You are on page 1of 26

1

Witrisyah putri pc
1102010293
Scenario 4
Blok saraf dan perilaku
LI.1.Memahami dan menjelaskan gangguan skizofrenia
LO.1.1. Menjelaskan definisi skizofrenia
Skizofrenia adalah suatu sindrom klinis dengan variasi psikopatologi, biasanya berat, berlangsung lama dan
ditandai oleh penyimpangan dari pikiran, persepsi serta emosi
LO.1.2. Menjelaskan etiologi skizofrenia
Etiologi
Model diatesis -stress Menurut teori ini skizofrenia timbul akibat faktor psikososial dan lingkungan. Model ini
berpendapat bahwa seseorang yang memiliki kerentanan (diatesis) jika dikenai stresor akan lebih mudah
menjadi skizofrenia.
a. Keturunan
Telah dibuktikan dengan penelitian bahwa angka kesakitan bagi saudara tiri 0,9-1,8 %, bagi saudara
kandung 7-15 %, bagi anak dengan salah satu orang tua yang menderita Skizofrenia 40-68 %, kembar
2 telur 2-15 % dan kembar satu telur 61-86 % (Maramis, 1998; 215 ).
b. Endokrin
Teori ini dikemukakan berhubung dengan sering timbulnya Skizofrenia pada waktu pubertas, waktu
kehamilan atau puerperium dan waktu klimakterium., tetapi teori ini tidak dapat dibuktikan.
c. Metabolisme
Teori ini didasarkan karena penderita Skizofrenia tampak pucat, tidak sehat, ujung extremitas agak
sianosis, nafsu makan berkurang dan berat badan menurun serta pada penderita dengan stupor
katatonik konsumsi zat asam menurun. Hipotesa ini masih dalam pembuktian dengan pemberian obat
halusinogenik.
d. Susunan saraf pusat
Penyebab Skizofrenia diarahkan pada kelainan SSP yaitu pada diensefalon atau kortek otak, tetapi
kelainan patologis yang ditemukan mungkin disebabkan oleh perubahan postmortem atau
merupakan artefakt pada waktu membuat sediaan.
e. Teori Adolf Meyer :
Skizofrenia tidak disebabkan oleh penyakit badaniah sebab hingga sekarang tidak dapat ditemukan
kelainan patologis anatomis atau fisiologis yang khas pada SSP tetapi Meyer mengakui bahwa suatu
suatu konstitusi yang inferior atau penyakit badaniah dapat mempengaruhi timbulnya Skizofrenia.
Menurut Meyer Skizofrenia merupakan suatu reaksi yang salah, suatu maladaptasi, sehingga timbul
disorganisasi kepribadian dan lama kelamaan orang tersebut menjauhkan diri dari kenyataan
(otisme).
f. Teori Sigmund Freud
Skizofrenia terdapat (1) kelemahan ego, yang dapat timbul karena penyebab psikogenik ataupun
somatik (2) superego dikesampingkan sehingga tidak bertenaga lagi dan Id yamg berkuasa serta
terjadi suatu regresi ke fase narsisisme dan (3) kehilangaan kapasitas untuk pemindahan
(transference) sehingga terapi psikoanalitik tidak mungkin.
g. Eugen Bleuler
Penggunaan istilah Skizofrenia menonjolkan gejala utama penyakit ini yaitu jiwa yang terpecah belah,
adanya keretakan atau disharmoni antara proses berfikir, perasaan dan perbuatan. Bleuler membagi
gejala Skizofrenia menjadi 2 kelompok yaitu gejala primer (gaangguan proses pikiran, gangguan
emosi, gangguan kemauan dan otisme) gejala sekunder (waham, halusinasi dan gejala katatonik atau
gangguan psikomotorik yang lain).
h. Teori lain
2

Skizofrenia sebagai suatu sindroma yang dapat disebabkan oleh bermacam-macaam sebab antara lain
keturunan, pendidikan yang salah, maladaptasi, tekanan jiwa, penyakit badaniah seperti lues otak,
arterosklerosis otak dan penyakit lain yang belum diketahui.
i. Ringkasan
Sampai sekarang belum diketahui dasar penyebab Skizofrenia. Dapat dikatakan bahwa faktor
keturunan mempunyai pengaruh. Faktor yang mempercepat, yang menjadikan manifest atau faktor
pencetus (presipitating factors) seperti penyakit badaniah atau stress psikologis, biasanya tidak
menyebabkan Skizofrenia, walaupun pengaruhnyaa terhadap suatu penyakit Skizofrenia yang sudah
ada tidak dapat disangkal.( Maramis, 1998;218 ).
Faktor Biologi
Komplikasi kelahiran
Bayi laki laki yang mengalami komplikasi saat dilahirkan sering mengalami skizofrenia, hipoksia
perinatal akan meningkatkan kerentanan seseorang terhadap skizofrenia.
Infeksi
Perubahan anatomi pada susunan syaraf pusat akibat infeksi virus pernah dilaporkan pada orang
orang dengan skizofrenia. Penelitian mengatakan bahwa terpapar infeksi virus pada trimester kedua
kehamilan akan meningkatkan seseorang menjadi skizofrenia.
Hipotesis Dopamin
Dopamin merupakan neurotransmiter pertama yang berkontribusi terhadap gejala skizofrenia.
Hampir semua obat antipsikotik baik tipikal maupun antipikal menyekat reseptor dopamin D2, dengan
terhalangnya transmisi sinyal di sistem dopaminergik maka gejala psikotik diredakan.Berdasarkan pengamatan
diatas dikemukakan bahwa gejala gejala skizofrenia disebabkan oleh hiperaktivitas sistem dopaminergik.
Hipotesis Serotonin
Gaddum, wooley dan show tahun 1954 mengobservasi efek lysergic acid diethylamide (LSD) yaitu
suatu zat yang bersifat campuran agonis/antagonis reseptor 5-HT. Ternyata zat ini menyebabkan keadaan
psikosis berat pada orang normal.Kemungkinan serotonin berperan pada skizofrenia kembali mengemuka
karena penetitian obat antipsikotik atipikal clozapine yang ternyata mempunyai afinitas terhadap reseptor
serotonin 5-HT~ lebih tinggi dibandingkan reseptordopamin D2.
Struktur Otak
Daerah otak yang mendapatkan banyak perhatian adalah sistem limbik dan ganglia basalis. Otak pada
pendenta skizofrenia terlihat sedikit berbeda dengan orang normal, ventrikel teilihat melebar, penurunan
massa abu abu dan beberapa area terjadi peningkatan maupun penurunan aktifitas metabolik. Pemeriksaan
mikroskopis dan jaringan otak ditemukan sedikit perubahan dalam distribusi sel otak yang timbul pada masa
prenatal karena tidak ditemukannya sel glia, biasa timbul pada trauma otak setelah lahir.
Genetika
Para ilmuwan sudah lama mengetahui bahwa skizofrenia diturunkan, 1% dari populasi umum tetapi
10% pada masyarakat yang mempunyai hubungan derajat pertama seperti orang tua, kakak laki laki ataupun
perempuan dengan skizofrenia. Masyarakat yang mempunyai hubungan derajat ke dua seperti paman, bibi,
kakek / nenek dan sepupu dikatakan lebih sering dibandingkan populasi umum.Kembar identik 40% sampai
65% berpeluang menderita skizofrenia sedangkan kembar dizigotik 12%.Anak dan kedua orang tua yang
skizofrenia berpeluang 40%, satu orang tua 12%.
3

Epidemiologi
Sekitar satu persen penduduk dunia akan mengidap skizofrenia pada suatu waktu dalam hidupnya. Di
Indonesia diperkirakan satu sampai dua persen penduduk atau sekitar dua sampai empat juta jiwa akan
terkena penyakit ini. Bahkan sekitar sepertiga dari sekitar satu sampai dua juta yang terjangkit penyakit
skizofrenia ini atau sekitar 700 ribu hingga 1,4 juta jiwa kini sedang mengidap skizofrenia. Perkiraan angka ini
disampaikan Dr LS Chandra, SpKJ dari Sanatorium Dharmawangsa Jakarta Selatan.
Tiga per empat dari jumlah pasien skizofrenia umumnya dimulai pada usia 16 sampai 25 tahun pada
laki-laki. Pada kaum perempuan, skizofrenia biasanya mulai diidap pada usia 25 hingga 30 tahun. Penyakit yang
satu ini cenderung menyebar di antara anggota keluarga sedarah.
LO.1.3.Menjelaskan klasifikasi skizofrenia
1. Skizofrenia Paranoid
Memenuhi kriteria diagnostik skizofrenia
Sebagai tambahan :
Halusinasi dan atau waham harus menonjol :
Suara-suara halusinasi yang mengancam pasien atau memberi perintah, atau halusinasi auditorik tanpa
bentuk verbal berupa bunyi pluit, mendengung, atau bunyi tawa.
Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat seksual, atau lain-lain perasaan tubuh
halusinasi visual mungkin ada tetapi jarang menonjol.
Waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi waham dikendalikan (delusion of control), dipengaruhi
(delusion of influence), atau Passivity (delusion of passivity), dan keyakinan dikejar-kejar yang beraneka
ragam, adalah yang paling khas.
Gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan, serta gejala katatonik secara relatif tidak nyata /
menonjol.
Pasien skizofrenik paranoid biasanya berumur lebih tua daripada pasien skizofrenik terdisorganisasi atau
katatonik jika mereka mengalami episode pertama penyakitnya. Pasien yang sehat sampai akhir usia 20 atau
30 tahunan biasanya mencapai kehidupan social yang dapat membantu mereka melewati penyakitnya. Juga,
kekuatan ego paranoid cenderung lebih besar dari pasien katatonik dan terdisorganisasi. Pasien skizofrenik
paranoid menunjukkan regresi yang lambat dari kemampuanmentalnya, respon emosional, dan perilakunya
dibandingkan tipe lain pasien skizofrenik.
Pasien skizofrenik paranoid tipikal adalah tegang, pencuriga, berhati-hati, dan tak ramah. Mereka juga
dapat bersifat bermusuhan atau agresif. Pasien skizofrenik paranoid kadang-kadang dapat menempatkan diri
mereka secara adekuat didalam situasi social. Kecerdasan mereka tidak terpengaruhi oleh kecenderungan
psikosis mereka dan tetap intak.
2. Skizofrenia Hebefrenik
Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia
Diagnosis hebefrenia untuk pertama kali hanya ditegakkan pada usia remaja atau dewasa muda (onset
biasanya mulai 15-25 tahun).
Kepribadian premorbid menunjukkan ciri khas : pemalu dan senang menyendiri (solitary), namun tidak
harus demikian untuk menentukan diagnosis.
4

Untuk diagnosis hebefrenia yang menyakinkan umumnya diperlukan pengamatan kontinu selama 2 atau
3 bulan lamanya, untuk memastikan bahwa gambaran yang khas berikut ini memang benar bertahan :
Perilaku yang tidak bertanggung jawab dan tak dapat diramalkan, serta mannerisme; ada kecenderungan
untuk selalu menyendiri (solitary), dan perilaku menunjukkan hampa tujuan dan hampa perasaan;
Afek pasien dangkal (shallow) dan tidak wajar (inappropriate), sering disertai oleh cekikikan (giggling)
atau perasaan puas diri (self-satisfied), senyum sendirir (self-absorbed smiling), atau oleh sikap, tinggi hati
(lofty manner), tertawa menyeringai (grimaces), mannerisme, mengibuli secara bersenda gurau (pranks),
keluhan hipokondrial, dan ungkapan kata yang diulang-ulang (reiterated phrases);
Proses pikir mengalami disorganisasi dan pembicaraan tak menentu (rambling) serta inkoheren.
Gangguan afektif dan dorongan kehendak, serta gangguan proses pikir umumnya menonjol. Halusinasi
dan waham mungkin ada tetapi biasanya tidak menonjol (fleeting and fragmentary delusions and
hallucinations). Dorongan kehendak (drive) dan yang bertujuan (determination) hilang serta sasaran
ditinggalkan, sehingga perilaku penderita memperlihatkan ciri khas, yaitu perilaku tanpa tujuan (aimless) dan
tanpa maksud (empty of purpose). Adanya suatu preokupasi yang dangkal dan bersifat dibuat-buat terhadap
agama, filsafat dan tema abstrak lainnya, makin mempersukar orang memahami jalan pikiran pasien.
Menurut DSM-IV skizofrenia disebut sebagai skizofrenia tipe terdisorganisasi.
3. Skizofrenia Katatonik
Memenuhi kriteria umum untuk diagnosis skizofrenia
Satu atau lebih dari perilaku berikut ini harus mendominasi gambaran klinisnya :
stupor (amat berkurangnya dalam reaktivitas terhadap lingkungan dan dalam gerakan serta aktivitas
spontan) atau mutisme (tidak berbicara):
Gaduh gelisah (tampak jelas aktivitas motorik yang tak bertujuan, yang tidak dipengaruhi oleh stimuli
eksternal)
Menampilkan posisi tubuh tertentu (secara sukarela mengambil dan mempertahankan posisi tubuh
tertentu yang tidak wajar atau aneh);
Negativisme (tampak jelas perlawanan yang tidak bermotif terhadap semua perintah atau upaya untuk
menggerakkan, atau pergerakkan kearah yang berlawanan);
Rigiditas (mempertahankan posisi tubuh yang kaku untuk melawan upaya menggerakkan dirinya);
Fleksibilitas cerea / waxy flexibility (mempertahankan anggota gerak dan tubuh dalam posisi yang
dapat dibentuk dari luar); dan
Gejala-gejala lain seperti command automatism (kepatuhan secara otomatis terhadap perintah), dan
pengulangan kata-kata serta kalimat-kalimat.
Pada pasien yang tidak komunikatif dengan manifestasi perilaku dari gangguan katatonik, diagnosis
skizofrenia mungkin harus ditunda sampai diperoleh bukti yang memadai tentang adanya gejala-gejala lain.
Penting untuk diperhatikan bahwa gejala-gejala katatonik bukan petunjuk diagnostik untuk skizofrenia.
Gejala katatonik dapat dicetuskan oleh penyakit otak, gangguan metabolik, atau alkohol dan obat-obatan,
serta dapat juga terjadi pada gangguan afektif.
Selama stupor atau kegembiraan katatonik, pasien skizofrenik memerlukan pengawasan yang ketat
untuk menghindari pasien melukai dirinya sendiri atau orang lain. Perawatan medis mungkin ddiperlukan
karena adanya malnutrisi, kelelahan, hiperpireksia, atau cedera yang disebabkan oleh dirinya sendiri.
5

4. Skizofrenia tak terinci (Undifferentiated).
Seringkali. Pasien yang jelas skizofrenik tidak dapat dengan mudah dimasukkan kedalam salah satu tipe.
PPDGJ mengklasifikasikan pasien tersebut sebagai tipe tidak terinci. Kriteria diagnostic menurut PPDGJ III yaitu:
Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia
Tidak memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofrenia paranoid, hebefrenik, atau katatonik.
Tidak memenuhi kriteria untuk skizofrenia residual atau depresi pasca skizofrenia.

5. Depresi Pasca-Skizofrenia
Diagnosis harus ditegakkan hanya kalau :
Pasien telah menderita skizofrenia (yang memenuhi kriteria diagnosis umum skizzofrenia) selama 12
bulan terakhir ini;
Beberapa gejala skizofrenia masih tetap ada (tetapi tidak lagi mendominasi gambaran klinisnya); dan
Gejala-gejala depresif menonjol dan menganggu, memenuhi paling sedikit kriteria untuk episode
depresif, dan telah ada dalam kurun waktu paling sedikit 2 minggu.
Apabila pasien tidak lagi menunjukkan gejala skizofrenia diagnosis menjadi episode depresif. Bila gejala
skizofrenia diagnosis masih jelas dan menonjol, diagnosis harus tetap salah satu dari subtipe skizofrenia yang
sesuai.

6. Skizofrenia Residual
Untuk suatu diagnosis yang meyakinkan, persyaratan berikut ini harus dipenuhi semua :
Gejala negative dari skizofrenia yang menonjol misalnya perlambatan psikomotorik, aktivitas menurun,
afek yang menumpul, sikap pasif dan ketiadaan inisiatif, kemiskinan dalam kuantitas atau isi pembicaraan,
komunikasi non-verbal yang buruk seperti dalam ekspresi muka, kontak mata, modulasi suara, dan posisi
tubuh, perawatan diri dan kinerja sosial yang buruk;
Sedikitnya ada riwayat satu episode psikotik yang jelas di masa lampau yang memenuhi kriteria untuk
diagnosis skizofenia;
Sedikitnya sudah melampaui kurun waktu satu tahun dimana intensitas dan frekuensi gejala yang nyata
seperti waham dan halusinasi telah sangat berkurang (minimal) dan telah timbul sindrom negative dari
skizofrenia;
Tidak terdapat dementia atau penyakit / gangguan otak organik lain, depresi kronis atau institusionalisasi
yang dapat menjelaskan disabilitas negative tersebut.
Menurut DSM IV, tipe residual ditandai oleh bukti-bukti yang terus menerus adanya gangguan
skizofrenik, tanpa adanya kumpulan lengkap gejala aktif atau gejala yang cukup untuk memenuhi tipe lain
skizofrenia. Penumpulan emosional, penarikan social, perilaku eksentrik, pikiran yang tidak logis, dan
pengenduran asosiasi ringan adalah sering ditemukan pada tipe residual. Jika waham atau halusinasi
ditemukan maka hal tersebut tidak menonjol dan tidak disertai afek yang kuat.

7. Skizofrenia Simpleks
Diagnosis skizofrenia simpleks sulit dibuat secara meyakinkan karena tergantung pada pemantapan
perkembangan yang berjalan perlahan dan progresif dari :
gejala negative yang khas dari skizofrenia residual tanpa didahului riwayat halusinasi, waham, atau
manifestasi lain dari episode psikotik, dan
disertai dengan perubahan-perubahan perilaku pribadi yang bermakna, bermanifestasi sebagai
kehilangan minat yang mencolok, tidak berbuat sesuatu, tanpa tujuan hidup, dan penarikan diri secara sosial.
Gangguan ini kurang jelas gejala psikotiknya dibandingkan subtipe skizofrenia lainnya.
Skizofrenia simpleks sering timbul pertama kali pada masa pubertas. Gejala utama pada jenis simpleks
adalah kedangkalan emosi dan kemunduran kemauan. Gangguan proses berpikir biasanya sukar ditemukan.
Waham dan halusinasi jarang sekali terdapat. Jenis ini timbulnya perlahan-lahan sekali. Pada permulaan
mungkin penderita mulai kurang memperhatikan keluarganya atau mulai menarik diri dari pergaulan. Makin
lama ia makin mundur dalam pekerjaan atau pelajaran dan akhirnya menjadi pengangguran, dan bila tidak ada
orang yang menolongnya ia mungkin akan menjadi pengemis, pelacur, atau penjahat.
8. Skizofrenia lainnya
Selain beberapa subtipe di atas, terdapat penggolongan skizofrenia lainnya (yang tidak berdasarkan DSM
IV TR), antara lain :
6

Bouffe delirante (psikosis delusional akut).
Konsep diagnostik Perancis dibedakan dari skizofrenia terutama atas dasar lama gejala yang kurang dari
tiga bulan. Diagnosis adalah mirip dengan diagnosis gangguan skizofreniform didalam DSM-IV. Klinisi Perancis
melaporkan bahwa kira-kira empat puluh persen diagnosis delirante berkembang dalam penyakitnya dan
akhirnya diklasifikasikan sebagai media skizofrenia.
Skizofrenia laten.
Konsep skizofrenia laten dikembangkan selama suatu waktu saat terdapat konseptualisasi diagnostic
skizofrenia yang luas. Sekarang, pasien harus sangat sakit mental untuk mendapatkan diagnosis skizofrenia;
tetapi pada konseptualisasi diagnostik skizofrenia yang luas, pasien yang sekarang ini tidak terlihat sakit berat
dapat mendapatkan diagnosis skizofrenia. Sebagai contohnya, skizofrenia laten sering merupakan diagnosis
yang digunakan gangguan kepribadian schizoid dan skizotipal. Pasien tersebut mungkin kadang-kadang
menunjukkan perilaku aneh atau gangguan pikiran tetapi tidak terus menerus memanifestasikan gejala
psikotik. Sindroma juga dinamakan skizofrenia ambang (borderline schizophrenia) di masa lalu.
Oneiroid.
Keadaan oneiroid adalah suatu keadaan mirip mimpi dimana pasien mungkin pasien sangat kebingungan
dan tidak sepenuhnya terorientasi terhadap waktu dan tempat. Istilah skizofrenik oneiroid telah digunakan
bagipasien skizofrenik yang khususnya terlibat didalam pengalaman halusinasinya untuk mengeluarkan
keterlibatan didalam dunia nyata. Jika terdapat keadaan oneiroid, klinisi harus berhati-hati dalam memeriksa
pasien untuk adanya suatu penyebab medis atau neurologist dari gejala tersebut.
Parafrenia.
Istilah ini seringkali digunakan sebagai sinonim untuk skizofrenia paranoid. Dalam pemakaian lain
istilah digunakan untuk perjalanan penyakit yang memburuk secara progresif atau adanya system waham yang
tersusun baik. Arti ganda dari istilah ini menyebabkannya tidak sangat berguna dalam mengkomunikasikan
informasi.
Pseudoneurotik.
Kadang-kadang, pasien yang awalnya menunjukkan gejala tertentu seperti kecemasan, fobia, obsesi, dan
kompulsi selanjutnya menunjukkan gejala gangguan pikiran dan psikosis. Pasien tersebut ditandai oleh gejala
panansietas, panfobia, panambivalensi dan kadang-kadang seksualitas yang kacau. Tidak seperti pasien yang
menderita gangguan kecemasan, mereka mengalami kecemasan yang mengalir bebas (free-floating) dan yang
sering sulit menghilang. Didalam penjelasan klinis pasien, mereka jarang menjadi psikotik secara jelas dan
parah.
Skizofrenia Tipe I.
Skizofrenia dengan sebagian besar simptom yang muncul adalah simptom positif yaitu asosiasi longgar,
halusinasi, perilaku aneh, dan bertambah banyaknya pembicaraan. Disertai dengan struktur otak yang normal
pada CT dan respon yang relatif baik terhadap pengobatan.
Skizofrenia tipe II.
Skizofrenia dengan sebagian besar simptom yang muncul adalah simptom negative yaitu pendataran
atau penumpulan afek, kemiskinan pembicaraan atau isi pembicaraan, penghambatan (blocking), dandanan
yang buruk, tidak adanya motivasi, anhedonia, penarikan sosial, defek kognitif, dan defisit perhatian. Disertai
dengan kelainan otak struktural pada pemeriksaan CT dan respon buruk terhadap pengobatan.


7

LO.1.4. Menjelaskan manifestasi klinis skizofrenia
Gambaran klinis
Perjalanan penyakit Skizofrenia dapat dibagi menjadi 3 fase yaitu fase prodromal, fase aktif dan fase
residual. Pada fase prodromal biasanya timbul gejala gejala non spesifik yang lamanya bisa minggu, bulan
ataupun lebih dari satu tahun sebelum onset psikotik menjadi jelas. Gejala tersebut meliputi : hendaya fungsi
pekerjaan, fungsi sosial, fungsi penggunaan waktu luang dan fungsi perawatan diri. Perubahan perubahan ini
akan mengganggu individu serta membuat resah keluarga dan teman, mereka akan mengatakan orang ini
tidak seperti yang dulu. Semakin lama fase prodromal semakin buruk prognosisnya.Pada fase aktif gejala
positif / psikotik menjadi jelas seperti tingkah laku katatonik, inkoherensi, waham, halusinasi disertai gangguan
afek.Hampir semua individu datang berobat pada fase ini, bila tidak mendapat pengobatan gejala gejala
tersebut dapat hilang spontan suatu saat mengalami eksaserbasi atau terus bertahan. Fase aktif akan diikuti
oleh fase residual dimana gejala gejalanya sama dengan fase prodromal tetapi gejala positif / psikotiknya
sudah berkurang. Disamping gejala gejala yang terjadi pada ketiga fase diatas, pendenta skizofrenia juga
mengalami gangguan kognitif berupa gangguan berbicara spontan, mengurutkan peristiwa, kewaspadaan dan
eksekutif (atensi, konsentrasi, hubungan sosial).
LO.1.5 Menjelaskan patofisiologi skizofrenia
Pada otak terjadi proses penyampaian pesan secara kimiawi (neurotransmitter) yang akan
meneruskan pesan sekitar otak. Pada penderita skizofrenia, produksi neurotransmitter-dopamin- berlebihan,
sedangkan kadar dopamin tersebut berperan penting pada perasaan senang dan pengalaman mood yang
berbeda. Bila kadar dopamin tidak seimbangberlebihan atau kurang penderita dapat mengalami gejala
positif dan negatif seperti yang disebutkan di atas.
LO.1.6. Menjelaskan diagnosis skizofrenia
Diagnosis:Pedoman Diagnostik PPDGJ-lll
Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya dua gejala atau lebih bila
gejala gejala itu kurang tajam atau kurang jelas):
a. - thought echo = isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau bergema dalam kepalanya
(tidak keras), dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya sama, namun kualitasnya berbeda ; atau
- thought insertion or withdrawal = isi yang asing dan luar masuk ke dalam pikirannya
(insertion) atau isi pikirannya diambil keluar oleh sesuatu dari luar dirinya (withdrawal); dan
- thought broadcasting= isi pikiranya tersiar keluar sehingga orang lain atau umum
mengetahuinya;
b. - delusion of control = waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu kekuatan tertentu
dari luar; atau
- delusion of passivitiy = waham tentang dirinya tidak berdaya dan pasrah terhadap suatu
kekuatan dari luar; (tentang dirinya = secara jelas merujuk kepergerakan tubuh / anggota
gerak atau ke pikiran, tindakan, atau penginderaan khusus);
- delusional perception = pengalaman indrawi yang tidak wajar, yang bermakna sangat khas
bagi dirinya, biasnya bersifatmistik atau mukjizat;
c. Halusinasi auditorik:
suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus terhadap perilaku pasien,
atau
mendiskusikan perihal pasien pasein di antara mereka sendiri (diantara berbagai
suara yang berbicara), atau
jenis suara halusinasi lain yang berasal dan salah satu bagian tubuh.
d. Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat dianggap tidak wajar
dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal keyakinan agama atau politik tertentu, atau
8

kekuatan dan kemampuan di atas manusia biasa (misalnya mampu mengendalikan cuaca,
atau berkomunikasi dengan mahluk asing dan dunia lain)
Atau paling sedikit dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada secara jelas:
a. halusinasi yang menetap dan panca-indera apa saja, apabila disertai baik oleh waham yang
mengambang maupun yang setengah berbentuk tanpa kandungan afektif yang jelas, ataupun
disertai oleh ide-ide berlebihan (over-valued ideas) yang menetap, atau apabila terjadi setiap
hari selama berminggu minggu atau berbulan-bulan terus menerus;
b. arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan (interpolation), yang berkibat
inkoherensi atau pembicaraan yang tidak relevan, atau neologisme;
c. perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh-gelisah (excitement), posisi tubuh tertentu
(posturing), atau fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme, dan stupor;
d. gejala-gejala negative, seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang, dan respons
emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang mengakibatkan penarikan diri dari
pergaulan sosial dan menurunnya kinerja sosial; tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut
tidak disebabkan oleh depresi oleh depresi atau medikasi neuroleptika;
Adanya gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama kurun waktu satu bulan atau lebih
(tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik (prodromal)
Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu keseluruhan (overall quality)
dan beberapa aspek perilaku pribadi (personal behavior), bermanifestasi sebagai hilangnya minat,
hidup tak bertujuan, tidak berbuat sesuatu sikap larut dalam diri sendiri (self-absorbed attitude), dan
penarikan diri secara sosial.
LO.1.7.Menjelaskan macam-macam pemeriksaan penunjang
PET Scan untuk melihat aktivitas-aktivitas pada otak
CT Scan untuk melihat apakah ada lesi pada otak
LO.1.8. Menjelaskan penatalaksanaan skizofrenia
Terapi / Tatalaksana
I. Psikofarmaka
Pemilihan obat
Pada dasarnya semua obat anti psikosis mempunyai efek primer (efek klinis) yang sama pada dosis
ekivalen, perbedaan utama pada efek sekunder ( efek samping: sedasi, otonomik, ekstrapiramidal).
Pemilihan jenis antipsikosis mempertimbangkan gejala psikosis yang dominan dan efek samping
obat.Pergantian disesuaikan dengan dosis ekivalen. Apabila obat antipsikosis tertentu tidak memberikan
respons klinis dalam dosis yang sudah optimal setelah jangka waktu yang tepat, dapat diganti dengan obat
antipsikosis lain (sebaiknya dan golongan yang tidak sama) dengan dosis ekivalennya. Apabila dalam
riwayat penggunaan obat antipsikosis sebelumnya sudah terbukti efektif dan efek sampingnya ditolerir
baik, maka dapat dipilih kembali untuk pemakaian sekarang.Bila gejala negatif lebih menonjol dari gejala
positif pilihannya adalah obat antipsikosis atipikal, Sebaliknya bila gejala positif lebih menonjol
dibandingkan gejala negatif pilihannya adalah tipikal.Begitu juga pasien-pasien dengan efek samping
ekstrapiramidal pilihan kita adalah jenis atipikal.Obat antipsikotik yang beredar dipasaran dapat
dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu antipsikotik generasi pertama (APG I) dan antipsikotik generasi
ke dua (APG ll). APG I bekerja dengan memblok reseptor D2 di mesolimbik, mesokortikal, nigostriatal dan
tuberoinfundibular sehingga dengan cepat menurunkan gejala positif tetapi pemakaian lama dapat
memberikan efek samping berupa: gangguan ekstrapiramidal, tardive dyskinesia, peningkatan kadar
prolaktin yang akan menyebabkan disfungsi seksual / peningkatan berat badan dan memperberat gejala
negatif maupun kognitif. Selain itu APG I menimbulkan efek samping antikolinergik seperti mulut kering
pandangan kabur gangguan miksi, defekasi dan hipotensi. APG I dapat dibagi lagi menjadi potensi tinggi
bila dosis yang digunakan kurang atau sama dengan 10 mg diantaranya adalah trifluoperazine,
9

fluphenazine, haloperidol dan pimozide. Obat-obat ini digunakan untuk mengatasi sindrom psikosis
dengan gejala dominan apatis, menarik diri, hipoaktif, waham dan halusinasi. Potensi rendah bila dosisnya
lebih dan 50 mg diantaranya adalah Chlorpromazine dan thiondazine digunakan pada penderita dengan
gejala dominan gaduh gelisah, hiperaktif dan sulit tidur. APG II sering disebut sebagai serotonin dopamin
antagonis (SDA) atau antipsikotik atipikal.Bekerja melalui interaksi serotonin dan dopamin pada ke empat
jalur dopamin di otak yang menyebabkan rendahnya efek samping extrapiramidal dan sangat efektif
mengatasi gejala negatif.Obat yang tersedia untuk golongan ini adalah clozapine, olanzapine, quetiapine
dan rispendon.
Pengaturan Dosis Dalam pengaturan dosis perlu mempertimbangkan:
o Onset efek primer (efek klinis) : 2-4ininggu
Onset efek sekunder (efek samping) : 2-6 jam
o Waktu paruh : 12-24 jam (pemberian 1-2 x/hr)
o Dosis pagi dan malam dapat berbeda (pagi kecil, malam besar) sehingga tidak mengganggu
kualitas hidup penderita.
o Obat antipsikosis long acting : fluphenazine decanoate 25 mg/cc atau haloperidol decanoas
50 mg/cc, IM untuk 2-4ininggu. Berguna untuk pasien yang tidak/sulitininum obat, dan untuk
terapi pemeliharaan.
Cara / Lama pemberian Mulai dengan dosis awal sesuai dengan dosis anjuran dinaikkan setiap 2-3 hr
sampai mencapai dosis efektif (sindrom psikosis reda), dievaluasi setiap 2ininggu bila pertu dinaikkan
sampai dosis optimal kemudian dipertahankan 8-12ininggu. (stabilisasi). Diturunkan setiap 2ininggu
(dosis maintenance) lalu dipertahankan 6 bulan sampai 2 tahun ( diselingi drug holiday 1-
2/hari/minggu) setelah itu tapering off (dosis diturunkan 2-4ininggu) lalu stop.
Untuk pasien dengan serangan sindrom psikosis multiepisode, terapi pemeliharaan paling sedikit 5
tahun (ini dapat menurunkan derajat kekambuhan 2,5 sampai 5 kali). Pada umumnya pemberian obat
antipsikosis sebaiknya dipertahankan selama 3 bulan sampai 1 tahun setelah semua gejala psikosis
reda sama sekali. Pada penghentian mendadak dapat timbul gejala cholinergic rebound gangguan
lambung, mual, muntah, diare, pusing dan gemetar. Keadaan ini dapat diatasi dengan pemberian
anticholmnergic agent seperti injeksi sulfas atropin 0,25 mg IM, tablet trhexyphenidyl 3x2 mg/hari.
II. Terapi Psikososial Ada beberapa macam metode yang dapat dilakukan antara lain :
Psikoterapi individual
o Terapi suportif
o Sosial skill training
o Terapi okupasi
o Terapi kognitif dan perilaku (CBT)
Psikoterapi kelompok
Psikoterapi keluarga
Manajemen kasus
Assertive Community Treatment (ACT)
LO.1.9.Menjelaskan prognosis skizofrenia
Prognosis
Walaupun remisi penuh atau sembuh pada skizofrenia itu ada, kebanyakan orang mempunyai gejala sisa
dengan keparahan yang bervariasi. Secara umum 25% individu sembuh sempurna, 40% mengalami
kekambuhan dan 35% mengalami perburukan. Sampai saat ini belum ada metode yang dapat memprediksi
siapa yang akan menjadi sembuh siapa yang tidak, tetapi ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhinya
seperti : usia tua, faktor pencetus jelas, onset akut, riwayat sosial / pekerjaan pramorbid baik, gejala depresi,
menikah, riwayat keluarga gangguan mood, sistem pendukung baik dan gejala positif ini akan memberikan
prognosis yang baik sedangkan onset muda, tidak ada faktor pencetus, onset tidak jelas, riwayat sosial buruk,
autistik, tidak menikah/janda/duda, riwayat keluarga skizofrenia, sistem pendukung buruk, gejala negatif,
10

riwayat trauma prenatal, tidak remisi dalam 3 tahun, sering relaps dan riwayat agresif akan memberikan
prognosis yang buruk.
LI.2.Memahami dan menjelaskan tentang penatalaksanaan gangguan psikotik
I. Psikofarmaka
Pemilihan obat Pada dasarnya semua obat anti psikosis mempunyai efek primer (efek klinis) yang
sama pada dosis ekivalen, perbedaan utama pada efek sekunder ( efek samping: sedasi, otonomik,
ekstrapiramidal). Pemilihan jenis antipsikosis mempertimbangkan gejala psikosis yang dominan dan
efek samping obat. Pergantian disesuaikan dengan dosis ekivalen. Apabila obat antipsikosis tertentu
tidak memberikan respons klinis dalam dosis yang sudah optimal setelah jangka waktu yang tepat,
dapat diganti dengan obat antipsikosis lain (sebaiknya dan golongan yang tidak sama) dengan dosis
ekivalennya. Apabila dalam riwayat penggunaan obat antipsikosis sebelumnya sudah terbukti efektif
dan efek sampingnya ditolerir baik, maka dapat dipilih kembali untuk pemakaian sekarang. Bila gejala
negatif lebih menonjol dari gejala positif pilihannya adalah obat antipsikosis atipikal, Sebaliknya bila
gejala positif lebih menonjol dibandingkan gejala negatif pilihannya adalah tipikal. Begitu juga pasien-
pasien dengan efek samping ekstrapiramidal pilihan kita adalah jenis atipikal. Obat antipsikotik yang
beredar dipasaran dapat dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu antipsikotik generasi pertama (APG
I) dan antipsikotik generasi ke dua (APG ll). APG I bekerja dengan memblok reseptor D2 di
mesolimbik, mesokortikal, nigostriatal dan tuberoinfundibular sehingga dengan cepat menurunkan
gejala positif tetapi pemakaian lama dapat memberikan efek samping berupa: gangguan
ekstrapiramidal, tardive dyskinesia, peningkatan kadar prolaktin yang akan menyebabkan disfungsi
seksual / peningkatan berat badan dan memperberat gejala negatif maupun kognitif. Selain itu APG I
menimbulkan efek samping antikolinergik seperti mulut kering pandangan kabur gangguaniniksi,
defekasi dan hipotensi. APG I dapat dibagi lagi menjadi potensi tinggi bila dosis yang digunakan
kurang atau sama dengan 10 mg diantaranya adalah trifluoperazine, fluphenazine, haloperidol dan
pimozide. Obat-obat ini digunakan untuk mengatasi sindrom psikosis dengan gejala dominan apatis,
menarik diri, hipoaktif, waham dan halusinasi. Potensi rendah bila dosisnya lebih dan 50 mg
diantaranya adalah Chlorpromazine dan thiondazine digunakan pada penderita dengan gejala
dominan gaduh gelisah, hiperaktif dan sulit tidur. APG II sering disebut sebagai serotonin dopamin
antagonis (SDA) atau antipsikotik atipikal. Bekerja melalui interaksi serotonin dan dopamin pada ke
empat jalur dopamin di otak yang menyebabkan rendahnya efek samping extrapiramidal dan sangat
efektif mengatasi gejala negatif. Obat yang tersedia untuk golongan ini adalah clozapine, olanzapine,
quetiapine dan rispendon.

Pengaturan Dosis Dalam pengaturan dosis perlu mempertimbangkan:
o Onset efek primer (efek klinis) : 2-4ininggu
Onset efek sekunder (efek samping) : 2-6 jam
o Waktu paruh : 12-24 jam (pemberian 1-2 x/hr)
o Dosis pagi dan malam dapat berbeda (pagi kecil, malam besar) sehingga tidak mengganggu
kualitas hidup penderita.
o Obat antipsikosis long acting : fluphenazine decanoate 25 mg/cc atau haloperidol decanoas
50 mg/cc, IM untuk 2-4 minggu. Berguna untuk pasien yang tidak/sulit minum obat.

Cara / Lama pemberian Mulai dengan dosis awal sesuai dengan dosis anjuran dinaikkan setiap 2-3 hr
sampai mencapai dosis efektif (sindrom psikosis reda), dievaluasi setiap 2ininggu bila pertu dinaikkan
sampai dosis optimal kemudian dipertahankan 8-12ininggu. (stabilisasi). Diturunkan setiap 2ininggu
(dosis maintenance) lalu dipertahankan 6 bulan sampai 2 tahun ( diselingi drug holiday 1-
2/hari/minggu) setelah itu tapering off (dosis diturunkan(2-4minggu) lalu stop.Untuk pasien
dengan serangan sindrom psikosis multiepisode, terapi pemeliharaan paling sedikit 5 tahun (ini dapat
menurunkan derajat kekambuhan 2,5 sampai 5 kali). Pada umumnya pemberian obat antipsikosis
sebaiknya dipertahankan selama 3 bulan sampai 1 tahun setelah semua gejala psikosis reda sama
sekali. Pada penghentian mendadak dapat timbul gejala cholinergic rebound gangguan lambung,
mual, muntah, diare, pusing dan gemetar. Keadaan ini dapat diatasi dengan pemberian
anticholmnergic agent seperti injeksi sulfas atropin 0,25 mg IM, tablet trhexyphenidyl 3x2 mg/hari.
11

II. Terapi Psikososial
Ada beberapa macam metode yang dapat dilakukan antara lain :
Psikoterapi individual
o Terapi suportif
o Sosial skill training
o Terapi okupasi
o Terapi kognitif dan perilaku (CBT)
Psikoterapi kelompok
Psikoterapi keluarga
Manajemen kasus
Assertive Community Treatment (ACT)
Obat-obat Skizofrenia
ANTIPSIKOSIS GENERASI PERTAMA
1. Klorpromazin

2-klor-N-(dimetil-aminopril)-fenotiazin
Indikasi : antipsikosis tipikal dengan mekanisme kerja dalam menghambat berbagai
reseptor -adrenergik, muskarinik, histamine H1 dan reseptor serotonin
5HT2 dengan afinitas yang berbeda.
Efek samping : Sedasi, gejala ekstrapiramidal ( distonia akut, akatisia, parkinsonisme dan
sjndrom neuroleptik malignant ), hiperprolaktinemia, hpeotensi ortostatik
and gejala idiosinkrasi(ikterus, dermatitis,dan leucopenia)
Interaksi obat : Chlorpromazine dapat menghambat metabolism hati dari asam valproat
yang dapat berakibat toksik.

2. Fluphenazin

Indikasi : antipsikosis atipikal
Efek samping :Sedasi,hiperprolaktinemia,efek samping ekstrapiramidal
Interaksi obat : Karbamazepin dapat menginduksi enzim hati cytokrom P450 yang dapat
meningkatkan metabolism dari obat antipsikosis seperti
haloperidol,clozapin,flupenasin.
12

3. Haloperidol

Indikasi : antipsikosis yang kuat dan efektif untuk fase mania penyakit mania
depresif dan skizofrenia.
farmakokinetik : cepat diserap di saluran pencernaan,Cp max dalam waktu 2-6
jam,ekskresinya lewat ginjal lambat,kira-kira 40 % dikeluarkan selama 5
hari.
Efek samping : reaksi ekstrapiramidal, leucopenia dan agranulositosis
Kontraindikasi : sebaiknya tidak diberikan pada wanita hamil.
Interaksi Obat : Karbamazepin dapat menginduksi enzim hati cytokrom P450 yang dapat
meningkatkan metabolism dari obat antipsikosis seperti
haloperidol,clozapin,flupenasin, olanzapin.
4. Loxapin

Indikasi : mengobati skizofenia dan psikosis lainnya, disamping itu memiliki efek
antiemetic, sedative, antikolinergik dan anti adrenergic.
Farmakokinetik : Diabsorpsi baik per oral, Cp max 1 jam (IM) dan 2 jam (oral),t nya 3 jam.
Efek samping : insidens reaksi ekstrapiramidal
Kontraindikasi : harus hati-hati penggunaannya bagi pasien dengan riwayat kejang.

5. Molindon

Indikasi : antipsikosis, anti emetic,meningkatkan efek stimulasi dari
dihidroksifenilalanin dan 5-hidroksitriptopan tanpa inhibitor MAO.
Farmakokinetik : Cepat diabsorbsi gi GI,76 % molidon yang terikat pada protein plasma, t
nya 2 jam.
Efek samping : Sedasi,hiperprolaktinemia,efek samping ekstrapiramidal,efek
endokrin,pigmentasi kulit.
Kontraindikasi : Dikontraindikasikan bagi oasien comatose, pasien yang mengalami
depresi SSP dan mengalami hipersensitivitas.
Interaksi Obat : Menghambat absorpsi bersama dengan fenitoin atau tetrasiklin.

6. Mesoridazine,Pherphenazin, Thioridazine,ThiothixeneTrifluoperazine
Indikasi : antipsikosis, skizofrenia
Efek samping :Pruritus,fotosensitifitas,eosinofilia,
trombositopenia.Hiperprolaktinemia,konstipasi,dyspepsia,reaksi
ekstrapiramidal.
13

Kontraindikasi : Dikontraindikasikan bagi oasien comatose, pasien yang mengalami
depresi SSP,kerusakan otak subkortikal, kelainan sumsum tulang.
Interaksi Obat : Biasanya dikombinasikan dengan depresan SSP seperti
opiate,analgetik,barbiturate dan sedative untuk menghindari efek sedasi
yang tinggi atau depresi SSP.
ANTIPSIKOSIS GENERASI KEDUA
1. Klozapin

Indikasi : mengontrol gejala-gejala psikosis dan skizofrenia baik yang
positif(iritabilitas) maupun yang negative.(personal neatness).
Farmakokinetik : diabsorpsi secara cepat dan sempurna, Cp max nya 1,6 jam, t nya 11,8
jam.
Efek samping : agranulositosis, hipertrmia, takikardia, sedasi, pusing kapala, hipersalivasi.
Kontraindikasi : penggunaan dibatasi hanya pada pasien yang resisten atau tidak dapat
mentoleransi psikosis yang lain.
Interaksi Obat : Kombinasi klozapin dan karbamazepin tidak direkomenasikan karena
kemungkinan terjadi supresi sumsum tulang dengan kedua agen tersebut.

2. Risperidon

Indikasi : terapi skizofrenia baik untuk gejala negative maupun positif.disamping itu
diindikasikan pula untuk ganggua bipolar, depresi ciri psikosis dan Tourette
syndrome
Farmakokinetik : bioavailabilitas oral 70 %, ikatan protein plasma 90 %, dan dieliminasi
lewat urin dan sebagian lewat feses.
Efek samping :insomnia,agitasi, ansietas, somnolen, mual,muntah, peningkatan
berat badan,hiperprolaktinemia dan reaksi
ekstrapiramidal yaitu tardiv diskinesia.
Interaksi Obat : Paraoxetin dilaoprkan dapat meningkatkan total risperidon dalam plasma
sebanyak 76 % kalinya.

3. Olanzapine

Indikasi : terapi skizofrenia baik untuk gejala negative maupun positif dan sebagai
antimania.
Farmakokinetik : Diabsorpsi baik pada pemberian oral, Cp 4-6 jam, ekskresi lewat urin.
Efek Samping : reaksi ekstrapiramidal yaitu tardiv diskinesia, peningkatan berat badan,
intoleransi glukosa,hiperglikemia,hiperlipidemia.
14

Interaksi Obat : Karbamazepin dapat menginduksi enzim hati cytokrom P450 yang dapat
meningkatkan metabolism dari obat antipsikosis seperti
haloperidol,clozapin,flupenasin, olanzapine

4. Quetiapin

Indikasi : Terapi skizofrenia baik untuk gejala negative maupun positif
Farmakokinetik : Absorpsi cepa, Cp max 1- 2 jam, ekskresi sebagian besar lewat urin dan
sebagian kecil lewat feses.
Efek samping : Sakit kepala, somnolen dan dizziness,efek samping ekstrapiramidalnya
rendah peningkatan berat badan,hiperprolaktinemia
Interaksi Obat : Jika penghambat CYP 3A4 (seperti cimetidine, ketoconazole, nefazodone,
jus anggur dan erythromycin) dtkombinasikan dengan quetiapin maka
peningkaan efek samping (seperti sedasi,ortostatik) mungkin dapat terjadi

5. Ziprasidon

Indikasi : mengatasi keadaan akut skizofrenia dan gangguan bipolar
Farmakokinetik : Absorbsinya cepat dan ikatan protein plasmanya 99 %.
Efek Samping : Sakit kepala, somnolen dan dizziness,efek samping ekstrapiramidalnya
rendah peningkatan berat badan,hiperprolaktinemia
Interaksi Obat : Kombinasi antara antipsikosis dengan pengkonduksi miokardial dapar
meningkatkan efek samping dari antipsikosis.
LI.3.Memahami dan menjelaskan tentang simtopatologi dan pskipatologi
I. Pengenalan
Sebagian besar tanda dan gejala yang terdaftar di bawah ini dapat dipahami sebagai nilai yang bervariasi dari
berbagai gambaran spektrum perilaku yang berkisar antara normal sampai abnormal. Sangat sulit untuk
menemukan suatu gejala atau tanda patognomonik ( khas ) dalam psikiatri. Sebagai pembanding, pada
pengobatan secara internal masih lebih mudah untuk menemukan tanda yang dapat menunjukkan adanya
indikasi suatu penyakit atau gangguan tertentu, sebagai contoh, tanda cincin Kayser-Fleischer pada penyakit
Wilson's atau refleks Babinski pada penyakit gangguan jalur piramidal.
A. Tanda : Pengamatan dan penemuan penyakit / gangguan oleh seorang dokter, seperti adanya suatu
penyumbatan atau retardasi psikomotorik.
B. Gejala : pengalaman pribadi yang dirasakan dan diuraikan oleh pasien, sering dinyatakan dalam bentuk
keluhan, seperti suasana hati tertekan atau kehilangan energi.
C. Sindrom : suatu kelompok tanda dan gejala yang bersama-sama menyusun suatu kondisi tertentu yang
dapat dikenal, namun lebih samar-samar dibanding suatu gangguan / penyakit yang spesifik.



15

II. Tanda dan Gejala Gangguan Psikiatri
A. Kesadaran : Status kesadaran ( istilah sensorium kadang-kadang digunakan sebagai suatu sinonim untuk
kesadaran).
1. Gangguan kesadaran
a. Disorientasi : Gangguan orientasi dalam hal waktu, tempat, atau orang.
b. Kesadaran berkabut : kesadaran yang tidak sempurna dengan gangguan persepsi dan sikap.
c. Stupor : ketiadaan reaksi dan tidak mengenal lingkungan.
d. Delirium : reaksi kebingungan, disorientasi, gelisah yang berhubungan dengan ketakutan dan halusinasi.
e. Koma : Derajat tingkat keadaan pingsan yang dalam.
f. Koma vigil / terjaga : keadaan koma di mana pasien nampak seperti tertidur tetapi siap untuk dibangunkan
( dikenal sebagai mutisme akinetik).
g. Status kesadaran senjakala : gangguan kesadaran dengan halusinasi
h. Status seperti mimpi : sering digunakan sebagai sinonim untuk bangkitan parsial kompleks atau epilepsi
psikomotorik.
i. Somnolen : keadaan mengantuk yang abnormal.
j. Kebingungan : Gangguan kesadaran di mana reaksi ke stimuli lingkungan tidak sesuai; yang dinyatakan
dengan disorientasi dalam hal waktu, tempat, atau orang.
k. Keadaan mengantuk : suatu status kesadaran lemah berhubungan dengan suatu keinginan atau
kecenderungan untuk tidur.
l. Terbenamnya matahari : sindrom pada orang lanjut usia yang umumnya terjadi pada malam hari dan
ditandai oleh keadaan mengantuk, kebingungan, kehilangan keseimbangan dan jatuh karena dalam
pengobatan sedatif, yang disebut sindrom sundowner's.

2. Gangguan perhatian : perhatian adalah sejumlah usaha yang digunakan dalam memperhatikan dan fokus
terhadap suatu hal tertentu dari suatu pengalaman; kemampuan untuk fokus pada satu aktivitas; dan
kemampuan untuk berkonsentrasi.
a. Distraktibilitas : Ketidakmampuan untuk konsentrasi dalam memberi perhatian; keadaan di mana
perhatian ditarik menuju stimuli eksternal yang tidak relevan atau tidak penting.
b. Inatensi selektif : Perhatian yang terbatas hanya pada berbagai hal yang menghasilkan ketertarikan.
c. Hypervigilans : perhatian berlebihan yang terpusat pada semua stimuli internal dan eksternal, terjadi
sekunder pada delusi atau paranoid; berhubungan dengan hyperpragia: aktivitas mental dan pemikiran
berlebihan.
d. Trans : perhatian yang terpusat dan kesadaran berubah, umumnya dilihat pada keadaan hipnosa,
gangguan disasosiasi, dan pengalaman religius yang sangat menggembirakan.
e. Disinhibisi : Perpindahan efek inhibisi, yang mengakibatkan orang hilang kendali ketika dalam keadaan
mabuk oleh alkohol.
3. Gangguan Sugestibilitas : respon tanpa kritik dan mengalah terhadap suatu ide / pendapat yang
mempengaruhi.
a. Folie a deux ( folie a trois) : gangguan komunikasi emosional antara dua ( atau tiga) orang.
b. Hipnosa : modifikasi kesadaran yang ditandai oleh suatu peningkatan sugestibilitas.

B. Emosi: status perasaan yang kompleks termasuuk didalamnya faktor psikis, somatis, maupun prilaku yang
berhubungan atau dapat mempengaruhi suasana hati.
1. Afek : ungkapan emosi yang dapat diamati, yang mungkin dapat berbeda dengan apa yang dikeluhkan oleh
pasien.
a. Afek yang sesuai : kondisi di mana ungkapan emosi selaras dengan pikiran, ide maupun perkataan ; dapat
diuraikan lebih lanjut sebagai afek yang yang diekspresikan secara wajar.
b. Afek tidak sesuai : ketidaksesuaian antara ungkapan emosi yang dirasakan dengan pikiran, ide maupun
perkataan.
c. Afek tumpul : gangguan afek yang ditandai oleh adanya pengurangan sejumlah besar intensitas ungkapan
emosi / perasaan secara eksternal .
d. Afek terbatas : pengurangan dalam intensitas ungkapan emosi / perasaan; lebih sedikit dibanding Afek
tumpul namun tetap jelas adanya pengurangan.
e. Afek datar : Ekspresi afeksi yang bisa ada ataupun tidak ada: ditandai dengan suara yang monoton, wajah
tak bergerak ( tanpa ekspresi ).
16

f. Afek labil : perubahan yang kasar dan cepat dalam ungkapan emosional, tidak berhubungan dengan
stimuli eksternal.
2. Suasana hati ( Mood ) : suatu pengalaman subyektif yang menggambarkan dan mendukung emosi /
perasaan yang dapat disampaikan oleh pasien dan yang dapa diamati oleh orang lain; misalnya adanya
tekanan, kegembiraan, dan kemarahan.
a. Mood Disforik : suatu suasana hati tak enak.
b. Mood Eutimik : cakupan suasana hati normal, menyiratkan tidak adanya perasaan tertekan atau persaan
senang berlebihan.
c. Mood ekspansif ( leluasa ) : ungkapan seseorang yang merasakan kebebasan, biasanya dengan suatu
pengakuan akan arti penting dari diri sendiri.
d. Mood sensitif ( mudah marah ): suatu keadaan pada seseorang yang mudah merasa terganggu dan cepat
marah.
e. Mood berayun ( labil ) : perpaduan suasana hati antara bahagia dan tertekan atau cemas berlebihan.
f. Mood terangkat ( naik ) : suasana hati yang terisi oleh kenikmatan dan kepercayaan diri; suatu suasana
hati yang lebih gembira dari biasanya.
g. Euforia : Suasana hati yang terangkat dan penuh kegembiraan.
h. Ekstasi : Suasana hati yang terlalu gembira diluar kewajaran.
i. Tekanan : Perasaan sedih yang bersifat Psikopatologik.
j. Anhedonia : hilangnya minat dan ketertarikan terhadap segala kegiatan / aktifitas yangbiasanya
menyenangkan, sering berhubungan dengan adanya tekanan.
k. Duka cita Atau Perkabungan : Kesedihan yang sesuai dengan kondisi karena meninggalnya seseorang yang
dikasihi, juga disebut kehilangan.
l. Alexithymia : ketidakmampuan seseorang untuk menguraikan atau kesulitan di dalam menggambarkan
secara sadar emosi / perasaan dan suasana hatinya.
m. Keinginan bunuh diri : Pemikiran tentang ingin mengakhiri hidupnya sendiri.
n. Kegembiraan : perasaan sukacita, senang, bahagia, kemenangan, kepuasan dan optimisme.
o. Hypomania : Kelainan suasana hati ( mood ) dengan karakteristik mania yang kwalitatif, tetapi
intensitasnya lebih sedikit.
p. Mania : Status suasana hati yang ditandai oleh kegembiraan, hiperaktif, gelisah, hiperseks, dan yang
dipercepat oleh pemikiran dan perkataannya sendiri.
q. Melankolia : keadaan perasaan yang sangat tertekan; digunakan dalam istilah melankolia involusional,
yang juga berhubungan dengan intensitas tekanan.
r. Sikap acuh tak acuh : sikap yang tidak menunjukkan kepedulian / perhatian terhadap kelemahan atau
kekurangan seseorang.

3. Emosi lainnya:
a. Ansietas ( kecemasan ) : perasaan takut yang disebabkan oleh adanya bahaya yang dapat terjadi, bisa
berasal dari dalam diri sendiri maupun dari luar.
b. Kecemasan mengambang : ketakutan yang tidak terpusat pada satu hal tertentu.
c. Takut : Kecemasan yang disebabkan oleh kesadaran akan suatu bahaya yang nyata dan dikenal.
d. Agitasi ( gelisah ) : kecemasan yang dalam berhubungan dengan kegelisahan motorik; serupa dengan
iritabilitas ( sifat lekas marah ) yang mudah dicetuskan oleh kemarahan atau gangguan.
e. Ketegangan : Peningkatan aktifitas motorik yang tidak menyenangkan berhubungan dengan faktor
psikologis.
f. Panik : serangan kecemasan yang berlebihan, bersifat episodik, yang dapat berhubungan dengan
gangguan sistem saraf otonom, juga oleh karena perasaan ngeri yang hebat.
g. Apati : ketumpulan emosi yang berhubungan dengan sikap acuh tak acuh.
h. Ambivalen : adanya dua hal yang saling bertentangan ( berbeda ) dalam diri seseorang yang dialami dalam
waktu bersamaan.
i. Abreksi : pelepasan emosional atau membebaskan ingatan ingatan terhadap pengalaman yang
menyakitkan.
j. Malu : Perasaan gagal untuk mengerjakan sesuatu yang diharapkan.
k. Rasa bersalah : Emosi sekunder yang timbul setelah melakukan sesuatu yang dianggap kesalahan.
l. Pengendalian diri : Kemampuan untuk menahan diri terhadap godaan, dorongan hati atau hasutan yang
diikuti suatu tindakan.
17

m. Inefabilitas : keadaan sangat gembira pada seseorang yang tak terlukiskan, sulit digambarkan, dan
mustahil untuk disampaikan kepada orang lain.
n. Akateksis : ketiadaan perasaan terhadap sesuatu yang menjadi beban secara emosi; pada kateksis dapat
dihubungkan dengan perasaan.
o. Dekatesis : melepaskan emosid dari pemikiran, gagasan, atau para orang.

4. Gangguan fisiologis berhubungan dengan suasana hati ( Mood ) :
Tanda-tanda gangguan somatis ( biasanya otonomik ), paling sering berhubungan dengan depresi / tertekan (
disebut juga tanda vegetatif ).
a. Anorexia : hilangnya atau penurunan selera makan.
b. Hiperfagia : Peningkatan nafsu makanan.
c. Insomnia : ketidakmampuan atau kesulitan untuk tidur.
( 1) Awal : kesukaran dalam upaya untuk tidur.
( 2) Pertengahan : Kesukaran untuk tidur sepanjang malam tanpa terbangun dan kesukaran untuk dapat
tidur kembali.
( 3) Terminal : terbangun pagi-pagi benar.
d. Hipersomnia : tidur yang berlebihan.
e. Variasi Diurnal ( siang hari ) : secara teratur suasana hati terburuk pada pagi hari, sesaat setelah bangun,
dan mulai membaik pada jam-jam berikutnya.
f. Penurunan Libido : penurunan minat / ketertarikan seksual, tindakan dan pencapaiannya ;
(peningkatan libido sering dihubungkan dengan negara status manik).
g. Fatig ( kelelahan ) : suatu perasaan keletihan, lemah dan mengantuk, atau iritabilitas yang menyertai
suatu aktifitas tubuh maupun mental.
h. Pika : keinginan untuk mengkonsumsi benda yang bukan makanan, seperti cat dan tanah liat.
i. Pseudosiesis : kondisi yang jarang terjadi di mana seseorang yang tidak hamil namun mempunyai tanda
dan gejala kehamilan, seperti distensi abdominal, payudara membesar, pigmentasi, amenore ( tidak turun
haid ) dan mual pagi hari.
j. Bulimia : rasa lapar yang tak terpenuhi dan keinginan berlebihan untuk makan; dapat dilihat pada bulimia
nervosa dan depresi atipik.
k. Adinamia : Kelemahan dan kelelahan ( Fatig ).

C. Perilaku Motorik : Aspek psikis yang meliputi dorongan hati, motivasi, berbagai keinginan, rangsangan,
naluri, dan hasrat, yang dinyatakan oleh aktivitas motorik atau perilaku seseorang.
1. Ekopraksia : Gangguan / penyakit pada orang yang suka meniru orang lain.
2. Katatonia dan Kelainan Postural : terlihat pada Schizofrenia katatonik dan beberapa kasus gangguan otak,
seperti encephalitis.
a. Katalepsi : istilah umum untuk suatu posisi diam / tak bergerak yang dilakukan secara konstan.
b. Rangsangan katatonik : agitasi / gelisah, aktifitas motorik yang tak bertujuan dan tidak dipengaruhi oleh
stimuli eksternal.
c. Stupor katatonik : aktivitas motorik yang lamban, sering sampai pada batas imobilitas dan tampak acuh
pada lingkungan sekitar.
d. Kekakuan / Rigiditas katatonik: asumsi volunter pada postur / posisi tubuh yang kaku, berupaya untuk
melawan semua usaha untuk dipindahkan.
e. Postur katatonik : pengambilan suatu posisi atau sikap tubuh yang tidak biasa / ganjil dalam waktu yang
lama.
f. Cereafleksibilitas ( fleksibilitas sepertii lilin): kondisi dimana seseorang yang diatur dalam suatu posisi
tertentu untuk dirawat / diperiksa; ketika si pemeriksa memindahkan atau menggerakkan salah satu anggota
tubuh pasien, maka bagian tersebut terasa seperti terbuat dari lilin.
g. Akinesia : ketiadaan pergerakan fisik, seperti pada Schizofren Katatonik ; bisa juga terjadi sebagai efek
samping ekstrapiramidal dari pengobatan antipsikosis.
3. Negativisme : Pertahanan diri untuk dipindahkan atau penolakan terhadap semua instruksi yang diberikan.
4. Katapleksi : hilangnya kekuatan otot secara temporer dan kelemahan yang dipicu oleh berbagai beban
emosi.
5. Stereotipik: Pengulangan secara seksama suatu pola atau bentuk aksi fisik maupun perkataan tertentu.
6. Manerisme ( Lagak ) : pergerakan involunter ( tidak disengaja ) yang sudah menjadi kebiasaan.
18

7. Otomatisme : suatu tindakan atau penampilan otomatis yang biasanya mewakili aktivitas yang tidak
disadari.
8. Perintah Otomatis : kepatuhan untuk melakukan suatu perintah secara otomatis.
9. Mutisme : seseorang yang tidak dapat bicara atau mengeluarkan suara tanpa adanya kelainan struktural.
10. Aktifitas berlebihan :
a. Agitasi Psikomotorik : aktifitas motorik dan kognitif yang berlebihan, biasanya nonproduktif dan
merupakan respon terhadap ketegangan dari dalam diri sendiri.
b. Hiperaktif ( hiperkinesis) : tidak bisa diam, agresif dan destruktif yang sering dihubungkan dengan adanya
kelainan pada otak.
c. Tik : pergerakan motorik spasmodik / tak teratur dan tanpa disengaja.
d. Somnabulisme ( berjalan saat tidur): aktivitas motorik selama tidur
e. Akathisia : perasaan subyektif berupa ketegangan otot sekunder karena obat antipsikotik maupun obat
yang lain, yang dapat menyebabkan kegelisahan, serta mengulangi posisi duduk dan berdiri; dapat keliru
dianggap sebagai gangguan jiwa agitasi.
f. Kompulsi : dorongan hati yang tak dapat dikendalikan untuk melakukan suatu tindakan secara berulang.
( 1) Dipsomania : kompulsi untuk minum alkohol.
( 2) Kleptomania : kompulsi untuk mencuri.
( 3) Nimfomania : kebutuhan yang memaksa dan berlebihan untuk berhubungan seks di pada seorang
perempuan.
( 4) Satiriasis : kebutuhan yang memaksa dan berlebihan untuk berhubungan seks pada seorang laki-laki.
( 5) Trikotillomania : kompulsi untuk mencabut rambut.
( 6) Ritual : aktivitas otomatis, kompulsi secara alamiah, ansietas terhadap suatu perubahan.
g. Ataksia : Kegagalan koordinasi otot; ketidakteraturan tindakan otot.
h. Polifagi : kelainan berupa makan secara berlebihan.
i. Polidipsi : kelainan berupa minum secara berlebihan.
j. Tremor : perubahan irama pergerakan, pada umumnya gemetaran lebih cepat dari satu detik; bersifat khas
atau tipikal, akan berkurang selama periode relaksasi dan tidur dan akan meningkat dalam keadaan marah
atau tegang.
k. Flosilasi : gerakan memilin tanpa tujuan, biasanya pada pakaian, sprei maupun sarung bantal ; dapat
terlihat pada Delirium.
11. Hipoaktifitas ( hipokinesis) : penurunan aktifitas motorik dan kognitif seperti pada retardasi psikomotor ;
keterlambatan dalam berpikir, berbicara dan bergerak.
12. Suka meniru: aktivitas motori pada masa kanak-kanak suka meniru gerakan sederhana.
13. Agresi: kekuatan penuh dalam berbagai tindakan yang bertujuan baik secara fisik maupun dalam berbicara;
merupakan kendali motorik yang terhadap amukan, kemarahan, atau permusuhan.
14. Berakting ( pemeranan ): ekspresi keinginan bawah sadar atau rangsangan terhadap suatu tindakan;
prilaku yang timbul oleh karena fantasi bawah sadar.
15. Abulia: penurunan rangsangan dalam bertindak dan berpikir, berhubungan dengan sikap acuh tak acuh;
merupakan salah satu akibat dari defisit neurologis.
16. Anergia: ketiadaan energi.
17. Astasia Abasia : ketidakmampuan untuk berdiri atau berjalan secara normal, meskipun pergerakan kaki
normal dapat dilakukan pada saat duduk atau posisi berbaring. Gaya berjalan atau melangkah terlihat ganjil
namun bukan disebabkan oleh karena suatu lesi organik yang spesifik; terlihat pada kelainan konversi.
18. Koprofagia : suka makan kotoran atau tinja.
19. Diskinesia : Kesukaran dalam melakukan pergerakan volunter, seperti pada kelainan ekstrapiramidal
20. Kekakuan Otot : keadaan dimana otot sulit digerakkan; terlihat pada Skozofrenia.
21. Berputar-putar : suatu tanda pada anak-anak autistik yang secara terus menerus memutarkan badan
searah putaran kepala mereka.
22. Bradikinesia : kelambatan aktifitas motorik ditandai dengan suatu penurunan pergerakan spontan yang
normal.
23. Korea : pergerakan cepat, tersentak-sentak yang tak bertujuan dan dilakukan tanpa sadar.
24. Konvulsi : involunter, suatu kontraksi hebat atau spasme otot.
a. Konvulsi klonik : konvulsi dimana otot akan berkontraksi dan relaksasi secara bergantian.
b. Konvulsi tonik : Konvulsi dimana otot akan terus- menerus berkontraksi.
19

25. Bangkitan : suatu serangan mendadak dari gejala tertentu, seperti konvulsi, hilangnya kesadaran, dan
gangguan psikis maupun sensoris; terlihat pada epilepsi dan bisa juga karena rangsangan lain.
a. Bangkitan tonik-klonik umum: serangan berupa gerakan tonik-lonik anggota tubuh, lidah yang tergigit, dan
inkontinensia yang berangsur-angsur akan sadar dan pulih; disebut juga bangkitan Grand Mal dan bangkitan
psikomotorik.
b. Bangkitan parsial sederhana : bangkitan yang terlokalisir pada bagian iktal tanpa perubahan dalam
kesadaran.
c. Bangkitan parsial kompleks : bangkitan yang terlokalisir pada bagian iktal yang disertai perubahan
kesadaran.
26. Distonia : kelambatan, kontraksi dari batang tubuh dan anggota gerak; terlihat pada distona karena
pengobatan tertentu.
27. Aminia : Ketidakmampuan untuk membuat bahasa tubuh / gestur sendiri atau untuk memahami gestur
yang dibuat orang lain.

D. Pemikiran: merupakan arus gagasan, lambang / simbol, dan asosiasi bertujuan yang diaktifkan oleh suatu
masalah atau tugas yang menghasilkan kesimpulan berdasarkan kenyataan; ketika suatu peristiwa logis terjadi,
maka secara normal kita akan berpikir; parapraksis ( kehilangan motivasi logika tanpa disadari, disebut juga
Freudian Slip) yang dianggap sebagai bagian dari pemikiran yang normal. Pemikiran abstrak adalah
kemampuan untuk menggapai hal-hal yang penting secara utuh, untuk memisahkannya menjadi bagian-bagian
yang lebih kecil, dan untuk membedakannya dari pandangan umum.
1. Gangguan umum dalam proses berpikir
a. Gangguan Mental : secara klinis perilaku yang timbul atau sindrom psikologis yang terjadi berhubungan
dengan penderitaan dan kecacatan, bukan hanya respon yang tidak diharapkan untuk menjawab peristiwa
tertentu atau membatasi hubungan antara seseorang dan masyarakat sekitar.
b. Psikosis : Ketidakmampuan untuk membedakan kenyataan dan khayalan; dengan menciptakan suatu
kenyataan baru ( berbeda dengan neurosis: gangguan mental di mana kenyataan yang sebenarnya tetap
utuh; perilaku yang tidak melanggar berbagai norma sosial, tetapi akan cenderung kumat dan berlangsung
kronis bila tanpa perawatan.
c. Uji realitas : merupakan evaluasi dan penilaian yang obyektif terhadap dunia diluar diri sendiri .
d. Gangguan Pikiran formal : lebih mengarah kepada gangguan dalam bentuk pikiran dan bukan isi pikiran;
pemikiran yang ditandai oleh hlangnya asosiasi, pembentukan kata baru / neologisme, dan hal-hal
konstruktif tapi tidak masuk akal; gangguan proses berpikir, dan orang tersebut dikategorikan sebagai
psikosis.
e. Pemikiran yang tidak masuk akal: pemikiran yang berisi kesimpulan yang salah atau pertentangan secara
internal; dapat dianggap sebagai gangguan psikis bila tanda-tandanya jelas dan bukan disebabkan oleh
defisit intelektual atau nilai-nilai budaya.
f. Dereisme : Aktivitas mental yang tidak sesuai kenyataan dan pengalaman.
g. Pemikiran Autistik : Keasyikan dengan diri sendiri, dunia pribadi; istilah yang terkadang disama artikan
dengan dereisme.
h. Pemikiran gaib : suatu bentuk pikiran dereistik; pemikiran yang serupa dengan pemikiran pada tahap
anak-anak (Jean Piaget), di mana pemikiran, kata-kata, atau tindakan yang menunjukkan kekuasaan (
sebagai contoh, menjadi penyebab atau pencegah suatu peristiwa hebat).
i. Proses berpikir primer : istilah umum untuk pemikiran dereistik, tidak masuk akal, dan gaib; ditemukan
secara normal dalam mimpi, secara tidak normal pada psikosis.
j. Pengertian emosional yang dalam: tingkat kesadaran atau pemahaman yang tinggi pada seseorang yang
dapat mendorong untuk melakukan hal-hal positif dalam prilaku dan kepribadiannya.
2. Gangguan spesifik dalam bentuk pikiran
a. Neologisme : kata-kata baru yang diciptakan oleh pasien, sering dengan kombinasi suku kata dari kata-
kata yang lain, untuk pertimbangan psikologis idiosinkratik
b. Salad kata-kata : campuran kata-kata yang tidak logis dan tidak bertautan dengan kalimat.
c. Sirkumstantial : Kalimat yang tak langsung mencapai tujuan / maksud yang sebenarnya tetapi berputar-
putar pada kalimat yang lain; yang ditandai oleh suatu detail yang tumpang-tindih dan keterangan sambil
lalu.
d. Tangential : Ketidakmampuan untuk membentuk asosiasi pikiran yang bertujuan; pembicara tidak
mendapat tujuan yang diingankan.
20

e. Ketidaksesuaian : pada umumnya apa yang dipikirkan tak dapat dimengerti / dipahami; pemikiran dan
perkataan yang berjalan bersama namun tidak saling berhubungan, menghasilkan tatabahasa yang tidak
beraturan.
f. Perseverasi : mempertahankan respon terhadap stimulus yang sebelumnya setelah suatu stimulus baru
diberikan; sering berhubungan dengan gangguan kognitif.
g. Verbigerasi : pengulangan kata-kata atau ungkapan tertentu yang tidak mengandung arti.
h. Ekolalia : psikopatologis berupa pengulangan kata-kata atau kalimat dari seseorang kepada yang lain;
pengulangan yang dipertahankan; dapat disampaikan dalam bentuk ejekan maupun dengan intonasi yang
keras.
i. kondensasi : Peleburan berbagai konsep menjadi satu.
j. Jawaban tidak relevan : Jawaban yang tidak selaras dengan pertanyaan yang diajukan
( seseorang yang mengabaikan atau tidak mempedulikan pertanyaan yang dimaksud ).
k. Kehilangan asosiasi : arus berpikir di mana berbagai gagasan bergeser dari satu topik ke topik yang lain
dan tidak saling berkaitan; pada keadaan yang lebih berat, terjadi ketidaksesuaian dalam perkataan.
l. Penyimpangan : terjadi deviasi mendadak dalam pikiran tanpa dapat dihentikan; terkadang digunakan
sebagai sinonim dari kehilangan asosiasi.
m. Flight of idea ( ide yang berterbangan ): perkataan yang cepat dan beruntun, ide / gagasan yang
berpindah-pindah, dengan tujuan untuk dapat dihubungkan; pada keadaan yang lebih ringan masih dapat
diikuti oleh orang yang mendengarkan.
n. Asosiasi klang : asosiasi kata-kata dengan bunyi yang sama tetapi tanpa arti; kata-kata yang tidak
mempunya koneksi logis; termasuk sajak dan permainan kata-kata.
o. Bloking ( Ganjalan ) : interupsi / hadangan keras terhadap pikiran sebelum pikiran atau ide tersebut dapat
diselesaikan; setelah jeda itu, orang tersebut tidak dapat mengingat lagi apa yang sudah dikatakan atau yang
baru akan dikatakan ( disebut juga deprivasi pikiran ).
p. Glossolalia : Ungkapan suatu pesan atau pewahyuan melalui kata-kata yang tak dapat dipahami ( dikenal
sebagai bahasa lidah); tidak berhubungan dengan suatu gangguan pikiran jika hal tersebut dilakukan sebagai
bagian dari kegiatan spiritual ( Gereja Pantekosta ); dikenal juga sebagai criptolalia, suatu bahasa yang
khusus.
3. Gangguan spesifik dalam isi pikiran
a. Kemiskinan isi : pikiran yang hanya memberi sedikit informasi oleh karena ketidakjelasan, tidak ada
pengulangan kata-kata, atau ungkapan yang tidak jelas.
b. Ide berlebihan : tidak masuk akal, mempertahankan kepercayan terhadap sesuatu yang salah, lebih kuat
dibandingkan suatu khayalan / delusi.
c. Delusi ( khayalan ) : kepercayaan palsu, berdasarkan pada kesimpulan salah tentang kenyataan diluar,
tidak sesuai dengan tingkat kecerdasan pasien dan latar belakang budaya; namun tidak bisa dikoreksi
dengan alasan lain.
( 1) Delusi Ganjil : tidak masuk akal, sangat mustahil, kepercayaan yang aneh dan salah
( contohnya, penyerbu dari ruang angkasa telah menanamkan elektroda dalam otak seseorang).
( 2) Delusi yang diatur : kepercayaan palsu yang berhubungan dengan tema atau peristiwa tertentu (
sebagai contoh, seseorang telah dianiaya oleh CIA, FBI, atau Mafia).
( 3) Delusi sesuai mood : khayalan yang dihubungkan dengan isi suasana hati seseorang (contohnya,
seorang pasien depresi percaya bahwa dia yang bertanggung jawab atas kehancuran dunia).
( 4) Delusi tidak sesuai mood : Khayalan yang tidak memiliki hubungan dengan isi suasana hati atau kondisi
mood yang stabil ( sebagai contoh, seorang pasien depresi berkhayal sebagai pemegang kendali pikiran
atau pikiran tentang penyiaran).
( 5) Delusi nihilistik : perasaan yang salah tentang menyatakan diri sendiri, orang lain, atau dunia ini adalah
hampa atau akan segera berakhir.
( 6) Delusi kemiskinan : kepercayaan yang salah dari seseorang bahwa dia telah atau akan kehilangan
semua harta miliknya.
( 7) Delusi somatis : kepercayaan yang salah pada seseorang yang berhubungan dengan fungsi tubuh (
sebagai contoh, ia percaya bahwa otaknya melebur atau meleleh ).
( 8) Delusi paranoid : meliputi khayalan tentang penganiayaan, pengendalian, dan kekuasaan
(dibedakan dari pikiran paranoid , yang kecurigaannya lebih sedikit daripada delusional ).
21

a). Delusi penyiksaan: kepercayaan palsu dari seseorang bahwa dia telah diganggu, ditipu, atau dianiaya;
sering ditemukan pada pasien yang mempunyai kecenderungan patologis untuk mengambil tindakan
sah secara hukum oleh karena penganiayaan dibayangkan.
b). Delusi kekuasaan / kehebatan: konsep berpikir yang berlebihan dari seseorang yang menganggap
dirinya penting, berkuasa dan terkenal.
c). Delusi acuan: kepercayaan palsu dari seseorang bahwa perilaku orang lain lain mengacu pada dirinya;
peristiwa tertentu, obyek, atau orang lain hanya memiliki kemampuan yang biasa atau kemampuan
yang berdampak negatif; berdasarkan ide acuan ini, pasien menganggap bahwa orang lain sedang
membicarakannya ( sebagai contoh, ia percaya bahwa orang yang bekerja di stasiun televisi maupun
radio sedang membicarakan dirinya ).
( 9) Delusi tuduhan : perasaan bersalah dan menyesali kesalahan diri sendiri.
(10) Delusi kendali : perasaan bahwa kehendak, pemikiran, bahkan perasaan seseorang dikendalikan oleh
kekuatan diluar dirinya.
a). Penarikan Pikiran: Khayalan bahwa pikiran seseorang telah dipindahkan oleh orang lain atau
kekuatan tertentu.
b). Penyisipan Pikiran: Khayalan bahwa pikiran tertentu telah ditanamkan dalam otak seseorang oleh
orang lain atau kekuatan tertentu.
c). Penyiaran Pikiran: Khayalan bahwa pikiran seseorang dapat didengar oleh orang lain melalui
penyiaran di udara.
d). Pengendalian Pikiran: Khayalan bahwa pikiran seseorang sedang dikendalikan oleh orang lain atau
kekuatan tertentu.
(11) Delusi ketidaksetiaan ( delusi kecemburuan): kepercayaan palsu yang diperoleh dari kecemburuan
yang patologis tentang ketidaksetiaan seseorang terhadap kekasihnya.
(12) Erotomania : Delusi Kepercayaan, terjadi lebih banyak pada perempuan dibanding laki-laki, yang
menganggap bahwa seseorang sangat mencintainya ( dikenal sebagai Clerembault Kadinsky kompleks ).
(13) Pseudologia Fantasika : suatu tipe kebohongan dimana seseorang percaya bahwa kfantasi /
khayalannya adalah sesuatu yang nyata dan benar-benar mereka alami; berhubungan dengan sindrom
Munchausen, selalu berpura-pura sakit.
d. Kecenderungan atau Keasyikan pikiran: memusatkan isi pikiran pada suatu hal tertentu, berhubungan
dengan afek yang kuat, seperti paranoid atau kecenderungan untuk menyiksa atau membunuh diri
sendiri.
e. Egomania : kecenderungan memikirkan kepentingan sendiri yang patologis.
f. Monomania : kecenderungan untuk asyik pada suatu obyek tertentu.
g. Hipokondria : perhatian yang berlebihan terhadap kesehatannya berdasarkan kelainan / patologi yang
tidak nyata, namun membuat interpretasi tentang tanda dan gejala penyakit yang dibuat-buat.
h. Obsesi : ketekunan pikiran yang patologis terhadap sesuatu yang dianggap menarik yang tidak dapat
dibatasi oleh akal sehat; berhubungan dengan ansietas.
i. Kompulsi : kebutuhan untuk melakukan sesuatu karena dorongan hati yang patologis dan bila tidak
terpenuhi akan mengalami ansietas / kecemasan; , tindakan yang dilakukan berulang-ulang oleh karena
obsesi yang tidak akan pernah berakhir bila tidak segera dihentikan.
j. Koprolalia : Ucapan-ucapan kompulsif yang berisi kata-kata yang fulgar.
k. Fobia : perasaan yang tidak masuk akal tapi tetap dipertahankan, berupa ketakutan yang berlebihan
terhadap suatu hal atau situasi tertentu; sehingga berusaha untuk menghindari sumber ketakutan
tersebut.
(1) Fobia spesifik : perasaan ngeri yang terbatas pada suatu situasi atau obyek tertentu (contoh,
perasaan takut pada laba-laba atau ular).
(2) Fobia sosial : Perasaan ngeri dipermalukan didepan umum, seperti takut berbicara dan tampil
bahkan makan di tempat umum.
(3) Akrofobia : Perasaan ngeri berada di tempat tinggi.
(4) Agorafobia : Perasaan ngeri berada di tempat terbuka.
(5) Algofobia : Perasaan ngeri terhadap rasa sakit.
( 6) Ailurofobia : Perasaan ngeri pada kucing.
( 7) Erythrofobia : Perasaan ngeri terhadap warna merah ( seperti ketakutan menjadi merah karena
malu ).
( 8) Panfobia : Perasaan ngeri terhadap segala sesuatu.
22

( 9) Klaustrofobia : Perasaan ngeri berada di tempat tertutup.
(10) Xenofobia : Perasaan ngeri terhadap orang asing.
(11) Zoofobia : Perasaan ngeri terhadap binatang.
(12) Fobia jarum : ketakutan patologik terhadap suntikan; disebut juga fobia suntikan darah.
l. Noesis : perasaan tentang dibukanya suatu rahasia ( pewahyuan ) bahwa seseorang telah dipilih
menjadi pemimpin untuk memerintah.
m. Mistis : perasaan tentang adanya kekuatan mistik yang bersatu dengan suatu kekuatan tak terbatas
yang berhubungan dengan agama atau kebudayaan tertentu.

E. Perkataan / Pembicaraan: Gagasan, pemikiran, dan perasaan yang dinyatakan melalui bahasa; komunikasi
yang menggunakan kata-kata dan bahasa.
1. Gangguan dalam berkata-kata / berbicara
a. Tekanan dalam perkataan : perkataan yang cepat dan semakin banyak yang sulit untuk disela.
b. Volubilitas ( Logorrhea) : perkataan yang logis, saling berhubungan dan dapat dipahami.
c. Kemiskinan perkataan : pembatasan dalam jumlah perkataan yang digunakan; memberikan jawaban dengan
suku kata yang sama.
d. Perkataan yang tidak spontan: tanggapan lisan yang diberi hanya ketika diminta untuk berbicara secara
langsung; tidak ada inisiatif untuk mulai berbicara terlebih dahulu.
e. Kemiskinan isi perkataan : perkataan dalam jumlah yang hanya cukup untuk menyampaikan sedikit
informasi karena ketidakjelasan, kekurangan kata-kata, atau meniru-niru ungkapan.
f. Disprosodi : hilangnya melodi / irama kata-kata yang normal ( disebut prosodi).
g. Disarthria : Kesukaran dalam artikulasi, bukan dalam mencari kata-kata atau tata bahasanya.
h. Suara yang terlalu lembut atau nyaring: hilangnya modulasi volume suara normal; dapat mnenggambarkan
adanya gangguan psikosis menjadi depresi kemudian menjadi tuli.
i. Bicara menggagap : perpanjangan atau pengulangan suatu bunyi atau suku kata, yang mengakibatkan
gangguan kelancaran bicara.
j. Perkataan kacau balau : Perkataan yang tak seirama dan tidak menentu, berentetan secara cepat dan tidak
teratur.
k. Akulalia : perkataan yang tidak masuk akal yang berhubungan dengangangguan kesesuaian.
l. Bradilalia : perkataan lambat yang abnormal.
m. Disfonia : kesulitan atau nyeri saat berbicara.
2. Gangguan Afasik : Gangguan dalam berbahasa.
a. Afasia Motorik : gangguan bicara yang disebabkan oleh adanya gangguan kognitif di mana pasien dapat
memahami namun sulit untuk menyampaikan dalam bentuk kata-kata; sering berhenti, perlu banyak tenaga,
dan suara yang tidak akurat ( disebut juga Broca, nonfluen, dan afasia ekspresi )
b. Afasia snsorik : hilangnya kemampuan organik untuk memahami arti dari kata-kata; mengalir dengan
spontan namun tidak saling berhubungan dan tidak ada arti yang jelas ( disebut juga Wernicks Fluent dan
afasia reseptif ).
c. Afasia nominal : kesulitan dalam mengenal nama suatu objek ( istilah lain anomia dan afasia amnestik ).
d. Afasia sintaksis : ketidakmampuan untuk menyusun kata-kata dalam urutan yang sesuai.
e. Afasia Jargon : semua kata yang dihasilkan merupakan neologistik; kata-kata omong kosong yang diulangi
dengan intonasi dan nada suara yang berbeda.
f. Afasia global : kombinasi antara afasia nonfluent dan afasia fluent yang berat.
g. Alogia : Ketidakmampuan untuk berbicara oleh karena gangguan mental atau fase demensia.
h. Koproprasia : penggunaan bahasa yang fulgar; terlihat pada sindrom Tourett dan beberapa kasus
skizofrenia.

F. Persepsi: Proses pemindahan rangsangan fisik ke dalam informasi psikologis; suatu proses mental dimana
rangsangan sensorik dibawa ke alam sadar.
1. Gangguan persepsi
a. Halusinasi : persepsi sensorik palsu yang tidak berhubungan dengan stimulus nyata dari luar; dapat
merupakan atau bukan merupakan suatu interpretasi khayalan dari pengalaman dalam halusinasi .
(1) Halusinasi Hipnagogik : persepsi sensorik palsu yang terjadi saat tidur; biasanya dianggap nonpatologik.
(2) Halusinasi Hipnopompik : persepsi palsu yang terjadi saat bangun tidur; biasanya dianggap nonpatologik.
23

(3) Halusinasi Auditorius : persepsi palsu tentang bunyi, biasanya suara tertentu atau keributan lainnya, seperti
musik: halusinasi tersering dalam gangguan psikiatri.
(4) Halusinasi visual : persepsi palsu tentang penglihatan: dalam bentuk yang berwujud
(contohnya orang-orang) dan yang tak berwujud ( misalnya kilatan cahaya); paling sering pada gangguan
determinasi kesehatan.
(5) Halusinasi Olfaktorius : persepsi palsu tentang bau; paling sering pada gangguan kesehatan.
(6) Halusinasi Gustatorius : persepsi palsu dalam pengecapan, seperti rasa yang tidak sedap, disebabkan oleh
suatu bangkitan uncinate: paling sering pada gangguan kesehatan.
(7) Halusinasi taktil : persepsi palsu tentang perabaan, seperti pada kasus amputasi anggota tubuh; tearsa
seperti ada sesuatu yang merayap di bawah kulit.
(8) Halusinasi Somatik : sensasi palsu yang dirasakan dalam tubuh, paling sering pada organ visceral ( dikenal
sebagai halusinasi Senestetik ).
(9) Halusinasi Lilliput : persepsi palsu di mana objek terlihat dalam ukuran yang lebih kecil ( disebut juga
mikropsia ).
(10) Halusinasi berdasarkan Mood: Halusinasi berkaitan dengan suatu perasaan tertekan atau manik; sebagai
contoh, seorang pasien depresi mendengar suara-suara yang mengatakan bahwa dirinya adalah orang jahat;
seorang pasien manik mendengar suara-suara yang mengatakan bahwa dirinya penuh dengan pengetahuan
dan kekuasaan serta harga diri yang tinggi.
(11) Halusinasi tidak berdasar Mood: Halusinasi yang tidak berdasarkan suasana hati yang tertekan maupun
manik ( contohnya, pada keadaan depresi halusinasi tidak berhubungan dengan beberapa hal seperti rasa
bersalah, hukuman yang setimpal, atau ketidakmampuan; pada mania, halusinasi tidak berhubungan dengan
adanya kekuatan atau harga diri ).
(12) Halusinosis : berhalusinasi, paling sering pada pendengaran, yang dihubungkan dengan penyalahgunaan
alkohol tanpa gangguan sensorik, berbeda dengan delirium tremens, halusinasi terjadi disertai gangguan
sensorik.
(13) Sinesthesia : sensasi halusinasi disebabkan oleh sensasi lain ( sebagai contoh, sensasi pendengaran yang
disertai oleh tercetusnya sensasi visual; suatu bunyi; sensasi pendengaran yang dapat dilihat atau sebaliknya
sensasi penglihatan yang dapat didengar ).
(14) Fenomena jejak : kelainan persepsi yang berhubungan dengan obat-obatan halusinogenyang
menyebabkan objek terlihat sebagai suatu gambaran yang terangkai.
(15) Halusinasi Perintah : persepsi palsu yang mennyebabkan seseorang berkewajiban untuk mematuhi
perintah dan tidak boleh membantah.
b. Ilusi : persepsi atau interpretasi yang salah terhadap rangsangan sensorik yang nyata dari luar.
2. Gangguan berhubungan dengan kelainan kognitif dan kondisi kesehatan
a. Agnosia : ketidakmampuan untuk mengenali dan menginterpretasikan arti / kesan dari suatu rangsangan
sensorik.
b. Anosognosia ( Ketidaktahuan tentang penyakit ) : ketidakmampuan seseorang untuk mengenali suatu
gangguan neurologik yang terjadi pada dirinya.
c. Somatopagnosia ( Ketidaktahuan tentang tubuh ): ketidakmampuan seseorang untuk mengenali salah satu
bagian tubuhnya sendiri (disebut juga Autotopagnosia).
d. Agnosia visual : Ketidakmampuan untuk mengenali objek atau orang.
e. Astereognosis : ketidakmampuan untuk mengenali objek melalui sentuhan / perabaan.
f. Prosopagnosia : Ketidakmampuan untuk mengenali wajah.
g. Apraksia : Ketidakmampuan untuk menyelesaikan tugas spesifik.
h. Simultagnosia : Ketidakmampuan untuk memahami lebih dari satu unsur visual pada waktu yang sama atau
untuk mengintegrasikan beberapa bagian menjadi satu.
i. Adiadokokinesia : Ketidakmampuan untuk melaksanakan pergerakan cepat secara berurutan.
j. Aura : Sensasi peringatan seperti otomatisme, perut yang kenyang, wajah merona, perubahan dalam
pernafasan, sensasi kognitif, dan status afeksi yang biasanya dialami sebelum terjadi serangan; suatu sensasi
awal yang mendahului suatu nyeri akibat migrain.
3. Gangguan yang berhubungan dengan fenomena disosiatif dan konversi: somatisasi dari materi yang ditekan
atau pengembangan gejala fisik dan penyimpangan otot-otot volunter atau organ pengindraan khusus; yang
tidak dikendalikan oleh volunter dan yang tak dapat dihubungkan dengan gangguan fisik manapun.
a. Anesthesia histerikal : hilangnya unsur-unsur sensorik sebagai hasil dari konflik emosi.
b. Makropsia : anggapan bahwa suatu objek terlihat dalam ukuran yang lebih besar dari biasanya.
24

c. Mikropsia : anggapan bahwa suatu objek terlihat dalam ukuran yang lebih kecil dari biasanya
(makropsia dan mikropsia dapat dihubungkan dengan kondisi organik yang jelas seperti bangkitan parsial
kompleks).
d. Depersonalisasi : sensasi subyektif pada seseorang yang merasakan adanya keanehan, tidak nyata dan
perasaan asing.
e. Derealisasi : suatu sensasi subyektif yang menganggap ada keanehan pada lingkungan sekitar dan terasa
tidak nyata .
f. Fugue ( Fuga ) : menggunakan identitas yang baru karena mengalami amnesia terhadap identitas yang lama;
sering melakukan perjalanan dan pengembaraan ke tempat-tempat yang baru.
g. Kepribadian ganda : seseorang yang muncul dalam waktu yang berbeda dengan dua atau lebih karakter dan
kepribadian yang berbeda ( disebut disosiatif identitas yang terdapat dalam edisi revisi dari Diagnostic and
statistical Manual of Mental Disorders [DSM-IV-TR] ).
h. Disosiasi : mekanisme pertahanan dibawah sadar yang disertai oleh sekelompok proses mental dan prilaku
yang merupakan bagian akhir dari aktifitas fisik seseorang; yang membutuhkan pemisahan antara suatu
gagasan / ide dengan ungkapan emosinya, seperti yang terlihat pada gangguan disosiasi dan konversi.

G. Memori
Berperan melaui informasi dan data yang tersimpan dalam otak yang selanjtnya akan dimunculkan kembali
dalam bentuk ingatan dalam keadaan sadar. Orientasi adalah kondisi / status normal dalam diri seseorang
maupun lingkungan sekitar seperti waktu, tempat dan orang.
1. Gangguan Memori
a. Amnesia : ketidakmampuan total maupun parsial untuk mengingat kembali pengalaman yang terjadi
sebelumnya; dalam bentuk peristiwa maupun perasaan yang nyata.
( 1) Anterograde : hilang ingatan sesaat setelah suatu peristiwa tertentu terjadi.
( 2) Retrograde : hilang ingatan untuk peristiwa-peristiwa yang terjadi sebelum satu waktu tertentu.
b. Paramnesia : Pemalsuan memori oleh adanya distorsi dalam ingatan.
( 1) Fausse reconnaissance : pengenalan palsu.
( 2) Pemalsuan retrospektif : Memori yang terjadi tanpa disengaja ( tidak disadari ) yang didistorsikan melalui
suatu penyaringan terhadap kondisi emosi, kognitif, dan pengalaman dari seseorang.
( 3) Konfabulasi : perasaan adanya celah dalam memori yang tanpa disadari dan disebabkan oleh bayangan
akan suatu pengalaman yang tidak benar-benar terjadi namun dipercayai oleh orang tersebut tanpa ada dasar
bukti yang nyata: paling sering berhubungan dengan penyakit organik.
( 4) Dj vu : Ilusi tentang pengenalan visual di mana adanya memori terhadap suatu situasi baru yang
dianggap merupakan pengulangan dari peristiwa yang terjadi sebelumnya .
( 5) Deja Entendu : Ilusi tentang pengenalan yang berhubungan dengan pendengaran.
( 6) Deja Pense : Ilusi tentang suatu pikiran baru yang dikenali sebagai pikiran yang sudah dirasakan
sebelumnya dan sudah dinyatakan.
( 7) Jamais vu : perasaan asing dengan suatu situasi nyata yang sudah dialami oleh seseorang.
( 8) Memori palsu : kepercayaan dan ingatan seseorang terhadap suatu peristiwa yang tidak nyata terjadi.
c. Hipermnesia : derajat daya dan tingkat ingatan yang berlebihan.
d. Gambaran Eidetik : memori visual yang hampir menjadi halusunasi yang hidup.
e. Memori Tabir : suatu memori yang disadari dapat menjadi tabir pelindung terhadap memori lain yang
menyakitkan.
f. Represi : suatu mekanisme pertahanan yang ditandai oleh ketidaksadaran untuk melupakan rangsangan atau
gagasan yang tidak dapat diterima.
g. Lethologika : ketidakmampuan temporer untuk mengingat suatu benda atau nama.
h. Blackout : Hilang ingatan tentang perilaku selama dalam keadaan mabuk pada seorang peminum alkohol;
umumnya menunjukkan telah terjadi kerusakan pada otak.
2. Tingkat memori
a. Segera : reproduksi atau daya ingat terhadap beberapa hal tertentu dalam hitungan detik sampai menit.
b. Yang Terbaru : daya ingat terhadap peristiwa-peristiwa yang telah lewat beberapa hari.
c. Masa lampau terbaru : daya ingat terhadap peristiwa yang telah lewat beberapa bulan.
d. Remote : daya ingat terhadap peristiwa-peristiwa yang telah lama berlalu.


25

H. Kecerdasan/Inteligensia:
Kemampuan untuk memahami, mengingat, mengarahkan, dan mengintegrasikan secara konstruktif pelajaran
sebelumnya saat berada dalam situasi yang baru.
1. Retardasi Mental: ketiadaan inteligensia sampai batas tertentu yang melibatkan lembaga khusus dalam
masyarakat: ringan (IQ 50 - 55 sampai sekitar 70), sedang ( IQ 35 - 40 sampai 50 - 55), IQ yang rendah 20 - 25
sampai 35 - 40, atau IQ yang sangat rendah dibawah 20 - 25; istilah jaman dulu disebut idiot ( kapasitas otak
sesuai usia kurang dari 3 tahun), imbesil ( sesuai usia 3 - 7 tahun), dan pandir (sesuai usia kira-kira 8 tahun).
2. Demensia: kemunduran fungsi intelektual secara menyeluruh tanpa kesadaran berkabut.
a. Diskalkulia ( Akalkulia): hilangnya kemampuan untuk berhitung; bukan disebabkan oleh ansietas atau
gangguan konsentrasi.
b. Disgrafia ( Agrafia): hilangnya kemampuan untuk menulis kata-kata; hilangnya struktur kata.
c. Aleksia: hilangnya kemampuan membaca yang sebelumnya telah dikuasai; tidak dapat dihubungkan dengan
gangguan penglihatan.
3. Pseudodimensia: corak klinis mirip dimensia yang tidak disebabkan oleh suatu gangguan organik; paling
sering disebabkan oleh depresi ( sindrom dimensia karena depresi).
4. Pemikiran Konkrit: pemikiran harafiah; membatasi penggunaan kiasan tanpa memahami arti yang tersirat;
pikiran satu dimensi .
5. Pemikiran Abstrak: kemampuan untuk menangkap arti yang tersirat; pikiran multidimensi dengan
kemampuan untuk menggunakan kiasan dan hipotesis yang sewajarnya.

I. Pengertian yang mendalam:
Kemampuan seseorang untuk memahami maksud / arti dan penyebab yang sesungguhnya dari suatu peristiwa
( seperti satu set gejala ).
1. Intelektual yang dalam: Pemahaman tentang hal-hal nyata dalam satu situasi tertentu tanpa kemampuan
untuk menerapkan pemahaman tersebut menjadi sesuatu yang berguna dalam upaya untuk mengasai situasi
yang ada.
2. Pengertian benar yang mendalam : Pemahaman tentang hal-hal nyata dalam situasi tertentu, kemudian
digabungkan dengan motivasi dan dorongan emosi untuk dapat menguasai situasi yang ada.
3. Pengertian mendalam yang lemah: kurangnya kemapuan untuk memahami hal-hal nyata dari satu situasi
tertentu.

J. Pertimbangan:
Kemampuan untuk menilai suatu situasi dengan tepat dan mengambil tindakan yang sewajarnya dalam situasi
tersebut.
1. Pertimbangan kritis: Kemampuan untuk menilai, melihat dengan tajam, dan memilih di antara beberapa
opsi dalam satu situasi tertentu.
2. Pertimbangan otomatis: Capaian refleks dari suatu tindakan yang disesuaikan dengan situasi saat itu.
3. Pertimbangan lemah: kurangnya kemampuan untuk memahami dengan benar dan mengambil tindakan
yang tepat dalam satu situasi tertentu
LI.4.Memahami dan menjelaskan ibadah mahdhoh
macam-macam ibadah wajib
Ibadah itu bermacam-macam. Ada ibadah mahdhah (murni), yaitu amal yang dilihat dari sisi bentuknya adalah
murni penghambaan pada Allah, seperti sujud dan ber-tasbih atau menyucikan nama-Nya, ada ibadah ghayru
mahdhah (tidak murni).
Ibadah murni ada dua macam. Pertama, ibadah murni yang sudah dibatasi tata caranya (mahdhah
muqayyadah), seperti salat, puasa, haji dan lain-lain. Kedua, ibadah murni yang tidak dibatasi tatacaranya
(mahdhah ghayru muqayyadah) seperti mengucap tasbih, tahlil, tahmid, membaca Al-Quran dan lain-lain.
Ibadah murni macam pertama sudah ditentukan tatacara sekaligus jumlahnya sehingga tidak boleh
diubah, ditambah ataupun dikurangi. Misalnya, salat lima waktu tidak boleh ditambah menjadi enam waktu
atau dikurangi menjadi tiga waktu, misalnya. Haji sudah diatur tatacara dan waktunya, yaitu pada bulan Dzil
Hijjah (untuk pelaksanaan rukun-rukun selain ihram yang boleh dilakukan sejak bulan Syawal). Mengubah
waktu haji adalah bidah yang sesat.
26

Ibadah murni macam kedua tidak tertentu tatacara ataupun jumlahnya sehingga boleh dilakukan dengan
cara dan dalam jumlah berapapun, sepanjang cara itu tidak mengurangi dan bertolak belakang dengan
kesucian ibadah. Misalnya, berzikir sambil bermaksiat tidak layak dilakukan.

batasan-batasan ibadah mahdhah
Perinsip dasar dalam ibadat mahdhah ialah: Tidak boleh dikerjakan kecuali yang diperintahkan Allah SWT
dan Rasul SAW Ibadah mahdhah merupakan pelatihan (diklat) pengabdian kepada Allah dalam bentuk yang
terbatas untuk diaplikasikan dalam kehidupan yang tidak terbatas sehingga segenap kehidupan itu mempunyai
nilai ibadah yang diredhai Allah swt.

You might also like