You are on page 1of 16

1.

Puskesmas
Puskesmas adalah unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten atau kota yang bertanggung
jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja. Puskesmas merupakan
unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten atau kota (UPTD). Puskesmas berperan
menyelenggarakan sebagian dari = tugas teknis operasional dinas kesehatan kabupaten atau kota
dan merupakan unit pelaksana tingkat pertama serta ujung tombak pembangunan kesehatan di
Indonesia (Sulastomo, 2007). Puskesmas hanya bertanggung jawab untuk sebagian upaya
pembangunan kesehatan yang dibebankan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten atau Kota sesuai
dengan kemampuannya. Secara nasional, standar wilayah kerja puskesmas adalahsatu kecamatan.
Tetapi apabila disatu kecamatan terdapat lebih dari satu puskesmas,maka tanggung jawab
wilayah keja dibagi antar puskesmas dengan memperhatikankeutuhan konsep wilayah (desa,
kelurahan, RW), dan masing-masing puskesmastersebut secara operasional bertanggung jawab
langsung kepada dinas kesehatankabupaten/ kota (Sulastomo, 2007).

A. Konsep Puskesmas

Puskesmas adalah unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten/kota yang menyelenggarakan
pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja (Depkes RI, 2004).

Wilayah Kerja

Secara nasional, standar wilayah kerja puskesmas adalah satu kecamatan, tetapi apabila di satu
kecamatan terdapat lebih dari dari satu puskesmas, maka tanggungjawab wilayah kerja dibagi
antar puskesmas, dengan memperhatikan keutuhan konsep wilayah (desa/kelurahan atau RW).
Masing-masing puskesmas tersebut secara operasional bertanggungjawab langsung kepada Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota (Depkes RI, 2004).

Visi

Visi pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh puskesmas adalah tercapainya
Kecamatan Sehat menuju terwujudnya Indonesia Sehat. Kecamatan Sehat adalah gambaran
masyarakat kecamatan masa depan yang ingin dicapai melalui pembangunan kesehatan, yakni
masyarakat yang hidup dalam lingkungan dan berperilaku sehat, memiliki kemampuan untuk
menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata serta memiliki derajat
kesehatan yang setinggi-tingginya (Depkes RI, 2004).
Indikator Kecamatan Sehat yang ingin dicapai mencakup 4 indikator utama yakni: (1)
Lingkungan sehat, (2) Perilaku sehat, (3) Cakupan pelayanan kesehatan yang bermutu, (4)
Derajat kesehatan penduduk kecamatan (Depkes RI, 2004).
Rumusan visi untuk masing-masing puskesmas harus mengacu pada visi pembangunan kesehatan
puskesmas di atas yakni terwujudnya Kecamatan Sehat, yang harus sesuai dengan situasi dan
kondisi masyarakat serta wilayah kecamatan setempat (Depkes RI, 2004).

Misi

Misi pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh puskesmas adalah mendukung
tercapainya misi pembangunan kesehatan nasional. Misi tersebut adalah:

a. Menggerakkan pembangunan berwawasan kesehatan di wilayah kerjanya. Puskesmas
akan selalu menggerakkan pembangunan sektor lain yang diselenggarakan di wilayah
kerjanya, agar memperhatikan aspek kesehatan, yakni pembangunan yang tidak
menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan, setidak-tidaknya terhadap lingkungan
dan perilaku masyarakat.
b. Mendorong kemandirian hidup sehat bagi keluarga dan masyarakat di wilayah kerjanya.
Puskesmas akan selalu berupaya agar setiap keluarga dan masyarakat yang bertempat
tinggal di wilayah kerjanya makin berdaya di bidang kesehatan, melalui peningkatan
pengetahuan dan kemampuan menuju kemandirian untuk hidup sehat.
c. Memelihara dan meningkatkan mutu, pemerataan dan keterjangkauan pelayanan
kesehatan yang diselenggarakan. Puskesmas akan selalu berupaya menyelenggarakan
pelayanan kesehatan yang sesuai dengan standar dan memuaskan masyarakat,
mengupayakan pemerataan pelayanan kesehatan serta meningkatkan efisiensi
pengelolaan dana sehingga dapat dijangkau oleh seluruh anggota masyarakat.
d. Memelihara dan meningkatkan kesehatan perorangan, keluarga dan masyarakat berserta
lingkungannya. Puskesmas akan selalu berupaya memelihara dan meningkatkan
kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit, serta memulihkan kesehatan
perorangan, keluarga dan masyarakat yang berkunjung dan yang bertempat tinggal di
wilayah kerjanya, tanpa diskriminasi dan dengan menerapkan kemajuan ilmu dan
teknologi kesehatan yang sesuai. Upaya pemeliharaan dan peningkatan kesehatan yang
dilakukan puskesmas mencakup pula aspek lingkungan dari yang bersangkutan (Depkes
RI, 2004).

B. Upaya dan asas Penyelenggaraan puskesmas

Untuk tercapainya visi pembangunan kesehatan melalui puskesmas, yakni terwujudnya
Kecamatan Sehat Menuju Indonesia Sehat, puskesmas bertanggung jawab menyelenggarakan
upaya kesehatan perorangan dan upaya kesehatan masyarakat, yang keduanya jika ditinjau dari
sistem kesehatan nasional merupakan pelayanan kesehatan tingkat pertama. Upaya kesehatan
tersebut dikelompokkan menjadi dua yakni:

a. Upaya Kesehatan Wajib

Upaya kesehatan wajib puskesmas adalah upaya yang ditetapkan berdasarkan komitmen nasional,
regional dan global serta yang mempunyai daya ungkit tinggi untuk peningkatan derajat
kesehatan masyarakat. Upaya kesehatan wajib ini harus diselenggarakan oleh setiap puskesmas
yang ada di wilayah Indonesia.
Upaya kesehatan wajib tersebut adalah: (1) Upaya Promosi Kesehatan, (2) Upaya Kesehatan
Lingkungan, (3) Upaya Kesehatan Ibu dan Anak serta Keluarga Berencana, (4) Upaya Perbaikan
Gizi, (5) Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular, (6) Upaya Pengobatan
(Depkes RI, 2004).

b. Upaya Kesehatan Pengembangan

Upaya kesehatan pengembangan puskesmas adalah upaya yang ditetapkan berdasarkan
permasalahan kesehatan yang ditemukan di masyarakat serta yang disesuaikan dengan
kemampuan puskesmas. Upaya kesehatan pengembangan dipilih dari daftar upaya kesehatan
pokok puskesmas yang telah ada, yakni: (1)Upaya Kesehatan Sekolah, (2) Upaya Kesehatan Olah
Raga, (3) Upaya Perawatan Kesehatan Masyarakat, (4) Upaya Kesehatan Kerja, (5) Upaya
Kesehatan Gigi dan Mulut, (6) Upaya Kesehatan Jiwa, (7) Upaya Kesehatan Mata, (8) Upaya
Kesehatan Usia Lanjut, (9) Upaya Pembinaan Pengobatan Tradisional (Depkes RI, 2004).
Apabila puskesmas belum mampu menyelenggarakan upaya kesehatan pengembangan, padahal
menjadi kebutuhan masyarakat, maka Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota bertanggunjawab dan
wajib menyelenggarakannya. Untuk itu Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota perlu dilengkapi
dengan berbagai unit fungsional lainnya. Dalam keadaan tertentu, masyarakat membutuhkan pula
pelayanan rawat inap. Untuk ini di puskesmas dapat dikembangkan pelayanan rawat inap
tersebut, yang dalam pelaksanaannya harus memperhatikan berbagai persyaratan tenaga, sarana
dan prasarana sesuai standar yang telah ditetapkan (Depkes RI, 2004).
Lebih lanjut, di beberapa daerah tertentu telah muncul pula kebutuhan masyarakat terhadap
pelayanan medik spesialistik. Dalam keadaan ini, apabila ada kemampuan, di puskesmas dapat
dikembangkan pelayanan medik spesialistik tersebut, baik dalam bentuk rawat jalan maupun
rawat inap. Keberadaan pelayanan medik spesialistik di puskesmas hanya dalam rangka
mendekatkan pelayanan rujukan kepada masyarakat yang membutuhkan. Status dokter dan atau
tenaga spesialis yang bekerja di puskesmas dapat sebagai tenaga konsulen atau tenaga tetap
fungsional puskesmas yang diatur oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat (Depkes RI,)

C. Manajemen Kesehatan

Manajemen adalah suatu kegiatan untuk mengatur orang lain guna mencapai suatu tujuan atau
menyelesaikan pekerjaan. Apabila batasan ini diterapkan dalam bidang kesehatan masyarakat
dapat dikatakan sebagai berikut :
Manajemen kesehatan adalah suatu kegiatan atau suatu seni untuk mengatur para petugas
kesehatan dan nonpetugas kesehatan guna meningkatkan kesehatan masyarakat melalui program
kesehatan. Dengan kata lain manajemen kesehatan masyarakat adalah penerapan manajemen
umum dalam sistem pelayanan kesehatan masyarakat sehingga yang menjadi objek dan sasaran
manajemen adalah sistem pelayanan kesehatan masyarakat.

Fungsi Manajemen Kesehatan

Pada umumnya, fungsi manajemen dalam suatu organisasi meliputi:

a. Planning (perencanaan) adalah sebuah proses yang dimulai dengan merumuskan tujuan
organisasi sampai dengan menetapkan alternative kegiatan untuk pencapaiannya.
b. Organizing (pengorganisasian) adalah rangkaian kegiatan menajemen untuk menghimpun
semua sumber daya (potensi) yang dimiliki oleh organisasi dan memanfaatkannya secara
efisien untuk mencapai tujuan organisasi.
c. Actuating (directing, commanding, motivating, staffing, coordinating) atau fungsi
penggerakan pelaksanaan adalah proses bimbingan kepada staff agar mereka mampu
bekerja secara optimal menjalankan tugas-tugas pokoknya sesuai dengan ketrampilan
yang telah dimiliki, dan dukungan sumber daya yang tersedia.
d. Controlling (monitoring) atau pengawasan dan pengendalian (wasdal) adalah proses
untuk mengamati secara terus menerus pelaksanaan kegiatan sesuai dengan rencana kerja
yang sudah disusun dan mengadakan koreksi jika terjadi penyimpangan

2. SISTEM KESEHATAN NASIONAL DAN DESENTRALISASI PELAYANAN
KESEHATAN

Sistem kesehatan menurut WHO adalah sebuah proses kumpulan berbagai faktor
kompleks yang berhubungan dalam suatu negara, yang diperlukan untuk memenuhi tuntutan dan
kebutuhan kesehatan perseorangan, keluarga, kelompok, dan masyarakat pada setiap saat
diutuhkan.
Dalam sebuah sistem harus terdapat unsur-unsur input, proses, output, feedback, impact dan
lingkungan. Sistem kesehatan yang telah di sahkan sesuai SK Menkes bahwa tujuan yang pasti
adalah meningkatkan derajat yang optimal dalam bidang kesehatan dan kesejahteraan yang sesuai
dengan Pembukaan UUD 1945.

Sistem Kesehatan Nasional (SKN) adalah bentuk dan cara penyelenggaraan
pembangunan kesehatan yang memadukan berbagai upaya bangsa Indonesia dalam satu derap
langkah guna menjamin tercapainya tujuan pembangunan kesehatan dalam kerangka
mewujudkan kesejahteraan rakyat sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Dasar 1945.
Sistem Kesehatan Nasional perlu dilaksanakan dalam konteks Pembangunan Kesehatan
secara keseluruhan dengan mempertimbangkan determinan sosial, seperti: kondisi kehidupan
sehari-hari, tingkat pendidikan, pendapatan keluarga, distribusi kewenangan, keamanan, sumber
daya, kesadaran masyarakat, dan kemampuan tenaga kesehatan mengatasi masalah tersebut.
Sistem Kesehatan Nasional disusun dengan memperhatikan pendekatan revitalisasi pelayanan
kesehatan dasar yang meliputi:
a. Cakupan pelayanan kesehatan yang adil dan merata,
b. Pemberian pelayanan kesehatan yang berpihak kepada rakyat,
c. Kebijakan pembangunan kesehatan, dan
d. Kepemimpinan. SKN juga disusun dengan memperhatikan inovasi/terobosan
dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan secara luas, termasuk penguatan
sistem rujukan.

Sistem Kesehatan Nasional akan berfungsi baik untuk mencapai tujuannya apabila terjadi
Koordinasi, Integrasi, Sinkronisasi, dan Sinergisme (KISS), baik antar pelaku, antar subsistem
SKN, maupun dengan sistem serta subsistem lain di luar SKN. Dengan tatanan ini, maka sistem
atau seluruh sektor terkait, seperti pembangunan prasarana, keuangan dan pendidikan perlu
berperan bersama dengan sektor kesehatan untuk mencapai tujuan nasional.
Tujuan Sistem Kesehatan Nasional adalah terselenggaranya pembangunan kesehatan oleh semua
potensi bangsa, baik masyarakat, swasta, maupun pemerintah secara sinergis, berhasil guna dan
berdaya guna, hingga terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.
Landasan Sistem Kesehatan Nasional meliputi:
a. Landasan Idiil, yaitu Pancasila.
b. Landasan Konstitusional, yaitu UUD 1945, khususnya: Pasal 28 A, 28 H ayat (1)
dan ayat (3), serta Pasal 34 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 28 B ayat (2), Pasal 28 C
ayat (1),
c. Landasan Operasional meliputi seluruh ketentuan peraturan perundangan yang
berkaitan dengan penyelenggaraan SKN dan pembangunan kesehatan.

Mengacu pada substansi perkembangan penyelenggaraan pembangunan kesehatan dewasa ini
serta pendekatan manajemen kesehatan tersebut diatas, maka subsistem yang mempengaruhi
pencapaian dan kinerja Sistem Kesehatan Nasional di Indonesia meliputi:
a. Upaya Kesehatan : Upaya kesehatan di Indonesia belum terselenggara secara
menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan. Penyelenggaraan upaya kesehatan
yang bersifat peningkatan (promotif), pencegahan (preventif), dan pemulihan
(rehabilitasi) masih dirasakan kurang. Memang jika kita pikirkan bahwa masalah
Indonesia tidak hanya masalah kesehatan bahkan lebih dari sekedar yang kita
bayangkan, tapi jika tahu bahwa dalam hal ini kita masih dalam proses dimana
bagai sebuah ayunan yang mana pasti akan menemukan titik temu dan kita dapat
menunggu, tapi kapankah hal ini...kita tunggu yang lebih baik. Untuk dapat
mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya perlu
diselenggarakan berbagai upaya kesehatan dengan menghimpun seluruh potensi
bangsa Indonesia.
b. Pembiayaan Kesehatan : Pembiayaan kesehatan di Indonesia masih rendah, yaitu
hanya rata-rata 2,2% dari Produk Domestik Bruto (PDB) atau rata-rata antara
USD 12-18 per kapita per tahun. Persentase ini masih jauh dari anjuran
Organisasi Kesehatan Sedunia yakni paling sedikit 5% dari PDB per tahun.
Sementara itu anggaran pembangunan berbagai sektor lain belum sepenuhnya
mendukung pembangunan kesehatan. Pembiayaan kesehatan yang kuat,
terintegrasi, stabil, dan berkesinambungan memegang peran yang amat vital untuk
penyelenggaraan pelayanan kesehatan dalam mencapai tujuan pembangunan
kesehatan.
c. SDM Kesehatan : Sebagai pelaksana upaya kesehatan, diperlukan sumber daya
manusia kesehatan yang mencukupi dalam jumlah, jenis dan kualitasnya, serta
terdistribusi secara adil dan merata, sesuai tututan kebutuhan pembangunan
kesehatan. Sumber Daya Manusia Kesehatan dalam pemerataannya masih belum
merata, bahkan ada beberapa puskesmas yang belum ada dokter, terutama di
daerah terpencil. Bisa kita lihat, rasio tenaga kesehatan dengan jumlah penduduk
masih rendah. Produksi dokter setiap tahun sekitar 2.500 dokter baru, sedangkan
rasio dokter terhadap jumlah penduduk 1:5000. Produksi perawat setiap tahun
sekitar 40.000 perawat baru, dengan rasio terhadap jumlah penduduk 1:2.850.
Sedangkan produksi bidan setiap tahun sekitar 600 bidan baru, dengan rasio
terhadap jumlah penduduk 1:2.600. Namun daya serap tenaga kesehatan oleh
jaringan pelayanan kesehatan masih terbatas. Hal ini bisa menjadi refleksi bagi
Pemerintah dan tenaga medis, agar terciptanya pemerataan tenaga medis yang
memadai.
d. Sumberdaya Obat, Perbekalan Kesehatan, dan Makanan : Meliputi berbagai
kegiatan untuk menjamin: aspek keamanan, kemanfaatan dan mutu sediaan
farmasi, alat kesehatan, dan makanan yang beredar; ketersediaan, pemerataan, dan
keterjangkauan obat, terutama obat esensial; perlindungan masyarakat dari
penggunaan yang salah dan penyalahgunaan obat; penggunaan obat yang rasional;
serta upaya kemandirian di bidang kefarmasian melalui pemanfaatan sumber
daya dalam negeri. Industri farmasi di Indonesia saat ini cukup berkembang
seiring waktu. Hanya dalam hal ini pengawasan dalam produk dan obat yang ada.
Perlunya ada tindakan yang tegas, ketat dalam hal ini.
e. Pemberdayaan Masyarakat : Sistem Kesehatan Nasional akan berfungsi optimal
apabila ditunjang oleh pemberdayaan masyarakat. Ini penting, agar masyarakat
termasuk swasta dapat mampu dan mau berperan sebagai pelaku pembangunan
kesehatan. Keberhasilan pembangunan kesehatan di Indonesia tidak terlepas dari
partisipasi aktif masyarakat. Dalam hal ini agar tercapainya Indonesia Sehat 2010
juga dibutuhkan. Sayangnya pemberdayaan masyarakat dalam arti
mengembangkan kesempatan yang lebih luas bagi masyarakat dalam
mengemukakan pendapat dan mengambil keputusan tentang kesehatan masih
dilaksanakan secara terbatas. Kecuali itu lingkup pemberdayaan masyarakat
masih dalam bentuk mobilisasi masyarakat. Sedangkan pemberdayaan
masyarakat dalam bentuk pelayanan, advokasi kesehatan serta pengawasan sosial
dalam program pembangunan kesehatan belum banyak dilaksanakan.
f. Manajemen Kesehatan : Meliputi: kebijakan kesehatan, administrasi kesehatan,
hukum kesehatan, dan informasi kesehatan. Untuk menggerakkan pembangunan
kesehatan secara berhasil guna dan berdaya guna, diperlukan manajemen
kesehatan.Manajemen kesehatan sangatlah berpengaruh juga, karena dalam hal
ini yang memanage proses, tetapi keberhasilan manajemen kesehatan sangat
ditentukan antara lain oleh tersedianya data dan informasi kesehatan, dukungan
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan, dukungan hukum kesehatan
serta administrasi kesehatan. Jika tidak tersedianya hal ini maka bisa jadi proses
manajemen akan terhambat/ bahkan tidak berjalan. Sebenarnya, jika kita
menengok sebentar bagaimana proses pemerintah bekerja, selalu berusaha dan
berupaya yang terbaik, baik juga tenaga medis. Hanya saja dalam prosesnya
terdapat sebuah kendala baik dalam SDM pribadi ataupun sebuah pemerintahan
itu. Bisa jadikan renungan bagaimana kita bisa membuat sebuah sistem yang lebih
baik dengan input-proses-dan output yang bisa menghasilkan sebuah kebanggaan
dan sebuah tujuan bersama


Kebijakan otonomi menuntut pemerintah daerah melakukan perbaikan terhadap
pelayanan publik. Pelayanan publik diharapkan mampu mendekatkan pada rakyat. Oleh
karenanta rakyat memiliki hak untuk memperoleh pelayanan yang baik. Salah satu pelayanan
publik yang harus diperhatikan adalah layanan kesehatan. Dengan sistem desentralisasi
diharapkan sarana dan fasilitas kesehatan di daerah juga ditingkatkan kapasitasnya untuk
melayani masyarakat.
Desentralisasi kesehatan diharapkan tidak hanya bersifat kewenangan administratif dari
pengelolaan kesehatan diturunkan pada tingkat daerah. Namun lebih dari itu juga diharapkan
peningkatan kualitas tenaga medis, akses layanan serta keberdayaan masyarakat sendiri untuk
terus mandiri, sadar dan aktif dalam mewujudkan lingkungan yang sehat.
Menurut Rozuli (2008) dalam konsteks di masyarakat ada beberapa mekanisme sistem
pelayanan publik yang perlu diperhatikan dalam era otonomi daerah. yaitu: (i) Perlu standar
pelayanan publik, (ii) Sanksi bagi pejabat publik yang tidak mampu memenuhi standar
pelayanan, (iii) Peningkatan profesionalisme pejabat publik, (iv) Rakyat berhak mengajukan
keluhan atas pelayanan publik yang buruk, (v) Rakyat melakukan kontrol terhadap penyelesaian
atas keberatan yang diajukan, (vi) DPRD melakukan pengawasan atas pelayanan publik dan
keberatan yang diajukan rakyat, dan (viii) Rakyat mengajukan keberatan kepada DPRD dan
pemerintah daerah atas perbaikan keluhan yg dilakukan pemerintah daerah.
Pelayanan publik dalam era otonomi daerah adalah ciri tersendiri mewujudkan tata kelola
kepemerintahan yang akuntabel. Di dalamnya terdapat berbagai prosedur yang harus efektif dan
efisien untuk melayani masyarakat. Dalam pelayanan kesehatan misalnya, masyarakat berhak
untuk mengajukan keluhan atas pelayanan kesehatan daerah yang buruk. Demikian juga dengan
tenaga medis seharusnya juga meningkatkan profesionalisme dalam menjalankan fungsinya di
masyarakat. Begitupun dengan masyarakat yang harus taat pada prosedur tentang berbagai
program kesehatan masyakarat seperti Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) Pos
Kesehatan Desa (Poskesdes) dan lainnnya. Terhadap berebagai program pemerintah di bidang
kesehatan, hendaknya masyarakat juga aktif mencari informasi dan berpartisipasi serta
menciptakan kepedulian, kerjasama serta kesadaran untuk mandiri mewujudkan lingkungan
sehat.

3. Promosi Penyuluhan Kesehatan, advokasi kesehatan pemberdayaan masyrakat

A. Penyuluhan kesehatan

Penyuluhan kesehatan adalah penambahan pengetahuan dan kemampuan seseorang
melalui tehnik praktek belajar atau instruksi dengan tujuan mengubah atau mempengaruhi
perilaku manusia secara individu, kelompok maupun masyarakat untuk dapat lebih mandiri dalam
mencapai tujuan hidup sehat (Depkes, 2002). Penyuluhan kesehatan adalah gabungan berbagai
kegiatan dan kesempatan yang berlandaskan prinsip-prinsip belajar untuk mencapai suatu
keadaan, dimana individu, keluarga, kelompok atau masyarakat secara keseluruhan ingin hidup
sehat, tahu bagaimana caranya dan melakukan apa yang bisa dilakukan, secara perseorangan
maupun secara kelompok dengan meminta pertolongan (Effendy, 2003).

B. Advokasi Kesehatan

Advokasi begitu populerdan menjadi kata yang sering diucapakan maupaun dimuat dalam
surat kabar. Bahkan dengan peran masyarakat yang lebih besar dalam perumusan kebijakan
public,kata ini menjadi jargon yang selalu muncul dimedia massa. Dalam kaitan dengan promosi
kesehatan, apa sebenaranya kaitan advokasi dengan bidang ini? Apakah advokasi dan promosi
kesehatan saling berkait? Bagaimana kaitan keduanya ? untuk melihat jauh isu itu, akan
dijelaskan pengertian dan tujuan promosi kesehatan serta berbagai tehnik yang digunakan dalam
promosi kesehatan. Selain itu akan disinggung mengenai penegertian dan tujuan advokasi dengan
minat khusus advokasi dalam promosi kesehatan. Dalam konteks ini keduatopik tersebut dikaji
dan dijelaskan kaitanya serta lebih jauh diuraikan lebih dalam mengenai advokasi dalam promosi
kesehatan.
Perkembanagan kesehatan masyarakat diera 80-an anatara lain ditandai dengana danya
Ottawa Charter for Health Promation (Deklarasi Ottawa , 1986) dimana berbagai ahli
kesehatan masyarakat,ahli promosi kesehatan serta bidang terkait ditingkat global, merumuskan
Deklarasi Ottawa. Deklarasi ini dilandasi konsep pemikiran bahwa hakikatnya kesehatan
deklarasikan atan masyarakt yang optimal memerlukan adanya prasyarat yaitu : kedamaian,
tempat tinggal, pendidikan, makan, pengahsilan, ekositem yang stabil, keadilan sosial serta
keadilan (equity). Untuk itu dideklarasikan 5 strategi untuk mencapainya, yaitu :
a. Pengembangan kesehatan yang berwawasan kesehatan (health publicpolicy)
b. Menciptakan lingkungan yang mendukung sehingga setiap individu dapat mencapai
kesehatan optimum (creation of supprotive environment)
c. Memperkuat kegiatan masyarakat (strengthening community action ) diman masyarakat
semakin mampu memcapai perubahan fisikdan lingkungan sosial melalui kegiatan
kolektif secara terorganisasai.
d. Peningkatan keterampilan individu (development of personalskills) yang menekankan
bahwa prilaku dangaya hidup sangat penting dalam promosi kesehatan.
e. Reorientasi pelayanan kesehatan ( reorientation of health services) yang berubah dari
fokus hospital-based dengan teknologi diagnosik maupun intervensi canggih menjadi
community- based,more user friendy and controlled yang berfokus masalah kesehatan.

Pengertian Advokasi dan pentingnya advokasi dalam promosi kesehatan

Beberapa pengertian advokasi sebagai berikut :
WHO ( 1989) diukutip dalam UNFPA dan BKKBN (2002) menggunkan advocacy is a
combination on individual and social action design to gain political commitment, policy support,
social acceptance and systems support for particular health goal or programme. Jadi advokasi
adalah kombinasi kegiatan individu dan sosial yang dirancang untuk memperoleh komitmen
politis, dukungan kebijakan, penerimaan sosial dan sisitem yang mendukung tujuan atau program
kesehatan tertentu.
Definisi Chapela 1994 yang dikutip WISE (2001) secara harfiah: melakakukan advokasi
berarti mempertahankan, berbicara mendukung seseorang atau sesuatu atau mempertahankan ide.
Sedangkan advokator adalah seseorang yang melakukan kegiatan atau negosiasi yang ditujukan
untuk mencapai sesuatu untuk seseorang,kelompok ,masyarakt tertentu atau secara keseluruhan.

Dalam tulisan Sharma dikutip beberapa penegrtian yang berkait dengan advokasi misalnya :
a. Advokasi adalah bekerja dengan orang dan organisasi untuk membuat sesuatu perubahan
(CEDPA).
b. Advokasi adalah proses dimana orang terlibat dalam proses pembuatan keputusan yang
mempengaruhi kehidupan mereka.
c. Advokasi terdiri berbagai strategis ditujukan untuk mempengaruhi pembuatan keputusan
dalam satu organisasi ditingkat lokal, nasional maupun internasional. Strategis advokasi
termasuk lobi, pemasaran sosial, KIE, pengorganisasian masyarakat maupun berbagai
taktik lainya.
Kenapa advokasi penting dalam promosi kesehatan ?dalam mencapai tujuan kesehatan
masyarakat , ditemukanberbagai hambatan seperti ditemuykan oleh Champon dan Lupton (1994)
dikutip dari Wise 2001:
a. Adanaya ide politik yang mementingkan luaran ekonomi dengan menyampingkan
kesehatan dan kualitas hidup manusia.
b. Hambatan dari politisi dan birokrasi atau tidak adanya peraturan dan perundangan yang
mendukung promosi kesehatan dan ketiaadaan partisipasi masyarakat dalam perencanaan
program kesehatan.
c. Gencarnya pemasaran produk yang tidak aman dan tidak sehat bagi masyarakt terutama
dengan adanya pengaruh perusahaan multinasional dengan kekuatan besar.
d. Adanya nilai budaya yang berpengaruh atas nilai, sikap, dan prilaku individual atau
masalaj kesehatan masyarakat.

Unsur Dasar Advokasi

Sharma menyebutkan ada 8 unsur dasar advokasi yaitu :
a. Penetapan tujuan advokasi
Sering sekali masalah kesehatan masyarakat sangat kompleks, banyak faktor dan saling
berpengaruh. Agar upaya advokasi dapat berhasil tujuan,advokasi perlu dibuatlebih spesifik
berdasarakan pernyataan berikut : Apakah isu atau masalah itu dapat menyatukan atau
membuat berbagai kelompok bersatu dalam suatu koalisi yang kuat.

b. Pemanfaatan data dan riset untuk advokasi
Adanya data dan riset pendukung sangat penting agar keputusan dibuat berdasarkan informasi
yang tepat dan benar. Oleh karena itu, data dan riset mungkin diperlukan dalam menentukan
masalah yang akan diadvokasi, identifikasi solusi pemecahaan masalah maupun
menentukan tujuan yang realitis. Selain itu, adanya data atau fakta itu saja sering sekali sudah
bisa menjadi argumen tujuan umum dapat dicapai agar realitis.

c. Identifikasi khalayak sasaran advokasi
Bila isu dan tujuan telah disusun, upaya advokasi harus ditujukan bagi kelompok yang dapat
membuat keputusan dan idealnya ditujukan bagi orang yang berpengaruh dalam pembuatan
keputusan agar tujuan advokasi dapat dicapai.

d. Pengembangan dan penyampain pesan advokasi
Khalayak sasaran berbeda berekasi tidak sama atas pesan yang berbeda. Seseorang toko
politik mungkin termitifasi kalu dia mengetahui bahwa banyka dari konstituen yang
diwakilinya peduli terhadap masalah tertentu. Seseorang Menkes mungkin akan
mengambil keputusan ketika kepada yang bersangkutan disajikan data rinci mengenai
besarnya masalah kesehatan tertentu.

e. Membangun koalisi
Sering kali kekuatan advokasi dipengaruhi oleh jumlah oarng atau organisasi yang mendukung
advokasi tersebut.hal inisangat penting dimana situasi dinegara tertentu sedang membangun
masyarakat demokratis dan advokasi merupan suatu hal yang relati baru. Dalam situasi itu
melibatkan orang dalam jumlah besar dan mewakili berbagai kepentingan, sangat bermanfaat
bagi upaya advokasi maupun dukungan politis,bahkan dalam satu organisasi sendiri, koalisi
internal yaitu melibatkan berbgai orang dari berbagai divisi / depertemen dalam
mengembangkan program baru, dapat membantu konsensus untuk aksi kegiatan.

f. Membuat presentasi yang persuasif
Kesepakatan untuk mempengaruhi khalayak sasaran kunci sekali terbatas waktunya. Seorang
tokoh politik mungkin memberi kesempatan sekali pertemuan untuk mendiskusikan isu
advokasi yang dirancanh atau Menkes hanya punya waktu 5 menit dalam kongres untuk
berbicara kepada kelompok advokator.

g. Penggalangan dana untuk advokasi
Semua kegiatan termaksud upaya advokasi memerlukan dana. Mempertahankan upaya
advokasi yang berkelanjutan dalam jangka panjang memerlukan waktu, energi dalam
penggalangan dana atau sumber daya lain untuk menunjang upaya advokasi.

h. Evaluasi upaya advokasi
Bagaiman kelompok advokasi dapat menegtahui bahwa tujuan advoaksi yang telah ditetapkan
dapat dicapai?Bagaiman strategis advokasi dapat disempurnakan dan diperbaiki?untuk
menjadi advokator yang tangguh diperlukan umpan balik berkelanjutan serta evaluasi atau
upaya advokasi yang telah dilakukan.

Pendekatan Utama Advokasi
Ada 5 pendekatan utama dalam advokasi (UNFPA dan BKKBN 2002) yaitu:
a.Melibatkan para pemimpin
Para pembuat undang-undang,mereka yang terlibatdalam ppenyusunan hukum, peraturan
maupun pemimpin poilitik,yaitu mereka yangmenetapkan kebijakan publik sangat berpengaruh
dalam menciptakan perubahan yang terkait dengan masalah sosial termaksud kesehatan dan
kependudukan. Oleh karena itu, sangat penting melibatkan mereka semaksimum mungkin
dalamisu yang akan diadvokasikan.

b.Bekerja dengan media massa
Media massa sangat penting berperan dalam membentuk oponi publik. Media juga sangat
kiuat dalam mempengaruhi presespsi publik atas isu atau masalah tertentu. Mengenal,
membangun dan menjaga kemitraan dengan media massasangat penting dalam proses advokasi.

c.Membangun kemtraan
Dalam upaya advokasi sangat penting dilakukan uapaya jaringan, kemtraan yang
brekelanjutan dengan individu, prganisasi-organisasi dan sektor lain yang bergerak dalam isu
yang sama. Kemitraan ini dibentuk oleh individu, kelompok yang bekerja sama yang nertujuan
untuk mencapai tujun umum yang sama atau hampir sama. Namum membangun pengembangan
kemitraan tidak mudah, memrlukan aktual, perencanaan yang matang serta memerlukan penilaian
kebutuhan serta minat dari calon mitra.

d.Memobilisasi masa
Memobilisasi massa merupaka suatu proses mengorganisasikan individu yang telah
termotivasi kedalam kelompok-kelompok atau mengorganisasikan kelompok yang sudah
ada.dengan mobilisasi dimaksudkan agar motivasi individu dapat diubah menjadi tindakan
kolektif.

e.Membangun kapasitas
Membngaun kapasitas disini dimasudkan melembagakan kemempuan utnuk
mengembangkan dan mengelolah program yang komprehensif dan membangun critical mass
pendukukung yang memiliki ketereampilan advokasi. Kelompok ini dapat diidentifikasikan dari
LSM tertentu,kelompok profesi serta kelompok lain.

Mekanisme Dan Kelompok Advokasi
Dari berbagai pengalaman nasional maupun global, dapat di identifikasi berbagai
mekanisme dan metode yang digunakan oleh advokator masalah kesehatan masyarakat (Wise,
2001) pemanfaatan media masa hampir selalu ada untuk memngangkat isu publik agarmenjadi
perhatian politisi.mediamassa ini mencakup semua yaitu koran, media TV, bahkan akhir-akhir ini
internet sanget banyak dimanfaatkan ditingkat global. Disamping itu ada rapat-rapat umum,
pertemuan kelompok profesional, even tertentu.pada intinya para advokator kesehatan masyrakat
menggunakan metode apapun yang dapat menginformasikan, membujuk, memotovasi masyrakat,
pengelola program dan politisi agar merekamelindungi dan mendukung upaya promosi kesehatan.



Indikator Advokasi
Bila sasaran advokasi adalah anggota legislatif atau pembuat kebijakan kesehatan, maka
indikator yang paling mudah di nilai dari hasil akhir advokasi adalah : adanya peraturan,
ketentuan atau kebijakan yag mendukung isu yang diadvokasi, adanya perencanaaan program ke
arah isu yang advokasi serta dukungan pendanaannya dan persetujuan alokasi anggaran yang
diberikan oleh legislatif misalnya DPRD setempat.


4. Menejemen informasi Kesehatan

Manajemen Informasi Kesehatan adalah pengelolaan yang memfokuskan kegiatannya pada
pelayanan kesehatan dan sumber informasi pelayanan kesehatan dengan menjabarkan sifat alami
data, struktur dan menerjemahkannya ke berbagai bentuk informasi demi kemajuan kesehatan
dan pelayanan kesehatan perorangan, pasien dan masyarakat. Penanggung jawab manajemen
informasi kesehatan berkewajiban untuk mengumpulkan, mengintegrasikan dan menganalisis
data pelayanan kesehatan primer dan sekunder, mendesiminasi informasi, menata sumber
informasi bagi kepentingan penelitian, pendidikan, perencanaan dan evaluasi pelayanan
kesehatan secara komprehensif dan terintegrasi (Konsil Kedokteran Indonesia, 2006, Manual
Rekam Medis).
Manajemen Informasi Kesehatan adalah sebuah frase yang digunakan untuk
menggambarkan proses pengumpulan dan penggunaan data yang dikumpulkan oleh banyak orang
yang berbeda, di tempat yang berbeda, tentang layanan kesehatan yang diberikan kepada pasien
secara individu ataupun secara kelompok. Manajemen informasi kesehatan dapat
menggambarkan di antara keduanya, yaitu baik merupakan sebuah proses maupun sebuah pilihan
karir orang-orang yang bekerja dalam bidang pengelolaan informasi kesehatan yang bekerja
tersebar luas di berbagai bidang kesehatan dan bidang lain yang terkait dengan kesehatan.
Manajemen Informasi Kesehatan (MIK) adalah praktek pemeliharaan dan perawatan rekam
kesehatan baik dengan cara tradisional (paper-based) maupun dengan elektronik di rumah sakit,
klinik dokter, departemen kesehatan, perusahaan asuransi kesehatan, dan fasilitas lain yang
memberikan pelayanan dan pemeliharaan catatan kesehatan. Dengan komputerisasi yang besar
(kompleks) terhadap catatan kesehatan dan sumber informasi lain, informatika kesehatan dan
teknologi informasi kesehatan sedang mengalami peningkatan penggunaannya dalam praktek
manajemen informasi di bidang pelayanan kesehatan.
Profesional manajemen informasi kesehatan merencanakan sistem informasi,
mengembangkan kebijakan kesehatan, dan mengidentifikasi kebutuhan informasi saat ini dan
masa mendatang. Selain itu, mereka dapat menerapkan ilmu informatika untuk pengumpulan,
penyimpanan, penggunaan, dan release informasi sesuai dengan kepentingan hukum profesional,
etis dan persyaratan administratif untuk penyediaan layanan kesehatan. Mereka bekerja dengan
data klinis, data epidemiologi, data demografik, data finansial, data referensi, dan data pelayanan
kesehatan dalam bentuk kode.
Manajemen Informasi Kesehatan adalah studi tentang prinsip-prinsip dan praktek yang
melibatkan pengorganisasian,tracking, dan pemeliharaan informasi medis secara tradisional
ataupun digital untuk menjamin pemberian pelayanan yang berkualitas kepada pasien. Bidang ini
memberikan kontribusi yang besar terhadap sistem pelayanan kesehatan dan kepada pasien
dengan memelihara sistem informasi pelayanan kesehatan yang terorganisir yang sangat
diperlukan dalam pengambilan keputusan medis dan pelayanan perawatan pasien. Rekam
kesehatan dapat diambil secara manual maupun dengan melalui komputer. Selain itu, data pasien
harus disimpan dan dikelola secara efisien oleh seorang manajer informasi kesehatan atau
praktisinya.





5. MANAJEMEN RUMAH SAKIT DAN RUJUKAN

Pelayanan medik khususnya medik spesialistik merupakan salah satu Ciri dari Rumah Sakit
yang membedakan antara Rumah Sakit dengan fasilitas pelayanan lainnya. Kontribusi pelayanan
medik pada pelayanan di Rumah Sakit cukup besar dan menentukan ditinjau dari berbagai aspek,
antara lain aspek jenis pelayanan, aspek keuangan, pemasaran, etika dan hukum maupun
administrasi dan manajemen Rumah Sakit itu sendiri. Bukan rahasia lagi pengaturan pelayanan
medik khususnya medik spesialistik sampai saat ini masih menghadapi berbagai kendala; tenaga
spesialis masih kurang dan belum merata di berbagai daerah di Indonesia, ketidakseimbangan
tenaga medik dan sarana dan prasarana alat kesehatan antara Rumah Sakit Pemerintah dan
Rumah Sakit Swasta, berbagai peraturan yang belum dilaksanakan dengan baik, perilaku dokter
sebagai tenaga medis dan lain-lain yang pada akhirnya sangat mempengaruhi kualitas pelayanan
medik di Rumah Sakit. Adanya krisis moneter yang saat ini melanda Negara Kita, pembiayaan
kesehatan makin meningkat, sedangkan daya beli masyarakat makin menurun cukup
mempengaruhi pelayanan Rumah Sakit khususnya pelayanan medik. Namun demikian keadaan
ini jangan dijadikan alasan untuk menurunkan mutu pelayanan medik, kita harus tetap berpegang
pada profesionalisme dan etika profesi. Apalagi saat ini telah terjadi reformasi di bidang
kesehatan dimana profesionalisme merupakan salah satu strategi untuk mencapai visi
Departemen Kesehatan yaitu Indonesia Sehat 2010. Di lain pihak saat ini Rumah Sakit
menghadapi era globalisasi dengan persaingan dari pihak Penanam Modal Asing yang lebih
unggul baik dari segi sumber daya manusia (SDM), sarana dan prasarana maupun keuangannya.

Secara umum, sistem rujukan dalam pelayanan dikenal sebagai suatu mekanisme dimana jika
sebuah fasilitas kesehatan tidak memiliki sumber daya (SDM, peralatan) untuk menangani suatu
kasus, maka pasien akan dikirim ke fasilitas kesehatan lain yang lebih
canggih. www.kebijakankesehatanindonesia.net merilis bahwa Sistem Kesehatan adalah suatu
jaringan penyedia pelayanan kesehatan (supply side) dan orang-orang yang menggunakan
pelayanan tersebut (demand side) di setiap wilayah, serta negara dan organisasi yang melahirkan
sumber daya tersebut, dalam bentuk manusia maupun dalam bentuk material[1]. Menurut Sistem
Kesehatan Nasional, rujukan upaya kesehatan adalah pelimpahan wewenang dan tanggung-jawab
secara timbal balik, baik horisontal dan vertikal maupun struktural dan fungsional terhadap kasus
penyakit atau masalah penyakit atau permasalahan kesehatan[2]. Dengan demikian, dapat
dikatakan sistem ini menghendaki adanya suatu pengaturan pola kedatangan pasien ke fasilitas
kesehatan, yang dimulai dengan datang ke fasilitas paling sederhana (pelayanan kesehatan
primer).
Pada era berlakunya JKN, BPJS telah mengeluarkan pula buku Panduan Praktis Sistem
Rujukan Berjenjang. Definisi yang digunakan mengacu pada definisi SKN di atas. Pola rujukan
yang diatur sebagaimana gambar berikut[3].

Menurut alur di atas, jika bukan kasus emergency, maka pasien yang merupakan peserta
BPJS harus mengunjungi fasilitas kesehatan primer terlebih dahulu. Jika fasilitas kesehatan
primer (Puskesmas, RS Kelas D) tidak mampu menangani, maka pasien dapat dirujuk ke RS yang
lebih tinggi kelasnya. Dengan demikian, implementasi JKN mengatur bahwa rujukan berjenjang
adalah hal mutlak yang harus dilaksanakan dan dipatuhi. Jika dilaksanakan dengan benar, maka
ini akan membuat jumlah pasien di RS rujukan tertinggi menajdi berkurang secara kuantitas,
namun tingkat kesulitannya meningkat.
Permenkes No. 1 Tahun 2012 mengatur jenis-jenis rujukan, yaitu rujukan nasional, rujukan
provinsi, rujukan regional antar-kabupaten serta rujukan kepulauan. Sistem ini memang
dikecualikan bagi pasien yang jauh dari pusat pelayanan kesehatan primer atau dalam kasus
kegawatdaruratan. Sistem ini juga menguntungkan bagi masyarakat, khususnya kelas menengah
ke atas, karena sifat portabilitasnya.
Hal yang masih menjadi pertanyaan adalah definisi rujukan nasional: apakah ditentukan oleh
geografis (berada di Ibukota Negara), atau ada kriteria lain yang dapat digunakan (misalnya
rujukan pelayanan kesehatan tertentu)? Bagaimana konsekuensi sebagai RS Rujukan Nasional?
Bagimana proses bisnisnya? Apa saja indikatornya?
Berbagai pertanyaan tersebut dibahas pada rangkaian diskusi ilmiah yang melibatkan
manajemen dan klinisi dari RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta, RS Akademik UGM serta RS Prof.
Soeradji Tirtonegoro Klaten. Diskusi yang diinisiasi oleh PKMK FK UGM ini bertujuan untuk
membahas pusat-pusat rujukan nasional, provinsi dan antar-kabupaten dan merumuskan definisi
baru yang lebih sesuai dengan proses bisnis dan indikatornya.
SKN tahun 2009 telah mengatur adanya rujukan berjenjang. Menurut SKN, ada dua jenis
rujukan yaitu rujukan medis dan rujukan kesehatan. Rujukan medis berkaitan dengan pengobatan
dan pemulihan (pengiriman pasien, specimen, transfer pengetahuan). Rujukan kesehatan
berkaitan dengan upaya pencegahan dan peningkatan kesehatan (sarana, teknologi dan
operasional). Namun tidak mudah mengembangkan RS rujukan medis maupun kesehatan.
Manajemen RS perlu mendukung sistem tersebut dengan infrastruktur dan sistem yang baik.
Kita bisa belajar dari Mayo Clinic yang merupakan pusat rujukan tidak saja bagi RS-RS di
USA melainkan juga di negara lain. Di Mayo Clinic, sudah ada infrastruktur yang memungkinkan
bagi RS faskes lain untuk berkomunikasi jarak jauh dengan para ahli (hingga sub/super spesialis)
yang ada di Mayo Clinic. Sebelum merujuk pasien, sudah ada sistem yang mampu memastikan
bahwa begitu tiba di Mayo Clinic, satu tim klinis sudah siap menangani pasien, demikian juga
dengan fasilitas pendukung (akomodasi dan sebagainya). Juga ada infrastruktur untuk continuing
education bagi para dokter dan dokter spesialis di RS perujuk, sehingga mereka juga bisa meng-
update pengetahuan dan informasi klinis. Terlihat bahwa dari hubungan ini bukan hanya
komunikasi mengenai pasien yang ditransfer melainkan juga perkembangan pengetahuan klinis,
dimana Mayo Clinic berperan sebagai sumber rujukan referensi bagi profesional (dan institusi)
kesehatan lainnya.
Pertanyaan yang masih harus didiskusikan lebih lanjut adalah apakah RS Rujukan Nasional
yang dimaksud oleh JKN dan Permenkes meliputi juga hal-hal seperti tersebut di atas? Apakah
proses bisnis dan indikator RS Rujukan Nasional akan menuju pemenuhan aspke-aspek tersebut?
Apakah penghitungan tarif paket INA-CBGs akan mengakomodir kebutuhan pengembangan RS
Rujukan Nasional? (pea)


6. Kepemimpinan dalam manajemen kesehatan

Banyak diantara kita yang berharap menjadi pemimpn suatu saat dan mengira bahwa memimpin
adalah suatu proses dimana kita mempunyai bawahan atau pengikut yang banyak.
Pada umumnya, seorang pemimpin dipresepsikan sebagai seorang yang paling tinggi jabatannya
dalam suatu lembaga atau organisasi dan dia yang mengatus banyak hal. Tapi, jika ditinjau dari
individual saja, suatu individual adalah pemimpin untuk dirinya sendiri, dimana individu
mempunyai tugas sendiri untuk mengatur waktunya dalam pekerjaan, ibadah, interaksi social dan
lain sebagainya.Setiap orang bisa menjadi seorang terpimpin. Setiap orang mempunyai kiat-
kiattersendiri dalammemimpin baik dalam sebuah organisasi, diri sendiri sanpai negara.
Pemimpinberwenang dalammemerintah, jika pemimpin itu memimpin suatu organisasi atau
lembaga, diamempunyaiwewenang untuk memerintah orang lain yang dengan perintah
itudapatmenjalankanpekerjaanuntukmencapaitujuanyangtelahditetapkan.PengertianDasar
Kepemimpinan Kepemimpinan pada dasarnya adalah subjektif, dalamartiantidak diukur
secaraobjektif. MenurutSullivan dan Decker, kepemimpinan merupakan
pengunaanketerampilanseseorang dalammempengaruhi orang lain untuk melaksanakan suatu
dengan sebaikbaiknya sesuaidengankemampuannya. Kepemimpinan merupakan interaksi
antarkelompok,prosesmempengaruhikegiatansuatuorganisasidalampencapaiantujuan.

Selain itu, menurut Stogdill, kepemimpinan adalah suatu proses yang aktivitas kelompok
terorganisasi dalam upaya menyusun dan mencapai tujuan. Sedangkan Gardner mendefinisikan
kepemimpinan sebagai suatu proses persuasi dan memberi contoh sehingga individu (pimpinan
kelompok) membujuk kelompoknya untuk mengambil tindakan yang sesuai dengan usulan
pimpinan atau usulan bersama.

Kepimpinan Dalam Keperawatan

Pemberian pelayanan dana asuhan keperawatan merupakan suatu kegiatan yang kompleks dan
melibatkan berbagai individu. Seperti yang dijelaskan, jika semua individu ingin menjadi
pemimpin dalam pemberian pelayanan dan asuhan keperawatan tentunya akan sulit. Oleh karena
itu dibutuhkan seorang pemimpin yang dapat mengatur cara individu yang berjumlah banyak
dalam melaksanakan tugasnya. Agar tujuan keperawatan tercapai dperlukan berbagai kegiatan
dalam menerapkan keterampilan kepimpinan.

Menurut Kron, kegiatan tersebut meliputi:

1. Perencanaan dan Pengorganisasian
Pekerjaan dalam suatu ruangan hendaknya direncanakan dan diorganisasikan. Sumua kegiatan
dikoordinasikan sehingga dapat dikerjakan pada waktu yang tepat dan dengan cara yang benar.
Sebagai seorang kepala ruangan perlu membuat perencanaan kegiatan di ruangan.

2. Membuat Penugasan dan Memberi Penghargaan
Setelah membuat penugasan, perlu diberikan pengarahan kepada perawat tentang kegiatan
kegiatan yang akan dilakukan secara singkat dan jelas. Dalam memberi pengarahan, seorang
pemimpin harus membuat seseorang memahami apa yang diarahkan dan juga mempunyai
tanggung jawab untuk melihat apakah pekerjaan tersebut dikerjakan dengan benar. Untuk itu
diperlukan kemampuan dalam hubungan antara manusia dan teknik-teknik keperawatan.

3. Pemberian Bimbingan
Bimbingan merupakan unsur yang penting dalam keperawatan. Bimbingan berarti menunjukan
cara menggunakan berbagai metoda mengajar dan konseling. Bimbingan yang diberikan meliputi
pengetahuan dan keterampilan dalam keperawataan. Hal ini akan membantu bawahan dalam
melakukan tugas mereka sehingga dapat memberikan kepuasan bagi perawat dan klien.

4. Mendorong Kerja sama dan Partisipasi
Kerja sama diantara perawat perlu ditingkat dalam melaksanakan keperawatan. Seseorang
pemimpin perlu menyadari bahwa bawahan bekerja sama dengan pemimpin bukan untuk
dibawah pimpinan. Kerja sama dapat ditingkatkan melalui suasana demokrasi dimana setiap
individu/perawat mengetahui apa yang diharapkan dari mereka, dan mereka mendapat pujian
serta kritik yang membangun. Disamping itu setiap individu dalam kelompok diusahakan untuk
berpartisipasi. Hal ini akan membuat setiap perawat merasa dihargai.



5. Kegiatan Koordinasi
Pengkoordinasian kegiatan dalam suatu ruangan merupakan bagian yang penting dalam
kepemimpinan keperawatan. Seorang pemimpin perlu mengusahakan agar setiap perawat
mengetahui kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam suatu ruangan. Hal lain yang perlu
dilakukan adalah melaporkan kepada atasan langsung tentang pencapaian kerja bawahan.

6. Evaluasi Hasil Penampilan Kerja
Evaluasi hasil penampilan kerja dilakukan melalui pengamatan terhadap staf dan pekerjaan
mereka. Evaluasi merupakan proses berkelanjutan untuk menganalisa kekurangan dan kelebihan
staf. Kompetensi yang harus Dimiliki oleh Manajer Keperawatan dalam Meningkatkan
Efektivitas Kepemimpinan
Kompetensi yang harus dimiliki Manajer Keperawatan telah dilaksanakan suatu penelitian tenaga
kesehatan di Austalia (Harris & Belakley, 1955). Kompetensi tersebut
dikatagorikanmenjadi7yaitu:KOMPETENSIPENJABARAN

1.Kepemimpinan
Berkomunikasi tentang organisasi dan dalam memfalisitasi kegiatan Mendelegasikan dan
mendapatkan orang lain untuk melaksanakan tugas dan menerima tanggung jawab Menseleksi
dan memilih pegawai yang tepat Menciptakan budaya organisasi yang kondusif dan
efektif Menerapkan gaya kepemimpinan yang efektif Mengkonsultasikan dengan staf dan orang
lain diluar organisasi yang sesuai tentang keadaanorganisasi Mengenal kapan peraturan harus
dilaksankan(fleksibilitas)

2.Pengambilan keputusan & Perencanaan
Berfikir ulang dan menyusun kembali priorotas organisasi Merespon secara cepat dan tepat
tentang perubahan yang tidak diharapkan Mengantisipasi dan melaksanakan perencanaan
perubahan anggaran Memberikan pedoman dan arahan tentang keputusaan dan organisasi melalui
pengetahuan daripemerintahan daerah, provinsi dan nasional Menginterprestasikan perubahan
industri dan mengimplementasikan dalam organisasi Menginterprestikan perubahan ekonomi
staf Menempatkan organisasi sebagai bagian yang penting

3.Hubungan Masyarakat/Komunikasi
Empati, mendengar dan tanggap terhadap semua pernyataan orang lain. Menciptakan situasi yang
kondusif dalam komunikasi Membaca dan tanggap terhadap situasi politik yang
terjadi Menunjukkan rasa percaya diri melalui kemampuan berkomunikasi (verbal/nonverbal)
dalammempengaruhi orang lain Berkomunikasi secara efektif melalui tulisan Mengembangkan
proses hubungan yang baik dalam atau diluar organisasi Menggunakan media untuk pemasaran
/keuntungan organisasi

4.Anggaran
Bertanya dan melihat rencana sebelumnya Mengontrol budged Menginterprestasikan penggunaan
anggaran sesuai kebutuhan Merencanakn jauh ke depan (misalnya 5 tahun ke
depan) Menggunakan pengukuran dan rata-rata industri Menyediakan resiko terhadap kekurangan
keuangan Mengkonsultasikan tentang masalah keuangan

5.Pengembangan
Mengembangkan tim kerja yang efektif Mempertahankan dan mengembangkan hubungan
profesional antar staf Memberikan umpan balik yang positif Menerapkan peran mentor yang
efektif Menggunakan sistem pemberian penghargaan yang baik Mengembangkan meningkatkan
dan mereview indikator organisasi

6.Personaliti
Memfokuskan satu atau lebih dari dua kejadian dalam suatu periode Mengaplikasikan
filosofimanajemen dan komitmen terhadap kualitas pelayanan Mengambil keputusan yang
tepat Mengelola stress individu Menerima sesuatu terhadap kejadian yang tidak
diharapkan Menggunakan koping yang efektif dalam setiap masalah Mensyukuri nikmat yang
telah
diberikan atas keberhasilan pencapaian tujuan

7.Negosiasi
Mengidentifikasi dan mengelola konflik Memfalisitasi perubahan Mendemonstrasikan
pemahaman tentang perbedaan suatu pendapat Melakukan negosiasi dengan baikMengklarifikasi
kejadian yang melibatkan seluruh staf Melakukan negosiasi dengan staf, kelompok dan organisasi
luar Menjadi mediator terjadinya konflik antara staf dan kelompok.


7. KESEHATAN LINGKUNGAN

Konsep dan Batasan Kesehatan Lingkungan

1. Pengertian kesehatan

a. Menurut WHO
Keadaan yg meliputi kesehatan fisik, mental, dan sosial yg tidak hanya berarti suatu
keadaan yg bebas dari penyakit dan kecacatan.

b. Menurut UU No 23 / 1992 ttg kesehatan
Keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup
produktif secara sosial dan ekonomis.

2. Pengertian lingkungan

Menurut Encyclopaedia of science & technology (1960)
Sejumlah kondisi di luar dan mempengaruhi kehidupan dan perkembangan organisme.
Menurut Encyclopaedia Americana (1974)
Pengaruh yang ada di atas/sekeliling organisme.
Menurut A.L. Slamet Riyadi (1976)
Tempat pemukiman dengan segala sesuatunya dimana organismenya hidup beserta
segala keadaan dan kondisi yang secara langsung maupun tidak dpt diduga ikut
mempengaruhi tingkat kehidupan maupun kesehatan dari organisme itu.

3. Pengertian kesehatan lingkungan

Menurut HAKLI (Himpunan Ahli Kesehatan Lingkungan Indonesia)
Suatu kondisi lingkungan yang mampu menopang keseimbangan ekologi yang dinamis
antara manusia dan lingkungannya untuk mendukung tercapainya kualitas hidup manusia
yang sehat dan bahagia.
Menurut WHO (World Health Organization)
Suatu keseimbangan ekologi yang harus ada antara manusia dan lingkungan agar dapat
menjamin keadaan sehat dari manusia.
Menurut kalimat yang merupakan gabungan (sintesa dari Azrul Azwar, Slamet Riyadi,
WHO dan Sumengen)
Upaya perlindungan, pengelolaan, dan modifikasi lingkungan yang diarahkan menuju
keseimbangan ekologi pd tingkat kesejahteraan manusia yang semakin meningkat.

You might also like