lokasi luka
2. Dengan dua bidai betis dibidai dari mata kaki sampai beberapa
jari di atas lutut.
3. Papan bidai dibungkus dengan kain atau selimut untuk tempat
menempatkan betis dan di bawah lutut / mata kaki diberi
bantalan.
4. Bidai berlapis bantal dipasang dari lutut hingga menutupi
telapak kaki pada kasus tulang yang patah terdapat di atas
pergelangan kaki
5. Melakukan evaluasi setelah tindakan
6. Bidai sudah dipasang sebelum dipindahkan ke tempat lain.
7. Kaki diletakkan lebih tinggi dari bagian tubuh lainnya.
lokasi luka
2. Dengan dua bidai betis dibidai dari mata kaki sampai beberapa
jari di atas lutut.
3. Papan bidai dibungkus dengan kain atau selimut untuk tempat
menempatkan betis dan di bawah lutut / mata kaki diberi
bantalan.
4. Bidai berlapis bantal dipasang dari lutut hingga menutupi
telapak kaki pada kasus tulang yang patah terdapat di atas
pergelangan kaki
5. Melakukan evaluasi setelah tindakan
6. Bidai sudah dipasang sebelum dipindahkan ke tempat lain.
7. Kaki diletakkan lebih tinggi dari bagian tubuh lainnya.
lokasi luka
2. Dengan dua bidai betis dibidai dari mata kaki sampai beberapa
jari di atas lutut.
3. Papan bidai dibungkus dengan kain atau selimut untuk tempat
menempatkan betis dan di bawah lutut / mata kaki diberi
bantalan.
4. Bidai berlapis bantal dipasang dari lutut hingga menutupi
telapak kaki pada kasus tulang yang patah terdapat di atas
pergelangan kaki
5. Melakukan evaluasi setelah tindakan
6. Bidai sudah dipasang sebelum dipindahkan ke tempat lain.
7. Kaki diletakkan lebih tinggi dari bagian tubuh lainnya.
TINJAUAN PUSTAKA PENDAHULUAN Obat topikal terdiri dari vehikulum (bahan pembawa) dan zat aktif. Saat ini, banyaknya sediaan topikal yang tersedia ditujukan untuk mendapat efkasi maksimal zat aktif obat dan menyediakan alternatif pilihan bentuk sediaan yang terbaik. 1,2 Obat topikal merupakan salah satu bentuk obat yang sering dipakai dalam terapi dermatologi. Banyaknya pilihan bentuk sediaan, memer- lukan kecermatan dalam memilih, karena di samping pertimbangan bahan aktif, bentuk sediaan berpengaruh terhadap keberhasilan terapi. Kecermatan memilih bentuk sediaan obat topikal yang sesuai dengan kondisi ke- lainan kulit diperlukan, karena merupakan salah satu faktor yang berperan dalam keber- hasilan terapi topikal di samping faktor lain seperti: konsentrasi zat aktif obat, efek fsika dan kimia, cara pakai, lama penggunaan obat agar diperoleh efkasi maksimal dengan efek samping minimal. 1,2 Suatu uji coba efektivitas yang membandingkan sediaan losion dan salep untuk kulit kepala memperlihatkan ba- nyaknya kasus drop out karena ketidaknya- manan terhadap bentuk sediaan obat. 6 Berbagai laporan mencoba membandingkan efektiftas berbagai bentuk sediaan topikal pada satu macam penyakit; terlihat bahwa se- diaan baru memiliki kelebihan dibandingkan bentuk konvensional. 3-5 BENTUK SEDIAAN TOPIKAL Defnisi topikal Kata topikal berasal dari bahasa Yunani topikos yang artinya berkaitan dengan daerah per- mukaan tertentu. 7 Dalam literatur lain dis- ebutkan kata topikal berasal dari kata topos yang berarti lokasi atau tempat. 8 Secara luas obat topikal didefnisikan sebagai obat yang dipakai di tempat lesi. 9 Berbagai bentuk sediaan obat topikal Obat topikal adalah obat yang mengandung dua komponen dasar yaitu zat pembawa (ve- hikulum) dan zat aktif. Zat aktif merupakan komponen bahan topikal yang memiliki efek terapeutik, sedangkan zat pembawa adalah bagian inaktif dari sediaan topikal dapat ber- bentuk cair atau padat yang membawa ba- han aktif berkontak dengan kulit. Idealnya zat pembawa mudah dioleskan, mudah dibersih- kan, tidak mengiritasi serta menyenangkan secara kosmetik. Selain itu, bahan aktif harus berada di dalam zat pembawa dan kemudian mudah dilepaskan. 1,2,9-11 Untuk mendapatkan sifat zat pembawa yang demikian, maka ditambahkanlah bahan atau unsur senyawa tertentu yang berperan dalam memaksimalkan fungsi dari zat pembawa. 2
BAHAN PEMBAWA Bahan pembawa yang banyak dipakai: 1. Lanolin Disebut juga adeps lanae, merupakan lemak bulu domba. Banyak digunakan pada produk kosmetik dan pelumas. Sebagai bahan dasar salep lanolin bersifat hipoalergik diserap oleh kulit, memfasilitasi bahan aktif obat yang dibawa. 9,11 2. Paraben Paraben (para-hidroksibenzoat) banyak di- gunakan sebagai pengawet sediaan topikal. Paraben dapat juga bersifat fungisid dan bak- terisid lemah. Paraben banyak dipakai pada shampo, sediaan pelembab, gel, pelumas, pasta gigi. 2,9,11 Berbagai Bentuk Sediaan Topikal dalam Dermatologi Yanhendri, Satya Wydya Yenny Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Andalas, RS Dr. M. Djamil, Padang, Indonesia ABSTRAK Obat topikal merupakan salah satu bentuk obat yang sering dipakai dalam terapi dermatologi. Obat ini terdiri dari vehikulum (bahan pembawa) dan zat aktif. Kecermatan memilih bentuk sediaan obat topikal yang sesuai dengan kondisi kelainan kulit merupakan salah satu faktor yang berperan dalam keberhasilan terapi topikal, di samping faktor lain seperti: konsentrasi zat aktif obat, efek fsika dan kimia, cara pakai, lama peng- gunaan obat agar diperoleh efkasi yang maksimal dan efek samping minimal. Kata kunci: sediaan topikal, dermatologi, vehikulum ABSTRACT Topical medication is one form of drug therapy is often used in dermatology. This drug consists of vehiculum (carrier) and the active substance. Accuracy choosing topical dosage forms in accordance with the conditions of the skin disorder is one of the factors that play a role in the suc- cess of topical therapy, in addition to other factors such as: concentration of active drug substances, efects of physics and chemistry, how to use, duration of the drug use in order to obtain maximum ef cacy and minimal side efects. Yanhendri, Satya Wydya Yenny. Various Topical Preparations in Dermatology. Key words: topical preparation, dermatology, vehiculum CDK-194_vol39_no6_th2012 ok.indd 423 6/8/2012 2:33:43 PM CDK-194/ vol. 39 no. 6, th. 2012 424 TINJAUAN PUSTAKA 3. Petrolatum Merupakan sediaan semisolid yang terdiri dari hidrokarbon (jumlah karbon lebih dari 25). Petrolatum (vaselin), misalnya vaselin album, diperoleh dari minyak bumi. Titik cair 10-50C, dapat mengikat kira-kira 30% air. 9,11 4. Gliserin Berupa senyawa cairan kental, tidak berwarna, tidak berbau. Gliserin memiliki 3 kelompok hidroksil hidroflik yang berperan sebagai pelarut dalam air. 9,11 Secara umum, zat pembawa dibagi atas 3 ke- lompok, cairan, bedak, dan salep. Ketiga pem- bagian tersebut merupakan bentuk dasar zat pembawa yang disebut juga sebagai bentuk monofase. Kombinasi bentuk monofase ini berupa krim, pasta, bedak kocok dan pasta pendingin. 1,2,11,12 Cairan Cairan adalah bahan pembawa dengan komposisi air. Jika bahan pelarutnya murni air disebut sebagai solusio. Jika bahan pela- rutnya alkohol, eter, atau kloroform disebut tingtura. Cairan digunakan sebagai kompres dan antiseptik. Bahan aktif yang dipakai da- lam kompres biasanya bersifat astringen dan antimikroba. 1,2,10,11 Indikasi cairan Penggunaan kompres terutama kompres ter- buka dilakukan pada 11 : a. Dermatitis eksudatif; pada dermatitis akut atau kronik yang mengalami eksaserbasi. b. Infeksi kulit akut dengan eritema yang mencolok. Efek kompres terbuka ditujukan untuk vasokontriksi yang berarti mengurangi eritema seperti eritema pada erisipelas. c. Ulkus yang kotor: ditujukan untuk me- ngangkat pus atau krusta sehingga ulkus menjadi bersih. Bedak Merupakan sediaan topikal berbentuk pa- dat terdiri atas talcum venetum dan oxydum zincicum dalam komposisi yang sama. Bedak memberikan efek sangat superfsial karena tidak melekat erat sehingga hampir tidak mempunyai daya penetrasi. 1,2,10,11 Oxydum zincicum merupakan suatu bubuk halus berwarna putih bersifat hidrofob. Tal- cum venetum merupakan suatu magnesium polisilikat murni, sangat ringan. Dua bahan ini Tabel 1 Bahan pembawa yang umum digunakan dalam sediaan topikal 4 Bahan emulsi Pelarut Kolesterol Alkohol Dinatrium monooleaamidosulfsuksinat Diisopropil adipat Lilin emulsi Gliserin Polioksil 40 stearat 1,2,6-heksanetriol Polisorbat Isopropil miristat Natrium lauril eter sulfat Propilen karbonat Natrium lauril sulfat Air Bahan emulsi tambahan/penstabil emulsi Bahan pengental Karbomer Beeswax Katearil alkohol Karbomer Setil alkohol Petrolatum Gliseril monostearat Polietilen Polietilen glikol Xantan gum Stearil alkohol Emolien Stabilizer Kaprilat/kaprat trigliserida Benzil alkohol Setil alkohol Butylated hydroxyanisole Gliserin Butylated hydroxytoluena Isopropil miristat Asam sitrat Isopropil palmitat Dinatrium adetat Lanolin dan derivatnya Gliserin Minyak mineral Paraben Petrolatum Propil galat Asam stearat Natrium bisulfat Stearil alkohol Humectan Gliserin Propilen glikol Solusio sorbitol Gambar 1 Formulasi vehikulum sediaan topikal 3 Powder Cooling Paste Grease Liquid Cream Paste Shake lotion Monophasic Biphasic Triphasic CDK-194_vol39_no6_th2012 ok.indd 424 6/8/2012 2:33:44 PM 425 CDK-194/ vol. 39 no. 6, th. 2012 TINJAUAN PUSTAKA dipakai sebagai komponen bedak, bedak ko- cok dan pasta. 1,2,10,11 Indikasi bedak Bedak dipakai pada daerah yang luas, pada daerah lipatan. Salep Salep merupakan sediaan semisolid berbahan dasar lemak ditujukan untuk kulit dan muko- sa. Dasar salep yang digunakan sebagai pem- bawa dibagi dalam 4 kelompok yaitu: dasar salep senyawa hidrokarbon, dasar salep serap, dasar salep yang bisa dicuci dengan air dan dasar salep yang larut dalam air. Setiap bahan salep menggunakan salah satu dasar salep tersebut. 1,2,9-11 a. Dasar salep hidrokarbon Dasar salep ini dikenal sebagai dasar salep berlemak seperti vaselin album (petrolatum), parafn liquidum. Vaselin album adalah go- longan lemak mineral diperoleh dari mi- nyak bumi. titik cair sekitar 10-50C, mengikat 30% air, tidak berbau, transparan, konsistensi lunak. 2,9,11,13,14 Hanya sejumlah kecil komponen air dapat dicampurkan ke dalamnya. Sifat dasar salep hidrokarbon sukar dicuci, tidak mengering dan tidak berubah dalam waktu lama. Salep ini ditujukan untuk memperpanjang kon- tak bahan obat dengan kulit dan bertindak sebagai penutup. Dasar salep hidrokarbon terutama digunakan sebagai bahan emolien. 2,9,11,13-14 b. Dasar salep serap Dasar salep serap dibagi dalam 2 tipe, yaitu bentuk anhidrat (parafn hidroflik dan lano- lin anhidrat [adeps lanae]) dan bentuk emulsi (lanolin dan cold cream) yang dapat bercam- pur dengan sejumlah larutan tambahan. Adeps lanae ialah lemak murni dari lemak bulu domba, keras dan melekat sehingga sukar di- oleskan, mudah mengikat air. Adeps lanae hy- drosue atau lanolin ialah adeps lanae dengan akua 25-27%. 5,9,13,14 Salep ini dapat dicuci namun kemungki- nan bahan sediaan yang tersisa masih ada walaupun telah dicuci dengan air, sehing- ga tidak cocok untuk sediaan kosmetik. Dasar salep serap juga bermanfaat sebagai emolien. 5,9,13,14 c. Dasar salep yang dapat dicuci dengan air Dasar salep ini adalah emulsi minyak dalam air misalnya salep hidroflik. Dasar ini dinyatakan dapat dicuci dengan air karena mudah dicu- ci dari kulit, sehingga lebih dapat diterima un- tuk dasar kosmetik. Dasar salep ini tampilan- nya menyerupai krim karena fase terluarnya adalah air. Keuntungan lain dari dasar salep ini adalah dapat diencerkan dengan air dan mudah menyerap cairan yang terjadi pada kelainan dermatologi. 5,9,13,14 d. Dasar salep larut dalam air Kelompok ini disebut juga dasar salep tak ber- lemak terdiri dari komponen cair. Dasar salep jenis ini memberikan banyak keuntungan seperti halnya dasar salep yang dapat dicuci dengan air karena tidak mengandung bahan tak larut dalam air seperti parafn, lanolin an- hidrat. Contoh dasar salep ini ialah polietilen glikol. 5,9,13,14 Pemilihan dasar salep untuk dipakai dalam formulasi salep bergantung pada beberapa faktor, seperti kecepatan pelepasan bahan obat dari dasar salep, absorpsi obat, kemam- puan mempertahankan kelembaban kulit oleh dasar salep, waktu obat stabil dalam dasar salep, pengaruh obat terhadap dasar salep. 6 Pada dasarnya tidak ada dasar salep yang ideal. Namun, dengan pertimbangan faktor di atas diharapkan dapat diperoleh bentuk sedi- aan yang paling baik. 11,15 Indikasi salep Salep dipakai untuk dermatosis yang kering dan tebal (proses kronik), termasuk likenifkasi, hiperkeratosis. Dermatosis dengan skuama berlapis, pada ulkus yang telah bersih. 11,12 Kontraindikasi salep Salep tidak dipakai pada radang akut, teru- tama dermatosis eksudatif karena tidak dapat melekat, juga pada daerah berambut dan li- patan karena menyebabkan perlekatan. 11,12 Krim Krim adalah bentuk sediaan setengah padat yang mengandung satu atau lebih bahan obat terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai. Formulasi krim ada dua, yaitu sebagai emulsi air dalam minyak (W/O), misalnya cold cream, dan minyak dalam air (O/W), misalnya vanishing cream. 4,5,9,11,13-15 Contoh krim W/O 11 : R/ Cerae alba 5 Cetacei 10 Olei olivarum 60 Aquae ad 100 Contoh krim O/W 11 : R/ Cerae lanett N Olei sesami aa 15 Aquae ad 100 Dalam praktik, umumnya apotek tidak ber- sedia membuat krim karena tidak tersedia emulgator dan pembuatannya lebih sulit dari salep. Jadi, jika hendak menulis resep krim dan dibubuhi bahan aktif, dapat dipakai krim yang sudah jadi, misalnya biocream. Krim ini bersifat ambiflik artinya berkhasiat sebagai W/O atau O/W.
Krim dipakai pada kelainan yang kering, superfsial. Krim memi- liki kelebihan dibandingkan salep karena nyaman, dapat dipakai di daerah lipatan dan kulit berambut. 11 Contoh emulsi O/W 16 : R/ Acid salicyl 5% Liq carb deterg 5% Biocream 20 Aqua 40 Contoh emulsi W/O 16 : R/ Acid salicyl 5% Liq carb deterg 5% Biocream 20 Ol. oliv 20 Indikasi krim Krim dipakai pada lesi kering dan superfsial, lesi pada rambut, daerah intertriginosa. 11,12 Pasta Pasta ialah campuran salep dan bedak sehing- ga komponen pasta terdiri dari bahan untuk salep misalnya vaselin dan bahan bedak se- perti talcum, oxydum zincicum. Pasta merupa- kan salep padat, kaku yang tidak meleleh pada suhu tubuh dan berfungsi sebagai lapisan pelindung pada bagian yang diolesi. 9,11-15 Efek pasta lebih melekat dibandingkan salep, mempunyai daya penetrasi dan daya maserasi lebih rendah dari salep. 11-14 Indikasi pasta Pasta digunakan untuk lesi akut dan superfsial. 9,11 CDK-194_vol39_no6_th2012 ok.indd 425 6/8/2012 2:33:45 PM CDK-194/ vol. 39 no. 6, th. 2012 426 TINJAUAN PUSTAKA Bedak kocok Bedak kocok adalah suatu campuran air yang di dalamnya ditambahkan komponen bedak dengan bahan perekat seperti gliserin. Bedak kocok ini ditujukan agar zat aktif dapat diapli- kasikan secara luas di atas permukaan kulit dan berkontak lebih lama dari pada bentuk sediaan bedak serta berpenetrasi kelapisan kulit. 5,9,11,14 Indikasi bedak kocok Bedak kocok dipakai pada lesi yang kering, luas dan superfsial seperti miliaria. Beberapa contoh komposisi bedak kocok 11 : R/ Oxidi zincici Talci aa 20 Glycerini 15 Aguae ad 100 R/ Oxidi zincici Talci aa 20 Gliserini 15 Aquae Spirit dil. Aa ad 100 Keuntungan penambahan spritus dilitus ialah memberikan efek pendingin karena akan menguap, dapat melarutkan bahan aktif yang tidak larut dalam air, tetapi larut dalam alkohol, misalnya mentholium dan camphora. Kedua zat tersebut bersifat antipruritik. 11 Jika hendak menambahkan bahan padat berupa bubuk hendaknya diperhitungkan sehingga berat bahan padat tetap 40%. Mi- salnya, jika ditambahkan sulfur precipitatum 20 gram, maka berat oxydum zincicum dan talcum harus dikurangi. 11 R/ Sulfuris precipitatum 20 Oxidi zincici Talci aa 10 Glycerini 15 Aquae Spiritus dil aa ad 100 Pasta pendingin Pasta pendingin disebut juga linimen meru- pakan campuran bedak, salep dan cairan. Sediaan ini telah jarang digunakan karena efeknya seperti krim. 11 Indikasi Pasta dipakai pada lesi kulit yang kering. 11 Beberapa vehikulum yang merupakan pengembangan dari bentuk dasar monofase sediaan lain, yaitu gel, aerosol foam, cat, jelly, losion. 2,9,10,13 Gel Gel merupakan sediaan setengah padat yang terdiri dari suspensi yang dibuat dari partikel organik dan anorganik. Gel dikelompokkan ke dalam gel fase tunggal dan fase ganda. 9 Gel fase tunggal terdiri dari makromolekul organik yang tersebar dalam suatu cairan sedemikian hingga tidak terlihat adanya ikatan antara molekul besar yang terdispersi dan cairan. Gel fase tunggal dapat dibuat dari makromolekul sintetik (misalnya karbomer) atau dari gom alam (seperti tragakan). Karbomer membuat gel menjadi sangat jernih dan halus. Gel fase ganda yaitu gel yang terdiri dari jaringan partikel yang terpisah misalnya gel alumunium hidroksida. Gel ini merupakan suatu suspensi yang terdiri dari alumunium hidroksida yang tidak larut dan alumunium oksida hidrat. Sediaan ini berbentuk kental, berwarna putih, yang efektif untuk menetral- kan asam klorida dalam lambung. 9,13-15 Gel segera mencair jika berkontak dengan kulit dan membentuk satu lapisan. Absorpsi pada kulit lebih baik daripada krim. Gel juga baik di- pakai pada lesi di kulit yang berambut. 9, 13,15 Berdasarkan sifat dan komposisinya, sediaan gel memilliki keistimewaan: 9,12 a. Mampu berpenetrasi lebih jauh dari krim. b. Sangat baik dipakai untuk area berambut. c. Disukai secara kosmetika. Jelly Jelly merupakan dasar sediaan yang larut da- lam air, terbuat dari getah alami seperti traga- kan, pektin, alginate, borak gliserin. 9 Losion Losion merupakan sediaan yang terdiri dari komponen obat tidak dapat larut terdispersi dalam cairan dengan konsentrasi mencapai 20%. Komponen yang tidak tergabung ini menyebabkan dalam pemakaian losion diko- cok terlebih dahulu. Pemakaian losion me- ninggalkan rasa dingin oleh karena evaporasi komponen air. 1,9,10,13 Beberapa keistimewaan losion, yaitu mudah diaplikasikan, tersebar rata, favorit pada anak. Contoh losion yang tersedia seperti losion ca- lamin, losion steroid, losion faberi. 1,9,10,13 Foam aerosol Aerosol merupakan sediaan yang dikemas di bawah tekanan, mengandung zat aktif yang dilepas pada saat sistem katup yang sesuai ditekan. Sediaan ini digunakan untuk pemaka- ian lokal pada kulit, hidung, mulut, paru. Kom- ponen dasar aerosol adalah wadah, propelen, konsentrat zat aktif, katup dan penyemprot. 2,13 Foam aerosol merupakan emulsi yang me- ngandung satu atau lebih zat aktif menggu- nakan propelen untuk mengeluarkan sediaan obat dari wadah. Foam aerosol merupakan sediaan baru obat topikal. Foam dapat berisi zat aktif dalam formulasi emulsi dan surfak- tan serta pelarut. Sediaan foam yang pernah dilaporkan antara lain ketokonazol foam dan betametasone foam. 2,4,13 Keistimewaan foam: 1. Foam saat diaplikasikan cepat mengalami evaporasi, sehingga zat aktif tersisa cepat ber- penetrasi. 2 2. Sediaan foam memberikan efek iritasi yang minimal. 2 Cat Pada dasarnya, cat merupakan bentuk lain solusio yang berisi komponen air dan alko- hol. Penggabungan komponen alkohol dan air menjadikan sediaan ini mampu bertahan lama. Sediaan baru pernah dilaporkan berupa solusio ciclopirox 8% sebagai cat kuku untuk terapi onikomikosis. 10,17 MEKANISME KERJA Farmakokinetik umum Farmakokinetik sediaan topikal secara umum menggambarkan perjalanan bahan aktif da- lam konsentrasi tertentu yang diaplikasikan pada kulit dan kemudian diserap ke lapisan kulit, selanjutnya didistribusikan secara siste- mik. Mekanisme ini penting dipahami untuk membantu memilih sediaan topikal yang akan digunakan dalam terapi. 2,18 Perjalanan sediaan topikal setelah diaplikasi- kan pada kulit tergambar pada Gambar 2. Secara umum perjalanan sediaan topikal sete- lah diaplikasikan melewati tiga kompartemen yaitu: permukaan kulit, stratum korneum, dan jaringan sehat. Stratum korneum dapat berperan sebagai reservoir bagi vehikulum tempat sejumlah unsur pada obat masih berkontak dengan permukaan kulit namun CDK-194_vol39_no6_th2012 ok.indd 426 6/8/2012 2:33:45 PM 427 CDK-194/ vol. 39 no. 6, th. 2012 TINJAUAN PUSTAKA belum berpenetrasi tetapi tidak dapat dihi- langkan dengan cara digosok atau terhapus oleh pakaian. 5,18 Unsur vehikulum sediaan topikal dapat me- ngalami evaporasi, selanjutnya zat aktif ber- ikatan pada lapisan yang dilewati seperti pada epidermis, dermis. Pada kondisi tertentu sediaan obat dapat membawa bahan aktif menembus hipodermis. Sementara itu, zat aktif pada sediaan topikal akan diserap oleh vaskular kulit pada dermis dan hipodermis. 5,18 Jalur penetrasi sediaan topikal 5,9,19-22 Penetrasi sediaan topikal melewati beberapa macam jalur seperti pada Gambar 3. 19
Saat sediaan topikal diaplikasikan pada kulit, terjadi 3 interaksi: 1. Solute vehicle interaction: interaksi bahan aktif terlarut dalam vehikulum. Idealnya zat aktif terlarut dalam vehikulum tetap stabil dan mudah dilepaskan. Interaksi ini telah ada dalam sediaan. 9,19 2. Vehicle skin interaction: merupakan inter- aksi vehikulum dengan kulit. Saat awal aplikasi fungsi reservoir kulit terhadap vehikulum. 9,19 3. Solute Skin interaction: interaksi bahan ak- tif terlarut dengan kulit (lag phase, rising phase, falling phase). 9,19 a. Penetrasi secara transepidermal Penetrasi transepidermal dapat secara interse- luler dan intraseluler. Penetrasi interseluler merupakan jalur yang dominan, obat akan menembus stratum korneum melalui ruang antar sel pada lapisan lipid yang mengelilingi sel korneosit. Difusi dapat berlangsung pada matriks lipid protein dari stratum korneum. Setelah berhasil menembus stratum korneum obat akan menembus lapisan epidermis se- hat di bawahnya, hingga akhirnya berdifusi ke pembuluh kapiler. 5,9,19-22 Penetrasi secara intraseluler terjadi melalui di- fusi obat menembus dinding stratum korne- um sel korneosit yang mati dan juga melintasi matriks lipid protein startum korneum, kemu- dian melewatinya menuju sel yang berada di lapisan bawah sampai pada kapiler di bawah stratum basal epidermis dan berdifusi ke kapiler. 5,9,19-22 b. Penetrasi secara transfolikular Analisis penetrasi secara folikular muncul se- telah percobaan in vivo. Percobaan tersebut memperlihatkan bahwa molekul kecil seperti kafein dapat berpenetrasi tidak hanya mele- wati sel-sel korneum, tetapi juga melalui rute folikular. Obat berdifusi melalui celah folikel rambut dan juga kelenjar sebasea untuk ke- mudian berdifusi ke kapiler. 18,20,22 Absorpsi sediaan topikal secara umum Saat suatu sediaan dioleskan ke kulit, absorp- sinya akan melalui beberapa fase 9,21 : a. Lag phase Periode ini merupakan saat sediaan dioleskan dan belum melewati stratum korneum, se- Gambar 2 Penetrasi melalui tiga kompartemen kulit 18 Gambar 3 Jalur penetrasi sediaan topikal 19 CDK-194_vol39_no6_th2012 ok.indd 427 6/8/2012 2:33:46 PM CDK-194/ vol. 39 no. 6, th. 2012 428 TINJAUAN PUSTAKA Dissolution of drug in vehicle Difusion of drug through vehicle to skin surface Partitioning into stratum comeum Difusion through protein - lipid matrix of stratum comeum Partitioning into sebum Difusion through lipids in sebaceous pore Partitioning into viable epidermis Difusion through cellular mass of epidermis Difusion through cellular mass of upper epidermis Capillary uptake and systemic dilution TRANSEPIDERMAL ROUTE ROUTE TRANSFOLLICULAR hingga pada saat ini belum ditemukan bahan aktif obat dalam pembuluh darah. 8,20 b. Rising phase Fase ini dimulai saat sebagian sediaan me- nembus stratum korneum, kemudian me- masuki kapiler dermis, sehingga dapat ditemukan dalam pembuluh darah. 8,20 c. Falling phase Fase ini merupakan fase pelepasan bahan aktif obat dari permukaan kulit dan dapat dibawa ke kapiler dermis. 8,20 Penyerapan sediaan topikal secara umum dipengaruhi oleh berbagai faktor 14 : 1. Bahan aktif yang dicampurkan dalam pembawa tertentu harus menyatu pada per- mukaan kulit dalam konsentrasi yang cukup. 2. Konsentrasi bahan aktif merupakan fak- tor penting, jumlah obat yang diabsorpsi secara perkutan perunit luas permukaan setiap periode waktu, bertambah seband- ing dengan bertambahnya konsentrasi obat dalam suatu pembawa. 3. Penggunaan bahan obat pada permu- kaan yang lebih luas akan menambah jumlah obat yang diabsorpsi. 4. Absorpsi bahan aktif akan meningkat jika pembawa mudah menyebar ke permukaan kulit. 5. Ada tidaknya pembungkus dan sejenis- nya saat sediaan diaplikasikan. 6. Pada umumnya, menggosokkan sediaan akan meningkatkan jumlah bahan aktif yang diabsorpsi. 7. Absorpsi perkutan akan lebih besar bila sediaan topikal dipakai pada kulit yang lapisan tanduknya tipis. 8. Pada umumnya, makin lama sediaan me- nempel pada kulit, makin banyak kemungki- nan diabsorpsi. Pada kulit utuh, cara utama penetrasi sediaan melalui lapisan epidermis, lebih baik daripada melalui folikel rambut atau kelenjar keringat, karena luas permukaan folikel dan kelenjar keringat lebih kecil dibandingkan dengan daerah kulit yang tidak mengandung elemen anatomi ini. Stratum korneum sebagai jaring- an keratin akan berlaku sebagai membran semi permeabel, dan molekul obat berpen- etrasi dengan cara difusi pasif. 5,9,15 Mekanisme kerja sediaan topikal Secara umum, sediaan topikal bekerja mela- lui 3 jalur di atas (Gambar 3). Beberapa per- bedaan mekanisme kerja disebabkan kom- ponen sediaan yang larut dalam lemak dan larut dalam air. 5,9-11 1. Cairan Pada saat diaplikasikan di permukaan kulit, efek dominan cairan akan berperan me- lunakkan karena difusi cairan tersebut ke masa asing yang terdapat di atas permu- kaan kulit; sebagian kecil akan mengalami evaporasi. 5,9,11
Dibandingkan dengan solusio, penetrasi ting- tura jauh lebih kuat. Namun sediaan tingtura telah jarang dipakai karena efeknya mengirita- si kulit. Bentuk sediaan yang pernah ada antara lain tingtura iodi dan tingtura spiritosa. 5,9,11,14 2. Bedak Oxydum zincicum sebagai komponen bedak bekerja menyerap air, sehingga memberi efek mendinginkan. Komponen talcum mem- punyai daya lekat dan daya slip yang cukup besar. 5,9,11 Bedak tidak dapat berpenetrasi ke lapisan kulit karena komposisinya yang terdiri dari partikel padat, sehingga digunakan sebagai penutup permukaan kulit, mencegah dan mengurangi pergeseran pada daerah intertriginosa. 5,9,11 3. Salep Salep dengan bahan dasar hidrokarbon se- perti vaselin, berada lama di atas permukaan kulit dan kemudian berpenetrasi. Oleh karena itu salep berbahan dasar hidrokarbon diguna- kan sebagai penutup. 5,9,11 Salep berbahan dasar salep serap (salep ab- sorpsi) kerjanya terutama untuk memperce- pat penetrasi karena komponen airnya yang besar. 5,9,11 Gambar 4 Skema rute sediaan topikal 9 CDK-194_vol39_no6_th2012 ok.indd 428 6/8/2012 2:33:47 PM 429 CDK-194/ vol. 39 no. 6, th. 2012 TINJAUAN PUSTAKA Dasar salep yang dapat dicuci dengan air dan dasar salep larut dalam air mampu berpe- netrasi jauh ke hipodermis sehingga banyak dipakai pada kondisi yang memerlukan pe- netrasi yang dalam. 5,9,11
4. Krim Penetrasi krim jenis W/O jauh lebih kuat dibandingkan dengan O/W karena kom- ponen minyak menjadikan bentuk sediaan bertahan lama di atas permukaan kulit dan mampu menembus lapisan kulit lebih jauh. Namun krim W/O kurang disukai secara ko- smetik karena komponen minyak yang lama tertinggal di atas permukaan kulit. Krim O/W memiliki daya pendingin lebih baik dari krim W/O, sementara daya emolien W/O lebih be- sar dari O/W. 5,9,11,12 5. Pasta Sediaan berbentuk pasta berpenetrasi ke lapisan kulit. Bentuk sediaan ini lebih domi- nan sebagai pelindung karena sifatnya yang tidak meleleh pada suhu tubuh. Pasta berle- mak saat diaplikasikan di atas lesi mampu me- nyerap lesi yang basah seperti serum. 5,9,11,12 6. Bedak kocok Mekanisme kerja bedak kocok ini lebih utama pada permukaan kulit. Penambahan komponen cairan dan gliserin bertujuan agar komponen bedak melekat lama di atas permukaan kulit dan efek zat aktif dapat maksimal. 5,9,11,12 7. Pasta pendingin Sedikit berbeda dengan pasta, penambahan komponen cairan membuat sediaan ini lebih mudah berpenetrasi ke dalam lapisan kulit, namun bentuknya yang lengket menjadikan sediaan ini tidak nyaman digunakan dan telah jarang dipakai. 5,9,11,12 8. Gel Penetrasi gel mampu menembus lapisan hipodermis sehingga banyak digunakan pada kondisi yang memerlukan penetrasi seperti sediaan gel analgetik. Rute difusi jalur transfo- likuler gel juga baik, disebabkan kemampuan gel membentuk lapisan absorpsi. 9,14,15 CARA PAKAI Cara aplikasi sediaan obat topikal pada um- umnya disesuaikan dengan lesi pada per- mukaan kulit. Beberapa cara aplikasi sediaan topikal yaitu: 1. Oles Pengolesan pada lokasi lesi merupakan cara pakai sediaan topikal yang umum dilakukan. Cara ini dilakukan untuk hampir semua ben- tuk sediaan. Banyaknya sediaan yang dioles- kan disesuaikan dengan luas kelainan kulit (tabel 2). 18 Penambahan cara oles sediaan dengan meng- gosok dan menekan juga dilakukan pada obat topikal dengan tujuan memperluas daerah aplikasi namun juga meningkatkan suplai darah pada area lokal, memperbesar absorpsi sistemik. Penggosokan ini mengakibatkan efek eksfoliatif lokal yang meningkatkan pen- etrasi obat. 18 2. Kompres Cara kompres digunakan untuk sediaan solu- sio. Komponen cairan yang dominan men- jadikan kompres efektif untuk lesi basah dan lesi berkrusta . 11,12,16 Dua cara kompres yaitu kompres terbuka dan tertutup. Pada kompres terbuka diharap- kan ada proses penguapan. Caranya dengan menggunakan kain kasa tidak tebal cukup 3 lapis, tidak perlu steril, jangan terlampau erat. Pembalut atau kain kasa dicelupkan ke dalam cairan kompres, sedikit diperas, lalu dibalut- kan pada kulit lebih kurang 30 menit. Pada kompres tertutup tidak diharapkan terjadi penguapan, namun cara ini jarang diguna- kan karena efeknya memperberat nyeri pada lokasi kompres. 11 3. Penggunaan oklusif pada aplikasi Cara oklusi ditujukan untuk meningkatkan penetrasi sediaan; namun cara ini tidak ba- nyak digunakan. Berbagai teknik oklusi meng- gunakan balutan hampa udara seperti peng- gunaan sarung tangan vinyl, membungkus dengan plastik. 17 Teknik oklusi mampu mening- katkan hantaran obat 10-100 kali dibanding- kan tanpa oklusi, namun lebih cepat menim- bulkan efek samping obat, seperti efek atrof kulit akibat kortikosteroid. 18,23 4. Mandi Mandi atau berendam dianggap lebih disu- kai daripada kompres pada pasien dengan lesi kulit luas seperti pada penderita lesi vesiko bulosa. Contoh zat aktif yang pernah digunakan untuk mandi seperti potassium permanganate. Namun cara ini sudah tidak dianjurkan lagi mengingat efek maserasi yang ditimbulkan. 24 PRINSIP PEMILIHAN SEDIAAN 9,10,12 1. Pada kulit tidak berambut, secara umum dapat dipakai sediaan salep, krim, emulsi. Krim dipakai pada lesi kulit yang kering dan super- fsial, salep dipakai pada lesi yang tebal (kro- nis). 2. Pada daerah berambut, losion dan gel merupakan pilihan yang cocok. 3. Pada lipatan kulit, formulasi bersifat oklusif seperti salep, emulsi W/O dapat menyebab- kan maserasi sehingga harus dihindari. 4. Pada daerah yang mengalami ekskoriasi, formulasi berisi alkohol dan asam salisilat ser- ing mengiritasi sehingga harus dihindari. 5. Sediaan cairan dipakai untuk kompres pada lesi basah, mengandung pus, berkrusta. Tabel 2 Jumlah obat yang disarankan dalam aplikasi di berbagai lokasi tubuh 2 Area Luas Permukaan (% 1x aplikasi (g) 2 x/hari seminggu (g) 3 x/hari seminggu (g) Wajah 3 1 15 20 Kulit kepala 6 2 30 45 Satu tangan 3 1 15 20 Bahu 7 3 45 60 Badan depan 14 4 60 90 Bdn. belakang 16 4 60 90 Tungkai 20 5 70 100 Anogenital 1 1 15 20 Seluruh tubuh 100 30-40 450-500 600-1000 CDK-194_vol39_no6_th2012 ok.indd 429 6/8/2012 2:33:48 PM CDK-194/ vol. 39 no. 6, th. 2012 430 TINJAUAN PUSTAKA SIMPULAN 1. Sediaan topikal terdiri atas zat pembawa dan zat aktif. 2. Idealnya suatu zat pembawa mudah di- oleskan, mudah dibersihkan, tidak meng-iritasi dan menyenangkan secara kosmetik, selain itu zat aktif dalam pembawa mudah dilepaskan. 3. Terdapat berbagai bentuk sediaan topikal seperti: cairan, bedak, salep, krim, bedak ko- cok, pasta, pasta pendingin. 4. Beberapa sediaan baru obat topikal: foam aerosol, cat, gel. 5. Secara umum sediaan topikal melewati tiga jalur penetrasi yaitu interseluler, transe- luler, transfolikuler. 6. Mekanisme kerja sediaan topikal berupa difusi pasif menembus lapisan kulit. 7. Cara pakai sediaan topikal pada umumnya dioleskan pada permukaan kulit, dan dengan penambahan cara lain seperti ditekan, digo- sok, kompres, dan oklusi. DAFTAR PUSTAKA 1. Wyatt EL, Sutter SH, Drake LA. Dermatological pharmacology. In: Hardman JG, Limbird IE, eds. Goodman and Gillmans the pharmacological basis of therapeutic. 10 th ed. New York: McGraw Hill, 2001: 1795-814. 2. Strober BE, Washenik K, Shupack JL. Principles of topical therapy. In: Fitzpatrick TB, Eisen AZ, Wolf K, Freedberg IM, Austen K, eds. Dermatology in general medicine. 7 th ed. New York: McGraw-Hill, 2008:2090-6. 3. Sayuti I, Martina A, Sukma GE. Kepekaan jamur Trichopyton terhadap obat salep, krim, dan obat tingtur. Jurnal Biogenesis 2006;2:51-4. 4. Fonzo EMD, Martini P. Mazzalenta, Totti L, Alvino S. Comparative ef cacy and tolerability of ketomousse
(ketoconazole foam 1%) and ketoconazole cream 2% in the treatment of Pityriasis
versicolor: results of a prospective, multicentre, randomised study. Mycoses 2008;51:532-5. 5. Milani M, Mofetta SAD, Gramazio R, Fiorella C, Frisario C, Fuzio E, Marzocca V, Zurilli M, Turi GD, Felice G. Ef cacy of betamethasone valerat 0,1% thermophobic foam in seborrhoeic derma- titis of the scalp: An open label, multicentre, prospective trial on 180 patients. Curr Med Res Opin 2003;19:342-5. 6. Shin H, Kwon OS, Hyun C et al. Clinical ef cacies of topical agents for the treatment of seborrhoeic dermatitis of the scalp: A Comparative study. J Dermatol 2009;36:131-7. 7. Kamus Kedokteran Dorland. Koesoemawati H, Hartanto H, Salim IN, Setiawan L, Valleria, Suparman W, eds. 29 th ed. Jakarta: EGC, 2002:1937. 8. Wikipedia (internet). Wolverton, SE. Topical. (Cited Dec 28 2008). Available from www.wikipedia.com. 9. Sharma S. Topical drug delivery system: A review. Pharmaceut. Rev. 2008;6:1-29. 10. Lipsker D, Kragballe K, Fogh K, Saurat JH. Other topical medication. In: Bolognia JL, Jorizzo JL, Rapini RP, eds. Dermatology; 4 th ed. London: Elsevier Limited, 2006:2056-67. 11. Djuanda A. Pengobatan topikal dalam bidang dermatologi. Yayasan Penerbitan IDI. Jakarta, 1994. 12. Hamzah M. Dermatoterapi. In: Hamza M, Aisah S, eds. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ke-5. Jakarta: FKUI, 2007: 342-52. 13. Farmakope Indonesia edisi ke-4. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta. 1995 14. Ansel HC. Introduction to pharmaceutical dosage forms. Georgia: Lea and Febiger, 1995: 489-95. 15. Lachman L, Lieberman HA, Kanig JL. Semi padat. Dalam: Suyatmi S, Kawira J, Aisyah HS, eds. Teori dan praktek farmasi industri II. Edisi ke-3. Jakarta: UI Press, 1994: 1091-9. 16. Darwin R. Dasar-dasar pengobatan penyakit kulit. In: Harahap M, ed. Ilmu Penyakit Kulit. Edisi-1. Jakarta: Penerbit Hippocrates, 2000:311-7. 17. Brenner MA, Harkless LB, Mendicino RW et al. Ciclopirox 8% nail lacquer topical solution for the treatment of onychomicosis in patients with diabetes: A multicentre, open label study. J Am Pediatr Med Assoc. 2007;97:195-202. 18. Schaefer H, Redelmeier TE, Ohynek GJ, Lademann J. Pharmacokinetics and topical aplication of drugs. In: Wolf K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Lefel DJ, Fitzpatrick, eds. Dermatology in general medicine. 7 th ed. New York: Mc Graw-Hill, 2008.2097-100. 19. Cross S, Robert M. Transdermal drug delivery. (Internet) Cited Nov 28 2008. Available from: www.chemelab.ucsd.edu/hydrogel/index.html. 20. Otberg N, Teichmann A, Rasuljev U, Sinkgraven R, Sterry W, Lademann J. Follicular penetration of topically applied cafein via shampo formulation. Skin Pharmacol Physiol 2007; 20:195-8. 21. Thong HY, Zhai H. Maibach HI. Percutaneus penetration enhancers: an overview. Skin Pharmacol Physiol 2007; 20:272-82. 22. Trommer H. Naubert RHH. Overcoming the stratum korneum: the modulation of skin penetration. Skin Pharmacol Physiol 2006;19:106-21. 23. Darma IGN, Pohan PSS. Terapi topikal pada dermatitis atopik. Berkala Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin. 2007;2:144-51. 24. Maddin S, Ho VC. Dermatologic therapy. In: Moschella, Harry J, Hurley, eds. Dermatology. 3rd ed. Philadelphia: W.B Saunders Co, 1992. 2187-93. CDK-194_vol39_no6_th2012 ok.indd 430 6/8/2012 2:33:48 PM