You are on page 1of 18

7

BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Konsep Burnout
2.1.1 Pengertian Burnout
Burnout merupakan kelelahan fisik, mental dan emosional yang terjadi
karena stres yang di derita dalam jangka waktu yang relatif lama, di dalam situasi
yang berkaitan dengan keterlibatan emosional yang tinggi. Baron dan Greenberg
(1995) mengatakan bahwa burnout merupakan sindrom yang berisikan gejala
kelelahan fisik, kelelahan emosional, dan kelelahan mental dengan perasaan
rendahnya penghargaan terhadap diri sendiri akibat dari stres yang
berkepanjangan dan terjadi ketika orang mulai mempertanyakan nilai pribadinya
dan tidak lagi merasa bahwa apa yang dikerjakan merupakan hal yang penting.
Pendapat tersebut didukung oleh Freudenberger dan Richelson (dalam Farhati dan
Rosyid, 1996) yang menyatakan bahwa burnout merupakan suatu keadaan dimana
seseorang mengalami kelelahan (penat) atau frustrasi karena merasa bahwa apa
yang diharapkannya tidak tercapai.
Burnout merupakan habisnya sumber daya fisik dan mental secara
keseluruhan yang disebabkan oleh upaya yang berlebihan untuk mencapai tujuan
kerja yang tidak realistis dan merupakan akibat akhir dari stres kerja (Dessler,
1992). Hal senada di ungkapkan Garden (dikutip, Rosyid, dkk, 1997) berpendapat
bahwa burnout adalah suatu bentuk distress psikologis yang manifestasinya
berupa suatu keadaan kehilangan energi dan kemerosotan kinerja. Sedangkan
Fabella (1993) menggunakan istilah kejenuhan untuk menyebut burnout yaitu
7
8

sindroma (serangkaian gejala) keletihan emosional dan perasaan sinis yang
seringkali terjadi di kalangan orang-orang yang melakukan pekerjaan
kemanusiaan. Baron dan Greenberg (1995) menambahkan bahwa burnout
merupakan sindrom yang berisikan gejala kelelahan fisik emosional dan mental
dengan perasaan rendahnya penghargaan terhadap diri sendiri akibat dari stres
yang berkepanjangan. Senada dengan pendapat tersebut, pines dan Aronson
(dikutip Etzion, 1984) mengemukakan burnout sebagai suatu keadaan berupa
kelelahan fisik, mental, dan emosional yang banyak di jumpai pada mereka yang
pekerjaannya melayani banyak orang serta penuh dengan tuntutan emosional.
Ahli lain firth dan Britton (dikutip Rosyid, 1997) mengemukakan
pengertian burnout adalah keadaan internal negatif berupa pengalaman
psikologis, biasanya menunjukkan kelelahan atau kehabisan tenaga dan motivasi
untuk bekerja.
Berdasarkan berbagai definisi yang dikemukakan oleh para ahli tentang
burnout dapat diartikan burnout merupakan suatu gejala kelelahan fisik,
emosional, dan mental, serta rendahnya penghargaan diri yang diakibatkan stres
yang berkepanjangan di tempat kerja, sehingga menyebabkan memburuknya
kinerja seseorang.
2.1.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Burnout
Ada dua faktor yang mempengaruhi burnout, yaitu:
a. Faktor eksternal yaitu faktor berasal dari luar diri manusia.
Menurut Baron dan Greenberg (1995) faktor eksternal yang mempengaruhi
burnout meliputi:
9

1) Kondisi kerja yang buruk , yaitu suatu kondisi yang menyiratkan usaha-
usaha seseorang dalam bekerja, tidak ada guna, tidak efektif dan tidak
dihargai.
2) Kurangnya kesempatan untuk promosi.
3) Adanya prosedur dan aturan-aturan yang kaku, tidak fleksibel membuat
orang merasa terjebak dalam sistem yang tidak adil.
4) Gaya kepemimpinan yang kurang konsiderasi atau kurang memberikan
dukungan sosial terhadap anak buahnya.
5) Tuntutan kerja.
Menurut Gibson, dkk (1990) mengatakan ada beberapa faktor eksternal
yang mempengaruhi burnout, meliputi:
1) Tekanan Pekerjaan, seperti :
a) Ambiguitas
Adalah keadaan dimana seorang karyawan tidak tahu apa yang harus
dilakukan, menjadi bingung dan menjadi tidak yakin karena kurangnya
pemahaman atas hak-hak dan kewajiban yang dimiliki seseorang untuk
melaksanakan pekerjaan.
b) Konflik peran
Yaitu ada seperangkat harapan atau lebih berlawanan satu dengan
lainnya, sehingga menjadi penekanan yang penting bagi sebagian orang.
c) Dukungan sosial, meliputi:
Dukungan teman sekerja, teman sekerja yang sportif memungkinkan
seseorang menanggulangi tekanan pekerjaan.
10

2) Kekompakan suatu kelompok, beberapa ahli mengatakan bahwa hubungan
yang lebih baik antara anggota kelompok kerja merupakan faktor penting
dalam kesejahteraan dan kesehatan orang.
Menurut Davis & Newstroom (1993) faktor eksternal yang mempengaruhi
burnout, meliputi:
1) Tekanan pekerjaan, seperti:
Beban kerja, bila seorang karyawan menanggung banyak pekerjaan dengan
waktu yang relatif singkat, maka dapat membuat karyawan tertekan dan akan
menyebabkan burnout.
Stres kerja yaitu suatu kondisi yang mempengaruhi emosi, pikiran, dan kondisi
fisik seseorang. Bila tekanan yang dialami karyawan menetap dalam jangka waktu
lama maka akan menimbulkan burnout karena kondisi tubuhnya tidak
membangun kembali kemampuannya untuk menghadapi stressor.
2) Ciri-ciri pekerjaan, meliputi:
Keragaman yaitu kemampuan yang dibutuhkan untuk melaksanakan pekerjaan,
identitas tugas yaitu tanggung jawab seseorang terhadap pekerjaan dari awal
hingga akhir, signifikan tugas yaitu seberapa besar pengaruh dari pekerjaan yang
dijalankan terhadap pekerjaan orang lain, otonomi yaitu tingkat kebebasan yang
dimiliki seseorang dalam menjalankan tugas dan umpan balik yaitu informasi
yang diperlukan oleh karyawan.
Ahli lain Simamora (1995) menyatakan bahwa burnout dipengaruhi oleh
faktor-faktor, antara lain:
1) Kurangnya dukungan sosial dari atasan.
11

2) Kondisi kerja yang tidak menyenangkan.
3) Imbalan yang diberikan tidak mencukupi.
4) Pekerjaan yang berulang-ulang memberikan sedikit ruang gerak bagi
kreativitas.
5) Pekerjaan yang monoton dan kurang variasi.
b. Faktor internal yaitu faktor yang berasal dari dalam diri manusia.
Faktor internaal meliputi:
1) Jenis kelamin
Dagun (1992) mengatakan bahwa secara teoritis pria dan wanita
memiliki cara yang berbeda dalam menghadapi suatu masalah. Wanita lebih
memperlihatkan reaksi secara emosional dibandingkan dengan pria. Pria dalam
menghadapi suatu masalah akan mengutamakan pada tindakan secara langsung
dan rasional. Menurut Shufeli dan Janczur (1994) wanita mengalami burnout
lebih besar dari pada pria.
2) Usia
Russel, dkk (Sukowati, 2004) mengatakan bahwa usia mempunyai
peran yang sangat penting dalam menentukan reaksi seseorang terhadap burnout.
Setiap tingkatan usia mempunyai tingkat kemampuan berfikir dan kemampuan
untuk beradaptasi yang berbeda-beda dengan tingkat usia di atas dan dibawahnya.
Hal ini berhubungan dengan bertambahnya kemampuan berpikir menyerap nilai
kehidupan dari orang tua, lingkungan dan pengalaman yang diterima individu.
Orang yang usianya lebih muda akan lebih mudah sekali mengalami burnout
daripada orang yang usianya jauh lebih tua.
12

3) Harga Diri
Harga diri adalah perasaan berharga, yaitu bagaimana seseorang
menilai dan menghargai dirinya sendiri. Dalam hubungannya dengan burnout,
harga diri rendah berkorelasi dengan burnout yang tinggi (Rosyid & Faharati,
1996).
4) Karakteristik Individu
Adalah ciri atau sifat tertentu yang menandai tipe kepribadian dan suatu
karakteristik tertentu dalam menghadapi suatu persoalan. Karakteristik individu
dapat dikenali antara lain: sikap yang pesimis, ketidakmampuan mengontrol
lingkungan dan tantangan, serta kurangnya kemampuan melibatkan diri dengan
sepenuh hati terhadap pekerjaan.
5) Masa kerja
Adalah jumlah waktu lamanya individu bekerja. Semakin banyak
pengalaman kerja, semakin rendah tingkat burnout yang dialami.
Berdasarkan uraian tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa faktor
yang mempengaruhi burnout yaitu faktor eksternal (tekanan pekerjaan: stress
kerja, pekerjaan yang monoton, dukungan, ciri-ciri pekerjaan, gaya kepemimpinan
dan kondisi pekerjan yang buruk) dan faktor internal (usia, jenis kelamin, harga
diri, masa kerja dan karakteristik individu). Dalam penelitian ini variabel bebas
yang akan digunakan adalah persepsi terhadap lingkungan kerja yang diasumsikan
berdasarkan pada karakteristik individu dan kondisi lingkungan kerja yang buruk.
2.1.3 Dimensi-Dimensi Burnout
13

Untuk mengukur sejauh mana burnout yang dialami oleh perawat, maka
dibutuhkan dimensi-dimensi burnout. Greenberg, Baron dan Jones (1997)
mengemukakan bahwa burnout pada seseorang ditandai oleh empat kondisi, yaitu:
a. Kelelahan Fisik (Physical Exhaustion)
Ditandai dari mudahnya seseorang merasa lelah, mudah menderita sakit
kepala, sering merasa mudah sekali mual, mengalami perubahan pola
makan dan tidur, dan merasa terkuras tenaganya secara berlebihan.
b. Kelelahan Emosional (Emotional Exhaustion)
Muncul dalam bentuk depresi, frustasi, merasa terpenjara oleh
tugas/pekerjaanya, apatis, mudah sedih dan merasa tidak berdaya.
c. Kelelahan Mental (Mental Exhaustion)
Berupa perasangka negatif dan sinis terhadap orang lain dan
berpandangan negatif terhadap dirinya sendiri serta pekerjaanya.
d. Rendahnya perasaan mampu mencapai sesuatu yang berarti dalam hidup
(low of personal accomplishment)
Ditandai oleh ketidakpuasan terhadap diri sendiri, pekerjaannya,
kehidupannya, dan ada perasaan belum mampu mecapai sesuatu yang
berarti dalam hidupnya.
Fabella (1993) mengatakan bahwa ada 3 dimensi burnout, yaitu:
a. Kelelahan emosi, yaitu perasaan kehabisan/terlampau banyak
kehilangan energi emosi akibat terlalu banyaknya pekerjaan.
b. Depersonalisai, yaitu respon karyawan yang tidak mau/kurang
menghargai klien yang dilayani, ditolong, dirawat/diarahkan.
14

c. Prestasi pribadi, yaitu perasaan individu terhadap keberhasilan dalam
pekerjaan.
Pines dan Aronson (dikutip Rosyid, dkk, 1997) mengemukakan dimensi
dimensi burnout, yaitu:
1. Kelelahan fisik, seperti: insomnia/sulit tidur, sakit kepala, tidak selera
makan.
2. Kelelahan emosional, seperti: mudah tersinggung, mudah marah,
cenderung bersikap bermusuhan.
3. Kelelahan mental, seperti: perasaan ketidakberdayaan, depresi, tidak
mampu membuat keputusan, dan lain-lain.
Cunningham, dkk (dikutip Rosyid, dkk, 1997) menandakan bahwa
dimensi-dimensi burnout, antara lain: kelelahan fisik (ditandai dengan serangan
sakit kepala, mual, susah tidur, kurang nafsu makan, adanya anggota badan yang
sakit), kelelahan emosional (ditandai dengan perasaan putus asa, depresi, mudah
tersinggung, dan mudah marah tanpa alasan yang jelas), kelelahan mental
(ditandai dengan bersikap sinis dengan orang lain, bersikap negatif/curiga dan
cendrung merugikan diri sendiri, pekerjaan maupun orang lain, kinerja menurun,
sering mangkir dari pekerjaan) dan menurunnya penghargaan terhadap diri sendiri
(ditandai dengan tidak pernah puas dengan hasil kerja, merasa tidak pernah
melakukan sesuatu yang bermanfaat bagi dirinya maupun orang lain).
Berdasarkan pendapat para ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa
dimensi-dimensi burnout yaitu kelelahan fisik, kelelahan emosional, kelelahan
mental, depersonalisasi dan feeling of low personal accomplishment. Kelima
15

dimensi ini akan digunakan untuk menyusun angket dalam mengungkapkan
burnout.
2.2 Persepsi terhadap Lingkungan Kerja
2.2.1 Pengertian persepsi terhadap Lingkungan Kerja
Menurut Atkinson, dkk (1987) persepsi sebagai proses yang
memungkinkan individu untuk mengorganisasikan dan mengartikan stimulus
yang datang dari lingkungannya.
Gulo dan Kartono (1982) mengatakan persepsi sebagai suatu proses dinamis
karakteristik fisik dari stimulus dan perbuatan dan individu yang keduanya secara
bersama-sama menentukan apa yang dilihat. Dengan persepsi ini seseorang akan
sadar terhadap segala sesuatu di lingkungannya. Hal ini didukung oleh pendapat
Gibson, dkk (1990) yang berpendapat bahwa persepsi merupakan proses
pemberian arti terhadap lingkungannya. Lingkungan dapat dipersepsikan dalam
kerangka yang terorganisir yang telah dibentuk berdasarkan pengalaman individu.
Persepsi melibatkan proses kognitif yang meliputi penafsiran terhadap obyek atau
stimulus yang telah diorganisir dari sudut pengalaman individu.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
persepsi merupakan proses memperhatikan dan menyeleksi, mengorganisasikan
dan mengartikan stimulus yang berasal dari lingkungan. Persepsi bersifat
individual, sehingga persepsi tidak sama antara individu yang satu dengan
individu yang lain.
Lingkungan kerja adalah suatu tempat dimana para karyawan tersebut
melakukan pekerjaannya (Ahyari, 1994). Hal ini didukung oleh pendapat
16

Nitisemito (1986) bahwa lingkungan kerja adalah segala sesuatu yang ada di
sekitar pekerja dan yang dapat mempengaruhi dirinya dalam menjalankan tugas
yang dibebankan. Apabila kondisi tempat kerja tidak memenuhi syarat maka akan
menimbulkan stres dalam bekerja (Kartono, 1994).
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa
lingkungan kerja merupakan segala sesuatu yang ada di sekitar pekerja dan yang
dapat mempengaruhi dirinya dalam menjalankan tugas dan dapat mempengaruhi
perilaku dalam menjalankan pekerjaanya karena kondisi yang kotor, suara bising,
udara panas, sistem pencahayaan yang jelek akan dapat menimbulkan stres.
Persepsi terhadap lingkungan kerja merupakan serangkaian hal dari
lingkungan yang dipersepsikan oleh orang yang bekerja dalam suatu lingkungan
pekerjaan dan mempunyai peran yang besar dalam mempengaruhi tingkah laku
karyawan (Gibson, dkk, 1988). Steers (1985) berpendapat bahwa persepsi
terhadap lingkungan kerja sebagai hal-hal karakteristik yang dipersepsikan
individu dalam organisasi dan merupakan hasil dari tindakan yang dilakukan oleh
organisasi secara sengaja maupun tidak sengaja, serta dapat mempengaruhi
perilaku individu.
Berdasarkan pada uraian di atas dapat disimpulkan bahwa persepsi terhadap
lingkungan kerja adalah serangkaian proses yang memungkinkan perawat untuk
mengorganisasikan dan mengartikan kondisi dalam tepat perawat bekerja dan
mempunyai peran yang besar dalam mempengaruhi perilaku perawat.
2.2.2 Aspek-Aspek Persepsi terhadap Lingkungan Kerja
17

Gibson (1994) menjelaskan bahwa aspek-aspek yang mempengaruhi
persepsi seseorang meliputi: aspek situasi, aspek kebutuhan, aspek emosional dan
aspek gambaran diri. Sedangkan menurut Indrawijaya (2000) aspek-aspek
persepsi adalah:
a. Kognisi
Di dalam mengorganisasikan, menafsirkan dan memberi arti pada suatu
rangsang, manusia menggunakan panca inderanya. Hal tersebut melalui proses
melihat, meraba, dan mencium yang dapat terjadi secara terpisah atau
bersamaan. Otak akan melakukan persepsi berdasarkan informasi yang
diterima oleh panca indera.
b. Proses belajar
Belajar adalah proses yang membuat informasi yang diterima melalui
proses perseptual menjadi mempunyai arti dan makna dalam pemilihan
tindakan.
c. Proses pemecahan masalah
Individu selalu dihadapkan pada pengambilan keputusan yang juga
menentukan tindakan.
Mulyono (dikutip oleh Santoso, 2002) menyebutkan aspek-aspek persepsi
meliputi:
a. Pemberian arti, terhadap stimulus yang diterima individu dimana individu
akan melihat sesuatu yang sama dengan cara pandang yang berbeda pula.
b. Penilaian yang artinya merupakan ciri-ciri dari stimulus yang mempunyai
pengaruh untuk memberikan persepsi terhadap stimulus tersebut.
18

c. Kebutuhan yang merupakan perasaan individu terhadap suatu keinginan
tertentu yang harus ada pemenuhan agar dapat menimbulkan kepuasan.
Tiffin dan Mc Cormick (dalam Frasser, 1983) mengemukakan aspek-aspek
lingkungan kerja sebagai berikut:
a. Lingkungan Fisik, yang meliputi:
1) Peralatan kerja
Alat dan bahan yang tersedia merupakan komponen yang sangat
menunjang dalam aktivitas pekerjaan.
2) Sirkulasi udara
Sirkulasi udara dalam ruang kerja sangat diperlukan terutama jika di
dalam ruangan penuh dengan karyawan dan ruangan terasa pengap.
3) Penerangan
Penarangan dalam bekerja tidak hanya bersumber pada penerangan
listrik, tetapi penerangan dari sinar matahari sangat diperlukan.
4) Tingkat kebisingan
Suara yang bising akan terasa sangat mengganggu konsentrasi
karyawan dalam menjalankan tugas.
5) Tata ruang kerja
Penataan, warna ruangan, dan kebersihan suatu ruangan berpengaruh
cukup besar pada karyawan.
b. Lingkungan Psikososial, yang meliputi:
1) Kebutuhan Karyawan
19

Kebutuhan karyawan meliputi imbalan, prestasi kerja dan adanya
pengakuan dari pihak perusahaan atas hasil kerja.
2) Norma kerja kelompok
Norma kerja kelompok meliputi prosedur dan pedoman yang memuat
norma standar atau sasaran kerja yang dilakukan dalam kelompok
kerja.
3) Peran dan sikap karyawan
Karyawan sebagai seorang pekerja mempunyai sikap dan tanggung
jawab terhadap tugas-tugas yang diembannya dan hal tersebut akan
mempengaruhi perilaku.
4) Hubungan dengan rekan kerja
Hubungan dengan rekan kerja menyangkut hubungan diantara
karyawan itu sendiri serta kerja sama diantara karyawan
5) Hubungan dengan atasan
Hubungan dengan atasan menyangkut hubungan karyawan dan atasan
dalam berkomunikasi serta kebijaksanaan atasan.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa
aspek lingkungan kerja adalah lingkungan fisik dan lingkungan psikososial.
Aspek lingkungan fisik dan lingkungan psikososial. Aspek lingkungan fisik
meliputi fasilitas perusahaan, peralatan kerja, sirkulasi udara, penerangan,
kebisingan, dan tata ruangan kerja. Sedangkan aspek lingkungan psikososial
meliputi kebutuhan karyawan, norma kerja kelompok, peran dan sikap karyawan,
20

dan hubungan karyawan dalam perusahaan (hubungan sesama rekan kerja maupun
hubungan dengan atasan).
2.3 Hubungan Persepsi terhadap Lingkungan Kerja dengan Burnout pada
Perawat
Dalam masyarakat bekerja merupakan hal yang sangat penting, karena
dengan bekerja manusia dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Menurut Hegel
(dalam Anoraga, 1992) pekerjaan merupakan sesuatu yang dibutuhkan manusia
untuk dapat memenuhi segala macam kebutuhan dalam kehidupan. Dengan
bekerja seseorang dapat menumbuhkan harga diri, berbakti sehingga ia dapat
berbuat sesuatu yang bernilai dan bermanfaat bagi dirinya sendiri dan orang lain.
Namun perkembangan dunia saat ini menuntut manusia untuk memikul tanggung
jawab yang lebih besar.
Perawat sebagai salah satu profesi human service dapat memahami stres
yang akan selalu diliputi perasaan cemas, tegang, mudah tersinggung dan frustasi
serta adanya keluhan psikosomatis. Terkurasnya energi untuk menghadapi stres
yang dialami terus menerus dalam pekerjaanya sebagai perawat dapat
memunculkan burnout (Rosyid, dkk, 1997). Fabella (1993) menggunakan istilah
kejenuhan untuk menyebut burnout yaitu suatu sindroma (serangkaian gejala)
keletihan emosional dan perasaan sinis yang seringkali terjadi di kalangan orang-
orang yang melakukan pekerjaan manusia. Sedangkan menurut Baron dan
Greenberg (1995) menyatakan bahwa burnout merupakan sindrom yang berisikan
gejala kelelahan fisik, emosional dan mental dengan perasaan rendahnya
penghargaan terhadap diri sendiri akibat stres yang berkepanjangan.
21

Seorang perawat yang bertugas di ruang rawat inap melaksanakan tugas.
Perawat pada bagian ruang rawat inap juga rentang mengalami burnout, hal ini
dikarenakan adanya tekanan beban kerja yang tinggi. Mereka harus menangani
pasien dalam jumlah yang besar dengan jumlah perawat yang terbatas dan hal
inilah yang dapat menimbulkan kelelahan fisik yang dialami oleh perawat inap.
Kelelahan fisik yang berkelanjutan ini akan menimbulkan stres kerja bagi perawat
inap dan stres kerja yang berkepanjangan ini akan menimbulkan burnout. Lebih
lanjut dijelaskan oleh Baron dan Greenberg (dikutip Andriani dan Subekti, 2004)
bahwa kondisi lingkungan kerja dimana sesorang merasa kurang berguna, tidak
efektif atau tidak dihargai merupakan faktor yang mendukung munculnya
burnout.
Sebelum perawat memunculkan perilaku terhadap pekerjaannya, maka
akan didahului oleh persepsi mereka mengenai pekerjaan dan tempat mereka
bekerja. Penilaian mengenai keadaan suatu lingkungan dalam bekerja turut
mempengaruhi diri karyawan dan tingkah laku yang dimunculkannya. Oleh
karena itu rumah sakit harus sedapat mungkin menciptakan suatu kondisi yang
baik sehingga dapat memunculkan rasa kesetiakawanan, rasa aman, diterima dan
dihargai bagi para perawatnya.
Persepsi tehadap lingkungan kerja merupakan bagian dari faktor penentu
timbulnya stres (Doelhadi, 1997). Lingkungan kerja sangat mempengaruhi
keadaan perawat dalam bekerja, dimana lingkungan kerja yang buruk akan
menyebabkan timbulnya stres dengan berbagai gejala, di antaranya adalah gejala
fisiologis, emosional, gejala intelektual dan gejala interpersonal. Begitu pula
22

sebaliknya, lingkungan kerja yang mendukung dan baik tidak akan menimbulkan
stres yang sangat serius.
Persepsi yang ada pada perawat terhadap lingkungan kerja antara perawat
yang satu dengan perawat yang lain berbeda. Perawat menilai bahwa apa yang
diharapkan dapat terpenuhi dan fasilitas rumah sakit dapat mendukung perawat
dalam bekerja serta hubungan dan dukungan sesama rekan maupun dengan atasan
dapat berjalan dengan baik. Perawat yang mempunyai penilaian yang positif
terhadap lingkungan kerjanya berarti perawat tersebut memandang segala sesuatu
yang dihadapi di tempat kerjanya dengan cara positif dan merasa bahwa
lingkungan kerjanya baik, sehingga menimbulkan respon yang positif terhadap
apa yang dihadapi di lingkungan kerjanya sebagai suatu hal yang menyenangkan.
Sebaliknya perawat yang mempunyai penilaian negatif terhadap fasilitas rumah
sakit, hubungan dan dukungan antar perawat maupun dengan atasan, dan
memandang lingkungan kerjanya sebagai hal yang menekan, tidak
menyenangkan, bahkan mengancam. Hal ini menghasilkan respon yang negatif
terhadap hal-hal yang dihadapi di tempat kerja, sehingga akan menimbulkan stres
bagi perawat.






23

2.4 Kerangka Berpikir
2.4.1 Kerangka Teori










Gambar 2.1 Kerangka Teori





Burnout:
Kelelahan Fisik
Kelelahan
Mental
Kelelahan
Emosional
Depersonalisasi
feeling of low
personal
accomplishment
Persepsi terhadap
Lingkungan Kerja:
Pemberian Arti
Penilaian
Kebutuhan
Lingkungan
Fisik
Lingkungan
Psikososial
Hubungan persepsi
terhadap lingkungan
kerja dengan Burnout
pada perawat.
24

2.4.2 Kerangka Konsep
Variabel Independen Variabel Dependen



Ket:

Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian
2.5 Hipotesis
Berdasarkan kerangka berpikir yang telah diuraikan diatas maka dapat
dirumuskan hipotesis penelitian yaitu terdapat hubungan antara persepsi terhadap
lingkungan kerja dengan burnout pada perawat di ruangan rawat inap RSUD Prof.
DR. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo.

Persepsi terhadap
Lingkungan Kerja

= Variabel yang diteliti
Burnout pada Perawat

You might also like