You are on page 1of 42

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penggilingan merupakan salah satu tahapan dalam pasca panen padi yaitu suatu proses
pelepasan sekam dari beras. Karakteristik fisik padi sangat perlu diketahui karena proses
penggilingan padi sebenarnya mengolah bentuk fisik dari butiran padi menjadi beras putih.
Butiran padi yang memiliki bagian-bagian yang tidak dapat dimakan, atau tidak enak dimakan,
sehingga perlu dipisahkan. Selama proses penggilingan, bagian-bagian tersebut dilepaskan satu
demi satu sampai akhirnya didapatkan beras yang dapat dikonsumsi yang disebut dengan beras
sosoh atau beras putih. Beras sosoh merupakan hasil utama proses penggilingan padi. Beras
sosoh adalah gabungan beras kepala dan beras patah besar. Beras patah kecil atau menir sering
disebut sebagai hasil samping karena tidak dikonsumsi sebagai nasi seperti halnya beras kepala
dan beras patah besar. Hasil samping proses penggilingan padi berupa sekam, bekatul dan
menir.
Mesin-mesin penggilingan padi berfungsi melakukan pelepasan dan pemisahan bagian-
bagian butir padi yang tidak dapat dimakan dengan seminimal mungkin, membuang bagian
utama beras dan sesedikit mungkin merusak butiran beras. Terdapat dua tahap dalam proses
penggilingan yaitu husking dan polishing. Husking adalah tahap melepaskan beras yang
menghasilkan beras pecah kulit (brown rice). Dari struktur butiran gabah, bagian-bagian yang
akan dilepaskan adalah palea, lemma, dan glume. Seluruhnya bagian tersebut dinamakan kulit
gabah atau sekam. Sebagian besar gabah yang dimasukkan ke dalam mesin pemecah kulit
(husker) akan terkupas dan masih ada sebagian kecil yang belum terkupas. Butiran gabah yang
terkupas akan terlepas menjadi dua bagian, yaitu beras pecah kulit dan sekam. Selanjutnya
butiran gabah yang belum terkupas harus dipisahkan dari beras pecah kulit dan sekam untuk
dimasukkan kembali ke dalam mesin pemecah kulit.
Sektor pertanian di Aceh Besar menjadi sektor utama bagi perekonomian Aceh Besar.
Pada tahun 2009, sektor pertanian memberikan kontribusi terbesar bagi perekonomian Aceh
Besar yaitu sebesar 30,74%, terutama subsektor tanaman pangan seperti padi. Aceh Besar juga
merupakan salah satu lumbung padi dan penyangga pangan di provinsi Aceh. Produksi padi di
Kabupaten Aceh Besar selama periode 2007-2008, mengalami sedikit penurunan. Produksi
padi menurun dari 186.141 ton pada tahun 2007 menjadi 147.136 ton pada tahun 2008. Namun
kembali meningkat menjadi 247.986 ton pada tahun 2009 (naik menjadi 1,69 kali lipat).
Penurunan produksi padi pada tahun 2008 lebih disebabkan oleh turunnya produktivitas yang
hanya mencapai 4,55 ton per hektar. Pada tahun 2009, peningkatan produktivitas padi mampu
ditingkatkan sehingga menjadi 6,58 ton per hektar (Badan Pusat Statistik, 2010).
Budidaya padi di Kabupaten Aceh Besar tersebar pada seluruh kecamatan. mulai dari
kecamatan Lhoong sampai dengan Kecamatan Pulo Aceh. Luas tanam, luas panen dan
produksinya juga berbeda-beda. Hasil produksi tertinggi terdapat di Kecamatan Montasik
dengan dengan hasil produksi 33.700,8 ton. Sedangkan hasil produksi terendah terdapat di
Kecamatan Pulo Aceh dengan produksi 164,5 ton. Kecamatan yang memberikan sumbangsih
terbesar untuk produksi padi sawah adalah Kecamatan Montasik yaitu mencapai 33.700,8 ton
atau 13,59 persen dari seluruh produksi padi sawah di Kabupaten Aceh Besar. Kemudian
diikuti dengan Kecamatan Indrapuri yang menghasilkan 29.518,2 ton. (Badan Pusat Statistik,
2010)
Petani kerap kali menghadapi kendala dalam proses penggilingan padi. Hal ini
disebabkan karena jarak tempuh ke lokasi kilang padi yang cukup jauh, ataupun sulitnya akses
untuk menuju kilang padi tersebut. Oleh karena itu, para petani padi yang sebahagian besar
membudidayakan padinya di daerah pedesaan lebih memilih menggunakan mesin penggiling
padi keliling.
Berdasarkan latar belakang di atas, penulis ingin melakukan analisa terhadap mesin
penggiling padi keliling yang akan penulis tuangkan dalam karya ilmiah yang berjudul:
ANALISIS KELAYAKAN TEKNIS DAN EKONOMI TERHADAP MESIN
PENGGILING PADI KELILING (Studi Kasus Kabupaten Aceh Besar)
B. Identifikasi masalah
Mengidentifikasi permasalahan yang dihadapi petani dan pengusaha penggiling padi
keliling, antara lain belum terujinya kelayakan teknis, diantaranya menghitung kapasitas kerja
alat penggilingan, efisiensi alat, dan rendemen. Dan kelayakan ekonomis, diantaranya biaya
tetap dan biaya tidak tetap, break even point, B/ C ratio, payback period dari penggunaan alat
tesebut.
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji kelayakan teknis dan ekonomi usaha penggilingan padi
keliling pada tingkat petani di Kabupaten Aceh Besar.
D. Ruang lingkup
Ruang lingkup penelitian ini dibatasi pada mesin penggiling padi keliling yang
beroperasi di wilayah Kabupaten Aceh Besar dibeberapa kecamatanKuta Malaka, Montasik,
indra Puri, dan Seulimum. meliputi diantaranya prospek kelayakan mesin tersebut dari aspek
teknis dan ekonomi.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Padi
Klasifikasi tanaman padi:
Kerajaan : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Ordo : Poales
Famili : Poaceae
Genus : Oryza
Spesies : O. sativa
Setiap bunga padi memiliki enam kepala sari (anther) dan kepala putik (stigma)
bercabang dua berbentuk sikat botol. Kedua organ seksual ini umumnya siap reproduksi dalam
waktu yang bersamaan. Kepala sari kadang-kadang keluar dari palea dan lemma jika telah
masak (Utomo dan Nazarudin, 2002).
Dari segi reproduksi, padi merupakan tanaman berpenyerbukan sendiri, karena 95%
atau lebih serbuk sari membuahi sel telur tanaman yang sama. Setelah pembuahan terjadi, zigot
dan inti polar yang telah dibuahi segera membelah diri. Zigot berkembang membentuk embrio
dan inti polar menjadi endosperm. Pada akhir perkembangan, sebagian besar bulir padi
mengandung pati di bagian endosperm. Bagi tanaman muda, pati berfungsi sebagai cadangan
makanan. Bagi manusia, pati dimanfaatkan sebagai sumber gizi (Garris, 2004).
B. Pasca Panen Padi
Sebelum digiling, gabah biasanya dibersihkan dari benda lain yang bercampur seperti
jerami, kayu, pecahan batu, logam dan sebagainya. Benda lunak seperti jerami akan
mengurangi kapasitas giling, sedangkan benda keras seperti batu akan merusak mesin
penggiling. Penggilingan gabah dimulai dengan proses:
1) Pengeringan
Agar tahan lama disimpan dan dapat digiling menjadi beras maka gabah harus
dikeringkan. Pengeringan gabah umumnya dilakukan di bawah sinar matahari.
Gabah yang dikeringkan ini dihamparkan di atas lantai semen terbuka.
Penggunaan lantai semen terbuka ini agar sinar matahari dapat secara penuh
diterima gabah. Bila tidak memiliki halaman atau tempat terbuka yang disemen
maka halaman tanah pun dapat dipakai untuk penjemuran. Gabah perlu
diletakkan pada alas anyaman bambu, tikar atau lembaran plastik tebal. Hal ini
dilakukan agar gabah tidak bercampur dengan tanah. Lama jemuran tergantung
iklim dan cuaca, bila cuaca cerah dan matahari bersinar penuh sepanjang hari,
penjemuran hanya berlangsung sekitar 2 3 hari. Bila keadaan cuaca terkadang
mendung atau gerimis dan terkadang panas. Waktu penjemurannya dapat
berlangsung lama, sekitar seminggu.
2) Penggilingan
Penggilingan dalam pasca panen padi merupakan kegiatan memisahkan beras
dari kulit yang membungkusnya. Pemisahan beras dari kulitnya dapat
dilakukan dengan cara modern atau dengan alat penggiling. Alat yang sering
digunakan berupa huller. Hasil yang diperoleh pada penggilingan, yaitu pada
tahap pertama diperoleh beras pecah kulit. Pada penggilingan tahap kedua,
beras akan menjadi putih bersih.
3) Penyimpanan / penggudangan
Beras yang sudah digiling dapat langsung dipasarkan. Namun, karena
umumnya beras tidak langsung dapat dipasarkan seluruhnya maka perlu ada
tempat penyimpanan, dalam gudang penyimpanan dapat saja beras diserang
oleh hama bubuk. Biasanya hama bubuk ini menyerang beras yang tidak kering
benar saat pengeringan. Hama bubuk tidak menyukai beras yang kering karena
keras. Hama lebih menyukai tempat lembab sehingga ruangan gudang harus
tetap kering dan di lengkapi dengan ventilasi udara.
4) Pemasaran
Umumnya ada dua cara pemasaran beras yang dilakukan di Propinsi Aceh,
pertama petani menjual langsung di lahan pada saat sudah siap panen kepada
pedagang pengumpul yang disebut penebas. Penebas inilah yang akan
memanen dan mengolahnya lebih lanjut menjadi beras. Kedua, petani sendiri
yang memanen, mengeringkan, lalu menjualnya ke pedagang pengumpul, baik
berupa gabah kering giling atau sudah menjadi beras. Penjualan beras biasanya
dilakukan petani langsung kepada pedagang beras di pasar, dititipkan ke pasar
swalayan atau dijual langsung ke konsumen.
C. Penggilingan Padi
Penggilingan merupakan proses pelepasan sekam dari beras. Karakteristik fisik padi
sangat perlu diketahui karena proses penggilingan padi sebenarnya mengolah bentuk fisik dari
butiran padi menjadi beras putih. Butiran padi yang memiliki bagian-bagian yang tidak dapat
dimakan, sehingga perlu dipisahkan. Selama proses penggilingan, bagian-bagian tersebut
dilepaskan satu demi satu sampai akhirnya didapatkan beras yang dapat dikonsumsi yang
disebut dengan beras sosoh atau beras putih. Beras sosoh merupakan hasil utama proses
penggilingan padi. Beras sosoh adalah gabungan beras kepala dan beras patah besar. Beras
patah kecil atau menir sering disebut sebagai hasil samping karena tidak dapat dikonsumsi
sebagai nasi seperti halnya beras kepala dan beras patah besar. Jadi, hasil samping proses
penggilingan padi berupa sekam, bekatul, dan menir (Ritonga et al, 2008).
Penggilingan padi berfungsi untuk menghilangkan sekam dari bijinya dan lapisan
aleuron, sebagian mapun seluruhnya agar menghasilkan beras yang putih serta beras pecah
sekecil mungkin. Setelah gabah dikupas kulitnya dengan menggunakan alat pecah kulit,
kemudian gabah tersebut dimasukkan ke dalam alat penyosoh untuk membuang lapisan
aleuron yang menempel pada beras. Selama penyosohan terjadi, penekanan terhadap butir
beras sehingga terjadi butir patah. Menir merupakan kelanjutan dari butir patah menjadi bentuk
yang lebih kecil daripada butir patah (Damardjati, 1988).
Secara umum, mesin-mesin yang digunakan dalam usaha industri jasa penggilingan
padi adalah mesin pemecah kulit/ sekam, (huller atau husker), Connveyor, mesin pemisah
gabah dan beras pecah kulit (brown rice separator), mesin penyosoh atau mesin pemutih
(polisher), mesin pengayak bertingkat (sifter), mesin atau alat bantu pengemasan (timbangan
dan penjahit karung).
D. Rice Milling Unit (RMU)
Rice milling unit (RMU) merupakan jenis mesin penggilingan padi generasi baru yang
kompak dan mudah dioperasikan, dimana proses pengolahan gabah menjadi beras dapat
dilakukan dalam satu kali proses (one pass process). RMU rata-rata mempunyai kapasitas
giling kecil yaitu antara 0.2 hingga 1.0 ton/ jam, mesin ini menyerupai mesin tunggal dengan
fungsi banyak, dan menggunakan tenaga penggerak motor diesel/ motor listrik. Di dalam RMU
terdapat beberapa bagian mesin yang berfungsi memecah sekam atau mengupas gabah, bagian
mesin yang berfungsi memisahkan gabah dari sekam lalu membuang sekamnya, bagian mesin
yang berfungsi mengeluarkan gabah yang belum terkupas untuk dikembalikan ke pengumpan,
bagian mesin yang berfungsi menyosoh dan mengumpulkan dedak, dan bagian mesin yang
berfungsi melakukan pemutuan berdasarkan jenis fisik beras (beras utuh, beras kepala, beras
patah, dan beras menir). Skema penanganan bahan dalam penggilingan padi yang
menggunakan RMU diperlihatkan dalam Gambar 1.


Gambar 1. Proses penggilingan padi
E. Analisis Teknis
a. Kapasitas kerja alat penggilingan
Kapasitas kerja alat penggilingan yang dimaksudkan adalah kapasitas produksi
ekonomis yaitu volume atau jumlah satuan produk yang dihasilkan selama satu satuan waktu
tertentu secara menguntungkan (Sutojo, 1993).
b. Efisiensi alat
Pengertian efisiensi dalam produksi merupakan perbandingan antara output dan input,
berkaitan dengan tercapainya output maksimum dengan sejumlah input. Jika rasio ouput besar
maka efisiensi dikatakan semakin tinggi. Dapat dikatakan bahwa efisiensi adalah penggunaan
input terbaik dalam memproduksi output (Susantun, 2000). Farel (1957) membedakan efisiensi
menjadi tiga yaitu: efisiensi teknik, efisiensi alokatif (harga), dan efisiensi ekonomi.
c. Rendemen
Menurut Nugraha et al. (1998). Kualitas fisik gabah terutama ditentukan oleh kadar air
dan kemurnian gabah. Yang dimaksud dengan kadar air gabah adalah jumlah kandungan air
dalam butiran gabah. Nilai rendemen beras giling dipengaruhi oleh banyak faktor yang terbagi
dalam tiga kelompok. Kelompok pertama adalah faktor yang mempengaruhi rendemen melalui
pengaruhnya terhadap mutu gabah sebagai bahan baku dalam proses penggilingan yang
meliputi varietas, teknik budidaya, cekaman lingkungan, agroekosistem, dan iklim. Kelompok
kedua merupakan faktor penentu rendemen yang terlibat dalam proses konversi gabah menjadi
beras, yaitu teknik penggilingan dan alat penggilingan. Kelompok ketiga menunjukkan kualitas
beras terutama derajat sosoh yang diinginkan, karena semakin tinggi derajat sosoh maka
rendemen akan semakin rendah.
F. Analisis Ekonomi
Analisis teknis ekonomi suatu industri dapat dikaji dengan menggunakan pendekatan
studi kelayakan proyek. Suatu kelayakan atau feasibility study adalah suatu study atau telaah
agar sesuatu yang didirikan dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien (Soetrisno, 1984).
Husnan dan Suwarsono (2000) juga menyatakan bahwa studi kelayakan adalah penelitian
tentang dapat tidaknya suatu proyek dilaksanakan dengan berhasil.
Dari segi ekonomi, usaha mesin penggiling padi keliling dapat menguntungkan kedua
belah pihak apabila biaya pokok penggilingan dapat ditekan. Untuk menganalisa pemikiran
ekonomi lebih lanjut maka harus dicari faktor-faktor dominan yang sangat mempengaruhi
biaya pokok penggiling padi tersebut. Faktor-faktor yang menimbulkan kenaikan biaya pokok
harus ditekan dengan cara memberikan kondisi atau persyaratan yang mempengaruhi turunnya
biaya agar lebih murah (Irwanto, 1980).
Apabila seorang petani hendak memiliki alat dan mesin pertanian hendaknya harus
menentukan buatan, ukuran, dan tipe mesin apa yang paling efesien untuk usaha tani. Ketika
seseorang petani membeli mesin dan peralatan untuk usaha taninya, petani tersebut harus
menanggung sejumlah pengeluaran tertentu. Biaya-biaya usaha tani diklasifikaikan menjadi
dua, yaitu (a) Biaya tetap (fixed cost) dan (b) Biaya tidak tetap (variabel cost). Biaya tetap ini
sebagai biaya yang relatif tetap jumlahnya, dan terus dikeluarkan walaupun produksi yang
diperoleh banyak atau sedikit. Sedangkan biaya yang tidak tetap adalah biaya total yang besar
kecilnya dipengaruhi oleh produksi yang diperoleh. Sebagai contoh sarana produksi, jika
menginginkan produksi yang tinggi maka tenaga kerja perlu ditambah, Sehingga biaya ini
sifatnya tidak tetap dapat berubah-ubah tergantung besar kecilnya produksi yang diinginkan.
(Loekman, 1984).
Dimana komponen biaya terdiri dari:
1. Biaya Tetap (Fix Cost)
Biaya tetap adalah suatu biaya yang tidak dipengaruhi oleh naik turunnya produksi yang
dihasilkan, seperti biaya tenaga kerja tidak langsung, penyusutan, bunga bank dan
asuransi(Khotimah, 2002).
Menurut Irwanto (1980) Biaya tetap adalah biaya yang tidak tergantung dari sistem pemakaian
alat mesin tersebut. Dengan kata lain bahwa biaya tetap per jam tidak berubah dengan
perubahan jam kerja tiap tahun dari pemakaian alat dan mesin pasca panen tersebut. Ini berarti
bahwa biaya ini tetap dihitung sebagai pengeluaran walaupun alat dan mesin tidak
dipergunakan. Komponen biaya ini sama sekali bersifat independen terhadap pemakaian dari
pada mesin atau alat. menyatakan bahwa yang termasuk unsur biaya tetap mesin adalah:
a. Depresiasi (Penyusutan)
Penyusutan adalah berkurangnya nilai suatu benda modal karena pemakaian sepanjang
umur pakainya akibat berkurangnya fisik benda modal tersebut dan berkurangnya
fungsi benda modal. Wijanto (1996) menyatakan bahwa harga pembelian mesin adalah
harga mesin sampai di lokasi. Nilai sisa adalah harga jual mesin setelah mencapai umur
teknisnya. Nilai sisa diperkirakan senilai 10% dari harga pembelian. Irwanto (1980)
menyatakan biaya penyusutan bervariasi menurut umur desain dan perkiraan umur
pemakaian dari mesin atau alat. Penyusutan dapat didefinisikan sebagai penurunan
(pemerosotan) dari nilai modal suatu mesin atau alat akibat pertambahan umurnya.
Biaya penyusutan sering merupakan biaya yang terbesar per jamnya dan juga dapat
merupakan penurunan nilai suatu mesin atau alat selama waktu yang terus berjalan
tanpa perduli apakah mesin atau alat tersebut dipakai atau tidak. Faktor-faktor yang
menyebabkan nilai suatu mesin atau alat dapat merosot adalah:
Adanya bagian-bagian mesin atau alat menjadi rusak karena pemakaian tidak
dapat bekerja lagi seefektif pada keadaan sebelumnya, umumnya yang
dimaksud bagian mesin atau alat disini adalah bagian utama yang tidak
ekonomis lagi bila diganti.
Adanya peningkatan biaya oprasi yang dibutuhkan per unit out put yang sama
pada tingkat performance mesin yang sudah terpakai lama dibandingkan
dengan yang masih baru.
Munculnya mesin atau alat model baru yang lebih efesien dan praktis akibat
perkembangan teknologi. Model baru ini mengakibatkan nilai mesin atau alat
yang lama menjadi merosot.
Adanya pengembangan proyek atau perusahaan. Proyek atau perusahaan yang
bertambah besar mengakibatkan mesin atau alat yang ada dan sudah lama
menjadi lebih tidak sesuai lagi dengan perkembangannya yang baru, sehingga
mesin atau alat yang lama menjadi merosot nilainya.
b. Biaya Bunga Modal
Bunga modal dihitung dengan modal yang dianggap diinvestasikan di tempat lain
dengan tingkat bunga tertentu. Irwanto (1980) menyatakan bahwa biaya modal
(interest) diperhitungkan untuk mengembalikan bunga modal yang ditanam sehingga
akhir umur peralatan diperoleh satu nilai uang yang sama dengan nilai modal yang
ditanam.
c. Biaya Pajak Alat/ Mesin Pertanian
Biaya pajak tiap tahun bagi mesin/ alat pertanian sangat bervariasi dari satu negara ke
negara lain. Di Amerika diperkirakan beban pajak yang digunakan besarnya sekitar 2%
dari harga awal pertahun, sedangkan beban asuransi kira-kira 0 24% dari harga awal
perubahan. Pada umunya bila diketahui besar pajak maka dapat diperhitungkan pajak
dari bunga serta asuransi dijumlahkan tahunnya.
d. Beban Garasi atau Gudang
Beban garasi/ gudang terhadap mesin alat pertanian tidak nyata nilai uangnya tetapi
dapat terlihat terhadap alat/ mesin pertanian. Umumnya garasi/ gudang dapat
memberikan menejemen yang lebih baik, perbaikan yang mudah dan aman,
penampilan yang teratur dan baik, dapat mengurangi kerusakan tehadap alat/ mesin
akibat terkena suhu pada cuaca tertentu. Di Amerika Serikat beban garasi/ gudang
terhadap mesin/ alat pertanian persamaan diperkirakan 0,5 1% dari harga awal
pertahun. Umumnya digunakan 1% per tahun untuk mesin/ alat pertanian. Dugaan
menunjukkan bahwa beban ini sangat kecil dan kemungkinan dapat diabaikan
(Irwanto, 1980).
2. Biaya Tidak Tetap (Variable Cost)
Menurut Purwandi (1999), biaya tidak tetap adalah biaya operasional yang dikeluarkan
untuk berbagai keperluan yang diperlukan untuk menjaga kelancaran operasi alat dan mesin
pertanian. Biaya Operasi baru ada, apabila alat dan mesin pertanian dioperasikan dan besarnya
pun berbeda-beda tergantung pada jam operasi, jenis pekerjaan, serta usia penggunaan alat dan
mesin pertanian. Biaya tidak tetap ini bervariasi menurut pemakaiannya. Unsur biaya tetap
terdiri dari :
a. Biaya Bahan Bakar
Bahan bakar yang dibutuhkan alat mesin pertanian dihitung berdasarkan bahan bakar
yang digunakan oleh alat tersebut. Perkiraan penggunaan bahan bakar 0,2 liter/ Hp 100
jam tiap daya mesin. Irwanto (1980) menyatakan bahwa biaya ini adalah pengeluaran
solar atau bensin (bahan bakar) pada kondisi kerja per jam. Satuannya adalah liter per
jam, sedangkan harga per liter yang digunakan adalah harga lokasi. Pemakaian bahan
bakar suatu mesin/ peralatan yang tepat (liter per jam) adalah bila ditentukan dengan
mengukur rata-rata per jam kondisi kerja yang diberikan.
b. Biaya Pelumas
Irwanto (1980) menyatakan bahwa perkiraan penggunaan minyak pelumas (MP) 0,8
liter per HP 100 jam setiap daya mesin. Minyak pelumas untuk mesin meliputi oli
mesin, oli transmisi, oli final drive, oli hydraulic. Biaya oli mesin dimaksudkan sebagai
jumlah volume oli baru yang diisikan ke dalam mesin tiap periode tertentu.
c. Biaya Perbaikan dan Pemeliharaan Mesin Sumber Tenaga
Soedjatmiko (1997) telah dapat mengestimasikan bahwa biaya perbaikan da
pemeliharaan mesin sumber tenaga dianggap tetap karena kerusakannya hanya sekali
dalam setahun. Wijanto (1996) menyatakan bahwa biaya perbaikan dan perawatan
setiap seratus jam kerja mesin diperkirakan 2 4% dari (harga pembelian-nilai sisa).
Perawatan dan perbaikan sangat erat dengan operator dan ketersediaan suku cadang.
Apabila operator merawat mesin dengan baik sesuai dengan petunjuk penggunaan dan
perawatannya maka biaya perbaikan dapat ditekan sampai batas wajar. Akan tetapi,
bila operator ceroboh maka dalam waktu singkat dapat terjadi kerusakan mesin yang
fatal. Dalam perawatan dan perbaikan mesin maka keterampilan operator, ketersediaan
suku cadang, serta pemilihan dan pelatihan kepada calon operator merupakan bahan
pertimbangan dalam memilih mesin (Wijanto, 1996).
d. Operator (Tenaga Kerja)
Wijanto (1996) menyatakan bahwa mesin biasanya dilayani oleh dua (2) orang
operator secara bergantian. Jumlah jam kerja mereka diperkirakan 8 jam perhari.
Irwanto (1980) menyatakan biaya operator per jam tergantung pada keadaan lokal.
Besar gaji operator bervariasi menurut lokasi. Besar biaya operator per jam dapat
diambil dari gaji operator bulanan atau jumlah pertahun dibagi dengan total jam kerja.
G. Memutuskan rencana pelaksanaan
Menurut Hardjosentono, et al, (1983) mesin-mesin pertanian memiliki jangka waktu yang
terbatas dengan harga mesin pertanian yang relatif tinggi. Faktor iklim, kondisi pekerjaan yang
dilakukan dan transportasi yang merupakan faktor pembatas. Hambatan-hambatan di lapangan
menyebabkan mesin mempunyai masa (jam) kerja yang terbatas dalam setahun. Bila mesin
tidak beroperasi maka mendapat kerugian bagi pemilik mesin pertanian, maka pemilik mesin
harus dapat mengatur, mengusahakan dan menyesuaikan pekerjaaan yang dihadapi dengan
faktor-faktor penghambat agar mesin mempunyai efesiensi yang tinggi. Semakin besar jam
kerja pemakaian mesin, maka semakin baik dan menguntungkan bagi pemilik mesin pertanian
tersebut.
H. Metode Perhitungan Titik Impas (Break Event Point)
Suatu perusahaan dikatakan break event apabila setelah dibuat perhitungan laba rugi dari suatu
periode kerja atau dari suatu kegiatan tertentu, perusahaan itu tidak memperoleh laba tetapi
juga tidak mengalami kerugian.
Break event point (BEP) adalah suatu keadaan dimana dalam suatu operasi perusahaan tidak
mendapat untung maupun rugi sehingga impas (penghasilan = total biaya) (Apriono , 2009).
Analisis BEP bertujuan menemukan satu titik baik dalam unit maupun rupiah yang
menunjukan biaya sama dengan pendapatan. Dengan mengetahui titik tersebut, berarti belum
diperoleh keuntungan atau dengan kata lain tidak untung tidak rugi. Sehingga disaat penjualan
melebihi BEP maka mulailah keuntungan diperoleh (Iman, 2007).
Sasaran analisis BEP mengetahui pada tingkat volume berapa titik impas berada.
Dalam kondisi lainnya, analisis BEP digunakan untuk membantu pemilihan jenis produk atau
proses dengan mengidentifikasi produk atau proses yang mempunyai total biaya terendah
untuk suatu volume harapan (Iman, 2007).
Metodologi break event analysis sekali lagi menjelaskan bahwa metode ini dapat
membantu pengusaha untuk menentukan berapa banyak barang yang harus diproduksi dan
penentuan harga per unit agar perusahaan tersebut dapat mencapai titik impasnya sehingga
tidak loss. Dan apabila perusahaan ingin bersaing dengan kompetitornya dipasar, maka
perusahaan tersebut harus bisa mengatur strategi agar harga yang ditetapkan dapat bersaing
tanpa harus menanggung loss, misalnya dengan cara menekan variable cost agar lebih efisien
lagi (Febri, 2010).
Setelah kita mengetahui manfaat dari BEP dalam suatu usaha komponen yang berperan
adalah biaya, dimana biaya yang dimaksud adalah biaya variabel dan biaya tetap, dimana pada
prakteknya untuk memisahkan atau menentukan suatu biaya variabel atau tetap bukanlah
pekerjaan yang mudah, Biaya tetap adalah biaya yang harus dikeluarkan untuk keperluan
produksi atau tidak, sedangkan biaya variabel adalah biaya yang dikeluarkan untuk
menghasilkan satu unit produksi tetapi jika tidak melakukan kegiatan produksi maka biaya
tersebut dianggap tidak ada (Apriono, 2009).
I. Metode Benefit Cost Ratio
Metode benefit cost ratio (B/ C) adalah salah satu metode yang sering digunakan dalam
tahap-tahap evaluasi awal perencanaan investasi atau sebagai analisis tambahan dalam rangka
mengvalidasi hasil evaluasi yang telah dilakukan dengan metode lainnya. Metode B/ C
memberikan penekanan terhadap nilai perbandingan antara aspek manfaat (Benefit) yang akan
diperoleh dengan aspek biaya dan kerugian yang akan ditanggung (cost) dengan adanya
investasi tersebut (Giatman, 2006).
Metode B/ C didefinisikan sebagai perbandingan (rasio) nilai ekivalen dari manfaat
terhadap nilai ekivalen dari biaya-biaya. Nama lain rasio B/ C adalah rasio investasi dengan
penghematan. Keuntungan atau manfaat (benefit) didefinisikan sebagai konsekuensi-
konsekuensi proyek yang diinginkan oleh publik. Biaya (cost) adalah pembayaran atau
pengeluaran keuangan yang dibutuhkan dari pemerintah (Ratnawidja, 2010).
J. Metode Pay back Period
Apabila kita telah mengumpulkan informasi yang diperlukan, kita sekarang dapat menilai atau
mengevaluasi layak tidaknya suatu usulan proyek. Karena pengkajian ini hanya membahas
berbagai konsep dasar dari pengujian usulan investasi tidaklah berbeda dengan resiko
perusahaan saat ini. Tingkat pengembalian modal memberikan gambaran besarnya jumlah
uang yang diterima kembali perusahaan karena melakukan investasi dalam modal yang diukur
dalam rupiah pertahun dari setiap rupiah yang diinvestasikan (Paul et al., 1985).
Dengan demikian, penerimaan suatu proyek investasi baru tidak akan merubah resiko total
perusahaan. Pada pengkajian ini kita hanya akan membahas pendekatan untuk menentukan
layak tidaknya suatu usulan investasi tersebut. Pendekatan atau metode-metode tersebut adalah
metode payback period pengembalian. Payback period menunjukkan berapa lama (dalam
beberapa tahun) suatu investasi akan bisa kembali. Payback period menunjukkan perbandingan
antara investasi awal dengan aliran kas tahunan. Apabila periode pengembalian kurang dari
suatu periode yang telah ditentukan proyek tersebut diterima, apabila tidak proyek tersebut
ditolak. Jangka waktu yang dibutuhkan untuk mengembalikan nilai investasi melalui
penerimaanpenerimaan yang dihasilkan oleh proyek investasi tersebut juga untuk mengukur
kecepatan kembalinya dana investasi (Hoqqie, 2009).
Payback period adalah suatu metode berapa lama investasi akan kembali atau periode yang
diperlukan untuk menutup kembali pengeluaran investasi (initial cash investment) dengan
menggunakan aliran kas, dengan kata lain payback period merupakan rasio antara initial cash
investment dengan cash flownya yang hasilnya merupakan satuan waktu. Suatu usulan
investasi akan disetujui apabila payback period-nya lebih cepat atau lebih pendek dari payback
period yang disyaratkan oleh perusahaan (Van, 2005).
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu
Kegiatan penelitian dilakukan di kawasan Aceh Besar dimulai pada bulan Maret 2011
sampai dengan bulan Juli 2011.
B. Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah Mesin penggiling padi
keliling, padi, meteran, timbangan, komputer, kalkulator, dan alat tulis.
C. Metode Penelitian
Metode perolehan data yang diperlukan pada penelitian ini berupa data primer yang diperoleh
dari hasil observasi pada petani dan pengusaha penggiling padi keliling, dan distributor,
diantaranya adalah: mengukur rendemen, berat padi, berat beras, berat sekam padi, dan berat
dedak pada setiap usaha mesin penggiling padi keliling dengan menggunakan bahan 15 kg
setiap mesin penggiling padi keliling terhadap daerah yang diteliti. Serta data-data sekunder
dari dinas Biro Pusat Statistik dan Dinas Pertanian Provinsi Aceh.
D. Analisa Data
Metode data analisa dilakukan sebagai berikut :
1. Analisa Teknis
a. Kapasitas Kerja Alat Penggilingan

..........................................................................................(1)
Dimana :
........... B = Kapasitas kerja alat penggilingan (Kg/jam)
........... W = Jumlah berat bahan yang digiling (Kg)
........... T = Rata-rata waktu dalam satu kali proses penggilingan (jam)
b. Efisiensi Alat
Efesiensi adalah suatu usaha untuk memperoleh output yang sebesar besarnya dengan jumlah
input tertentu, atau bagaimana mengusahakan input yang sekecil kecilnya untuk memperoleh
out-put yang tertentu. Nilai maksimal dari efisisiensi adalah 100 %, semakin mendekati angka
1 atau 100 % berarti semakin efisien suatu alat/ mesin tersebut.
Ef = .............................................(2)
Dimana:
c. Rendemen
Rendemen adalah perbandingan antara berat awal dan hasil akhir produk. Adapun
persamaan yang digunakan untuk menghitung rendemen adalah :
..........(3)
Dimana :
R = Rendemen (%)
P = Massa padi sebelum diolah (kg)
S = Massa padi setelah diolah (Kg)
2. Analisa Ekonomi
- Biaya tetap (fixed cost) terdiri dari :
-
a. Biaya Penyusutan (D)
Biaya penyusutan ditentukan dengan persamaan metode garis lurus (MGL) karena
metode tersebut menganggap penurunan jumlah penyusutan suatu mesin berlangsung
dengan tingkat penurunan penyusutan yang tetap (linier) selama umur pemakaiannya,
selain itu biaya penyusutan alat dan mesin pertanian setiap tahunnya sama dengan
persamaan sebagai berikut :
.....(4)
dimana:
D = Biaya Penyusutan (Rp/ thn)
P = Harga awal pembelian rice milling unit (Rp)
S = Harga akhir rice milling unit dimana 10% dari harga awal (Rp)
N = Umur Ekonomis alat
b. Biaya bunga modal dan asuransi (I)
Biaya bunga modal dan asuransi diperhitungkan untuk mengembalikan nilai modal
yang ditanam sehinga pada akhirnya umur peralatan diperoleh suatu nilai uang yang
present value nya sama nilai modal yang ditanam.
Biaya bunga modal dan asuransi (I) ditentukan dengan persamaan:
..(5)
dimana:
I = Bunga modal (Rp/thn)
i =Bunga modal per tahun (%)
P = Harga awal pembelian alat (Rp)
N = Umur ekonomis (tahun)
c. Biaya pajak dan garasi (PG)
Biaya pajak diperkirakan 2% dari harga pembelian pertahun dan biaya garasi sebesar
1% dari harga pembelian pertahun (RNAM).
PG = ( 2% + 1%) (P) .................................................................(6)
dimana:
P = Harga pembelian mesin (Rp)
Jadi jumlah biaya tetap (Bt) adalah :
Bt = D + I + PD...........................................................................(7)
- Biaya Tidak Tetap (BTT) per jam
a. Biaya Bahan Bakar
Biaya bahan bakar (bb) ditentukan dengan persamaan:
Bb = 0,2l / HP/ jamxdaya mesin x harga bahan bakar................(8)
Menurut purwono (1992) pemakaian bahan bakar mesin adalah 0,2 lt/HP/jam, biaya ini
pengeluaran bensin atau solar pada kondisi jam kerja per jam.
b. Biaya oli pelumasan (OP)
OP = 0,8lt/HP/100 jam x daya alsintan x harga oli pelumas ..(9)
Menurut Soedjatmiko diperkirakan biaya total oli pelumas dan gemuk adalah 0,8 0,9 lt/
HP/ 100 jam.
c. Biaya perbaikan (reparasi)
....(10)
dimana:
P = Harga awal mesin (Rp)
Menurut Wijanto (1996) biaya perawatan dan perbaikan setiap 100 jam kerja peralatan
diperkiran 2- 4 %.
d. Biaya tenaga kerja (TK)
Biaya tenaga kerja ditentukan dengan persamaan :
Tk = Jumlah tenga kerja x upah perjam...(11)
Dimana upah kerja tergantung daerah dimana pekerja itu bekerja
Total biaya titak tetap (btt) adalah :
Btt = Bb + OP + R + TK...(12)
e. Biaya total penggunaan alat/ biaya operasional

.........(13)
Dimana:
BT : biaya tetap
BTT : biaya tidak tetap
X : jumlah jam kerja per tahun (jam/ tahun)
3. Break Even Point (BEP)
Melihat apakah biaya tetap mengimbangi nilai pendapatan, petani padi bisa dilakukan
break even point (BEP). Pada saat itu biaya suatu alat sama dengan pendapatan yang
diperolehnya nanti.
.......................................................................................(14)
Dimana:
FC : Biaya tetap
P : Harga jual per unit
VC : biaya variabel per unit
4. B/ C Ratio
- Benefit atau manfaat yang diperoleh adalah nilai yang diterima dari jasa penggunaan alat
dan mesin atau tarif upah terhadap suatu pekerjaan yang dikerjakan dengan alat dan
mesin per satuan waktu atau produk.
- Cost atau biaya yang dikeluarkan adalah nilai yang dikeluarkan atas pengoperasian alat
dan mesin per satuan waktu atau produk.
Rumus :
.............(15)
Alternatif yang diambil adalah B/C > 1 maka usaha tersebut dinyatakan layak
diusakan, bila B/C < 1 maka usaha tersebut dinyatakan tidak layak diusahakan (rugi).
5. Payback Period
Payback period adalah masa atau jangka waktu kembalinya modal yang ditanamkan dalam
usaha penggunaan alat dan mesin pertanian, dengan formula :
.(16)
dimana :
PBP = Jangka waktu kembalinya modal (tahun)
IC = Modal awal (Rp)
B = Rata-rata keuntungan tahunan (Rp)
E. Bagan Alir Penelitian


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Keadaan Umum Lokasi Penelitian Dan Jumlah Mesin Penggiling Padi Keliling
Secara geografis Kabupaten Aceh Besar terletak pada garis 5,2 - 5,8 Lintang Utara
dan 95,0 - 95,8 Bujur Timur. Sebelah Utara berbatasan dengan Selat Malaka, Kota Sabang,
dan Kota Banda Aceh, Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Aceh Jaya, Sebelah
Timur dengan Kabupaten Pidie, dan sebelah Barat berbatasan dengan Samudera Indonesia.







Luas wilayah Kabupaten Aceh Besar adalah 2.974,12 km2, Kabupaten Aceh Besar terdiri dari
23 Kecamatan, 68 Mukim, dan 604 Gampong/ Desa. Kabupaten Aceh Besar memberikan
sumbangsih beras terbesar kedua setelah Kabupaten Pidie, terutama pada Kecamatan Montasik
dan Kecamatan Indrapuri. Sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 1. padi dalam bentuk gabah
harus melalui proses penggilingan sebelum dapat dikonsumsi oleh masyarakat. (Statistik
Daerah Kabupaten Aceh Besar, 2010).
Tabel 1. Luas Tanam, Luas Panen dan Produksi Tanaman Padi Sawah Menurut Kecamatan di
Kabupaten Aceh Besar
No. Kecamatan Luas tanam (ha) Luas panen (ha) Produksi (Ton)
1. Lhoong 1.250 1.320 8.976,0
2. Lhoknga 435 302 1.872,4
3. Leupung 112 149 938,7
4. Indrapuri 3.787 4.278 29.518,2
5. Kuta Cot Glie 2.498 2.372 15.655,2
6. Seulimeum 1.943 1.649 10.533,6
7. Kota Jantho 171 160 848,0
8. Lembah Seulawah 421 637 4.140,5
9. Mesjid Raya 50 25 125,0
10. Darussalam 2.678 3.378 20.605,8
11. Baitussalam 55 47 235,0
12. Kuta Baro 1.642 3.847 25.774,9
13. Montasik 3.166 4.956 33.700,8
14. Blang Bintang 3.551 3.610 23.465,0
15. Ingin Jaya 3.827 3.874 25.955,8
16. Krueng Barona Jaya 105 476 2.380,0
17. Sukamakmur 3.448 2.885 19.618,0
18. Kuta Malaka 1.102 1.073 7.189,1
19. Simpang Tiga 1.796 1.331 8.784,6
20. Darul Imarah 763 582 3.492,0
21. Darul Kamal 1.080 550 3.300,0
22. Peukan Bada 222 137 712,4
23. Pulo Aceh 35 35 164,5
2009
Jumlah 2008
2007
34.137
31.685
43.214
37.673
32.130
38.737
247.986,00
146.192,00
185.647,00
Sumber : Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Aceh Besar, 2011
Masyarakat atau petani di kabupaten Aceh Besar yang tersebar dibeberapa Kecamatan
sebahagian besar lebih menggunakan mesin penggiling padi keliling sebagai alat untuk
menggiling padi dikarenakan bagi para petani di pedalaman akses menuju ke kilang padi jauh
dan juga petani lebih diuntungkan dengan lebih murahnya ongkos penggilinggan yaitu Rp 500/
Kg sampai Rp 550/ kg dan petani juga bisa membagi hasil penggilingan kepada petani dengan
beras dan dedak dengan perbandingan 10 Kg padi dengan 1 Kg beras dan dedak.
Jumlah penggiling padi kelililing yang beroperasi di Kabupaten Aceh Besar sebanyak
112 mesin penggiling dengan berbagai macam merk dan tenaga penggerak, serta tersebar di
seluruh Kabupaten Aceh Besar. Merk yang biasa digunakan adalah Echo N70, N 120 D, dan
Esho NX 110 dan tenaga penggerak Feng Tian DTF 1115 N 24 HP, Xing Dong ZS 1115 24
HP dan Ying Tian ZS 1-115 25 HP.
B. Tipe-tipe Mesin Penggiling Padi Keliling di Kabupaten Aceh Besar
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Kabupaten Aceh Besar pada beberapa
Kecamatan, yaitu di Kecamatan Kuta Malaka, Montasik, Indrapuri, Blang Bintang dan
Seulimeum didapat tiga jenis motor penggerak yang biasa digunakan sebagai penggerak mesin
penggiling padi. Ketiga mesin Penggiling padi tersebut seperti disajikan pada Lampiran 3.
Merk N120 D dengan motor penggerak merk XING DONG ZS 1115 merupakan motor
yang paling layak digunakan untuk mesin penggiling padi keliling karena mesin tersebut
memiliki umur ekonomis 5 tahun, mudah didapatkan di pasaran dan harganya Rp. 4.500.000/
unit dan persentasi kehilangan hasil sebesar 1,05%.
C. Prinsip Kerja Mesin Penggiling Padi Keliling
Secara umum Penggilingan gabah menjadi beras sosoh, dimulai dengan pengupasan kulit
gabah, syarat utama proses pengupasan gabah adalah kadar keringnya gabah yang akan
digiling, bila diukur dengan alat pengukur kadar air (moister tester) kekeringan ini mencapai
angka 14 - 14,5%. Pada kadar air ini, gabah akan mudah digiling/ dikupas kulitnya, alat ini
sering disebut huller atau husker.
Pada mesin penggiling padi keliling menggunakan roll pada proses penggilingan padi.
roll terdiri dari satu buah yang berputar berlawanan arah terhadap ulir pembawa gabah,
kecepatan roll tersebut dapat diatur sehingga beras tidak retak. Mesin pengupas ini dilengkapi
dengan blower, fungsi blower disini adalah untuk memisahkan sekam dan kulit ari pada beras.
Untuk hasil yang sempurna biasanya dilakukan sampai tiga kali penggilingan agar
menghasilkan beras putih dan bersih.
D. Hasil Sampingan Mesin Penggiling Padi Keliling
Dalam proses penggilingan padi menjadi beras diperoleh hasil samping berupa dedak dan
menir. Secara umum hasil samping dari proses penggilingan padi menggunakan penggiling
padi keliling adalah sebagai berikut:
- Dedak adalah campuran antara sekam dan kulit ari padi yang masih kasar. Biasanya
dedak inilah yang digunakan untuk pakan ternak.
- Menir adalah beras yang hancur kecil-kecil karena proses penggilingan yang dilakukan
berapa kali, patahan beras mencapai 1/3 bagian dari beras utuh (Widiowati, 2001).
E. Analisa Data
1. Analisa Teknis
a. Kapasitas Kerja Alat Penggilingan
Berdasarkan pengamatan di lapangan di berbagai Kecamatan di Aceh Besar
terhadap enam mesin penggiling padi keliling dengan berbagai merk,
menunjukkan bahwa mesin dengan kapasitas kerja alat yang paling besar adalah
merk N 120 D buatan Cina dengan kapasitas kerja alat pada satu kali proses
penggilingan dengan dua mesin penggiling padi keliling didapat 681,81 Kg/ jam
dan 652,17 Kg/ jam dengan rata rata kapasitas kerja alat penggilingan 667 Kg/
jam. Sedangkan merk Echo N70 memiliki kapasitas kerja alat 600 Kg/jam dan
555,55 dengan rata rata kapasitas kerja alat penggilingan 577,75 Kg/ jam, dan
Esho NX110 sebesar 375 Kg/jam dan 535,71 dengan rata rata kapasitas kerja alat
penggilingan 455,35 Kg/ jam. Total rata rata keseluruhan Kapasitas Kerja Alat
Penggilingan adalah 566,70 Kg/jam. Kapasitas kerja alat penggilingan pada ketiga
mesin penggiling padi keliling dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Kapasitas Kerja Alat Penggilingan
No. Tipe Merk
Kapasitas Kerja alat
(Kg/ jam)
1. Tipe 1 Echo N70 (a)
Echo N70 (b)
600
555,5
Rata rata 577,7
2. Tipe 2 N 120 D (a)
N 120 D (b)
681,8
652,1
Rata rata 667
3. Tipe 3 NX 110 D( a)
NX 110 D (b)
375
535,7
Rata rata 455,3
b. Efisiensi Alat
Jenis penggiling padi keliling mempunyai efisiensi alat yang berbeda beda. Pada
mesin rice milling unit tipe N120D mempunyai kapasitas teoritis 1100 Kg/ jam
didapat efisiensi sebesar 61,98% dan 59,28% dengan rata rata efisiensi 60,63%,
pada Echo N70 memiliki kapasitas 1100 Kg/ jam 180 didapat efisiensi alat sebesar
54,54% dan 50,50% didapat rata rata efisiensi 52,52%, sedangkan pada Esho
NX110 dengan kapasitas 1100 Kg/ jam didapat efisiensi alatnya sebesar 34,09%
dan 48,70%, rata rata efisiensi sebesar 41,40%. Adapun total rata rata pada ke tiga
mesin penggiling padi keliling adalah 51,51%, untuk lebih jelasnya efisiensi alat
untuk ketiga mesin penggiling padi keliling dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Efisiensi Alat
No. Tipe Merk Efisiensi Alat (%)
1. Tipe 1 Echo N70 (a) 54,54


Echo N70 (b) 50,50
Rata rata 52,52
2. Tipe 2 N 120 D (a) 61,98


N 120 D (b) 59,28
Rata rata 60,63
3. Tipe 3 NX 110 D( a) 34,09


NX 110 D (b) 48,70
Rata rata 41,40
c. Rendemen
Pada mesin penggiling padi keliling terdapat dua jenis produk/output yaitu dari
padi menjadi beras dan dari padi mejadi dedak. Beras utuh adalah hasil
terkupasnya antara kulit padi dan kulit ari pada beras dan dedak adalah campuran
antara sekam dan kulit ari padi yang masih kasar. Berdasarkan sampel padi yang
digunakan sebesar 15 Kg padi dan setelah mengalami dua kali penggilingan
menggunakan dua buah mesin penggiling padi keliling, maka didapat hasil rata
rata beras sebesar 71,65% dan rendemen dedak sebesar 27% persentasi kehilangan
hasil sebesar 1,35%, untuk mesin merk Echo N70. Pada mesin merk N120D
menggunakan berat sampel yang sama diperoleh hasil rata rata beras sebesar
66,95% dan rendemen dedak sebesar 32% serta persentasi kehilangan hasil
sebesar 1,05%. selanjutnya pada merk Esho NX110 diperoleh hasil rata rata beras
sebesar 59% dan rendemen dedak sebesar 31,66%, dan persentasi kehilangan hasil
sebesar 9,33%. Kehilangan hasil dari proses penggilingan terjadi dikarenakan
faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi kinerja alat tersebut, diantaranya
sebahagian tertiup angin dan adanya menir. Dari ke tiga tipe alat tersebut,
persentasi kehilangan terbesar terdapat pada tipe tiga yaitu NX 110 D sebesar
9,33%. Adapun persentasi kehilangan beras dan dedak dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Rendemen Beras dan Dedak hasil penggilingan dengan menggunakan
mesin penggiling padi keliling
No Tipe Merk
Rendemen (%) Kehilanga
n hasil (%) Beras Dedak
1. Tipe 1 Echo N70 (a)
Echo N70 (b)
71,3
72
28
26
0,7
2
Rata rata 71,6 27 1,3
2. Tipe 2 N 120 D (a)
N 120 D (b)
67,3
66,6
32
32
0,7
1,4
Rata rata 66,9 32 1,0
3. Tipe 3 NX 110 D( a)
NX 110 D (b)
60
58
33,3
30
6,6
12
Rata rata 59 31,6 9,3
2. Analisa Ekonomi
- Biaya Tetap
a. Depresiasi (penyusutan) yang terjadi pada beberapa unit mesin penggiling padi keliling
menunjukkan bahwa biaya penyusutan berkisar antara Rp. 3.960.000/tahun sampai
Rp. 4.500.000/tahun. Dikarenakan perhitungan biaya penyusutan menggunakan
metode garis lurus, hal ini berarti nilai penyusutan yang terjadi pada alat dan mesin
sama besarnya setiap tahun sampai akhir umur ekonomis, yaitu selama 5 tahun. Biaya
penyusutan merupakan biaya yang terbesar per jamnya dan juga dapat merupakan
penurunan nilai suatu mesin atau alat selama waktu yang terus berjalan tanpa perduli
apakah mesin atau alat tersebut dipakai atau tidak. Irwanto (1980)
b. Biaya Bunga Modal dan Asuransi
Pada saat ini tingkat bunga bank pada umumnya sebesar 11 %. Bunga modal ini
sangatlah dipengaruhi oleh tingkat bunga bank yang berlaku di daerah setempat.
Tingkat bunga bank ini berubah-ubah untuk setiap tahunnya. Dari harga mesin yang
ada di pasaran, maka didapat nilai bunga modal berkisar antara Rp. 1.452.000/tahun
sampai Rp. 1.650.000/tahun.
c. Biaya Pajak dan Garasi
Biaya pajak dan garasi harus dibebankan pada mesin/ alat pertanian walau pun
sukar untuk menentukannya. Biaya pajak diperkirakan 2 % dari harga pembelian per
tahun dan biaya garasi sebesar 1 % dari harga pembelian per tahun. Dengan demikian
maka didapat biaya pajak dan garasi alat penggiling padi keliling berkisar antara Rp.
660.000/ tahun sampai Rp. 750.000/ tahun. Umumnya garasi/ gudang dapat
memberikan pengaturan yang lebih baik, perbaikan yang mudah dan aman,
penampilan yang teratur dan baik, dapat mengurangi kerusakan tehadap alat/ mesin
akibat terkena suhu pada cuaca tertentu. Hal ini akan memberikan kerugian yang
besar. Garasi dapat memperkecil kerusakan alat/ mesin, diantaranya bebas dari hujan
dan panas matahari sehingga tidak berkarat dan lebih tahan lama.
Pengalaman menunjukkan bahwa adanya garasi/ gudang menyebabkan biaya
perbaikan menjadi lebih kecil bila dibandingkan dengan peralatan yang tidak ada
garasi/ gudang (Irwanto, 1980).
Biaya tetap adalah suatu biaya yang tidak dipengaruhi oleh naik turunnya
produksi yang dihasilkan, seperti biaya tenaga kerja tidak langsung, penyusutan,
bunga bank, asuransi, dan lain sebagainya (Khotimah, 2002). Adapun biaya tetap
dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Biaya Tetap
No. Tipe/ Merk
Penyusutan
(Rp/ tahun)
Bunga modal
dan
asuransi(Rp/
tahun)
Pajak dan
Garasi (Rp/
tahun)
Total biaya
tetap (Rp/
tahun)
1.
Echo N70 (a)
Echo N70 (b)
Rp 4.320.000
Rp 4.320.000
Rp 1.584.000
Rp 1.584.000
Rp 720.000
Rp 720.000
Rp.
6.624.000
Rp.
6.624.000
Rata rata Rp 4.320.000 Rp 1.584.000 Rp 720.000
Rp.
6.624.000
2.
N 120 D (a)
N 120 D (b)
Rp 3.960.000
Rp 3.960.000
Rp 1.452.000
Rp 1.452.000
Rp 660.000
Rp 660.000
Rp.
6.072.000
Rp.
6.072.000
Rata rata Rp 3.960.000 Rp 1.452.000 Rp 660.000
Rp.
6.072.000
3.
NX 110 D (a)
NX 110 D (b)
Rp 4.500.000
Rp 4.500.000
Rp 1.650.000
Rp 1.650.000
Rp 750.000
Rp 750.000
Rp.
6.900.00
Rp.
6.900.00
Rata rata Rp 4.500.000 Rp 1.650.000 Rp 750.000
Rp.
6.900.00
- Biaya Tidak Tetap
Biaya tidak tetap untuk setiap jam yang harus dikeluarkan oleh para pemilik mesin
adalah dengan menunjukkan keseluruhan biaya bahan bakar, oli pelumas, reparasi dan
tenaga kerja. Berdasarkan perhitungan yang dilakukan terlihat bahwa biaya tidak tetap
yang dikeluarkan para pemilik mesin berkisar antara Rp. 148.140/ jam sampai Rp.
151.694,98/ jam. Biaya tidak tetap ini akan terus berubah-ubah setiap jamnya seiring
dengan harga dari masing-masing bahan yang diperjual belikan di masyarakat.
Sebagai contoh harga bahan bakar, bila harga bahan bakar naik maka dengan
sendirinya harga atau biaya tidak tetap yang dikeluarkan juga bertambah.
a. Biaya Bahan Bakar
Jenis bahan bakar yang digunakan pada penelitian ini adalah jenis solar. Harga
solar per liternya adalah Rp. 5000. Biaya bahan bakar yang diperlukan untuk
setiap jamnya berkisar antara Rp. 40/ jam sampai Rp. 41,65/ jam. Ini berdasarkan
perhitungan dengan perkiraan penggunaan bahan bakar 0,2 liter/ HP/ jam pada
tiap daya mesinnya. Dengan demikian maka biaya bahan bakar sangat dipengaruhi
oleh daya mesin, jam kerja dan harga bahan bakar tiap liternya.
b. Biaya Oli Pelumas
Biaya pelumas sangat dipengaruhi oleh daya mesin. Oli pelumas sangat penting
untuk menjaga operasional mesin berjalan dengan baik. Menurut Wijanto (1996)
bahwa pengisian oli yang ceroboh akan mengakibatkan penambahan biaya yang
harus dikeluarkan oleh pemilik mesin. Misalnya, oli pelumas diisi berlebihan yaitu
melebihi batas tanda maksimum maka akan menyebabkan sebagian oli ikut
terbakar di ruang silinder sehingga dapat menimbulkan atau mempercepat
terjadinya endapan arang diruang silinder.
Biaya pelumas yang diperlukan untuk setiap jammya berkisar antara Rp. 89.600/
jam sampai Rp. 93.333/ jam. Ini berdasarkan perhitungan dengan menggunakan
oli pelumas 0,8 liter/ HP x 100 jam pada setiap daya mesin. Dengan demikian
maka biaya oli pelumas sangat dipengaruhi oleh daya mesin, jam kerja dan harga
pelumas. Adapun biaya oli pelumas dapat dilihat pada Tabel 6.
c. Biaya Perbaikan/ Reparasi
Wijanto (1996) menyatakan bahwa biaya perbaikan/ reparasi setiap seratus jam
kerja mesin diperkirakan 2 4 % dari harga pembelian mesin.untuk biaya
perbaikan/ reparasi pada beberapa mesin berkisar antara Rp. 4.320/ jam sampai
Rp. 4.500/ jam.
d. Biaya Tenaga Kerja
Rata-rata hasil penggilingan padi perhari adalah 1.440 Kg padi, dengan dua orang
pekerja dan jam kerja adalah 8 jam perhari, maka diketahui dalam 1 jam hasil
yang dapat digiling adalah 180 Kg/ jam padi. Padi yang didapatkan oleh dua orang
pekerja akan dibagi dua dengan pemilik mesin, harga ongkos penggilingan padi
adalah Rp. 500/ Kg, maka diperoleh 144 x Rp. 500, sehingga akan didapatkan Rp.
90.000/ hari. Hasil ini akan dibagi dua dengan pemilik mesin, dengan bagian
pemilik mesin 40% dan pekerja mendapatkan 60%, sehingga masing-masing
pekerja akan mendapatkan Rp. 54.000/hari. karena pekerja terdiri dari dua orang
maka diperoleh upah kerja Rp 27.200/ jam untuk masing masing pekerja.
berdasarkan hasil perhitungan tersebut diperoleh upah biaya tenaga kerja sebesar
Rp 54.000/ jam. adapun biaya tetap dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Biaya Tidak Tetap
No. Merk
Bahan
bakar
(Rp/
jam)
Oli
pelumas
(Rp/ jam)
Perbaikan/
reparasi
(Rp/ jam)
Tenaga
kerja (Rp/
jam)
Total biaya
tidak tetap
(Rp/ jam)
1.
Echo
N70 (a)
Echo
N70 (b)
Rp
41,65
Rp
41,65
Rp
93.333,33
Rp
93.333,33
Rp 4.320
Rp 4.320
Rp 54.000
Rp 54.000
Rp
151.694,98
Rp
151.694,98
Rata rata
Rp
41,65
Rp
93.333,33
Rp 4.320 Rp 54.000
Rp.
151.694,98
2.
N 120 D
(a)
N 120 D
(b)
Rp
41,65
Rp
41,65
Rp
93.333,33
Rp
93.333,33
Rp 3.960
Rp 3.960
Rp 54.000
Rp 54.000
Rp.
151.334,98
Rp
151.334,98
Rata rata
Rp
41,65
Rp
93.333,33
Rp 3.960 Rp 54.000
Rp.
151.334,98
3.
NX 110
D (a)
NX 110
D (b)
Rp 40
Rp 40
Rp 89.600
Rp 89.600
Rp 4.500
Rp 4.500
Rp 54.000
Rp 54.000
Rp. 148.140
Rp 148.140
Rata rata Rp 40 Rp 89.600 Rp 4.500 Rp 54.000 Rp. 148.140
- Biaya Total Penggunaan Alat/ Biaya Operasional
Biaya operasional adalah total biaya tetap pertahun dibagi dengan jumlah jam
kerja pertahun, yang pada penelitian ini diketahui bahwa dari ketiga merk mesin
penggiling padi keliling, total biaya tidak tetap berkisar antara Rp. 148.140/ jam
sampai Rp. 151.694,98/ jam. jumlah jam perhari adalah 8 jam, jika mesin
beroperasi selama 6 hari/ minggu, maka dalam setahun jumlah jam kerjanya
adalah 2.304 jam/ tahun. Adapun total penggunaan alat dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Total Penggunaan Alat
No. Merk
Total Penggunaan alat/
Biaya operasional (Rp/ jam)
1.
Echo N70 (a)
Echo N70 (b)
154.570
154.570
Rata rata 154.570
2.
N 120 D (a)
N 120 D (b)
153.970
153.970
Rata rata 153.970
3.
NX 110 D (a)
NX 110 D (b)
151.135
151.135
Rata rata 151.135
3. Titik Impas (Break Even Point)
Break even point (BEP) diperoleh dengan menghitung keseluruhan biaya yang
dikeluarkan si pemilik mesin dalam menjalankan usaha jasanya, BEP adalah suatu metode
analisis yang digunakan untuk mengetahui hubungan antar beberapa variable didalam
kegiatan dalam suatu usaha, seperti tingkat produksi, biaya yang dikeluarkan, serta
pendapatan yang diterima perusahaan dari kegiatannya.
Break even point atau titik pulang pokok adalah suatu kondisi dimana mesin
beroperasi pada kapasitas yang tidak menguntungkan dan juga tidak mengalami kerugian.
Apriono (2009) menambahkan Break event point adalah suatu keadaan dimana dalam
suatu operasi perusahaan tidak mendapat untung maupun rugi sehingga impas
(penghasilan=total biaya). Pada penelitian ini dapat diambil contoh pada mesin penggiling
padi merk N120 D, dengan tenaga penggerak Xing Dong ZS 1115 seharga satu unitnya Rp
22.000.000 dan umur ekonomisnya 5 tahun. Dari hasil perhitungan, diperoleh Break event
point sebesar Rp 0,92/ Kg
4. B/ C Ratio
B/C ratio yang dihitung dalam penelitian ini adalah hasil dari perbandingan antara
Benefit dengan Total Cost, benefit dalam penelitian tersebut merupakan hasil penjualan
produksi diperoleh sebesar Rp. 666.000/jam. Sedangkan cost dalam penelitian ini merupakan
total biaya produksi dari perencanaan kapasitas produksi 180 kg perjamnya dengan biaya
produksi Rp. 354.747.840/ tahun. Hasil analisis B/C ratio dalam penelitian ini adalah 4,32,
artinya jika nilai B/C lebih besar dari 1 maka proyek tersebut layak untuk diusahakan. Giatman
(2006) menambahkan untuk mengetahui apakah suatu rencana investasi layak ekonomis atau
tidak adalah dengan melalui metode sebagai berikut yaitu Jika BCR 1 maka investasi layak
(feasible) dan sebaliknya jika BCR 1 maka investasi tidak layak (unfeasible).
5. Payback Period
Perencanaan Pay back period dalam penelitian tersebut adalah selama 5 tahun.
Menurut Giatman (2006) analisis payback period pada dasarnya bertujuan untuk mengetahui
seberapa lama (periode) investasi akan dapat dikembalikan saat terjadinya kondisi pulang
pokok (Break Event Point).
Pay back period yang diperoleh dari analisis adalah antara 0,08 sampai 0,09 tahun,
artinya pengembalian modal investasi terjadi dalam jangka waktu dibawah satu tahun. Analisis
pengembalian modal tersebut menghasilkan analisa pengembalian modal investasi yang sangat
singkat (cepat) sehingga usulan proyek tersebut dapat diterima.
Van (2005) menambahkan bahwa suatu usulan investasi akan disetujui apabila payback
period-nya lebih cepat atau lebih pendek dari payback period yang disyaratkan oleh
perusahaan.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Berdasarkan pengamatan di lapangan terdapat tiga merek mesin yang digunakan
oleh pengusaha penggiling padi keliling di Kabupaten Aceh Besar sebagai tenaga
penggerak mesin penggiling padi keliling yaitu FENG TIAN DTF 1115N 24 HP,
XING DONG ZS 1115 24 HP, YING TIAN ZS 1-115 25 HP. Dan merk mesin
penggiling padi keliling yang paling layak digunakan adalah tipe N 120 D dengan
tenaga penggerak XING DONG ZS 1115 24 HP.
2. Mesin dengan kapasitas kerja alat yang paling besar adalah merk N 120 D buatan
Cina dengan kapasitas kerja alat pada satu kali proses penggilingan dengan dua
mesin penggiling padi keliling didapat 681,81 Kg/ jam dan 652,17 Kg/ jam dengan
rata rata kapasitas kerja alat penggilingan 667 Kg/ jam, dan didapat efisiensi
sebesar 61,98% dan 59,28% dengan rata rata efisiensi 60,63% serta diperoleh
rendemen rata-rata beras dan dedak sebesar 66,95% dan 32% dan persentasi
kehilangan hasil adalah sebesar 1,05%.
3. Analisis BEP dalam unit adalah sebesar 3.120,37 Kg/ jam. BEP dari hasil penjualan
adalah sebesar Rp. 11.545.369/ jam
4. Berdasarkan nilai B/C Ratio, didapat kesimpulan bahwa semua jenis merk mesin
penggerak layak digunakan untuk mesin penggiling padi keliling. Kesimpulan ini
didapat karena nilai B/C berkisar 2,09. artinya jika nilai B/C lebih besar dari 1
maka proyek tersebut layak untuk diusahakan.
5. Analisis Pay back period adalah sebesar 0,08 sampai 0,09 tahun, analisis tersebut
merupakan analisis pengembalian modal dalam waktu singkat dari perencanaan
keuangan selama 5 tahun. Maka investasi tersebut layak.
6. Penelitian menunjukkan bahwa semua merek motor penggerak layak digunakan
untuk mesin penggiling padi keliling baik ditinjau secara teknis maupun ekonomis.
B. Saran
Perlu dilakukan evaluasi kelayakan ekonomis pada pengusaha penggiling padi keliling
dengan menggunakan berat gabah yang berbeda dan Modifikasi Rancangan Mesin penggiling
padi keliling dengan pendekatan ergonomi.
.
DAFTAR PUSTAKA
Apriono, A. 2009. Break Event Point (BEP). http://ilmu manajemen. wordpress.com. dikutip
pada [Februari 2011].
Badan Pusat Statistik. 2010. Aceh Besar dalam Angka 2010. BPS. Banda Aceh.
Badan Pusat Statistik. 2010. Statistik Daerah Kabupaten Aceh Besar. BPS. Banda Aceh.
Damardjati, D.S. 1988. Struktur Kandungan Giji Beras. Didalam: Ritonga, Arya Widura., et
al. Laporan Praktikum: Mata Kuliah Pasca Panen Tanaman. Fakultas Pertanian. Institut
Pertanian Bogor.
Farrell, M.J. (1957) The measurement of productive efficiency, Journal of the Royal
Statistical Sosiecy, vol 253-581.
Febri. 2010. Break Even Analysis, Titik Impas Produksi dan Harga.
http://www.vibiznews.com/column/economy/2010/06/11/break-even-analysis-
titik-impas-produksi-dan-harga/, [Maret 2010].
Garris, A. J. 2004. Genetic Structure and Diversity in Oryza Sativa L. Genetics 169 : 1631-
1638.
Giatman. M. 2006. Ekonomi Teknik. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Handaka. 1996. Peluang dan Tantangan Pengembangan Alsintan di Indonesia, Makalah
pada Seminar Nasional Konstribusi Teknik Pertanian untuk Memacu Pembangunan
Industri dalam Era Globalisasi.
Hardjosentono, dan Khairil. 1983. Ilmu Usaha Tani. Yasa Guna. Jakarta.
Husnan, S. dan Suwarsono. 2000. Studi Kelayakan Proyek: edisi ke empat. UUP AMP
YKPN, Yogyakarta.
Iman M. 2007. Analisis Break Event Point. http://id.shvoong.com/business-
management/management/1688039-analisis-break-point/, dikutip pada [Maret
2007].
Irwanto. 1980. Ekonomi Engeenering di Bidang Mekanisasi Pertanian. Institut Pertanian
Bogor. Gramedia Jakarta.
Khotimah. 2002. Evaluasi Proyek dan Perencanaan Usaha. PT. Ghalia Indonesia dengan
UMM Press, Jakarta.
Loekman, S. 1984. Dasar-dasar Usaha Tani di Indonesia. Yayasan Obor Indonesia, Jakarta.
Paul, S. dan William. 1985. Ekonomi. Erlangga. Jakarta.
Peters. 1991. Plant Design and Economic for Chemical Engineers, fourth edition, International
Student Edition, Mc.graw-Hill Book. New York.
Purwandi. 1999. Ekonomi Teknik. Gramedia. Jakarta.
.
Ratnawidja. 2010. Evaluasi Proyek dengan Metode Rasio Manfaat/Biaya.
http://elibrary.mb.ipb.ac.id/gdl.php?mod=browse&op=read&id=mbipb-
12312421421421412-ratnadwija-546, dikutip pada [Juni 2010].
Ritonga, Arya Widura, et al. 2008. Pasca Panen Tanaman. Fakultas Pertanian. Institut
Pertanian Bogor.
Soedjatmiko. 1997. Pencetakan Sawah dan Pengembangan Tanah Pertanian. Dirjen Bina
Produksi Tanaman Pangan, Departemen Pertanian. Jakarta.
Soetrisno, P.H. 1984. Pengantar Studi Kelayakan Suatu Proyek. BPFE-UGM, Yogyakarta.
Susantun, I. 2000. Fungsi Keuntungan Cobb-Dauglas Dalam Pendugaan Efisiensi Ekonomi
Realtif. Jurnal Ekonomi Pembangunan. Vol.5 No.2. hal 149-161
Utomo, M., Nazarudin. 2002. Bertani Padi Sawah tanpa Olah Tanah. Penebar Swadaya.
Jakarta
Wijanto. 1996. Ekonomi Teknik. Universitas Sriwijaya. Palembang.
Van, H. 2005. Aspek Keuangan. http://usupress.usu.ac.id, dikutip pada [Februari 2011].

You might also like