You are on page 1of 3

Sarapan untuk Masa Depan

Oleh: Abu Bakar Fahmi


i


Dikisahkan dalam Winnie-the-Pooh karya pengarang Inggris Alan A. Milne, suatu
ketika Piglet bertanya pada Pooh, Saat kamu bangun di pagi hari, apa yang pertama kali
kamu katakan pada dirimu sendiri, Pooh? Pooh menjawab, Saya akan berkata, sarapan
apa pagi ini? Kalau kamu? Piglet pun menjawab, Saya penasaran, apa yang menarik yang
akan terjadi hari ini? Pooh pun mengangguk penuh perenungan, lalu berkata, Oh, itu dua
hal yang sama.
Di antara tiga waktu makan setiap hari sarapan, makan siang, dan makan malam,
sarapan lebih sering dilewatkan dari pada dua yang lainnya. Kajian menunjukkan,
sebanyak 16,9 sampai 59 persen anak sekolah dan remaja, serta 31,2 persen orang dewasa
di Indonesia tidak terbiasa sarapan. Di antara mereka yang sarapan, kualitas sarapan yang
dikonsumsi masih tergolong rendah. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementerian
Kesehatan tahun 2010 menunjukkan 44,6 persen anak usia sekolah memakan sarapan
berkualitas rendah, yaitu di bawah 15 persen kecukupan gizi harian (idealnya 15 sampai
30 persen).
Kesibukan sehari-hari membuat banyak orang tidak sempat sarapan. Pelajar dan
mahasiswa tidak sempat sarapan karena buru-buru ke sekolah atau kampus. Pegawai atau
pekerja tidak sarapan karena harus berangkat ke tempat kerja pagi-pagi. Padahal, sesibuk
apapun kita, pilihan apakah hari ini akan sarapan atau tidak tergantung pada kesediaan
kita untuk menyempatkan diri. Merujuk ungkapan Pooh, menyempatkan sarapan di pagi
hari sama dengan kesiapan kita menyambut kejadian menarik yang akan kita temui di hari
itu. Sarapan di pagi hari merupakan wujud penyambutan kita terhadap apapun yang akan
terjadi di hari itu.
Pertanyaan Pooh tentang menu sarapan bukan hanya berarti bahwa kita punya
kemampuan memilih menu sarapan, namun yang lebih bermakna justru sebaliknya:
sarapan yang kita makan sesungguhnya berpengaruh terhadap pilihan aktivitas apa yang
akan kita lakukan sehari-hari. Hidup adalah rangkaian pilihan. Setiap hari kita bebas
memilih aktivitas apapun yang ingin kita lakukan. Kita bebas memilih aktivitas di
sepanjang hari yang membuat hari itu menjadi hari yang paling berarti dalam hidup kita.
Ternyata sarapan berperan penting dalam hal ini.
Terkait aktivitas apa yang akan kita lakukan, dalam psikologi dikenal kendali diri
(self-control), yakni kemampuan kita untuk mengendalikan impuls dan respon otomatis
yang muncul sehari-hari. Alih-alih sarapan, bangun tidur lebih enak tidur lagi, tapi
keinginan untuk tidur lagi harus kita kendalikan karena hari itu kita harus berangkat kerja.
Alih-alih mengambil sebagian anggaran yang menjadi wewenangnya, pejabat publik lebih
memilih menjalankan tugas sesuai prosedur yang berlaku. Kita mengendalikan pikiran,
emosi, dan perilaku kita agar sesuai dengan standar pribadi dan sosial, seperti nilai, norma
sosial, norma hukum, harapan, dan tujuan jangka panjang yang kita tetapkan. Dengan
memiliki kendali diri, kita jadi bisa menentukan apa yang akan kita lakukan untuk
mencapai tujuan pribadi yang ingin kita capai. Kendali diri juga menentukan apa yang akan
kita lakukan sesuai dengan harapan sosial. Dengan kendali diri, kita menahan diri untuk
tidak melakukan tindakan yang bertentangan dengan norma sosial dan hukum karena kita
menyadari bahwa hal itu hanya akan menyuramkan masa depan kita sendiri. Dalam hal ini,
kebebasan kita melakukan apapun dibatasi oleh apapun yang telah kita jadikan sebagai
nilai, norma, dan tujuan buat diri kita sendiri. Lalu, bagaimana sarapan bisa mempengaruhi
kemampuan kita dalam melakukan kendali diri?
Kendali diri membutuhkan energi. Sebagaimana otot yang mengalami kekelahan
setelah melakukan aktivitas fisik, memampuan kita dalam melakukan kendali diri juga
mengalami kelelahan. Energi untuk melakukan kendali diri didapat dari glukosa yang
terkandung dalam makanan yang kita konsumsi. Kesimpulan ini didapat setelah Roy
Baumeister, peneliti psikologi sosial dari Universitas Negeri Florida, bersama koleganya
melakukan penelitian tentang pengaruh makanan terhadap kendali diri.
Dalam salah satu eksperimennya, 67 mahasiwa dibagi dalam tiga kelompok:
partisipan yang memakan biskuit cokelat, partisipan yang memakan sayur lobak, dan
partisipan yang tidak memakan apapun. Pada kelompok partisipan yang memakan, biskuit
cokelat dan lobak dihidangkan sementara mereka hanya boleh memakan makanan yang
sudah ditentukan sebelumnya. Semua partisipan belum makan apapun selama 3 jam
sebelumnya. Di laboratorium tempat eksperimen dilakukan, tercium aroma biskuit cokelat
segar dari dalam oven. Bagi partisipan yang memakan lobak, bau cokelat tentu menjadi
godaan besar yang harus mereka kendalikan. Setelah lima menit partisipan memakan
makanan tersebut, mereka diminta melakukan tugas menyelesaikan teka-teki yang
sebenarnya tidak ada pemecahannya. Peneliti mengukur berapa lama partisipan tersebut
bertahan, terus mencari jawaban teka-teki itu, sebelum akhirnya menyerah. Ternyata dari
tiga kelompok tersebut, partisipan yang memakan lobak lebih cepat menyerah, yakni
setelah 8 menit. Sementara, partisipan yang memakan biskuit cokelat dan yang tidak
makan apapun menyerah setelah 20 menit. Peneliti menyimpulkan bahwa partisipan yang
menahan diri dari godaan memakan colekat mengalami penurunan energi dalam
melakukan kendali diri sehingga menghambat kemampuannya dalam melakukan kendali
diri pada tugas-tugas berikutnya.
Inilah mengapa sarapan berperan penting dalam memberi asupan bagi, tidak hanya
energi untuk aktivitas fisik, tapi juga otak, yakni kemampuan kita dalam melakukan kendali
diri. Orang yang sarapan di pagi hari memiliki kadar glukosa yang lebih tinggi daripada
yang tidak sarapan. Glukosa inilah bahan bakar dalam melakukan kendali diri. Saat menuju
kantor, jalanan yang macet bisa membuat kita emosi. Mengendalikan emosi membutuhkan
energi yang jika tidak terpenuhi bisa menghambat kemampuan kita mengendalikan diri
dalam menghadapi aktivitas berikutnya, misalnya dalam menjalankan tugas di tempat
kerja.
Kemampuan mengendalikan diri dalam menjalankan pekerjaan sehari-hari
merupakan kunci sukses dalam hidup. Kendali diri adalah aspek penting kecerdasan emosi
kita. Jadi, demi masa depan kita, sempatkan sarapan sebelum menjalankan aktivitas sehari-
hari. Dalam hal ini, Pooh tidak hanya bertanya buat diri sendiri, tapi juga buat kita: sarapan
apa Anda pagi ini? []



i
Penulis adalah peminat psikologi sosial. Buku terakhirnya berjudul Mencerna Situs Jejaring Sosial
(Elex Media, 2011).

You might also like