You are on page 1of 41

PRESENTASI KASUS

Demam Tifoid



Disusun oleh :
MAULVI NAZIR
(121 022 1048)


Pembimbing :
Dr. Agnes Yunie Purwitasari, SpA(K)



KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UPN VETERAN
RSUP PERSAHABATAN
JAKARTA MEI 2014
2

IDENTITAS PASIEN

Nama : An. R N A
Tanggal lahir : 17 April 2003
Umur : 11 tahun 11 hari
Jenis kelamin : Perempuan
Masuk IRJ : Tanggal : 28/04/2014 Jam : 13.40
Masuk bangsal : Tanggal : 28/04/2014 Jam : 16.30
Ruang rawat : Bougenvile bawah
Alamat rumah : Jl. Pisangan lama III RT 11/003 kel.pisangan timur, Pulo
Gadung, Kab kota Jakarta Timur

IDENTITAS ORANG TUA/WALI

Ayah/wali Ibu/wali
Nama Tn. Zahruddin Ny.Nur
Umur 35 tahun 31 tahun
Umur saat menikah 23 tahun 19 tahun
Pekerjaan Wiraswasta Ibu Rumah Tangga
Pendidikan SMK SMA
Penghasilan +/- Rp.2.000.000/bulan -
Alamat Jl. Pisangan lama III RT
11/003 kel.pisangan
timur, Pulo Gadung, Kab
kota Jakarta Timur
Jl. Pisangan lama III RT
11/003 kel.pisangan timur,
Pulo Gadung, Kab kota
Jakarta Timur
Agama Islam Islam
Suku bangsa Betawi Betawi



3

ANAMNESIS
Alloanamnesa (28 April 2014) dengan ibu pasien di bangsal bougenvile bawah

Keluhan utama : Demam sejak 7 hari sebelum masuk rumah sakit
Keluhan Tambahan : Pusing, diare, badan lemas, nafsu makan berkurang

Riwayat Penyakit Sekarang :
Sejak 7 hari sebelum masuk rumah sakit pasien demam, keluhan tersebut
mulai sejak siang hari sekitar jam 13.00, demam dirasakan naik turun. Demam naik
perlahan terutama pada malam hari dan pada pagi hari demam turun sehingga pada
pagi hari pasien masih dapat beraktifitas. Demam tidak disertai mengigil dan
berkeringat banyak. Suhu saat demam tidak diukur, hanya dirasakan dengan ibu
pasien memegang badan dan kepala pasien. Pasien sudah berobat ke puskemas
terdekat dan diberi obat penurun panas. Demam menurun setelah minum obat
penurun panas tetapi setelah itu demam naik lagi. Selama demam makan minum baik,
tidak ada penurunan nafsu makan. Batuk pilek, sesak, muntah, nyeri kepala dan sendi,
kemerahan pada kulit, mimisan, gusi berdarah, diare, nyeri saat berkemih, anyang-
anyang, keringat dimalam hari, berat badan turun drastis, kontak dengan penderita TB
disangkal.
Sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit demam dirasakan menetap dan
semakin tinggi. Selain itu juga dirasakan badan lemas, kepala pusing serta tidak mau
makan. Keluhan lainnya tidak ada.
Sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit, pasien mengalami diare, 3 kali, lebih
banyak air dari ampas, volume setiap kali buang air kurang lebih setengah gelas aqua,
berwarna kuning, tidak berlendir dan tidak ada darah. Buang air kecil lebih jarang
dari biasanya dan sedikit. Nafsu makan pasien menurun dari biasanya. Keluhan lain
masih tetap sama seperti kemarin. Sebelum sakit pasien gemar jajan makanan di
depan sekolahnya.
Hari masuk rumah sakit demam tidak menurun, bab cair sehingga orang tua
pasien berinisiatif membawa pasien ke Poli Anak RSUP Persahabatan.
4

Riwayat penyakit dahulu :
Penyakit Umur Penyakit Umur Penyakit Umur
Alergi (-) Difteri (-) Peny. Jantung (-)
Cacingan (-) Diare (-) Peny.ginjal (-)
DHF (-) Kejang (-) Radang paru (-)
Tifoid (+) 1 th
lalu
Kecelakaan (-) Tuberculosis (-)
Otitis (-) Morbili (-) Peny. Darah (-)
Parotitis (-) Operasi (-) Lainnya -

Riwayat penyakit dalam keluarga/lingkungan yang ada hubungannya dengan
penyakit sekarang :
Dirumah tidak ada yang mengalami hal yang sama seperti pasien, namum di
sekolahnya ada temannya yg di rawat di rumah sakit karena demam dan diare.

Riwayat lingkungan dan sosial :
pasien tinggal di perumahan padat penduduk dengan sanitasi yang kurang
baik. Pasien tinggal satu rumah dengan ibu, bapak dan bersama dua orang kakaknya.
Rumah pasien beralaskan ubin, berdindingkan tembok, jendela hanya berada didepan
rumah, satu kamar mandi dengan WC jongkok. Jumlah kamar ada tiga dengan luas
rumah kurang lebih 36 m
3
. rumah berada di pinggir jalan , dan Tidak terdapat sungai
didekat rumah pasien.

RIWAYAT KEHAMILAN DAN KELAHIRAN
Kehamilan Morbiditas
Perawatan antenatal Kontrol kehamilan di bidan dekat rumah.
Trimester 1, kontrol setiap 4 minggu sekali.
Bayi tunggal, tafsiran berat sesuai usia
kehamilan, kelainan/ cacat (-).
5

Demam, keputihan, batuk-pilek, infeksi lain
selama kehamilan trimester 1 disangkal.


Trimester 2 setiap 2 minggu sekali.
Tafsiran berat sesuai masa kehamilan, ketuban
cukup, jenis kelamin perempuan, DJJ (+),
kelainan/ cacat (-).
Demam, keputihan, batuk-pilek, infeksi lain
selama kehamilan trimester 2 disangkal.

Trimester 3 setiap 1 minggu sekali.
Tafsiran berat lahir sesuai usia kehamilan,
ketuban cukup, letak plasenta depan corpus
luteum, DJJ (+), Kelainan, cacat bawaan (-)
Demam, keputihan, batuk-pilek, infeksi lain
selama kehamilan trimester 3 disangkal.

Diberikan: supplement zat besi mulai pada
trimester 2.
Kelahiran Tempat kelahiran Di bidan dekat rumah
Penolong persalinan Bidan
Cara persalinan Spontan
Masa gestasi cukup bulan, 38 minggu
Keadaan bayi Berat lahir 2700 gr
Panjang lahir 48 cm
Langsung menangis spontan
Nilai APGAR tidak tahu
Kelainan bawaan tidak ada

6

Kesan antenatal : kontrol rutin, kelainan selama kehamilan tidak ada.
Kesan Kelahiran : bayi lahir spontan, neonatus cukup bulan, sesuai masa kehamilan.

RIWAYAT MAKANAN
UMUR ASI /
PASI
BUAH / BISKUIT BUBUR SUSU NASI TIM
0 2 bulan ASI
2 4 bulan ASI
4 6 bulan ASI
6 8 bulan PASI Bubur susu ( 2
kali sehari
mangkuk bayi)

8 10 bulan PASI Biscuit
dilembutkan (1
kali sehari 1
mangkuk bayi)
Bubur susu
( 2-3 kali sehari
mangkuk bayi)

10 -12 bulan PASI Biscuit
dilembutkan
(1 kali sehari 1
mangkuk bayi)
Nasi tim ( 2
kali sehari
mangkuk
bayi)

Kesan : Kuantitas dan kualitas makanan cukup, makanan pokok diberikan 2-3 sehari.
UMUR DIATAS 1 TAHUN

MAKANAN BIASA FREKUENSI
Nasi / pengganti ( kentang, singkong, ubi) Nasi dua kali sehari, makanan pengganti
tidak pernah
Sayur Dua kali sehari
Daging Tidak pernah,
Telur Satu kali sehari
7

Ikan pasien tidak suka
Tahu Satu sampai dua kali sehari
Tempe Satu sampai dua kali sehari
Susu Empat kali sehari
Kesan : kuantitas kurang, anak usia diatas 24 bulan, dapat diberikana makan 3-5 kali
sehari, pada pasien 2 kali sehari. Kualitas kurang, sumber protein hewani tidak
terpenuhi.

RIWAYAT PERKEMBANGAN
0-3 bulan
Mengangkat kepala
Mengikuti obyek
Tersenyum
Reaksi suara dan bunyi
3-6 bulan
Tertawa
Meraih benda
6-9 bulan
Tengkurap
Dapat duduk
Merangkak
Memindahkan benda
9-11 bulan
Beridiri
Berjalan
Meniru suara
12-18 bulan
Mengucapkan 5-10 kata
Menyusun 2 atau 3 kotak
8

18-24 bulan
Naik turun tangga
Menunjuk mata dan hidung
Belajar makan sendiri
Bermain dengan anak lain
2-3 tahun
Membaca
Memanjat
4-5 tahun
Melompat, menari
Menggambar segi empat
Menghitung jari
Mengenal empat warna

Riwayat Perkembangan Sekualitas
Menarche (+) 12 tahun
Tumbuh payudara

Kesan : perkembangan anak sesuai dengan anak lain seusianya.

RIWAYAT IMUNISASI
VAKSIN DASAR ULANGAN
BCG 2 bulan -
Hepatitis B 0, 1, 6 bulan -
DPT / POLIO 0, 2, 4 dan 6, 18 bulan +
Campak 9 bulan -

Pada pasien tidak dilakukan vaksin tifoid.
9

Kesan : Imunisasi mengikut rekomendasi PPI ( Program Pengembangan Imunisasi).
Imunisasi dasar lengkap, imunisasi ulangan belum dilakukan.

PEMERIKSAAN FISIK (28 April 2014 di bougenvile bawah)
Kesan umum : Tampak sakit sedang dan aktif, gizi berlebih
Kesadaran : Compos Mentis
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Frekuensi nadi : 89x /menit, kuat, regular, isi cukup
Frekuensi napas : 22x / menit, teratur kedalaman cukup
suhu tubuh : 38,3
O
C
Berat badan : 60 kg PB : 150 cm
Keadaan gizi :
Kesan : BB/U = 162 %
TB/U = 103 %
BB/TB = 133%
Kesimpulan : obesitas
Kepala : Normocepali, UUB menutup
Rambut : Hitam kecoklatan, distribusi merata, tidak mudah dicabut
Mata : Conjungtiva pucat -/-, sklera ikterik -/-, palpebra cekung +/+,
air mata ada, pupil isokor 2mm/2mm, reflex cahaya+/+
Hidung : Sekret -/- , ronorhea -/-, pernapasan cuping hidung -/-
Telinga : Liang telinga lapang, otorea -/-
Bibir : mukosa bibir kering +, sianosis -
Gigi dan mulut : stomatitis -, erupsi gigi +
Lidah : Kotor +, putih ditengah pinggir hiperemis (coated tongue),
tremor
Tonsil : Tenang, hiperemis -, T1-T1
Tenggorokan : Arcus faring tidak hiperemis
Thorak : Simetris saat statis dan dinamis, Deformitas -/-
Jantung : I : Ictus kordis tidak terlihat
10

P : Ictus kordis teraba di sela iga v 2cm LMCS
P : Batas kiri : linea midclavikularis kiri
Batas kanan : linea parasternalis kanan
A : S1 tunggal, S2 split tidak konstan, Reguler, Murmur -,
Gallop
Kesan : tidak ada kardiomegali, bising -
Paru : I : Pernafasan statis dan dinamis simetris
P : Vocal fremitus kiri = kanan
P : Lapang paru kiri dan kanan sonor
A : SN. Vesikuler normal, Rhonki -/-, Wheezing -/-
Abdomen : I : cembung (-)
A : Bising usus + meningkat (7 kali dalam 1 menit)
P : Supel,Nyeri tekan -
P : Timpani
Hepar : Tidak teraba pembesaran
Lien : Tidak teraba pembesaran
Kulit : Turgor kurang, sianosis -
Genitalia : Perempuan, tidak hiperemis dan tidak ada laserasi
KGB : Tidak teraba pembesaran KGB
Anggota gerak : Akral hangat, CTR <2 detik, udema

PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Pemeriksaan Darah Lengkap (28 April 2014; pkl: 11.34)
Hemoglobin : 13,9 g/dL
Hematokrit : 40 %
Leukosit : 5.7 ribu/ mm
3

Trombosit : 216.000 mm
3
Imuno Serologi
Widal
S. Typhi O (+) 1/160
11

S. Typhi H (+) 1/640
S. Paratyphi A-O (+) 1/160
S. Paratyphi A-H (-)
S. Paratyphi B-O (-)
S. Paratyphi B-H (-)
S. Paratyphi C-O (-)
S. Paratyphi C-H (-)

RESUME
Pasien seorang anak perempuan, usia 11 tahun, sejak 7 hari sebelum masuk
rumah sakit pasien demam, dirasakan naik turun. terutama pada malam hari. BAB
encer 3 kali sehari sejak 1 hari SMRS.
Pasien gemar jajan makanan di depan sekolahnya. Dan riwayat demam tifoid
(+) 1 tahun yang lalu.
Pemeriksaan fisik :
Berat badan : 60 kg Panjang badan : 150 cm
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
suhu tubuh : 38,3
O
C
Keadaan gizi : Obesitas
Mata : palpebra cekung +/+, air mata ada
Bibir : mukosa bibir kering +
Lidah : Kotor +, putih ditengah ( coated tongue)
Abdomen : Cembung (-), Bising usus + meningkat
Kulit : Turgor kurang
Lab :
DPL : DBN

Imuno Serologi
Widal
S. Typhi O (+) 1/160
S. Typhi H (+) 1/640
12

S. Paratyphi A-O (+) 1/160
S. Paratyphi A-H (-)
S. Paratyphi B-O (-)
S. Paratyphi B-H (-)
S. Paratyphi C-O (-)
S. Paratyphi C-H (-)

DIAGNOSIS BANDING :
fever ec tsk demam tifoid
Fever ec tsk ISK

DIAGNOSIS KERJA :
fever ec tsk demam tifoid

USULAN PEMERIKSAAN TAMBAHAN :
Tubex
Urin Lengkap
Feces Lengkap
TATA LAKSANA :
Tata laksana di bangsal ruang rawat :
Medikamentosa :
o IVFD Kaen 3B, cairan rumatan : 10 kg (I) 100 cc/KgBB/hari, 10 kg(
II) 50 cc/KgBB/ hari, 40 kg( III) 20 cc/KgBB/ hari = 2300
cc/KgBB/hari = 30 tpm makro
o Paracetamol tab : 10- 15 mg/ Kgbb/ kali = 4 x 1 tab (K/P)
o zinc 1x 1 cth ( usia > 6 bulan : 20 mg/hari)
o Injeksi ceftriaxon : 100 mg/KgBB/hari ( 2 kali pemberian) : 2 x 1 gr
drip dalam Nacl 0,9 %
Non Medikasmentosa :
o Tirah Baring
13

o Diet dan Asupan cairan yang cukup
o Menjaga kebersihan diri
FOLLOW UP
TGL
2014
S O A P
29-4-
2014
BAB cair
2x, ampas >
air, demam -
muntah -,
BAK dbn,
makan
sedikit
Kukes: CM/TSS
TD:100/60 mmhg
N:88x/m
RR: 20x/m
S: 37,5C
Mata: CA -/-, cekung -
THT: dbn
Lidah:coated tongue
Thorax: Simetris
Cor: BJ I II, reg, m- g-
Paru:Sn.Ves +, Rhonki
-/-, whezzing -/-
Abd: datar, bu + N,
NT -, turgor baik
Eks: akral hangat,
CTR < 2dtk
URINE
Urine lengkap
Warna urine : kuning
Kejernihan : jernih
Berat jenis urin 1.010
pH : 7.0
proteine urine (-)
glukosa urine (-)
keton urine (-)
bilirubin urine (-)
urobilinogen (-)
- fever ec tsk
Demam Tifoid
IVFD Kaen 3B 30
tpm makro
Paracetamol tab 4 x
1 tab
zinc 1x 1 cth
Injeksi ceftriaxone
2 x 1 gr drip
Diet lunak tanpa
serat
Besok cek tubex

14

Nitrit urine (-)
Darah samar (-)
Lekosit esterase (-)

Mikroskopis
Lekosit 3-4
Eritrosit 0-1
Sel epitel (+)
Bakteri (-)
Kristal amorf (+)
Lain lain (-)
30-4-
14
BAB cair
1x, ampas >
air, muntah
, demam-,
BAK dbn,
makan
sedikit
Kukes: CM/TSS
TD:100/60 mmhg
N:84x/m
RR: 20x/m
S: 35,8C
Mata: CA -/- cekung -
THT: dbn
Lidah:coated tongue
Thorax: Simetris
Cor: BJ I II, reg, m- g-
Paru: Sn.Ves+, Rhonki
-/-, whezzing -/-
Abd: datar, bu +, NT -,
turgor baik
Eks: akral hangat,
CTR < 2dtk

Lab
Tubex positif 6
(kesan : Indikasi Kuat
infeksi demam tifoid
- fever ec tsk
Demam Tifoid
IVFD Kaen 3B 30
tpm makro
Paracetamol tab 4 x
1 tab
zinc 1x 1 cth
Injeksi ceftriaxone
2 x 1 gr drip
Diet lunak tanpa
serat
15

aktif)
1-5-
14
BAB 1 x,
lembek,
demam-,
muntah -.
Bak dbn,
makan
sedikit
Kukes: CM/TSS
TD:100/60 mmhg
N:88x/m
RR: 20x/m
S: 36C
Mata: CA -/- cekung -
THT: dbn
Lidah :coated tongue
Thorax: Simetris
Cor: BJ I II, reg, m- g-
Paru: Sn.Ves+, Rhonki
-/-, whezzing -/-
Abd: datar, bu +, NT -,
turgor baik
Eks: akral hangat,
CTR < 2dtk
- Demam Tifoid IVFD Kaen 3B 30
tpm makro
Paracetamol tab 4 x
1 tab
zinc 1x 1 cth
Injeksi ceftriaxone
2 x 1 gr drip
Diet lunak tanpa serat
Ganti infuse
2-5-
14
BAB tidak
ada sejak
semalam,
demam -,
muntah -,
makan
minum
mulai
banyak
Kukes: CM/TSR
TD:100/60 mmhg
N:88x/m
RR: 20x/m
S: 36C
Mata: CA -/- cekung -
THT: dbn
Lidah : kotor (-)
Thorax: Simetris
Cor: BJ I II, reg, m- g-
Paru: Sn.Ves+, Rhonki
-/-, whezzing -/-
Abd: datar, bu +, NT -,
turgor baik
Eks: akral hangat,
Demam Tifoid IVFD Kaen 3B 30
tpm makro
Paracetamol tab 4 x
1 tab
zinc 1x 1 cth
Injeksi ceftriaxone
2 x 1 gr drip
Diet lunak tanpa serat
16

CTR < 2dtk
5-5-
14
BAB 1x,
padat,
demam -,
muntah -,
makan
minum
banyak
Kukes: CM/TSR
TD:100/60 mmgg
N:80x/m
RR: 18x/m
S: 36, 5 C
Mata: CA -/- cekung -
THT: dbn
Lidah : tidak kotor
Thorax: Simetris
Cor: BJ I II, reg, m- g-
Paru: Sn.Ves+, Rhonki
-/-, whezzing -/-
Abd: datar, bu +, NT -,
turgor dbn
Eks: akral hangat,
CTR < 2dtk
Demam Tifoid

IVFD Kaen 3B 30
tpm makro
Paracetamol tab 4 x
1 tab
zinc 1x 1 cth
Injeksi ceftriaxone
2 x 1 gr drip
Diet lunak tanpa
serat
Diagnosis Pasti :
DEMAM TIFOID












17

TINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI
Demam tifoid adalah suatu penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh
Salmonella typhi yang masih dijumpai secara luas diberbagai Negara berkembang
terutama didaerah topis dan subtropik.
1


EPIDEMIOLOGI
Prevalensi 91 % kasus demam tifoid terjadi pada umur 3-19 tahun, kejadian
meningkat setelah umur 5 tahun. Pada minggu pertama sakit, demam tifoid sangat
sukar dibedakan dengan penyakit demam lainnya sehngga untuk memastikan
diagnosis diperlukan pemeriksaan biakan kuman untuk dikonfirmasi.
2
Data World Health Organization (WHO) tahun 2003 memperkirakan terdapat
sekitar 17 juta kasus demam tifoid diseluruh dunia dengan insidensi 600.000 kasus
kematian setiap tahun. Dinegara berkembang kasus demam tifoid dilaporkan sebagai
penyakit endemis dimana 95 % merupakan kasus rawat jalan sehingga insidensi
sebenarnya adalah 15 -25 kali lebih besar dari laporan rawat inap di rumah sakit. Di
Indonesia kasus ini tersebar secara merata diseluruh propinsi dengan insidensi di
daerah pedesaan 358/ 100.000 penduduk / tahun dan didaerah perkotaan 760.000
penduduk / tahun atau sekitar 600.000dan 1.5 juta kasus per tahun.
1

Salmonella typhi dapat hidup di dalam tubuh manusia (manusia sebagai natural
reservoir). Manusia yang terinfeksi Salmonella typhi dapat mengeksresikannya
melalui sekret saluran nafas, urin dan tinja dalam jangka waktu yang sangat
bervariasi. Salmonella typhi yang berada di luar tubuh manusia dapat hidup untuk
beberapa minggu apabila berada di dalam air, es, debu atau kotoran yang kering
maupun pada pakaian. Akan tetapi S.typhi hanya dapat hidup kurang dari 1 minggu
pada raw sewage, dan mudah dimatikan dengan klorinasi dan pasteurisasi (temp
63
o
C).
3
Terjadinya penularan Salmonella typhi sebagian besar melalui
minuman/makanan yang tercemar oleh kuman yang berasal dari penderita atau
18

pembawa kuman, biasanya keluar bersama-sama dengan tinja (melalui rute oral fekal
= jalur oro-fekal).
3
Dapat juga terjadi transmisi transplasental dari seorang ibu hamil yang berada
dalam bakteremia kepada bayinya. Pernah dilaporkan pula transmisi oro-fekal dari
seorang ibu pembawa kuman pada saat proses kelahirannya kepada bayinya dan
sumber kuman berasal dari laboratorium penelitian.
3

ETIOLOGI
Salmonella adalah genus yang termasuk famili Enterobakteriasiae dan berisi
tiga spesies: S. typhi, S.choleraesuis dan S. enteretidis. Dua spesies pertama masing-
masing mempunyai satu serotype, tetapi S. entereditis berisi lebih dari 1800 serotip
yang berbeda.
4
Basil penyebab tifoid adalah Salmonella typhi dan paratyphi. Salmonella
typhi adalah bakteri gram negative, mempunyai flagella, tidak berkapsul, tidak
membentuk spora, fakultatif anaerob. Ukuran antara (2-4) x 0,6 um. Suhu optimum
untuk tumbuh adalah 37 C dengan PH antara 6-8.Basil ini dapat dibunuh dengan
pemanasan (suhu 60
0
C) selama 15 20 menit, pasteurisasi, pendidihan dan
khlorinisasi.
4

S.typhi dan paratyphi mempunyai antigen somatik (O) yang terdiri dari
oligosakarida, flagelar antigen (H) yang terdiri dari protein dan envelope antigen (K)
yang terdiri dari polisakarida. Antigen Vi, merupakan antigen permukaan antibodi
yang terbentuk dapat memberi petunjuk bahwa individu tersebut sebagai pembawa
kuman (karier). Salmonella typhi juga dapat memperoleh plasmid faktor-R yang
berkaitan dengan resistensi terhadap multipel antibiotik.
3,4


PATOGENESIS
Patogenesis demam tifoid melibatkan 4 proses kompleks mengikuti ingesti
organisme, yaitu
3
:
1. Penempelan dan invasi sel-sel M Peyers patch
19

2. Bakteri bertahan hidup dan bermultiplikasi di makrofag Peyers patch,
nodus limfatikus mesenterikus, dan organ-organ ekstra intestinal system
retikuloendotelial
3. Bakteri bertahan hidup di dalam aliran darah
4. Produksi enterotoksin yang meningkatkan kadar cAMP di dalam kripta
usus dan menyebabkan keluarnya elektrolit dan air ke dalam lumen
intestinal.

Jalur Masuknya Bakteri ke Dalam Tubuh
Bakteri Salmonella typhi dan paratyphi bersama makanan/minuman masuk ke
dalam tubuh melalui mulut. Dosis infeksi salmonella sekitar 10
5
-10
9
organisme
dengan masa inkubasi bervariasi antara 4-14 hari. Pada saat melewati lambung
dengan suasana asam (pH < 2) banyak bakteri yang mati. Keadaan-keadaan seperti
aklorhidiria, gastrektomi, pengobatan dengan antagonis reseptor histamin H
2
,
inhibitor pompa proton atau antasida dalam jumlah besar, akan mengurangi dosis
infeksi. Bila respons imunitas humoral mukosa ( IgA ) usus kurang baik maka kuman
akan menembus sel-sel epitel ( terutama sel M, sel epitel khusus yang melapisi
Peyers patch, merupakan tempat internalisasi Salmonella typhi.) dan selanjutnya ke
lamina propria. Di lamina propria kuman berkembang biak dan difagosit oleh sel-sel
fagosit terutama oleh makrofag. Kuman dapat hidup dan berkembang biak di dalam
makrofag dan selanjutnya dibawa ke plaque peyeri ileum distal dan kemudian ke
kelenjar getah bening mesenterika. Selanjutnya melalui duktus torasikus kuman yang
terdapat di dalam makrofag ini masuk ke dalam sirkulasi darah ( mengakibatkan
bakteremia pertama yang asimtomatik biakan kultur darah yang diambil pada fase ini
biasanya akan menunjukkan hasil yang negatif ) dan memnyebar ke seluruh organ
retikuloendotelial tubuh terutama hati dan limpa. Di organ-organ ini kuman
meninggalkan sel-sel fagosit dan kemudian berkembang biak di luar sel atau ruang
sinusoid dan selanjutnya masuk ke dalam sirkulasi darah lagi mengakibatkan
bakteremia yang kedua kalinya dengan disertai tanda-tanda dan gejala penyakit
infeksi sistemik.
3

20

Kelainan patologis yang utama terdapat di usus halus terutama diileum bagian
distal dimana terdapat kelenjar plak peyer. Pada minggu pertama, pada plak peyer
terjadi hiperplasi berlanjut menjadi nekrosis pada minggu ke 2 dan ulserasi pada
minggu ke 3, akhirnya terbentuk ulkus.

Lesi radang kadang-kadang dapat menembus
tunika muskularis dan serosa usus dapat menyebabkan perforasi.
4

Di dalam hati, kuman masuk ke dalam kandung empedu, berkembang biak,
dan bersama cairan empedu diekskresikan secara intermittent ke dalam lumen usus.
Sebagian kuman dikeluarkan melalui feses dan sebagian masuk lagi kedalam sirkulasi
setelah menembus usus. Proses yang sama terulang kembali, berhubung makrofag
telah teraktivasi dan hiperaktif maka saat fagositosis kuman Salmonella terjadi
pelepasan beberapa mediator inflamasi sistemik seperti demam, malaise, mialgia,
sakit kepala,sakit perut, instabilitas vascular, gangguan mental, dan koagulasi.
4

Perdarahan saluran cerna dapat terjadi akibat erosi pembuluh darah sekitar
plaque Peyeri yang sedang mengalami nekrosis dan hyperplasia akibat akumulasi sel-
sel mononuclear di dinding usus. Proses patologis jaringan limfoid ini dapat
berkembang hingga ke lapisan otot, serosa usus, dan dapat mengakibatkan perforasi.
4

Endotoksin dapat menempel di reseptor sel endotel kapiler akibat timbulnya
komplikasi seperti gangguan neuropsikiatrik,kardiovaskular, pernapasan, dan
gangguan organ lainnya.
4

Pada kandung empedu, tempat yang disenangi basil Sallmonela, bila
penyembuhan tidak sempurna, basil tetap didalam kandung empedu, mengalir
kedalam usus sehingga menjadi karier intestinal.
4

21


Gambar 1 : Patogenesis demam tifoid

Manifestasi Klinis
Pada anak, periode inkubasi demam tifoid antara 5-40 hari dengan rata-rata
antara 10-40 hari. Gejala klinis demam tifoid sangat bervariasi, dari gejala klinis
ringan dan tidak memerlukan perawatan khusus sampai dengan berat sehingga harus
dirawat. Variasi gejala ini disebabkan factor galur Salmonella, status nutrisi dan
imunologik pejamu serta lama sakit di rumahnya.
3

a. Demam
Semua pasien demam tifoid selalu menderita demam pada awal
penyakit. Demam atau panas adalah gejala utama tifoid. Pada era pemakaian
obat antibiotic belum seperti pada saat ini, penampilan demam pada kasus
demam tifoid mempunyai istilah khusus yaitu step ladder temperature chart,
yang ditandai dengan demam timbul insidius, kemudian naik secara bertahap
tiap harinya dan mencapai titik tertinggi pada akhir minggu pertama. Pada
awal sakit, demam kebanyakn samar- samar saja, selanjutnya suhu tubuh
sering turun naik. Pagi lebih rendah atau normal, sore dan malam lebih tinggi
( demam intermiten). Dari hari ke hari intensitas demam makin tinggi yang
disertai banyak gejala lain seperti sakit kepala (pusing) yang sering dirasakan
22

diarea frontal, nyeri otot, pega, anoreksia, mual, muntah. Pada minggu ke 2
intensitas demam makin tinggi, kadang kadang terus menerus ( demam
kontinyu). Bla pasien membaik pada minggu ke3 suhu badan berangsur turun
dan dapat normal kembali pada akhir minggu ke3. Tipe demam khas tifoid
tidak selalu ada, hal ini mungin karena intervensi pengobatan atau komplikasi
yang dapat terjadi lebih awal.
3,4


Gambar 2 : step ladder temperature chart

b. Gangguan saluran pencernaan
Gejala gastrointestinal pada kasus demam tifoid sangat bervariasi.
Sering ditemukan bau mulut karena demam yang lama. Bibir kering kadang
pecah pecah. Lidah kelihatan kotor dan ditutupi selaput putih (coated
tongue). Pasien sering mengeluh nyeri perut, terutama region epigastrik. Pada
awal sakit sering meteorismus dan konstipasi, mingu selanjutnya kadang
timbul diare. Pada anak Indonesia lebih banyak dijumpai hepatomegali
dibandingkan splenomegali.
3,4

c. Gejala lain
Gejala sistemik lain yang menyertai timbulnya demam adalah nyeri
kepala, malaise, anoreksia, nausea, mialgia, nyeri perut dan radang
tenggorokan. Pada kasus yang berpenampilan klinis berat, pada saat demam
tinggi akan tampak toksik/sakit berat. Bahkan dapat juga dijumpai penderita
23

demam tifoid yang datang dengan syok hipovolemik sebagai akibat kurang
masukan cairan dan makanan.
3
Bradikardi relative adalah peningkatan suhu tubuh yang tidak diikuti oleh
peningkatan frekuensi nadi. Patokan yang sering dipakai adalah setiap
peningkatan suhu 1
0
C tidak diikuti peningkatan frekuensi nadi 8 denyut dalam
1 menit. Bradikardi relative jarang dijumpai pada anak.
4
Rose spot, suatu ruam makulopapular yang berwarna merah dengan
ukuran 1-5 mm, sering dijumpai pada daerah abdomen, toraks, ekstremitas
dan punggung pada orang kulit putih, tidak pernah dilaporkan ditemukan pada
anak Indonesia. Ruam ini muncul pada hari ke 7-10 dan bertahan dan bertahan
selama 2-3 hari. Bronkitis banyak dijumpai pada demam tifoid.
3
Demam tifoid relative jarang pada bayi dan anak kurang dari 5 tahun.
Walaupun sepsis klinis dapat terjadi, penyakit pada saat datang sangat ringan,
membuatnya sukar didiagnosis . Pada bayi dengan demam tifoid terbukti
secara biakan.
3


KOMPLIKASI
4

a. Tifoid toksik ( tifoid ensefalopati)
Didapatkan gangguan atau penurunan keadaran akut dengan gejala delirium
sampai koma yang disertai atau tanpa kelainan neurologis lainnya. Analisa
cairan otak biasanya dalam batas normal.
b. Syok septic
Akibat lanjut dari respon inflamasi sistemik, karena bakteremia salmonella
selain gejala- gejala tifoid, penserita jatuh kedalam syok.
o Perdarahan dan perforasi intestinal
Perdarahan dan perforasi terjadi pada minggu ke2 demam atau
setelah itu. Perdarahan dengan gejala BAB berdarah ( hematozkhezia)
atau diseteksi dengan test perdarahan tersembunyi ( occut blood test).
Komplikasi didahului dengan penurunan suhu, tekanan darah dan
peningkatan frekuensi.Perforasi intestinal ditandai oleh nyeri akut
24

abdomen, tegang, dan nyeri tekan yang paling nyata dikuadran kanan
bawah abdomen. Pada pemeriksaan perut didapatkan tanda ieus, bising
usus melemah, pekak hati menghilang. Perforasi usus halus dilaporkan
dapat terjadi pada 0,5-3 %, sedangkan perdarahan usus pada 1-10%
kasus demam tifoid anak. pada perforasi usus halus ditandai oleh
nyeri abdomen likal pada kuadran kanan bawah akan tetapi dilaporkan
juga nyeri yang menyelubung.
3,4

o Peritonitis
Biasanya menyertai perforasi tapi dapat terjadi tanpa perforasi.
Ditemukan gejala gejala abdomen akut yakni nyeri perut hebat,
kembung serta nyeri tekan.
c. Hepatitis tifosa
Demam tifoid yang disertai gejala gejala ikterus, hepatomegali dan
kelainan test fungsi hati dimana didapatkan peningkatan SGPT, SGOT dan
bilurubin darah. Hepatitis tifosa asimtomatik dapat dijumpai pada kasus
demam tifoid dengan ditandai peningkatan kadar transaminase, maupun
kolesistitis akut juga dapat dijumpai, sedang kolesistitis kronik yang terjadi
pada penderita setelah mengalami demam tifoid dapat dikaitkan dengan
adanya batu empedu dan fenomena pembawa kuman (karier).
3,4

d. Pankreatitis Tifosa
Komplikasi yang jarang terjadi. Gejala sama dengan gejala
pancreatitis. Penderita nyeri perut hebat yang disertai mual dan muntah warna
kehijauan, meteorismus dan bising usus menurun.
e. Pneumonia
Dapat disebabkan oleh basil Salmonella atau koinfeksi dengan
mikroba lain yang sering menyebabkan pneumonia. Pneumonia sebagai
penyulit sering dijumpai pada demam tifoid.
f. Komplikasi lain
Karena basil salmonella berifat intra makrofag dan dapat beredar
keseluruh tubuh, maka dapat mengenai banyak organ yang menimbulkan
25

infeksi yang bersifat fokal diantaranya osteomielitis, arthritis, miokarditis,
perikarditis,pielonefritis, orkhitis.
3
Miokarditis dapat timbul dengan manifestasi klinis berupa aritmia,
perubahan ST-T pada EKG, syok kardiogenik, infiltrasi lemak maupun
nekrosis pada jantung.
4
Sebagian kasus demam tifoid mengeluarkan baktri Salmonella typhi
melalui urin pada saat sakit maupun setelah sembuh. Sistitis bahkan
pielonefritisdapat juga merupakan penyulit demam tifoid.Proteinuria transien
sering dijumpai, sedangkanglomerulonefritis yang dapat bermanifestasi
sebagai gagal ginjal maupun sindrom nefrotik mempunyai prognosis yang
buruk.
3
Penyulit lain yang dapat dijumpai adalah trombositopenia, koagulasi
intravaskuler diseminata, hemolytic uremic syndrome (HUS), fokal infeksi
dibeberapa lokasi sebagai akibat bakteremia misalnya infeksi pada tulang,
otak, hati, limpa, otot, kelenjar ludah, dan persendian.
4
Relaps yang didapat pada 5-10% kasus demam tifoid saat era pre
antibiotic, sekarang lebih jarang ditemukan. Apabila terjadi relaps, demam
timbul kembali dua minggu setelah penghentian antibiotic. Namun pernah
juga dilaporkan relaps timbul saat stadium konvalesens, saat pasien tidak
demam akan tetapi gejala lain masih jelas dan masih dalam pengobatan
antibiotic. Pada umumnya relaps lebih ringan dibandingkan gejala demam
tifoi sebelumnya dan lebih singkat.
3


PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium :
Darah tepi
Pada pemeriksaan darah rutin, anemia normositik normokromik sering
ditemukan sesudah sakit beberapa minggu dan dihubungkan dengan kehilangan darah
usus atau penekanan sumsum tulang.
3

26

Pada hitung leukosit total terdapat gambaran leukoenia ( 3000-8000 /mm
3
),
limfositosis relative, monositosis, an eosinofiia dan trombositopenia ringan.
Terjadinya leucopenia akibat depresi sumsum tulang oleh endotoksin dan mediator
endogen yang ada. Kejadian leucopenia 25%, dewasa ini hitun leukosit kebanyakan
dalam batas normal atau leukoitosis ringan. Bila terjadi abses bernanah, leukositosis
dapat mencapai 20.000-25.000/mm3.
3,4

Kejadian trombositopenia sehubungan dengan produksi yang menurun dan
destruksi yang meningkat oleh sel sel RES. Trombositopeni dapat mencolok dan
menetap selama satu minggu. Hasil uji fungsi hati sering terganggu, SGOT dan SGPT
seringkali meningkat, tetapi akan kembali menjadi normal setelah sembuh. Kenaikan
SGOT dan SGPT tidak membutuhkan penanganan khusus.
3


Biakan Salmonella
Untuk membantu penegakkan diagnosis, yang dijadikan standar baku adalah
ditemukannya kuman S typhi pada biakan darah, biakan sumsum tulang, biakan getah
empedu, biakan feses (yang paling lazim dikerjakan adalah kultur darah).
3

Biakan darah akan menghasilkan hasil yang positif pada 60-80% penderita
ditemukan pada awal perjalanan penyakit. Hal ini dipengaruhi oleh penggunaan
antibiotik sebelum sampel darah diambil dan jumlah darah yang diambil. Sampel
darah diambil pada minggu pertama timbulnya gejala, biasanya sebanyak 5- 10 ml
darah penderita.
Biakan sumsum tulang akan menghasilkan hasil yang positif pada 80-95 %
kasus, terlepas apakah sebelum sampel diambil sudah ada penggunaan antibiotik atau
belum. Biakan yang berasal dari sumsum tulang memang lebih sensitif dari biakan
darah karena pada dasarnya kuman S typhi lebih banyak berada di sumsum tulang
daripada di darah. Meskipun demikian, sampel dari sumsum tulang lebih sulit untuk
diperoleh daripada sampel darah. Setelah sampel diambil, sampel tersebut akan
ditempatkan dalam medium yang mendukung tumbuhnya kuman S typhi tersebut
(medium empedu). Dalam 48-72 jam, kultur tersebut akan dilihat di bawah
mikroskop apakah terdapat kuman S typhi atau tidak.
2

27

Specimen darah diambil pada minggu I sakit saat demam tinggi. Specimen
feses dan urin pada minggu II dan minggu minggu selanjutnya. Pembiakan
memerlukan waktur kurang lebih 5-7 hari.
3

Pemeriksaan Serologi
Tes widal
Tes Widal dilakukan untuk deteksi antibodi terhadap kuman S. typhi. Pada tes
widal terjadi suatu reaksi aglutinasi antara antigen kuman S.typhi dengan antibody
yang disebut aglutinin. Antigen yang digunakan pada tes Widal adalah suspense
Salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Prinsip test adalah
terjadinya reaksi aglutinasi antara antigen dan agglutinin yang dideteksi yakni aglutin
O dan H.
Pembentukan agglutinin mulai terjadi pada akhir minggu pertama demam,
kemudian meningkat secara cepat dan mencapai puncak pada minggu ke-empat, dan
tetap tinggi selama beberapa minggu. Pada fase akut mula-mula timbul aglutinin O,
sampai puncaknya pada minggu ke 3 sampai ke 5. Agglutinin ini dapat bertahan
sampai lama 6 -12 bulan. Agglutinin H mencapai puncak lebih lama pada minggu ke
4-6 dan menetap dalam waktu lebih lama, sampai 2 tahun kemudian. Pada orang yang
telah sembuh Penggunaan tes Widal dalam membantu diagnosis demam tifoid masih
kontroversial dan tidak dianjurkan.
Ada beberapa factor yang mempengaruhi tes widal yaitu :
1. Pengobatan dini dengan antibiotic
2. Gangguan pembentukan antibody, dan pemberian kortikosteroid
3. Waktu pengambilan darah
4. Daerah endemic dan non endemic
5. Riwayat vaksinasi
6. Faktor teknik pemeriksaan antar laboratorium, akibat aglutinasi silang, dan
strain Salmonella yang digunakan untuk suspense antigen.
4



28

Interpretasi reaksi widal :
3

1. Tidak ada kesepakatan tentang nilai titer patokan. Bergantung endemisitas
daerah masing masing.
2. Batas titer yang dijadikan diagnosis hanya berdasarkan kesepakatan suatu
daerah dan berlaku pada daerah tersebut. Kebanyakan pendapat adalah titer O
1/320 sudah menyokong kuat diagnosis demam tifoid. Karena titer O
merupakan antigen somatik body yang ukurannya lebih besar daripada titer H
yang merupakan flagel dari salmonella typhi
3. Reaksi widal negative tidak menyingkirkan diagnosis tifoid
4. Diagnosis demam tifoid dianggap pasti bila didapatkan kenaikan titer 4 kali
lipat pada pemeriksaan ulang dengan interval 5-7 hari
Tes Widal kurang sensitif dan kurang spesifik untuk diganosis, ditambah lagi
hasilnya bervariasi antar daerah yang satu dengan daerah yang lain. Tes ini
sebenarnya untuk mendeteksi antibodi terhadap antigen O dan H dari S typhi.
Masalahnya, tidak hanya S typhi yang memiliki antigen O dan H ini, tetapi
Salmonella serotype lain juga. Selain itu antigen O dan H pada S typhi juga bereaksi
silang dengan antigen Enterobacteriaceae. Pasien dengan demam tifoid juga tidak
selalu menimbulkan kadar antibodi yang dapat terdeteksi ataupun menunjukkan
kenaikan titer antibodi. Jika diagnosa demam tifoid ditegakkan hanya berdasarkan tes
Widal ini, maka tidak jarang terjadi overdiagnosis.
2

Tes TUBEX
Tes TUBEX

merupakan tes aglutinasi kompetitif semi kuantitatif yang
sederhana dan cepat (kurang lebih 2 menit) dengan menggunakan partikel yang
berwarna untuk meningkatkan sensitivitas. Spesifisitas ditingkatkan dengan
menggunakan antigen O9 yang benar-benar spesifik yang hanya ditemukan pada
Salmonella serogrup D. Tes ini sangat akurat dalam diagnosis infeksi akut karena
hanya mendeteksi adanya antibodi IgM dan tidak mendeteksi antibodi IgG dalam
waktu beberapa menit.
1

29

Walaupun belum banyak penelitian yang menggunakan tes TUBEX ini,
beberapa penelitian pendahuluan menyimpulkan bahwa tes ini mempunyai
sensitivitas dan spesifisitas yang lebih baik daripada uji Widal. Penelitian oleh Lim
dkk (2002) mendapatkan hasil sensitivitas 100% dan spesifisitas 100%.

Penelitian
lain mendapatkan sensitivitas sebesar 78% dan spesifisitas sebesar 89%. Tes ini dapat
menjadi pemeriksaan yang ideal, dapat digunakan untuk pemeriksaan secara rutin
karena cepat, mudah dan sederhana, terutama di negara berkembang.
1

Uji EIA (Enzymme Immunoassay)
Uji EIA (Enzymme Immunoassay) dot didasarkan pada metode untuk
melacak antibodi spesifik IgM dan IgG terhadap antigen OMP 50 kD S. typhi.
Deteksi terhadap IgM menunjukkan fase awal infeksi pada demam tifoid akut
sedangkan deteksi terhadap IgM dan IgG menunjukkan demam tifoid pada fase
pertengahan infeksi. Pada daerah endemis dimana didapatkan tingkat transmisi
demam tifoid yang tinggi akan terjadi peningkatan deteksi IgG spesifik akan tetapi
tidak dapat membedakan antara kasus akut, konvalesen dan reinfeksi. Pada metode
Typhidot-M

yang merupakan modifikasi dari metode Typhidot

telah dilakukan
inaktivasi dari IgG total sehingga menghilangkan pengikatan kompetitif dan
memungkinkan pengikatan antigen terhadap Ig M spesifik.
1
Uji dot EIA tidak mengadakan reaksi silang dengan salmonellosis non-tifoid
bila dibandingkan dengan Widal. Dengan demikian bila dibandingkan dengan uji
Widal, sensitivitas uji dot EIA lebih tinggi oleh karena kultur positif yang bermakna
tidak selalu diikuti dengan uji Widal positif.

Dikatakan bahwa Typhidot-M

ini dapat
menggantikan uji Widal bila digunakan bersama dengan kultur untuk mendapatkan
diagnosis demam tifoid akut yang cepat dan akurat.
1

DIAGNOSIS
a. Diagnosis Klinis
Diagnosis klinis adalah anamnesis dan pemeriksaan fisik untuk
mendapatkan sindrom klinis demam tifoid. Diagnosis klinis adalah diagnosis
30

kerja yang berarti penderita telah dikelola dengan manajemen tifoid. Demam
tifoid dipertimbangkan jika anak demam dan memiliki salah satu tanda
berikut ini:
5
Demam lebih dai 7 hari
Terlihat jelas sakit dan kondisi serius tanpa sebab yang jelas
Nyeri perut, kembung mual, muntah, diare, konstipasi
Delirium
Hepatosplenomegali
Pada demam tifoid berat dapat dijumpai penurunan kesadaran, kejang
dan ikterus
Dapat timbul degan tanda yang tidak tipikal terutama pada bayi muda
sebagai penyakit demam akut dengan disertai syok dan hipotermi.
Sesusai dengan kemampuan mendiagnosis dan tingkat perjalanan tifoid saat
diperiksa, maka diagnosis klinis tifoid diklasifikasikan atas 2 :
4

- Suspek demam tifoid
Dengan anamnesis, pemeriksaan fisik didapatkan gejala demam, gangguan
saluran cerna, dan petanda gangguan kesadaran. Jadi sindrom tifoid
didapatkan belum lengkap, belum dibantu dengan pemeriksaan penunjang.
diagnosis suspek tifoid hanya dibuat pada pelayanan kesehatan dasar.
- Demam tifoid klinis ( probable case)
Termasuk sangat mungkin demam tifoid pada penderita dengan gejala diatas
yang didukung oleh pemeriksaan serologi Widal yang dinyatakan postif.
Pemeriksaan Widal satu kali dengan titer O 1/320, atau bergantung pada
tingkat sensitivitas widal pada masing masing daerah.
b. Diagnosis etiologi
Bila basil salmonella ditemukan maka pasien sudah pasti menderita
demam tifoid atau pemeriksaan serologi widal serial dengan menunjukan
kenaikan titer 4 kali lipat pada interval pemeriksaan 5-7 hari (demam tifoid
konfirmasi / confirm case).
4


31


DIAGNOSIS BANDING
3,4

- Pada stadium dini : influenza, dengue, gastroenteritis, bronchitis dan
bronkopneumonia.
- Beberapa penyakit yang disebabkan mikroorganisme intraselular :
Tuberkulosis, infeksi jamur sistemik, bruselosis, tularemia, shigelosis dan
malaria.
- Demam tifoid berat : sepsis,leukemia, limfoma dan penyakit Hodgkin.

TATA LAKSANA
Sebagian besar pasien demam tifoid dapat diobati di rumah dengan tirah baring,
isolasi yang memadai, pemenuhan kebutuhan cairan, nutrisi serta pemberian
antibiotik. Sedangkan untuk kasus yang berat harus dirawat di rumah sakit agar
pemenuhan cairan, elektrolit serta nutrisi disamping observasi kemungkinan timbul
penyulit dapat dilakukan dengan seksama. Pengobatan antibiotik merupakan
pengobatan utama karena pada dasarnya pathogenesis infeksi Salmonella typhi
berhubungan dengan keadaan bakteriemia.
3


Medikamentosa
1. Antimikroba
Antimikroba segera diberikan bila diagnosis klinis demam tifoid telah dapat
ditegakan, baik dalam bentuk diagnosis konfirmasi, probable maupun suspek.
Kloramfenikol
Masih merupakan pilihan utama pada pengobatan penderita demam
tifoid. Dosis yang diberikan adalah 75mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 kali
pemberian selama 10-14 hari atau sampai 5-7 hari setelah demam turun. Tidak
dianjurkan pada leukosit <2000/ul, dosis maksimal 2 g/hari.
3

Pada kasus dengan malnutrisi atau penyakit, pengobatan dapat
diperpanjang samapi 21 hari, 4-6 minggu untuk osteomielitis akut, dan 4
minggu untuk meningitis. Salah satu kelemahan kloramfenikol adalah
32

tingginya angka relaps dan karier. Namun pada anak hal tersebut jarang
dilaporkan.
3
Ampisilin, Amoksisilin, TMP-SMZ
Ampisilin memberikan respons perbaikan klinis yang kurang apabila
dibandingkan dengan kloramfenikol. Dosis yang dianjurkan adalah
200mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 kali pemberian secara intravena.
3

Amoksisilin dengan dosis 100 mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 kali
pemberian per oral memberikan hasil yang setara dengan kloramfenikol
walaupun penurunan demam lebih lama.
3

Kombinasi trimethoprim sulfametoksazol (TMP-SMZ) memberikan
hasil yang kurang baik dibandingkan kloramfenikol. Dosis yang dianjurkan
adalah TMP 10mg/kg/hari atau SMZ 50 mg/kg/hari dibagi dalam 2 dosis.


Dibeberapa Negara sudah dilaporkan kasus demam tifoid yang resisten
terhadap kloramfenikol. Di India resistensi ganda terhadap kloramfenikol.
Ampisilin, dan TMP-SMZ tejadi sebanyak 49-83%.
3
Sefalosporin Generasi Ketiga
Seftriakson 75mg/kgBB/hari dibagi dalam 1 atau 2 dosis (maksimal 4
gram/hari) selama 5-7 hari, pada demam tifoid tidak diberikan dosis maksimal
(100mg/kgbb) karena kuman akan mati secara tiba-tiba dan melepaskan
toksinnya yang dapat menyebabkan keadaan pasien lebih buruk.

Sefotaksim
150-200 mg/kg/BBhari dibagi dalam 3-4 dosis efektif pada isolate yang
rentan.
3

Cefixime oral 6 mg/kgBB/hari selam 10 hari, diberikan terutama bila
jumlah leukosit <2000/ul atau dijumpai resistensi terhadap S.typhi.

Efikasi
kuinolon baik tetapi tidak dianjurkan untuk anak.
3
Kombinasi Obat Antimikroba
Ampisilin atau amoksisilin dosis 40 mg/kgBB/hari dalam 3 dosis
peroral ditambah dengan probenacid 30 mg/kgBB/hari dalam 3 dosis peroral
atau TMP-SMZ selama 4-6 minggu memberikan angka kesmbuhan 80% pada
karier tanpa penyakit saluran empedu.
3

33

Bila terdapat kolelitiasis atau kolesistitis, pemberian antibiotic saja
jarang berhasil, kolesistektomi dianjurkan setelah pemberian antibiotic
(ampisilin 200mg/kgBB/hari dalam 4-6 dosis IV) selama 7-10 hari, setelah
kolesistektomi dilanjutkan dengan amoksisilin 30 mg/kg BB/hari dalam 3
dosis peroral selama 30 hari.
3
Antimikroba lini pertama untuk tifoid adalah
4
:
- Kloramfenikol
- Ampisilin atau amoxicillim ( aman untuk penderita yang sedang hamil)
- Trimetroprim- sulfametoksazol
Bila pemberian salah satu anti mikroba lini pertama dinilai tidak efektif, dapat
diganti dengan anti mikroba yang lain atau dipilih anti mikroba lini kedua.
Anti mikroba lini kedua untuk tifoid
4
:
- Seftriakson ( diberikan untuk dewasa dan anak)
- Cefixim ( efektif untuk anak)
- Quinolone ( tidak dianjurkan untuk anak < 18 tahun, karena mengganggu
pertumbuhan tulang).
Bila penderita kinis berat sampai toksik atau syok septic, antimikroba yang
efektif adalahpemberian parenteral dan ganda ( 2 macam antibiotic).
4
Kasus demam tifoid yang mengalami relaps diberi pengobatan sebagai kasus
demam tifoid serangan pertama.
3
Relaps adalah kambuh kembali gejala gejala klinis demam tifoid setelah 2
minggu masa penyembuhan. relaps terjadi sehubugan dengan pengobatan yang tidak
adekuat, baik dosis atau lama pemberian antibiotic
.
.
4
Bila penderita dengan riwayat pernah tifoid serta memiliki predisposisi untuk
carier, maka pengobatan pertama adalah golongan quinolone selama 4 minggu (
siprofloksasi 2 x 750 mg atau Norfloksasin 2 x 400 mg ). Monitor kemungkinan
karier dengan biakan feses secara serial, sekurang kurangnya pada saat pulang, 4
minggu dan 3 bulan kemudian dilaksanakan biakan lanjutan untuk mendeteksi
karier.
4

2. Antipiretik
34

Untuk mengurangi rasa tidak nyaman yang timbul akibat demam. Untuk suhu
>38,5
0
C. Untuk anak-anak, bisa digunakan Paracetamol dengan dosis 10-15
mg/kg BB, setiap 4-6 jam.
2,5
3. Kortikosteroid
Pada demam tifoid kasus berat seperti delirium, obtundasi, stupor, koma dan
shock, pemberian deksametason intravena disamping antibiotic yang memadai,
dapat menurunkan angka mortalitas dari 35-55% menjadi 10%. Dapat digunakan
Deksametason dengan dosis awal 3 mg/kg BB diikuti dengan 1 mg/kg BB setiap
6 jam selama 48 jam Dosis 3 mg/kg BB diberikan dalam 30 menit untuk dosis
awal, dilanjutkan dengan 1 mg/kgBB tiap 6 jam sampai 48 jam. Biasanya
diberikan di rumah sakit karena butuh pengawasan ketat.
2,3
4. Tindakan bedah
Demam tifoid dengan penyulit perdarahan usus kadang-kadang memerlukan
transfusi darah. Sedangkan apabila terjadi perforasi, adanya cairan pada
peritoneum dan udara bebas pada foto abdomen dapat membantu menegakkan
diagnosis. Laparotomi harus segera dilakukan pada perforasi usus disertai
penambahan antibiotik metronidazoldan pemasangan nasogastric tubedapat
memperbaiki prognosis.
3
Non medikamentosa
Tatalaksana Non-medikamentosa untuk demam tifoid
4
:
1. Tirah baring (bed rest)
Tirah baring dan perawatan sepenuhnya di tempat seperti makan, minum,
mandi, buang air kecil, dan buang air besar akan membantu dan mempercepat
masa penyembuhan. 3 hari bebas demam, pasien dapat duduk, bertahap
berdiri sampai dengan berjalan, keadaan ini sangatr diperlukan untuk
mencegah terjadinya perforasi usus. Posisi pasien perlu diawasi untuk
mencegah dekubitus.
2. Asupan cairan yang cukup untuk mencegah dehidrasi karena demam
3. Diet
35

Diet merupakan hal yang cukup penting dalam proses penyembuhan penyakit
demam tifoid, karena makanan yang kurang akan menurunkan keadaan umum
dan gizi penderita akan semakin turun dan proses penyembuhan akan semakin
lama.

Beberapa peneliti menunjukkan bahwa pemberian makan padat dini
yaitu nasi dengan lauk pauk rendah selulosa ( menghindari sementara sayuran
yang berserat ) dapat diberikan dengan aman pada pasien demam tifoid.
1

4. Jaga higiene dan kebersihan diri, maupun orang yang merawat .



PROGNOSIS
Prognosis pasien demam tifoid tergantung ketepatan terapi, usia, keadaan
kesehatan sebelumnya, dan ada tidaknya komplikasi. Di Negara maju, dengan terapi
antibiotic yang adekuat, angka mortalitas < 1%. Di Negara berkembang , angka
mortalitasnya >10 %, biasanya karena keterlambatan diagnosi, perawatan, dan
pengobatan. Munculnya komplikasi seperti perforasi gastrointestinal atau perdarahan
hebat , meningitis, endokarditis, dan pneumonia, mengakibatkan morbiditas dan
mortalitas yang tinggi.
3

Relaps dapat timbul beberapa kali. Individu yang mengeluarkan S. ser. Typhi
> 3 bulan setelah infeksi umumnya menjadi karier kronis. Resiko menjadi karier
pada anak-anak rendah dan menigkat sesuai usia. Karier kronik terjadi 1-5% dari
seluruh pasien demam tifoid. Insidens penyakit traktus bliaris lebih tinggi pada karier
kronis dibandingkan dengan populasi umum. Walaupun karier urin kronis dapat
terjadi, hal ini jarang dan dijumpai terutama pada individu dengan skistosomiasis.
3

PENCEGAHAN
Secara umum, untuk memperkecil kemungkinan tercemar S.typhi, maka setiap
individu harus memperhatikan kualitas makanan dan minuman yang mereka
konsumsi. Salmonella typhi di dalam air akan mati apabila dipanasi setinggi 57
0
C
untuk beberapa menit atau dengan proses iodinasi/klorinasi.
3

Untuk makanan, pemanasan samapai suhu 57
0
C beberapa menit dan secara
merata juga dapat mematikan kuman Salmonella typhi. Penurunan endemisitas suatu
36

Negara / daerah tergantung pada baik buruknya pengadaan pengadaan sarana air dan
pengaturan pembuangan sampah serta tingkat kesadaran individu terhadap higiene
pribadi. Imunisasi aktif dapat membantu menekan angka kejadian demam tifoid.
3


VAKSINASI
Vaksin pertama kali ditemukan tahun 1896 dan setelah tahun 1960 efektivitas
vaksinasi telah ditegakkan. Keberhasilan proteksi sebesar 51-88% (WHO) dan
sebesar 67% ( Universitas Maryland ) bila terpapar 105 bakteri tetapi tidak mampu
proteksi bila terpapar 107 bakteri.
3,4

Indikasi vaksinasi adalah bila:
1. Hendak mengunjungi daerah endemic, resiko terserang demam tifoid semakin
tinggi untuk daerah berkembang ( Amerika Latin, Asia, Afrika )
2. Orang yang terpapar dengan penderita karier tifoid
3. Petugas Laboratorium/mikrobiologi kesehatan
Dikenal tiga macam vaksin untuk penyakit demam tifoid, yaitu yang berisi kuman
yang dimatikan, kuman hidup dan komponen Vi dari Salmonella typhi. Vaksin yang
berisi kuman Salmonella typhi, S. paratyphi A, S. paratyphi B yang dimatikan (TAB
vaccine) telah puluhan tahun digunakan dengan cara pemberian suntikan subkutan,
namun vaksin ini hanya memberikan daya kekebalan yang terbatas, disamping efek
samping local pada tempat suntikan yang cukup sering.
4
Vaksin yang berisi kuman Salmonella typhi hidup yang dilemahkan (Ty-21a)
diberikan per oral tiga kali dengan interval pemberian selang sehari, memberi daya
perlindungan 6 tahun. Vaksin Ty-21a diberikan pada anak berumur di atas 2 tahun.
Pada penelitian di lapangan didapat hasil efikasi proteksi yang berbanding terbalik
dengan derajat transmisi penyakit. Vaksin yang berisi komponen Vi dari Salmonella
typhi diberikan secara suntikan intramuscular memberikan perlindungan 60-70%
selama 3 tahun.
3,4

Vaksin hidup oral Ty-21a secara teoritis dikontraindikasikan pada sasaran yang
alergi atau reaksi efek samping berat , penurunan imunitas, dan kehamilan.Bila
diberikan bersamaan dengan obat anti malaria (klorokuin, meflokuin) dianjurkan
37

minimal setelah 24 jam pemberian baru dilakukan vaksinasi. Dianjurkan tidak
memberikan vaksinasi bersamaan dengan obat Sulfonamid atau antimikroba lainnya.
3



INFEKSI SALURAN KEMIH

Infeksi dalam saluran kemih meliputi Infeksi di parenkim ginjal sampai di
kandung kemih dengan jumlah bakteriuria bermakna. Sistitis adalah infeksi di
kandung kemih bagian bawah. Pielonefritis adalah infeksi di parenkim ginjal, isk
bagian atas.

Gejala klinik :
Asimtomatik bakteriuria asimtomatik
Simtomatik :
- neonatus bayi/balita : tidak spesifik, seperti panas, muntah, ruam popok,
hambatan pertumbuhan
- usia sekolah : gejala spesifik, seperti disuria, urgensi, polakisuria, sakit
perut/pinggang, ngompol (enuresis)

Etiologi
- e. coli 60-90%
- lain-lain : proteus, pseudomonas, aerobakter aerogenes, basil gram negative,
difteroid, staphylococcus aureus dll
- rasio jenis kelamin: < 1 tahun l:p = 1:1
> 1 tahun l:p = 1:5-10
Pemeriksaan penunjang
Urin : leukosit 5/LPB, kuman ( gram, biakan, jumlah koloni), kimiawi : nitrit,
reduktase biru metilen.

Terapi
38

Antibiotic pilihan pada anak : amoksisilin, trimetrorim, sefiksim, seftriakson.
Pengobatan selama 5-7 hari. Pengobatan dikatkan efektif bila gejala klinis hilang
disertai biakan menjadi negative paling lama 4 hari setelah pengobatan.

PEMBAHASAN

Diagnosis demam tifoid pada pasien ditegakan berdasarkan anamnesa,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
Pasien adalah seorang anak perempuan usia 11 tahun. Berdasarkan pravelensi
91 % demam tifoid terjadi pada umur 3-19 tahun. Pada anamnessa di dapatkan
keluhan demam selama 7 hari SMRS.demam terutama di rasakan pada malam hari.
Yang membaik dengan obat penurun panas namun hanya sesaat. pada 2 hari SMRS .
demam bertambah tinggi pola demam seperti ini yaitu khas pada demam tifoid yang
disebut step ladder tempratute chart.
Pada pasien demam tidak disertai adanya batuk, pilek, merintih dan sesak
sehingga kemungkinan influenza, pneumonia dapat disingkirkan.
Demam tidak disertai mengigil dan berkeringat banyak, demam terjadi
sepanjang hari serta tidak ada riwayat pasien pergi ke daerah endemis malaria,
sehingga malaria dapat disingkirkan.
Gejala penyerta lain adalah BAB cair pada 1 hari sebelum masuk rumah sakit,
Pada demam tifoid terdapat gejala gastrointestinal dapat berupa diare atau konstipasi
ataupun obstipasi yang kemudian disusul episode diare. Pada demam tifoid terjadi
produksi enterotoksin yang menngkatkan kadar cAMP didalam kripta usus dan
menyebabkan keluarnya elektrolit dan air.
3,4

Berasarkan anamnesis juga didapatkan faktor risiko lain yaitu, pasien gemar
jajan makanan di depan sekolah. Bakteri salmonella typhi masuk bersama makanan
atau minuman kedalam tubuh melalui mulut. Salmonella typhi dapat hidup diluar
tubuh manusia untuk beberapa minggu bila berada dalam air, es, debu, atau kotoran
kering maupun pakaian. Penularan salmonella typhii sebagian besar melalui
minuman/ makanan yang tercemar kuman dari penderita atau pembawa kuman, jalur
39

oro-fekal.
4
selain itu makanan jajanan sekolah yang kita ketahui memiliki higiene
yang kurang.

Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan pasien demam ( 38,3 C), namun
laju nadi dalam batas normal.
3
Pada anak yang menderita tifoid bradikardi relative
jarang terjadi. Bradikardi relative adalah peningkatan suhu tubuh yang tidak diikuti
peningkatan frekuensi nadi.
4

Dehidrasi ringan sedang di dapatkan Pada kelopak mata cekung, mukosa bibir
kering, turgor kurang. Pada pasien juga di dapatkan tifoid tongue berupa lidah kotor
+, putih ditengah.
Pada pemeriksaan widal di temukan S. Typhi O (+) 1/160.S. Typhi H (+)
1/640 S. Paratyphi A-O (+) 1/160, disini menandakan bahwa infeksi masih dalam
keadaan akut dan adanya riwayat demam tifoid sebelumnya.
Pemeriksaan penunjang tubex dilakukan terhadap pasien. Tes tubex dilakukan
saat pasien masuk kebangsal, dan hasil tubex menunjukan positif 6 yang
menunjukkan indikasi kuat adanya infeksi aktif oleh S.typhi. Pemeriksaan serologi
TUBEX sebagai penunjang didasarkan bahwa tes ini sangat akurat dalan diagnosis
infeksi akut karena hanya mendeteksi adanya antibody IgM dan tidak mendeteksi
antibody IgG. tubex dianggap lebih sensitivif dan spesifitas dibandingkan widal. Tes
ini dapat dijadikan pemeriksaan rutin karena cepat, mudah dan sederhana.
1

Tatalaksana pada pasien ini adalah pemberian antibiotik. Antibiotic segera
diberikan bila diagnosis sudah dapat ditegakkan baik dalam bentuk diagnosis
konfirmasi, probable, maupun suspek. Pada pasien ini sudah dalam bentuk diagnosis
konfirmasi.
4

Antibiotik yang diberikan pada pasien ini adalah ceftriakson. Pemilihan
terapi antibotik pada demam tifoid dibagi menjadi lini pertama dan lini kedua. Pada
lini pertama untuk tifoid adalah kloramfenikol, ampisilin, trimetroprim-
sulfametoksazol. Bila pemberian salah satu antimikroba lini pertama tidak efektif,
dapat diganti dengan jenis lainnya atau dengan lini kedua. Pada lini kedua adalah
seftriakson, cefiksim, quinolone.
40

Pemilihan seftriakson mungkin didasarkan oleh dosis pemberian 1- 2 dosis ,
lama pemberian pendek 5-7 hari, cepat menurunkan suhu dan cukup aman untuk anak
serta antimiroba lini pertama dianggap tidak efektif.
4.
namun pada pasien ini diberikan
2 x 1 gr. Dengan dosis 100 mg/kgBB/hari.
Kloramfenikol merupakan pilihan utama pada pengobatan demam tifoid.
Sebagai pertimbangan pada pasien tidak diberikan kloramfenikol adalah karena dosis
pemberian yang lebih sering, 4 kali sehari serta lama pemberian 10-14 hari atau 5-7
hari setelah demam turun. Selain itu kelemahan kloramfenikol adalah tingginya angka
relaps dan karier, meskipun angka tersebut jarang pada anak.
4

Tatalaksana lainnya adalah cairan, pada pasien diberikan KaeN 3B sebanyak
30 tpm per menit. Larutan KaeN 3B dipilih karena pasien mengalami diare, dan
kandungan elektrolit serta gula dalam larutan tersebut telah disesuaikan dengan
komposisi tinja penderita diare non kolera.
Zink diberikan karena bekerja pada jaringan dengan kecepatan turn over pada
saluran cerna dan system imun untuk sintesis DNA dan protein. Dosis zink usia > 6
bulan adalah 20 mg/ hari, dan diberikan selama 10- 14 hari. Tatalaksana farmakologis
suportif diberikan parasetamol karena pasien demam.
Terapi nonmedikamentosa pada pasien adalah dengan tirah baring, bertujuan
mencegah kompilkasi terutama pedarahan dan perforasi. Pada pasien diberikan diit
lunak tanpa serat, hal ini juga dimaksudkan mencegah pedarahan dan perforasi.
Pada pasien ini tidak terdapat komplikasi karena tidak didapatkan gangguan
kesadaran, tanda tanda perdarahan dan perforasi intestinal, peritonitis, ikterik, tanda
tanda radang paru.







41

DAFTAR PUSTAKA

1. Prasetyo,Rizky Vitria; Ismoedijanto. Metode diagnostic Demam Tifoid Pada
Anak.Divisi Tropik dan Penyakit Infeksi, Bagian/ SMF Ilmu Kesehatan Anak
FK UNAIR/RSU Dr. Soetomo Surabaya.
2. Pudjiadi, Antonius, dkk. Pedoman Pelayanan Medis. Ikatan Dokter Anak
Indonesia 2009.
3. Soedarmo, sumarmo S, dkk. Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis. Edisi
Kedua. Cetakan Ketiga. Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2012.
4. Keputusan menteri kesehatan republic Indonesia nomor 364
Menkes/SK/V/2006 tentang Pedoman Pengendalian Demam Tifoid, Menteri
Kesehatan Republik Indonesia. Dr. dr. Siti Fadilah SUpari Sp.Jp(K). 19 mei
2006.
5. Pocket book of hospital care for children. Guidelines for the management of
common illness with limited resources. World health organization. 2005.

You might also like