakit di antara
sepuluh penyakit terbanyak lainnya. Data 10 penyakit terbanyak dapat dilihat
pada tabel berikut.
4,5
Data 10 penyakit terbanyak rawat inap puskesmas Narmada bulan Januari-
Desember 2012
No Kasus Jumlah Kasus.
1 Diare 156
2 Typoid 134
3 Demam karena sebab lain 91
4 Gastritis 74
5 Disentri 53
6 Pneumonia 49
7 Hipertensi 27
8 Asma 26
9 ISK 20
10 Anemia 17
Jumlah 647

Data 10 penyakit terbanyak rawat inap puskesmas Narmada bulan Januari-
Desember 2013
5

No Kasus Jumlah Kasus.
1 Demam tifoid 167
2 Demam karena sebab lain 82
3 Diare 75
4 Gastritis 57
5 DHF 42
6 Pneumonia 36
7 Disentri 31
8 Hipetensi 25
9 Anemia 16
10 TB Paru 10
11 Lain-lain 47
Jumlah 588


2.2. KONSEP PENYAKIT DEMAM TYPHOID
A. Defenisi Demam Tifoid
Demam tifoid adalah suatu penyakit infeksi sistemik bersifat akut yang
disebabkan oleh Salmonella typhi. Penyakit ini ditandai oleh panas
berkepanjangan, ditopang dengan bakteremia tanpa keterlibatan struktur
endothelial atau endokardial dan invasi bakteri sekaligus multiplikasi ke
dalam sel fagosit mononuclear dari hati, limpa, kelenjar limfe usus dan
Payerr patch.
1

B. Etiologi
Demam tifoid disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi atau Salmonella
paratyphi dari Genus Salmonella. Bakteri ini berbentuk batang, gram negatip,
tidak membentuk spora, motil, berkapsul dan mempunyai flagella (bergerak
dengan rambut getar). Bakteri ini dapat hidup sampai beberapa minggu di
alam bebas seperti di dalam air, es, sampah dan debu. Bakteri ini dapat mati
6

dengan pemanasan (suhu 600C) selama 15 20 menit, pasteurisasi,
pendidihan dan khlorinisasi.
3


Gambar 1.

Salmonella typhi. A schematic diagram of a single Salmonella typhi cell
showing the locations of the H (flagellar), 0 (somatic), and Vi (K envelope) antigens.
Salmonella typhi mempunyai 3 macam antigen, yaitu:
6
1. Antigen O (Antigen somatik), yaitu terletak pada lapisan luar dari tubuh
kuman. Bagian ini mempunyai struktur kimia lipopolisakarida atau disebut
juga endotoksin. Antigen ini tahan terhadap panas dan alkohol tetapi tidak
tahan terhadap formaldehid.
2. Antigen H (Antigen Flagella), yang terletak pada flagella, fimbriae atau
pili dari kuman. Antigen ini mempunyai struktur kimia suatu protein dan
tahan terhadap formaldehid tetapi tidak tahan terhadap panas dan alkohol.
3. Antigen Vi yang terletak pada kapsul (envelope) dari kuman yang dapat
melindungi kuman terhadap fagositosis.
Ketiga macam antigen tersebut di atas di dalam tubuh penderita akan
menimbulkan pula pembentukan 3 macam antibodi yang lazim disebut
aglutinin.
6

C. Epidemiologi
- Distribusi dan Frekuensi
Demam tifoid dapat menginfeksi semua orang dan tidak ada perbedaan
yang nyata antara insiden pada laki-laki dan perempuan. Insiden pasien
demam tifoid dengan usia 12 30 tahun 70 80 %, usia 31 40 tahun 10
7

20 %, usia > 40 tahun 5 10 %. Menurut penelitian Simanjuntak, C.H,
dkk (1989) di Paseh, Jawa Barat terdapat 77 % penderita demam tifoid
pada umur 3 19 tahun dan tertinggi pada umur 10 -15 tahun dengan
insiden rate 687,9 per 100.000 penduduk. Insiden rate pada umur 0 3
tahun sebesar 263 per 100.000 penduduk.
6
Demam tifoid tersebar di seluruh dunia. Pada tahun 2000, insiden rate
demam tifoid di Amerika Latin 53 per 100.000 penduduk dan di Asia
Tenggara 110 per 100.000 penduduk.6 Di Indonesia demam tifoid dapat
ditemukan sepanjang tahun, di Jakarta Utara pada tahun 2001, insiden rate
demam tifoid 680 per 100.000 penduduk dan pada tahun 2002 meningkat
menjadi 1.426 per 100.000 penduduk.
6

- Faktor-faktor yang Mempengaruhi (Determinan)
a. Faktor Host
Manusia adalah sebagai reservoir bagi kuman Salmonella thypi.
Terjadinya penularan Salmonella thypi sebagian besar melalui
makanan/minuman yang tercemar oleh kuman yang berasal dari
penderita atau carrier yang biasanya keluar bersama dengan tinja atau
urine. Dapat juga terjadi trasmisi transplasental dari seorang ibu hamil
yang berada dalam bakterimia kepada bayinya. Penelitian yang
dilakukan oleh Heru Laksono (2009) dengan desain case control ,
mengatakan bahwa kebiasaan jajan di luar mempunyai resiko terkena
penyakit demam tifoid pada anak 3,6 kali lebih besar dibandingkan
dengan kebiasaan tidak jajan diluar (OR=3,65) dan anak yang
mempunyai kebiasaan tidak mencuci tangan sebelum makan beresiko
terkena penyakit demam tifoid 2,7 lebih besar dibandingkan dengan
kebiasaan mencuci tangan sebelum makan (OR=2,7).
6

b. Faktor Agent
Demam tifoid disebabkan oleh bakteri Salmonella thypi. Jumlah kuman
yang dapat menimbulkan infeksi adalah sebanyak 105 109 kuman
8

yang tertelan melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi.
Semakin besar jumlah Salmonella thypi yang tertelan, maka semakin
pendek masa inkubasi penyakit demam tifoid.
7
c. Faktor Environment
Demam tifoid merupakan penyakit infeksi yang dijumpai secara luas di
daerah tropis terutama di daerah dengan kualitas sumber air yang tidak
memadai dengan standar hygiene dan sanitasi yang rendah. Beberapa
hal yang mempercepat terjadinya penyebaran demam tifoid adalah
urbanisasi, kepadatan penduduk, sumber air minum dan standart
hygiene industri pengolahan makanan yang masih rendah.
6
Berdasarkan hasil penelitian Lubis, R. di RSUD. Dr. Soetomo (2000)
dengan desain case control, mengatakan bahwa higiene perorangan
yang kurang, mempunyai resiko terkena penyakit demam tifoid 20,8
kali lebih besar dibandingkan dengan yang higiene perorangan yang
baik (OR=20,8) dan kualitas air minum yang tercemar berat coliform
beresiko 6,4 kali lebih besar terkena penyakit demam tifoid
dibandingkan dengan yang kualitas air minumnya tidak tercemar berat
coliform (OR=6,4).
6
D. Sumber Penularan (Reservoir)
Penularan penyakit demam tifoid oleh basil Salmonella typhi ke manusia
melalui makanan dan minuman yang telah tercemar oleh feses atau urin dari
penderita tifoid.
6
9


Gambar 2. Penularan penyakit demam tifoid oleh basil Salmonella typhi
ke manusia
Ada dua sumber penularan Salmonella typhi, yaitu :
6
Penderita Demam Tifoid
Yang menjadi sumber utama infeksi adalah manusia yang selalu
mengeluarkan mikroorganisme penyebab penyakit, baik ketika ia sedang
menderita sakit maupun yang sedang dalam penyembuhan. Pada masa
penyembuhan penderita pada umumnya masih mengandung bibit penyakit di
dalam kandung empedu dan ginjalnya.
3
Karier Demam Tifoid.
Penderita tifoid karier adalah seseorang yang kotorannya (feses atau urin)
mengandung Salmonella typhi setelah satu tahun pasca demam tifoid, tanpa
disertai gejala klinis. Pada penderita demam tifoid yang telah sembuh setelah
2 3 bulan masih dapat ditemukan kuman Salmonella typhi di feces atau urin.
Penderita ini disebut karier pasca penyembuhan. Pada demam tifoid sumber
infeksi dari karier kronis adalah kandung empedu dan ginjal (infeksi kronis,
10

batu atau kelainan anatomi). Oleh karena itu apabila terapi medika-mentosa
dengan obat anti tifoid gagal, harus dilakukan operasi untuk menghilangkan
batu atau memperbaiki kelainan anatominya. Karier dapat dibagi dalam
beberapa jenis.
3
a. Healthy carrier (inapparent) adalah mereka yang dalam sejarahnya tidak
pernah menampakkan menderita penyakit tersebut secara klinis akan tetapi
mengandung unsur penyebab yang dapat menular pada orang lain, seperti
pada penyakit poliomyelitis, hepatitis B dan meningococcus.
3
b. Incubatory carrier (masa tunas) adalah mereka yang masih dalam masa
tunas, tetapi telah mempunyai potensi untuk menularkan penyakit/ sebagai
sumber penularan, seperti pada penyakit cacar air, campak dan pada virus
hepatitis.
3
c. Convalescent carrier (baru sembuh klinis) adalah mereka yang baru
sembuh dari penyakit menulat tertentu, tetapi masih merupakan sumber
penularan penyakit tersebut untuk masa tertentu, yang masa penularannya
kemungkinan hanya sampai tiga bulan umpamanya kelompok salmonella,
hepatitis B dan pada dipteri.
3
d. Chronis carrier (menahun) merupakan sumber penularan yang cukup lama
seperti pada penyakit tifus abdominalis dan pada hepatitis B.
3

E. Patogenesis
Salmonella typhi dan Salmonella paratyphi masuk kedalam tubuh manusia
melalui makanan yang terkontaminasi kuman. Sebagian kuman dimusnahkan
oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus dan berkembang
biak. Bila respon imunitas humoral mukosa IgA usus kurang baik maka
kuman akan menembus sel-sel epitel terutama sel M dan selanjutnya ke
lamina propia. Di lamina propia kuman berkembang biak dan difagosit oleh
sel-sel fagosit terutama oleh makrofag. Kuman dapat hidup dan berkembang
biak di dalam makrofag dan selanjutnya dibawa ke plaque Peyeri ileum distal
dan kemudian ke kelenjar getah bening mesenterika. Selanjutnya melalui
11

duktus torasikus kuman yang terdapat di dalam makrofag ini masuk ke dalam
sirkulasi darah (mengakibatkan bakterimia pertama yang asimtomatik) dan
menyebar ke seluruh organ retikuloendotelial tubuh terutama hati dan limpa.
Di organ-organ ini kuman meninggalkan sel-sel fagosit dan kemudian
berkembang biak di luar sel atau ruang sinusoid dan selanjutnya masuk ke
dalam sirkulasi darah lagi yang mengakibatkan bakterimia yang kedua kalinya
dengan disertai tanda-tanda dan gejala penyakit infeksi sistemik, seperti
demam, malaise, mialgia, sakit kepala dan sakit perut.
6


Gambar 3. Patofisiologi Demam Tifoid
F. Gejala Klinis
Masa tunas demam typhoid berlangsung antara 10-14 hari. Gejala-
gejala klinis yang timbul sangat bervariasi dari ringan sampai berat, dari
asimtomatis hingga gambaran penyakit yang khas disertai komplikasi hingga
kematian. Kumpulan gejala klinis demam tifoid sebagai berikut :
a. Demam
Demam atau gejala panas adalah gejala utama typhoid. Pada awal sakit,
demamnya kebanyakan samar-samar saja selanjutnya suhu tubuh semakin
12

naik. Dari hari ke hari intensitas demam semakin tinggi yang disertai
banyak gejala lain seprti sakit kepala (pusing-pusing) yang sering
dirasakan di area frontal, nyeri otot, pegal-pegal, insomnia, anoreksia,
mual dan muntah. Pada minggu kedua intensitas demam semakin tinggi
kadang-kadang terus menerus (demam kontinyu). Bila pasien baik maka
minggu ke tiga suhu badan pasien akan berangsur turun dan dapat normal
kembali pada akhir minggu ke tiga.
b. Gangguan Saluran Pencernaan
Sering ditemukan bau mulut yang tidak sedap karena demam yang lama,
bibir kering dan pecah-pecah, lidah sedikit kotor atau ditutupi selaput
putih, ujung dan tepi lidah kemerahan dan tremor (coated tongue atau
selaput putih) dan pada penderita anak jarang ditemui. Pada umumnya
penderita sering mengeluh nyeri perut terutama regio epigastrium disertai
nausea, mual dan muntah. Pada awal sakit sering meteorismus dan
konstipasi. Pada minggu selanjutnya kadang-kadang timbul diare.
c. Gangguan Kesadaran
Umumnya terdapat gangguan kesadaran yang kebanyakan berupa
penurunana kesadaran ringan. Sering didapatkan kesadaran apatis dengan
kesadaran seperti berkabut (typhoid). Bila klinis berat tak jarang penderita
sangat samnolen dan koma dan atau dengan gejala-gejala psychosis
(Organic Brain Syndrome). Pada penderita dengan toksik, gejala delirium
lebih menonjol.
d. Hepatosplenomegali
Hati atau limpa ditemukan sering membesar, hati teraba kenyal dan nyeri
tekan
e. Bradikardi Relatif
Bradikardi relatif tidak sering ditemukan, mungkin karen teknis
pemeriksaan yang sulit dilakukan. Bradikardi relatif adalah peningkatan
suhu tubuh yang tidak diikuti oleh peningkatan frekuensi nadi, setiap
peningkatan suhu 1C tidak diikuti peningkatan frekuensi nadi 8 denyut
dalam 1 menit. Gejala-gejala lain yang dapat ditemukan pada demam
13

typhoid adalah rose spot yang biasanya ditemukan diregio abdomen atas,
rose spot anak sangat jarang ditemukan malahan lebih sering epistaksis.
2

G. Diagnosis
- Diagnosis klinik
Diagnosis klinis penyakit ini sering tidak tepat, karena gejala klinis yang khas
pada demam tifoid tidak ditemukan atau gejala yang sama dapat juga
ditemukan pada penyakit lain. Diagnosis klinis demam tifoid sering kali
terlewatkan karena pada penyakit dengan demam beberapa hari tidak
diperkirakan kemungkinan diagnosis demam tifoid. Diagnosis ditegakkan
berdasarkan gejala klinis berupa demam, gangguan gastrointestinal, dan
mungkin disertai perubahan atau gangguan kesadaran, dengan kriteria ini
maka seorang klinisi dapat membuat diagnosis tersangka demam tifoid
.7
- Diagnosis mikrobiologik/pembiakan kuman
Diagnosis pasti ditegakkan melalui isolasi S.typhi dari darah. Metode
diagnosis mikrobiologik adalah metode yang paling spesifik dan lebih dari
90% penderita yang tidak diobati, kultur darahnya positif dalam minggu
pertama. Hasil ini menurun drastis setelah pemakaian obat antibiotika, dimana
hasil positip menjadi 40%. Meskipun demikian kultur sum-sum tulang tetap
memperlihatkan hasil yang tinggi yaitu 90% positip. Pada minggu-minggu
selanjutnya hasil kultur darah menurun, tetapi kultur urin meningkat yaitu
85% dan 25% berturut-turut positip pada minggu ke-3 dan ke-4. Pada Biakan
yang dilakukan pada urin dan feses kemungkinan keberhasilan lebih kecil.
Organisme dalam tinja masih dapat ditemukan selama 3 bulan dari 90%
penderita dan kira-kira 3% penderita tetap mengeluarkan kuman Salmonella
typhi dalam tinjanya untuk jangka waktu yang lama
7
- Diagnosis serologik.
Uji Widal
Uji Widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi
(aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap Salmonella typhi terdapat dalam
serum penderita demam tifoid, pada orang yang pernah tertular Salmonella
typhi dan pada orang yang pernah mendapatkan vaksin demam tifoid. Antigen
14

yang digunakan pada uij Widal adalah suspensi Salmonella typhi yang sudah
dimatikan dan diolah di laboratorium. Tujuan dari uji Widal adalah untuk
menentukan adanya aglutinin dalam serum penderita yang diduga menderita
demam tifoid. Dari ketiga aglutinin (aglutinin O, H, dan Vi), hanya aglutinin
O dan H yang ditentukan titernya untuk diagnosis. Semakin tinggi titer
aglutininnya, semakin besar pula kemungkinan didiagnosis sebagai penderita
demam tifoid. Pada infeksi yang aktif, titer aglutinin akan meningkat pada
pemeriksaan ulang yang dilakukan selang waktu paling sedikit 5 hari.
Peningkatan titer aglutinin empat kali lipat selama 2 sampai 3 minggu
memastikan diagnosis demam tifoid. Interpretasi hasil uji Widal adalah
sebagai berikut:
7

Titer O yang tinggi ( > 160) menunjukkan adanya infeksi akut
Titer H yang tinggi ( > 160) menunjukkan telah mendapat imunisasi
atau pernah menderita infeksi
Titer antibodi yang tinggi terhadap antigen Vi terjadi pada carrier.
Uji Enzym-Linked Immunosorbent Assay (ELISA)
a. Uji ELISA untuk melacak antibodi terhadap antigen Salmonella typhi
belakangan ini mulai dipakai. Prinsip dasar uji ELISA yang dipakai
umumnya uji ELISA tidak langsung. Antibodi yang dilacak dengan uji
ELISA ini tergantung dari jenis antigen yang dipakai.
7

b. Uji ELISA untuk melacak Salmonella typhi
Deteksi antigen spesifik dari Salmonella typhi dalam spesimen klinik
(darah atau urine) secara teoritis dapat menegakkan diagnosis demam
tifoid secara dini dan cepat. Uji ELISA yang sering dipakai untuk
melacak adanya antigen Salmonella typhi dalam spesimen klinis, yaitu
double antibody sandwich ELISA.
7
- Klasifikasi diagnosis
Sesuai dengan kemampuan SDM (sumber daya manusia) dan
tingkat perjalanan penyakit demam tifoid maka diagnosis klinis demam
tifoid diklasifikasikan atas 3 yaitu
15

1. Possible case
Dengan anamnesis, pemeriksaan fisik didaptkan gejala demam,
gangguan saluran cerna, gangguan pola buang air besar, dan
splenomegali/hepatomegali. Sindrome demam tifoid yang
didaptkan belum lengkap. Diagnosis possible case hanya dibuat
pada pelayanan kesehatan dasar.
2. Probable case
Telah didapatkan gejala klinis lengkap atau hampir lengkap, serta
didukung oleh gambaran laboratorium yang menyokong demam
typhoid (titer widal O 1/160, H 1/160 satu kali pemeriksaan)
3. Definitife case
Diagnosis pasti ditemukan S.typi pada pemeriksaan biakan atau
positif S.typi pada pemeriksaan PCR atau terdapat kenaikan titer
Widal 4 kali lipat (pada pemeriksaan ulang 5-7 hari) atau titer O
1/320,H 1/640 (pada pemeriksaan sekali).
9

H. Diagnosis banding
Pada stadium dini demam tifoid, beberapa penyakit kadang-kadang secara
klinis dapat menjadi diagnosis bandingnya yaitu influenza, gastroenteritis,
bronchitis, dan bronkopneumonia. Beberapa penyakit yang disebabkan oleh
mikroorganisme intraselular seperti tuberculosis, infeksi jamur sistemik,
bruselosis, shigelosis dan malaria juga perlu dipikirkan. Pada demam tifoid
yang berat, sepsis, leukemia, limfoma, dan penyakit Hodgkin dapat sebagai
diagnosis banding.
2

I. Penatalaksanaan
Sampai saat ini masih dianut trilogi penatalaksanaan demam typhoid yaitu
1. Istirahat dengan tujuan mencegah komplikasi dan mempercepat
penyembuhan
2. Diet dan terapi penunjang (simptomatik dan suportif) dengan tujuan
mengembalikan rasa nyaman dan kesehatan pasien secara optimal. Diet
merupakan hal yang cukup penting dalam proses penyembuhan penyakit
demam typhoid karena makanan yang kurang akan menurunkan keadaan
16

umum dan gizi penderita akan semakin turun dan proses penyembuhan
penyakit akan semakin lama.
3. Pemberian antimikroba
Kloramfenikol merupakan obat pilihan utama (drug of choice) telah
diketahui digunakan secara luas, tetapi akhir-akhir ini telah dilaporkan
secara luas adanya multi drug resisten (MDR) terhadap isolat S.typi dan
S.paratypi A yang digunakan secara luas di subkontinen di India, dan
negara-negara di Asia Tenggara. Flurokuinolon, sefalosporin generasi 3
dan cefriaxone telah terbukti efektif sebagai alternatif untuk mengobati
infeksi demam typhoid dengan MDR.
9

J. Prognosis
Prognosis pasien demam typhoid tergantung ketepatan terapi, usia,
keadaan kesehatan sebelumnya dan ada tidaknya komplikasi. Di negara maju,
dengan terapi antibiotik yang adekuat, angka mortalitas < 1%. Di negara
berkembang, angka mortalitas > 10%, biasanya karena keterlambatan
diagnosis, perawatan dan pengobatan, muncul komplikasi seperti perfoarsi
gastrointestinal atau perdarahan hebat, meningitis, endokarditis, dan
pneumonia, mengakibatkan morbiditas dan mortalitas yang tinggi.
9
Relaps dapat timbul beberapa kali. Individu yang mengeluarkan
S.Typhi > 3 bulan setelah infeksi umumnya menjadi karier kronis. Resiko
menjadi karier pada anak-anak rendah dan meningkat sesuai usia. Karier
kronik terjadi pada 1-5% dari seluruh pasien demam typhoid. Insiden penyakit
traktus biliar lebih tinggi pada karier kronis dibandingkan dengan populasi
umum. Walaupun karier urin kronis juga dapat terjadi, hal ini jarang dan
dijumpai terutama pada individu dengan skistosomiasis.
8

K. Komplikasi
Komplikasi demam tifoid dapat dibagi atas dua bagian, yaitu :
6
Komplikasi Intestinal
- Perdarahan Usus
- Perforasi Usus
17

Komplikasi Ekstraintestinal
- Komplikasi kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi perifer (syok, sepsis),
miokarditis, trombosis dan tromboflebitis.
- Komplikasi darah : anemia hemolitik, trombositopenia, koaguolasi
intravaskuler diseminata, dan sindrom uremia hemolitik.
- Komplikasi paru : pneumoni, empiema, dan pleuritis
- Komplikasi hepar dan kandung kemih : hepatitis dan kolelitiasis
- Komplikasi ginjal : glomerulonefritis, pielonefritis, dan perinefritis
- Komplikasi tulang : osteomielitis, periostitis, spondilitis, dan artritis
- Komplikasi neuropsikiatrik : delirium, meningismus, meningitis,
polineuritis perifer, psikosis, dan sindrom katatonia.
18

BAB III
LAPORAN KASUS

A. Identitas Pasien
Nama : An.AA
Umur : 10 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Tanak Beak
Kunjungan ke PKM : 19 Mei 2014
Identitas Keluarga

B. Anamnesis (4 Februari 2013)
Keluhan Utama
Demam sejak 2 minggu yang lalu
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengeluh demam sejak 2 minggu yang lalu, demam dirasakan
semakin hari semakin tinggi, demam tidak disertai menggigil, demam naik
turun, demam turun bila pasien minum obat penurun panas, namun
kemudian demam kembali tinggi. Pasien juga mengeluh muntah sejak 3
hari yang lalu, setiap makanan yang masuk selalu dimuntahkan, nyeri ulu
hati (+). Pasien juga mencret sejak 3 hari yang lalu, 3x/hari berupa air,
lendir (-), darah (-). Menurut keluarga pasien, pasien tidak pernah
terganggu kesadarannya. Badan terasa lemas, nafsu makan menurun.
Pusing (-), nyeri kepala (+) bersamaan dengan demam. Pasien sebelumnya
tidak pernah ke dokter atau berobat ke tempat lain, hanya minum obat
penurun panas yang dibeli di warung.
Ibu Ayah
Nama Husnul Hotimah Semah
Umur 32 tahun 40 tahun
Pendidikan/Berapa tahun SD SMP
Pekerjaan IRT Buruh Bangunan
19


Riwayat Penyakit Dahulu :
Sebelumnya pasien tidak pernah mengalami penyakit serupa. Menurut
pengakuan keluarga pasien, pasien juga tidak pernah memiliki riwayat
penyakit yang berat yang menyebabkan pasien harus dirawat di rumah
sakit atau puskesmas.

Riwayat Penyakit Keluarga :
Ibu pasien juga mengeluh hal serupa dan sedang dirawat inap di
puskesmas.

Riwayat Sosial, ekonomi dan Lingkungan :
Pasien tinggal dengan 4 anggota keluarga di rumahnya yang terdiri
dari ayah, ibu, kakak dan adik kandung pasien. Terdapat 1 kepala keluarga
dalam rumah tersebut, yaitu ayah pasien.
Biayai kehidupan keluarga dan untuk pengambilan keputusan
diserahkan kepada ayah pasien. Penghasilan keluarga sekitar dari Rp.
1.500.000 per bulan. Ayah pasien bekerja sebagai buruh bangunan,
sedangkan ibu pasien hanya sebagai ibu rumah tangga. Pasien memiliki
satu kandang ayam dan dua kandang burung di samping rumah, hasilnya
seperti telur dan dagingnya digunakan untuk keperluan keluarga.
Rumah yang dihuni saat ini terdiri dari 1 kamar tidur, 1 ruang
keluarga, 1 ruang tamu, 1 dapur, dan 1 kamar mandi. Luas rumah pasien
8x8 meter. Jarak rumah pasien dengan rumah tetangga berjarak 1 meter di
sebelah utara. Tempat pembuangan sampah berada di belakang rumah.
Tembok rumah tidak menyatu dengan tembok tetangga. Ventilasi kurang
baik, walaupun memiliki jendela, namun jendela pada kamar tidur jarang
dibuka, langit-langit di ruang keluarga dan kamar tidur terbuat dari
bamboo sedangkan di ruang tamu,kamar mandi dan dapur langit-langit
berupa atap yang terbuat dari genteng.
20

Untuk MCK, keluarga pasien menggunakan kamar mandi di
rumahnya yang sumber airnya dari sumur gali milik keluarga pasien. Air
dari sumur dali juga digunakan untuk minum dan memasak. Untuk
minum, kadang-kadang pasien dan keluarga pasien langsung meminum air
dari sumur tanpa dimasak terlebih dahulu.
Terdapat keluarga pasien dan tetangga pasien yang memiliki
penyakit yang serupa dengan pasien namun berupa demam biasa tanpa
disertai adanya mencret dan berlangsung hanya beberapa hari saja dan
langsung sembuh dengan meminum obat yang dibeli di warung-warung

21

Ikhtisar keluarga








Keterangan
: Laki-laki
: Perempuan
: Pasien

C. Pemeriksaan Fisik
Keadaaan umum : Sedang
Kesadaran : compos mentis
Tekanan darah :
Frek. Nadi : 80 x/menit
Frek. Nafas : 20 x/menit
Suhu : 38
0
C
Berat Badan : 40 kg
Tinggi Badan : 130 cm
Status Generalis
Kepala : Deformitas (-)
Bibir : Kering dan pecah-pecah
Rambut : Hitam, lurus, lebat
Mata : Konjungtiva pucat -/-, sklera ikterik -/-, mata cekung (-)
Telinga : Liang telinga lapang, serumen (-)
22

Hidung : Deformitas (-), sekret (-)
Tenggorok : tifoid tongue (+), uvula di tengah, arkus faring simetris, tonsil T1-
T1, detritus (-)
Gigi : Karies dentis (+)
Leher : tidak teraba pembesaran KGB
Paru:
Inspeksi : simetris, retraksi (-)
Palpasi : fremitus kiri = fremitus kanan
Perkusi : sonor
Auskultasi : vesikuler +/+, ronki -/-, wheezing -/-

Jantung:
Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : iktus kordis teraba pada sela iga ke-5 sinistra
Perkusi : redup
Auskultasi : bunyi jantung I-II regular, murmur (-), gallop (-)

Abdomen:
Inspeksi : soepel,hiperemi (-)
Auskultasi : bising usus meningkat
Palpasi : turgor baik, nyeri tekan epigastrium (+), hati dan limpa
tidak teraba
Perkusi : timpani
Ekstremitas : akral hangat, turgor baik, pembengkakan sendi (-)
IV. Diagnosis Banding
Demam Tifoid
Demam Dengue
Malaria

V. Pemeriksaan Penunjang
Leukosit : 2860 /cmm
23

Hemoglobin : 8,9 gr%
Trombosit : 291.000
LED : 50 mm/jam
Malaria : negative
Widal slide : O = 1/320 H = 1/320 AH = (1/320) BH = (1/160)

VI. Diagnosis
Demam Tifoid

VII. Diagnosis Holistik
Aspek personal
Pasien datang dengan keluhan demam sejak 2 minggu yang lalu, demam
dirasakan semakin hari semakin tinggi, demam tidak disertai menggigil,
demam naik turun, demam turun bila pasien minum obat penurun panas ,
muntah sejak 3 hari yang lalu, setiap makanan yang masuk selalu
dimuntahkan, nyeri ulu hati (+). Pasien juga mengalami mencret sejak 3
hari yang lalu, 3x/hari berupa air, lendir (-), darah (-). Dengan keluhan ini
pasien merasa lemas. Kekhawatiran pasien adalah kondisi pasien
membutuhkan perawatan inap di puskesmas. Harapan pasien adalah pasien
dapat kembali sembuh dan beraktivitas seperti biasa.
Aspek klinik
Demam tifoid
Aspek risiko internal
Pasien berumur anak-anak yang sistem imunitas belum sempurna sehingga
pasien rentan terserang penyakit.
Aspek psikososial keluarga
Kurangnya pengetahuan keluarga mengenai menu makanan keluarga yang
tidak sesuai kebutuhan, efektifitas cuci tangan sebelum mempersiapkan
makanan dan makan, setelah BAB dan BAK.

24

VIII. Rencana Tindak Lanjut
1. Pendekatan terapeutik untuk masalah yang diderita pasien
Parasetamol 3x1 tab
Chloramphenicol 4x500 mg
Vitamin B komplex 2x1 tab
Diit lunak

2. Tujuan Terapi
Mengeradikasi bakteri dan meringankan gejala
Edukasi : Makanan yang dianjurkan pada pasien ini adalah makanan
yang cukup mengandung cairan, tinggi kalori dan tinggi protein serta
rendah serat. Diet tersebut cukup penting dalam proses penyembuhan
penyakit demam tifoid, karena makanan yang kurang bergizi akan
menurunkan keadaan umum dan gizi pasien sehingga proses
penyembuhan akan semakin lama. Selama proses penyembuhan
disarankan juga mengkosumsi makanan yang lunak untuk
menghindari komplikasi perdarahan saluran cerna atau perforasi
usus.
Menjaga kebersihan makanan, mengurangi kebiasaan makan dan
minum di luar rumah yang kebersihannya diragukan dan
membiasakan mencuci tangan dengan sabun sebelum makan dan
menjaga kebersihan kuku
Edukasi kepada keluarga atau orang yang kontak dengan pasien
diberikan penjelasan mengenai rute tranmisi, gejala-gejala, dan cuci
tangan yang efektif, terutama sekali setelah BAB dan BAK, dan
sebelum menyiapkan makanan atau makan.


25

BAB IV
PENELUSURAN (HOME VISIT)

4.1. Dasar Pemilihan Kasus
Demam tifoid atau tifus abdominalis banyak ditemukan dalam
masyarakat kita, baik perkotaan maupun pedesaan. Penyakit ini sangat erat
kaitannya dengan kualitas yang mendalam dari higiene pribadi dan sanitasi
lingkungan seperti higiene perorangan, dan higiene penjamah makanan
yang rendah, lingkungan yang kumuh, kebersihan tempat-tempat umum
(rumah makan, restoran) yang kurang serta prilaku masyarakat yang tidak
mendukung untuk hidup sehat
Berdasarkan profil kesehatan puskesmas Narmada, pada tahun
2012 dan 2013, penyakit typhoid termasuk dalam 10 penyakit terbanyak
rawat inap di Puskesmas Narmada. Pada tahun 2012 pada peringkat kedua
yaitu 134 kasus dan di tahun 2013 menduduki peringkat pertama yaitu 167
kasus.
4.2. Tujuan
Mengetahui faktor penyebab utama terjadinya demam typhoid pada an.
AA

4.3. Metodologi
Metodologi yang dipakai : wawancara dan pengamatan lingkungan tempat
tinggal pasien. Variabel yang dipakai adalah faktor risiko demam typhoid,
tanda dan gejala demam typhoid.

4.4. Hasil Penelusuran
Pasien tinggal dengan 4 anggota keluarga di rumahnya yang terdiri
dari ayah, ibu, kakak dan adik kandung pasien. Terdapat 1 kepala keluarga
dalam rumah tersebut, yaitu ayah pasien. Biaya kehidupan keluarga dan
untuk pengambilan keputusan diserahkan kepada ayah pasien.
26

Penghasilan keluarga sekitar dari Rp. 1.500.000 per bulan. Ayah pasien
bekerja sebagai buruh bangunan, sedangkan ibu pasien hanya sebagai ibu
rumah tangga. Pasien memiliki satu kandang ayam dan dua kandang
burung di samping rumah, hasil seperti telur dan dagingnya digunakan
untuk keperluan keluarga.
Rumah yang dihuni saat ini terdiri dari 1 kamar tidur, 1 ruang
keluarga, 1 ruang tamu, 1 dapur, dan 1 kamar mandi. Luas rumah pasien
8x8 meter. Jarak rumah pasien dengan rumah tetangga berjarak 1 meter di
sebelah utara, sedangkan dapur keluarga terletak di belakang rumah.
Tempat pembuangan sampah berada di belakang rumah. Tembok rumah
tidak menyatu dengan tembok tetangga. Ventilasi kurang baik, walaupun
memiliki jendela, namun jendela pada kamar tidur tidak pernah dibuka,
langit-langit di ruang keluarga dan kamar tidur terbuat dari bambu
sedangkan di ruang tamu,kamar mandi dan dapur langit-langit berupa atap
yang terbuat dari genteng.
Untuk MCK, keluarga pasien menggunakan kamar mandi di rumahnya
yang sumber airnya dari sumur gali milik keluarga pasien. Air dari sumur
dali juga digunakan untuk minum dan memasak. Untuk minum, kadang-
kadang pasien dan keluarga pasien langsung meminum air dari sumur
tanpa dimasak terlebih dahulu.

27

Foto Kondisi Rumah Pasien

Ruang keluarga


Kamar tidur

28


Ruang tamu


Dapur
29


Kamar mandi

Kandang dan sumur




30

Denah rumah











Keterangan :
: Pintu
: Jendela
: Kandang
: Sumur






Kamar tidur

Ruang keluarga
Kamar
mandi
dapur

Ruang tamu
31

Pengkajian Masalah Kesehatan Pasien










DEMAM
TYPHOID
LINGKUNGAN
PERILAKU
PELAYANAN
KESEHATAN
Pasien terpapar
penyakit dari ibu
sebagai penderita
demam tifoid
Kurangnya
memperhatikan
kebersihan kuku
Pilihan menu
makanan yang tidak
sesuai
Kurangnya informasi
mengenai rute
tranmisi, gejala-
gejala, dan
pencegahan demam
typhoid
Kurang efektifnya
kebiasaan mencuci
tangan
Lalat
32

BAB V
PEMBAHASAN
A. Aspek Klinis
Pembahasan anamnesis dan pemeriksaan fisik
Pasien mengeluh demam sejak 2 minggu yang lalu, demam
dirasakan semakin hari semakin tinggi, demam tidak disertai menggigil,
demam naik turun, demam turun bila pasien minum obat penurun panas,
namun kemudian demam kembali tinggi. Pasien juga mengeluh muntah
sejak 3 hari yang lalu, setiap makanan yang masuk selalu dimuntahkan,
nyeri ulu hati (+). Pasien juga mencret sejak 3 hari yang lalu, 3x/hari
berupa air, lendir (-), darah (-). Menurut keluarga pasien, pasien tidak
pernah terganggu kesadarannya. Badan terasa lemas, nafsu makan
menurun. Pusing (-), nyeri kepala (+) bersamaan dengan demam.
Dari anamnesis tersebut sesuai dengan gejala klinis demam tifoid
yaitu terdapat gejala demam dan gejala gastrointestinal. Demam
dirasakan pada dari hari ke hari intensitas demam semakin tinggi yang
disertai sakit kepala, sedangkan gejala gastrointestinal yaitu ditemukan
gejala mual dan muntah serta mencret, bibir kering dan kadang pecah-
pecah, lidah kelihatan kotor dan ditutupi selaput putih, serta ujung dan
tepi lidah kemerahan. Pada pemeriksaan penunjang diperoleh leukosit :
2860 /cmm, hemoglobin : 8,9 gr%, trombosit : 291.000, LED : 50
mm/jam, malaria: negative, Widal slide: O = 1/320, H = 1/320,AH
= (1/320), BH = (1/160).
Pembahasan diagnosis
Dari anamnesis dan pemeriksaan penunjang maka diagnosis
demam tifoid dapat ditegakkan dalam katagori probable case yaitu
diagnosis dapat ditegakkan dari gejala klinis lengkap atau hampir lengkap,
serta didukung oleh gambaran laboratorium yang menyokong demam
typhoid (titer widal O 1/160, H 1/160 satu kali pemeriksaan)
33


Pembahasan terapi
Pada pasien ini diberikan Parasetamol 3x1 tab, Vit B.C 2x1 tab,
pasien masih kuat untuk makan dan minum sehingga bisa cukup untuk
memenuhi kebutuhan tubuh sehari-hari tanpa diberikan cairan per IV
line. Diberikan kloramfenikol 4x500 mg untuk eradikasi kuman.
Makanan yang dianjurkan pada pasien ini adalah makanan yang
cukup mengandung cairan, kalori dan tinggi protein serta rendah serat.
Diet tersebut cukup penting dalam proses penyembuhan penyakit demam
typhoid, karena makanan yang kurang bergizi akan menurunkan keadaan
umum dan gizi pasien sehingga proses penyembuhan akan semakin
lama. Selama proses penyembuhan disarankan juga mengkosumsi
makanan yang lunak dan rendah serat untuk menghindari komplikasi
perdarahan saluran cerna atau perforasi usus.

B. Aspek Ilmu Kesehatan Masyarakat
Suatu penyakit dapat terjadi oleh karena adanya
ketidakseimbangan faktor-faktor utama yang dapat mempengaruhi
derajat kesehatan masyarakat. Paradigma hidup sehat yang
diperkenalkan oleh H. L. Blum mencakup 4 faktor yaitu faktor genetik
(keturunan), perilaku (gaya hidup) individu atau masyarakat, faktor
lingkungan (sosial ekonomi, fisik, politik) dan faktor pelayanan
kesehatan (jenis, cakupan dan kualitasnya). Demam typhoid juga
menjadi masalah di mayarakat disebabkan oleh karena faktor-faktor
berikut :
1. Faktor Lingkungan
Pasien terpapar penyakit dari penderita demam tifoid
34

Dari anamnesis yang dilakukan diketahui bahwa ibu pasien juga
sedang menderita penyakit demam tifoid dan sedang dirawat di
puskesmas.
Yang menjadi sumber utama infeksi adalah manusia yang selalu
mengeluarkan mikroorganisme penyebab penyakit, baik ketika ia
sedang menderita sakit maupun yang sedang dalam
penyembuhan. Dengan aktivitas sehari-hari pasien akan kontak
dengan keluarga, penularannya dapat melalui makanan atau
minuman yang terkontaminasi feses atau urin. Hal ini akan
berkaitan dengan PHBS
Lalat
Lalat adalah salah satu vector yang dapat menyebabkan
penyebaran penyakit, hal ini berkaitan dengan tempat pasien
beraktivitas sehari-hari, yang dapat menyebarkan penyakit.
Penularan penyakit ini terjadi secara mekanis, dimana kulit tubuh
dan kaki-kaki lalat yang kotor merupakan tempat menempelnya
micro-organisme penyakit yang kemudian hinggap pada
makanan sehingga makanan tersebut menjadi sumber penyakit.
Oleh karena itu perlu dilakukan pengendalian lalat dengan
cermat.
2. Perilaku
Pilihan menu makanan yang tidak sesuai
Beragamnya jenis makanan yang berada di sekitar pasien
mendorong pasien memiliki banyak pilihan dalam memilih
menu makanan. Namun, pasien lebih sering memilih menu
makanan yang tidak sesuai. Kebiasaan makan dan minum di
luar rumah merupakan kebiasaan yang dilakukan oleh pasien,
dari kebiasaan ini tidak jarang pasien kurang memperhatikan
kebersihan makanan yang dimakan serta tanpa disadari
meminum air tanpa dimasak terlebih dahulu misalnya air es
35

yang dibuat dari air yang terkontaminasi. Prilaku inilah yang
dapat meningkatnya infeksi Salmonella typhi yang salah
satunya disebabkan oleh mengkosumsi makanan dan minuman
yang tersemar akibat penanganan makanan dan minuman yang
tidak higienis.
Kurang efektifnya mencuci tangan
Keefektifan mencuci tangan pada saat sebelum makan, sesudah
makan, sebelum mempersiapkan makanan, sesudah BAK dan
BAB pada pasien masih kurang, pasien tetap melakukan rutinitas
cuci tangan, namun pasien tidak menggunakan sabun. Hal ini
dapat memudahkan penyebaran penyakit
Budaya cuci tangan yang benar adalah kegiatan terpenting.
Kegiatan ini sangat penting baik bagi pasien, penyaji makanan,
atau warung serta orang-orang yang merawat dan mengasuh
anak. Setiap tangan kontak dengan feses, urin atau dubur harus
dicuci dengan sabun dan kalau perlu disikat, hal ini diperlukan
untuk memutuskan rute transmisi penyakit
Kurangnya memperhatikan kebersihan kuku
Pasien masih kurang memperhatikan kebersihan kuku, terbukti
pasien memiliki kuku yang cukup panjang dan kotor. Hal ini
dapat menjadi penyebaran penyakit yang bersifat silent, karena
tidak diketahuinya terdapat bakteri-bakteri yang tersimpan di
kuku tersebut.
3. Pelayanan Kesehatan
Kurangnya informasi mengenai pencegahan penyakit
Perlu penyuluhan oleh petugas kesehatan untuk memberi
pengetahuan tentang berbagai hal tentang demam typhoid seperti
penyebab, rute transmisi dan pencegahan penyakit. Cara-cara
tersebut perlu disosialisasikan kepada masyarakat agar mereka
dapat mencegah timbulnya demam typhoid di lingkungan tempat
36

tinggal mereka. Informasi mengenai typhoid terutama
pencegahan penyakit tersebut dapat mencegah penyebaran
penyakit menular di masyarakat. Namun hal ini juga harus
diperhitungkan dari segi waktu, dana dan tenaga.


37

BAB V
SIMPULAN DAN SARAN

I. SIMPULAN
1. Angka kejadian demam tifoid di Narmada terbukti masih tinggi
dan menjadi salah satu penyakit di antara sepuluh penyakit
terbanyak di Ruang rawat inap. Pada tahun 2012 terdapat 134
kasus demam tifoid dan pada tahun 2013 meningkat jumlahnya
yaitu 167 kasusdan menjadi peringkat pertama.
2. Terdapat beberapa faktor resiko yang mempengaruhi terjadinya
penyakit serta penyebaran penyakit pada pasien, berdasarkan
konsep kesehatan masyarakat yaitu dari lingkungan, perilaku, sarta
pelayanan kesehatan.

II. SARAN
Kepada institusi:
1. Perlunya peningkatan edukasi terhadap masyarakat mengenai
penyakit typhoid baik dari segi gejala, rute transmisi serta cara
pencegahannya. Terutama pada masyarakat yang pernah terkena
typhoid.
2. Peningkatan edukasi terhadap pasien dan masyarakat mengenai
PHBS dapat membudayakan cuci tangan dengan air mengalir dan
sabun serta menjaga kebersihan lingkungan.

38

DAFTAR PUSTAKA

1. Soedarmo s. Buku Ajar Infeksi dan Pediatri tropis. Edisi kedua. Jakarta: ikatan
dokter anak Indonesia:2008
2. Pudjiadi AH, et al, editor. Pedoman Pelayanan Medis Anak. Jilid 1, Cetakan I.
Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia : 2010
3. CDC. Communicable Disease Management Protocol Typhoid and
Paratyphoid Fever (enteric fever) .2012. Available from:
http://www.gov.mb.ca/health/publichealth/cdc/protocol/typhoid.pdf
4. Tim Penyusun, 2012. Profil Puskesmas 2012. Narmada: Puskesmas Narmada.
5. Tim Penyusun 2013. Data Rawat Inap 2013. Narmada : Puskesmas Narmada
6. WHO.The diagnosis, treatment and prevention of typhoid fever.2003.
Available from: url
http://whqlibdoc.who.int/hq/2003/who_v&b_03.07.pdfkground
7. Michael e. Salmonella: A model for bacterial pathogenesis.Annu. Rev. Med.
2001.52:259-274. Available from: url:
http://www.arjournals.annualreviews.org
8. Christopher.Typhoidfever. 2001. Available from: url:
http://www.nejm.org/doi/full/10.1056/nejmra020201
9. Tim Adaptasi WHO-Indonesia. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di
Rumah Sakit. Jakarta : WHO, Depkes RI, IDAI. 2009

You might also like