Laporan kasus pasien laki-laki berumur 8 bulan 2 minggu yang dirawat di RSUD Embung Fatimah Batam karena diare akut disenteri dengan dehidrasi berat dan hipokalemia. Pasien dirawat selama 5 hari dan kondisinya membaik setelah menerima terapi cairan infus, antibiotik, dan suplemen.
Laporan kasus pasien laki-laki berumur 8 bulan 2 minggu yang dirawat di RSUD Embung Fatimah Batam karena diare akut disenteri dengan dehidrasi berat dan hipokalemia. Pasien dirawat selama 5 hari dan kondisinya membaik setelah menerima terapi cairan infus, antibiotik, dan suplemen.
Laporan kasus pasien laki-laki berumur 8 bulan 2 minggu yang dirawat di RSUD Embung Fatimah Batam karena diare akut disenteri dengan dehidrasi berat dan hipokalemia. Pasien dirawat selama 5 hari dan kondisinya membaik setelah menerima terapi cairan infus, antibiotik, dan suplemen.
Pembimbing : dr. Murfariza Herlina, Sp. A, M. Kes DISUSUN OLEH SUSILO KURNIAWAN YEO 61109013
SMF / BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BATAM RUMAH SAKIT UMUM DAERAH EMBUNG FATIMAH 2014
BAB I STATUS PASIEN I. IDENTITAS PASIEN Nama : An. C Jenis kelamin : Laki laki Umur : 8 Bulan 2 Minggu Suku : Batak
Agama : Kristen Protestan Alamat : Perumnas Baru/ Ruli Kebun Sayur
IDENTITAS KELUARGA : o AYAH Nama : Tn. B Umur : 35 th Agama : Kristen Protestan Pekerjaan : Galangan Kapal Pendidikan : SMA Suku : Batak
o IBU Nama : Ny. L Umur : 32 th Agama : Kristen Protestan
Pekerjaan : Ibu rumah tangga Pendidikan : SMA Suku : Batak
o No Rekam medik : 089384 o Tanggal masuk RS : 09 Mei 2014 o Jam masuk RS : 22.00 wib o Tanggal keluar RS : 14 Mei 2014 o Lama perawatan : 5 hari
II. ANAMNESA (Alloanamnesa dari ibu pasien) Tanggal : 10 Mei 2014 pukul : 15.00 wib 1. Keluhan Utama : Mencret
2. Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang dengan keluhan mencret yang dialami sejak 5 hari yang lalu, dengan frekuensi lebih dari 5 kali setiap harinya, konsistensi tinja cair yang disertai dengan lendir namun tanpa darah serta baunya busuk. Disertai juga dengan demam dan batuk yang timbul bersamaan dengan mencret, nafsu makan menurun, dan tidak mau minum (+) serta perut kembung (+). Ibu pasien mengatakan bahwa selain ASI, juga sudah diberikan bubur saring (+), susu formula (-) sejak 2 bulan terakhir ini. Pada saat ini, pasien sudah bisa merangkak dan suka memasukkan benda-benda ke dalam mulutnya.
Pengobatan ke dokter di klinik setelah 2 hari mencret dan diberikan obat penurun panas dan obat mencret, namun tetap tidak ada perbaikan. Pada keluarga, tidak ada yang menderita penyakit yang sama seperti pasien, bahkan pada pasien, mencret yang dialami sekarang merupakan yang pertama kali diderita oleh pasien. Beberapa hari yang lalu anak tetangga yang balita juga ada yang mencret. Ibu pasien mengaku bertempat tinggal di rumah liar yang sekitarnya kumuh, air minum sehari-hari dari isi ulang gallon dengan harga Rp5000,-. Untuk makanan, ibu masak sendiri. Ibu pasien juga mengaku bahwa jika mengkonsumsi telur, dan memberikan ASI, pada tubuh pasien akan timbul bintik-bintik merah dan terasa gatal. Ibu pasien selalu membawa pasien untuk imunisasi, sehingga pasien mendapatkan imunisasi lengkap, yaitu BCG 1x, Hepatitis B 3x, DPT 3x.
III. PEMERIKSAAN FISIK A. Status Present Keadaan Umum: Sakit sedang Kesadaran : Compos Mentis Vital Sign : Nadi : 120 x/menit Respirasi : 38 x/menit Suhu : 38,2 C BB Saat ini : 9 kg Tinggi Badan : 70 cm Gizi : Baik
IV. STATUS GENERALISATA Kepala : Normocephali Muka : Muka tampak bulat, kesan Moon face (-)
Mata : pupil isokor D/S, konjungtiva tidak anemis D/S, Sklera tidak ikterik D/S,oedem palpebra (-/-), mata cekung (+/+) Hidung : septum deviasi (-/-), polip (-/-), sekret (-/-), mukosa tidak hiperemis (-/-), nafas cuping hidung (-). Telinga : kelainan congenital (-/-), sekret (-/-), nyeri tekan tragus (-/-) Mulut : bibir pucat (-), sianosis bibir (-). Leher : Tidak ada pembesaran KGB Thorax : Pergerakan thorak simetris D/S o Inspeksi : Tidak ada napas tertinggal, retraksi dinding dada (-) o Palpasi : Fokal fremitus D/S normal o Perkusi : Sonor di semua lapangan paru o Auskultasi: Pulmo: Vesikuler D/S sama, Rhonki (-/-) Wheezing (-/-) Cor : Bunyi jantung I/II dalam batas normal, gallop (-), murmur (-) Abdomen : Inspeksi : Tampak cembung (+) Palpasi : Asites (-), distensi (-), nyeri tekan (-), turgor kulit kembali labat, hepar dan lien sulit dinilai Perkusi : Hipertimpani (+) Auskultasi : Bising usus (+) hipoaktif Genital : Tidak dilakukan pemeriksaan Bokong Tidak ditemukan adanya perianal rash
Ekstremitas : Superior : - Bengkak (-/-) - Akral hangat (+/+) - Capillary refill time > 2 Inferior : Bengkak (-/-) Akral hangat (+/+) Capillary refill time > 2
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG o Hasil laboraturium (09 Mei 2014) : Hematologi : Hb : 9,4 g/dl Leukosit : 16.700/ul Ht : 32% Trombosit : 579.000/mm3 Eritrosit : 4.9 Juta/ mm3 Kimia Darah : Glukosa Sewaktu : 99 mg/dl
VI. DIAGNOSA BANDING KASUS Diare akut et causa viral infection + Dehidrasi berat + Hipokalemia Diare akut et causa bacterial infection + Dehidrasi berat + Hipokalemia Diare akut et causa parasite infection + Dehidrasi berat + Hipokalemia
VII. DIAGNOSIS KERJA Diare akut et causa bacterial infection + Dehidrasi berat + Hipokalemia
VIII. USULAN PEMERIKSAAN Feses dan Elektrolit
IX. TERAPI RAWAT INAP IVFD RL 30cc/KgBB untuk 1 jam pertama IVFD RL 70cc/KgBB untuk 5 jam berikutnya Injeksi Cefotaxime 3 x 400 mg IV Cek Faeces FOLLOW UP PASIEN DI BANGSAL 1. Hari ke 1 perawatan (Sabtu, tanggal 10-05-2014) Jam 06.35 Keadaan umum penderita tampak sakit sedang. Kesadaran kompos mentis, Tanda-tanda vital : T (38,1C), N(120 x/i), R(32 x/i). Pasien demam dan tampak lemas disertai dengan batuk. Perut tampak kembung, distensi (+), bising usus (+) hipoaktif, organ intraabdomen sulit dinilai. Kesan : Pasien demam dan tampak lemas. Mencret dengan frekuensi 3 kali, encer disertai dengan lendir dan berwarna kuning. Penatalaksanaan di bangsal : P : RL 900cc dalam 24 jam Injeksi Cefotaxime 3 x 400mg IV Po : PCT 3 x cth
Ambroxol 3x cth Aspar.K 3x 225mcg Liprolac 3x1 Sachet ZinKid 1x1cth Diet Enterocare Susu LLM Program : Cek Natrium dan Kalium Pasien diminta untuk banyak minum Hasil Natrium dan Kalium, tanggal 10-05-2014 o Natrium : 191 mmol/L o Kalium : 3,2 mmol/L
2. Hari ke 2 perawatan (Minggu, tanggal 11-05-2014) Jam 06.35 Keadaan umum penderita tampak sakit sedang. Kesadaran komposmentis Tanda-tanda vital : T (37,8C), N(118 x/i), R(34 x/i). Demam (+), mencret sudah berkurang dengan frekuensi 2 kali, konsistensi cair dengan ampas sedikit. Perut masih tampak cembung dan keras, distensi (+), bising usus (+) Kesan : keadaan umum mulai membaik. Mencret sudah ada perbaikan. Penatalaksanaan di bangsal : P : Terapi Lanjut
3. Hari ke 3 perawatan (Senin, tanggal 12-05-2014) Jam 06.55 Keadaan umum sudah membaik. Kesadaran komposmentis. Tanda-tanda vital : T (37,8C), N(110 x/i), R(34 x/i). Berat badan pasien 9 kg, demam (+), batuk (+), mencret (+) sudah berkurang hingga 1x, sudah disertai ampas.
Kesan : Keadaan umum mulai membaik Penatalaksanaan di bangsal : P : D NS 500cc dalam 24 jam Injeksi Cefotaxime 3x400mg IV Ferriz/ Ferlin 2x1,7cc Po : PCT 3 x cth Ambroxol 3x cth Aspar.K 3x 225mcg Liprolac 3x1 Sachet Zink Kid 1x1cth Diet Enterocare Susu LLM
4. Hari ke 4 perawatan (Selasa, tanggal 13-05-2014) Jam 06.55 Keadaan umum sudah membaik. Kesadaran komposmentis. Tanda-tanda vital : T (36,0C), N(100 x/i), R(33 x/i). Demam (-), batuk (-), pilek (-) BAB (+), mencret (-), nafsu makan dan minum baik. Kesan : Keadaan umum membaik Penatalaksanaan di bangsal : P : D NS 300cc dalam 24 jam Injeksi Cefotaxime 3x400mg IV Po :
5. Hari ke 5 perawatan (Rabu, tanggal 14-05-2014) Jam 06.55 Keadaan umum sudah membaik. Kesadaran komposmentis. Tanda-tanda vital : T (36,5C), N(108 x/i), R(32 x/i). Demam (-), batuk (-), pilek (-) BAB (+), mencret (-), nafsu makan dan minum baik. Kesan : Keadaan umum baik Pasien Boleh Pulang
TERAPI PULANG : Penderita direncanakan rawat jalan dan kontrol ke poliklinik anak hari kamis tgl 15-05-2014. Dan pemberian : Cefixime 2 x cth Liprolac 1 x 1 sch Zinkid 1 x 1 cth Aspar K 3 x 225mcg DIAGNOSIS AKHIR Diare akut disenteri dengan dehidrasi berat serta hipokalemia.
PROGNOSIS Quo ad vitam : ad bonam Quo ad fungtionam : dubia ad bonam Quo ad sanationam : dubia ad bonam
RESUME
Pasien laki laki berumur 8 bulan 2 minggu datang ke UGD RSUD Embung Fatimah Batam oleh kedua orang tuanya dengan keluhan mencret yang dirasakan sejak 5 hari yang lalu, dengan frekuensi >5x sehari, konsistensi tinja cair disertai lendir namun tidak disertai darah. Keluhan tambahan berupa nafsu makan menurun, tidak mau minum, perut kembung (+), dan lemas (+). Keadaan umum tampak sakit berat. Tanda - tanda vital : T (36,5C), N(110 x/i), R(32 x/i). Berat badan pasien 9 kg, demam (+), batuk (+), pilek (+) BAB (+), mencret (+), nafsu makan dan minum berkurang. Penderita direncanakan rawat jalan dan kontrol ke poliklinik anak hari kamis tgl 15-05-2014. Dan pemberian : Cefixime 2 x cth Liprolac 1 x 1 sch Zinkid 1 x 1 cth Aspar K 3 x 225mcg
DISKUSI PERMASALAHAN 1. Apakah penegakan diagnosis pada pasien ini sudah benar? 2. Apakah penatalaksanaan pada pasien ini sudah benar? 3. Apa prognosis selama pengobatan di ruang anak pada pasien ini berjalan dengan baik? 4. Komplikasi apa saja yang mungkin terjadi pada pasien ini? 5. Bagaimana edukasi terhadap orang tua pasien?
PEMBAHASAN KASUS 1. Apakah penegakan diagnosis pada pasien ini sudah benar? Pada pasien ini datang dengan keluhan mencret sejak 5 hari yang lalu, dengan frekuensi lebih dari 5x dalam sehari dengan konsistensi tinja cair dan terdapat lendir namun tanpa darah, yang mengarah kepada diare akut. Secara definisi, diare akut adalah buang air besar pada bayi atau anak lebih dari 3 kali per hari, disertai perubahan konsistensi tinja menjadi cair dengan atau tanpa lendir dan darah yang berlangsung kurang dari satu minggu. Penyebab infeksi utama timbulnya diare umumnya adalah golongan virus, bakteri dan parasit. Patogenesis terjadinya diare yang disebabkan virus yaitu virus yang menyebabkan diare pada manusia secara selektif menginfeksi dan menghancurkan sel-sel ujung-ujung villus pada usus halus. Virus akan menginfeksi lapisan epithelium di usus halus dan menyerang villus di usus halus. Hal ini menyebabkan fungsi absorbsi usus halus terganggu. Villus mengalami atrofi dan tidak dapat mengabsorbsi cairan dan makanan dengan baik. Selanjutnya, cairan dan makanan yang tidak terserap/ tercerna akan meningkatkan tekanan koloid osmotik usus dan terjadi hiperperistaltik usus sehingga cairan beserta makanan yang tidak terserap
terdorong keluar usus melalui anus, menimbulkan diare osmotik dari penyerapan air dan nutrisi yang tidak sempurna. Sedangkan diare karena bakteri terjadi melalui salah satu mekanisme yang berhubungan dengan pengaturan transport ion dalam sel-sel usus cAMP, cGMP dan Ca dependen. Patogenesis terjadinya diare oleh salmonella, shigella, E coli agak berbeda dengan patogenesis diare oleh virus, tetapi prinsipnya hamper sama. Bedanya bakteri ini dapat menembus (invasi) sel mukosa usus halus sehingga dapat menyebabkan reaksi sistemik. Diare oleh bakteri ini dapat menyebabkan adanya darah dalam tinja yang disebut disenteri. Cara penularan diare ini pada umumnya melalui cara fekal oral yaitu melalui makanan atau minuman yang tercemar oleh enteropatogen, atau kontak langsung tangan dengan penderita atau barang-barang yang telah tercemar tinja penderita atau tidak langsung melalui lalat. Di samping itu juga terdapat penyebab diare non infeksi yang biasanya timbul pada anak antara lain malabsorbsi seperti defisiensi disakaridase, glukosa galaktosa, intoleransi laktosa serta alergi. Namun hal tersebut bisa disingkirkan oleh karena sebelumnya pasien tidak diberi susu yang pada umumnya mengandung laktosa, maupun makanan yang sudah diketahui alergi oleh pasien yaitu telur, serta dengan mengetahui bahwa pasien belum pernah mengalami diare sebelumnya. Insidensi tertinggi terjadinya diare adalah pada kelompok umur 6-11 bulan pada saat diberikan makanan pendamping ASI. Pola ini menggambarkan kombinasi efek penurunan kadar antibodi ibu, kurangnya kekebalan aktif bayi, pengenalan makanan yang mungkin terkontaminasi bakteri tinja dan kontak langsung dengan tinja manusia atau binatang pada saat bayi mulai merangkak. Pada pasien diare, perlu dicari tanda-tanda utama dehidrasi. Adanya demam menunjukkan proses inflamasi dan dapat pula timbul karena adanya dehidrasi.
Tanda tanda utama yang perlu dicari kesadaran, rasa haus, mata cowong dan turgor kulit abdomen. Penentuan derajat dehidrasi menurut WHO. Penilaian Tanpa Dehidrasi Dehidrasi sedang Dehidrasi berat Keadaan umum Baik, sadar Gelisah, rewel Letargi atau penurunan kesadaran Mata Normal Cowong Cowong Rasa haus Minum biasa, tidak haus Haus, ingin minum banyak Susah minum atau tidak bisa minum Turgor kulit Kembali cepat Kembali lambat Kembali sangat lambat
Pada pemeriksaan fisik, didapatkan vital sign T (38,2C), N(128 x/i), R(27 x/i), keadaan umum lemas, mata cowong, turgor kulit kembali sangat lambat, bising usus menurun, pasien susah minum serta capillary refill time >2 sehingga dapat digolongkan ke dalam dehidrasi berat. Saluran cerna merupakan salah satu tempat yang sering menjadi tempat kehilangan kalium akut. Diare menyebabkan kehilangan kalium yang banyak, sehingga dapat menjadi hipokalemia yang merupakan komplikasi dari diare akut. Manifestasi hipokalemia adalah efek gangguan potensial membran pada sistem kardiovaskular, neuro-muskular dan gastrointestinal. Tanda dan gejala dari kekurangan kalium jarang terjadi jika kadar serum kalium kurang dari 3,0 mEq/L. Biasanya gejala datang pelan-pelan sehingga sulit terdeteksi. Terdapat banyak tanda dan gejala yang berhubungan dengan gangguan fungsi gastrointestinal, termasuk anoreksia, nausea, dan muntah-muntah. Atonia otot polos sistem gastrointestinal dapat menyebabkan sembelit, kembung karena hipokalemia yang disebut ileus paralitik. Saat ada gangguan gastrointestinal
maka secara perlahan akan mengganggu pemasukan kalium. Pada pasien ini, terdapat tanda-tanda hipokalemia dari pemeriksaan fisik, yaitu perut kembung dan hipomotilitas usus, sehingga dapat dicurigai hipokalemia saat pasien datang. a. Pemeriksaan laboratorium Hematologi : Hb : 9,4 g/dl Leukosit : 16.700/ul Ht : 32% Trombosit : 579.000/mm3 Eritrosit : 4.9 Juta/ mm3 Kimia Darah : Glukosa Sewaktu : 99 mg/dl Natrium : 191 mmol/L Kalium : 3,2 mmol/L Faeces : Warna : Kuning Konsistensi : Lembek Darah : Negatif Lendir : Negatif Karbohidrat : Negatif Lemak : Negatif Serat : Positif Leukosit : 1-3/ LPB Eritrosit : 0-1/ LPB Amuba : Negatif
Telur cacing : Negatif Pemeriksaan laboratorium lengkap pada diare akut pada umumnya tidak diperlukan, hanya pada keadaan tertentu mungkin diperlukan misalnya penyebab dasarnya tidak diketahui atau ada sebab-sebab lain selain diare akut atau pada penderita dengan dehidrasi berat. Pemeriksaan tinja perlu dilakukan pada semua penderita dengan diare, meskipun pemeriksaan laboratorium tidak diperlukan. Dari pemeriksaan tinja dapat diketahui penyebab diare. Sifat Tinja Rotavirus Shigella Salmonella Kolera Volume Sedang Sedikit Sedikit Banyak Mual/Muntah Sering Jarang Sering + Frekuensi 5-10x/hari > 10x/hari Sering Terus Menerus Konsistensi Cair Lembek Lembek Cair Darah - Sering Kadang - Bau Langu Busuk Busuk Amis Khas Warna Kuning hijau Merah hijau Kehijauan Air cucian beras Lekosit - + + -
Pada pasien ini diketahui bahwa mencret lebih dari 5 kali sehari, konsistensi tinja cair, disertai lendir namun tidak ada darah dan baunya busuk secara makroskopik, namun jika dilihat pada pemeriksaan feses, didapatkan adanya leukosit dan eritrosit yang dapat kita simpulkan bahwa penyebabnya adalah bakteri. Parasit juga bisa disingkirkan oleh karena tidak ditemukannya amuba dan telur cacing dalam pemeriksaan feses. Bakteri penyebabnya bisa Shigella, dan juga Salmonella. Dugaan lebih kuat adalah Shigella, oleh karena tidak ada muntah pada pasien ini, sedangkan jika infeksi oleh Salmonella biasanya pasien cenderung mual dan muntah.
Hipokalemia pada pasien ini juga tegak dari pemeriksaan elektrolit, karena hipokalemia didefinisikan sebagai kadar kalium dalam serum kurang dari 3,5 mEq/L pada anak, sedangkan pada pasien ini kadar kalium dalam serum adalah 3,2 mEq/L.
2. Apakah penatalaksanaan pada pasien ini sudah benar? Penderita diare dehidrasi berat harus dirawat di Puskesmas atau Rumah Sakit. Pengobatan yang terbaik adalah dengan terapi rehidrasi parenteral. Pasien yang masih dapat minum meskipun hanya sedikit harus diberi oralit sampai cairan infus terpasang. Di samping itu, semua anak harus diberi oralit selama pemberian cairan intravena ( 5ml/kgBB/jam), apabila dapat minum dengan baik, biasanya dalam 3-4jam (untuk bayi) atau 1-2jam (untuk anak yang lebih besar). Pemberian tersebut dilakukan untuk memberi tambahan basa dan kalium yang mungkin tidak dapat disuplai dengan cukup dengan pemberian cairan intravena. Penatalaksanaan pertama untuk pasien ini sudah sangat tepat karena mengikuti standard WHO, yaitu rehidrasi parenteral digunakan cairan Ringer Laktat dengan dosis 100ml/kgBB. Cara pemberiannya untuk <1tahun 1 jam pertama 30cc/kgBB dilanjutkan 5 jam berikutnya 70cc/kgBB. Di atas 1 tahun jam pertama 30cc/kgBB dilanjutkan 2 jam berikutnya 70cc/kgBB. Lakukan evaluasi tiap jam. Bila hidrasi tidak membaik, tetesan IV dapat dipercepat. Setelah 6 jam pada bayi atau 3 jam pada anak lebih besar, lakukan evaluasi, pilih pengobatan selanjutnya yang sesuai yaitu pengobatan diare dengan dehidrasi ringan sedang atau pengobatan diare tanpa dehidrasi. Namun sayangnya pada pasien ini, tidak dilanjutkan tatalaksana WHO tersebut, yaitu setelah evaluasi, seharusnya di tatalaksana sesuai dehidrasi ringan sedang ataupun tanpa dehidrasi.
1. Pengobatan diare tanpa dehidrasi TRO (Terapi Rehidrasi Oral) Penderita diare tanpa dehidrasi harus segera diberi cairan rumah tangga untuk mencegah dehidrasi, seperti air tajin, larutan gula garam, kuah sayur-sayuran, dan sebagainya. Pengobatan dapat dilaukan di rumah oleh keluarga penderita. Jumlah cairan yang diberikan adalah 10ml/kgBB atau untuk anak usia < 1 tahun adalah 50-100ml, 1-5 tahun adalah 100-200ml, 5-12 tahun adalah 200- 300ml dan dewasa adalah 300-400ml setiap BAB.
Untuk anak di bawah umur 2 tahun cairan harus diberikan dengan sendok dengan cara 1 sendok setiap 1-2 menit. Pemberian dengan botol tidak boleh dilakukan. Anak yang lebih besar dapat minum langsung dari cangkir atau gelas dengan tegukan yang sering. Bila terjadi muntah hentikan dulu selama 10 menit kemudian mulai lagi perlahan-lahan misalnya 1 sendok setiap 2-3 menit. Pemberian cairan ini dilanjutkan sampai dengan diare berhenti. Selain cairan rumah tangga ASI dan makanan yang biasa dimakan tetap harus diberikan. Makanan diberikan sedikit-sedikit tetapi sering (lebih kurang 6 kali sehari) serta rendah serat. Buah-buahan diberikan terutama pisang. Makanan yang merangsang (pedas, asam, terlalu banyak lemak) jangan diberikan dulu. Karena dapat menyebabkan diare bertambah hebat dan keadaan anak bertambah berat serta jatuh dalam keadaan dehidrasi ringan-sedang, obati dengan cara pengobatan dehidrasi ringan-sedang.
2. Pengobatan diare dehidrasi ringan-sedang TRO (Terapi Rehidrasi Oral) Penderita diare dengan dehidrasi ringan-sedang harud dirawat di sarana kesehatan dan segera diberikan terapi rehidrasi oral dengan oralit. Jumlah oralit yang diberikan 3 jam pertama 75 cc/kgBB. Bila berat badannya tidak diketahui, meskipun cara ini kurang tepat, perkiraan kekurangan cairan dapat ditentukan dengan menggunakan umur penderita, yaitu untuk umur < 1 tahun
adalah 300ml, 1-5 tahun adalah 600ml, > 5 tahun adalah 1200 ml dan dewasa adalah 2400ml. Rentang nilai volume cairan ini adalah perkiraan, volume yang sesungguhnya diberikan ditentukan dengan menilai rasa haus penderita dan memantau tanda-tanda dehidrasi. Bila penderita masih haus dan masih ingin minum harus diberi lagi. Sebaliknya bila dengan volume di atas kelopak mata menjadi bengkak, pemberian oralit harus dihentikan sementara dan diberikan minum air putih atau air tawar. Bila oedem kelopak mata sudah hilang dapat diberikan lagi. Apabila oleh karena sesuatu hal pemberian oralit tidak dapat diberikan secara per-oral, oralit dapat diberikan melalui nasogastrik dengan volume yang sama dengan kecepatan 20ml/kgBB/jam. Setelah 3 jam keadaan penderita dievaluasi, apakah membaik, tetap atau memburuk. Bila keadaan penderita membaik dan dehidrasi teratasi pengobatan dapat dilanjutkan di rumah dengan memberikan oralit dan makanan dengan cara seperti pada pengobatan diare tanpa dehidrasi. Bila memburuk dan penderita jatuh dalam keadaan dehidrasi berat, penderita tetap dirawat di sarana kesehatan dan pengobatan yang terbaik adalah pemberian cairan parenteral.
Oralit baru ini adalah oralit dengan osmolaritas yang rendah. Keamanan oralit ini sama dengan oralit yang selama ini digunakan, namun efektivitasnya lebih baik daripada oralit formula lama. Oralit baru dengan low osmolaritas ini juga menurunkan kebutuhan suplementasi intravena dan mampu mengurangi pengeluaran tinja hingga 20% serta mengurangi kejadian muntah hingga 30%. Selain itu, oralit baru ini juga telah direkomendasikan oleh WHO dan UNICEF untuk diare akut non-kolera pada anak.
Komposisi Oralit Oralit Baru Osmolaritas Rendah Mmol/liter Natrium 75 Klorida 65 Glucose, anhydrous 75 Kalium 20 Sitrat 10 Total Osmolaritas 245
Ketentuan pemberian oralit formula baru a. Beri ibu 2 bungkus oralit formula baru b. Larutkan 1 bungkus oralit formula baru dalam 1 liter air matang untuk persediaan 24 jam c. Berikan larutan oralit pada anak setiap kali buang air besar, dengan ketentuan: o Untuk anak berumur < 2 tahun: berikan 50-100 ml tiap kali BAB o Untuk anak 2 tahun atau lebih: berikan 100-200ml tiap BAB d. Jika dalam waktu 24 jam persediaan larutan oralit masih tersisa, maka sisa larutan harus dibuang.
Pada pasien ini sangat tepat diberikan antibiotik, karena indikasi pemberian antibiotik pada pasien diare adalah diare berdarah atau kolera. Secara umum tatalaksana pada disenteri dikelola sama dengan kasus diare lain sesuai dengan acuan tatalaksana diare akut. Hal khusus mengenai tatalaksana disenteri adalam pemberian antibiotika selama 5 hari, dan yang dianjurkan adalah pemberian sefalosporin generasi ketiga.
Pasien ini juga diberikan zinc/ seng, Zinc mengurangi lama dan beratnya diare. Zinc juga dapat mengembalikan nafsu makan anak. Penggunaan zinc ini memang popular beberapa tahun terakhir karena memiliki evidence based
yang bagus. Beberapa penelitian telah membuktikannya. Pemberian zinc yang dilakukan di awal masa diare selam 10 hari ke depan secara signifikan menurunkan morbiditas dan mortalitas pasien. Lebih lanjut, ditemukan bahwa pemberian zinc pada pasien anak penderita kolera dapat menurunkan durasi dan jumlah tinja/cairan yang dikeluarkan. Zinc termasuk mikronutrien yang mutlak dibutuhkan untuk memelihara kehidupan yang optimal. Meski dalam jumlah yang sangat kecil, dari segi fisiologis, zinc berperan untuk pertumbuhan dan pembelahan sel, anti oksidan, perkembangan seksual, kekebalan seluler, adaptasi gelap, pengecapan, serta nafsu makan. Zinc juga berperan dalam system kekebalan tubuh dan meripakan mediator potensial pertahanan tubuh terhadap infeksi. Dasar pemikiran penggunaan zinc dalam pengobatan diare akut didasarkan pada efeknya terhadap fungsi imun atau terhadap struktur dan fungsi saluran cerna dan terhadap proses perbaikan epitel saluran cerna selama diare. Pemberian zinc pada diare dapat meningkatkan absorpsi air dan elektrolit oleh usus halus, meningkatkan kecepatan regenerasi epitel usus, meningkatkan jumlah brush border apical, dan meningkatkan respon imun yang mempercepat pembersihan pathogen dari usus. Pengobatan dengan zinc cocok diterapkan di negara- negara berkembang seperti Indonesia yang memiliki banyak masalah terjadinya kekurangan zinc di dalam tubuh karena tingkat kesejahteraan yang rendah dan daya imunitas yang kurang memadai. Pemberian zinc dapat menurunkan frekuensi dan volume buang air besar sehingga dapat menurunkan risiko terjadinya dehidrasi pada anak. Dosis zinc untuk anak-anak Anak di bawah umur 6 bulan : 10mg ( tablet) per hari Anak di atas umur 6 bulan : 20 mg (1 tablet) per hari Zinc diberikan selama 10-14 hari berturut-turut meskipun anak telah sembuh dari diare. Untuk bayi, tablet zinc dapat dilarutkan dengan air matangm ASI atau oralit, Untuk anak-anak yang lebih besar, zinc dapat dikunyah atau dilarutkan dalam air matang atau oralit.
Pemberian suplemen kalium ditujukan untuk mengembalikan kalium yang hilang. Pada pasien ini, koreksi dilakukan sudah sesuai dosis yaitu 3 x 225mcg (75 mcg/kgBB/hr dibagi 3 dosis).
Pada pasien ini juga diberikan probiotik berupa Liprolac. Probiotik diberi batas sebagai mikroorganisme hidup dalam makanan yang difermentasi yang menunjang kesehatan melalui terciptanya keseimbangan mikroflora intestinal yang lebih baik. Pencegahan diare dapat dilakukan dengan pemberian probiotik dalam waktu yang panjang terutama untuk bayi yang tidak minum ASI. Pada sistematik review yang dilakukan Komisi Nutrisi ESPGHAN (Eropean Society of Gastroenterology Hepatology and Nutrition) pada tahun 2004, didapatkan laporan-laporan yang berkaitan dengan peran probiotik untuk pencegahan diare. Saavedra dkk tahun 1994, melaporkan pada penelitiannya bahwa susu formula yang disuplementasi dengan Bifidobacterium lactis dan Streptococcus thermophilus bila diberikan pada bayi dan anak usia 5-24 bulan yang dirawat di Rumah Sakit dapat menurunkan angka kejadian diare dari 31% menjadi 7%, infeksi rotavirus juga berkurang dari 39% pada kelompok placebo menjadi 10% pada kelompok probiotik. Penelitian Phuapradit P. dkk di Thailand pada tahun 1999 menunjukan bahwa bayi yang minum susu formula yang mengandung probiotik Bifidobacterium Bb 12 dan Streptococcus thermophylus lebih jarang menderita diare oleh karena infeksi rotavirus.
Pemberian suplemen besi juga sudah tepat karena dianjurkan oleh IDAI karena mengingat bahwa prevalensi anemia defisiensi besi pada balita di Indonesia mencapai 40-45%, terutama pada usia 0-2 tahun.
Pada pasien ini tidak diberikan obat antidiare, karena obat-obat ini meskipun sering digunakan tidak mempunyai keuntungan praktis dan tidak
diindikasikan untuk pengobatan diare akut pada anak. Beberapa dari obat-obat ini berbahaya. Produk yang termasuk dalam kategori ini adalah: Adsorben Contoh: kaolin, attapulgite, smectite, activated charcoal, cholesteramine. Obat-obat ini dipromosikan untuk pengobatan diare atas dasar kemampuannya untuk mengikat dan menginaktifasi toksin bakteri atau bahan lain yang menyebabkan diare serta dikatakan mempunyai kemampuan melindungi mukosa usus. Walaupun demikian, tidak ada bukti keuntungan praktid dari penggunaan obat ini untuk pengobatan rutin diare akut pada anak. Antimotilitas Contoh: loperamide, hydrochloride, diphenoxylate dengan atropine, tincture opii, paregoric, codein. Obat-obatan ini dapat mengurangi frekuensi diare pada orang dewasa akan tetapi tidak mengurangi volume tinja pada anak. Lebih dari itu dapat menyebabkan ileus paralitik yang berat yang dapat fatal atau dapat memperpanjang infeksi dengan memperlambat eliminasi dari organism penyebab. Dapat terjadi efek sedatif pada dosis normal. Tidak satu pun dari obat-obatan ini boleh diberikan pada bayi dan anak dengan diare. Bismuth Subsalicylate Bila diberikan setiap 4 jam dilaporkan dapat mengurangi keluaran tinja pada anak dengan diare akut sebanyak 30% akan tetapi, cara ini jarang digunakan.
3. Apa Prognosis selama pengobatan di ruang anak pada pasien ini berjalan dengan baik ? Prognosis umumnya baik. Keadaan pasien stabil Menunjukan respon terhadap pengobatan selama di ruang anak Tidak terjadi syok hipovolemik Prognosis quo ad vitam penderita adalah ad bonam
Dengan penggantian cairan yang adekuat, perawatan yang mendukung, dan terapi antimikrobial jika diindikasikan, prognosis diare hasilnya sangat baik dengan morbiditas dan mortalitas yang minimal. Penderita dipulangkan apabila ibu sudah dapat/sanggup membuat/memberikan oralit kepada anak dengan cukup walaupun diare masih berlangsung dan diare bermasalah atau dengan penyakit penyerta sudah diketahui dan diobati
4. Komplikasi apa saja yang mungkin terjadi pada kasus ini? Beberapa masalah mungkin terjadi selama pengobatan rehidrasi. Beberapa diantaranya membutuhkan pengobatan khusus. Gangguan Elektrolit
Hipernatremia Penderita diare dengan natrium plasma > 150 mmol/L memerlukan pemantauan berkala yang ketat. Tujuannya adalah menurunkan kadar natrium secara perlahan- lahan. Penurunan kadar natrium plasma yang cepat sangat berbahaya oleh karena dapat menimbulkan edema otak. Rehidrasi oral atau nasogastrik menggunakan oralit adalah cara terbaik dan paling aman. Koreksi dengan rehidrasi intravena dapat dilakukan menggunakan cairan 0,45% saline 5 % dextrose selama 8 jam. Hitung kebutuhan cairan menggunakan berat badan tanpa koreksi. Periksa kadar natrium plasma setelah 8 jam. Bila normal lanjutkan dengan rumatan, bila sebaliknya lanjutkan 8 jam lagi dan periksa kembali natrium pasma setelah 8 jam. Untuk rumatan gunakan 0,18% saline 5 % dextrose, perhitungkan untuk 24 jam. Tambahkan 10 mmol KCl pada setiap 500ml cairan infuse setelah pasien dapat kencing. Selanjutnya pemberian diet normal dapat mulai diberikan. Lanjutkan pemberian oralit 10ml/kgBB/setiap BAB, sampai diare berhenti.
Pada pasien ini terjadi komplikasi berupa hipernatremia, dengan kadar natrium 191 mmol/L, penatalaksanaan untuk koreksi hipernatremia pada pasien ini sudah benar yaitu dengan menggunakan D1/4NS selama 24 jam.
Hiponatremia Anak dengan diare yang hanya minum air putih atau cairan yang hanya mengandung sedikit garam, dapat terjadi hipontremia (Na < 130 mol/L). Hipontremia sering terjadi pada anak dengan Shigellosis dan pada anak malnutrisi berat dengan oedema. Oralit aman dan efektif untuk terapi dari hamper semua anak dengan hiponatremi. Bila tidak berhasil, koreksi Na dilakukan bersamaan dengan koreksi cairan rehidrasi yaitu memakai Ringer Laktat atau Normal Saline. Kadar Natrium koreksi (mEq/L) = 125-kadar Na serum yang diperiksa dikalikan 0,6 dan dikalikan berat badan. Separuh diberikan dalam 8 jam, sisanya diberikan dalam 16 jam. Peningkatan serum Na tidak boleh melebihi 2 mEq/L.
Hiperkalemia Disebut hiperkalemia jika K > 5 mEq/L, koreksi dilakukan dengan pemberian kalsium glukonas 10% 0,5-1 ml/kgBB iv pelan-pelan dalam 5-10 menit dengan monitor detak jantung.
Hipokalemia Dikatakan hipokalemia bila K < 3,5 mEq/L, koreksi dilakukan menurut kadar K : jika kalium 2,5 3,5 mEq/L diberikan per oral 75 mcg/kgBB/hr dibagi 3 dosis. Bila < 2,5 mEq/L maka diberikan secara intravena drip (tidak boleh bolus) diberikan dalam 4 jam. Dosisnya: (3,5 kadar K terukur x BB x 0,4 + 2mEq/kgBB/24 jam) diberikan dalam 4 jam, kemudian 20 jam berikutnya adalah (3,5 kadar K terukur x BB x 0,4 + 1/6 x 2 mEq x BB). Hipokalemi dapat menyebabkan kelemahan otot, paralitik ileus, gangguan fungsi ginjal dan aritmia jantung. Hipokalemi dapat dicegah dan kekurangan kalium
dapat dikoreksi dengan menggunakan oralit dan memberikan makanan yang kaya kalium selama diare dan sesudah diare berhenti.
Kegagalan Upaya Rehidrasi Oral Kegagalan upaya rehidrasi oral dapat terjadi pada keadaan tertentu misalnya pengeluaran tinja cair yang sering dengan volume yang banyak, muntah yang menetap, tidak dapat minum, kembung dan ileus paralitik, serta malabsorbsi glukosa. Pada keadaan-keadaan tersebut mungkin penderita harus diberikan cairan intravena.
Kejang Pada anak yang mengalami dehidrasi, walaupun tidak selalu, dapat terjadi kejang sebelum atau selama pengobatan rehidrasi. Kejang tersebut dapat disebabkan oleh karena hipoglikemi, kebanyakan terjadi pada bayi atau anak yang gizinya buruk, hiperpireksia, kejang terjadi bila panas tinggi, misalnya melebihi 40 0 C, hipernatremi atau hiponatremi.
5 Apa edukasi yang harus diberikan pada pasien diare? Untuk upaya pencegahan diare dapat dilakukan dengan cara: 1. Mencegah penyebaran kuman pathogen penyebab diare. Kuman-kuman pathogen penyebab diare umumnya disebarkan secara fekal oral. Pemutusan penyebaran kuman penyebab diare perlu difokuskan pada penyebaran ini. Upaya pencegahan diare terbukti efektif meliputi: Pemberian ASI yang benar. Memperbaiki penyiapan dan penyimpanan makanan pendamping ASI.
Penggunaan air bersih yang cukup. Membudayakan kebiasaan mencuci tangan dengan sabun sehabis buang air besar dan sebelum makan. Penggunaan jamban yang bersih dan higienis oleh seluruh anggota keluarga. Membuang tinja bayi yang benar.
2. Memperbaiki daya tahan tubuh penjamu (Host) Memberi ASI paling tidak sampai usia 2 tahun. Meningkatkan nilai gizi makanan pendamping ASI dan memberi makan dalam jumlah yang cukup untuk memperbaiki status gizi anak. Meneruskan pemberian makanan karena dapat mempercepat kembalinya fungsi usus yang normal termasuk kemampuan menerima dan mengabsorbsi berbagai nutrisi, sehingga memburuknya status gizi dapat dicegah atau paling tidak dikurangi. Nasihat pada ibu atau pengasuh untuk kembali segera jika ada demam, tinja berdarah, muntah berulang, makan atau minum sedikit, sangat haus atau diare makin sering atau belum membaik dalam 3 hari.
DAFTAR PUSTAKA
1. Juffrie Mohammad, Soenarto Sri, Oswari Hanifah, Arief Sjamsul, Rosalina Ina, Mulyani Nenny. Buku Ajar Gastroenterologi-Hepatologi, Jilid 1. Jakarta: IDAI; 2012. h.87-120 2. Gatot Djajadiman, Idjradinata Ponpon, Abdulsalam Maria, Lubis Bidasari, Soedjatmiko, Hendarto Aryono, Handryastuti Setyo, et al. Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia: Suplementasi Besi Untuk Anak. Edisi ke-1. Jakarta: IDAI; 2011 3. Dadiyanto Dwi, Muryawan Heru, Anindita, Buku ajar ilmu kesehatan anak, Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro; 2011. h. 124-133 4. WHO, Buku saku pelayanan kesehatan anak di rumah sakit. Edisi ke-1. Jakarta; 2009. h. 131-145 5. Verive Michael, Windle Mary, Evans Barry, Cataletto Mary, Corden Timothy. 2013. Pediatric Hypokalemia. Diunduh dari: http://emedicine.medscape.com/article/907757-overview [Diunduh 20 Mei 2014]