Prinsip tindakan episiotomi adalah pencegahan kerusakan yang lebih hebat pada jaringan lunak akibat daya regang yang melebihi kapasitas adaptasi atau elastisitas jaringan tersebut 3 . Oleh sebab itu, pertimbangan untuk melakukan episiotomi harus mengacu pada pertimbangan klinik yang tepat dan teknik yang paling sesuai dengan kondisi yang sedang dihadapi.Setelah dilakukan episiotomi, yang juga penting adalah bagaimana cara perawatan luka pada perineum, seperti yang diketahui bahwa perineum merupakan tempat yang sulit untuk selalu dalam keadaan bersih dan kering, karena perineum merupakan tempat defekasi dan miksi.
II. ANATOMI DAN PERSYARAFAN PERINEUM
Perineum merupakan bagian permukaan dari pintu bawah panggul, terletak antara vulva dan anus. Perineum terdiri dari otot dan fascia urogenitalis serta diafragma pelvis. Diafragma urogenitalis terletak menyilang arkus pubis diatas fascia superfisialis perinei dan terdiri dari otot-otot transversus perinealis profunda. Diafragma pelvis dibentuk oleh otot-otot koksigis dan levator ani yang terdiri dari 3 otot penting yaitu: m.puborektalis, m.pubokoksigis, dan m.iliokoksigis. Susunan otot tersebut merupakan penyangga dari struktur pelvis, diantaranya lewat urethra, vagina dan rektum 2 . Perineum berbatas sebagai berikut: 1. Ligamentum arkuata dibagian depan tengah. 2. Arkus iskiopubik dan tuber iskii dibagian lateral depan. 3. Ligamentum sakrotuberosum dibagian lateral belakang. 4. Tulang koksigis dibagian belakang tengah.
2 | t u t o r i a l E P I S I O T O MI
Daerah perineum terdiri dari 2 bagian, yaitu: 1. Regio anal disebelah belakang. Disini terdapat m. sfingter ani eksterna yang melingkari anus. 2. Regio urogenitalis. Disini terdapat m. bulbokavernosus, m.transversus perinealis superfisialis dan m. iskiokavernosus.
Perineal body merupakan struktur perineum yang terdiri dari tendon dan sebagai tempat bertemunya serabut-serabut otot tersebut diatas. Persyarafan perineum berasal dari segmen sakral 2,3,4 dari sumsum tulang belakang (spinal cord) yang bergabung membentuk nervus pudendus. Syaraf ini meninggalkan pelvis melalui foramen sciatic mayor dan melalui lateral ligamentum sakrospinosum, kembali memasuki pelvis melalui foramen sciatic minor dan kemudian lewat sepanjang dinding samping fossa iliorektal dalam suatu ruang fasial yang disebut kanalis Alcock. Begitu memasuki kanalis Alcock, n. pudendus terbagi menjadi 3 bagian / cabang utama, yaitu: n. hemorrhoidalis inferior diregio anal, n. perinealis yang juga membagi diri menjadi n. Labialis posterior dan n. perinealis profunda ke bagian anterior dari dasar pelvis dan diafragma urogenital; dan cabang ketiga adalah n. dorsalis klitoris. Perdarahan ke perineum sama dengan perjalanan syaraf yaitu berasal dari arteri pudenda interna yang juga melalui kanalis Alcock dan terbagi menjadi a. hemorrhoidalis inferior, a. perinealis dan a. dorsalis klitoris. Gambar 1. Persyarafan perineum (dikutip dari Bonica)
III. DEFINISI EPISIOTOMI Episiotomi adalah suatu tindakan operatif berupa sayatan pada perineum meliputi selaput lendir vagina, cincin selaput dara, jaringan pada septum rektovaginal, otot-otot dan fascia perineum dan kulit depan perineum. Berguna juga untuk memudahkan persalinan dan mencegah ruptura perineu totalis 5 .
3 | t u t o r i a l E P I S I O T O MI
IV. TUJUAN EPISIOTOMI 1. Membuat luka yang lurus dengan pinggir yang tajam, sedangkan ruptura perinei yang spontan bersifat luka dengan dinding luka bergerigi. 2. Membuat luka yang lurus dengan pinggir yang tajam, mengurangi kemungkinan ruptura perinei totalis 1 .
V. JENIS EPISIOTOMI 1. Episiotomi medialis yang dibuat digaris tengah 2. Episiotomi mediolateralis dari garis tengah ke samping menjauhi anus 3. Episiotomi lateralis, 1-2 cm di atas commissura posterior ke samping 4. Insisi Schuchardt.
Namun menurut Benson dan Pernoll (2009), sekarang ini hanya ada dua jenis episiotomi yang di gunakan yaitu: Keuntungan dan kerugian episiotomi medialis dan episiotomi mediolateralis 1 . Episiotomi Medialis Episiotomi Mediolateralis 1. Mudah dijahit 1. Lebih sulit dijahit 2. Anatomis maupun fungsionil sembuh dengan baik 2.Anatomis maupun fungsionil penyembuhan kurang sempurna 3. Nyeri dalam nifas tidak seberapa 3. Nyeri pada hari-hari pertama nifas 4. Dapat menjadi rupura perinei 4. Jarang menjadi ruptura perinei totalis
Karena episiotomi medialis mungkin menjadi ruptura perinei totalis maka dibuat episiotomi mediolateralis pada : - Anak besar - Posisi occipito posterior atau letak defleksi - Forceps yang sulit - Perineum yang pendek 1.
4 | t u t o r i a l E P I S I O T O MI
a. Episiotomi medialis.
Episiotomi medialis terutama dibuat pada anak yang prematur. Sayatan dimulai pada garis tengah komissura posterior lurus ke bawah tetapi tidak sampai mengenai serabut sfingter ani 4, 5 . Keuntungan dari episiotomi medialis ini adalah perdarahan yang timbul dari luka episiotomi lebih sedikit oleh karena daerah yang relatif sedikit mengandung pembuluh darah.Sayatan bersifat simetris dan anatomis sehingga penjahitan kembali lebih mudah dan penyembuhan lebih memuaskan 5 . Kerugiannya adalah dapat terjadi ruptur perinei tingkat III inkomplet (laserasi m.sfingter ani) atau komplet (laserasi dinding rektum) 5 .
b. Episiotomi mediolateralis Sayatan disini dimulai dari bagian belakang introitus vagina menuju ke arah belakang dan samping. Arah sayatan dapat dilakukan ke arah kanan ataupun kiri, tergantung pada kebiasaan orang yang melakukannya 4 . Panjang sayatan kira-kira 4 cm. Sayatan sengaja dilakukan menjauhi otot sfingter ani untuk mencegah ruptura perinei tingkat III. Perdarahan luka lebih banyak oleh karena melibatkan daerah yang banyak pembuluh darahnya. Otot-otot perineum terpotong sehingga penjahitan luka lebih sukar. Penjahitan dilakukan sedemikian rupa sehingga setelah penjahitan selesai hasilnya harus simetris
5 | t u t o r i a l E P I S I O T O MI
c. Episiotomi lateralis
Sayatan dilakukan ke arah lateral mulai dari kira-kira jam 3 atau 9 menurut arah jarum jam. Jenis episiotomi ini sekarang tidak dilakukan lagi, oleh karena banyak menimbulkan komplikasi. Luka sayatan dapat melebar ke arah dimana terdapat pembuluh darah pudendal interna, sehingga dapat menimbulkan perdarahan yang banyak. Selain itu parut yang terjadi dapat menimbulkan rasa nyeri yang mengganggu penderita 5 .
d. Insisi Schuchardt. Jenis ini merupakan variasi dari episiotomi mediolateralis, tetapi sayatannya melengkung ke arah bawah lateral, melingkari rektum, serta sayatannya lebih lebar 5 .
6 | t u t o r i a l E P I S I O T O MI
Derajat robekan perineum Sultan (1999): Derajat 1 : robekan hanya mengenai epitel vagina dan kulit Derajat 2 : robekan sampai otot perineum tapi tidak sfingter ani Derajat 3 : robekan sampai sfingter ani : 3a. < 50 % ketebalan sfingter ani 3b. > 50 % ketebalan sfingter ani 3c. hingga sfingter interna Derajat 4: robekan hingga epitel anus
VI. INDIKASI Indikasi episiotomi dapat berasal dari faktor ibu maupun faktor janin. Indikasi ibu antara lain adalah: a. Primigravida umumnya. b. Perineum kaku dan riwayat robekan perineum pada persalinan yang lalu. c. Apabila terjadi peregangan perineum yang berlebihan misalnya pada persalinan sungsang, persalinan dengan cunam, ekstraksi vakum dan anak besar. d. Arkus pubis yang sempit 5 . Indikasi janin antara lain adalah: a. Sewaktu melahirkan janin prematur. Tujuannya untuk mencegah terjadinya trauma yang berlebihan pada kepala janin. b. Sewaktu melahirkan janin letak sungsang, letak defleksi, janin besar. c. Pada keadaan dimana ada indikasi untuk mempersingkat kala II seperti pada gawat janin, tali pusat menumbung 5 .
7 | t u t o r i a l E P I S I O T O MI
VII. KONTRA INDIKASI EPISIOTOMI a. Bila persalinan tidak berlangsung pervaginam b. Bila terdapat kondisi untuk terjadinya perdarahan yang banyak seperti penyakit kelainan darah maupun terdapatnya varises yang luas pada vulva dan vagina.
VIII. LANGKAH KLINIK 4.1 Persiapan 4.2 Prosedur utama persalinan 4.3 Aseptik/antiseptik 4.4 Episiotomi
Anastes lokal 4.5 Infom consent 4.6 Siapkan semprit 10 ml dengan bahan anastesi (lidokain HCl, lignkain, xilokain) 4.7 Tempatkan dua jari di antara kepala janin dan perineum ibu. 4.8 Tusukkan jarum dibawah kulit perineum pada daerah komisura posterior (fourchette) yaitu bagian sudut bawah vulva, kemudian dengan sudut 45 0 ke kiri/kanan garis tengah perineum. Catatan : harus aspirasi untuk mencegah masuk ke aliran darah). 4.9 Suntikkan 5 10 cc lidokain 1% sambil menarik mundur jarum. 4.10 Tunggu 2 menit, agar obat anastesi bekerja. 4.10.1 Penipisan dan peregangan perineum berperan sebagai anastesi alamiah. 4.10.2 Apabila kepala bayi menjelang keluar, lakukan episiotomi dengan segera.
Tindakan episiotomi 4.11 Episiotomi dilakukan bila perineum telah tipis atau kepala bayi tampak sekitar 3 4 cm. ( episiotomi yang dilakukan terlalu dini, dapat menyebabkan perdarahan)
8 | t u t o r i a l E P I S I O T O MI
4.12 Letakkan 2 jari diantara kepala bayi dan perineum dengan menggunakan sarung tangan steril. 4.13 Gunakan gunting dan buat sayatan 3 4 dimulai dari fourchette 45 0 ke lateral kiri/kanan (mediolateral).
Menjahit luka episiotomi 4.14 Asepsis dan antisepsis pada daerah episiotomi. 4.15 Lakukan jahitan 4.16 Jahitan mukosa vagina secara jelujur dengan benang catgut 2-0, 4.16.1 Dimulai kira-kira 1 cm diatas puncak episiotomi sampai pada batas vagina. 4.16.2 Gunakan pinset untuk menarik jarum melalu jaringan vagina. 4.17 Jahit otot perineum dengan benang 2-0 secara interuptus 4.18 Jahit kulit secara interuptus atau subkutikular dengan benang 2-0
9 | t u t o r i a l E P I S I O T O MI
IX. PENJAHITAN (REPAIR) LUKA EPISIOTOMI
Teknik penjahitan luka episiotomi sangat menentukan hasil penyembuhan luka episiotomi, bahkan lebih penting dari jenis episiotomi itu sendiri. Penjahitan biasanya dilakukan setelah plasenta lahir, kecuali bila timbul perdarahan yang banyak dari luka episiotomi maka dilakukan dahulu hemostasis dengan mengklem atau mengikat pembuluh darah yang terbuka 5 . Beberapa prinsip dalam penjahitan luka episiotomi yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut 5 : Penyingkapan luka episiotomi yang adekuat dengan penerangan yang baik, sehingga restorasi anatomi luka dapat dilakukan dengan baik. Hemostasis yang baik dan mencegah dead space. Penggunaan benang jahitan yang mudah diabsorbsi. Pencegahan penembusan kulit oleh jahitan dan mencegah tegangan yang berlebihan. Jumlah jahitan dan simpul jahitan diusahakan seminimal mungkin. Hati-hati agar jahitan tidak menembus rektum. Untuk mencegah kerusakan jaringan, sebaiknya dipakai jarum atraumatik 5 .
X. PATOGENESIS dan GEJALA KLINIK
Pada episiotomi dapat terjadi suatu dehiscence yang biasanya disebabkan suatu infeksi 2 . Faktor lain yang mempengaruhinya antara lain gangguan koagulasi, merokok dan infeksi human papilovirus. Nyeri lokal dan disuria, dengan atau tanpa retensi urin, sering menjadi gejalanya 2 . Ramin & colleagues (1992) mengevaluasi dari 34 wanita dgn episiotomi dehiscence 65% ditemukan nyeri, 65% terdapat sekret purulent, 44% demam, dan di kasus yang ekstrim ditemukan vulva yang edema, ulserasi, ditutupi eksudat. Laserasi vagina dapat disebabkan secara langsung atau tidak dari perineum. Mukosa dapat menjadi merah dan bengkak kemudian menjadi nekrotik. Dapat juga mengalami perluasan menjadi limphangitis 2 .
10 | t u t o r i a l E P I S I O T O MI
XI. PERAWATAN LUKA PASKA EPISIOTOMI
Perawatan luka pada pasien paska episiotomi harus selalu diperhatikan. Rasa tidak nyaman dapat cepat berkurang 3 . Luka paska episiotomi harus diperhatikan serupa dengan luka-luka lain. Perineum membutuhkan tempat yang bersih dan kering. Meskipun tidak sering terluka namun sulit untuk sembuh karena berfungsi sebagai tempat defekasi dan miksi. Setiap hari dibersihkan dengan menggunakan sabun dan air sehingga membersihkan daerah sekitar perineum dari sekresi. Untuk membersihkan perineum dapat menggunakan botol berisi air yang diperas jadi tidak menggunakan kain atau kassa agar penderita merasa lebih nyaman 3 . Penggunaan Sitz baths telah lama dianjurkan untuk perawatan luka pada perineum. Suhu air yang digunakan untuk perawatan luka perineum sampai saat ini masih menjadi perdebatan. Droegemueller telah menemukan dengan menggunakan ice chips akan mengurangi edema dan juga rasa nyeri. Beliau percaya bahwa dengan cara yang demikian akan mengurangi bengkak dan menghambat konduksi saraf. Banyak penderita setelah dilakukan insisi perineum atau laserasi memerlukan analgetik oral selama beberapa hari setelah persalinan. Analgetik yang diperlukan postpartum adalah analgetik yang memiliki efek kerja cepat dan mempunyai efektifitas tinggi. Seorang ibu harus terbebas dari segala macam infeksi, tetapi kita tetap harus waspada akan kemungkinan terburuknya. Antiprostaglandin sudah cukup untuk mengurangi bengkak dengan disertai analgesia. Kodein terkadang digunakan pada awal terapi 3 .
XII. KOMPLIKASI dan RESIKO EPISIOTOMI - Kehilangan darah dalam jumlah yang banyak - Terjadinya infeksi setelah insisi - Nyeri setelah persalinan - Nyeri ketika berhubungan seksual (nyeri ketika pertama kali berhubungan setelah persalinan). - Rasa tidak nyaman pada scar nya 6 .
11 | t u t o r i a l E P I S I O T O MI
XIII. Penderita paska episiotomi harus kembali lagi apabila terdapat : - Nyeri atau bengkak yang tidak lekas membaik. - Mencium bau yang tidak enak dari tempat bekas episiotomi. - Adanya demam. - Adanya perdarahan dari tempat bekas episiotomi 6 .
.
12 | t u t o r i a l E P I S I O T O MI
DAFTAR PUSTAKA
1. Bagian Obstetri dan Ginekologi. Obtetri Patologi. Bandung, Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjdjaran, 1981.
2. Cunningham, F.G...[et al.]. Perineum in Obstetrics William 22nd. Ed. United States of America. McGraw Hill, 2005. P 719-720
3. Bartscht, K.D., DeLancey, J.O.L..Episiotomy in Gynecology and Obstetrics Vol.2. Philadelphia. J.B. Lippincott Company, 1995. P1-11
4. Krisnadi, S.R., Mose, J.C., Effendi, J.S. Pedoman Diagnosis dan Terapi Obstetri dan Ginekologi Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin. Bandung, Bagian Obstetri dan Ginekologi Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin, 2005. Hal 32-35
5. Anestesi infiltrasi pada episiotomi, http://www.USU digital library.ac.id