You are on page 1of 30

1

BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit tuberkulosis (TB) paru masih merupakan masalah utama kesehatan
yang dapat menimbulkan kesakitan (morbiditas) dan kematian (mortalitas).
Diperkirakan sekitar sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi oleh
Mycobacterium tuberculosis.
Diperkirakan terdapat 2 juta kematian akibat tuberkulosis pada tahun 2002.
Jumlah terbesar kematian akibat TB terdapat di Asia tenggara yaitu 625.000 orang
atau angka mortaliti sebesar 39 orang per 100.000 penduduk. Angka mortaliti
tertinggi terdapat di Afrika yaitu 83 per 100.000 penduduk, dimana prevalensi
HIV yang cukup tinggi mengakibatkan peningkatan cepat kasus TB yang muncul.
Di Indonesia masih menempati urutan ke tiga di dunia untuk jumlah kasus
TB setelah India dan Cina. Setiap tahun terdapat 250.000 kasus baru TB dan
sekitar 140.000 kematian akibat TB. Di Indonesia tuberculosis adalah pembunuh
nomor satu diantara penyakit menular dan merupakan penyebab kematian nomor
3 setelah penyakit jantung dan penyakit pernapasan akut pada seluruh kalangan
usia. Pada tahun 2008 prevalensi TB Paru di Indonesia mencapai 253 per 100.000
penduduk, sedangkan target MDGs pada tahun 2015 adalah 222 per 100.000
penduduk. Sementara itu, Prevalensi TB di Indonesia pada tahun 2009 telah
menurun tajam menjadi 100 per 100.000 penduduk dan TB terjadi pada lebih dari
70% usia produktif (15-50 tahun).
Strategi penanganan TB berdasarkan World Health Organization (WHO)
tahun 1990 dan International Union Against Tuberkulosa and Lung Diseases
(IUATLD) yang dikenal sebagai strategi Directly observed Treatment Short-
course (DOTS) secara ekonomis paling efektif (cost-efective), strategi ini juga
berlaku di Indonesia. Pengobatan TB paru menurut strategi DOTS diberikan
selama 6-8 bulan dengan menggunakan paduan beberapa obat atau diberikan
dalam bentuk kombinasi dengan jumlah yang tepat dan teratur, supaya semua
kuman dapat dibunuh. Obat-obat yang dipergunakan sebagai obat anti
tuberkulosis (OAT) yaitu : Isoniazid (INH), Rifampisin (R), Pirazinamid (Z),
2

Streptomisin (S) dan Etambutol (E). Efek samping OAT yang dapat timbul antara
lain tidak ada nafsu makan, mual, sakit perut, nyeri sendi, kesemutan sampai rasa
terbakar di kaki, gatal dan kemerahan kulit, ikterus, tuli hingga gangguan fungsi
hati (hepatotoksik) dari yang ringan sampai berat berupa nekrosis jaringan hati.
Obat anti tuberkulosis yang sering hepatotoksik adalah INH, Rifampisin dan
Pirazinamid. Hepatotoksitas mengakibatkan peningkatan kadar transaminase
darah (SGPT/SGOT) sampai pada hepatitis fulminan, akibat pemakaian INH dan/
Rifampisin























3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Tuberkulosis Paru
TB Paru ialah suatu penyakit infeksi kronik jaringan paru yang disebabkan
oleh basil Mycobacterium tuberculosae. Sebagian besar basil Mycobacterium
tuberculosae masuk ke dalam jaringan paru melalui airborne infection dan
selanjutnya mengalami proses yang dikenal sebagai fokus primer dari Ghon.
1,2
B. Epidemiologi
Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting
di dunia ini. Pada tahun 1992 World Health Organization (WHO) telah
mencanangkan tuberkulosis sebagai Global Emergency . Laporan WHO tahun
2004 menyatakan bahwa terdapat 8,8 juta kasus baru tuberkulosis pada tahun
2002, dimana 3,9 juta adalah kasus BTA (Basil Tahan Asam) positif. Setiap detik
ada satu orang yang terinfeksi tuberkulosis di dunia ini, dan sepertiga penduduk
dunia telah terinfeksi kuman tuberkulosis. Jumlah terbesar kasus TB terjadi di
Asia tenggara yaitu 33 % dari seluruh kasus TB di dunia, namun bila dilihat dari
jumlah pendduduk, terdapat 182 kasus per 100.000 penduduk.Di Afrika hampir 2
kali lebih besar dari Asia tenggara yaitu 350 per 100.000 pendduduk.
Diperkirakan angka kematian akibat TB adalah 8000 setiap hari dan 2 - 3
juta setiap tahun. Laporan WHO tahun 2004 menyebutkan bahwa jumlah terbesar
kematian akibat TB terdapat di Asia tenggara yaitu 625.000 orang atau angka
mortaliti sebesar 39 orang per 100.000 penduduk. Angka mortaliti tertinggi
terdapat di Afrika yaitu 83 per 100.000 penduduk, dimana prevalensi HIV yang
cukup tinggi mengakibatkan peningkatan cepat kasus TB yang muncul.

Indonesia masih menempati urutan ke 3 di dunia untuk jumlah kasus TB
setelah India dan China. Setiap tahun terdapat 250.000 kasus baru TB dan sekitar
140.000 kematian akibat TB. Di Indonesia tuberkulosis adalah pembunuh nomor
satu diantara penyakit menular dan merupakan penyebab kematian nomor tiga
setelah penyakit jantung dan penyakit pernapasan akut pada seluruh kalangan
usia.
2,3

4

C. Etiologi
TB paru disebabkan oleh Mycobakterium tuberculosis yang merupakan
batang aerob tahan asam yang tumbuh lambat dan sensitive terhadap panas dan
sinar UV. Bakteri yang jarang sebagai penyebab, tetapi pernah terjadi adalah M.
Bovis dan M. Avium.
Mycobacterium tuberculosis berbentuk batang lurus atau sedikit
melengkung, tidak berspora dan tidak berkapsul. Bakteri ini berukuran lebar 0,3
0,6 mm dan panjang 1 4 mm. Dinding M. tuberculosis sangat kompleks, terdiri
dari lapisan lemak cukup tinggi (60%). Penyusun utama dinding sel M.
tuberculosis ialah asam mikolat, lilin kompleks (complex-waxes), trehalosa
dimikolat yang disebut cord factor, dan mycobacterial sulfolipids yang berperan
dalam virulensi. Asam mikolat merupakan asam lemak berantai panjang (C60
C90) yang dihubungkan dengan arabinogalaktan oleh ikatan glikolipid dan
dengan peptidoglikan oleh jembatan fosfodiester. Unsur lain yang terdapat pada
dinding sel bakteri tersebut adalah polisakarida seperti arabinogalaktan dan
arabinomanan. Struktur dinding sel yang kompleks tersebut menyebabkan bakteri
M. tuberculosis bersifat tahan asam, yaitu apabila sekali diwarnai akan tetap tahan
terhadap upaya penghilangan zat warna tersebut dengan larutan asamalkohol.
Komponen antigen ditemukan di dinding sel dan sitoplasma yaitu
komponen lipid, polisakarida dan protein. Karakteristik antigen M. tuberculosis
dapat diidentifikasi dengan menggunakan antibodi monoklonal . Saat ini telah
dikenal purified antigens dengan berat molekul 14 kDa (kiloDalton), 19 kDa, 38
kDa, 65 kDa yang memberikan sensitifitas dan spesifisitas yang berfariasi dalam
mendiagnosis TB. Ada juga yang menggolongkan antigen M.tuberculosis dalam
kelompok antigen yang disekresi dan yang tidak disekresi (somatik). Antigen
yang disekresi hanya dihasilkan oleh basil yang hidup, contohnya antigen 30.000
a, protein MTP 40 dan lain lain.
4,5,6


5


Gambar 1. Gambaran mikroskopik M. Tuberculosis dengan Pewarnaan Ziehl
Neelsen.
D. Patogenesis
Penyebaran TB Paru dari penderita terjadi melalui nuklei droplet infeksius
yang keluar bersama batuk, bersin dan bicara dengan memproduksi percikan yang
sangat kecil berisi kuman TB. Kuman ini melayang-layang di udara yang dihirup
oleh penderita lain. Faktor utama dalam perjalanan infeksi adalah kedekatan dan
durasi kontak serta derajat infeksius penderita dimana semakin dekat seseorang
berada dengan penderita, makin banyak kuman TB yang mungkin akan
dihirupnya.
1. Tuberkulosis Primer
Penyebaran tuberkulosis ini terjadi pada penderita yang belum pernah
terinfeksi sebelumnya. Kuman tuberkulosis yang masuk melalui saluran
napas akan bersarang di jaringan paru sehingga akan terbentuk suatu
sarang pneumoni disebut sarang primer (afek primer). Peradangan akan
kelihatan dari sarang primer saluran getah bening menuju hilus
(limfangitis lokal) yang diikuti oleh pembesaran kelenjar getah bening di
hilus (limfangitis regional). Limfangitis regional bisa sembuh tanpa
mengalami cacat, sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas dan
mengalami penyebaran. Penyebarannya dengan beberapa cara yaitu:
a. Perkontinuitatum adalah penyebaran kuman tuberkulosis di sekitar
paru yang terserang kuman tuberkulosis tersebut .
6

b. Bronkogen adalah penyebaran baik di paru bersangkutan maupun
ke paru sebelahnya atau tertelan.
c. Hematogen dan limfogen adalah penyebaran yang berkaitan
dengan daya tahan tubuh, jumlah dan virulensi kuman. Penyebaran
ini akan menimbulkan keadaan cukup gawat apabila tidak terdapat
imunitas yang adekuat
2. Tuberkulosis Post Primer
Tuberkulosis post primer akan muncul bertahun-tahun setelah tuberkulosis
primer. Penyebaran tuberkulosis ini dimulai dengan sarang dini yang
umumnya terletak di segmen apikal lobus superior maupun lobus inferior.
Sarang ini awalnya berbentuk suatu sarang pneumonia kecil yang bisa
sembuh tanpa meninggalkan cacat, meluas dan segera terjadi proses
penyembuhan dengan penyebukan jaringan fibrosis tetapi bisa juga meluas
dan membentuk jaringan keju (jaringan kaseosa).
1,4,7
E. Klasifikasi
Berdasarkan lokasi TB Paru diklasifikasikan menjadi 2, yaitu:
1. Tuberkulosis Paru
Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan paru,
tidak termasuk pleura.
a. Berdasar hasil pemeriksaan dahak (BTA)
TB paru dibagi atas:
1) Tuberkulosis paru BTA (+) adalah: Sekurang-kurangnya 2
dari 3 spesimen dahak menunjukkan hasil BTA positif.
Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA
positif dan kelainan radiologik menunjukkan gambaran
tuberkulosis aktif. Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak
menunjukkan BTA positif dan biakan positif.
2) Tuberkulosis paru BTA (-)
a) Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA
negatif, gambaran klinik dan kelainan radiologis
menunjukkan tuberkulosis aktif
7

b) Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA
negatif dan biakan M. tuberculosis positif.
b. Berdasarkan tipe pasien
Tipe pasien ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan
sebelumnya. Ada beberapa tipe pasien yaitu :
1) Kasus baru Adalah pasien yang belum pernah mendapat
pengobatan dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT
kurang dari satu bulan.
2) Kasus kambuh (relaps) Adalah pasien tuberkulosis yang
sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberkulosis dan
telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap,
kemudian kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan
dahak BTA positif atau biakan positif.
Bila BTA negatif atau biakan negatif tetapi gambaran
radiologik dicurigai lesi aktif / perburukan dan terdapat
gejalaklinis maka harus dipikirkan beberapa kemungkinan :
I. Infeksi non TB (pneumonia, bronkiektasis dll)
Dalam hal ini berikan dahulu antibiotik selama 2
minggu, kemudian dievaluasi.
II. Infeksi jamur
III. TB paru kambuh
Bila meragukan harap konsul ke ahlinya.
c. Kasus defaulted atau drop out
Adalah pasien yang tidak mengambil obat 2 bulan berturut-turut
atau lebih sebelum masa pengobatannya selesai.
d. Kasus gagal
1) Adalah pasien BTA positif yang masih tetap positif atau
kembali menjadi positif pada akhir bulan ke-5 (satu bulan
sebelum akhir pengobatan).
8

2) Adalah pasien dengan hasil BTA negatif gambaran
radiologik positif menjadi BTA positif pada akhir bulan ke-
2 pengobatan.
e. Kasus kronik / persisten
Adalah pasien dengan hasil pemeriksaan BTA masih positif setelah
selesai pengobatan ulang kategori 2 dengan pengawasan yang baik.
Catatan:
a. Kasus pindahan (transfer in):
Adalah pasien yang sedang mendapatkan pengobatan di suatu kabupaten dan
kemudian pindah berobat ke kabupaten lain. Pasien pindahan tersebut harus
membawa surat rujukan / pindah.
b. Kasus Bekas TB:
1) Hasil pemeriksaan BTA negatif (biakan juga negatif bila ada) dan
gambaran radiologik paru menunjukkan lesi TB yang tidak aktif, atau foto
serial menunjukkan gambaran yang menetap. Riwayat pengobatan OAT
adekuat akan lebih mendukung.
2) Pada kasus dengan gambaran radiologik meragukan dan telah mendapat
pengobatan OAT 2 bulan serta pada foto toraks ulang tidak ada perubahan
gambaran radiologi.
2. Tuberkulosis Ekstra Paru
Tuberkulosis ekstra paru adalah tuberkulosis yang menyerang organ tubuh
lain selain paru, misalnya pleura, kelenjar getah bening, selaput otak, perikard,
tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin dan lain-lain.
Diagnosis sebaiknya didasarkan atas kultur positif atau patologi anatomi.
Untuk kasus-kasus yang tidak dapat dilakukan pengambilan spesimen maka
diperlukan bukti klinis yang kuat dan konsisten dengan TB ekstra paru aktif.
1,3,7,8



9

F. Diagnosis
Diagnosis tuberkulosis dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinik,
pemeriksaan fisik/jasmani, pemeriksaan bakteriologik, radiologik dan
pemeriksaan penunjang lainnya.
a. Gejala klinik
Gejala klinik tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu
gejala lokal dan gejala sistemik, bila organ yang terkena adalah
paru maka gejala lokal ialah gejala respiratorik (gejala lokal sesuai
organ yang terlibat).
a) Gejala respiratorik
batuk lebih dari 2 minggu
batuk darah
sesak napas
nyeri dada
Gejala respiratorik ini sangat bervariasi, dari mulai tidak
ada gejala sampai gejala yang cukup berat tergantung dari luas lesi.
Kadang pasien terdiagnosis pada saat medical check up. Bila
bronkus belum terlibat dalam proses penyakit, maka pasien
mungkin tidak ada gejala batuk. Batuk yang pertama terjadi karena
iritasi bronkus, dan selanjutnya batuk diperlukan untuk membuang
dahak ke luar.
b) Gejala sistemik
Demam
Gejala sistemik lain: malaise, keringat malam,
anoreksia, berat badan menurun.
c) Gejala tuberkulosis ekstra paru
Gejala tuberkulosis ekstra paru tergantung dari organ yang
terlibat, misalnya pada limfadenitis tuberkulosa akan terjadi
pembesaran yang lambat dan tidak nyeri dari kelenjar getah
bening, pada meningitis tuberkulosa akan terlihat gejala
10

meningitis, sementara pada pleuritis tuberkulosa terdapat
gejala sesak napas & kadang nyeri dada pada sisi yang
rongga pleuranya terdapat cairan.

b. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik, kelainan yang akan dijumpai tergantung
dari organ yang terlibat. Pada tuberkulosis paru, kelainan yang
didapat tergantung luas kelainan struktur paru. Pada permulaan
(awal) perkembangan penyakit umumnya tidak (atau sulit sekali)
menemukan kelainan. Kelainan paru pada umumnya terletak di
daerah lobus superior terutama daerah apeks dan segmen posterior
(S1 & S2) , serta daerah apeks lobus inferior (S6). Pada
pemeriksaan fisik dapat ditemukan antara lain suara napas
bronkial, amforik, suara napas melemah, ronki basah, tanda-tanda
penarikan paru, diafragma & mediastinum. Pada pleuritis
tuberkulosa, kelainan pemeriksaan fisik tergantung dari banyaknya
cairan di rongga pleura. Pada perkusi ditemukan pekak, pada
auskultasi suara napas yang melemah sampai tidak terdengar pada
sisi yang terdapat cairan. Pada limfadenitis tuberkulosa, terlihat
pembesaran kelenjar getah bening, tersering di daerah leher
(pikirkan kemungkinan metastasis tumor), kadang-kadang di
daerah ketiak. Pembesaran kelenjar tersebut dapat menjadi cold
abscess
11


Gambar 2. Paru : Apeks Lobus Superior dan Apeks Lobus Inferior

c. Pemeriksaan Bakteriologi
1) Bahan pemeriksaan
Pemeriksaan bakteriologi untuk menemukan kuman TB.
Bahan untuk pemeriksaan bakteriologi ini dapat berasal
dari dahak, cairan pleura, liquor cerebrospinal, bilasan
bronkus, bilasan lambung, urin, feses, dan jaringan biopsi.
2) Cara pengumpulan dahak
Cara pengambilan dahak 3 kali (SPS):
Sewaktu / spot (dahak sewaktu saat kunjungan)
Pagi (keesokan harinya)
Sewaktu / spot (pada saat mengantarkan dahak pagi)
Atau setiap pagi 3 hari berturut-turut
3) Cara pemeriksaan dahak
pemeriksaan bakteriologi dari specimen dahak dan bahan
lain dapat dilakukan dengan cara:
a) Mikroskopis
Interpretasi hasil pemeriksaan dahak 3 kali pemeriksaan
ialah:
3 kali positif atau 2 kali positif, 1 kali negatif
BTA Positif
12

1 kali positif, 2 kali negative ulang BTA 3 kali
kemudian bila 1 kali positif, 2 kali negative BTA
positif, atau bila 3 kali negative BTA negative
b) Biakan kuman
Biakan dimaksudkan untuk mendapat diagnosis pasti dan
dapat mendeteksi M. Tuberculosis dan Mycobacterium
lainnnya.
3,4,6

d. Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan standard ialah foto toraks PA. Pemeriksaan lain atas
indikasi: foto lateral, oblik, CT-scan. Pada pemeriksaan foto toraks
tuberculosis dapat memberi gambaran bermacam-macam bentuk.
Gambaran radiologi yang dicurigai sebagai lesi TB aktif:
Bayangan berawan / nodular di segmen apical dan posterior
lobus atas paru dan segmen superior lobus bawah
Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi bayangan opak
berawan atau noduler
Bayangan bercak milier
Efusi pleura unilateral (umunya), bilateral (jarang)
Gambaran radiologi yang dicurigai lesi TB inaktif:
Fibrotic
Kalsifikasi
Schwarte atau penebalan pleura.
e. Pemeriksaan penunjang lain
1) Analisis cairan pleura
Pemeriksaan analisis cairan pleura perlu dilakukan pada
pasien efusi pleura untuk membantu menegakkan diagnosis
dimana terdapat sel limfosit yang dominan dan glukosa
rendah.
2) Pemeriksaan histopatologi jaringan
biopsi aspirasi dengan jarum halus (BJH) kelenjar
getah bening
13

biopsi pleura
biopsi jaringan paru
3) Pemeriksaan darah
Hasil pemeriksaan darah rutin kurang menunjukkan
indikator yang spesifik untuk TB. Laju endap darah (LED)
jam pertama dan jam ke 2 dapat digunakan sebagai
indicator penyembuhan pasien. LED sering meningkat
pada proses aktif, tetapi laju endap darah yang normal tidak
menyingkirkan diagnosis TB. Limfosit pun kurang spesifik.
4) Uji tuberculin
Uji tuberculin yang positif menunjukkan ada infeksi TB.
Namun uji tuberculin ini kurang sensitive pada orang
dewasa
5) Pemeriksaan BACTET
6) Pemeriksaan serologi
Berbagai metode
ELISA
Mycodot
Uji peroksidase anti peroksidase
ICT
1,2,4,5

g. Penatalaksanaan
1. Pengobatan Suportif/simptomatik
Bila keadaaan klinis baik dan tidak ada indikasi rawat inap pasien dapat
dirawat jalan. Selain OAT kadang perlu pengobatan tambahan atau
simptomatik untuk mengatasi gejala atau keluhan. Misalnya pemberian
vitamin, obat antipiretik jika ada demam, obat gejala batuk dan sesak napas
atau keluhan lain. Terapi umum yaitu istirahat, stop merokok, hindari
polusi.
2. Medika mentosa obat anti TB (OAT)
14

pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3
bulan) dan fase lanjutan 4 atau 7 bulan. Paduan obat yang digunakan terdiri
dari paduan obat utama dan tambahan.
a. Prinsip pengobatan
Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip - prinsip sebagai
berikut:
OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa
jenis obat, dalam jumlah cukup dan dosis tepat sesuai
dengan kategori pengobatan. Jangan gunakan OAT tunggal
(monoterapi). Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap
(OAT-KDT) lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan.
Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan
pengawasan langsung (DOT = Directly Observed
Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan Obat (PMO).
Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap
intensif dan lanjutan.
o Tahap awal (intensif)
1) Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat
setiap hari dan perlu diawasi secara langsung untuk
mencegah terjadinya resistensi obat.
2) Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan
secara tepat, biasanya pasien menular menjadi tidak
menular dalam kurun waktu 2 minggu.
3) Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi
BTA negatif (konversi) dalam 2 bulan.
o Tahap Lanjutan
1) Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis
obat lebih sedikit, namun dalam jangka
waktu yang lebih lama
15

2) Tahap lanjutan penting untuk membunuh
kuman persister sehingga mencegah
terjadinya kekambuhan
b. Obat yang dipakai yaitu:
1) Lini 1: INH, rifampisin, pirazinamid, streptomycin dan
etambutol
2) Lini 2: kanamicin, amikasin, kuinolon dan lain-lain
Tabel 1. Jenis dan dosis OAT

Obat Dosis
(mg/kgBB/hr)
Dosis yg
dianjurkan
(mg/kgBB/hr)
Dosis
maksimal
(mg)
Dosis (mg) / kgBB
< 40 40-60 > 60
R 8-12 10 600 300 450 600
H 4-6 5 300 150 300 450
Z 20-30 25 750 1000 1500
E 15-20 15 750 1000 1500
S 15-18 15 1000 Sesuai
BB
750 1000

Tabel 2. Dosis OAT kombinasi dosis tetap

BB Fase intensif 2 bulan Fase lanjutan 4 bulan
Harian
(RHZE)
(150/75/400/275)
Harian
(RHZ)
150/75/400
3x/minggu
(RHZ)
150/150/500
Harian
(RH)
150/75
3x/minggu
(RH)
150/150
30-37 2 2 2 2 2
38-54 3 3 3 3 3
55-70 4 4 4 4 4
>71 5 5 5 5 5

Kategori 1 untuk:
- Penderita TB paru baru , sputum BTA positif
- Penderita TB paru, sputum BTA negatif, rontgen positif dengan kelainan paru
luas
- Penderita TB ekstra paru berat
- diterapi dengan 2 RHZE/ 4RH atau 2 RHZE/ 6HE atau 2 RHZE/4 R3H3
Kategori 2 untuk:
- Penderita kambuh
- Penderita gagal pengobatan
16

- Penderita putus berobat
- Diterapi dengan
o 2RHZES/1 RHZE / 5 RHE
o 2RHZES/1 RHZE / 5 R3H3E3
Kategori 3 untuk:
- Penderita baru TB paru, sputum BTA negatif, rontgen positif
dengan kelainan paru tidak luas
- Penderita TB ekstra paru ringan diterapi dengan:
o 2 RHZE / 4RH
o 6 RHE
o 2 RHZE / 4 R3H3
Kategori 4 untuk:
- Penderita TB kronik, diterapi dengan RHZES / sesuai uji
resistensi (minimal OAT yang sensitif) + obat Lini 2 (pengobatan
minimal 18 bulan)
MDR TB (sesuai uji resistensi + OAT lini 2 atau H seumur hidup)
3. evaluasi pengobatan
Evaluasi penderita meliputi evaluasi klinik, bakteriologik, radiologik, dan
efek samping obat, serta evaluasi keteraturan berobat.
a. Evaluasi klinik
Penderita dievaluasi setiap 2 minggu pada 1 bulan pertama
pengobatan selanjutnya setiap 1 bulan
Evaluasi : respons pengobatan dan ada tidaknya efek samping obat
serta ada tidaknya komplikasi penyakit
Evaluasi klinik meliputi keluhan , berat badan, pemeriksaan fisik.
b. Evaluasi bakteriologik (0 - 2 - 6 /9)
Tujuan untuk mendeteksi ada tidaknya konversi dahak
Pemeriksaan & evaluasi pemeriksaan mikroskopik
Sebelum pengobatan dimulai
Setelah 2 bulan pengobatan (setelah fase intens
c. Evaluasi radiologi (0-2-6/9 bulan pengobatan)
Pemeriksaan dan evaluasi foto toraks dilakukan sebelum pengobatan
dimulai, setelah fase intensif dan pada akhir pengobatan
d. Evaluasi efek samping secara klinis
17

Bila mungkin sebaiknya dari awal dilakukan pemeriksaan fungsi
hati, fungsi ginjal dan darah lengkap
Fungsi hati: SGOT, SGPT, bilirubin; fungsi ginjal: ureum, kreatinin
dan gula darah serta asam urat untuk data dasar penyakit penyerta
atau efek samping pengobatan
Asam urat diperiksa bila menggunakan pirazinamid
Pemeriksaan visus dan uji buta warna bila menggunakan etambutol
(jika ada keluhan)
e. Evaluasi keteraturan berobat
Yang tidak kalah pentingnya adalah evaluasi keteraturan berobat dan
minum atau tidaknya obat tersebut. Dalam hal ini maka sangat
penting penyuluhan mengenai penyakit dan keteraturan berobat
Ketidakteraturan berobat akan menimbulkan masalh resistensi
f. Evaluasi pasien telah sembuh
Kriteria sembuh:
BTA mikroskopis 2 kali negatif (pada akhir fase intensif dan
akhir pengobatan) dan telah mendapatkan pengobatan
adekuat
Pada foto toraks, gambaran radiologi serial tetap
sama/perbaikan
Bila ada fasiliti biakan, maka criteria ditambah biakan
negative
Pasien TB yang telah dinyatakan sembuh sebaiknya tetap
dievaluasi minimal dalam 2 tahun pertama setelah sembuh.
Hal ini untuk mengetahui kekambuhan. Hal yang dievaluasi
adalah mikroskopis BTA dahak dan foto toraks. Mikroskopis
BTA dahak 3, 6, 12, dan 24 bulan (sesuai indikasi/bila ada
gejala setelah dinyatakan sembuh) sedangkan evaluasi foto
toraks 6, 12 dan 24 bulan setelah dinyatakan sembuh (bila
ada kecurigaan TB kambuh).

18

h. Komplikasi
Komplikasi paru: atelektasis, hemoptisis, fibrosis, bronkiektasis,
pneumotoraks, gagal napas. Komplikasi TB ekstra paru: pleuritis, efusi pleura,
perikarditis, peritonitis, TB kelenjar limfe, kor pulmonale.

i. Prognosis
Dubia: tergantung derajat berat , kepatuhan pasien, sensitivitas bakteri, gizi
status imun, komordibitas
Penentuan dosis terapi kombinasi dosis tetap 4 obat berdasarkan rentang
dosis yang telah ditentukan oleh WHO merupakan dosis yang efektif atau
masih termasuk dalam batas dosis terapi dan non toksik. Pada kasus yang
mendapat obat kombinasi dosis tetap tersebut, bila mengalami efek samping
serius harus dirujuk ke rumah sakit / dokter spesialis paru / fasiliti yang
mampu menanganinya.
6,7,8
j. Pencegahan
1) Pencegahan Primer
a) Makan makanan yang mengandung 4 sehat 5 sempurna
b) Usahakan setiap hari tidur cukup dan teratur
c) Lakukanlah olahraga di tempat-tempat yang mempunyai
udara segar.
d) Meningkatkan kekebalan tubuh dengan vaksinasi BCG
e) Kebersihan Lingkungan
f) Lengkapi perumahan dengan ventilasi yang cukup
g) Memberi penyuluhan kepada masyarakat tentang cara-cara
penularan dan pemberantasan serta manfaat penegakan
diagnosa dini
h) Mengurangi dan menghilangkan kondisi sosial yang
meningkatkan risiko terjadinya infeksi, misalnya kepadatan
hunian
2) Pencegahan Sekunder
a) Case finding
b) X-foto toraks yang dikerjakan secara massal
19

c) Uji tuberkulin secara Mountoux
d) Bagi imigran yang datang dari negara-negara dengan
prevalensi TB Paru yang tinggi dilakukan skrining dengan
foto toraks, tes PPD, pemeriksaan BTA dan kultur,
bekerjasama dengan WHO.
e) Perawatan khusus penderita dan mengobati penderita.
Penderita tuberkulosis yang baru didiagnosa, diberikan Obat
Anti Tuberkulosis (OAT) yang mempunyai efek sterilisasi
sekaligus mempunyai efek yang dapat mencegah
pertumbuhan kuman-kuman resisten seperti isoniazid (H),
rifampisis (R) dan pirazinamid (Z)
3) Pencegahan Tertier
Membuat stategi menyembuhkan penderita TB Paru yaitu
pemberian paduan obat efektif dengan konsep Directly Observed
Treatment Short-course (DOTS).
1,2,5
















20

B III
KUNJUNGAN RUMAH

A. Tinjauan kasus

Tanggal kunjungan: 18 Agustus 2014
Perumahan Bumi Andonohu Permai, kecamatan Poasia

B. Data identitas keluarga pasien

a. Biodata

Nama Penderita : Tn. Muh. fajar
Umur : 49 Tahun
Pendidikan : S1
Pekerjaan : Guru
Suku : Bugis
Agama : Islam

Nama Istri : Ny. Kasri
Umur : 44 Tahun
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Honor
Suku : Jawa
Agama : Islam








21

b. Susunan keluarga
Tabel 3. Daftar Anggota Keluarga yang tinggal dalam 1 rumah
No.
Nama
anggota
Umur
L/P
Hubungan
keluarga
Pendidikan/
pekerjaan
Imunisasi
Keadaan
fisik
1.
Tn. Muh.
Fajar
L/49tahun KK S1/ Guru - Sakit
2.
Ny.
Kasmi
P/44Tahun Istri SMA/ honor - Sehat
3.
tn.
Ahmad
L/ 19
tahun
Anak Mahasiswa Lengkap Sehat
4. Nn. Vita
L/17
Tahun
Anak Mahasiswa Lengkap Sehat
5. An. vera 13 tahun Anak SMP Lengkap Sehat

c. Genogram keluarga









Gambar 3. Genogram keluarga pasien

d. Riwayat kesehatan keluarga pasien
1) Bapak: sebagai kepala keluarga dan sebagai penderita yang sedang
berobat TB fase lanjutan.
2) Ibu: sebagai IRT sekaligus honorer di TK, tidak pernah menderita TB dan
dalam keadaan sehat
3) Ahmad, vita dan vera sebagai anak dari penderita semua sehat





Istri
Suami/penderita
22

e. Data pola hidup keluarga
1. Pola kesehatan
a) Bila anggota keluarga sakit berobat ke puskesmas
b) Persalinan ditolong oleh bidan di puskesmas
c) Olahraga 2-3 kali seminggu
2. Pola kebiasaan sehari-hari
a) Pola makan dan makanan
Dewasa makan 3x sehari
Sarapan: roti, susu
Makan siang: nasi putih, ikan, sayur, tempe, tahu
Makan malam: ikan, nasi putih dan sayur..
Anak (13tahun): makan 3-4x/ hari dengan pelbagai jenis
makanan dan sering makan jajan
Penyediaan makanan : Goreng dan rebus (lebih sering
merebus)
Air minum (air galon )
b) Pola kebersihan
Ayah: mandi 2X/ hari. Ganti baju dan pakaian dalam 2-3x/ hari.
Ibu: mandi 2x/ hari. Ganti baju dan pakaian dalam 2-3x/ hari.
Ahmad, vita, dan vera: mandi 2x/ hari. Ganti baju dan pakaian
dalam 2-3x/ hari.
Keluarga sering cuci tangan dengan sabun saat mau makan
Sering mencuci pakaian tiga kali seminggu.
Sumber air untuk mencuci dan mandi yaitu sumur bor.
f. Data keadaan lingkungan
1. Kondisi rumah dan kawasan lingkungan
1) Luas rumah adalah cukup luas untuk dihuni 4 orang 14 x 8 m
2
.
2) Lantai terbuat dari tehel
3) Dinding dari tembok dan terdiri dari 4 kamar.
4) Atap terbuat dari seng dan terdapat plafon
23

5) Ruang tamu terdapat jendela namun ditutup oleh horden dan tidak
pernah dibuka, kamar penderita ada ventilasi namun tertutup oleh
horden. Dapur, ruang makan dan ruang tengah tidak punya jendela dan
ventilasi.
6) Pencahayaan pada ruang tamu dan kamar penderita berasal dari pintu
dan jendela kaca. Namun ruang yang lain pencahayaannya kurang
bagus dan tampak gelap .
7) Tempat mencuci piring terletak di dapur, bersih
8) Tempat tidur rapi.
9) Kawasan rumah tidak mempunyai tempat pembuangan sampah
khusus
10) Kamar mandi : Terletak di dalam rumah, lantai dari tehel dan dinding
dari tembok memiliki pintu dalam kondisi yg baik.
11) Tempat mencuci: mesin cuci
12) Jamban: BAB langsung di WC dalam rumah.
13) Perkarangan: Bersih, terdapat beberapa bunga yang tertata rapi
14) Letak rumah berada di pinggir jalan dan jarak dengan tetangga sangat
mepet yaitu sekitar -/+1 meter. Keadaan perumahan agak padat

g. Keadaan sosial ,ekonomi dan pendidikan keluarga.
1. Bentuk keluarga : keluarga inti karena terdiri dari ibu, bapak, dan 3 orang
anak
2. Sosial ekonomi
a. Kepala keluarga memiliki penghasilan ( Rp.5.000.000,- per bulan)
b. Istri sebagai ibu rumah tangga dan honorer memiliki penghasilan tetap
(Rp. 400.000,- per bulan)
3. Sosial budaya
a. Hubungan keluarga dengan tetangga baik, saling membantu jika ada
kesulitan
4. Pengetahuan tentang TB :
a. Keluarga tersebut tidak pernah mengikuti sosialisasi tentang TB
24

b. Pengetahuan tentang TB baru didapatkan dari dokter saat melakukan
pengobatan
5. Tingkat pendidikan keluarga: tinggi
h. Resume penyakit dan penatalaksanaan
1. Anamnesis
a) Keluhan Utama
Batuk berdahak disertai darah sejak 5 bulan yang lalu
b) Keluhan tambahan
Nafsu makan berkurang, keringat malam, demam, berat badan turun dan
cepat lelah.
c) Riwayat penyakit sekarang
Pasien dengan keluhan batuk berdahak disertai darah sejak 5 bulan
yang lalu. Darah yang keluar berwarna merah segar. Awalnya pasien tidak
peduli dengan batuk yang dialami, namun lama kelamaan keluhan batuk yang
dialami sudah mengganggu aktivitas dan pasien juga merasa cepat lelah,
lemah, keringat malam, nafsu makan berkurang, susah tidur, pakaiannya
semakin longgar. Sehingga pasien berinisiatif ke puskesmas untuk
memeriksakan diri, di puskesmas dilakukan pemeriksaan BTA dan hasilnya
dinyatakan positif. Pasien mengatakan dia mulai batuk ketika pulang dari
tempat kerja dan saat itu pasien sedang sakit typoid.
Sekarang pasien masih menjalani pengobatan dan OS rutin
mengkonsumsi OAT dengan pengawas minum obat oleh istri OS sendiri. OS
mengatakan setelah menjalani pengobatan selama hampir 5 bulan berat badan
sebelum menjalani pengobatan 56 kg naik menjadi 65 kg, nafsu makan sudah
baik, tidak batuk, namun masih terasa cepat loyo kalau berolahraga. OS
mulai minum obat pada tanggal 16-04-2014.
d) Riwayat kebiasaan pasien: tidak merokok namun sering terpapar asap
rokok oleh teman-teman kantornya.
e) Riwayat penyakit terdahulu: Tidak ada
f) Riwayat penyakit keluarga: tidak ada
g) Riwayat penyakit yang sama di lingkungan rumah: tidak diketahui
2. Pemeriksaan fisis
Keadaan umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Compos mentis
Tanda-tanda vital :
25

o Tekanan darah : 120/80 mmHg
o Frekuensi nadi : 80 x/menit
o Frekuensi napas: 20 x/menit
o Suhu : 36,7
0
C
Kepala : Normosefal
Mata : Kedua konjungtiva tidak anemis dan kedua sklera tidak ikterik
Hidung : Tidak tampak septum deviasi dan tidak tampak sekret
Telinga : dalam batas normal
Leher : Tidak tampak pembesaran KGB regional, kelenjar tiroid tidak
tampak membesar.
Thorak
- Paru :
Inspeksi: dada simetris kira=kanan, retraksi intercosta (-)
Auskultasi: BP : Bronkovesikuler BT : Rh-/- Wh : -/-
Palpasi: Vocal premitus normal kiri = kanan
Perkusi: sonor kiri-kanan
- Jantung : Bunyi jantung I -II reguler dan tidak terdengar gallop
maupun murmur
Abdomen : Tampak datar, bising usus terdengar normal, tidak ada nyeri
tekan pada epigastrium
Hepar-lien tidak teraba
Ekstremitas : Pada kedua ekstremitas tidak tampak edema dan akral hangat
Tinggi badan : 170cm
Berat badan : 65Kg
Status gizi baik ( IMT 22,89)
3. Pemeriksaan penujang
- BTA SPS /+
4. Diagnsosi penyakit
- TB paru
5. Dignoisis keluarga
- TB paru
6. Hasil penataksanana medis
- Pemeriksaan dilakukan saat kunjungan ke rumah penderita pada tanggal 18
Agustus 2014, penderita merasa keluhan sudah hilang
- Faktor pendukung : Kesadaran penderita untuk sembuh tinggi, makan
makanan bergizi, sering berolah raga, peran keluarga untuk mengingatkan
minum obat maupun hidup sehat, istirahat cukup.
- Faktor penghambat : ventilasi dan pencahayaan dalam rumah kurang
- Indikator keberhasilan : pengetahuan tentang TB meningkat, dan kepatuhan
minum obat.



26

7. Anjuran penataksanaan (intervensi)
a. Promotif
Memberikan edukasi kepada pasien dan keluarga tentang cara penularan,
pemberantasan, serta manfaat deteksi dini penyakit TB Paru, dan pentingnya
keteraturan dalam berobat sehingga os menjadi cepat sembuh, serta menganjurkan
makan-makanan yang bergizi, olahraga di tempat-tempat yang mempunyai udara
segar, tidur cukup dan istirahat yang teratur, serta memberikan semangat dan
dukungan emosional kepada pasien.
b. Preventif :
Menjalankan pola hidup bersih dan sehat dengan membuang
dahak/sputum tidak disembarang tempat dan menggunakan ember yang sudah
diberikan larutan pembasmi bakteri dan diisi air bila ingin membuang dahak,
mengusahakan sinar matahari dan udara segar masuk secukupnya kedalam tempat
tidur serta biasakan selalu membuka jendela ada cahaya matahari yang masuk.
Memotivasi untuk rutin meminum obatnya secara teratur. Memakai masker,
semua barang yang digunakan penderita harus terpisah begitu juga mencucinya
dan tidak boleh digunakan oleh orang lain.
c. Kuratif :
Terapi medikamentosa :
OAT katergori 1 fase intensif : 1 x 4tablet tiap hari
- Rifampisin 150 mg
- INH 75 mg
- Pirazinamid 400 mg
- Etambutol 275 mg
OAT Kategori 1 fase lanjutan : 3 x 1 minggu (4 tablet 1 kali minum)
- Rifampisin 150 mg
- INH 150 mg
Terapi non medikamentosa:
Menjalankan pola hidup bersih dan sehat (olah raga teratur, makan
makanan bergizi dan istirahat yang cukup)
d. Rehabilitatif: Minum obat secara rutin dan teratur

27

8. Progosis
a) Penyakit : dubia ad bonam
b) Keluarga : dubia ad bonam
c) Masyarakat : dubia ad bonam
i. Identifikasi Fungsi-fungsi Keluarga
8

1. Fungsi Biologis dan Reproduksi
Dari hasil wawancara didapatkan informasi bahwa saat ini semua
anggota keluarga kecuali pasien dalam keadaan sehat. Istri dan ke 3 anaknya
dalam keadaan sehat, tidak memiliki riwayat DM, TBC, Hipertensi, asma,
dan penyakit jantung.
2. Fungsi Psikologis
Saat ini penderita tinggal dengan isteri, dan ketiga anaknya. Penderita
sebagai guru di STM, Ibu sebagai IRT dan Honorer di TK sekaligus sebagai
pengawas minum obat (PMO) pasien, anak pertama dan kedua masih kuliah
dan anak ketiga masih duduk di bangku SMP. Hubungan dengan keluarga
baik. Waktu luang digunakan untuk mengobrol dengan keluarga dan
menonton TV. Semua masalah yang berhubungan dengan keluarga
diselesaikan dengan musyawarah.
3. Fungsi Pendidikan
Pendidikan terakhir pasien S1, Istri SMA, anak pertama dan kedua
mahasiswa dan anak ketiga tamat SD.
4. Fungsi Sosial
Penderita tinggal di kawasan perumahan yang padat penduduk jarak
antar rumah sempit. Hubungan dengan tetangga terjalin baik dan pergaulan
umumnya berasal dari kalangan menengah ke bawah
5. Fungsi Ekonomi dan Pemenuhan Kebutuhan
Sumber penghasilan dalam keluarga dari penderita dan istri yang bekerja
sebagai honorer di TK dengan pengasilan perbulan kurang lebih 5 juta
perbulan. Kebutuhan keluarga selalu dipenuhi dengan baik, setiap yang
diinginkan anak-anaknya orang tuanya selalu memenuhi semampunya.
j. Analisa Kasus dengan Pendekatan Dokter Keluarga
Dari hasil pemeriksaan saat kunjungan rumah pada tanggal 18 Agustus
2014, didapatkan bahwa pasien menderita TB Paru. Pasien berusia 49 tahun.
Pasien seorang guru di STM dan selama sakit pasien masih tetap masuk kerja.
28

namun selama sakit ia berhenti bekerja. Semua anggota keluarga tersebut sehat
kecuali pasien. Riwayat menderita penyakit yang sama sebelumnya tidak pernah
dan riwayat menderita penyakit yang sama dalam keluarga tidak ada.
Rumah pasien tergolong tidak sehat dilihat dari ventilasi dan pencahayaan
yang kurang memadai. Kebersihan rumah kurang baik. Rumah pasien
berlantaikan tehel yang terasa lembab. Di dalam rumah terdapat dapur dan kamar
tidur ada yang tidak memiliki ventilasi. Jamban yang digunakan berada di rumah
sendiri. tidak terdapat tempat pembuangan sampah khusus sehingga sampah
dibuang di belakang rumah. Rumah pasien terdapat pekarangan sempit dengan
beberapa tanaman bunga.
Lingkungan sekitar rumah pasien juga tergolong bersih, bunga-bunga
tertata rapi. Jarak antar rumah yang rapat. Tidak ada tetangga atau orang sekitar
yang mengalami batuk seperti keluhan pasien.
Ditinjau dari spiritual keluarga keluarga pasien merupakan keluarga yang
cukup taat beribadah beragama Islam, pasien berpuasa dan sering sholat
Saat ini kondisi pasien masuk dalam pongobatan TB fase lanjutan akhir
bulan ke 5, namun pasien belum melakukan pemeriksaan dahak sebagai evaluasi
pengobatan sehingga dianjurkan segera melakukan pemeriksaan dahak ke
puskesmas untuk melihat kemajuan pengobatan. Keadaan pasien saat ini cukup
baik bila dibandingkan dengan kondisi saat pertama kali didiagnosa. Sudah tidak
ada keluhan yang dirasakan pasien saat ini.
Selain pengobatan secara medis yang berkala, untuk mencapai tingkat
kesehatan yang lebih optimal hendaknya didukung pula oleh kondisi rumah yang
lebih sehat, asupan gizi yang baik, berolah raga secara teratur, serta keadaan
psikologis yang lebih baik.
9






29

BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Penyakit tuberkulosis (TB) paru masih merupakan masalah utama kesehatan
yang dapat menimbulkan kesakitan (morbiditas) dan kematian (mortalitas).
disebabkan oleh infeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis. Sumber penularan
adalah saat batuk/bersin, bakteri menyebar ke udara dalam bentuk droplet terhirup
melewati sistem pertahanan mukosilier bronkus dan terus berjalan sampai ke
alveolus dan menetap di sana. Kelanjutan dari proses ini bergantung dari daya
tahan tubuh masing-masing individu.
B. SARAN
Saran kepada pasien dan keluarganya
a) Makan makanan yang mengandung 4 sehat 5 sempurna
b) Usahakan setiap hari tidur teratur dan istirahat yang cukup
c) Lakukanlah olahraga di tempat-tempat yang mempunyai udara segar.
d) jendela sebaiknya dibuka pagi- sore hari dan ventilasi diperbaiki kalau perlu
ditambah agar cahaya yang masuk ke dalam rumah cukup
e) memberikan dukungan dan semangat emosional kepada pasien agar tetap
teratur minum obat.
Saran kepada petugas kesehatan
1) Sebaiknya melakukan penyuluhan bukan hanya pada penderita TBC
tetapi semua warga, dan menjelaskan pentingnya pemeriksaan
sampel dahak pada tersangka penderita TB, serta menjelaskan cara
dan waktu pengumpulan dahak yang benar. untuk Meningkatkan
pengetahuan serta kesadaran masyarakat tentang bahaya TB,
sekaligus menghapus stigma negative yang berkembang di
masyarakat
2) Pembuatan rencana/jadwal penyuluhan untuk tiap bulan, dan
penyuluhan diberikan dalam ruang lingkup yang lebih luas,
berdasarkan jumlah desa/pustu yang ada di wilayah kerja Puskesmas
3) Penggunaan metode yang lebih bersifat proaktif
30

DAFTAR PUSTAKA
1. Bahar, A., Zulkifli Amin. Pengobatan Tuberkulosis Mutakhir dalam Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II, Edisi IV. Jakarta : BPFKUI; 995-1000.
2007.
2. Aditama, TY,. Chairil, AS,. Jurnal Tuberkulosis Indonesia. Jakarta :
Perkumpulan Pemberantasan Tuberkulosis Indonesia. 2002.
3. Hermayanti, Diah. Studi kasus Drop Out pengobatan Tuberkulosa (TB) di
Puskesmas Kodya Malang. [Serial online] 2010. [cited 2014 Agustus 18].
Available from: http://ejournal.umm.ac.id/index.
php/sainmed/article/viewFile/1058/1142.

4. Soegondo, dkk. Panduan pelayanan medik. Jakarta: PAPDI. 2010

5. CIM. Tuberkulosis. Jakarta: PT medinfocomm Indonesia. 2010.

6. Perhimpunan dokter paru Indonesia. Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan
Tuberkulosis di Indonesia. Serial online] 2010. [cited 2014 Agustus 19].
Available from: http://klikpdpi. com/konsensus/Xsip/tb.pdf
7. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta: Pedoman Nasional
Penanggulangan Tuberkulosis Edisi 2 Cetakan Pertama. 2006.

8. Puspitawati, herein. Konsep dan teori keluarga. [Serial online] 2011. [cited
2014 Agustus 18]. Available from:
http://ikk.fema.ipb.ac.id/v2/images/karyailmiah/ teori.pdf

9. Lupitayanti LE, Putra W. Kinerja Pengawas Menelan Obat (PMO) Penderita TB
Paru BTA+ Di Puskesmas I Denpasar Selatan Tahun 2012. [Serial online] 2014.
[cited 2014 Agustus 18]. Available from: http://ojs.unud.ac.id/index.php/jch/
article/download/7704/ 5794

You might also like