You are on page 1of 11

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA




Pemberian medikamen saluran akar bertujuan untuk mengeliminasi bakteri

yang tidak dapat dihancurkan dengan proses instrumentasi dan irigasi.1,2

Enterococcus faecalis sering ditemukan pada perawatan saluran akar yang gagal dan

dapat menyebabkan infeksi saluran akar yang persisten.4,5 Aloe vera diharapkan dapat

dikembangkan menjadi bahan medikamen saluran akar yang dapat membunuh

mikroba dan bersifat biokompatibel terhadap jaringan.


2.1 Enterococcus faecalis Sebagai Salah Satu Bakteri yang Terdapat pada

Infeksi Saluran Akar

Nama Enterocoque pertama kali digunakan oleh Thiercelin pada surat

kabar di Prancis pada tahun 1899 untuk mengidentifikasi organisme pada saluran

intestinal. Pada tahun 1930, Lancefield mengelompokkan Enterococci sebagai

Streptococci grup D. Kemudian pada tahun 1937, Sherman mengajukan skema

klasifikasi dimana nama enterococci hanya digunakan untuk streptococci yang dapat

tumbuh pada 100C dan 450C, pada pH 9,6 dan dalam 6,5% NaCl dapat bertahan pada

suhu 600C selama 30 menit. Akhirnya pada tahun 1980-an, berdasarkan perbedaan

genetik, enterococci dipindahkan dari genus Streptococcus dan ditempatkan di

genusnya sendiri yaitu Enterococcus.7

Enterococcus faecalis diklasifikasikan dalam Kingdom Bacteria, Filum

Firmicutes, Famili Enterococcaceae, Genus Enterococcus, Spesies Enterococcus






















faecalis. Enterococcus faecalis merupakan bakteri yang tidak membentuk spora, tidak

bergerak, metabolisme fermentatif (karbohidrat menjadi asam laktat), fakultatif

anaerob, kokus gram positif dan tidak menghasilkan reaksi katalase dengan hidrogen

peroksida. Bakteri ini berbentuk ovoid dengan diameter 0,5-1 m dan terdiri dari

rantai pendek, berpasangan atau bahkan tunggal (gambar 1).7



















A


Gambar 1. Koloni Enterococcus faecalis dengan scanning
electron micrograph (40.000x)14


Dinding sel Enterococcus faecalis mengandung sejumlah besar peptidoglikan

dan teichoic acid. Peptidoglikan berperan dalam membantu mempertahankan bentuk

sel bakteri dan berguna sebagai lapisan pelindung terhadap kerusakan oleh tekanan

osmotik internal yang tinggi. Peptidoglikan terletak di luar membran sitoplasma

sehingga diindikasikan sebagai target potensial bahan antimikroba.13,14 Teichoic acid

terletak diantara lapisan membran sitoplasma dan peptidoglikan yang berfungsi

menjaga fungsi selubung sel dan sebagai pertahananan permeabilitas eksternal

bakteri.14




















Enterococcus faecalis merupakan flora normal komensal pada gastrointestinal

dan rongga mulut. Akan tetapi, dapat menjadi mikroorganisme patogen penyebab

infeksi pada luka, bakteremia, endokarditis, meningitis.11 Bakteri ini sering

ditemukan pada infeksi rongga mulut, periodontitis marginalis, infeksi saluran akar,

abses periradikular dan sering terdeteksi pada kasus terapi endodontik yang gagal

termasuk pada pengisian saluran akar dengan periodontitis apikalis yang persisten

(Tabel 1).6,7


Tabel 1. PREVALENSI Enterococcus faecalis PADA PERAWATAN SALURAN
AKAR YANG GAGAL DISERTAI PERIODONTITIS APIKALIS6

Peneliti/tahun

Jumlah
pegisian
saluran

Jumlah pengisian
saluran
akar dengan
pertumbuhan bakteri

Prevalensi
Enterococcus
faecalis

Metode
akar
Engstrom, 1964
Moller, 1966
54
264
21
120
5/21=24%
34/120=28%
Culture
Culture
Molander et al., 100 68 32/68=47% Culture
1998
Sundqvist et al., 54 24 9/24=38% Culture
1998
Peciuliene et al., 25 20 14/20=70% Culture
2000
Peciuliene et al., 40 33 21/33=64% Culture
2001
Hancock et al., 54 33 10/33=33% Culture
2001
Pinheiro et al., 60 51 27/51=53% Culture
2001
Pinheiro et al., 30 24 11/24=46% Culture
2003
Siqueira & Rocas, 22 22 17/22=77% PCR
2004
Gomes et al.,
2004
Rocas et al., 2004
19
30
19
30
6/19=32%
20/30=67%
Culture
PCR


Enterococcus faecalis dapat bertahan hidup di saluran akar sekalipun dalam

lingkungan yang merugikan dengan nutrisi yang terbatas. Enterococcus faecalis dapat


















berpenetrasi ke dalam tubulus dentin, berkolonisasi dan dapat bertahan hidup tanpa

bantuan bakteri lain (gambar 2) serta resisten terhadap bahan medikamen saluran

akar.7 Enterococcus faecalis resisten terhadap pemberian Ca(OH)2 di dalam saluran

akar karena Enterococcus faecalis dapat mempertahankan pH tetap homeostasis. Hal

ini terjadi akibat kemampuan buffering dari sitoplasma Enterococcus faecalis dan

adanya mekanisme proton pump yang efektif mempertahankan pH sitoplasma tetap

optimal.4,7






























Gambar 2. Scanning electron microscopy (a) Beberapa permukaan saluran akar tertutup oleh
biofilm Enterococcus faecalis (x1500), (b) Permukaan saluran akar tertutup sempurna
oleh biofilm Enterococcus faecalis (x3000), (c) Bukti bahwa seluruh permukaan
tertutupi biofilm Enterococcus faecalis (x3000), (d) Bakteri berpenetrasi ke dalam
tubulus dentin (x5000).17


Virulensi


Enterococcus


faecalis


disebabkan


kemampuannya


dalam

pembentukan kolonisasi pada host, dapat bersaing dengan bakteri lain, resisten

terhadap mekanisme pertahanan host, menghasilkan perubahan patogen baik secara























langsung melalui produksi toksin atau secara tidak langsung melalui rangsangan

terhadap mediator inflamasi. Faktor-faktor virulen yang berperan adalah komponen

aggregation substance (AS), surface adhesion, sex pheromones, lipoteichoic acid

(LTA), extracelullar superoxide production (ESP), gelatinase, hyalurodinase, AS-48

dan cytolysin. 8,15
































Gambar 3. Sebuah model penyakit endodontik terkait dengan faktor-faktor virulensi Enterococcus
faecalis. faktor-faktor virulensi bakteri dalam tubulus dentin dan saluran akar yang dilepas
menuju daerah periradikular sehingga merangsang leukosit untuk menghasilkan mediator
inflamasi atau enzim litik. Beberapa bakteri dapat berpindah ke lesi periradikular. Faktor-
faktor virulensi yang merugikan dan produk leukosit ditampilkan pada zona antara garis
potong. Pada gambar yang diperbesar, menggambarkan perlekatan bakteri ke berbagai
elemen dari dentin. Produk bakteri melawan bakteri lain juga dimasukkan. Perhatikan
bahwa nama dalam kotak hitam adalah produk dari bakteri. Singkatan: Adh (surface
adhesion); AS (aggregation substance); Bact (bacteriocins), BS (binding substance); CP
(collagen peptides); Cyl (cytolysin); Ef (Enterococcus faecalis); Elas (elastase); Gel
(gelatinase); Hya (hyaluronidase); H2O2 (hydrogen peroksida); IFN- (gamma
interferon);
IL (interleukin); LE (lysosomal enzim); LTA (lipoteichoic acid); NO (nitrat oxide); O2-
(superoxide anion); PGE2 (Prostaglandin E2); SP (sex pheromones); dan TNF (tumor
necrosis factor).8



















Hubungan penyakit endodontik dengan faktor-faktor virulensi Enterococcus

faecalis dapat ditunjukkan pada gambar 3. Dari gambar terlihat produk bakteri berupa

cytolysin, AS-48 dan bacteriosin menyebabkan Enterococcus faecalis dapat

menghambat pertumbuhan bakteri lain yang ada di dalam saluran akar. Hal ini

menjelaskan rendahnya jumlah bakteri lain pada infeksi endodontik yang persisten

sehingga Enterococcus faecalis menjadi mikroorganisme dominan pada saluran

akar.8,15

Enterococcus faecalis mengkontaminasi saluran akar dan membentuk koloni

di permukaan dentin dengan bantuan LTA, sedangkan AS dan surface adhesion

berperan pada perlekatan di kolagen. AS juga berperan sebagai mediasi antara donor

dan resipien bakteri, serta merupakan ikatan mediasi extracellular matrix (ECM)

protein, termasuk kolagen tipe I. Dengan kemampuannya untuk tetap berada pada

kolagen menjadi penyebab penting dalam infeksi endodontik. Bakteri ini mampu

mengadakan kolonisasi yang baik pada permukaan protein serta membentuk biofilm

pada dindingdinding dentin. Hal inilah yang menyebabkan bakteri dapat tetap

bertahan pada saluran akar dan resisten terhadap efek bakterisidal kalsium

hidroksida.8

Selain membantu perlekatan, AS juga berperan sebagai faktor protektif bakteri

yang melawan mekanisme pertahanan host melalui mekanisme media reseptor

dengan cara pengikatan neutrofil sehingga Enterococcus faecalis menjadi tetap hidup

walaupun mekanisme fagositosis aktif berlangsung.8 Superantigen yang diproduksi

bakteri dapat menginduksi inflamasi melalui stimulasi dari limfosit T, diikuti dengan

masuknya hasil pelepasan dari sitokin inflamasi. Sitokin TNF- dan TNF-



















diimplikasikan dalam terjadinya resorpsi tulang, sedangkan IFN- diketahui

menstimulasi produksi makrofag dan neutrofil yang menyebabkan kerusakan

jaringan.8

LTA dan sex pheromones memodulasi proses inflamasi lokal dengan cara

menstimulasi leukosit untuk melepas beberapa mediator yang ikut berperan dalam

kerusakan periradikular.7 LTA menstimulasi leukosit untuk melepas beberapa

mediator inflamasi berupa TNF-, IL-1, IL-6, IL-8 dan superoxide anion serta

pelepasan prostaglandin E2 dan enzim lisosomal. Hal ini menyebabkan apoptosis

pada sel-sel (osteoblas, osteoklas, jaringan ikat ligamen periodontal) sehingga

berakibat terjadinya lesi periradikular.8

Sex pheromones berperan dalam menginduksi produksi superoxide dan

sekresi enzim lysosomal. Enzim ini akan mengaktivasi sistem komplemen yang dapat

berkontribusi terhadap resorpsi tulang dengan menghambat pembentukan tulang.

Extracellular superoxide yang diproduksi bakteri tersebut merupakan oksigen radikal

reaktif yang berperan dalam resistensi antibiotik, kolonisasi, kerusakan jaringan,

termasuk inflamasi, lesi periapikal dan resorpsi tulang.8

Faktor virulensi yang menyebabkan perubahan patogen secara langsung

adalah gelatinase, hyaluronidase, cytolysin dan extracellular superoxide anion.

Gelatinase dapat menghidrolisasi kolagen, fibrinogen, hemoglobin sehingga berperan

dalam patogenesis inflamasi periapikal.8,15 Hyaluronidase sebagai asam hyaluronik,

berperan mengadakan degradasi matriks organik dentin serta dapat menyediakan

nutrisi berupa disakarida hasil degradasi yang ditransport dan dimetabolisme secara





















intraseluler oleh bakteri dan serum yang berada pada cairan tubulus dentin. Cytolysin

(hemolisin) menyebabkan kerusakan jaringan dan penyakit periodontal.7,8


2.2 Lidah Buaya (Aloe vera/Aloe barbadensis Miller)

Lidah buaya merupakan tanaman asli Ethiopia dan berkembang di beberapa

pegunungan di Afrika, Madagaskar, semenanjung Arabia, dan beberapa kepulauan di

sekitar Benua Afrika. Pendapat lain menyebutkan bahwa lidah buaya berasal dari

Bombay yang kemudian menyebar ke seluruh pelosok dunia termasuk ke Indonesia

pada abad ke-17.18 Tanaman ini mempunyai nama yang bervariasi, yaitu Ghikumar

(India), kumari (Sanskrit), laloi (Haiti), lohoi (Vietnam), luhui (China), nohwa

(Korea), rokai (Jepang), sabilla (Kuba), subr (Arab), crocodiles tongues (Inggris),

Jadam (Malaysia), savilla (Spanyol) dan natau (Filipina).10

Para ahli botani menemukan lebih dari 350 spesies yang berbeda dari lidah

buaya yang termasuk dalam suku Liliceae. Tiga jenis lidah buaya yang

dibudidayakan secara komersial di dunia yaitu Aloe barbadensis Miller, Aloe perryi

Baker, Aloe ferox Miller. Jenis lidah buaya yang paling banyak dimanfaatkan adalah

jenis Aloe barbadensis Miller yang ditemukan Philip Miller pada tahun 1768.10,11

Aloe barbadensis Miller mempunyai nama lain Aloe vera (gambar 4). Menurut

taksonominya, Aloe vera diklasifikasikan berdasarkan Kingdom Plantae, Divisi

Spermatophyta,

Subdivisi

Angiospermae,

Kelas

Monocotyledoneae,

Bangsa

Liliflorae, Suku Liliceae, Genus Aloe, dan Spesies Aloe vera.10,18

















































Gambar 4. Aloe Barbadensis Miller (Aloe vera)


Aloe vera berakar serabut pendek dan batangnya tidak terlihat jelas. Daun

berdaging tebal, tidak bertulang, berwarna hijau keabuan, mempunyai lilin di

permukaan dan memiliki duri tumpul dibagian pinggir daun. Bentuk daun lebar di

bagian bawah dengan pelepah bagian atas cembung. Bunganya berwarna kuning.

Aloe vera berkembang biak secara vegetatif melalui anakan.10 Tanaman ini mampu

tumbuh di daerah basah atau kering dan dapat ditanam di tempat terbuka atau di

dalam ruangan dengan suhu lingkungan optimal 16-330C. Keistimewaan tanaman ini

mudah diperbanyak dan tidak memerlukan perawatan intensif, baik di lahan

pekarangan maupun dalam pot serta dapat diproduksi melalui sistem hidroponik atau

secara organik (dengan pupuk kandang dan tanpa pestisida).18

Aloe vera banyak dimanfaatkan sebagai bahan baku industri obat (farmasi),

bahan kosmetika, serta bahan baku produk olahan makanan dan minuman. Sejak

dahulu, tanaman ini sudah digunakan untuk mengobati berbagai penyakit, seperti

sembelit, wasir, batuk rejan, pencahar, dan cacingan. Sementara itu, di bidang







C











kosmetika, lidah buaya sering dipakai sebagai pencuci, penyubur rambut, dan

penghalus kulit.10,18

Kandungan Aloe vera tersusun oleh 99,5% air dan dengan total padatan

terlarut hanya 0,49% selebihnya mengandung lemak, karbohidrat, protein dan

vitamin.10 Komponen yang terkandung dalam Aloe vera adalah antrakuinon (aloe-

emodin, aloetic acid, anthranol, aloin, barbaloin, ester asam sinamat), enzim

(oksidase, amilase, katalase, lipase, protease, bradikinase, selulase, alkalin fosfatase,

asam fosfatase), tanin, saponin, lignin, asam salisilat, sakarida (selulosa, glukosa,

mannosa, aldopentosa, rhamnosa, glukomannan, acemannan), vitamin (vit B1, vit B2,

vit B6, vit C, -karoten, cholin, asam folat, -tocopherol), mineral (aluminium,

magnesium, zinc, kalsium, mangan, kromium, ferum, fosfor, sodium, tembaga,

ferum), asam amino esensial dan non esensial, protein, sterol, magnesium laktat,

senyawa antiprostaglandin.10,11,18

Zat-zat yang bersifat antibakteri adalah: antrakuinon, saponin, tanin dan

acemannan.10,11,18 Antrakuinon memiliki gugus quinon yang dapat membuat protein

menjadi tidak aktif dan kehilangan fungsi. Tanin merupakan senyawa golongon

fenolik, bersifat antimikroba karena mampu menginaktivasi adhesin mikroba, enzim,

dan protein transport cell envelope.19 Saponin bersifat sebagai sabun/deterjen.10,11

Sifat ini membuat senyawa ini terkonsentrasi pada permukaan sel. Ujung hidrofobik

deterjen akan berikatan dengan ujung hidrofobik protein dengan menggeser sebagian

besar ujung lipid yang terikat. Ujung polar deterjen merupakan suatu ujung bebas

sehingga membawa protein ke dalam larutan sebagai suatu kompleks deterjen-





















protein, yang biasanya juga mengandung beberapa lipid residual. Sifat ini

menyebabkan senyawa ini mampu melarutkan protein membran.20

Acemannan (Acetylated mannosa) merupakan salah satu komponen

polisakarida

yang

memiliki

aktifitas

antimikroba

dengan

kemampuannya

menstimulasi leukosit fagositik. Acemannan mampu untuk memulihkan dan

meningkatkan kekebalan tubuh dengan merangsang produksi makrofag dan

meningkatkan aktifitas limfosit T. Acemannan juga menghasilkan agen kekebalan

tubuh seperti interferon dan interleukin yang membantu dalam menghancurkan virus,

bakteri, dan sel-sel tumor.11

Hasil penelitian menunjukkan gel Aloe vera memiliki efek antibakteri dengan

konsentrasi di atas 70% (Zimmerman, 1969 cit Kathuria, 2011),11 perasan daun Aloe

vera memiliki daya antibakteri terhadap Streptococcus mutans pada konsentrasi

25%.12 Powder dan ekstrak etanol Aloe vera memiliki daya antibakteri terhadap

Fusobacterium nucleatum dengan nilai MBC 20% dan 50% dan memiliki efek

antifungal terhadap Candida albicans dengan nilai MIC 2,5% dan 21%.13

You might also like