Professional Documents
Culture Documents
Laporan Daytrip1 Citarum - MPSDA 08
Laporan Daytrip1 Citarum - MPSDA 08
LAPORAN
KUNJUNGAN LAPANGAN
(DAYTRIP)
27 – 28 April 2009
Karyasiswa :
MOKHAMAD ALKHAMD DARMANSYAH
95008033
PROGRAM STUDI
MAGISTER PSDA ‐ ITB
KERJASAMA BALAI PKTK SDA PUSBIKTEK
DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM
DAFTAR ISI
Bab I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Maksud dan Tujuan. 1
1.3 Lingkup Kegiatan. 2
Bab II GAMBARAN UMUM
2.1 Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum Hilir 3
2.1.1 Data Dasar Wilayah Sungai Citarum 3
2.1.2 Sistem Sungai 4
Bab III TAMBAK PANDU KARAWANG 6
Bab IV PANTAI PONDOK BALI 8
Bab V WADUK SERBAGUNA IR. H. DJUANDA, JATI LUHUR 9
Bab VI BENDUNG CURUG 11
Bab VII PENUTUP 17
BAB I.
PENDAHULUAN.
1.1. Latar Belakang.
Pengelolaan sumber daya air merupakan aspek yang sangat penting untuk keberhasilan
suatu pembangunan, karena air merupakan kebutuhan utama bagi kehidupan manusia.
Mengingat pentingnya air bagi kehidupan, maka wewenang penguasaan air telah
ditetapkan dalam Undang‐Undang Dasar tahun 1945 pasal 33 ayat 3 disebutkan, bahwa
“Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, dikuasai negara dan
dipergunakan sebesar‐besarnya bagi kemakmuran rakyat secara adil dan merata”, yang
kemudian dijelaskan lebih lanjut dalam Undang‐Undang No.7 tahun 2004 tentang Sumber
Daya Air.
Sebagai upaya untuk Pengembangan Sumberdaya Air Pemerintah Republik Indonesia telah
membangun berbagai prasarana keairan, di Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum telah
dibangun prasarana keairan untuk memanfaatkan potensi sumber daya air di wilayah ini.
Pengembangan sumber daya air DAS Citarum sudah dirintis oleh pemerintah Hindia
Belanda, dan setelah kemerdekaan pemerintah Republik Indonesia membangun waduk Ir.
Djuanda beserta prasarana pendukung berupa bendung dan bangunan‐bangunan air,
beserta jaringan irigasi untuk mewujudkan penggunaan sumber daya air sungai Citarum.
Pembangunan waduk Ir. Djuanda bertujuan untuk memanfaatkan potensi sumber daya air
sungai Citarum untuk berbagai keperluan. Manfaat waduk Ir. Djuanda berserta prasarana
pendukungnya adalah pengairan daerah irigasi seluas 242.000 ha di kabupaten Karawang
dan Cikampek, pembangkit listrik tenaga air sebesar 187 MW, dan pasokan air baku sebesar
450.000.000 m3 yang sebagian besar untuk kebutuhan ibukota DKI Jakarta.
Sejalan dengan bergulirnya waktu dan perkembangan pembangunan di wilayah ini,
sebagian daerah irigasi sudah berubah fungsi menjadi permukiman dan kawasan industri.
Berhubung prasarana ini sudah cukup lama pembangunannya, beberapa bangunan sudah
memerlukan perbaikan atau rehabilitasi. Melihat pentingnya fungsi waduk Ir. Djuanda
untuk berbagai keperluan, menarik untuk diamati kondisi waduk tersebut dan prasarana
pendukungnya beserta masalah‐maslah yang dihadapi berkaitan dengan perubahan‐
perubahan yang terjadi.
1.2. Maksud dan Tujuan.
Maksud dari kegiatan ini adalah mempelajari pengelolaan sumber daya air di DAS Citarum
khususnya yang merupakan daerah layanan waduk Ir. Djuanda dengan melakukan
pengamatan langsung ke lapangan.
Tujuan kegiatan ini adalah untuk memahami pelaksanaan pengelolaan sumber daya air dan
permasalahan‐permasalahan yang dihadapi seiring dengan dengan bergulirnya waktu dan
akibat perkembangan pembangunan di wilayah ini.
1
1.3. Lingkup Kegiatan.
Kegiatan pengamatan lapangan terhadap prasarana keairan di DAS Citarum dilaksanakan
pada tanggal 27 April 2009 dan 28 April 2009. Pengamatan lapangan meliputi lokasi‐lokasi
berikut ini :
● Lokasi‐lokasi yang ditinjau pada tanggal 27 April 2009.
• Tambak Pandu di desa Pedes Karawang.
• Pantai Pondok Bali
● Lokasi‐lokasi yang ditinjau pada tanggal 28 April 2009.
• Waduk Ir. Djuanda.
• Bendung Curug.
2
BAB II
GAMBARAN UMUM
2.1 DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CITARUM HILIR
Daerah Aliran Sungai Citarum Hilir membentang dari Barat ke Timur, mulai dari kota Jakarta
sampai dengan batas DAS Cimanuk di kabupaten Indramayu. Sebelah Utara berbatasan dengan
pesisir pantai Laut Jawa dan sebelah Selatan berbatasan dengan daerah tangkapan Waduk
Jatiluhur. Kondisi topografi daerah ini pada umumnya merupakan daerah pedataran di bagian
Utara dan meninggi ke arah Selatan. Keadaan tanahnya subur dan berpotensi untuk
pengembangan pertanian tanaman padi terutama bagian Utara.
Selain DKI Jakarta, di wilayah Utara juga terdapat dua buah kota kabupaten yang sedang
berkembang, yaitu Bekasi dan Karawang. Kebutuhan air untuk menunjang aktifitas di wilayah ini
berasal dari Waduk Jatiluhur dan beberapa anak Sungai Citarum di sekitamya.
Kondisi gambaran daerah studi secara umum (DAS Citarum) dapat dilihat pada Gambar 2.1
Gambar 2.1 Gambaran Umum DAS Citarum
2.1.1 Data Dasar Wilayah Sungai Citarum
Panjang total Sungai Citarum mencapai 270 km dengan variasi debit sungai mengikuti distribusi
curah hujan yang ada dan ditandai dengan perbedaan yang nyata antara curah hujan di musim
3
kemarau dengan curah hujan di musim penghujan. Curah hujan wilayah sungai ini bervariasi dari
sekitar 1.500 mm/tahun pada daerah pantai sampai 4.000 mm/tahun pada daerah tangkapan di
daerah hulu sungai.
Gambaran sebaran distribusi curah hujan yang ada di sekitar wilayah Sungai Citarum ini dapat
dilihat pada Gambar 2.2
Gambar 2.2 Distribusi Curah Hujan di Wilayah Sungai Citarum
2.1.2 Sistim Sungai
Sungai Citarum mengalir dari arah Selatan masuk ke Waduk Saguling. Aliran dari Waduk Saguling
kembali ke sungai asli (Sungai Citarum) dan masuk ke Waduk Cirata, kembali ke Sungai Citarum.
Aliran ini akan bertambah dengan masuknya anak‐anak sungai dan masuk ke Waduk Jatiluhur.
Dari waduk Jatiluhur air mengalir lagi ke Sungai Citarum dan di bagian hilirnya dibagi lagi ke
saluran Tarum Barat, Tarum Timur dan Utara. Bila air di waduk Jatiluhur melebihi kebutuhan
saluran Tarum, air akan mengalir ke Bendung Walahar dan akhirnya bermuara di Laut Jawa.
Di sebelah Barat dan Timur Citarum terdapat beberapa sungai kecil yang bermuara di Sungai
Citarum, salah satu sungai yang cukup besar memberikan penambahan debit di Sungai Citarum
bagian hilir adalah Sungai Cibeet. Gambaran sistem sungai yang ada selengkapnya dapat dilihat
pada Gambar .
4
JAVA SEA
B. Curug B. Salamdarma
B. Barugbug
Ciliwung B. Beet
K. Bekasi Citarum
Cikarang Cigadung
Cibeet
Waduk Cirata
Volume 1,9 M m3
( + 220.00 m )
Waduk Saguling
Volume 0.9 M m3
( + 643.00 m )
Gambar 2.3 Sistem Sungai Citarum
5
BAB III
TAMBAK PANDU KARAWANG
Pada DAS Ciwadas bagian hilir terdapat Tambak Inti Rakyat (TIR) yang dikelola oleh Proyek Pandu
Tambak Inti Rakyat. TIR ini mengambil air tawar dari Sungai Ciwadas dengan membuat bendung
Gergaji dan pintu pengambilan yang menjadi satu dengan sungai Kobak Goak di bagian hilir.
Sungai Kobak Goak di bagian hulu dibelokkan ke kiri menuju sungai Cipucuk. Daerah Aliran Sungai
Ciwadas ini meliputi sungai Ciwadas yang merupakan sungai alam yang dimanfaatkan sebagai
saluran pembawa dan saluran drainase (pembuang) dari Jaringan Irigasi Tarum Tengah.
Saluran induk di TIR berasal dari Bendung Gergaji yang memanfaatkan air dari Sungai Ciwadas. Di
saluran induk ini terdapat bangunan‐bangunan air berupa pintu dan bangunan pengambilan yang
terdiri dari bangunan pengambilan Windu II, Windu I, serta saluran drainase Sungai Kobak
Goak.Pada Saluran Sekunder Windu I dan II terdapat masing‐masing sebuah kolam pencampur air
tawar dan air asin .
Bangunan lain yang terdapat di TIR adalah Kolam Tandon Air Asin yang terletak di tepi pantai yang
berfungsi sebagai bak penampung air asin sebelum dialirkan ke kolam pencampur. Bangunan
SPAL (Saluran Pengambilan Air Laut) berupa jetty yang menjorok ke tengah laut sejauh 1500
meter, berfungsi untuk pengambilan air laut bersih yang dapat dimanfaatkan sebagai suplesi air
asin untuk tambak seluas 300 Ha dengan rencana pengembangan 1000 Ha. Dimensi saluran
pembawa air laut adalah panjang 1500 m, lebar 100 m, dan didisain dengan kecepatan air
maximum 0,3 m/det, dengan pertimbangan agar tidak menimbulkan turbulensi yang tinggi yang
dapat mengocok dan mengangkut sedimen dasar maupun sedimen layang (bed material dan
suspended load) dengan konsentrasi tinggi.
Irigasi Tambak Inti Rakyat ini dibangun dengan sistim irigasi teknis tambak udang dimana jaringan
irigasi dengan saluran dan pintu untuk pembawa dan pembuang air payau telah terpisah. Kolam
pencampur air asin dan air tawar dibuat permanen, dan jumlah serta mutu air dapat sepenuhnya
dikendalikan. Dengan menggunakan pompa air payau pada kolam pencampur dipindahkan
kesaluran irigasi dan selanjutnya secara gravitasi disalurkan sampai kepetakan.
Unsur‐unsur fungsional jaringan irigasi tambak terdiri atas :
a. Bangunan Utama yaitu;
- Bangunan utama air tawar dimana air tawar diambil dari sumbernya yaitu bendung
gergaji.
- Bangunan utama air asin dimana air asin diambil dipantai sejauh 1500 meter ketengah
laut yang dialirkan melalui saluran pembawa air laut.(SPAL).
- Bangunan pencampur dimana air tawar dan air asin dicampur.
b. Jaringan pembawa air payau yang mengalirkan air payau dari bangunan pencampur ke
petak tersier.
c. Petak‐petak tersier dengan sistem penggantian air + 10 % perhari.
6
d. Jaringan pembuang air payau yaitu jaringan yang membuang air payau ke laut dan ke
sungai.
Gambar 3.1 : Bangunan Pencampur Air Payau
Gambar 3.2 : Pemompaan Air untuk Irigasi Tambak
7
BAB IV
PANTAI PONDOK BALI
Kabupaten Subang mempunyai garis pantai sepanjang 68,69 kilometer. Secara kasat mata,
beberapa lokasi di sepanjang pantai Kabupaten Subang berpotensi untuk pengembangan wisata
bahari.
Upaya pemanfaatan daerah pesisir sebagai area wisata pantai di Kabupaten Subang yang dikelola
oleh pemerintah daerah adalah Pantai Pondok Bali di pesisir Kecamatan Pamanukan. Area wisata di
daerah pesisir tersebut mempunyai karakteristik pantai yang landai, pasir bewarna coklat, dan area
hutan lindung mangrove. Daerah ini juga sering dipergunakan sebagai area pemancingan ikan laut
sehingga cocok untuk dikembangkan. Pemancing yang berdatangan berasal dari Kota Pamanukan
serta dari luar kota seperti Bandung dan Karawang. Di Kecamatan Blanakan juga terdapat areal
khusus penangkaran buaya yang bisa dikembangkan menjadi salah satu tujuan wisata.
Pengembangan objek wisata di kawasan pantai utara Subang meliputi 3 (tiga) obyek utama, yaitu :
(i) Kawasan wisata Pondok Bali dan Gagara Menyan,
(ii) Kawasan wisata Blanakan dan,
(iii) Kawasan wisata Pantai Patimban.
Permasalahan utama yang terjadi pada obyek‐obyek wisata pesisir (khususnya Pondok Bali)
adalah masalah abrasi dan rusaknya hutan mangrove akibat penebangan.
Gambar 4.1 : Kondisi wilayah pantai Pondok Bali
8
BAB V
WADUK SERBAGUNA IR. H. DJUANDA, JATI LUHUR
Waduk Serbaguna Ir. H. Djuanda atau waduk Jatiluhur yang dibangun pada sungai Citarum di
daerah Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat merupakan bangunan pengairan paling
membanggakan bagi bangsa Indonesia. Bendungan Jatiluhur di bangun tahun 1957 dan mulai
dioperasikan tahun 1967. Pemanfaatan utama mula‐mula untuk pembangkit tenaga listrik,
namun demikian konsep pembangunannya diintegrasikan untuk pemanfaatan segala
keperluan sector‐sektor yang menyangkut air (sumber : www.kimpraswil.go.id)
Gambar 5.1 : Bendungan Jatiluhur tampak udara
Waduk serbaguna Ir. H. Djuanda bermanfaat untuk berbagai keperluan, baik yang bersifat
social maupun komersial, antara lain :
a. Menunjang produksi pangan Indonesia
b. Produksi tenaga listrik
c. Penyediaan air baku untuk air minum
d. Penyediaan air baku untuk industry
e. Pencegahan bahaya banjir
f. Pengembangan perikanan darat
g. Pengembangan pariwisata
Dalam perjalanan sejarahnya, status pengelolaan waduk serbaguna Ir. H. Djuanda telah
berganti sebanyak tiga kali, yaitu :
a. Perusahaan Negara/PN Jatiluhur (1967 – 1970)
Agar potensi yang timbul dengan selesainya proyek PLTA Jatiluhur dapat diusahakan
secara maksimal maka dibentuk Badan Usaha Negara dengan nama Perusahaan Negara
(PN) Jatiluhur berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1967 tanggal 24 Juli
1967.
9
b. Perum”Otorita Jatiluhur” (POJ) (1970 – 1998)
Sebagai badan usaha, pada waktu itu PN Jatiluhur dalam usahanya harus memupuk
keuntungan. Penyediaan air untuk pertanian yang bersifat social diusahakan secara
komesial, sehingga pengelolaan sumber daya air menjadi tidak harmonis dan tujuan
utama proyek tidak tercapai. Agar pemanfaatan dan pengembangan potensi‐potensi
yang timbul dilaksanakan secara efektif dan efisien maka pengurusannya harus
didasarkan atas prinsip‐prinsip ekonomi yang daoat dipertanggung jawabkan kepada
masyarakat. Dengan dasar tersebut maka Pemerintah membentuk Perusahaan Umum
dengan nama “ Otorita Jatiluhur” (POJ).
Dengan dibentuknya POJ, maka badan‐badan/proyek‐proyek dan dinas‐dinas yang berada
di wilayah pengembangannya dan yang tugas serta kewajibannya menyangkut tujuan,
tugas dan lapangan usaha POJ, dilebur kedalam POJ. Badan‐badan tersebut adalah
proyek irigasi Jatiluhur (Dep. PU), Proyek Pengairan Tersier Jatiluhur (Dep. Dagri), PN
Jatiluhur (Dep. Industri), Dinas PU Jawa Barat wilayah Purwakarta (propinsi Jabar)
c. Perum Jasa Tirta II (1998)
Perum Otorita Jatiluhur dibentuk dengan Peraturan pemerintah Nomor 20 Tahun 1970,
kemudian disesuaikan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1980 dan pada
tahun 1990 disesuaikan lagi dengan Peraturan Pemerintah Nomor 42. Dengan terbitnya
Peraturan pemerintah Nomor 13 Tahun 1998 tentang Perusahaan Umum, maka POJ
diubah dan disesuaikan dengan nama Perum Jasa Tirta II (PJT II) berdasarkan Peraturan
Pemerintah Nomor 94 Tahun 1999. Sifat usaha PJT II adalah menyediakan pelayanan bagi
kemanfaatan umum dan sekaligus memupuk keuntungan berdasarkan prinsip
pengelolaan perusahaan.
Gambar. 5.2. Waduk Jatiluhur
10
BAB VI
BENDUNG CURUG
Latar belakang pembangunan Bendung Curug adalah untuk mengatasi beberapa permasalahan
akibat dibangunnya bendungan Jatiluhur. Pembangunan bendungan Jatiluhur memiliki tiga misi
utama, yaltu : untuk pemenuhan pengairan, air baku dan untuk pembangkit listrik. Kebutuhan
PLTA mengharuskan tinggi jatuh 80 meter sehingga di hilir bendungan muka air dibuat serendah
mungkin. Akibatnya untuk keperluan irigasi, air minum dan penggelontoran dil dibutuhkan proses
pemompaan. Untuk mengatasi permasalahan di atas maka dibangunlah bendung Curug. Di
Bendung Curug air dipompakan untuk daerah pengairan Tarum Barat dan Tarum Timur.
Gambar 6.1 : Bendung Curug tampak udara
Sesuatu yang unik pada Bendung Curug adalah Prof. Dr. Ir. Soediyatmo yang sangat berperan
dalam proyek pembangunan Bendung Curug, merancang agar bangunan‐bangunan yang ada di
Bendung Curug melambangkan angka keramat bangsa Idonesia yaitu 17‐8‐45.
Pompa hidrolik yang terkenal dengan nama Pompa hidrolik Soediyatmo untuk Saluran Tarum
Barat berjumlah 17 buah. Pilar pemegang pinto pengatur untuk meneruskan aliran ke daerah
Walahar beserta menaranya berjumlah 8 buah. Sedangkan angka 45 ditunjukkan pada
pembangunan pompa‐pompa iistrik untuk Saluran Tarum Timur, agar lebih efisien dan efektif
dibuat miring 45 derajat (saat ini telah direnovasi menjadi vertikal).
11
Gambar 6.2 : Bedung Curug
Data Teknis Bendung Curug :
Secara umum Bendung Curug terdiri dari 5 bagian utama, yaitu :
• Bendung Curug.
o Jenis bendung gerak
o Elevasi dasar bendung +18,50 meter.
o Elevasi lantai di udik +17,50 meter.
o Ketinggian muka air normal di udik +26,50 meter dan di hilir +19,00 meter
o Ketinggian muka air banjir di udik +26,80 meter dan di hilir +24,20 meter (dengan
Debit banjir = 3.000 m3/dt)
o Jumlah pintu 8 buah.
• Pompa Listrik
o Pompa listrik untuk Saluran Tarum Timur ada 6 unit, teridiri dan 4 unit dengan
kapasitas @ 17,50 m3/dt dan 2 unit dengan kapasitas @ 10,00 m3/dt.
o Untuk meninggikan muka air setinggi 4 meter.
12
Gambar 6.3 : Pompa Listrik untuk Memompa Air ke Saluran Tarum Timur
• Pompa Hidrolik
o Dikenal sebagai pampa hidrolik Soediyatmo
o Jumlah 17 unit dengan kapasitas @ 5,50 m3/dt.
o Untuk meninggikan muka air setinggi 2 meter, dan disalurkan ke Saluran Tarum Barat.
Gambar 6.4 : Pompa Hidrolik Soediyatmo untuk Memompa Air ke Saluran Tarum Barat
• Pembangkit Listrik
Pembangkit listrik yang dihasilkan dipergunakan untuk pemenuhan kebutuhan energi listrik
Pompa Listrik pada Saluran Tarum Timur.
13
• Pintu Pembuang
Untuk membuang air pada air buangan pampa hidrolik soediyatmo.
Gambar 6.5 : Pintu Pembuang Bendung Curug
• Saluran Induk
9 Bendung Curug menyalurkan air ke dalam 2 Saluran Induk yaitu Saluran Tarum Barat
dengan kapasitas hingga 82 m3/dt dan Saluran Tarum Timur dengan kapasitas hingga 84
m3/dt. Sedangkan untuk Saluran Tarum Utara yaitu melalui Bendung Walahar yang
menampung outflow dari Bendung Curug.
Gambar 6.6 : Pintu Intake Saluran Induk Tarum Barat.
14
Gambar 6.7 : Saluran Induk Tarum Timur
Gambar 6.8 : Outflow Bendung Curug (S.Citarum)
( dimanfaatkan oleh Bendung Walahar ke Saluran Tarum Utara)
15
Operasional Bendung Curug :
• Pengoperasian pintu bendung, diatur pintu atas pada posisi muka air normal
+26,50 meter, tinggi limpasan maksimal h = 3,00 meter (pada tinggi muka air +19,20
meter).
• Untuk pengendalian banjir pada Debit limpasan S 500 m3/dt, pintu atas diturunkan
sampai TMA +26,80 meter. Batas maksimal penurunan pintu atas adalah 2,50
meter (elevasi pinto +24,30 meter).
• Untuk pengendalian banjir pada Debit limpasan < 500 m3/dt, pintu bawah dinaikkan
dengan bukaan setinggi 0,5 meter. Jika TMA di bawah elevasi normal, pinto bawah
ditutup.
• Pengurasan lumpur dilaksanakan minimal 1 (satu) tahun sekali dengan debit > 100
m3/dt. Tinggi limpasan h = 3,00 meter (TMA +19,20 meter). Bukaan pintu bawah
dimulai dad pintu No.1. Setelah muka air normal TMA +26,50 meter pintu bawah
ditutup.
• Penyediaan air untuk irigasi teknis.
• Pembangkitan tenaga listrik untuk menghidupkan pompa.
• Pengendalian banjir yang melanda daerah subur di pantai Utara .lawn Barat dapat
dikurangi.
16
BAB VII
PENUTUP
Dari hasil pengamatan dan penggalian informasi dari instansi terkait dan sumber dapat
disimpulkan hal‐hal sebagai berikut :
• Kualitas air menjadi permasalahan utama di TIR Pandu Karawang. Air baku yang diperoleh
berasal dari sisa peruntukan irigasi Citarum. Sehingga kuantitas dan kualitasnya kurang dapat
diandalkan. Untuk mengatasi itu, sebelum dan sesudah pemakaian, air ditreatment dengan
sistem biologi ramah lingkungan (bakteri menguntungkan dan ikan2 karnifora herbifora
sebagai pembersih), serta pengendapan. Selain itu penggunaan air dihemat dengan
menerapkan close system, dan penggunaan plastik sebagai pelapis dasar tambak.
• Bendungan Jatiluhur dan Bendung Curug secara umum masih dapat berfungsi dengan baik
untuk menunjang pangaturan sumber air baik saat ini maupun pada masa yang akan datang.
• Dengan adanya Perum Jasa Tirta II sebagai BUMN yang mengelola pemanfaatan air di Wilayah
Sungai Citarum bagian Hilir maka dapat meningkatkan nilai ekonomi sumber daya air sehingga
mendorong pemanfaatan lebih efisien pada masing‐masing sektor.
• Keperluan air yang harus dipenuhi terus meningkat dari tahun ke tahun dengan berubahnya
daerah layan yang harus dipenuhi termasuk untuk penggelontoran badan air di sebagian
wilayah Jakarta.
17