You are on page 1of 47

Skenario C Blok 16 Tahun 2013

Didi, bayi laki-laki usia 9 bulan, dibawa ibunya ke dokter dengan keluhan batuk dan
sukar bernafas disertai demam, sejak dua hari yang lalu dan hari ini keluhannya
bertambah berat.
Pemeriksaan Fisis :
Keadaan umum : tampak sakit berat, kesadaran : kompos mentis
RR : 68 x/ menit, Nadi :132 x/menit, regular, suhu : 38,6 C
Panjang badan : 72 cm, Berat badan : 8,5 kg
Keadaan spesifik :
Kepala : nafas cuping hidung (+)
Toraks : Paru : Inspeksi : simetris, retraksi intercostal, supraclavicula,
Palpasi : stem fremitus kiri=kanan,
Perkusi : redup pada basal kedua lapangan paru,
Auskultasi: peningkatan suara nafas vesikuler, ronki basah halus nyaring,
tidak terdengar wheezing
Pemeriksaan lain dalam batas normal
Informasi tambahan: Tidak ada riwayat atopi dalam keluarga

Pemeriksaan laboratorium :
Hb: 11,9 gr/dl, Ht: 34 vol%, leukosit: 15.000/mm3, LED: 18mm/jam, trombosit:
220.000/mm3, hitung jenis: 0/2/1/75/20/2, CRP (-)
Pemeriksaan radiologi:
Thoraks AP: Infiltrat di parahilar kedua paru




I. Klarifikasi Istilah
1. Batuk : ekspulsi udara dari dalam paru yang tiba-tiba sambil
mengeluarkan suara berisik

2. Demam : peningkatan temperature tubuh diatas normal


3. Compos mentis : kejernihan pikiran / waras

4. Nafas cuping hidung : kondisi dimana cuping hidung ikut bergerak pada saat bernafas
akibat adanya kesulitan bernafas, pembesaran dari lubang hidung ketika bernafas yang
menunjukkan bahwa dibutuhkan tenaga ekstra untuk bernafas


5. Retraksi intercostals : keadaan tertariknya kembali intercostals

6. Stemfremitus : Getaran yang dirasakan pada tubuh


7. Ronki basah : suara berisik dan terputus-putus akibat aliran udara yang
melewati cairan

8. Nafas vasikuler : bunyi nafas normal pada paru selama ventilasi


9. Weezhing : suara bersuit yang dikeluarkan saat bernafas

10. Atopi : predisposisi genetic menuju perkembangan reaksi
hipersensitifitas cepat terhadap antigen lingkungan umum


11. Infiltrate di parahilar : substansi yang secara normal tidak terdapat pada sel atau jaringan
atau dalam jumlah yang melebihi normal dalam sel atau jaringan tersebut.

12. CRP : suatu protein fase akut yang disintesis oleh hepatosit sebagai
respon terhadap infeksi atau inflamasi jaringan.


II. Identifikasi Masalah
1. Didi, bayi laki-laki 9 bulan, ke dokter dengan keluhan batuk dan sukar bernafas disertai
demam, sejak 2 hari yang lalu dan hari ini keluhannya bertambah berat.
2. Pemeriksaan Fisik
3. Pemeriksaan Laboratorium
4. Pemeriksaan Radiologi

III. Analisis Masalah
1. Didi, bayi laki-laki 9 bulan, ke dokter dengan keluhan batuk dan sukar bernafas disertai
demam, sejak 2 hari yang lalu dan hari ini keluhannya bertambah berat.
1. Apa etiologi keluhan pada kasus ini ?
a. Batuk
Infeksi
alergi
asma
benda asing masuk ke saluran nafas

b. Sukar Bernafas
Gangguan pada saluran nafas, seperti asma bronchial, PPOK, penyumbatan
saluran nafas.
Gangguan pada parenkim paru, seperti pneumonia, acute respiratory distress
syndrome (ARDS), penyakit interstitial paru.
Gangguan pada vaskuler paru, seperti emboli paru.
Gangguan pada pleura, seperti pneumotoraks, efusi pleura.

c. Demam
Infeksi
Infeksi oleh bakteri, virus, jamur, maupun parasit dapat menyebabkan
terjadinya demam.
Non infeksi
Penyakit autoimun dan adanya keganasan juga bisa menyebabkan terjadinya
demam.
Fisiologis
Seperti adanya dehidrasi, suhu yang terlalu tinggi, dan pasca imunisasi juga
bisa menyebabkan demam.

2. Bagaimana hubungan umur, jenis kelamin, dengan keluhan ?

umur rendah bayi yang baru lahir, imunitasnya masih rendah, sehingga mudah
terinfeksi mikroorganisme
jenis kelamin pada anak-anak kemungkinan sama

Dari segi usia, bayi baru lahir merupakan kelompok paling rawan yang rentan tertular
bronchopneumonia dari ibunya melalui jalan lahirnya saat proses persalinan. Selain bayi, anak-anak
dengan sistem imunitas yang rendah juga termasuk kelompok yang rawan terkena bronchopneumonia.
Balita yang tidak menerima ASI eksklusif, akan kekurangan zat seng. Begitu juga dengan penderita AIDS
atau campak, memiliki risiko bronchopneumonia tinggi.
Dari segi jenis kelamin, laki-laki lebih banyak terserang dibandingkan wanita. Hal ini diduga
karena kegiatan pria yang lebih sering keluar rumah, sehingga lebih mudah terkontaminasi/terinfeksi
dengan kuman ataupun virus.


3. Bagaimana mekanisme batuk?

Benda asing/ iritan pada saluran nafas bawah impuls aferen dari nervus vagus ke
otak respon inspirasi 2,5 L udara secara cepat epiglottis dan pita suara
menutup untuk menjerat udara dalam paru otot abdomen berkontraksi
mendorong diafragma serta otot pernafasan (mis, m. intercostalis internus) juga
berkontraksi pita suara dan epiglotis membuka tiba-tiba udara bertekanan
tinggi keluar dari paru-paru dengan cepat disertai dengan batuk.

4. Bagaimana mekanisme sukar bernafas ?

infeksi masuk ke saluran pernafasan ke bronkiolus dan alveoli peradangan
sekresi mucus yang berlebih gangguan pertukaran udara sesak

Masuknya agen infeksius ke mucus jalan nafas karena lolos dari sistem pertahanan tubuh yaitu
bulu hidung, mucus silia dan antibodi menetap dalam bronchus dan alveolus. Leukosit
bermigrasi ke dalam alveoli sehingga timbul respon peradangan dan menyebabkan penebalan
dinding alveoli. Dengan adanya peradangan pada bronchus dan parenkim akan menyebabkan
pertukaran gas antara udara bebas dan paru- paru menjadi tidak efektif, hal ini dikarenakan
adanya penumpukan sekret pada jalan nafas dan penebalan membran respirasi sehingga
kecepatan difusi menurun yang menyebabkan pemenuhan oksigen tubuh menjadi berkurang
sehingga akan menyebabkan sukar bernafas atau timbul sesak nafas.


5. Bagaimana mekanisme demam ?

Infeksi mikroorganisme di alveolus aktivasi makrofag pelepasan sitokin-
stitokin ( IL-1, IL-6, TNF-) memicu sintesis PGE2 PGE2 meningkatkan
setpoint tubuh di hipotalamus demam


















Infeksi Kuman
Reaksi Inflamasi
Sekresi Mukus berlebihan
Sukar bernafas
Batuk untuk mengeluarkan
mukus
Pelepasan IL-1 dan TNF
Peningkatan Set point
hipotalamus
Demam
6. Apa makna klinis dari keluhan bertambah berat ?

Penyakit yang diderita Didi tergolong penyakit infeksi akut, salah satu penyakit
akut pada pernafasan yang sering terjadi pada anak-anak adalah pneumonia. .
Seperti yang kita ketahui progresivitas penyakit akut akan sangat cepat dalam
hitungan hari. Selain itu, karena timbul mendadak tubuh belum siap untuk
beradaptasi, sehingga keluhan cepat bertambah berat
.Pada kasus pneumonia, kemungkinan kondisi Didi telah memasuki tahapan
perkembangan pneumonia yang kedua, yaitu stadium hepatisasi merah (48 jam
berikutnya), dengan kondisi, paru tampak merah dan bergranula, Di dalam
alveolus ditemukan fibrin, leuokosit ,neutrofil, eksudat, dan banyak sekali
eritrosit.. Akibat dari banyaknya eksudat di alveolus menyebabkan paru- paru
lebih sulit utuk mengembang & gangguan pertukaran gas di alveolus sehingga
keluhan bertambah (sukar bernafas/ sesak bertambah


6. Pemeriksaan Fisik
1. Bagaimana interpretasi dari hasil pemeriksaan fisis ? 7 (Fredy, muth)
Tabel 1. Interpretasi Pemeriksaan Fisik
Manifestasi
klinis
Kasus Normal Interpretasi
KU Tampak sakit
berat,
kompos
mentis
Tidak sakit,
sadar
sepenuhnya
Abnormal
BB 8,5 kg 7,0-9,2 kg Normal
Pjg Badan 72 cm 66-72,3 cm

Normal
PR 132 x/menit
regular
(6-12 bulan)
80-120 x/menit
Takikardia, akibat
kompensasi
RR 68 x/menit (6-12 bulan)
25-40x/menit
Tachypnea
Suhu 38,6C 36-37,5C
< 35 =
hipotermia
37,9-38,2 =
subfebris
38,3-41,5 =
febris
> 41,6 =
hiperpireksia
Demam febris
Nafas
cuping
hidung
+ - Kompensasi dari tubuh
untuk membantu proses
pernafasan; peningkatan
usaha respirasi keras
(khas pada
bronkopneumonia anak)
Retraksi
intercostal,
subclavikula
- Kompensasi dari tubuh
untuk membantu proses
pernafasan; terjadinya
tarikan abnormal pada
saat inspirasi
Perkusi
redup pada
basal kedua
lapangan
paru
- Ada infeksi yg
menyebabkan konsolidasi
paru sehingga
berkurangnya hantaran
gelombang suara



Suhu : 38,6 C meningkat
suhu normal anak 3 bulan-11 bulan : 37,5

Panjang badan : 72 cm normal
panjang normal : ~ 70 cm

Berat badan : 8,5 kg normal
berat normal : berat ideal bayi 6 bulan 2x berat lahir
berat ideal bayi 1 tahun 3x berat lahir

Keadaan spesifik :
kepala : nafas cuping hidung (+) menunjukkan bahwa dibutuhkan
tenaga ektra untuk bernapas.

toraks : paru :
inspeksi : - simetris normal
- retraksi intercostals Retraksi menandakan
penggunaan otot-otot bantu pernafasan
tambahan. Hal ini menandakan bahwa pasien
dalam keadaan sesak
palpasi : stem fremitus kiri=kanan tidak ada perbedaan
getaran
perkusi : redup pada basal kedua lapangan paru perkusi
pada infiltrat paru dimana parenkim lebih solid
(padat/mengandung sedikit udara) perkusi akan
menghasilkan redup (dullness).
perkusi paru normal menghasilkan suara sonor
auskultasi :peningkatan suara nafas vesikuler adanya
cairan eksudat/ infiltrate pada bronkiolus
Suara napas Vesikuler Normal Adanya kerusakan
bronkus, bronkiolus,
alveolus yang cukup luas
Ronki basah
halus
nyaring





- Merupakan suara napas
tambahan beupa vibrasi
terputus putus akibat
getaran yg terjadi krn
dilalui udara
ronki basah halus nyaring Ronchi basah
adalah suara tambahan disamping suara nafas,
yaitu bunyi gelembung-gelembung udara yang
melewati cairan (gurgling atau bubling)
terutama pada fase inspirasi. Ronki basah
nyaring biasanya pada infiltrate paru
tidak terdengar wheezing normal
Informasi tambahan : tidak ada riwayat atopi dalam keluarga kemungkinan
penyakit pada kasus ini bukan asma

2. Bagaimana mekanisme dan pathogenesis pemeriksaan fisik yang abnormal ?

Inhalasi patogen ke saluran nafas Respon inflamasi di alveolus Hiperemia
Pelepasan mediator peradangan (histamin dan prostaglandin) + Degranulasi sel mast
mengaktifkan jalur komplemen Komplemen + histamin dan prostaglandin otot
polos vaskuler paru lemas Permeabilitas kapiler paru perpindahan eksudat
plasma ke dalam ruang interstisium pembengkakan dan edema antar kapiler dan
alveolus jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida
gangguan ventilasi peningkatan usaha bernafas Takipneu + nafas cuping
hidung
Gangguan ventilasi perfusi oksigen sistemik menurun kompensasi
Takikardi
Infeksi mikroorganisme Aktivasi respon imun seluler Aktivasi makrofag
Produksi IL-1, TNF, AFN, IL-6 Aktivasi jalur PGE2 Peningkatan termostart di
hypothalamus Peningkatan suhu tubuh Demam
Retraksi intercostal, supraklavikula
Terjadi penarikan ke dalam otot-otot interkostal, subcostal, dan suprasternal. Hal ini
menunjukkan penggunaan otot-otot bantu pernafasan sebagai kompensasi untuk
mengeluarkan udara


Tekanan interpleura yang bertambah negatif selama inspirasi melawan resistensi jalan
nafas yang tinggi menyebabkan retraksi otot pernafasan inspirasi (m. Extrenal
intercostalis, m. Sternocleidomastoideus, m. Pectoralis mayor). Retraksi selama
inspirasi menunjukkan berkurangnya daya kembang paru volume paru suplai
O2 dalam tubuh berkurang RR (bentuk kompensasi).
Perkusi redup pada basal kedua lapangan paru, ronki basah halus nyaring,
peningkatan suara nafas vesikular
Alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu
(host) sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh
karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan sehingga warna paru
menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar dan perkusi redup pada basal kedua
lapangan paru. Pada saat respirasi, udara akan melewati saluran nafas dan melewati
cairan atau inflitrat didalam bronkiolus sehingga terdengar ronki basah halus nyaring.
Adanya kerusakan bronkus, bronkiolus, alveolus yang cukup luas karena proses ini
menyebabkan peningkatan suara nafas vesikular








Gbr.5. Retraksi pada dinding dada
3. Apa makna tidak adanya riwayat atopi dalam keluarga ?

Riwayat atopi dalam keluarga berhubungan dengan penyakit alergi ;baik dari
saluran pernafasan (asma); hidung (rhinitis); kulit(urtikaria),karena pada kasus ini
tidak ada riwayat atopi dalam keluarga,jadi kemungkinan diagnosis penyakit
alergi bisa dihilangkan


5. Bagaimana cara pemeriksaan stem fremitus pada bayi ?

Pemeriksaan dilakukan saat bayi menangis, agar getaran pada dinding dada dapat
teraba.
stem fremitus meningkat pada adanya infiltrate paru.
stem fremitus menurun pada penyakit emfisema, pneumonia

6. Berapa berat ideal untuk pasien kasus ini ?

Berat Badan Ideal selanjutnya disingkat BBI, untk bayi (anak 0-12 bulan)
BBI = (umur (bln) / 2 ) + 4
= (9/2) + 4
= 8.5
Pada kasus BB 8.5 menunjukan bahwa BMInya normal


7. Pemeriksaan Laboratorium
1. Bagaimana interpretasi dari hasil pemeriksaan laboratorium ?

No. Pemeriksaan Hasil Nilai
Normal
Interpretasi
1. Hb 11,9 gr/dl 10 17 gr/dl Normal
2. Ht 34 vol% 29 40 vol% Normal
3. Leukosit 18.000/mm
3
6000 Meningkat
17.000/mm
3
4. LED 18 mm/jam Wintrobe :
0 -13 mm/jam
Meningkat
5. Trombosit 220.000 mm
3
200.000
475.000 mm
3

Normal
6. Hitung Jenis 0/2/1/75/20/2 Basofil: 0-1
Eusinofil: 1-3
Netrofil:
Batang: 5-11
Segmen: 5-35
Limfosit: 20-35
Monosit: 2-8
Basofil: Normal
Eusinofil: Normal
Netrofil
Batang: Menurun
Segmen: Meningkat
normal
normal
7. CRP (-) (-) Normal

2. Bagaimana mekanisme pemeriksaan laboratorium yang abnormal ?
LED : 18 mm/jam
Peningkatan LED menunjukkan reaksi inflamasi akut. LED meningkat dikarenakan oleh
banyaknya neutrofil, dan sel radang lainnya yang terakumulasi di darah akibat proses
inflamasi, sehingga kadar zat terlarut dalam darah menjadi lebih besar dibandingkan cairan
(plasma). Keadaan ini akan meningkatkan laju endap darah (LED).

Diff count : 00/2/1/75/20/2
Terjadinya peningkatan jumlah neutrofil segmen menandakan jadi infeksi dalam fase akut.
Selain makrofag, PMN yang akan bekerja adalah neutrofil. Neutrofil akan dikirim ke pusat
infeksi dalam upaya untuk menghilangkan focus infeksi. Hal inilah yang mengakibatkan
peningkatan jumlah neutrofil dalam darah.
Leukosit





8. Pemeriksaan Radiologi
1. Bagaimana interpretasi dan mekanisme dari hasil pemeriksaan radiologi?



Gambaran radiologis pada bronkopneumonia, biasanya ditandai dengan gambaran
difus merata pada kedua paru, berupa bercak-bercak infiltrat yang dapat meluas
hingga daerah perifer paru, disertai dengan peningkatan corakan peribronkial.
Pada kasus ini hasil pemeriksaan radiologis menunjukkan adana infiltrat parahilar
pada kedua paru, gambaran ini mengarah pada bronkopneumonia.
Bronkopneumonia bilateral (kedua paru)

Infiltrat parahilar

Gambaran infiltrat pada rontgen thoraks terjadi karena adanya eksudat pada
bronkus, bronkiolus, dan alveolus disekitarnya. Cairan (eksudat) lebih padat dari
udara, sehingga ketika dirontgen daerah paru yang terisi eksudat terlihat lebih
radio opaque daripada daerah disekitarnya yang hanya terisi udara).
Mekanismenya:
infeksi mikroorganisme :
di alveolus aktivasi makrofag pelepasan sitokin-stitokin peningkatan
permeabilitas vaskular & aktivasi dan kemotaksis netrofil reaksi inflamasi di
alveolus eksudat di aveolus gambaran infiltrat pada rontgen.
juga menginvasi saluran nafas (bronkiolus) respon inflamasi di bronkiolus
eksudat di bronkiolus gambaran infiltrat pada rontgen.












2. Bagaimana gambaran pemeriksaan radiologi kasus ini ?



Gambaran radiologis pada bronkopneumonia, biasanya ditandai dengan gambaran difus merata
pada kedua paru, berupa bercak-bercak infiltrat yang dapat meluas hingga daerah perifer paru,
disertai dengan peningkatan corakan peribronkial.
Pada kasus ini hasil pemeriksaan radiologis menunjukkan adana infiltrat parahilar pada kedua
paru, gambaran ini mengarah pada bronkopneumonia.



5. Apa diagnosis banding untuk kasus ini ?
Gejala Bronchiolitis akut Bronchitis akut Bronkopneumonia
Batuk + + +
Sulit
Bernapas
+ + +
Demam -/ subfebris +/sedikit meningkat +
Retraksi + - +
Dullness (hipersonor) - (redup)

6. Bagaimana cara menegakkan diagnosis ?
Jawab:
Anamnesis
Pada anamnesis didapatkan bahwa pasien mengalami demam, batuk dan sukar
bernapas
Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik (gejala klinis):
RR: 68x/menit Pneumonia
Retraksi intercostal dan suprasternal Sukar bernafas
Suhu 38,6
o
C
Napas cuping hidung
Rongki basah halus Infiltrat di bronkiolus, duktus alveolaris
Pemeriksaan radiologi
Infiltrat pada parahilar Bronkopneumonia

WHO mengajukan pedoman diagnostik yang sederhana dalam pembagian bronkopneumonia,
yaitu :
1. Bronkopneumonia sangat berat.
Bila terjadi sianosis sentral dan anak tidak sanggup minum,maka anak harus dirawat di
rumah sakit dan diberi antibiotika
2. Bronkopneumonia berat.
Bila dijumpai adanya retraksi, nafas cepat, tanpa sianosis dan masih sanggup minum,
maka anak harus dirawat di rumah sakit dan diberi antibiotika.
3. Bronkopneumonia.
Bila tidak ada retraksi tetapi dijumpai pernafasan yang cepat :
a. >60 x/menit pada anak usia < 2 bulan
b. >50 x/menit pada anak usia 2 bulan 1 tahun
c. >40 x/menit pada anak usia 1 - 5 tahun.
4. Bukan bronkopenumonia.
Hanya batuk tanpa adanya tanda dan gejala seperti diatas, tidak perlu dirawat dan tidak
perlu diberi antibiotika. Diagnosis pasti dilakukan dengan identifikasi kuman
penyebab:
a. kultur sputum atau bilasan cairan lambung
b. kultur nasofaring atau kultur tenggorokan (throat swab), terutama virus deteksi
antigen bakteri

7. Apa diagnosis pada kasus ini ?
Diagnosis kerja : Bronkopneumonia at causa I SPA
9. Bagaimana pathogenesis dari kasus ini ?

inflamasi : proses berpindah nya sel-sel proinflamasi dari pembuluh darah menuju tempat
infeksi. fase hepatitis merah yang nantinya akan memunculkan gambaran radiologi infiltrate

Dalam keadaan sehat pada paru tidak akan terjadi pertumbuhan mikroorganisme, keadaan
ini disebabkan oleh adanya mekanisme pertahanan paru. Terdapatnya bakteri di dalam paru
merupakan ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh sehingga mikroorganisme dapat
berkembang biak dan berakibat timbulnya infeksi penyakit. Bila pertahanan tubuh tidak kuat
maka mikroorganisme dapat melalui jalan nafas sampai ke alveoli yang menyebabkan
radang pada dinding alveoli dan jaringan sekitarnya. Setelah itu mikroorganisme tiba di
alveoli membentuk suatu proses peradangan yang meliputi empat stadium, yaitu :

Stadium I/Hiperemia (4 12 jam pertama/kongesti)
Pada stadium I, disebut hyperemia karena mengacu pada respon peradangan permulaan yang
berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran
darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan
mediator-mediator peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera
jaringan. Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel
mast juga mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin dan
prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas
kapiler paru. Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang
interstisium sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus.
Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh
oleh oksigen dan karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh
dan sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin.
Stadium II/Hepatisasi Merah (48 jam berikutnya)
Pada stadium II, disebut hepatisasi merah karena terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel
darah merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu (host) sebagai bagian dari
reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan
leukosit, eritrosit dan cairan sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan seperti
hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak akan
bertambah sesak, stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam.

Stadium III/Hepatisasi Kelabu (3 8 hari)
Pada stadium III/hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi
daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah
yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai di
reabsorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi
pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti.

Stadium IV/Resolusi (7 11 hari)
Pada stadium IV/resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan peradangan mereda, sisa-
sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorpsi oleh makrofag sehingga jaringan kembali ke
strukturnya semula.



9. Apa etiologi untuk kasus ini ?
Umur Penyebab sering Penyebab Jarang
4 bulan-5
tahun
Bakteria
Streptococcus
pneumoniae
Clamydia pneumoniae
Mycoplasma
pneumoniae

Virus
virus


Bacteria
Haemophillus influenza
type B
Moxarella catarrhalis
Neisseria meningitis
Staphylococcus aureus

Virus





10. Apa epidemiologi untuk kasus ini ? 21 (ivan, shelvi)

Pneumococcus merupakan penyebab utama pneumonia. Pneumococcus dengan
serotype 1-8 menyebabkan pneumonia pada orang dewasa >80% , sedangkan pada
anak lebih sering tipe 14,1,6 dan 9. Angka kejadiaan tinggi ditemukan pada usia <4
tahun. Pneumonia lobaris hampr selalu disebabkan oleh pneumococcus,ditemukan
pada orang dewasa dan anak besar,sedangkan bronkopneumonia lebih sering
dijumpai pada anak kecil dan bayi.
Angka kematian pneumonia pada balita di Indonesia diperkirakan mencapai 21
% (UNICEF, 2006).
Indonesia penyebab kematian no. 3
WHO 800.000 1 juta anak meninggal / tahun


11. Apa faktor resiko untuk kasus ini ? 22 (shelvi, novi)
Faktor resiko pneumonia anak
1. Faktor anak
Umur
Jenis kelamin
Riwayat bayi berat lahir rendah (BBLR)
Pemberian ASI
Status gizi
Status imunisasi
Defisiensi vitamin A
Pemberian makanan terlalu dini
2. Faktor orang tua
Pendidikan ibu
Pengetahuan ibu
Sosial ekonomi
3. Faktor lingkungan
Polusi udara di dalam rumah
Kepadatan hunian
Ventilasi rumah
Kondisi fisik rumah

11. Bagaimana gejala klinis untuk kasus ini ? 23 (novi, ivan)

Gejala infeksi umum seperti demam, sakit kepala, gelisah, malaise, penurunan nafsu makan,
keluhan gastrointestinal seperti mual muntah atau diare, kadang-kadang dijumpai gejala infeksi
ekstrapulmoner.
Gejala gangguan respiratori yaitu batuk, sesak nafas, retraksi dada, takipnea, nafas cuping
hidung, air hunger, merintih, dan sianosis.
Pada pemeriksaan fisik
Inspeksi : pernafasan cuping hidung(+), sianosis sekitar hidung dan mulut,retraksi sela iga.
Palpasi : Stem fremitus yang meningkat pada sisi yang sakit.
Perkusi : Sonor memendek. Sering tidak dijumpai adanya kelainan
Auskultasi : Suara pernafasan mengeras ( vesikuler mengeras )disertai ronki basah
gelembung halus sampai sedang






12. Apa pemeriksaan penunjang untuk kasus ini ? 24 (didi, natasha)
Pemeriksaan Laboratorium
Leukosit normal atau sedikit meningkat pada pneumonia virus dan pneumonia
mikoplasma.
Leukositosis berkisar antara 15.000-40.000/mm
3
dengan predominan PMN
pada pneumonia bakteri. Leukositosis hebat (>30.000) hampir selalu
menunjukkan adanya infeksi bakteri, sering ditemukan pada bakteremi, risiko
tinggi untuk terjadi komplikasi.
Terkadang ditemukan eusinofilia pada infeksi Chlamydia pneumonia.
Terkadang terdapat anemia ringan dan LED meningkat.
Namun, secara umum pemeriksaan darah perifer lengkap dan LED tidak dapat
membedakan antara infeksi virus dan infeksi bakteri secara pasti.

Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiologi yang dapat dilakukan adalah dengan foto rontgen thoraks.
Secara umum gambaran foto thoraks terdiri dari :
Infiltrat interstisial, ditandai dengan peningkatan corakan bronkovaskular,
peribronchial cuffing, dan hiperareasi.
Infiltar alveolar, merupakan konsolidasi paru dengan air bronchogram.
Kosolidasi dapat menegnai 1 lobus (Pneumonia lobaris), atau terlihat sebagai
lesi tunggal yang biasanya cukup besar, berbentuk sferis, berbatas yang tidak
terlalu tegas, dan menyerupai lesi tumor paru, dikenal sebagai round
pneumonia.
Bronkopneumonia, terdapat gambaran difus merata pada kedua paru,
berupa bercak-bercak infiltrat yang dapat meluas hingga daerah perifer
paru,umumnya mengenai lebih dari 1 lobus disertai dengan peningkatan
corakan peribronkial.
Lesi pneumonia pada anak banyak terbanyak berada di paru kanan, terutama
di lobus atas. Bila ditemukan di lobus kiri, dan terbanyak di lobus bawah,
maka hal ini merupakan prediktor perjalan penyakit yang lebih berat dengan
risiko pleuritis meningkat.
CXR dapat membantu mengarahkan kecenderungan etiologi pneumonia.
Pneumonia virus kecenderungan terlihat penebalan peribronkhial, infiltrat
interstisial merata, dan hiperinflasi. Sedangkan pada infeksi bakteri terlihat
infiltrat alveolar berupa konsolidasi segmen atau lobar, bronkopneumonia, dan
air bronchogram.
CXR pada pneumonia mikoplasma sangat bervariasi. Beberapa kasus
gambarannya mirip dengan CXR infeksi virus. Selain itu, terdapat
bronkopneumonia terutama di lobus bawah, infiltrat interstisial
retikluonodular bilateral
Pemeriksaan CRP
Secara klinis CRP digunakan sebagai alat diagnostik untuk membedakan
faktor infeksi dan non-infeksi, infeksi virus dan bakteri, atau infeksi bakteri
superfisialis dan profunda. Kadar CRP biasanya lebih rendah pada infeksi
virus dan bakteri superfisialis daripada bakteri profunda.
Selain itu, CRP dapat digunakan untuk evaluasi respon antibiotik
Serologis. : pemeriksaan serologis dapat digunakan untuk mendiagnosis
infeksi virus pada saluran pernafasan,tetapi secara umum membutuhkan tes
sampel serum pada masa akut dan masa pulih untuk mengetahui peningkatan
antibody virus yg spesifik. Pemeriksaan dengan teknik ini cukup
sulit,membutuhkan waktu yg lama dan umumnya tidak berguna secara
klinis.Tetapi pemeriksaan serologi ini berguna untuk mengetahui
epidemiologi (insiden dan prevalensi) pathogen virus pada saluran nafas.
Uji serologis ini mempunyai sensitifitas dan spesifitas yang rendah pada
infeksi bakteri tipik, kecuali pada infeksi Streptococcus group A yang dapat
dikonfirmasi dengan peningkatan titer antibodi, seperti antistreptolisin O.
Namun, untuk mendeteksi infeksi bakteri atipik. Peningkatan IgG dapat
mengkonfirmasi diagnosis.

Pemeriksaan Mikrobiologi
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui organisme penyebab pneumonia
dan penting pada pneumonia berat. Spesimen dapat berasal dari usap
tenggorok, sekret nasofaring, bilasan bronkus, darah, pungsi pleura, atau
aspirasi paru. Diagnosis dikatakan definitif bila kuman ditemukan dari darah,
cairan pleura, atau aspirasi paru. Pada anak yang lebih besar dapat dilakukan
pemeriksaan sputum berupa kultur dan pewarnaan gram. Namun, hal ini sulit
untuk dilakukan karena biaya yang cukup mahal dan waktu yang diperlukan
juga lama.
Sputum culture tidak bernilai untuk menegakkan diagnosis pneumonia
pada anak.
Blood culture : hanya positif pada 10-30 % anak dengan pneumococcal
pneumonia



14. Bagaimana penatalaksanaan (promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif) untuk kasus
ini ?
Promotif
Usaha promotif mencegah pneumonia pada anak adalah mengadakan penyuluhan untuk
mensosialisasikan tentang bahaya pneumonia, usaha mencegah pneumonia, tanda-tanda
pneumonia (batuk-pilek, nafas cepat, dan sesak nafas), dll yang bersifat edukasi. Selain itu,
perlu juga mempromosikan pentingnya imunisasi, sanitasi yang baik dan breast-feeding.
Preventif
Untuk mencegah penyakit infeksi seperti pneumonia ini, ada 3 hal yang perlu diperhatikan.
Inang
Hal yang perlu diperhatikan dari inang adalah peningkatan sistem pertahanan tubuh. Usaha
preventif yang pertama kali dilakukan meningkatkan sistem imun tubuh adalah dengan
memberikan imunisasi pneumonia. Imunisasi pneumonia (oleh pneumococcus) sesuai
rekomendasi IDAI dilakukan 4 kali, yaitu pada usia 2 bulan, 4 bulan, 6 bulan, dan antara 12-
15 bulan, tetapi ini tidak termasuk imunisasi PPI. Usaha preventif lain adalah menjaga tubuh
tetap pada kondisi prima. Yang paling penting pada anak-anak adalah menjaga asupan
nutrisinya (terutama protein) sehingga daya tahan tubuhnya kuat disamping tumbuh
kembangnya optimal.
Mikroorganisme
Lingkungan
Suhu rendah dapat menjadi faktor risiko terjadinya pneumnonia. Usahakan anak-anak tetap
berada pada suhu yang hangat. Hindari juga gas-gas polutan yang dapat terhisap oleh anak-
anak, seperti asap rokok, asap biomassa, dan asap produk buangan dari industri atau
kendaraan.

15. Bagaimana pencegahan untuk kasus ini ? 26 (nano, fredy)

- Pencegahan Primer
Pencegahan tingkat pertama ini merupakan upaya untuk mempertahankan
orang yang sehat agar tetap sehat atau mencegah orang yang sehat agar tidak
sakit. Secara garis besar, upaya pencegahan ini dapat berupa pencegahan
umum dan pencegahan khusus. Pencegahan primer bertujuan untuk
menghilangkan faktor risiko terhadap kejadian bronkopneumonia. Upaya yang
dapat dilakukan anatara lain :
a. Memberikan imunisasi BCG satu kali (pada usia 0-11 bulan), Campak satu
kali (pada usia 9-11 bulan), DPT (Diphteri, Pertusis, Tetanus) sebanyak 3
kali (pada usia 2-11 bulan), Polio sebanyak 4 kali (pada usia 2-11 bulan),
dan Hepatitis B sebanyak 3 kali (0-9 bulan)..
b. Menjaga daya tahan tubuh anak dengan cara memberika ASI pada bayi
neonatal sampai berumur 2 tahun dan makanan yang bergizi pada balita.
c. Mengurangi polusi lingkungan seperti polusi udara dalam ruangan dan polusi
di luar ruangan.
d. Mengurangi kepadatan hunian rumah.

- Pencegahan Sekunder
Tingkat pencegahan kedua ini merupakan upaya manusia untuk mencegah
orang telah sakit agar sembuh, menghambat progesifitas penyakit, menghindari
komplikasi, dan mengurangi ketidakmampuan. Pencegahan sekunder meliputi
diagnosis dini dan pengobatan yang tepat sehingga dapat mencegah meluasnya
penyakit dan terjadinya komplikasi. Upaya yang dilakukan antara lain :
a. Bronkopneumonia berat : rawat di rumah sakit, berikan oksigen, beri
antibiotik benzilpenisilin, obati demam, obati mengi, beri perawatan
suportif, nilai setiap hari.
b. Bronkopneumonia : berikan kotrimoksasol, obati demam, obati mengi.
c. Bukan Bronkopneumonia : perawatan di rumah, obati demam.

- Pencegahan Tersier

Pencegahan ini dimaksudkan untuk mengurangi ketidakmampuan dan
mengadakan rehabilitasi. Upaya yang dapat dilakukan anatara lain :
a. Memberi makan anak selama sakit, tingkatkan pemberian makan setelah sakit.
b. Bersihkan hidung jika terdapat sumbatan pada hidung yang menganggu proses
pemberian makan.
c. Berikan anak cairan tambahan untuk minum.
d. Tingkatkan pemberian ASI.
e. Legakan tenggorok dan sembuhkan batuk dengan obat yang aman.
f. Ibu sebaiknya memperhatikan tanda-tanda seperti: bernapas menjadi sulit,
pernapasan menjadi cepat, anak tidak dapat minum, kondisi anak memburuk,
jika terdapat tanda-tanda seperti itu segera membawa anak ke petugas
kesehatan.


16. Apa komplikasi untuk kasus ini ? Apa yang terjadi bila keadaan ini tidak diatasi secara
komprehensif ?

Empyema
Pyopneumothorax
Pneumothorax

Bila tidak diatasi secara komprehensif,timbul komplikasi:
Perikarditis purulenta
Infeksi ekstrapulmoner (bila terjadi bakterimia), seperti meningitis purulenta, artritis
supuratif, osteomyelitis, peritonitis,dll.


17. Apa prognosis untuk kasus ini ? Apakah gangguan ini bisa diatasi sampai tuntas ?
Bagaimana peluangnya ? (ada gejala sisa atau tidak) 28 (shelve, aiman, ivan)

Quo et vitam : bonam
Quo et fungsionam : bonam
Dengan pemberian antibiotika yang tepat dan adekuat, mortalitas dapat diturunkan
sampai kurang dari 1 %. Akan tetapi anak yang berada dalam keadaan malnutrisi
energi protein dan yang datang terlambat menunjukan mortalitas yang lebih tinggi.


18. Apa KDU untuk kasus ini ?

Tingkat Kemampuan 3b
Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan tambahan
(misal labor sederhana dan x ray). Dokter dapat memutuskan dan memberikan terapi awal
serta merujuk kepada spesialis yang relevan dan menangani kasus gawat darurat.



IV. Learning Issue
1. Anatomi, histology, fisiologi lower respiratory pada anak (fredy, ivan, shelvi)
Perbedaan anatomi, fisiologi dan histologi sistem pernapasan anak dengan sistem
pernapasan dewasa:
- Ukuran organ pernapasan. Pada anak-anak, ukuran organ pernapasan lebih
kecil, ukuran ini akan bertambah seiring dengan perjalanan usia
- Jumlah alveolus. Jumlah alveolus pada anak-anak lebih sedikit karena setelah
lahir, alveolus akan terus mengalami pertambahan jumlah.
- Respon iritasi mukosa sistem respirasi masih kurang bila dibandingkan
dengan orang dewasa hingga mekanisme pembersihan jalan napas berkurang.
- Respon batuk pada dinding saluran pernapasan masih belum sempurna
sehingga juga mempengaruhi mekanisme pembersihan jalan napas
- Perkembangan beberapa bagian di alveolus, yaitu pores of kohn, yang
merupakan media koneksi intraalveolar belum berkembang dengan sempurna
sehingga mekanisme ventilasi kolateral belum dapat berfungsi sebagaimana
pada orang dewasa. Selain itu, channel of Lambert dan Pathway of Martin
yang masing-masing merupakan media koneksi bronkiolus-alveolar dan
interbronkiolar juga belum berkembang dengan sempurna.
1. Anatomi, histology, fisiologi lower respiratory pada anak (fredy, ivan, shelvi)

Sistem respirasi merupakan sistem yang sangat
penting bagi manusia. Sistem respirasi
memiliki banyak fungsi, antara lain untuk
persediaan oksigen, pengeluaran karbon
dioksida, pembuangan panas berlebih
(thermoregulasi), dan komunikasi vocal. Tubuh
kita membutuhkan oksigen untuk metabolisme.
Sistem pernapasan bertanggung jawab
menyediakan oksigen bagi seluruh sel dan
membuang karbon dioksida berbahaya dari tubuh. Mulut dan hidung menyalurkan udara dari
atmosfer melalui sistem pipa yang semakin mengecil sehingga akhirnya mencapai paru-paru.
O
2
dari udara paru-paru alveolus berdifusi ke darah.
Proses ini sangat vital, sampai-sampai jika kita mengalami kesulitan dalam bernapas maka akan
mengancam kehidupan kita. Gangguan akut sistem pernapasan bisa bermacam-macam, dari flu
sampai asma dan pneumonia. Penyebabnya pun dapat bermacam-macam, misalnya alergi, faktor
genetik, karena penggunaan rokok, kelainan pada dada, trauma, dll.

STRUKTUR DAN HISTOLOGI SISTEM PERNAPASAN
Sistem pernapasan merupakan sistem yang berfungsi untuk mengabsorbsi oksigen dan
mengeluarkan karbondioksida dalam tubuh yang bertujuan untuk mempertahankan homeostasis.
Fungsi ini disebut sebagai respirasi. Sistem pernapasan dimulai dari rongga hidung/mulut hingga
ke alveolus, di mana pada alveolus terjadi pertukaran oksigen dan karbondioksida dengan
pembuluh darah. Sistem pernapasan dibagi menjadi 2 daerah utama:
1. Bagian konduksi, meliputi rongga hidung, nasofaring, laring, trakea, bronkus, bronkiolus
dan bronkiolus terminalis
2. Bagian respirasi, meliputi bronkiolus respiratorius, duktus alveolaris dan alveolus
Sebagian besar bagian konduksi dilapisi
epitel respirasi, yaitu epitel bertingkat
silindris bersilia dengan sel goblet. Dengan
menggunakan mikroskop elektron dapat
dilihat ada 5 macam sel epitel respirasi yaitu
sel silindris bersilia, sel goblet mukosa, sel
sikat (brush cells), sel basal, dan sel granul
kecil.
A. HIDUNG
Hidung merupakan organ berongga, dibentuk dari tulang, kartilago, otot, dan jaringan
pengikat. Dasarnya dibentuk oleh tulang, sisanya dibentuk oleh kartilago dan jaringan ikat.
Bagian bawah lubang hidung disusun oleh kulit dan rambut-rambut (cilia) yang menyaring benda
asing, cilia ini juga mendorong mukus ke faring untuk dieliminasi dengan cara ditelan atau
dikeluarkan lewat batuk.
Bagian atas lubang hidung disusun oleh membran mukus, sel epitel, dan sel goblet yang
menghasilkan secret. Membran mukus berada di atap rongga hidung, di bawah epitel olfaktori
(organ indra pembau). Di sekitar rongga hidung terdapat banyak pembuluh darah yang kaya akan
darah yang berfungsi untuk menghangatkan dan melembabkan udara yang masuk ke dalam
tubuh dari lingkungan luar
Organ olfaktori merupakan reseptor rangsang bau yang terletak pada ephitelium olfaktori.
Epitelnya merupakan epitel silindris semu berlapis dengan 3 macam sel:
1. Sel penyokong. Sel ini berbentuk langsing, di dalam sitoplasmanya tampak adanya
berkas-berkas tonofibril dan jelas tampak terminal bar. Pada permukaannya tampak
banyak mikrovili yang panjang yang terpendam dalam lapisan lender. Kompleks golgi
yang kecil terdapat pada bagian puncak sel. Di dalamnya juga terdapat pigmen coklat
yang memberi warna pada epitel olfactory tersebut.
2. Sel Basal. Sel ini berbentuk kerucut rendah dengan tonjolan tersusun selapis dan berinti
gelap.
3. Sel Olfaktori. Sel ini terdapat diantara sel-sel penyokong sebagai sel saraf yang berbentuk
bipolar. Bagian puncak sel olfaktori membulat dan menonjol merupakan dendrite yang
meluas sebagai tonjolan silindris pada permukaan epitel. Bagian basal mengecil menjadi
lanjutan sel halus yang tidak berselubung myelin. Bagian yang membulat di permukaan
disebut vesicular olfactorius, dari bagian yang menonjol ini timbul tonjolan yang
berpangkal pada corpuscullum basale sebagai cilia olfactory yang tidak dapat bergerak.
Ujung cilia inilah yang merupakan komponen indra pembau dan dapat menerima
rangsang.
Di indera pembau terdapat epitel khusus , yang pada bagian bawahnya terdapat membrane
basalis yang memisahkan epitel dengan jaringan pengikat yang banyak mengandung kelenjar
serosa-mukosa. Di bawah epitel yang menutupi concha nasalis inferior banyak plexus fenosus
yang berguna untuk memanasi udara yang
lewat.
Rongga hidung terdiri atas vestibulum dan
fosa nasalis. Pada vestibulum di sekitar nares
terdapat kelenjar sebasea dan vibrisa (bulu
hidung). Epitel di dalam vestibulum
merupakan epitel respirasi sebelum memasuki fosa nasalis. Pada fosa nasalis (cavum nasi) yang
dibagi dua oleh septum nasi pada garis medial, terdapat konka (superior, media, inferior) pada
masing-masing dinding lateralnya. Konka media dan inferior ditutupi oleh epitel respirasi,
sedangkan konka superior ditutupi oleh epitel olfaktorius yang khusus untuk fungsi
menghidu/membaui. Epitel olfaktorius tersebut terdiri atas sel penyokong/ sel sustentakuler, sel
olfaktorius (neuron bipolar dengan dendrit yang melebar di permukaan epitel olfaktorius dan
bersilia, berfungsi sebagai reseptor dan memiliki akson yang bersinaps dengan neuron
olfaktorius otak), sel basal (berbentuk piramid) dan kelenjar Bowman pada lamina propria.
Kelenjar Bowman menghasilkan sekret yang membersihkan silia sel olfaktorius sehingga
memudahkan akses neuron untuk membaui zat-zat. Adanya vibrisa, konka dan vaskularisasi
yang khas pada rongga hidung membuat setiap udara yang masuk mengalami pembersihan,
pelembapan dan penghangatan sebelum masuk lebih jauh.
Sinus paranasal terdiri atas sinus frontalis, sinus maksilaris, sinus ethmoidales dan sinus
sphenoid, semuanya berhubungan langsung dengan rongga hidung. Sinus-sinus tersebut dilapisi
oleh epitel respirasi yang lebih tipis dan mengandung sel goblet yang lebih sedikit serta lamina
propria yang mengandung sedikit kelenjar kecil penghasil mukus yang menyatu dengan
periosteum. Aktivitas silia mendorong mukus ke rongga hidung.
B. FARING
Berbentuk seperti pipa, penghubung hidung dan laring. Laring terbagi menjadi tiga bagian,
yaitu nasofaring, orofaring, dan lariongofaring. Nasofaring merupakan yang pertama menerima
udara dari hidung, terdapat eustachian tubes dari telinga. Orofaring dipakai untuk pernapasan
dan pencernaan, menerima udara dari nasofaring dan menyalurkan makanan untuk dicerna dari
mulut. Nasofaring dilapisi oleh epitel respirasi pada bagian yang berkontak dengan palatum
mole, sedangkan orofaring dilapisi epitel tipe skuamosa/gepeng. Laringofaring merupakan
bagian paling bawah dari faring, penghubung dengan laring.
C. LARING
Biasa disebut kotak suara, penghubung saluran pernapasan bagian atas (faring) dan saluran
pernapasan bawah (trakea). Laring terdiri dari 9 kartilago, 3 kartilago besar (epiglotis, tiroid,
cricoid) dan 3 pasang kartilago yang lebih kecil (aritenoid, corniculate, cuneiform). Epiglotis
berfungsi untuk mencegah makanan, minuman, dan air liur masuk trakea, tiroid menonjol di
depan laring membentuk jakun pada lelaki, sedangkan cricoid berada di bawah kartilago tiroid,
membuka jalan ke trakea. Laring tersambung ke tulang hyoid oleh otot dan ligament dan bagian
dalamnya terbentuk dari otot yang dapat membantu menelan, bicara, bernapas, dan dapat
meyesuaikan diri dengan intonasi suara.
Otot bercorak dari laring dapat dibagi menjadi:
1. Otot ekstrinsik, yang berfungsi untuk menopang dan menghubungkan sekitarnya.
Kontraksinya terjadi pada proses menelan.
2. Otot instrinsik, yang berfungsi menghubungkan masing-masing kartilago laring .
kontraksinya berpereran dalam proses bersuara.
3. Epiglottis. Merupakan kartilago elastis yang berbentuk seperti sendok pipih. Permukaan
depan, bagian atas permukaan belakang epiglotia (plica aryepiglotica) dan plica vokalis
dilapisi oleh epitel gepeng berlapis. Plica vokalis merupakan lipatan membrane mukosa
yang didalamnya mengandung ligamentum vokalis yang merupakan pengikat elastis.
Epitel yang menutupi merupakan epitel gepeng berlapis.
Pada lamina propria laring terdapat tulang
rawan hialin dan elastin yang berfungsi
sebagai katup yang mencegah masuknya
makanan dan sebagai alat penghasil suara
pada fungsi fonasi. Epiglotis merupakan
juluran dari tepian laring, meluas ke faring
dan memiliki permukaan lingual dan
laringeal. Bagian lingual dan apikal epiglotis
ditutupi oleh epitel gepeng berlapis, sedangkan permukaan laringeal ditutupi oleh epitel respirasi
bertingkat bersilindris bersilia. Di bawah epitel terdapat kelenjar campuran mukosa dan serosa.
Di bawah epiglotis, mukosanya membentuk dua lipatan yang meluas ke dalam lumen laring:
pasangan lipatan atas membentuk pita suara palsu (plika vestibularis) yang terdiri dari epitel
respirasi dan kelenjar serosa, serta di lipatan bawah membentuk pita suara sejati yang terdiri dari
epitel berlapis gepeng, ligamentum vokalis (serat elastin) dan muskulus vokalis (otot rangka).
Otot muskulus vokalis akan membantu terbentuknya suara dengan frekuensi yang berbeda-beda.
D. TRAKEA
Trakea disebut juga tenggorokan, saluran udara utama menuju paru-paru. Bersifat fleksibel,
muskular, dengan panjang sekitar 12 cm dan diameter 2,5 cm. Trakea berakhir dengan cabang
dua yang disebut sebagai bronkus. Trakea selalu terbuka meskipun mendapat tekanan dari organ
sekitarnya karena adanya cincin kartilago berbentuk huruf C. Ujung mulut cincin dihubungkan
oleh jaringan ikat dan otot sehingga memungkinkan perluasan trakea tanpa menimbulkan
kerusakan. Trakea dilapisi epitel kolumnar yang mengandung banyak sel goblet dan cilia. Cilia
mengarah ke atas, jadi bisa membawa benda asing dan mukus berlebih dari paru-paru ke faring
(tidak terdapat cilia di alveoli).
Permukaan trakea dilapisi oleh epitel respirasi. Terdapat kelenjar
serosa pada lamina propria dan tulang rawan hialin berbentuk C
(tapal kuda), yang mana ujung bebasnya berada di bagian posterior
trakea. Cairan mukosa yang dihasilkan oleh sel goblet dan sel kelenjar
membentuk lapisan yang memungkinkan pergerakan silia untuk
mendorong partikel asing. Sedangkan tulang rawan hialin berfungsi
untuk menjaga lumen trakea tetap terbuka. Pada ujung terbuka (ujung
bebas) tulang rawan hialin yang berbentuk tapal kuda tersebut terdapat ligamentum fibroelastis
dan berkas otot polos yang memungkinkan pengaturan lumen dan mencegah distensi
berlebihan.
Epitel yang melapisi sebelah dalam ialah epitel silindris semu berlapis bercilia dan bertumpu
pada membrane basalis yang tebal. Di antara sel-sel tersebar sel-sel piala. Dibawah membrane
basalis terdapat lamina propria yang banyak mengandung serabut elastis. Di lapisan dalam
lamina propria serabut elastis membentuk anyaman padat sebagai suatu lamina elastis, maka
jaringan pengikat dibawahnya kadang-kadang disebut tunica submukosa. Di dalam tunica
submukosa inilah terdapat kelenjar-kelenjar kecil seperti pada dinding laring yang bermuara
pada permukaan epitel.
Trakea selalu terbuka meskipun mendapat tekanan dari organ sekitarnya karena adanya
cincin kartilago hialin berbentuk huruf C sebanyak 16-20 buah yang berderet mengelilingi lumen
dengan bagian yang terbuka di bagian belakang( pars cartilaginea). Masing-masing cincin
dibungkus oleh serabut fibro elastis. Bagian belakang tidak memiliki cincin cartilage (pars
membranacea) diisi oleh serabut-serabut otot polos yang sebagian berjalan melintang dan
berhubungan dengan jaringan fibro elastis disekitarnya.
E. BRONKUS DAN BRONKIOLUS
Trakea bercabang menjadi 2 bronkus primer yang masuk ke jaringan paru-paru melalui hilus
pulmonalis dengan arah ke bawah dan lateral. Bronkus sebelah kanan bercabang menjadi 3 dan
sebelah kiri becabang menjadi 2. Bronkus kanan lebih pendek, lebih lebar, dan lebih lurus
dibanding bronkus kiri, karenanya benda asing lebih memungkinkan masuk ke bronkus kanan.
Bronkus primer bercabang membentuk bronkus sekunder dan tersier dengan diameter yang
semakin kecil. Kartilago mengelilingi saluran udara di bronkus, tapi tidak di bronkiolus.
Bronkiolus terminalis adalah saluran udara paling kecil. Sepanjang area saluran udara dari
hidung sampai bronkiolus terminalis tidak terdapat pertukaran gas.
Mukosa bronkus secara struktural mirip dengan
mukosa trakea, dengan lamina propria yang
mengandung kelenjar serosa , serat elastin, limfosit
dan sel otot polos. Tulang rawan pada bronkus lebih
tidak teratur dibandingkan pada trakea; pada bagian
bronkus yang lebih besar, cincin tulang rawan
mengelilingi seluruh lumen, dan sejalan dengan
mengecilnya garis tengah bronkus, cincin tulang
rawan digantikan oleh pulau-pulau tulang rawan hialin.
Lamina propria terdiri dari jaringan pengikat yang banyak mengandung serabut elastis dan
serabut kolagen dan retikuler serta beberapa limfosit. Di bawah membrane mukosa terdapat
stratum muskular yang tidak merupakan lapisan tertutup. Banyaknya serabut elastis berhubungan
erat dengan sel-sel otot polos dan serabut elastis ini sangat penting dalam proses respirasi. Di
dalam anyaman muskuloelastis ini terdapat banyak jalinan pembuluh darah kecil.
Dengan bercabangnya bronkus, maka kalibernya akan semakin mengecil, yang menyebabkan
gambaran stukturnya akan semakin berbeda karena lempeng-lempeng cartilage yang makin
berkurang. Cabang bronkus yang memasuki lobulus pada puncaknya disebut bronkiolus.
Biasanya dinding bronkiolus berdiameter lebih kecil dari 1mm dengan epitel silindris selapis
bercilia dan tanpa kartilago.
Bronkiolus tidak memiliki tulang rawan
dan kelenjar pada mukosanya. Lamina
propria mengandung otot polos dan serat
elastin. Pada segmen awal hanya terdapat
sebaran sel goblet dalam epitel. Pada bronkiolus yang lebih besar, epitelnya adalah epitel
bertingkat silindris bersilia, yang makin memendek dan makin sederhana sampai menjadi
epitel selapis silindris bersilia atau selapis kuboid pada bronkiolus terminalis yang lebih
kecil. Terdapat sel Clara pada epitel bronkiolus terminalis, yaitu sel tidak bersilia yang memiliki
granul sekretori dan mensekresikan protein yang bersifat protektif. Terdapat juga badan
neuroepitel yang kemungkinan berfungsi sebagai kemoreseptor.
Mukosa bronkiolus respiratorius secara struktural identik dengan mukosa bronkiolus
terminalis, kecuali dindingnya yang diselingi dengan banyak alveolus. Bagian bronkiolus
respiratorius dilapisi oleh epitel kuboid bersilia dan sel Clara, tetapi pada tepi muara alveolus,
epitel bronkiolus menyatu dengan sel alveolus tipe 1. Semakin ke distal alveolusnya semakin
bertambah banyak dan silia semakin jarang/tidak dijumpai. Terdapat otot polos dan
jaringan ikat elastis di bawah epitel bronkiolus respiratorius.
F. PARU-PARU DAN ALVEOLUS
Paru-paru pada manusia terdapat
sepasang yang menempati sebagian
besar dalam cavum thoracis. Kedua
paru-paru dibungkus oleh pleura
yang terdiri atas 2 lapisan yang
saling berhubungan sebagai pleura
visceralis dan pleura parietalis. Paru-
paru berada di celah dada, di kedua
sisi dari jantung, berbentuk kerucut,
dengan apex ada di tulang rusuk pertama dan dasarnya menempel pada diafragma. Paru-paru
dipisahkan oleh ruang yang berisi jantung, aorta, vena cava, pembuluh pulmonari, esofagus, serta
sebagian dari trakea dan bronkus. Paru-paru kanan memiliki 3 lobus, sedangkan yang kiri 2
lobus, masing-masing dapat dibagi menjadi 10 bagian yang mewakilkan porsi paru yang disuplai
dari bronkus tersier tertentu. Paru-paru berisi gas, darah, struktur pendukung, dan dinding tipis
alveolar yang elastis dan berserta kolagen, artinya bisa melar. Di arteri pulmonary darahnya tidak
kaya oksigen karena mereka akan membawa oksigen, sedangkan pembuluh di trakea dan
bronkiolus yang tidak terdapat pertukaran zat, mengandung darah yang kaya oksigen.
Unit fungsional dalam paru-paru disebut lobulus primerius yang meliputi semua struktur
mulai bronkiolus terminalis, bronkiolus respiratorius, ductus alveolaris, atrium, saccus alveolaris,
dan alveoli bersama-sama dengan pembuluh darah, limfe, serabut syaraf, dan jarinmgan
pengikat. Lobulus di daerah perifer paru-paru berbentuk kerucut didasar perifer, sedangkan
untuk mengisi celah-celah diantaranya terdapat lobuli berbentuk tidak teratur dengan dasar
menuju ke sentral. Cabang terakhir bronkiolus dalamlobulus biasanya disebut bronkiolus
terminalis. Kesatuan paru-paru yang diurus oleh bronkiolus terminalis disebut acinus.
Bronkiolus respiratorius memiliki diameter sekitar 0.5mm. saluran ini mula-mula dibatasi
oleh epitel silindris selapis bercilia tanpa sel piala, kemudian epitelnya berganti dengan epitel
kuboid selapis tanpa cilia. Di bawah sel epitel terdapat jaringan ikat kolagen yang berisi
anyaman sel-sel otot polos dan serbut elastis. Dalam dindingnya sudah tidak terdapat lagi
cartilago. Pada dinding bronkiolus respiratorius tidak ditemukan kelenjar. Disana-sini terdapat
penonjolan dinding sebagai alveolus dengan sebagian epitelnya melanjutkan diri. Karena adanya
alveoli pada dinding bronkiolus inilah maka saluran tersebut dinamakan bronkiolus respiratorius.
Bronkiolus respiratorius bercabang menjadi 2-11 saluran yang disebut ductus alveolaris.
Saluran ini dikelilingi oleh alveoli sekitarnya. Saluran ini tampak seperti pipa kecil yang panjang
dan bercabang-cabang dengan dinding yang terputus-putus karena penonjolan sepanjang
dindingnya sebagai saccus alveolaris. Dinding ductus alveolaris diperkuat dengan adanya serabut
kolagen elastis dan otot polos sehingga merupakan penebalan muara saccus alveolaris.
Semakin ke distal dari bronkiolus
respiratorius maka semakin banyak terdapat
muara alveolus, hingga seluruhnya berupa
muara alveolus yang disebut sebagai duktus
alveolaris. Terdapat anyaman sel otot polos
pada lamina proprianya, yang semakin
sedikit pada segmen distal duktus alveolaris
dan digantikan oleh serat elastin dan
kolagen. Duktus alveolaris bermuara ke atrium yang berhubungan dengan sakus alveolaris.
Adanya serat elastin dan retikulin yang mengelilingi muara atrium, sakus alveolaris dan alveoli
memungkinkan alveolus mengembang sewaktu inspirasi, berkontraksi secara pasif pada waktu
ekspirasi secara normal, mencegah terjadinya pengembangan secara berlebihan dan pengrusakan
pada kapiler-kapiler halus dan septa alveolar yang tipis.
Alveolus merupakan gelembung berbentuk polyhedral yang berdinding tipis. Saat lahir
biasanya manusia memiliki 24 juta alveoli, umur 8 tahun menjadi 300 juta. Oksigen dan CO
2

bertukar melalui membran respiratory, dengan tebal sekitar 0,2 mm. Diameter kapiler paru
sekitar 5 m dan sel darah merah 7 m sel darah merah harus menyentuh dinding kapiler saat
pertukaran gas. Yang menarik, dindingnya penuh dengan anyaman kapiler darah yang saling
beranastomose. Kadang ditemukan lubang yang disebut porus alveolaris dan terdapat sinus
pemisah(septa) antara 2 alveoli. Fungsi lubang tersebut belum jelas, namun dapat diduga untuk
mengalirkan udara apabila terjadi sumbatan pada salah satu bronkus.
Sel alveolar kecil membatasi alveolus secara kontinyu, kadang diselingi oleh alveolus yang
besar. Inti sel alveolus kecil ini gepeng. Bentuk dan ketebalan sel alveolar kecil tergantung dari
derajat perkembangan alveolus dan tegangan sekat antara alveoli. Sel alveolar besar ialah sel
yang tampak sebagai dinding alveolus pada
pengamatan dengan mikroskop cahaya.
Kompleks golginya sangat besar disertai
granular endoplasma reticulum dengan
ribosom bebas. Kadang-kadang tampak
bangunan ini terdapat dipermukaan sel seperti
gambaran sekresi sel kelenjar. Diduga benda-
benda ini merupakan cadangan zat yang
berguna untuk menurunkan tegangan
permukaan dan mempertahankan bentuk dan
besar alveolus.
Alveolus merupakan struktur berongga tempat pertukaran gas oksigen dan karbondioksida antara
udara dan darah. Septum interalveolar memisahkan dua alveolus yang berdekatan, septum
tersebut terdiri atas 2 lapis epitel gepeng tipis dengan kapiler, fibroblas, serat elastin, retikulin,
matriks dan sel jaringan ikat.
Terdapat sel alveolus tipe 1 yang melapisi
97% permukaan alveolus, fungsinya untuk
membentuk sawar dengan ketebalan yang dapat
dilalui gas dengan mudah. Sitoplasmanya
mengandung banyak vesikel pinositotik yang
berperan dalam penggantian surfaktan (yang
dihasilkan oleh sel alveolus tipe 2) dan
pembuangan partikel kontaminan kecil. Antara
sel alveolus tipe 1 dihubungkan oleh desmosom
dan taut kedap yang mencegah perembesan
cairan dari jaringan ke ruang udara.
Sel alveolus tipe 2 tersebar di antara sel
alveolus tipe 1, keduanya saling melekat melalui
taut kedap dan desmosom. Sel tipe 2 tersebut berada di atas membran basal, berbentuk kuboid
dan dapat bermitosis untuk mengganti dirinya sendiri dan sel tipe 1. Sel tipe 2 ini memiliki ciri
mengandung badan lamela yang berfungsi menghasilkan surfaktan paru yang menurunkan
tegangan alveolus paru. Septum interalveolar mengandung pori-pori yang menghubungkan
alveoli yang bersebelahan, fungsinya untuk menyeimbangkan tekanan udara dalam alveoli dan
memudahkan sirkulasi kolateral udara bila sebuah bronkiolus tersumbat.
Sebagian besar pulmo menerima darah dari arteri pulmonalis yang bertripe elastis. Cabang
arteri ini masuk melalui hilus pulmonalis dan bercabang-cabang mengikuti percabangan bronkus
sejauh bronchioli respiratorius. Dari sini arteri tersebut memberi percabangan menuju ke ductus
alveolaris, dan memberi anyaman kapiler di sekeliling alveolus. Venula menampung darah dari
anyaman kapiler di pleura dan dinding penyekak alveolus. Vena yang menampung darah dari
venula tidak selalu seiring dengan arterinya, tetapi melalui jaringan pengikat di antara lobulus
dan segmen. Pulmonalis dan vena pulmonalis terutama untuk pertukaran gas dalam alveolus.
Disamping itu terdapat arteri bronchialis yang lebih kecil, sebagai cabang serta mengikuti
bronkus dengan cabang-cabangnya. Arteri ini diperlukan untuk nutrisi dinding bronkus termasuk
kelenjar dan jaringan pengikat sampai di bawah pleura. Darah akan kembali sebagian besar
melalui vena pulmonalis disamping vena bronchialis. Terdapat anastomosis dengan kapiler dari
arteri pulmonalis.
Terdapat 2 kelompok besar pembuluh limfe, sebagian dalam pleura dan sebagian dalam
jaringan paru-paru. Terdapat hubungan antara 2 kelompok tersebut dan keduanya mengalirkan
limfa ke arah nodus limfatikus yang terdapat di hilus. Pembuluh limfe ada yang mengikuti
jaringan pengikat septa interlobularis dan ada pula yang mengikuti percabangan bronkus untuk
mencapai hilus.
Pleura merupakan lapisan yang memisahkan antara paru dan dinding toraks. Pleura terdiri
atas dua lapisan: pars parietal dan pars viseral. Kedua lapisan terdiri dari sel-sel mesotel yang
berada di atas serat kolagen dan elastin. Cairan serosa berperan sebagai pelumas yang
melembabkan dan menempelkan kedua lapis. Dianalogikan dua keping kaca yang tengahnya ada
lapisan tipis air. Sangat susah untuk memisahkan kedua lapis, tapi kedua lapisan itu tetap bisa
menggeser-geser kemana pun. Pleura tersebut terdiri atas jaringan pengikat yang banyak
mengandung serabut kolagen, elastis, fibroblas dan makrofag. Di dalamnya banyak terdapat
anyaman kapiler darah dan pembuluh limfe.



Volume
Kapasitas
Paru-Paru
Volume Tidal: udara yg keluar-masuk
paru pada keadaan bernapas normal.
500 ml 380 ml
Volume Cadangan Inspirasi: udara
ekstra yang masuk dengan inspirasi
maksimum di atas inspirasi tidal.
3100 ml 1900 ml
Volume Cadangan Ekspirasi: ekstra
udara yang daat dengan kuat
dikeluarkan. 1200 ml 800 ml
Volume Residual: udara sisa dalam paru-
paru setelah melakukan ekspirasi kuat.
1200 ml 1000 ml
TRANSPOR OKSIGEN
Oksigen dalam jumlah besar dibawa oleh darah
Hemoglobin beikatan dengan oksigen membentuk
oksihemoglobin (HbO
2
) pada tekanan tinggi pada tekanan
rendah oksihemoglobin melepaskan oksigen untuk membentuk
hemoglobin lagi dalam kapiler alveolar tekanan oksigen 100
mmHg, semua hemoglobin teroksigenasi oksigen
dilepaskan pada tekanan oksigen 40 mmHg

MEKANISME SISTEM PERNAPASAN
Hanya ada dua tindakan utama yang terkait dengan respirasi, yaitu inspirasi dan ekspirasi.

Diafragma
Otot berbentuk kubah pada saat relaksasi yang membentuk bagian dasar dada dan
memisahkannya dari perut, menempel pada rusuk bawah.
Diafragma
berkontraksi
Rongga dada
dan paru-
paru
membesar
Tekanan
rongga dada
< tekanan
atmosfer
Udara kaya
oksigen
masuk
Diafragma
relaksasi
Rongga dada
dan paru-
paru kembali
ke posisi
awal
Tekanan
rongga dada
> tekanan
atmosfer
Udara kaya
CO
2
keluar
Siklus
Respirasi
Kontraksi diafragma mendorong otot ke bawah, menambah ruang pada dada dan paru-
paru.
Merupakan otot utama sistem pernapasan.


3. Mekanisme pertahanan paru pada anak (Natasha, novi, aiman)
Infeksi saluran pernafasan adalah infeksi yang paling sering terjadi dibanding organ lain.
Hal ini disebabkan sistem pernafasan adalah sistem yang berkontak langsung dengan dunia luar.
Infeksi yang paling umum terjadi di saluran napas atas, seperti common cold dan
faringitis biasanya disebabkan oleh virus. Untuk menghindari infeksi yang terus menerus tubuh
menyusun mekanisme pertahanan jalan nafas.
Mekanisme pertahanan selalu terkait dengan adanya pertahanan tubuh dari benda asing.
Proses pertahanan yang paling sering dilakukan tubuh adalah respon inflamasi yang
mengikutsertakan sel imun adapatif tubuh untuk bekerja. Tidak hanya itu tubuh juga memiliki
cara-cara lain untuk membentuk mekanisme pertahanan saluran nafas atas.

Peran hidung dalam pertahanan saluran pernafasan

Hidung merupakan penjaga utama dari udara yang masuk pertama kali. Dalam sehari,
kita menghirup sekitar 10.000-20.000 liter udara. Fungsi hidung selain sebagai jalan masuk
udara, menghangatkan udara, dan melembabkan udara, juga sebagai penyaring udara.
Mekanisme pertahanan utama dari saluran napas adalah epitel permukaannya yang cukup
istimewa yaitu epitel respiratorius atau epitel bertingkat (berlapis semu) silindris bersilia dan
bersel goblet.
Epitel ini terdiri dari lima macam jenis sel yaitu:
1. Sel silindris bersilia: sel terbanyak (1 sel mengandung 300 silia). Silia ini terus bergerak utuk
menangkap dna mengeluarkan partikel asing.
2. Sel goblet mukosa: bagian apikal mengandung droplet mukus yang terdiri dari glikoprotein.
3. Sel sikat (brush cells): sel yang memiliki ujung saraf aferen pada permukaan basal (reseptor
sensorik penciuman).
4. Sel basal (pendek)
5. Sel granul kecil: mirip sel basal tetapi mempunyai banyak granul dengan bagian pusat yang
padat.

Lamina propria dibawah dari epitel ini banyak mengandung pembuluh darah yang
berguna untuk menghangatkan udara masuk serta dibantu dengan silia yang membersihkan udara
dari partikel asing dan kelenjar serosa dan mukosa yang melembabkan udara masuk. Kombinasi
hal ini memungkinkan tubuh untuk mendapatkan udara lembab, hangat serta bersih.
Selain itu, epitel respiratorius dilapisi oleh 5-10 m lapisan mukus gelatinosa (fase gel)
yang mengambang pada suatu lapisan cair yang sedikit lebih tipis (fase sol). Lapisan gel/mukus
dan cair/sol mengandung mekanisme pertahanan imunitas humoral dan seluler.
Lapisan gel terdiri atas albumin, glikoprotein, IgG, IgM, dan faktor komplemen.
Lapisan cair terdiri atas sekresi serosa, laktoferin, lisozim, inhibitor sekresi leukoprotease, dan
sekretorik IgA.
Silia pada sel-sel epitel berdenyut secara sinkron, sehingga ujungnya dijumpai pada fase
gel dan menyebabkannya bergerak ke arah mulut, membawa partikel dan debris seluler
bersamanya (transpor mukosilier atau bersihan). Banyak faktor dapat mengganggu mekanisme
tersebut, termasuk peningkatan viskositas atau ketebalan mukus, membuatnya lebih sulit untuk
bergerak (misalnya peradangan, asma), perubahan pada fase sol yang menghambat gerakan silia
atau mencegah perlekatan pada fase gel dan gangguan aktivitas silia (diskinesia silia). Transpor
mukosilier ini menurun performanya akibat merokok, polutan, anestetik, dan infeksi serta pada
fibrosis kistik dan sindrom silia imotil kongenital yang jarang terjadi. Transpor mukosilier yang
berkurang menyebabkan infeksi respirasi rekuren yang secara progresif merusak paru, misalnya
bronkiektasis. Pada keadaan tersebut dinding bronkus menebal, melebar, dan meradang, secara
permanen.
Mukus (sekret kelenjar) dihasilkan oleh sel-sel goblet pada epitel dan kelenjar
submukosa. Unsur utamanya adalah glikoprotein kaya karbohidrat yang disebut musin yang
memberikan sifat seperti gel pada mukus. Fluiditas dan komposisi ionik fase sol dikontrol oleh
sel-sel epitel. Mukus mengandung beberapa faktor yang dihasilkan oleh sel-sel epitel dan sel lain
atau yang berasal dari sel plasma: antiprotease seperti 1-antitripsin yang menghambat aksi
protease yang dilepaskan dari bakteri dan neutrofil yang mendegradasi protein, defisiensi 1-
antitripsin merupakan predisposisi terjadinya gangguan elastin dan perkembangan emfisema.
Protein surfaktan A, terlepas dari aksinya pada tegangan permukaan, memperkuat fagositosis
dengan menyelubungi atau mengopsonisasi bakteri dan partikel-partikel lain. Lisozim disekresi
dalam jumlah besar pada jalan napas dan memiliki sifat antijamur dan bakterisidal; bersama
dengan protein antimikroba, laktoferin, peroksidase, dan defensin yang berasal dari neutrofil,
enzim tersebut memberikan imunitas non spesifik pada saluran napas.
Imunoglobulin sekretori (IgA) adalah imunoglobulin utama dalam sekresi jalan napas dan
dengan IgM dan IgG mengaglutinasi dan mengopsonisasi partikel antigenik; IgA juga menahan
perlekatan mikroba ke mukosa. IgA sekretori terdiri dari suatu dimer dua molekul IgA yang
dihasilkan oleh sel-sel plasma (limfosit B teraktivasi) dan suatu komponen sekretori glikoprotein.
Komponen tersebut dihasilkan pada permukaan basolateral sel-sel epitel, tempatnya mengikat
dimer IgA. Kompleks IgA sekretori kemudian dipindahkan ke permukaan luminal sel epitel dan
dilepaskan ke dalam cairan bronkial. Kompleks tersebut merupakan 10% protein total dalam
cairan lavase bronkoalveolar.

Jaringan Limfoid
Struktur jaringan limfoid membentuk sistem limfoid yang terdiri dari limfosit, sel epitelial, dan
sel stromal. Terdapat dua organ limfoid yaitu primer dan sekunder. Organ limfoid primer
merupakan tempat utama pembentukan limfosit (limfopoesis) yaitu timus dan sumsum tulang.
Limfosit dewasa yang diproduksi organ limfoid primer akan bermigrasi menuju organ limfoid
sekunder. Organ limfoid sekunder merupakan tempat terjadinya interaksi antara limfosit dengan
limfosit dan antara limfosit dengan antigen, dan diseminasi respons imun. Organ limfoid
sekunder yaitu limpa dan jaringan limfoid pada mukosa seperti tonsil, BALT (bronchus-
associated lymphoid tissue), GALT (gut-associated lymphoid tissue)/Peyers patch. Sirkulasi
limfe akan berlanjut menuju duktus torasikus yang akan berhubungan dengan sistem pembuluh
darah sehingga dapat mengirimkan berbagai unsur sistem limfoid.
Di dalam jaringan limfoid mukosa (MALT) terdapat sel dendrit yang berasal dari sumsum
tulang. Sel dendrit berfungsi sebagai Antigen Presenting Cell (APC) dan mengirim sinyal
aktivasi kepada limfosit T naive atau virgin untuk memulai respon imun, karena itu sel dendrit
disebut juga imunostimulatory cells. Sel dendrit dapat mengekspresikan MHC-kelas II sendiri
pada level yang tinggi serta MHC-kelas I dan reseptor komplemen tipe 3. Sinyal dari Th (CD4+)
akan menginduksi limfosit untuk menghasilkan sitokin. Aktivasi limfosit B dibantu oleh sel Th2
(IL-2, IL-4, IL-5) serta membentuk diferensiasi sel B menjadi klon yang memproduksi antibodi
berupa sekretorik IgA. MALT tidak ada di saluran napas bawah.

Sistem Khusus Traktus Respiratorius Atas

1. Refleks nasofaringo-bronkial
Refleks ini mengurangi puncak aliran ekspirasi akibat alergen yang memasuki hidung. Baru-baru
ini dilaporkan, sekitar 6 jam setelah refleks ini menyebabkan penurunan FEV1 dan forced vital
capacity yang signifikan. Refleks ini biasa dikenal dengan refleks bersin. Mekanisme refleks
bersin sama halnya dengan refleks batuk. Hanya saja, refleks ini terjadi pada kavitas nasal bukan
pada saluran napas bawah. Mekanisme refleks sebagai berikut: bronkus dan trakea sedemikian
sensitifnya terhadap sentuhan halus, sehingga benda asing dalam jumlah berapa pun atau
penyebab iritasi lainnya akan menimbulkan refleks batuk. Laring dan karina (tempat di mana
trakea bercabang menjadi bronkus) adalah yang paling sensitif, dan bronkiolus terminalis dan
bahkan alveoli bersifat sensitif terhadap rangsangan bahan kimia yang korosif seperti sulfur
dioksida dan klorin.
Impuls aferen yang berasal dari saluran napas terutama berjalan melalui nervus vagus ke medula.
Di sana, suatu rangkaian peristiwa otomatis digerakkan oleh lintasan neuronal medula,
menyebabkan efek sebagai berikut: pertama, kira-kira 2,5 liter udara diinspirasi. Kedua, epiglotis
menutup; dan pita suara menutup erat-erat dan menjerat udara dalam paru. Ketiga, otot-otot perut
berkontraksi dengan kuat mendorong diafragma, sedangkan otot-otot ekspirasi lainnya, seperti
interkostalis internus, juga berkontraksi dengan kuat. Keempat, pita suara dengan epiglotis
terbuka lebar, sehingga udara bertekanan tinggi dalam paru meledak keluar. Kemudian,
penekanan kuat pada paru yang menyebabkan bronkus dan trakea menjadi kolaps sehingga
bagian yang tidak berkartilago ini berinvaginasi ke dalam, akibatnya udara yang meledak
tersebut benar-benar mengalir melalui celah-celah bronkus dan trakea bersama partikel asing.
Peristiwa ini terjadi sama persis dengan refleks batuk, namun ketika refleks bersin terjadi
penekanan uvula, sehingga sejumlah besar udara dengan cepat melalui hidung, dengan demikian
membantu membersihkan saluran hidung dari benda asing.

2. Fungsi protektif hidung: menghangatkan dan melembabkan udara, menyaring partikel atau
iritan, dan produksi nitrit oksida (NO). Hal ini ditujukan agar udara yang diinhalasi bisa
mencapai saluran napas bawah dalam keadaan yang tidak membahayakan homeostasis. Panas
dihasilkan dari banyak kapiler yang berada di subepitelial yang berpenestrasi menuju permukaan
lumen serta membantu tranportasi air menuju interstisium. Melembabkan udara dimediasi oleh
aktivasi sekitar 45.000 kelenjar seromukosa pada kavitas nasal dan sel goblet yang menghasilkan
sejumlah air yang signifikan. Adanya kolam yang terisi oleh sejumlah besar volume darah
yang berasal dari sinusoid vena yang terletak di subepitelial bisa membuat jaringan submukosa
untuk menyerap udara dan menambah perluasan kontak dengan aliran udara. Mukus hidung dan
mukosiliar merupakan komponen penting dalam pembersihan. Partikel dengan diameter
aerodinamik 5-10 m ditangkap dalam mukosa nasal. Gas yang larut dalam air akan dihilangkan
total dari udara yang diinhalasi di saluran masuk hidung. Gas yang bersifat iritan dapat
menstimulasi saraf sensorik hidung dan menginduksi sekresi yang membuat deposit yang lebih
besar. NO dihasilkan dari saluran napas atas (terutama sinus paranasal) yang berperan protektif
untuk cabang respiratorius. NO memiliki aktivitas antiviral dan bakteriostatik yang kuat,
meningkatkan oksigenasi, menghasilkan efek bronkodilator, dan menjaga masuknya udara
melalu saluran napas bawah.

3. Peran inflamasi pada nasal: sejumlah eosinofil di mukosa saluran napas bawah akan
meningkat yang mengekspresikan molekul adesi setelah diinduksi oleh alergen hidung.

4. Drainase material inflamatori.
Saluran napas atas terdiri dari hidung, telinga, dan tenggorok. Salah satu struktur penunjang yang
terletak di sistem ini adalah tuba eustachius yang menghubungkan nasofaring dengan telinga
tengah. Struktur ini berfungsi dalam menjaga tekanan atmosfer tetap seimbang. Kompleks
osteomeatal (OMC) adalah daerah kavum nasalis antara meatus media dan inferior, tempat
pertemuan drainase dari sinus frontal, etmoidalis (etmoidalis anterior), dan maksilaris.
Terjadinya penurunan tekanan oksigen dalam kompleks ini juga bisa memicu rasa pusing.
Seperti halnya saluran napas atas, OMC juga memiliki transpor silia.








4. Patofisiologi Bronkopneumoni (muth, didi, nano)

Pneumonia digolongkan atas dasar anatomi seperti proses lobar atau lobuler,
alveolar, atau inrestisial, tetapi klasifikasi pneumonia infeksius atas dasar etiologi dugaan atau
yang terbukti secara terapeutik lebih relevan.
Pneumonia akibat virus
Virus pernapasan adalah penyebab pneumonia yang paling sering selama usia
beberapa tahun pertama. Virus penyebab yang paling lazim adalah virus sinsitial pernapasan
(RSV, Respiratory Syncitial Virus ), parainfluenzae, dan adenovirus. RSV merupaka virus yang
paling sering menyebabkan pneumonia pada masa bayi. Jenis dan keparahan penyakit
dipengaruhi beberapa factor termasuk usia, jenis kelamin, musim dalam tahun tersebut, dan
kepadatan penduduk. Penyebab bakteri pneumonia paling lazim pada anak normal adalah
Streptococcus pneumonia, S. pyogenes, dan Staphylococcus aureus.
Manifestasi Klinik : Kebanyakan virus pneumonia didahului gejala-gejala
pernafasan beberapa hari, termasuk rhinitis dan batuk. Walaupun biasannya demam, suhu
biasanya lebih rendah dari pada demam infeksi bakteri.Takipneu, yang disertai dengan retraksi
interkostal, subkostal, dan suprasternal; pelebaran cuping hidung. Infeksi berat dapat disertai
dengan sianosis dan kelelahan pernafasan. Auskultasi dada dapat menampakkan ronki dan mengi
yang luas, tetapi ronki dan mengi ini sukar dilokalisasi sumbernya. Pneumonia virus tidak dapat
secara tepat dibedakan dari penyakit mikoplamsa dan pneumonia bakteri. Tetapi bukti adanya
infeksi virus banyak ditemukan pada penderita yang telah dikonfirmasi pneumonia bacteria.

PATOFISIOLOGI
Ada empat stadium proses peradangan pneumonia:
1. Stadium kongesti
Kapiler melebar dan kongestif. Dalam alveolus terdapat eksudat jernih (serous),
bakteri dalam jumlah banyak, beberapa neutrofil dan makrofag.

2. Stadium hepatisasi merah
Lobus dan lobulus yang terkena menjadi lebih padat dan tidak mengandung udara,
warna menjadi merah, dan pada perabaan terasa seperti hepar. Di dalam alveolus
ditemukan fibrin, leuokosit neutrofil, eksudat, dan banyak sekali eritrosit dan
kuman. Stadium ini berlangsung sangat pendek.

3. Stadium hepatisasi kelabu
Lobus masih tetap padat tetapi warnanya berubah menjadi pucat kelabu. Pleura
menjadi suram karena diliputi fibrin. Pembuluh darah tidak lagi kongestif.

4. Stadium resolusi
Eksudat berkurang. Dalam alveolus makrofag bertambah dan leukosit mengalami
nekrosis dan degenerasi lemak. Fibrin diresorbsi dan menghilang.

Diagnosis : Rontgen dada ditandai dengan infiltrate difus. Sering ada hiperinflasi.
Angka sel darah putih perifer anak cenderung normal atau sedikit naik
(<20.000/mm
3
), dengan dominasi limfosit. LED atau CRP biasanya normal atau
hanya sedikit naik. Terknik serologis dapat digunakan untuk mendiagnosis infeksi
virus pernafasan baru.
Pengobatan : Biasanya hanya cara-cara pendukung yang diperlukan, walaupun
beberapa penderita memerlukan rawat inap di rumah sakit untuk cairan intravena, oksigen, atau
bahkan ventilasi bantuan.
Prognosis : Kebanyakan anak dengan pneumonia virus sembuh tanpa banyak
peristiwa dan tidak mempunyai sekuele, walaupun perjalanan dapat diperpanjang, terutama pada
bayi.
Pneumonia Pneumokokus
S. pneumonia masih merupakan penyebab lazim terjadinya pneumonia karena
bakteri.
Patologi dan Patogenesis : Mikroorganisme mungkin diaspirasi ke dalam perifer
paru dari jalan nafas atas atau nasofaring. Pada mulanya terjadi edema reaktif yang mendukung
proliferasi organism dan membantu dalam penyebarannya ke dalam bagian paru yang
berdekatan.
Manifestasi klinik : infeksi saluran nafas ditandai dengan hidung tersumbat,
rewel, hilang nafsu makan. Sakit ringan ini berakhir dengan munculnya demam mendadak 39C
atau lebih tinggi, gelisah, ketakutan dan distress respirasi. Penderita tampak sakit dengan megap-
megap dari sedang sampai berat, dan sering sianosis. Distress pernapasan ditandai dengan
mendengkur, pelebaran cuping hidung, retraksi daerah supraklavikuler, interkostal dan subkostal,
takipneu, dan takikardi. Auskultasi dapat menemukan suara pernapasan yang melemah dan
halus, ronki krepitasi pada sisi yang terkena, dan mungkin ada perkusi redup setempat pada
perkusi.
Penemuan laboratorium : angka sel darah putih biasanya naik 15.000-40.000
sel/mm
3
, dengan kecenderungan ke arah sel PMN. Angka sel darah putih < 5000mm
3
disertai
dengan prognosis yang jelek. Kadar hemoglobin biasanya normal atau sedikit menurun
Prognosis : dengan terapi antibiotic yang tepat yang diberikan pada awal
perjalanan penyakit, angka mortalitas selama masa bayi dan anak sekarang kurang dari 1%, dan
morbiditas jangka lama rendah.
Pengobatan : Obat pilihan adalah penisilin (100.000 unit/kg/24 jam). Pneumonia
pada bayi muda lebih baik ditangani di rumah sakit, karena cairan dan antibiotic mungkin harus
diberikan secara intravena. Pemberian oksigen segera pada penderita dengan distress pernapasan
sangat mengurangi kebutuhan pada sedative dan analgesic. oksigen harus diberikan sebelum
penderita mengalami sianosis.



V. Hipotesis
Didi, bayi laki-laki usia 9 bulan, mengalami batuk, sukar bernafas dan demam, karena
diduga menderita bronkopneumoni

VI. Kerangka Konsep
Batuk pilek panas tinggi ispa tatalaksana yang kurang adekuat infeksi saluran nafas
bawah bronkopneumoni

You might also like