You are on page 1of 19

5

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Botani
1. Daun Sirih (Piper betle)

Sirih merupakan tanaman menjalar dan merambat pada batang pokok di
sekelilingnya dengan daunnya yang memiliki bentuk pipih seperti gambar hati,
tangkainya agak panjang, tepi daun rata, ujung daun meruncing, pangkal daun
berlekuk, tulang daun menyirip, dan daging daun yang tipis. Permukaan daunnya
berwarna hijau dan licin, sedangkan batang pohonnya berwarna hijau tembelek
atau hijau agak kecoklatan dan permukaan kulitnya kasar serta berkerut-kerut.
Sirih hidup subur dengan ditanam di atas tanah gembur yang tidak terlalu lembab
dan memerlukan cuaca tropika dengan air yang mencukupi.

Sirih merupakan
tumbuhan obat yang sangat besar manfaatnya.

Daun sirih menurut farmakologi
Cina dikenal sebagai tanaman yang memiliki sifat hangat dan pedas (Hidir, 2010).


Gambar II.1 Daun sirih (Piper betle)

6

Klasifikasi ilmiah atau taksonomi dari daun sirih adalah sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Division : Magnoliophyta
Class : Magnoliopsida
Ordo : Piperales
Family : Piperaceae
Genus : Piper
Species : P. Betle
(Sumber : Maytasari, 2010)
Berdasarkan bentuk daun, rasa, dan aromanya, sirih dibedakan menjadi
beberapa jenis yaitu:
a. Daun sirih jawa berwarna hijau tua dan rasanya tidak begitu tajam. Daun
sirih ini merupakan jenis yang sering digunakan masyarakat untuk
menyirih.

Gambar II.2 Daun sirih jawa


7

b. Daun sirih banda
Daun sirih banda berdaun besar, berwarna hijau tua dan kuning di
beberapa bagian, memiliki rasa dan aroma yang sengkak
c. Daun sirih cengkeh
Daun sirih cengkeh berdaun kuning, dan rasanya tajam menyerupai rasa
cengkeh
d. Daun sirih hitam
Daun sirih hitam rasanya sengkak, biasanya digunakan untuk campuran
obat
e. Daun sirih merah
Daun sirih merah memiliki ciri khas yaitu daunnya berwarna merah
keperakan, bila daunnya disobek maka akan berlendir dan serta aromanya
lebih wangi (Ngaisah, 2010)

Gambar II.3 Daun sirih merah
(sumber : Ngaisah, 2010)

Manfaat sirih yang besar bagi kesehatan, menyebabkan sirih tidak saja
dikenal di kawasan Asia, tetapi juga di Eropa, Afrika, dan Amerika. Hal ini
8

tentunya membawa konsekuensi logis terhadap nama sirih itu sendiri, yakni
masing-masing wilayah menyebut sirih sesuai dengan bahasanya. Misalnya
Arab : tamul atau tanbul
Cina : ju jiang, tu wei teng, wei ze, wei ye, dafeng teng
Inggris : betel, betel pepper, betel vire
Francis : betel, poivrief betel
Jerman : betelpfeffer, betel-pfeffe
Gujarat : paan, tanbolaa
India : pan
Kanada : eleballi, panu, vileyadele
Malaysia : bakik serasa

Daun sirih memiliki aroma yang khas yaitu rasa pedas, sengak, dan tajam.
Rasa dan aroma yang khas tersebut disebabkan oleh kavikol dan bethelphenol
yang terkandung dalam minyak atsiri. Faktor lain yang menentukan aroma dan
rasa daun sirih adalah jenis sirih itu sendiri, umur sirih, jumlah sinar matahari
yang sampai ke bagian daun, dan kondisi dedaunan bagian atas tumbuhan.
Daun sirih mengandung minyak atsiri di mana komponen utamanya terdiri
atas fenol dan senyawa turunannya seperti kavikol, cavibetol, carvacrol, eugenol,
dan allilpyrocatechol. Daun sirih juga mengandung karoten, tiamin, riboflavin,
asam nikotinat, vitamin C, tannin, gula, pati, dan asam amino.

Daun sirih yang
sudah dikenal sejak tahun 600SM ini mengandung zat antiseptik yang dapat
membunuh bakteri sehingga banyak digunakan sebagai antibakteri dan antijamur.
9

Hal ini disebabkan oleh turunan fenol yaitu kavikol dalam sifat antiseptiknya lima
kali lebih efektif dibandingkan fenol biasa.

Selain hasil metabolisme gula, glukan
juga merupakan salah satu komponen dari jamur. Sifat antiseptik sirih
menyebabkan sirih sering digunakan untuk menyembuhkan kaki yang luka dan
mengobati pendarahan hidung/mimisan (Hidir, 2010).

Pada pengobatan tradisional India, daun sirih dikenal sebagai zat aromatik
yang menghangatkan, bersifat antiseptik, dan bahkan meningkatkan gairah
seksual. Kandungan tannin pada daun sirih dipercaya memiliki khasiat
mengurangi sekresi cairan pada vagina, melindungi fungsi hati, dan mencegah
diare. Sirih juga mengandung arecoline di seluruh bagian tanaman yang
bermanfaat untuk merangsang saraf pusat dan daya pikir, meningkatkan gerakan
peristaltik, dan meredakan dengkuran. Kandungan eugenol pada daun sirih
mampu membunuh jamur Candida albicans, mencegah ejakulasi dini, dan
bersifat analgesik.
Daun sirih juga sering digunakan oleh masyarakat untuk menghilangkan
bau mulut, mengobati luka, menghentikan gusi berdarah, sariawan, dan
menghilangkan bau badan. Daun sirih memiliki efek antibakteri terhadap
Streptococcus mutans, Streptococcus sanguis, Streptococcous viridians,
Actinomyces viscosus, dan Staphylococcus aureus (Hidir, 2010).

2. Belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L)
Keaneka ragaman tumbuhan yang dimiliki Indonesia merupakan salah
satu nikmat yang diberikan Sang Pencipta alam semesta. Banyak manfaat yang
10

biasa didapatkan dari tumbuh-tumbuhan. Salah satu tumbuhan yang banyak
dimanfaatkan adalah buah belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L) (Monalisa et al,
2009).

Gambar II.4 Buah belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L)
Sumber: http://www.iptek.net.id/ind/pd_tanobat/view.php?id=69

Belimbing wuluh mempunyai daun berupa daun majemuk menyirip ganjil
dengan 21-45 pasang anak daun. Anak daun bertangkai pendek, bentuknya bulat
telur sampai jorong, ujungnya runcing, pangkal membundar tepi rata, panjang 2-
10 cm dan lebar 1-3 cm. warna daun hijau, dengan permukaan bawah hijau
muda. Daun belimbing wuluh mengandung tannin, sulfur, asam format,
peroksidase, kalsium oksalat, dan kalium sitrat. Batang belimbing wuluh tampak
kasar berbenjol-benjol, percabangan sedikit, arahnya condong ke atas. Cabang
muda berambut halus seperti beludru, warnanya coklat muda. Bunganya
berbentuk bintang dan ungu kemerahan. Bunga tersebut malai, berkelompok,
keluar dari batang atau percabangan yang besar (Santoso, 2013).
Setiap daerah memiliki nama sendiri untuk buah ini adalah :
Bugis : Caleneng
11

Aceh : Limeng ungkot, selimeng
Batak : Asom, belimbing, belimbingan
Nias : Malimbi
Sunda : Calincing, balimbing
Melayu : belimbing asam
Lampung : Belimbing
Jawa : Blimbing wuluh
Bima : limbi
Flores : Balimbeng
Sawu : Libi
Makasar : Bainaang
Klasifikasi ilmiah tanaman belimbing wuluh menurut Tjiptosoepomo (2000)
adalah :
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Superdivisio : Spermatophyta
Divisio : Mangnoliophyta
Kelas : Mangnoliopsida
Sub-Kelas : Rosidae
Ordo : Geraniales
Familia : Oxalidasiaceae
Genus : Averrhoa
Spesies : Averrhoa bilimbi L
12


Hasil uji skrining fitokimia pendahuluan terhadap ekstrak kental metanol buah
belimbing wuluh diketahui positif mengandung senyawa golongan flavonoid, saponin,
alkaloid, dan minyak atsiri. Flavonoid merupakan golongan terbesar dari senyawa fenol,
senyawa fenol mempunyai sifat efektif menghambat pertumbuhan virus, bakteri dan
jamur. Flavonoid bekerja dengan mendenaturasi protein sehingga meningkatkan
permeablitas membran sel. Denaturasi protein menyebabkan gangguan dalam
pembentukan sel sehingga merubah komposisi komponen protein. Fungsi membran sel
yang terganggu dapat menyebabkan meningkatnya permeabilitas sel, sehingga
mengakibatkan kerusakan sel jamur. Kerusakan tersebut menyebabkan kematian sel
jamur. Flavonoid merupakan senyawa fenol yang dapat menyebabkan denaturasi protein
dan berfungsi sebagai anti bakteri dan anti jamur. Denaturasi protein dapat merusak sel
secara permanen dan tidak bisa diperbaiki lagi.

B. Pityrosporum ovale
Ketombe (juga disebut sindap dan kelemumur, dengan nama ilmiah
Pityriasis capitis) yaitu pengelupasan kulit mati berlebihan di kulit kepala. Sel-sel
kulit yang mati dan terkelupas merupakan kejadian alami yang normal. Namun jika
terjadi pengelupasan secara berlebihan dapat mengganggu dan seringkali berakibat
kronis sampai terjadi kemerahan dan iritasi di kulit kepala. Diyakini bahwa
mikroorganisme yang berperan penting dalam menyebabkan ketombe adalah jamur
Pityrosporum. P.ovale adalah yeast atau jamur bersel tunggal yang merupakan
anggota genus Malassezia sp, dan termasuk family Cryptococcaceae. P. ovale
13

termasuk penyebab mikosis superfisialis yang mengenai stratum korneum pada
lapisan epidermis. Ciri ciri Jamur ini adalah berbentuk oval bulat/ seperti botol,
gram positif, berukuran 1-2 x 2-4 , berdinding ganda dan memperbanyak diri dengan
blastospora, serta merupakan flora normal kulit kepala (Oktaviani, 2012)

Gambar II.5 Jamur Pityrosporum ovalesecara mikroskopik
Banyak kelainan kulit berupa bercak putih (makula hipopigmentasi) salah
satu diantaranya penyakit Pitiriasis Versikolor yang disebabkan Malassezia
furfur/Pityrosporum orbiculare/P. ovale. Pitiriasis Versikolor merupakan penyakit
infeksi jamur superficial kronis pada kulit yang ditandai dengan makula
hipopigmentasi dan skuama. Penyakit ini dikenal untuk pertama kali sebagai
penyakit jamur pada tahun 1846 oleh Eichsted. Robin pada tahun 1853 memberi
jamur penyakit ini dengan nama Microsporum furfur pada tahun 1889 oleh Baillon
spesies ini diberi nama Mallassezia furfur. Penelitian selanjutnya dan sampai
sekarang menunjukkan bahwa Malassezia furfur dan Pityrosporum orbiculare/ P.
ovale merupakan organisme yang sama (Partogi, 2008).


14

C. Ketombe
Ketombe disebut juga dandruff, pityriasis simplex capillitii, dan p. sicca.
Ketombe adalah kelainan kulit kepala berambut yang diakibatkan oleh infeksi jamur
dengan skuama putih abu-abu berjumlah banyak mudah rontok, disertai rasa gatal
yang hebat pada kulit kepala, berbau dan dengan atau tanpa peradangan. Ketombe
merupakan penyakit universal yang terjadi pada daerah tropis dengan kelembapan
dan suhu yang tinggi. Ketombe menyerang hampir semua usia baik anak usia kurang
1 bulan maupun anak pada masa pubertas dimana terjadi perubahan hormon yang
merangsang kelenjar sebasea untuk menghasilkan sebum, dan kelompok usia 25-40
tahun. Kelompok ras kaukasoid lebih rentan mengalami ketombe. Berdasarkan jenis
kelamin, ketombe lebih sering ditemukan pada pria daripada wanita walaupun selisih
persentasenya 0,5%. Lebih dari 70% orang mengalami masalah ketombe hal ini
menyebabkan masalah sosial dan kurang percaya diri pada setiap individu (Oktaviani,
2012).
Ketombe mempunyai gambaran klinik berupa skuama yang berwarna putih
kekuningan, berupa serbuk putih atau berupa titik-titik pada rambut dan pundak
akibat terjadinya pelepasan lapisan keratin epidermal pada saat kulit kepala digaruk
yang kemudian menempel di batang rambut atau jatuh ke baju, rambut cenderung
rontok akibat dikorek, dan warna kulit kemerahan. Beberapa faktor pemicu terjadinya
ketombe yaitu: kurangnya kebersihan kulit kepala, aktivitas produksi kelenjar sebasea
pada kulit kepala berlebihan, obat-obatan yang menstimulasi kelenjar minyak, stres
psikis yang menyebabkan produksi kelenjar minyak meningkat, sensitivitas terhadap
produk perawatan rambut sehingga menyebabkan iritasi, infeksi akibat jamur, dan
15

menurunnya daya tahan tubuh. P. ovale sendiri bersifat lipofilik dan sering di
temukan di stratum korneum karena mikroorganisme ini membutuhkan asam lemak
bebas untuk bertahan hidup. Secara normal pertumbuhan mikroorganisme ini
seimbang apabila kadar produksi kelenjar sebasea tidak berlebihan dan meningkat
apabila aktivitas kelenjar sebasea berlebihan (Oktaviani, 2012).
Mekanisme terjadinya ketombe itu sendiri, diakibatkan hipersekresi sebum
sehingga memicu pertumbuhan P. ovale secara berlebihan. P. ovale akan memakan
minyak yang keluar dari pori-pori kepala, kemudian menghidrolisis trigliserida
menjadi asam lemak bebas dan menciptakan rantai panjang dan menengah sehingga
respon sel dimediasi dan diaktivasi mengakibatkan iritasi pada kulit kepala dan
menyebabkan hiperproliferasi dari stratum korneum (lapisan pelindung kulit).
Kelebihan sel kulit inilah yang menyebabkan sebagian sel tersebut mati dan jatuh.
Keratin mati dilepaskan sebagai gumpalan-gumpalan serpihan berwarna putih abu-
abu pada kulit kepala dan rambut (Oktaviani, 2012).
Faktor lain yang menyebabkan terjadinya ketombe adalah cuaca dingin yang
menyebabkan suhu di kulit kepala menjadi lembab, sehingga dapat menciptakan
lingkungan yang optimal bagi pertumbuhan jamur. Keringat yang disebabkan oleh
olahraga yang berlebihan disertai kurang membersihkan kulit kepala dapat
nenyebabkan terjadinya ketombe. Selain itu makanan yang berlemak tinggi dapat
memicu terjadinya ketombe, obat-obat penurun daya tahan kulit tubuh, dan penyakit
sistemik kronik.
Penatalaksanaan ketombe dilakukan secara teratur, konsisten, tekun, dan
menyeluruh. Pengobatan dapat dilakukan secara sistemik maupun topikal. Tujuan
16

pengobatan topikal adalah untuk mengurangi pertumbuhan P. ovale, mengurangi
hipersekresi kelenjar sebum, menghilangkan rasa gatal atau reaksi inflamasi,
mencegah kerontokan rambut, serta membersihkan rambut dan kulit kepala terhadap
kotoran yang berasal dari sekresi kulit, lingkungan, dan residu produk perawatan
rambut. Obat-obat yang digunakan secara topikal antara lain:
a. Asam salisilat adalah beta-hidroksi asam, agen keratolitik yang berguna dalam
menghilangkan sisik, kulit hiperkeratotik, dan mengurangi adhesi sel cellto
antara korneosit. Dalam peraturan Ka Badan POM No. HK.00.05.42.1018 kadar
Asam salisilat sebagai anti ketombe dibatasi 3% untuk produk dibilas dan 2%
produk lainnya.
b. Sulfur (belerang) bersifat keratolitik dan sifat antimikroba
c. Zinc pyrithione (ZPT) bersifat bakteriostatik, antimitosis, normalisasi
keratinisasi epitel stratum korneum, produksi sebum, sitotoksi, dan antimikroba.
d. Tar bersifat anti inflamasi, antiproliferatif dan sitostatik
e. Kortikosteroid topikal bersifat anti-inflamasi dan antiproliferatif
f. Selenium sulfida bersifat antimikroba, antimitotis ,anti-seboroik dan muncul
untuk menghasilkan efek sitostatik pada sel-sel epidermis dan folikel epitel.
Selenium sulfide dengan kadar 1% dan 2,5% digunakan pada kulit kepala untuk
mengontol gejala ketombe dan seborrheic dermatitis
g. Ketokenazole merupakan agen antimikotik spektrum luas yang aktif terhadap
Candida albicans dan Malassezia furfur
h. Pirokton olamine atau Oxtopirox merupakan terapi infeksi jamur sebagai salah
satu komponen shampoo anti ketombe pengganti seng pityrion
17


Apabila pengobatan topikal tidak berhasil, maka terapi yang dapat diberikan
secara kombinasi dengan glukokortikoid sistemik. Pada kasus yang berat tidak jarang
ditemukan infeksi sekunder, maka diberikan terapi antibiotic. Namun keberhasilan
pengobatan ditentukan oleh keteraturan perawaatan, menjaga kebersihan kulit kepala,
istirahat yang cukup, makan makanan yang sehat dan bergizi, serta menghindari
stress (Oktaviani, 2012).
D. Antijamur
Antifungi/antimikroba adalah suatu bahan yang dapat mengganggu
pertumbuhan dan metabolisme mikroorganisme. Antimikroba menghambat
pertumbuhan mikroba dengan cara bakteriostatik atau bakterisida. Hambatan ini
terjadi sebagai akibat gangguan reaksi yang esensial untuk pertumbuhan. Reaksi
tersebut merupakan satu-satunya jalan untuk mensintesis makromolekul seperti
protein atau asam nukleat, sintesis struktur sel seperti dinding sel atau membran sel
dan sebagainya. Mekanisme antijamur dapat dikelompokkan sebagai gangguan pada
membran sel, gangguan ini terjadi karena adanya ergosterol dalam sel jamur, ini
adalah komponen sterol yang sangat penting sangat mudah diserang oleh antibiotik
turunan polien. Kompleks polien-ergosterol yang terjadi dapat membentuk suatu pori
dan melalui pori tersebut konstituen essensial sel jamur seperti ion K, fosfat
anorganik, asam karboksilat, asam amino dan ester fosfat bocor keluar hingga
menyebabkan kematian sel jamur. Penghambatan biosintesis ergosterol dalam sel
jamur, mekanisme ini merupakan mekanisme yang disebabkan oleh senyawa turunan
imidazol karena mampu menimbulkan ketidakteraturan membran sitoplasma jamur
dengan cara mengubah permeabilitas membran dan mengubah fungsi membran dalam
18

proses pengangkutan senyawa senyawa essensial yang dapat menyebabkan
ketidakseimbangan metabolik sehingga menghambat pertumbuhan atau menimbulkan
kematian sel jamur (Sholichah 2010).
Penghambatan sintesis asam nukleat dan protein jamur, merupakan
mekanisme yang disebabkan oleh senyawa turunan pirimidin. Efek antijamur terjadi
karena senyawa turunan pirimidin mampu mengalami metabolisme dalam sel jamur
menjadi suatu antimetabolit. Metabolik antagonis tersebut kemudian bergabung
dengan asam ribonukleat dan kemudian menghambat sintesis asam nukleat dan
protein jamur. Penghambatan mitosis jamur, efek antijamur ini terjadi karena adanya
senyawa antibiotik griseofulvin yang mampu mengikat protein mikrotubuli dalam sel,
kemudian merusak struktur spindle mitotic dan menghentikan metafasa pembelahan
sel jamur (Sholichah 2010).
Ketokonazole banyak digunakan untuk pengobatan pada penyakit yang
disebabkan oleh jamur. Ketokonazole (1-[4-(4-{(2R, 4S)-2-(2,4-Dichlorophenyl)-
2(1H-imidazol-1-ylmethyl)-1,3-dioxolan-4-yl]methoxyphenyl)piperazin-1yl]ethan-1-
one) bekerja spesifik terhadap sel fungi dengan cara menghambat enzim sitokrom
P450 14-alpha-demethylase (P45014DM) yang terlibat dalam jalur biosintesis sterol
dan akan mengubah lanosterol menjadi ergosterol pada membrane sel fungi (Sriyani
et al, 2013).




19




E. Ekstraksi
Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut
sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan menggunakan pelarut cair.
Senyawa aktif yang terdapat dalam berbagai simplisia dapat digolongkan ke dalam
golongan minyak atsiri, alkaloid, flavonoid dan lain-lain. Dengan diketahuinya
senyawa aktif yang dikandung simplisia akan mempermudah pemilihan pelarut dan
cara ekstraksi yang tepat (Ditjen POM, 2000).
Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif
dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai,
kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang
tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan (Ditjen
POM, 1995).
Metode ekstraksi dapat dilakukan dengan beberapa cara:
a. Cara dingin
1. Maserasi
Maserasi merupakan proses pengekstrakan simplisia yang
menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau
pengadukan pada temperatur ruangan (kamar).
2. Perkolasi
20

Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru
sampai penyarian sempurna yang umumnya dilakukan pada
temperatur ruangan. Proses terdiri dari tahapan pengembangan
bahan, tahap maserasi antara dan tahap perkolasi sebenarnya
(penetesan/penampungan ekstrak) secara terus menerus sampai
diperoleh ekstrak (perkolat) yang jumlahnya 1-5 kali bahan.
b. Cara panas
1. Refluks
Refluks merupakan ekstraksi dengan pelarut pada
temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah
pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin
balik. Umumnya dilakukan pengulangan proses pada residu
pertama sampai 3-5 kali sehingga dapat termasuk proses
ekstraksi sempurna.
2. Sokletasi
Sokletasi adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu
baru yang umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga
terjadi ekstraksi yang berkelanjutan dengan jumlah pelarut yang
relatif konstan dengan adanya pendingin balik.
3. Digesti
Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan
kontiniu) pada temperatur yang lebih tinggi dari temperatur
21

ruangan (kamar) yaitu secara umum dilakukan pada temperatur
40-50
0
C.



4. Infus
Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur
penangas air (bejana infus tercelup dalam penangas air
mendidih, temperatur terukur 96-98
0
C) selama waktu tertentu
(15-20 menit).
5. Dekok
Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama (30
0
C)
dengan temperatur sampai titik didih air.
6. Destilasi uap
Destilasi uap adalah ekstraksi senyawa kandungan
menguap (minyak atsiri) dari bahan (segar atau simplisia)
dengan uap air berdasarkan peristiwa tekanan parsial. Senyawa
menguap akan terikut dengan fase uap air dari ketel secara
kontiniu dan diakhiri dengan kondensasi fase uap campuran
(senyawa kandungan menguap ikut terdestilasi) menjadi destilat
air bersama senyawa kandungan yang memisah sempurna atau
memisah sebagian (Ditjen POM, 2000).
F. Hipotesis
22

Ekstrak etanol buah belimbing wuluh dan daun sirih mengandung golongan senyawa
kimia yang memiliki aktivitas antijamur.



G. Kerangka Penelitian














Buah belimbing wuluh
dan daun sirih
Ekstrak etanol buah
belimbing wuluh
Ekstrak etanol daun sirih Ekstraksi
Identifikasi Senyawa
Flavonoid, tannin, dan
alkaloid
Identifikasi Senyawa
Flavonoid, tannin, dan
alkaloid
Kombinasi Ekstrak 1:1
dengan konsentrasi 1%,
2%, 3%, 4%, 5%
Penentuan KHM metode
potensi antibiotik
dibandingkan dengan
Ketokonazol 2%
Antijamur/bukan antijamur
Determinasi
Pembuatan simplisia
KONSENTRASI (%)
HASIL
N
o
1% 2% 3% 4% 5% Kontrol
(-)
Kontrol
(+)





X = SD

23

You might also like