Professional Documents
Culture Documents
1. Pendahuluan
Sektor Pendidikan Nasional memasuki perkembangan baru setelah Undang-Undang
(UU) No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (SPN) berlaku efektif terhitung
tanggal 8 Juli 2003. Dalam prosesnya UU-SPN ini mendapat sorotan dari masyarakat dan
para pelaku disektor pendidikan, baik yang pro maupun yang kontra. Namun demikian,
berlakunya UU-SPN yang baru ini telah menjadi tonggak sejarah perkembangan Sistem
Pendidikan Nasional dimasa depan yang penuh tantangan.
Perkembangan beberapa besaran makro ekonomi nasional sudah mulai memperlihatkan
tanda-tanda membaik, walaupun bagi sebagian pengamat berpendapat bahwa perbaikan
ekonomi kita seharusnya masih bisa lebih dipercepat lagi. Menyongsong diberlakukannya
ekonomi pasar bebas dimana kompetisi dan globalisasi menjadi ciri utama, maka tuntutan
tersedianya Sumber Daya Manusia (SDM) dengan daya saing tinggi menjadi suatu
keharusan. Secara umum kualitas SDM kita masih tertinggal cukup jauh. Laporan United
Nation Development Programme (UNDP) 2003 yang memberikan Human Development
Index sebesar 0.682 hanya menempatkan Indonesia di peringkat ke-112 dari 175 negara.
Kenyataan ini menunjukkan bahwa masih diperlukan berbagai usaha dan kerja keras untuk
1
) Makalah disampaikan dalam “Workshop Kerangka Penjenjangan Kompetensi SDM dan
Kebutuhan Tenaga Kerja di Industri”, Pusat Pembinaan dan Pengembangan Program Diploma
(P4D), Bandung, 16-17 Oktober 2003.
2
) Senior ICT Specialist dan Infrastructur Economist. Berkerja di BAPPENAS sebagai Kasubdit
Pengembangan dan Pemanfaatan Energi. Tulisan ini adalah pendapat pribadi penulis dan tidak
harus mencerminkan kebijakan instansi tempat penulis berkerja. Kontak:
esatriya@bappenas.go.id, satriyaeddy@yahoo.com
/var/www/apps/collegelist/repos/collegelist/trunk/collegelist/tmp/scratch8/2402229.doc Page 1 of 9
meningkatkan kualitas SDM kita, khususnya tenaga kerja yang mampu bersaing secara
regional maupun internasional.
Sementara itu seperti disampaikan langsung oleh Presiden Megawati di depan sidan
DPR bulan Agustus 2003 lalu, angka pengangguran secara perlahan namun pasti terus
merayap naik mencapai 40 juta orang, termasuk yang berstatus setengah penganggur. Hal
ini semakin menjadi tantangan dalam menyiapkan tenaga kerja terdidik dan berkeahlian.
Dalam kondisi seperti ini sudah seharusnya jajaran Kementerian Pendidikan Nasional terus
melanjutkan pengembangan SDM nasional secara terpadu dan terarah.
Program Pendidikan Diploma menjadi semakin penting mengingat kebutuhan tenaga
kerja di masa mendatang semakin ditentukan oleh banyak faktor, terutama yang bertumpu
kepada kemampuan atau berbasis kompetensi dalam menjawab berbagai tantangan dalam
tatanan ekonomi baru. Tatanan ekonomi baru ditandai antara lain dengan terjadinya
transformasi ekonomi industri kepada suatu bentuk ekonomi baru yang didukung oleh
telekomunikasi, teknologi informasi (IT), dan jaringan multimedia semakin pintar.
Dalam situasi seperti inilah akan makin terasa pentingnya keahlian yang dimiliki oleh
SDM nasional serta semakin pentingnya peranan mereka dalam memanfaatkan berbagai
momentum ekonomi yang bisa datang secara mendadak dan tidak sempat diprediksi secara
teliti jauh-jauh hari. Beberapa negara yang juga tergolong developing countries seperti
India, China dan Phillipines telah memetik hasil dari dan berhasil memanfaatkan fenomena
new economy untuk kemajuan bangsanya.
/var/www/apps/collegelist/repos/collegelist/trunk/collegelist/tmp/scratch8/2402229.doc Page 2 of 9
Selanjutnya guna memenuhi permintaan pasar tenaga kerja, telah di kembangkan pula
jalur pendidikan Diploma II dan Diploma III di 19 sekolah politeknik kerekayasaan dan tata
niaga serta 6 sekolah politeknik pertanian. Sistem sekolah politeknik dibangun dengan
kapasitas 23 ribu mahasiswa, yang maksimal dapat menghasilkan 7.300 lulusan di bidang
rekayasa, tata niaga dan pertanian.
Dengan merujuk kepada Kerangka Pengembangan Pendidikan Tinggi Jangka Panjang
1996-20052, berikut ini adalah kutipan dari misi Sistem Pendidikan Tinggi untuk jejang
diploma dan S-1 yang telah disesuaikan dengan wawasan masa depan hingga 2018. Yaitu
menyelenggarakan fungsi kelembagaan pendidikan tinggi untuk “Menghasilkan anggota
masyarakat yang bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak tinggi, berbudaya
Indonesia, bersemangat ilmiah, serta memiliki kemampuan akademik dan suatu profesional
dan sanggup berkinerja baik di lingkungan kerjanya, serta mampu menerapkan ilmu
pengetahuan dan teknologi serta mengembangkan kemampuan diri terhadap tuntutan
kemajuan di bidangnya, dan berperan dalam pemeliharaan dan operasi proses produksi, bagi
lulusan jenjang Diploma dan S-1. “
Sayangnya, mencermati perkembangan pendidikan diploma akhir-akhir ini dan
berdasarkan wawancara kami dengan para pejabat di berbagai instansi terkait ternyata
belum terlihat adanya rencana pengembangan jenjang pendidikan diploma menyeluruh atau
komprehensif baik yang ada di PTN, PTS, maupun di berbagai Politeknik. Hal ini tercermin
dengan dikelompokkannya program pendidikan diploma kedalam kelompok vokasional.
Gambaran lebih lengkap ruang lingkup SPN sesuai dengan UU yang baru dan
khususnya posisi program diploma (dalam lingkaran merah) dapat dilihat pada Gambar 1.
/var/www/apps/collegelist/repos/collegelist/trunk/collegelist/tmp/scratch8/2402229.doc Page 3 of 9
Gambar 1
/var/www/apps/collegelist/repos/collegelist/trunk/collegelist/tmp/scratch8/2402229.doc Page 4 of 9
Saunders et all3. (1994) menyatakan bahwa manfaat terbesar dari telekomunikasi
antara lain adalah ketersediaan informasi pasar secara instan; efisiensi yang tinggi dalam
transportasi; membaiknya pembangunan regional; memudahkan akses ke daerah terpencil;
meningkatnya kemampuan fasilitas keamanan khususnya kondisi darurat; dan memudahkan
koordinasi berbagai aktivitas internasional. Hornik4 (1990) mempertimbangkan
telekomunikasi sebagai komplemen terhadap pembangunan. Dengan menggunakan
telekomunikasi manfaat dari pembangunan dapat dengan cepat didistribusikan kepada
seluruh kehidupan ekonomi. Telematika khususnya telekomunikasi oleh Wellenius5 (1992)
dianggap sebagai salah satu faktor produksi yang penting saat ini disamping tenaga kerja
dan modal. Keberhasilan pembangunan beberapa negara maju seperti Amerika Serikat telah
diakui oleh Al Gore6 (1994) sebagai manfaat telekomunikasi yang berhasil membawa
kemajuan ekonomi, memperkuat demokrasi, meningkatkan kemampuan managemen
lingkungan dan kesehatan.
Namun kemajuan telematika yang tidak seimbang antarnegara; antarwilayah,
antarkota dan antarkecamatan juga dapat membawa kepada apa yang dikenal dengan digital
divide. Tyler (1981) telah memperlihatkan bahwa dalam suatu kondisi tertentu, telematika
dapat dipertimbangkan sebagai counter-productive karena manfaat terbesar hanya diperoleh
oleh segelintir orang atau sektor tertentu atas biaya ekonomi nasional. Daleiden (1990) juga
mensinyalir sejalan dengan meningkatnya dan bertambahnya jenis jasa pelayanan
telematika, maka kompleksitas tersebut dapat melibatkan biaya sosial (social cost) yang
besar dalam hal investasi dan consumer confusion.
Berbagai sifat dan kemajuan yang bisa dijanjikan telematika seperti diuraikan telah
mewarnai secara dominan kondisi industri dalam periode new economy. Memang belum
ada orang yang dapat memprediksi kapan new economy akan berakhir. Namun demikian
diperkirakan tenggang waktu 5 sampai 10 tahun kedepan masih akan dipengaruhi oleh new
economy yang berdasarkan kepada revolusi informasi dan segala varian teknologinya yang
termasuk kedalam sektor telematika.
Beberapa ciri utama new economy seperti diuraikan oleh Don Tapscott7 dalam Digital
Economy (1996) meliputi: (1) knowledge based; (2) digital; (3) molecular; (4) virtual; (5)
networking; (6) immediacy; (7) disintermediation; (8) globalization; (9) innovation based;
(10) discordance; (11) prosumption; dan (12) converging industry.
Namun demikian, ditinjau dari sisi ilmu ekonomi perbedaan mendasar antara new
economy atau lebih dikenal dengan economics of information dengan “old” economy atau
economics of things terletak pada 5 hal prinsip seperti dijabarkan oleh Phillip Evans dan
/var/www/apps/collegelist/repos/collegelist/trunk/collegelist/tmp/scratch8/2402229.doc Page 5 of 9
T.S. Wurster8 (2000). Perbedaan tersebut adalah (1) jika mereplikasi sesuatu produk dalam
ekonomi konvensional memerlukan ongkos cukup besar, maka informasi dapat direplikasi
dengan ongkos mendekati nihil; (2) sesuatu itu akan cepat aus, sementara informasi tidak;
(3) sesuatu harus eksis atau ada di suatu tempat tertentu untuk dilihat dan diperdagangkan,
tetapi informasi bisa datang dari mana saja; (4) ekonomi konvensional memiliki sifat
diminishing return, tetapi ekonomi di era informasi tidak memilikinya; dan (5) sesuatu
produk akan konsisten untuk pasar yang sempurna, sementara ekonomi informasi tidak
memerlukan pasar yang sempurna (perfect market).
Dengan demikian dengan adanya new economy di era globalisasi dan kompetisi ini pada
gilirannya juga akan merubah struktur berbagai industri.
4. Tantangan dan Prospek Program Diploma dalam Mengisi Pasar Tenaga Kerja di Era
New Economy
Struktur ekspor Indonesia hingga saat terjadinya krisis moneter dan ekonomi pada tahun
1997 masih saja mengandalkan produk-produk bernilai tambah rendah dari industri padat
karya. Sedangkan pada saat yang sama China, India, Phillipines bahkan Vietnam telah
beranjak kepada produk IT dan produk lain yang bernilai tambah tinggi. Akibatnya tenaga
kerja Indonesia menjadi tidak murah lagi dibandingkan dengan tenaga kerja yang dimiliki
negara lain yang memiliki tingkat produktivitas yang lebih baik. Hal ini menjadi tantangan
utama, karena terkait erat dengan rencana investasi.
Tantangan berikutnya adalah berlakunya AFTA maupun WTO pada saat kita masih
belum pulih dari krisis ekonomi. Hal ini diperkirakan menjadi tantangan yang tidak mudah
karena produsen tidak harus berlokasi di Indonesia. Untuk jenis produk dan proses
pemasaran yang telah mampu memanfaatkan telematika, maka mereka akan mencari negara
dengan tingkat keamanan yang lebih baik dan risk yang lebih rendah. Sementara kita masih
cenderung hanya menjadi pasar.
Dalam 20 tahun kedepan diperkirakan struktur perekonomian Indonesia akan
didominasi oleh sektor jasa, mencapai sekitar 48 %9. Sementara itu pengelolaan suatu jenis
jasa dan industri sudah tidak lagi bertumpu kepada satu mata rantai produksi. Maka menjadi
tantangan pula untuk mengisi lapangan kerja di sektor industri yang mengutamakan
berbagai kegiatan outsourcing yang semakin banyak.
Sementara itu diberlakukannya UU No.22 Tahun 1999 dan UU No 25 Tahun 1999, tidak
pelak lagi semakin membuka akses partisipasi ekonomi ke daerah. Kekurangan SDM di
daerah pada umumnya akan dapat diisi oleh SDM yang sudah berpengalaman dan
/var/www/apps/collegelist/repos/collegelist/trunk/collegelist/tmp/scratch8/2402229.doc Page 6 of 9
mempunyai kompetensi baik disuatu daerah yang sama atau dari daerah lain. Alur
reformasi, otonomi dan tahapan pelaksanaan yang membutuhkan SDM dapat dilihat pada
Box.110.
Penetrasi tenaga kerja dari satu
wilayah ke wilayah lain akan sangat
ditentukan oleh skill yg sudah dimiliki.
Hal ini hanya bisa dikerjakan oleh mereka
yang sudah terasah pengalaman
prakteknya. Dengan kata lain, peluang
SDM berkeahlian yang bisa disediakan
oleh pendidikan program diploma
semakin besar.
/var/www/apps/collegelist/repos/collegelist/trunk/collegelist/tmp/scratch8/2402229.doc Page 7 of 9
Hal ini didukung oleh berbagai fakta dan kenyataan yang ada selama ini yang telah
diberikan oleh program Diploma, meliputi: (1) waktu study yang relatif lebih pendek; (2)
flexibilitas lamanya study yang dipilih bisa disesuaikan dengan preference mahasiswa
masing-masing; (3) Gaji awal yang tidak terlalu besar sehingga memudahkan untuk masuk
pasar kerja; dan (4) mutu lulusan selama in tidak kalah bersaing karena kebanyakan
mahasiswa program diploma memang terlatih, terampil dan banyak dari lulusan SMU yang
memang relatif lebih baik dibanding yang dari kejuruan.
________
CATATAN AKHIR
/var/www/apps/collegelist/repos/collegelist/trunk/collegelist/tmp/scratch8/2402229.doc Page 8 of 9
1
Ditjen Dikti, Kerangka Pengembangan Pendidikan Tinggi Jangka Panjang 1995-2005, dapat juga di down
load di http://www.dikti.org/kpptjp/kpptjp.html
2
Ibid
3
Saunders, et.all. Telecommunication and Economic Development. John Hopkins Univeristy Press, Baltimore,
1994
4
Hornik, R. "Communications as Complement in Development". Journal of Communications, Vol. 30. No.2,
Spring 1990.
5
Wellenius, B. Telecommunications, World Bank Experience and Strategy. Washington, 1994
6
Gore, Al. Plugged into the world's knowledge, Financial Times, September 19th, 1992.
7
Tapscott, Don, Digital Economy 1996, New York, USA
8
Evans, Phillip and T.S Wurster, Blown to Bits, 2000, HBSP
9
BAPPENAS dan UNSFIR, Indonesia 2020: Lonr Term and Priprities, tidak dipublikasikan, hanya kalangan
terbatas.
10
Satriya, Eddy, dan Suyono Dikun, makalah Disampaikan dalam Seminar Nasional Quality In Research
Fakultas Teknologi-
Universitas Indonesia
Depok, 7 Agustus 2002.