You are on page 1of 19

TUGAS DOKTER MUDA THT-KL UNSYIAH/RSUZA

Nama DM : 1. Ahmad Setyadi (0907101010014) Pembimbing : dr. Novina Rakhmawati, Sp.THT


2. Amelia Pratiwi (0907101010153)
A. Minggu I
Hari Tugas Penjelasan
Senin DM 1&2
Inspeksi aurikula, posisi
telinga dan mastoid (4A)
- Pasien duduk dengan posisi badan condong ke depan dan kepala lebih
tinggi sedikit dari kepala pemeriksa
- Atur lampu kepala supaya fokus dan tidak mengganggu pergerakan
(kira-kira 20-30 cm di depan dada pemeriksa dengan sudut 60), fokus
dengan diameter 2-3 cm
- Pada inspeksi aurikula diperhatikan bentuk serta tanda-tanda peradangan
atau pembengkaka, daun telinga ditarik untuk menentukan nyeri tarik
dan menekan tragus untuk menentukan nyeri tekan
- Pada inspeksi daerah mastoid diperhatikan adakah abses atau fistel di
belakang telinga, mastoid diperkusi untuk menentukan nyeri ketok
Selasa DM 1&2
Inspeksi bentuk hidung
dan lubang hidung (4A)
- Pada inspeksi hidung, bentuk hidung luar diperhatikan apakah ada
deformitas atau depresi tulang hidung, apakah ada pembengkakan di
daerah hidung dan sinus paranasal. Dengan jari dapat dipalpasi adanya
krepitasi tulang hidung atau rasa nyeri tekan pada peradangan hidung
dan sinus paranasal.
- Pada inspeksi lubang hidung dilihat septum nasi, turbinatus inferior dan
nilailah aliran udara melalui hidung.
Rabu DM 1&2
Tes pendengaran
garputala (Weber, Rinne,
Schwabach) (4A)
A. Cara menggetarkan garputala
- Arah getaran kedua kaki garpu tala searah dengan kedua kaki garpu tala
- Getarkan kedua kaki garpu tala dengan jari tlunjuk danibu jari(kuku)
- Posisi/letak garpu tala
- Air conduction (AC) arah kedua kaki garpu tala sejajar dengan anak
liang telinga kira-kira 2,5 cm
- Bone conduction (BC) pada procesus mastoid, tidak boleh menyinggung
daun telinga.
B. Tes rinne
- Prinsip : membandingkan hantaran hantaran tulang dengan hantaran
udara pada satu telinga.
- Garpu tala digetarkan, telinga diletakkan diprocessus mastoid. Setelah
tidak terdengar, garpu tala dipindahkan dan dipegang kira-kira 2,5 db
depan liang telinga yang diperiksa.
- Masih terdengar Rinne (+), tidak terdengar Rinne(-)
C. Tes Weber
- Prinsip: membandingkan hantaran tulang telinga kanan dan kiri penderita
- Garputala digetarkan, kemudian taruh di dahi, gigi insisivus atas, di
vertex, kemudian tentukan bunyi terdengar di mana
- Penilaiannya ada atau tidaknya lateralisasi
- Interpretasi: lateralisasi ke telinga sakit (tuli konduktif), lateralisasi ke
telinga sehat (tuli saraf)
D. Tes Schwabach
- Prinsip: membandingkan hantaran tulang yang diperiksa dengan
pemeriksa dimana syarat pemeriksa harus normal
- Garputala digetarkan, diletakkan di prosesus mastoid yang diperiksa,
setelah tidak terdengar bunyi dipindahkan ke prosesus mastoid
pemeriksa dan sebaliknya
- Interpretasi: memanjang (gangguan konduksi), memendek (gangguan
sensorineural), sama (normal)
DM 7
Pemeriksaan
pendengaran pada anak-
anak (4A)
1. Behavioral Observation Audiometry
- Pemeriksaan dilakukan di ruangan yang tenang (bising lingkungan
minimal <60 dB)
- Sebagai sumber bunyi dapat dilakukan tepukan tangan, bola plastik
berisi pasir, bel, terompet karet, dll
- Dinilai respon behavioral, mengedipkan mata (auropalpebral reflex),
melebarkan mata (eye widening), mengerutkan wajah (grimacing),
berhenti menyusu (cessation reflex), denyut jantung meningkat, reflek
moro
2. Timpanometri
- Digunakan untukmenilai kondisi telinga tengah
- Pada anak berusia di atas 7 bulan digunakan probe tone frekuensi 226 Hz
- Pada bayi di bawah usia 6 bulan digunakan probe tone 668, 678, atau
1000 Hz
3. Audiometri Nada Murni
- Pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan audiometer dan hasil
pencatatannya disebut sebagai audiogram
- Pemeriksaan dilakukan pada ruang kedap suara, dengan menilai hantaran
suara melalui udara (air conduction) melalui headphone pada frekuensi
125, 250, 500, 1000, 2000, 4000 dan 8000 Hz
- Suara dengan intensitas terendah yang dapat didengar dicatat pada
audiogram untuk memperoleh informasi tentang jenis dan derajat
ketulian
4. Otoacoustic Emission (OAE)
- Pemeriksaan dilakukan dengan memasukkan semacam sumbat liang
telinga dari bahan karet yang terhubung dengan sistm berbasis komputer
- Hasil pemeriksaan OAE bisa langsung dicetak
5. Brainstem Evoked Response Audiometry (BERA)
- Pada kulit kepala ditempelkan kabel elektroda yang akan menekan
respons listrik saraf pendengaran dan batang otak bila menerima stimulus
bunyi
- Selama pemeriksaan bayi/anak tidak boleh bergerak sehingga perlu
diberikan obat penenang yang masa kerjanya singkat
Kamis DM 1&2
Tes Romberg (4A)
- Pasien yang memiliki gangguan propioseptif masih dapat
mempertahankan keseimbangan menggunakan kemampuan vestibular
dan penglihatan
- Pasien diminta untuk berdiri dengan kedua tungkai rapat atau saling
menempel
- Kemudian pasien disuruh untuk menutup matanya
- Hasil tes positif jika pasien terjatuh
- Pasien dengan gangguan serebelum akan terjatuh atau hilang
keseimbangan pada saat berdiri meskipun dengan mata terbuka
DM 7
Manuver Valsava (4A)
- Manuver Valsava dilakukan dengan cara meniupkan dengan keras dari
hidung sambil hidung dipencet serta mulut ditutup
- Bila tuba terbuka maka terasa udara masuk ke dalam rongga telinga
tengah yang menekan membrana timpani ke arah lateral
- Manuver valsava tidak boleh dilakukan pada saluran pernapasan atas
- Normalnya, tuba eustachii tertutup, namun dapat terbuka akibat
kontraksi otot palatum ketika melakukan manuver ini
Jumat DM 1&2
Penilaian pengecapan
(4A)
A. Alat dan bahan
- 4 tabung berisi: larutan gula (manis), cuka (asam), larutan garam (asin),
larutan pahit
B. Cara kerja
- Pasien dimintauntuk menjulurkan lidah
- Pemeriksa meletakkan pada lidah pasien larutan gula/garam/cuka/pahit
yang dilakukan secara bergiliran dan diselingi istirahat
- Pasien diminta menyatakan rasa pengecapan yang dirasakan sesuai
dengan larutan yang diberikan
- Rasa manis terletak di ujung (apeks) lidah
- Rasa asam terletak di samping lidah
- Rasaasin terletak di samping dan di sebelum apeks lidah
- Rasa pahit terletak di belakang (dorsum) lidah









B. Minggu II
Hari Tugas Penjelasan
Senin DM 1&2
Inspeksi leher (4)
- Pada inspeksi leher dilihat bagaimana bentuk leher, warna kulit, apakah
ada pembengkakan, jaringan parut dan adanya massa.
- Inspeksi dilakukan secara sistmatis mulai dari garis tengah sisi depan
leher, dari samping dan dari belakang.
- Inspeksi tiroid dengan cara pasien disuruh menelan dan amati gerakan
kelenjar tiroid pada takik suprasternal. Normalnya gerakan kelenjar tiroid
tidak dapat dilihat kecuali pada orang yang sangat kurus
Selasa DM 1&2
Otitis eksterna (4)
- otitis eksterna adalah radang telinga akut maupun kronis yang disebabkan
infeksi bakteri, jamur dan virus. Faktor yang mempermudah radang telinga
luar adalah perubahan pH di liang telinga, yang biasanya normal atau asam
menjadi basa sehingga menurunkan proteksi terhadap infeksi bakteri
- Secara umum rasa tidak enak di liang telinga, deskuamasi, sekret di liang
telinga dan kecenderungan untuk kambuhan. Bila otitis eksterna
(otomikosi) disebabkan jamur biasanya gejalanya berupa rasa gatal dan
rasa penuh di liang telinga, tetapi sering pula tanpa keluhan. Gejala klinis
otitis eksterna sirkumskripta berupa rasa sakit (biasanya dari ringan sampai
berat, dapat sangat mengganggu, rasa nyeri makin hebat bila mengunyah
makanan). Keluhan pendengaran normal atau berkurang, bila furunkel
menutup liang telinga. Rasa sakit bila daun telinga ketarik atau ditekan.
Terdapat tanda infiltrat atau abses pada 1/3 luar liang telinga
Otitis eksterna furunkel
- Terapi tergantung furunkel, bila sudah menjadi abses, diaspirasi secara
steril untuk mengeluarkan nanahnya. Diberikan antibiotik topikal dalam
bentuk salep seperti polymixin B atau bacitracin atau antiseptik (asam
asetat 2-5 % dalam alkohol). Bila furunkel tebal, dilakukan insisi
kemudian dipasang salir (drain) untuk mengalirkan nanahnya. Biasanya
tidak perlu diberikan antibiotik sistemik, hanya diberikan obat simtomatik
seperti analgetik dan obat penenang
Otitis eksterna difus
- Penanganan dilakukan dengan membersihkan liang telinga dengan
pengisap atau kapas, memasukan tampon yang mengandung antibiotik
supaya terdapat kontak antara obat dengan kulit yang meradang. Kadang-
kadang diperlukan obat antibiotik sistemik.
Otomikosis
- Bersihkan liang telinga dengan pengisap atau kapas. Larutan asam asetat
2% dalam alkohol, larutan povidon iodium 5% atau tetes telinga yang
mengandung campuran antibiotik dengan steroid yang dir=teteskan ke
telinga biasanya dapat juga menyembuhkan. Kadang-kadang diperlukan
obat anti jamur yang diberikan secara topical, seperti nisatin atau
klotrimazol
DM 7
Laringoskopi indirek (4)
- Pasien harus duduk tegak dan agak membungkuk ke depan, leher sedikit
fleksi pada dada dan kepala ekstensi
- Pada pasien yang sensitif reflek muntahnya, sebaiknya semprot faring
dengan anestesi topikal seperti pantocain sebelum pemeriksaan dimulai
- Pasien kemudian diminta untuk membuka mulutnya dan menjulurkan
lidahnya
- Lidah dipegang tangan kiri dan dijulurkan keluar, kemudian pasien
disuruh bernapas melalui hidung
- Hangatkan permukaan kaca laring di atas lampu alkohol. Kemudian
suhunya diperiksa di atas punggung tangan pemeriksa sebelum digunakan
- Dengan sangat hati-hati kaca dimasukkan hingga berada pada posisi dekat
dinding belakang orofaring. Jangan sampai menyentuh bagian lidah atau
tonsil atau dinding laring karena akan menyebabkan muntah
Rabu DM 1&2
Serumen prop (4)
- Serumen adalah hasil produksi kelenjar sebasea, kelenjar seruminosa,
epitel kulit yang terlepas dan partikel debu
- Dalam keadaan normal serumen terdapat di sepertiga luar liang telinga
karena kelenjar tersebut banyak terdapat di daerah ini
- Serumen berfungsi sebagai proteksi sehingga serangga tidak masuk ke
liang telinga, sarana pengangkut debris epitel dan kontaminan untuk
dikeluarkan dari membran timpani, dan sebagai pelumas
- Serumen dapat dibersihkan dengan menggunakan kapas yang dililitkan
pada pelilit kapas, pengait atau kuret, tetes karbogliserin 10% selama 3
hari, dan dikeluarkan dengan mengalirkan air hangat sesuai suhu tubuh
kamis DM 1&2
Furunkel pada hidung (4)
- Furunkel adalah peradangan pada folikel rambut pada kulit dan jaringan
sekitarnya. Furunkel dapat terbentuk pada lebih dari satu tempat. Jika lebih
dari satu tempat disebut furunkulosis. Etiologi furunkulosis ini adalah
Staphylococcus aureus. Furunkulosis dapat disebabkan oleh berbagai
faktor antara lain akibat iritasi, kebersihan yang kurang, dan daya tahan
tubuh yang kurang. Infeksi dimulai dengan adanya peradangan pada
folikel rambut di kulit (folikulitis) kemudian menyebar ke jaringan
sekitarnya
- Mula-mula nodul kecil yang mengalami radang pada folikel rambut,
kemudian menjadi pustule dan mengalami nekrosis dan menyembuh
setelah pus keluar dengan meninggalkan sikatriks. Nyeri terjadi terutama
pada furunkel yang akut, besar, dan lokasinya di hidung. Bisa timbul
gejala kostitusional yang sedang seperti panas badan, malaise dan mual.
Furunkel dapat timbul di banyak tempat dan dapat sering kambuh
- Penanganan untuk furunkel ada tiga macam yaitu:
1. Analgetik dan kompres air hangat.
2. Pengobatan topikal dapat diberikan:
a. Bila lesi basah/kotor: sodium chloride 0,9%.
b. Bila lesi bersih: natrium fusidat atau framycetine sulfat.
3. Pengobatan sistemik, Antibiotik umumnya diberikan 7-10 hari.
Jumat DM 1&2
Rhinistis vasomotor (4)
- Rhinitis vasomotor adalah gangguan pada mukosa hidung yang ditandai
dengan adanya edema yang persisten dan hipersekresi kelenjar pada
mukosa hidung apabila terpapar oleh iritan spesifik. Kelainan ini
merupakan keadaan yang non-infektif dan non-alergi
- Rhinitis vasomotor merupakan suatu kelainan neurovaskular pembuluh-
pembuluh darah pada mukosa hidung, terutama melibatkan sistem saraf
parasimpatis. Tidak dijumpai alergen terhadap antibodi spesifik seperti
yang dijumpai pada rhinitis alergi. Keadaan ini merupakan refleks
hipersensitivitas mukosa hidung yang non-spesifik. Serangan dapat
muncul akibat pengaruh beberapa faktor pemicu
- Adanya paparan terhadap suatu iritan memicu ketidakseimbangan sistem
saraf otonom dalam mengontrol pembuluh darah dan kelenjar pada
mukosa hidung, vasodilatasi dan edema pembuluh darah mukosa hidung,
hidung tersumbat dan rinore
- Pemicu (Triggers): Alkohol, Perubahan temperatur / kelembaban,
Parfum, hair spray ataupun pewangi ruangan, Bahan pembersih rumah
tangga ataupun bau tinta pada koran, buku ataupun majalah, Bau yang
menyengat seperti aroma masakan atau makanan (strong odor), Asap
rokok atau polusi lainnya asap diesel, Faktor psikis seperti stress dan
ansietas, Penyakit-penyakit endokrin, Obat-obatan seperti anti hipertensi
dan kontrasepsi oral
- Gejala yang dijumpai pada rhinitis vasomotor kadang-kadang sulit
dibedakan dengan rhinitis alergi seperti hidung tersumbat dan
rinore. Rinore yang hebat dan bersifat mukus atau serous sering dijumpai.
Gejala hidung tersumbat sangat bervariasi yang dapat bergantian dari satu
sisi ke sisi yang lain, terutama sewaktu perubahan posisi
- Keluhan bersin-bersin tidak begitu nyata bila dibandingkan dengan rhinitis
alergi dan tidak terdapat rasa gatal di hidung dan mata
- Gejala dapat memburuk pada pagi hari waktu bangun tidur oleh karena
adanya perubahan suhu yang ekstrim, udara lembab, dan juga oleh karena
asap rokok dan sebagainya. Selain itu juga dapat dijumpai keluhan adanya
ingus yang jatuh ke tenggorok (post nasal drip)
- Secara garis besar, pengobatan dibagi dalam :
1. Menghindari penyebab / pencetus ( Avoidance therapy )
2. Pengobatan konservatif (Farmakoterapi) :
Dekongestan atau obat simpatomimetik
Anti histamin :
Kortikosteroid topikal
Anti kolinergik
3. Terapi operatif (dilakukan bila pengobatan konservatif gagal) :
Kauterisasi konkha yang hipertropi dengan larutan AgNO
3
25% atau
triklorasetat pekat (Chemical cautery) maupun secara elektrik (Electric
cautery).
Diatermi submukosa konkha inferior (submucosal diathermy of the
inferior turbinate).
Bedah beku konkha inferior (Cryosurgery).
Reseksi konkha parsial atau total (Partial or total turbinate resection).
Turbinektomi dengan laser (Laser turbinectomy).
Neurektomi n. vidianus (vidian neurectomy)

C. Minggu III
Hari Tugas Penjelasan
Senin DM 1&2
Pengambilan benda asing
dari hidung (4)
- Posisi yang baik sangat penting untuk mendapatkan visualisasi yang baik dan
stabilitas kepala yang sempurna. Pasien dapat diposisikan dengan posisi
sniffing, supinasi, ataupun sedikit elevasi pada kepala. Pasien yang tidak
kooperatif dan tidak dapat dilakukan sedasi, harus diimobilisasi secara baik.
Walaupun pada pasien yang kooperatif, dibutuhkan asisten untuk menstabilisasi
kepala
- Sebelum ekstraksi objek, vasokontriksi topikal yaitu phenylephrine 0,5%
diberikan pada hidung yang terkena untuk mengurangi risiko perdarahan
- Pengeluaran mekanik dengan menggunakan forceps (alligator atau bayonet)
dapat dilakukan untuk benda asing yang terdapat di anterior yang memiliki
permukaan yang dapat dijepit. Hooked probes dapat melewati objek yang keras
maupun lembut. Metode ini sebaiknya tidak digunakan apabila objek tidak
dapat divisualisasi dengan baik, karena dapat menyebabkan trauma yang
signifikan
DM 7
Menghentikan perdarahan
hidung (4)
- Tiga prinsip utama dalam menanggulangi perdarahan hidung yaitu:
menghentikan perdarahan, mencegah komplikasi dan mencegah perdarahan
berulang. Kalau ada syok, perbaiki dulu keadaan pasien.
- Tindakan yang dapat dilakukan antara lain:
1. Perbaiki keadaan umum penderita, penderita diperiksa dalam posisi duduk
kecuali bila penderita sangat lemah atau keadaan syok
2. Pada anak yang sering mengalami epistaksis ringan, perdarahan dapat
dihentikan dengan cara duduk dengan kepala ditegakkan, kemudian cuping
hidung ditekan ke arah septum selama beberapa menit (metode Trotter)
3. Tentukan sumber perdarahan dengan memasang tampon anterior yang telah
dibasahi dengan adrenalindan pantocain/liocain, serta bantuan alat penghisap
untuk membersihkan bekuan darah
4. Pada epistaksis anterior, jika sumber perdarahan dapat dilihat dengan jelas,
dilakukan kaustik dengan larutan nitras argenti 20-30%, asam trikloroasetat
10% atau dengan elektrokauter. Sebelum kaustik diberikan analgsik topikal
terlebih dahulu
5. Bila dengan kaustik perdarahan anterior masih terus
berlangsung,diperlukan pemasangan tampon anterior dengan kapas atau kain
kasa yangdiberi vaselin yang dicampur betadin atau zat antibiotika. Dapat
jugadipakai tampon rol yang dibuat dari kasa sehingga menyerupai pita
denganlebar kurang cm, diletakkan berlapis-lapis mulai dari dasar sampai
ke puncak rongga hidung. Tampon yang dipasang harus menekan tempat
asal perdarahan dan dapat dipertahankan selama 1-2 hari.
6. Perdarahan posterior diatasi dengan pemasangan tampon posterior atau tampon
Bellocq, dibuat dari kasa dengan ukuran lebih kurang 3x2x2 cm dan
mempunyai 3 buah benang, 2 buah pada satu sisi dan sebuah lagi pada sisi yang
lainnya. Tampon harus menutup koana (nares posterior). Setiap pasien dengan
tampon Bellocque harus dirawat.
7. Sebagai pengganti tampon Bellocq dapat dipakai kateter Foley dengan balon.
Balon diletakkan di nasofaring dan dikembangkan dengan air.
8. Di samping pemasangan tampon, dapat juga diberi obat-obat hemostatik. Akan
tetapi ada yang berpendapat obat-obat ini sedikit sekali manfaatnya.
9. Ligasi arteri dilakukan pada epistaksis berat dan berulang yang tidak dapat
diatasi dengan pemasangan tampon posterior. Untuk itu pasien harus dirujuk ke
rumah sakit.
Selasa DM 1&2
Faringitis (4A)
- Faringitis merupakan suatu kondisi dimana terjadi peradangan dinding faring
yang dapat disebabkan oleh virus (40-60%), bakteri (5-40%), alergi, trauma,
toksin dan lain-lain. Jaringan yang mungkin terlibat antara lain
nasofaring,orofaring, hipofaring, tonsil dan adenoid.
- Gejala dan tanda yang ditimbulkan faringitis tergantung pada mikroorganisme
yang menginfeksi. Secara garis besar faringitis menunjukkan tanda dan gejala-
gejala seperti lemas, anorexia, suhu tubuh naik, suara serak, kaku dan sakit pada
otot leher, faring yang hiperemis, tonsil membesar, pinggir palatum molle yang
hiperemis, kelenjar limfe pada rahang bawah teraba dan nyeri bila ditekan dan
bila dilakukan pemeriksaan darah mungkin dijumpai peningkatan laju endap
darah dan leukosit. Untuk menegakkan diagnosis faringitis dapat dimulai dari
anamnesa yang cermat dan dilakukan pemeriksaan temperature tubuh dan
evaluasi tenggorokan, sinus, telinga, hidung dan leher.Pada faringitis dapat
dijumpai faring yang hiperemis, eksudat, tonsil yang membesar dan hiperemis,
pembesaran kelenjar getah bening di leher.
- Terapi faringitis tergantung pada penyebabnya.Bila penyebabnya adalah bakteri
maka diberikan antibiotik dan bila penyebabnya adalah virus maka cukup
diberikan analgetik dan pasien cukup dianjurkan beristirahat dan mengurangi
aktivitasnya.Dengan pengobatan yang adekuat umumnya prognosis pasien
dengan faringitis adalah baik dan umumnya pasien biasanya sembuh dalam
waktu 1-2 minggu.
Rabu DM 1&2
Penilaian obstruksi hidung
(3B)
Pengukuran sumbatan hidung
1. Spatula lidah
Spatula lidah merupakan alat yang paling sederhana yang bisa dipakai untuk
mengukur sumbatan hidung. Ketika tidak ada alat lain yang tersedia maka alat ini
bisa digunakan. Dengan meletekkan spatula di depan hidung dan meminta pasien
untuk bernafas biasa dan menutup mulut, maka dapat dilihat salah satu lubang
hidung tersumbat dibandingkan yang lainnya
2. Peak nasal inspiratory flow meter (PNIF)
Pada tahun 1980, Youlten memperkenalkan alat ini yang kemudian di modifikasi
oleh wright dengan menambahkan sungkup hidung pada alat ini. Penggunaan PNIF
relatif mudah, bisa diulang bila diperlukan, alatnya mudah dibawa karena berukuran
kecil dan mempunyai harga yang murah. Diperlukan penjelasan penggunaan alat ini
pada pasien untuk menggunakannya. Alat ini digunakan dengan meletakan face
mask menutupi hidung dan mulut. Udara inspirasi di hembuskan melalui hidung
dengan memastikan mulut tertutup. Nilai peak nasal inspiratory flow akan menurun
pada penyakit saluran nafas bawah seperti asma dan penyakit paru obstruksi kronis.
3. Aliran puncak ekspirasi nasal
Tes ini dahulu telah pernah dilakukan, tetapi sekarang jarang dilakukan karena dapat
membuat pasien tidak nyaman pada tuba eustachius dan menghasilkan sekret atau
mukus pada sungkup wajah.
4. Rhinomanometri
Rhinimanometri digunakan untuk mengukur hambatan aliran udara nasal dengan
pengukuran kuantitatif pada aliran dan tekanan udara nasal. Tes ini berdasarkan
prinsip bahwa aliran udara melalui suatu tabung hanya bila terdapat perbedaan
tekanan yang melewatinya. Perbedaan ini dibentuk dari usaha respirasi yang
mengubah tekanan ruang posterior nasal relatif terhadap atmosfir eksternal dan
menghasilkan aliran udara masuk dan keluar hidung.
Kamis DM 1&2
Trauma akustik akut (3A)
- Trauma akustik sering dipakai untuk menyatakan ketulian akibat pajanan bising,
maupun tuli mendadak akibat ledakan hebat, dentuman, tembakan pistol, serta
trauma langsung ke kepala dan telinga akibat satu atau beberapa pajanan dalam
bentuk energi akustik yang kuat dan tiba-tiba
- Gejala ketulian akibat trauma akustik adalah tinnitus (suara mendenging),
ringing (suara berisik di telinga), gejala sensasi penuh (fullness), nyeri telinga,
kesulitan melokalisir suara, dan kesulitan mendengar di lingkungan bising
- Penatalaksanaan pada trauma akustik ini dapat diberikan secepatnya setelah
trauma. Trauma akustik akut sebaiknya diobati sebagai kedaruratan medis.
(Kersebaum, 1998). Apabila penderita sudah sampai pada tahap gangguan
pendengaran yang dapat menimbulkan kesulitan berkomunikasi maka dapat
dipertimbangkan menggunakan ABD (alat bantu dengar). Latihan pendengaran
dengan alat bantu dengar dibantu dengan membaca ucapan bibir, mimik,
anggota gerak badan, serta bahasa isyarat agar dapat berkomunikasi
Jumat DM 1&2
Difteria (THT) (3B)
- Difteri merupakan penyakit menular yang sangat berbahaya. Penyakit ini mudah
menular dan menyerang terutama daerah saluran pernafasan bagian atas.
Penularan biasanya terjadi melalui percikan ludah dari orang yang membawa
kuman ke orang lain yang sehat dan bisa juga ditularkan melalui benda atau
makanan yang terkontaminasi.
- Manifestasi klinis penyakit difteri tergantung pada berbagai faktor dan
bervariasi, tanpa gejala sampai keadaan yang hipertoksik serta fatal. Sebagai
faktor primer adalah imunitas pasien terhadap toksin difteri, virulensi serta
kemampuan kuman C.Difterie membentuk toksin, dan lokasi penyakit secara
anatomis. Faktor lain termasuk umur, penyakit sistemik penyerta dan penyakit
pada daerah nasofaring yang sudah ada sebelumnya. Difteri bisa memberikan
gejala seperti penyakit sistemik, tergantung pada lokasi penyakit secara
anatomi, namun demam jarang melebihi 38,9C.
- Tujuan pengobatan penderita difteria adalah menginaktivasi toksin yang belum
terikat secepatnya, mencegah dan mengusahakan agar penyulit yang terjadi
minimal, mengeliminasi C. Diphtheriae untuk mencegah penularan serta
mengobati infeksi penyerta dan penyulit difteria. Antitoksin difteri hanya
berpengaruh pada toksin yang bebas atau yang terabsorpsi pada sel, tetapi tidak
menetralisasi toksin yang telah melakukan penetrasi ke dalam sel.

D. Minggu IV
Hari Tugas Penjelasan
Senin DM 1&2
Inflamasi pada aurikula
(3A)
- Inflamasi aurikula merupakan suatu reaksi tubuh terhadap invasi bahan infeksi,
antigen atau karena cedera fisik terdapat pada kulit, kartilago serta lapisan
jaringan ikat sekitarnya atau perikondrium aurikula
- Etiologi inflamasi auricula
1. Impetigo
Impetigo merupakan infeksi kontagiosa yang mengenai lapisan epidermis
superfisial. Sering disebabkan oleh infeksi Staphylococcus aureus, atau yang
lebih jarang Streptococcus pyogenes. Impetigo canalis aurikularis umumnya
ditemukan pada anak-anak, dan sering juga pada bagian lain seperti sudut
mulut. Walaupun infeksi ini sering terjadi pada anak-anak terlantar tetapi dapat
juga terjadi pada setiap orang.
2. Erysipelas
Erysipelas merupakan selulitis akut yang terlokalisasi namun meluas secara
superfisial pada aurikula, erysipelas disebabkan oleh Streptococcus
hemolitikus grup A, ini dapat diakibatkan karena menggaruk atau self-
inoculation oleh pasien yang mencoba untuk membersihkan telinganya. Tidak
seperti pada swimmers ear dan impetigo yang merupakan infeksi epidermal,
erysipelas menginfeksi dermis dan dengan bertambahnya waktu akan mengenai
jaringan yang lebih dalam.
3. Herpes Zooster Otikus
Herpes zoster otikus merupakan infeksi virus pada telinga yang disebabkan oleh
virus varicella zoster. Virus tersebut menyebabkan infeksi sepanjang dermatome
satu atau lebih nervus cranialis.
4. Eczema
Eczema atau dermatitis pada telinga merupakan suatu peradangan kulit
(epidermis dan dermis) yang melibatkan liang telinga, meatus dan concha di
dekatnya sebagai respons terhadap pengaruh faktor eksogen seperti bahan kimia
(detergen, asam, basa, oli, semen), fisik (sinar, suhu), mikroorganisme (bakteri,
jamur) dan atau faktor endogen, misalnya dermatitis atopik. Sebagian lain tidak
diketahui etiologinya yang pasti.
5. Ot Hematoma
Ot Hematoma merupakan hematoma daun telinga akibat suatu rudapaksa yang
menyebabkan tertimbunnya darah dalam ruangan antara perikondrium dan
kartilago. Keadaan ini biasanya terdapat pada remaja atau orang dewasa yang
mempunyai kegiatan memerlukan kekerasan, namun bisa saja dijumpai pada
usia lanjut dan anak-anak.
6. Perikondritis
Infeksi bacterial pada perikondrium atau kartilago umumnya disebabkan oleh
trauma dan kecelakaan pada aurikula. Bakteri yang sering menyebabkan
perikondritis adalah Pseudomonas aeruginosa. Selain itu, bakteri mikrokokus
jenis virulen seperti Stafilococcus, Streptococcus juga dilaporkan sebagai
penyebab perikondritis. Pada kasus-kasus dimana perikondritis muncul secara
spontan, kecurigaan paling tinggi harus ditingkatkan pada pasien dengan
diabetes melitus.
- Manifestasi klinis
1. Impetigo
Impetigo tidak disertai gejala umum, lebih sering terjadi pada anak-anak.
Impetigo umumnya ditularkan ke telinga melalui jari yang kotor. Untuk alasan
ini, bentuk lesi awal ditemukan pada pintu masuk kanalis eksterna. Tidak seperti
furunkulosis, impetigo merupakan infeksi yang menyebar pada daerah
superficial yang mana dapat meluas sampai ke choncha bahkan seluruh
aurikula. Lesi awal terbentuk suatu bula kecil yang bila ruptur atau pecah akan
mengeluarkan eksudat infektif berwarna kekuningan. Eksudat mengering
menjadi krusta keemasan. Seiring dengan penyebaran infeksi, daerah yang
terkena meluas dan terlihat krusta.
2. Erysipelas
Bentuk klinis erysipelas adalah nyeri dan pembengkakan. Lesi berupa
penyebaran selulitis yang berwarna merah dengan suatu perimeter iregular yang
meninggi dan berbatas jelas dari kulit normal disekitarnya. Bila erysipelas mulai
pada MAE atau pada aurikula, lesi secara khusus menyebar pada anterior wajah
tanpa terpengaruh batasan-batasan anatomis. Erysipelas disertai gejala
konstitusi seperti pasien merasa sakit, menggigil, demam dan malaise.
Keterlibatan sistemik tidak terlihat pada banyak infeksi superfisial.
3. Herpes Zoster Otikus
Gejala awal berupa nyeri terbakar pada salah satu telinga, yang mungkin
disertai sakit kepala, malaise dan demam selama 2 hari. Vesikel umumnya
muncul pada hari ke 3 sampai hari ke 7 setelah onset nyeri, dan biasanya timbul
pada antiheliks, concha dan posterior lateral MAE. Infeksi pada ganglion
genikulatum juga dapat muncul disertai parese facialis atau paralisis komplit.
4. Eczema
Pada umumnya penderita dermatitis mengeluh gatal. Pada stadium akut
kelainan kulit berupa eritema, edema, vesikel atau bula erosi dan eksudasi,
sehingga tampak basah (madidans). Stadium subakut, edema dan eritema
berkurang, eksudat mengering menjadi krusta. Sedang pada stadium kronis lesi
tampak kering, skuama, hiperpigmentasi, papul dan likenifikasi, mungkin juga
terdapat erosi atau ekskoriasi karena garukan. Stadium tersebut tidak selalu
berurutan, biasanya suatu dermatitis sejak awal memberi gambaran klinis
berupa kelainan kulit stadium kronis.
5. Ot hemathoma
Pada ot hemathoma aurikula dapat terbentuk penumpukan bekuan darah
diantara perikondrium dan tulang rawan. Bila bekuan darah ini tidak segera
dikeluarkan maka dapat terjadi organisasi dari hemathoma, sehingga tonjolan
menjadi padat dan permanen.
6. Perichondritis
Tampak daun telinga membengkak, merah, panas, dirasakan nyeri, dan nyeri
tekan. Pembengkakan ini dapat menjalar ke bagian belakang daun telinga,
sehingga sangat menonjol. Terdapat demam, pembesaran kelenjar linfe regional
dan leukositosis. Serum yang terkumpul dilapisan subperikondrial menjadi
purulen, sehingga terdapat fluktuasi diffuse atau terlokalisasi .
- Untuk pencegahan infeksi, higienisitas yang baik seperti mencuci tangan secara
teratur dapat mencegah terjadinya inflamasi aurikula. Pasien harus dilarang
menyentuh telinganya. Kuku harus dipotong pendek dan untuk mencegah
penularan pada keluarga hendaknya menggunakan sabun antibakteri dan
memiliki handuk yang terpisah. Pisahkan sprai yang terinfeksi handuk, baju dari
anggota keluarga yang lainnya dan cuci dengan air hangat. Untuk para pegulat
perlu diingatkan untuk memakai pelindung kepala, juga pada saat berlatih.
Selasa DM 1&2
Otitis media serosa (3A)
- Otitis media akut serosa adalah peradangan kavum timpani / telinga bagian
tengah, disebabkan infeksi nasofaring, orofaring atau sinusitis yang menjalar ke
telinga bagian tengah melalui Tuba Eustachius. Pada permulaan terdapat
pembengkakan dari mukosa kavum timpani disertai dengan hiperimia,
kemudian terdapat eksudat yang mukoserosa
- Gejalanya berupa nyeri pada telinga, membran timpani terlihat suram atau
kemerahan dan terjadi penebalan. Pada bayi gejala umumnya lebih jelas dengan
suhu tinggi yang sukar turun walaupun telah diberikan antibiotik adekuat.
Sering disertai gangguan gastrointestinalis berupa muntah dan diare, kadang-
kadang disertai kejang. Pada anak yang lebih besar sering ditemukan keluhan
gangguan pendengaran dan tinitus
- Penanganan
Tetes telinga ( aurolgan)
Antibiotika : amoksisilin maupun amoksisilin klavulanat, 10-30 hari dalam
dosis terapeutik.
Pipa ventilasi
Rabu DM 1&2
Miringitis bulosa (3A),
perforasi membran timpani
(3A)
- Miringitis bulosa merupakan suatu proses infeksi yang melibatkan lapisan
tengah membran timpani.
- Myringitis bulosa dianggap sebagai penyakit self limiting disease, kadang-
kadang menjadi rumit oleh infeksi sekunder yang purulen. Namun komplikasi
serius seperti meningoensefalitis telah dilaporkan dalam beberapa kasus yang
langka. Karakteristik gambaran klinis pasien yaitu tiba-tiba nengalami sakit
telinga yang parah atau otalgia. Pada anak-anak dengan gejala otitis media akut
biasanya tidak spesifik, karena mereka tidak dapat mengungkapkan gejala atau
asal usul rasa sakit. Dalam myringitis akut otalgia sifatnya berdenyut. Nyeri
biasanya terletak di dalam telinga, tetapi dapat menyebar ke ujung mastoid,
tengkuk,temporomandibula, bersama wajah.
- Prosedur penatalaksanaan miringitis:
- Pembersihan kanalis auditorius eksterna
- Irigasi liang telinga untuk membuang debris (kontraindikasi bila status
membran timpani tidak diketahui)
- Timpanosintesis, yaitu pungsi kecil yang dibuat di membran timpani dengan
sebuah jarum untuk jalan masuk ke telinga tengah. Prosedur ini dapat
memungkinkan dilakukan kultur dan identifikasi penyebab inflamasi.
- Miringotomi, dimana pada otitis media akut miringotomi dan pembuangan
cairan mencegah terjadinya pecahnya membran timpani setelah bulging.
Tindakan ini menyembuhkan gejala lebih cepat, dan insisi sembuh dalam waktu
lebih cepat. Timpanostomi dengan insersi pipa ke telinga tengah memungkinkan
drainase.
- Medikamentosa (antibiotik, kortikosteroid, analgesik)
Kamis DM 1&2
Otosklerosis (3A)
- Otosklerosis adalah penyakit primer dari tulang-tulang pendengaran dan kapsul
tulang labirin. Proses ini menghasilkan tulang yang lebih lunak dan berkurang
densitasnya (otospongiosis). Gangguan pendengaran disebabkan oleh
pertumbuhan abnormal dari spongy bone-like tissue yang menghambat tulang-
tulang di telinga tengah, terutama stapes untuk bergerak dengan baik.
Pertumbuhan tulang yang abnormal ini sering terjadi di depan dari fenestra
ovale, yang memisahkan telinga tengah dengan telinga dalam. Normalnya,
stapes yang merupakan tulang terkecil pada tubuh bergetar secara bebas
mengikuti transmisi suara ke telinga dalam. Ketika tulang ini menjadi terfiksasi
pada tulang sekitarnya, getaran suara akan dihambat menuju ke telinga dalam
sehingga fungsi pendengaran terganggu.
- Tanda dan gejala otosklerosis :
1. Pedengaran menurun secara progresif
2. Tinitus
3. Vertigo
4. Sulit mendengarsuara yang lembut dan nada rendah (tuli 30-40 db)
- Hampir 90% pasien hanya dengan bukti histologis dari otosklerosis adalah
simptomatik karena lesi barlangsung tanpa fiksasi stapes atau gangguan koklear.
Pada pasien yang asimptomatik ini, penurunan pendengaran progressif secara
konduktif dan sensorineural biasanya dimulai pada usia 20. Penyakit akan
berkembang lebih cepat tergantung pada faktor lingkungan seperti kehamilan.
Gangguan pendengaran akan berhenti stabil maksimal pada 50-60 db
Jumat DM 1&2
Rhinitis kronik (3A)
- Rhinitis disebut kronik bila radang berlangsung lebih dari 1 bulan. Pembagian
rhinitis kronis berdasarkan ada tidaknya peradangan sebagai penyebabnya.
Rhinitis kronis yang disebabkan oleh peradangan dapat kita temukan pada
rhinitis hipertrofi, rhinitis sika (sicca), dan rhinitis spesifik (difteri, atrofi, sifilis,
tuberkulosa, dan jamur). Rhinitis kronis yang tidak disebabkan oleh peradangan
dapat kita jumpai pada rhinitis alergi, rhinitis vasomotor, dan rhinitis
medikamentosa
- Tanda dan gejala rhinitis :
Kongesti nasal
Rabas nasal (purulen dengan rhinitis bakterialis)
Gatal pada nasal dan bersin-bersin.
Sakit kepala dapat saja terjadi terutama jika terdapat juga sinusitis
- Hidung tersumbat, bergantian kiri dan kanan, tergantung pada posisi pasien.
Terdapat rinorea yang mukus atau serosa, kadang tidak banyak. Jarang disertai
bersin, dan tidak disertai gatal dimata,. Gejala memburuk pada pagi hari waktu
bangun tidur karena perubahan suhu yang ekstrim, udara lembab, juga karena
asap rokok dan sebagainya
- Berdasarkan gejala yang menonjol, dibedakan atas golongan yang obstruksi dan
rinorea. Pemeriksaan rinoskopi anterior menunjukkan gambaran klasik berupa
edema mukosa hidung, konka berwarna merah gelap atau merah tua, dapat pula
pucat. Permukaanya dapat licin atau berbenjol. Pada rongga hidung terdapat
sekret mukoid, biasanya sedikit, namun pada golongan rinorea, sekret yang
ditemukan biasanya serosa dan dalam jumlah banyak
- Keluhan subyektif yang sering ditemukan pada pasien biasanya napas berbau
(sementara pasien sendiri menderita anosmia), ingus kental hijau, krusta hijau,
gangguan penciuman, sakit kepala, dan hidung tersumbat
- Belum adanya yang baku. Penatalaksanaan ditunjukkan untuk menghilangkan
etiologi, selain gejalanya dapat dilakukan secara konservatif atau operatif.
Secara konservatif dapat diberikan:
1. Terapi obat-obatan termasuk antihistamin, dekongestan, kortikosteroid
tropical, dan natrium kromolin. Obat-obat yang diresepkan biasanya
digunakan dalam beberapa kombinasi, tergantung pada gejala pasien.
2. Antibiotic presprektum luas atau sesuaiuji resistensi kuman sampai gejala
hilang.
3. Obat cuci hidung agar bersih dari krusta dan bau busuk hilang dengan
larutan betadine satu sendok makan dalam 100 cc air hangat
4. Vitamin A 3x50.000 unit selama 2 minggu
5. Preparat Fe
6. Pengobatan sinusitis, bila terdapat sinusitis.

You might also like