Polri Menyikapi Tantangan Tugas Dan Harapan Masyarakat
dalam Era Demokratisasi
(Tinjauan Aspek Kesiapan Sumber daya) alam era reformasi menuju masyarakat madani yang demokratis, Polri menghadapi tantangan yang sangat berat. Krisis multidimensional yang berlarut- larut telah menimbulkan pula krisis kepercayaan terhadap hukum dan terhadap aparat penegak hukumnya. Kejahatan meningkat, kerusuhan merebak, dimana-mana terjadi konfik antar suku, agama, ras dan aspirasi (SAA! berdimensi "ertikal dan hori#ontal bahkan mengarah menjadi proses disintegrasi bangsa. $alam kondisi seperti ini segala upaya menjaga kemanan dan ketertiban berlandaskan supremasi hukum tidak efektif sama sekali. %ang sering terjadi justru reaksi negattif terhadap aparat penegak hukum dalam berbagai bentuk seperti aksi protes, reaksi brutal, unjuk rasa, hujatan sampai dengan pengrusakan markas Polri, kantor kejaksaan dan kantor pengadilan. $ 1 &al ini dapat dimaklumi karena gerakan reformasi yang sedang bergulir memang merupakan reaksi atas kondisi krisis kehidupan berbangsa dan bernegara yang bersumber pada krisis kepercayaan terhadap penyelenggaraan pemerintahan yang otoriter-militeristik sehingga banyak terjadi pelanggaran &ak Asasi 'anusia (&A'! dan melahirkan praktek- praktek ketidak adailan yang telah lama berlangsung. eaksi-reaksi tersebut di atas merupakan indikasi sangat kuat dan transparan tentang penolakan cara-cara pemolisian yang autorium dan militeristik. (tulah sebabnya salah satu tuntutan reformasi di bidang politik dan hukum adalah Polri agar mandiri. $engan pemisahan Polri secara institusional dari A)( diharapkan Polri akan mandiri, baik di bidang operasional maupun pembinaan. $alam masyarakat madani yang demokratis, kemandirian polisi merupakan keharusan obyektif uni"ersal. $engan kata lain, setiap masyarakat demokratis menuntut polisi yang mandiri dalam tugas agar tidak diinter"ensi oleh kepentingan di luar kepentingan hukum demi tegaknya hak asasi dan hak- hak demokratis rakyat yang harus dilindungi. $alam era reformasi menuju mayarakat madani yang demokratis maka fungsi polisi seharusnya juga disesuaikan dengan tuntutan baru. *ika tidak, maka bukan hanya tidak akan berfungsi sebagaimana seha-rusnya tetapi bahkan tidak akan memperoleh tempat dalam masyarakat (ndonesia sebagai pranata otonom yang dibutuhkan keberadaannya oleh rakyat. akyat menginginkan sikap profesionalisme Polri yang tercermin dari perilaku petugas dalam memberikan pelayanan. 2 +ejala-gejala yang muncul saat ini menunjukkan bah,a sedang terjadi proses penjungkirbalikan segala hal yang telah dibangun selama ini. Akibat semua pihak bingung dimana semua semua institusi formal maupun non formal yang selama ini berperan dalam pengendalian keamanan tidak efektif lagi terutama dalam upaya meredam konfik sosial. Pendekatan kekerasan yang selama ini digunakan dalam meredam konfik sudah tidak efektif lagi bahkan penggunaan kekuatan militer dalam penanganan konfik sudah tidak akseptable lagi. Sementara itu Polri yang seharusnya bertanggung ja,ab dalam penangganan keamanan masih mengalami keterbatasan sumber daya terutama dalam jumlah personil, peralatan, dan anggaran. asio Perbandingan antara jumlah anggota Polri dengan jumlah penduduk rata-rata -.-/00, suatu jumlah yang jauh dari standar minimum. 1alaupun hal ini tidak boleh dijadikan alasan untuk berperan optimal namun kalau kita mem-posisikan Polri secara proposional dalam mengemban tugas kamdagri maka seyogyanya keterbatasan personil peralatan dan anggaran diangkat menjadi masalah bangsa bukan masalah Polri sendiri karena memang di luar jangkauan Polri untuk mengatasinya. *adi diperlukan komitmen nasional untuk itu karena urgensinya sangat mendesak. Keluarnya Polri dari struktur organisasi A)( adalah tuntutan aspirasi rakyat yang menghendaki Polri otonom agar dapat berperan secara profesional. ealita yang ada pasca keluarnya Polri dari A)( menunjukkan bah,a ternyata kemandirian secara struktural saja belum otomatis menjadi Polri mampu secara mandiri dan profesional menangani masalah keamanan sebagaimana terjadi dalam kasus aktual seperti 'aluku, Aceh, Kalimantan )arat dsb. 3 Akibat kurangnya personil, peralatan dan anggaran menyebabkan Polri masih sangat tergantung dari kekuatan militer dalam penanganan masalah keamanan dalam negeri. Padahal saat ini penggunaan kekuatan militer dalam penanganan masalah sosial selau mendapat reaksi dari dalam negeri maupun internasional sebagai akibat trauma masa lalu. +encarnya reaksi terhadap penggunaan kekuatan militer dan masalah kamdagri telah menjadi tuntutan reformasi dimana rakyat menginginkan pemisahan yang tegas antara fungsi keamanan yang diemban oleh Polri. $isamping itu penggunaan militer dalam masalah sosial menjadi sorotan inter-nasional dan sangat berpengaruh dalam bidang politik ekonomi dan moneter. Kredibilitas pemerintah dalam penanganan masalah keamanan selalu dikaitkan secara langsung dengan sejauh mana &A' ditegakkan menurut standar uni"ersal dimana pendekatan kekerasan militer tidak dapat ditolelir. 2ntuk mengantisipasi kecenderungan sebagaimana digambarkan di atas maka diperlukan suatau komitmen yang kuat dari seluruh lapisan manajemen terutama ditingkat pejabat teras Polri untuk melakukan perubahan pradigma dan kebijaksanaan mendasar dalam setiap upaya pemolisian. Sebagai bahan pertimbanagan dalam mencari perbaikan kita bisa mengambil pengalaman beberapa negara yang juga pernah mengalami keterpurukan dalam sistem pemolisiannya namun kini telah berubah menjadi sistem pemolisian modern yang demokratis dan mempunyai kredibilitas tinggi dimata masya-rakatnya. Para pakar peneliti Kepolisian di keempat benua telah menyodorkan beberapa rekomendasi berupa model pemolisian yang teruji "aliditasnya sebagai alternatif terobosan 4 dalam upaya reformasi sitem pemolisian. Salah satu model pemolisian yang diyakini efektif sebagaimana terbukti dinegara-negara demokratis dan maju adalah apa yang disebut dengan 34ommunity Policing5 yang diimplementasikan dalam berbagai macam aplikasinya menurut karakteristik masyarakat tiap ,ilayah bangsa. 'ode community policing ini telah menjadi isu global dan telah menjadi tuntutan aspirasi rakyat dalam masyarakat madani dan demokratis. $i lingkungan Polri sampai sekarang model pemolisian ini belum diiimplementasikan secara konkrit dalam program-program operasional bahkan ada kecenderungan salah kaprah dimana community Policing diartikan sebagai suatu fungsi yang diemban oleh fungsi )inmas saja. Padahal substansi community policing sebenarnya merupakan strategi dasar pemolisian dimana program opsnal semua upaya pemolisian mengacu pada pendekatan non emergency interaction sebagai pengganti paradigma lama yang lebih berorientasi pada pendekatan emergency interaction. Perubahan paradigma emergency interaction sebagaimana praktek pemolisian yang lalu menjadi paradigma non emergency interaction yang dituntut masyarakat demokratis memerlukan adanya perubahan mendasar gaya pemolisian dari sifat sentralistik dan hirarkis militeristik yang kaku menjadi desentralisai. Ke,enangan manajerial di bidang opsnal maupun pembinaan yang selama ini berpusat di atas atau harus lebih banyak diserahkan pada satuan-satuan ba,ah sehingga gaya pemolisian setiap ,ilayah dapat memenuhi kebutuhan masyarakat setempat sesuai karakteristik kondisi ,ilayahnya. 5 &al ini tentu sejalan dengan kecenderungan manajemen pemerintahan yang telah bergeser dari sistem yang sentralistik dengan me,ujudkan otonomi daerah. Karenanya diperlukan komitmen yang kuat dan rumusan "isi yang jelas terutama di lingkungan 'abes Polri untuk mengimplementasikannya agar community policing tidak berhenti pada tingkat ,acana dan retorika yang bersifat temporer tanpa realisasi yang kuat. Kapolri 6etjen. Pol. $rs. usdiharjo telah mencanangkan "isi baru 5ho, to ,in the hurt of the people5 "isi ini sangat tepat karena inilah yang menjadi substansi community policing. )erangkat dari "isi baru tersebut beliau juga telah menetapkan strategi dasar yaitu 5meningkatkan pelayanan5 melalui fasilitas opsnal Polri (Sabhara, 6alulintas, eserse, )inmas dan (ntel!. 6ebih jauh Kapolri juga menegaskan agar aplikasi strategi tersebut di atas diprioritaskan pada peningkatan kehadiran petugas Polri di lapangan dan dapat memberikan pelayanan, perlindungan dan pengayoman dengan melakukan kegiatan- kegiatan yang dapat memberi rasa aman bagi rakyat. )erangkat dari "isi itu maka kepala satuan tiap ,ilayah kepolisian seharusnya segera merealisasilkan dalam kegiatan-kegiatan konkrit yang benar-benar menyentuh rasa aman masyarakat setempat secara konsisten. 7aktik dan cara bertindaknya sudah tentu perlu disesuaikan dengan karakteristik kondisi nyata setempat dan beberapa langkah-langkah ino"atif dan kreati8tas untuk menjamin e"ekti8tasnya. 2ntuk itu diperlukan penyesuaian dalam manajemen sumberdaya baik di bidang personil, peralatan maupun anggaran. $isadari bah,a kita memang sangat terbatas terutama di bidang personil dan kemampuan pemerintah untuk merekrut personel Polri dalam jumlah banyak pada saat ini 6 terbatas. 9amun kalau pemberdayaan Polri sebagai penanggungja,ab keamanan dalam negeri ini telah menjadi komitmen nasional maka seharusnya peningkatan jumlah personil, peralatan dan anggaran menjadi prioritas utama karena memang kebutuhan mendesak. Ada beberapa alternatif yang perlu dipertimbangkan dalam menambah jumlah personil terutama tingkat tamtama dan bintara. Pertama . $engan asumsi kapasitas daya tampung lembaga pendidikan 7amtama dan )intara yang ada saat ini (tetap!, -0.000 per tahun dapat digandakan produkti8tasnya menjadi /0.000 per tahun bila lama pendidikannya diperpendek. Artinya kalau selama ini lemdik hanya mendidik sekali setahun dapat dijadikan dua kali setahun. 4ara yang ditempuh adalah mengeluarkan materi yang bersifat militer dan merekonstruksi materi- materi pelajaran berdasarkan pendekatan kompetensi dan dibatasi pada materi pelajaran rele"an saja yang diberikan. )eberapa pelajaran yang tidak mempunyai rele"ansi langsung dengan kemampuan dan ketrampilan yang dibutuhkan dapat dihilangkan. Kedua . Kalau memang 79( konsekuen dengan paradigma barunya dan mengikuti aspirasi masyarakat demokratis maka seyogyanya sejumlah besar personilnya dapat dialihkan menjadi personel Polri terutama untuk tugas-tugas pengendalian massa dan penindakan kerusuhan seperti )rimob dan Sabhara. Pro dan kontra terhadap hal ini pasti ada. )anyak pihak termasuk di kalangan Polri sendiri berpendapat bah,a resikonya besar karena doktrin 79( berbeda dengan Polri. 9amun kalau kita melihat betapa mendesaknya kebutuhan penambahan jumlah personil agar dapat diandalkan dalam penanganan 7 masalah keamanan aktual secara mandiri dan profesional maka alternatif itu layak dipertimbangkan. esiko memang ada namun resiko bagi Polri jauh lebih besar bila tidak mampu tampil sebagai kekuatan keamanan yang mampu secara mandiri dalam situasi krisis yang berlarut-larut seperti sekarang ini. akyat tidak mau tahu bah,a personil kita kurang dan mereka minta saat ini juga Pori harus membuktikan diri sebagai kekuatan yang pantas dipercaya sebagai pelindung mereka terutama dalam menangani konfik sosial yang sedang dan mungkin akan terus marak. Peralihan prajurit ke Polri tidak sulit karena doktrin mereka dalam penanganan kerusuhan dan dalmas persis 3sama5 dengan )rimob Polri. $engan kursus singkat dan latihan penyesuaian seperlunya, kualitas mereka tidak lebih rendah dari )rimob Polri. :! $isampaikan dalam sarasehan 3Pembinaan Perilaku ; Kinerja Polri 'enghadapi 7antangan 7ugas dan &arapan 'asyarakat dalam <ra $emokratisasi5 di *akarta pada bulan =ebruari 7h. /000. Kembali ke 'enu 2tama )aca artikel lainnya (stirahat dulu, aah> 8