You are on page 1of 15

1

BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Hingga saat ini kanker serviks merupakan penyebab kematian terbanyak akibat
penyakit kanker di negara berkembang. Sesungguhnya penyakit ini dapat
dicegah bila program skrining sitologi dan pelayanan kesehatan diperbaiki.
Diperkirakan setiap tahun dijumpai 500.000 penderita baru di seluruh dunia
dan umumnya terjadi di negara berkembang (Aziz et al., 2006).
Penyakit ini berawal dari infeksi virus yang merangsang perubahan prilaku sel
epitel serviks. Insidensi dan mortalitas kanker serviks di dunia menempati
urutan kedua setelah kanker payudara. Sementara di negara berkembang masih
menempati urutan pertama sebagai penyebab kematian akibat kanker pada
wanita usia reproduktif. Hampir 80% kasus berada di negara berkembang (Aziz
et al., 2006).
Di Indonesia, penyakit kanker menduduki peringkat ketiga sebagai penyebab
kematian, 64% penderitanya adalah perempuan yaitu menderita kanker
leher rahim dan kanker payudara. Riset kesehatan dasar tahun 2007
menunjukan prevalensi kanker di Indonesia adalah 4,3 per 1000 penduduk.
Setiap tahun ditemukan kurang lebih 500.000 kasus baru kanker serviks dan
tiga perempatnya terjadi di negara berkembang. Data yang berhasil dihimpun
oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia menunjukan bahwa angka
kejadian kanker di Indonesia sampai saat ini diperkirakan setiap tahun
2

muncul sekitar 200.000 kasus baru dimana jenis terbesar kanker tersebut
adalah kanker serviks (Ginting, 2012)



3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi Kanker Serviks
Kanker serviks atau kanker leher rahim adalah keganasan yang terjadi pada
serviks (leher rahim) yang merupakan bagian terendah dari rahim yang
menonjol ke puncak liang senggama atau vagina (Depkes RI, 2006).

2. Patologi Penyakit
Peristiwa kanker serviks diawali dari sel serviks normal yang terinfeksi oleh
HPV (Human Papilloma Virus). Infeksi HPV umumnya terjadi setelah wanita
melakukan hubungan seksual. Sebagian infeksi HPV bersifat hilang timbul,
sehingga tidak terdeteksi dalam kurun waktu kurang lebih dua tahun pasca
infeksi. Hanya sebagian kecil saja dari infeksi tersebut yang menetap dalam
jangka lama, sehingga menimbulkan kerusakan lapisan lendir menjadi
prakanker (Sinta et al., 2010).
Human Papilloma Virus, sampai saat ini telah diketahui memiliki lebih dari 100
tipe, dimana sebagian besar diantaranya tidak berbahaya dan akan lenyap
dengan sendirinya. Dari 100 tipe HPV tersebut, hanya 30 diantaranya yang
beresiko kanker serviks. Adapun tipe yang beresiko adalah HPV 16, 18, 31,
dan 45 yang sering ditemukan pada kanker maupun lesi prakanker serviks,
yaitu menimbulkan kerusakan sel lendir luar menuju keganasan. Sementara,
tipe yang beresiko sedang yaitu HPV tipe 33, 35, 39, 51, 52, 56, 58, 59, dan 68,
4

dan yang beresiko rendah adalah HPV tipe 6, 11, 26, 42, 43, 44, 53, 54, 55, dan
56. Dari tipe-tipe ini, HPV tipe 16 dan 18 merupakan penyebab tersering
kanker serviks yang terjadi di seluruh dunia. HPV tipe 16 mendominasikan
infeksi (50-60%) pada penderita kanker serviks disusul dengan tipe 18 (10-
15%) (Sinta et al.,2010).

3. Kasus Kanker Serviks di Indonesia
Di Indonesia diperkirakan ditemukan 40 ribu kasus baru kanker mulut rahim
setiap tahunnya. Menurut data kanker berbasis patologi di 13 pusat
laboratorium patologi, kanker serviks merupakan penyakit kanker yang
memiliki jumlah penderita terbanyak di Indonesia, yaitu lebih kurang 36%.
Dari data 17 rumah sakit di Jakarta 1977, kanker serviks menduduki urutan
pertama, yaitu 432 kasus di antara 918 kanker pada perempuan.
Di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo, frekuensi kanker serviks sebesar
76,2% di antara kanker ginekologi. Terbanyak pasien datang pada stadium
lanjut, yaitu stadium IIB-IVB, sebanyak 66,4%. Kasus dengan stadium IIIB,
yaitu stadium dengan gangguan fungsi ginjal, sebanyak 37,3% atau lebih
dari sepertiga kasus.

Relative survival pada wanita dengan lesi pre-invasif hampir 100%. Relative
1 dan 5 years survival masing- masing sebesar 88% dan 73%. Apabila
dideteksi pada stadium awal, kanker serviks invasif merupakan kanker yang
paling berhasil diterapi, dengan 5 YSR sebesar 92% untuk kanker lokal.
Keterlambatan diagnosis pada stadium lanjut, keadaan umum yang
5

lemah, status sosial ekonomi yang rendah, keterbatasan sumber daya,
keterbatasan sarana dan prasarana, jenis histopatologi, dan derajat
pendidikan ikut serta dalam menentukan prognosis dari penderita
Untuk wilayah ASEAN, insidens kanker serviks di Singapore sebesar 25,0
pada ras Cina; 17,8 pada ras Melayu; dan Thailand sebesar 23,7 per 100.000
penduduk. Insidens dan angka kematian kanker serviks menurun selama
beberapa dekade terakhir di AS. Hal ini karena skrining Pap menjadi lebih
populer dan lesi serviks pre-invasif lebih sering dideteksi daripada kanker
invasif. Diperkirakan terdapat 3.700 kematian akibat kanker serviks pada 2006.

4. Faktor Resiko
Menurut Diananda (2007), faktor - faktor yang mempengaruhi kanker
serviks yaitu :
1) Usia > 35 tahun
Pada usia tersebut mempunyai risiko tinggi terhadap kanker leher rahim.
Semakin tua usia seseorang, maka semakin meningkat risiko terjadinya
kanker laher rahim. Meningkatnya risiko kanker leher rahim pada usia
lanjut merupakan gabungan dari meningkatnya dan bertambah lamanya
waktu pemaparan terhadap karsinogen serta makin melemahnya sistem
kekebalan tubuh akibat usia.
2) Usia pertama kali menikah.
Menikah pada usia kurang 20 tahun dianggap terlalu muda untuk
melakukan hubungan seksual dan berisiko terkena kanker leher Rahim 10-
6

12 kali lebih besar daripada mereka yang menikah pada usia > 20 tahun.
Hubungan seks idealnya dilakukan setelah seorang wanita benar-benar
matang. Ukuran kematangan bukan hanya dilihat dari sudah menstruasi atau
belum. Kematangan juga bergantung pada sel- sel mukosa yang terdapat di
selaput kulit bagian dalam rongga tubuh. Umumnya sel-sel mukosa baru
matang setelah wanita berusia 20 tahun ke atas. Jadi, seorang wanita yang
menjalin hubungan seks pada usia remaja, paling rawan bila dilakukan di
bawah usia 16 tahun. Hal ini berkaitan dengan kematangan sel-sel mukosa
pada serviks. Pada usia muda, sel-sel mukosa pada serviks belum
matang. Artinya, masih rentan terhadap rangsangan sehingga tidak siap
menerima rangsangan dari luar termasuk zat-zat kimia yang dibawa sperma.
Karena masih rentan, sel-sel mukosa bisa berubah sifat menjadi kanker.
Sifat sel kanker selalu berubah setiap saat yaitu mati dan tumbuh lagi.
Dengan adanya rangsangan, sel bisa tumbuh lebih banyak dari sel yang
mati, sehingga perubahannya tidak seimbang lagi. Kelebihan sel ini
akhirnya bisa berubah sifat menjadi sel kanker. Lain halnya bila hubungan
seks dilakukan pada usia di atas 20 tahun, dimana sel-sel mukosa tidak lagi
terlalu rentan terhadap perubahan.
3) Wanita dengan aktivitas seksual yang tinggi, dan sering berganti-ganti
pasangan
Berganti-ganti pasangan akan memungkinkan tertularnya penyakit kelamin,
salah satunya Human Papilloma Virus (HPV). Virus ini akan mengubah sel-
sel di permukaan mukosa hingga membelah menjadi lebih banyak sehingga
7

tidak terkendali sehingga menjadi kanker.
4) Penggunaan antiseptik
Kebiasaan pencucian vagina dengan menggunakan obat-obatan antiseptik
maupun deodoran akan mengakibatkan iritasi di serviks yang
merangsang terjadinya kanker.
5) Wanita yang merokok
Wanita perokok memiliki risiko 2 kali lebih besar terkena kanker serviks
dibandingkan dengan wanita yang tidak merokok. Penelitian menunjukkan,
lendir serviks pada wanita perokok mengandung nikotin dan zat-zat
lainnya yang ada di dalam rokok. Zat-zat tersebut akan menurunkan daya
tahan serviks di samping meropakan ko-karsinogen infeksi virus. Nikotin,
mempermudah semua selaput lendir sel-sel tubuh bereaksi atau
menjadi terangsang, baik pada mukosa tenggorokan, paru-paru
maupun serviks. Namun tidak diketahui dengan pasti berapa banyak
jumlah nikotin yang dikonsumsi yang bisa menyebabkan kanker leher
rahim.
6) Riwayat penyakit kelamin seperti kutil genitalia
Wanita yang terkena penyakit akibat hubungan seksual berisiko terkena
virus HPV, karena virus HPV diduga sebagai penyebab utama terjadinya
kanker leher rahim sehingga wanita yang mempunyai riwayat penyakit
kelamin berisiko terkena kanker leher rahim.
7) Paritas (jumlah kelahiran)
Semakin tinggi risiko pada wanita dengan banyak anak, apalagi dengan
8

jarak persalinan yang terlalu pendek. Dari berbagai literatur yang ada,
seorang perempuan yang sering melahirkan (banyak anak) termasuk
golongan risiko tinggi untuk terkena penyakit kanker leher rahim. Dengan
seringnya seorang ibu melahirkan, maka akan berdampak pada seringnya
terjadi perlukaan di organ reproduksinya yang akhirnya dampak dari luka
tersebut akan memudahkan timbulnya Human Papilloma Virus (HPV)
sebagai penyebab terjadinya penyakit kanker leher rahim.


9

BAB III
PENANGGULANGAN

1. Penanggulangan Kanker Serviks
1) Waspadai gejalanya. Segera hubungi dokter kalau terdapat gejala-gejala yang
tidak normal seperti pendarahan, terutama setelah aktivitas seksual
2) Pemeriksaan teratur. Lakukan tes pap smear setiap tahun. Ini dilakukan
sampai berusia 70 tahun
3) Jangan merokok karena yang dikandung tembakau dapat merangsang
timbulnya sel-sel kanker melalui nikotin dikandung dalam darah Anda.
Risiko wanita perokok 4-13 kali lebih besar dibandingkan wanita bukan
perokok. Diperkirakan nikotin memberikan efek toksik pada sel epitel,
termasuk selaput lendir mulut rahim, sehingga memudahkan masuknya
mutagen virus dan membuatnya rentan terhadap sel-sel kanker
4) Hindarkan kebiasaan pencucian vagina dengan menggunakan obat-obatan
antiseptik maupun deodoran karena akan mengakibatkan iritasi di serviks yang
merangsang terjadinya kanker

Beberapa hal yang bisa dikerjakan untuk menghindari ancaman kanker leher
rahim sbb :
1) Melakukan pap smear secara teratur (tiga tahun setelah hubungan seks
pertama, tiga bulan setelah melahirkan dan secara rutin minimal setahun sekali)

10

2) Menghindari hal-hal yang dapat meningkatkan risiko timbulnya kanker leher
rahim misalnya berganti-ganti pasangan seksual dan merokok
3) Menjaga kebersihan organ intim
4) Selalu waspada dan segera ke dokter bila mengalami tanda-tanda yang
mencurigakan, seperti keputihan dan pengeluaran cairan yang berbau busuk
dari vagina, perdarahan yang terjadi setelah melakukan hubungan intim, dan
perdarahan atau haid yang abnormal
5) Jangan tunda lagi, luangkan waktu Anda untuk melakukan pemeriksaan pap
smear. Beberapa peneliti menganggap bahwa tes Pap/ pap smear pada dubur
dan leher rahim sebaiknya dilakukan setiap tahun untuk orang yang berisiko
lebih tinggi:
Orang yang menerima seks anal (penis masuk pada duburnya)
Perempuan yang pernah mengalami CIN
Siapa pun dengan kadar CD 4 di bawah 500
Namun peneliti lain menganggap pemeriksaan fisik dengan teliti dapat menemukan
semua kasus kanker dubur yang ditemukan melalui tes Pap Smear pada dubur.
2. Pencegahan Kanker Serviks
a. Screening
Tes yang dapat membantu mencegah kanker leher rahim yakni:
1. Tes Pap (Pap Smear) atau mencari pre-kanker, perubahan sel pada
leher rahim yang dapat menjadi kanker serviks jika tidak diobati dengan
tepat. Mulai dilakukan pada usia 21 tahun.
2. Papillomavirus test (HPV) manusia mencari virus yang dapat
11

menyebabkan perubahan sel.
Yang paling penting yang dapat dilakukan untuk membantu mencegah
kanker serviks adalah dengan melakukan tes skrining rutin.Jika hasil tes pap
smear normal, kesempatan untuk mendapatkan kanker serviks
dalam beberapa tahun ke depan sangat rendah. Untuk alasan itu, tidak perlu
lagi tes Pap selama tiga tahun. Pada usia 30 tahun atau lebih tua, dapat
memilih untuk memiliki tes HPV bersama dengan tes Pap. Jika kedua hasil
tes normal, bisa menunggu lima tahun untuk melakukan tes Pap berikutnya.
Tapi pemeriksaan ke dokter secara teratur tetap harus dilakukan. (Centers
for Disease Control and Prevention, 2013).
Bagi wanita berusia 21-65 tahun, penting untuk terus mendapatkan tes Pap.
Namun, pada usia yang lebih tua dari 65 tahun dan memiliki hasil tes Pap
normal untuk beberapa tahun, atau pada kondisi serviks yang tidak ada
karena histerektomi total pada kondisi non kanker, seperti fibroid, tidak
perlu dilakukan tes Pap lagi. (Centers for Disease Control and Prevention,
2013).
b. Mendapatkan Vaksin HPV
Dua vaksin HPV yang tersedia untuk melindungi perempuan terhadap
jenis HPV yang menyebabkan kanker serviks yang paling, vagina, dan vulva.
Kedua vaksin yang direkomendasikan untuk remaja perempuan usia 11-12
tahun, dan untuk wanita 13 sampai 26 tahun yang tidak mendapatkan
salah satu atau semua dari vaksin ketika mereka masih muda. Vaksin ini juga
dapat diberikan pada remaja perempuan usia 9 tahun. Disarankan bahwa
12

wanita mendapatkan merek vaksin yang sama untuk tiga dosis keseluruhan,
bila memungkinkan. Penting untuk dicatat bahwa bahkan wanita yang
divaksinasi terhadap HPV perlu memiliki Pap Smear secara teratur untuk
skrining kanker serviks. Vaksin melindungi terhadap infeksi dengan jenis
HPV selama 6 sampai 8 tahun. Hal ini tidak diketahui apakah perlindungan
berlangsung lebih lama. Vaksin-vaksin tidak melindungi perempuan yang
sudah terinfeksi dengan HPV (Centers for Disease Control and Prevention,
2013; National Cancer Institute, 2012).
c. Menghindari faktor risiko dan meningkatkan faktor proteksi
Menghindari faktor risiko kanker dapat membantu mencegah kanker tertentu.
Faktor risiko meliputi merokok, kelebihan berat badan, dan tidak cukup
berolahraga. Meningkatkan faktor proteksi seperti berhenti merokok, makan
makanan yang sehat, dan berolahraga juga dapat membantu mencegah
beberapa jenis kanker. (National Cancer Institute, 2012).

3. Program Pemerintah
Program See & Treat di Indonesia
Pada bulan oktober 2004 Female Cancer Programme memulai program See &
Treat di Indonesia pada 3 lokasi yaitu di Jakarta, Tasikmalaya (Bandung) dan
Bali. Pada program ini dilakukan upaya screening pada wanita untuk mencari
kanker serviks dan lesi prakanker serviks dengan IVA test dan Tes Pap dan saat
itu juga dilakukan tindakan krioterapi jika ditemukan kelainan lesi prakanker,
sedangkan jika ditemukan kanker akan dirujuk pada pusat pelayanan tersier
13

untuk dilakukan reevaluasi dan dilakukan tindakan jika memang ditemukan
kanker serviks.
Program ini adalah untuk meningkatkan kerja sama Female Cancer
Programme dengan Partner local untuk membentuk metode yang cukup
akurat dan murah dalam upaya screening, downstaging dan terapi kanker
serviks dan untuk meningkatkan kepedulian dan peningkatan pengetahuan
tentang kesehatan produksi. Partner local yang dimaksud disini adalah
akademisi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Fakultas Kedokteran
Universitas Padjadjaran (Bandung), Fakultas Kedokteran Universitas Udayana
(Bali), Yayasan Kanker Indonesia (YKI) dan PKK. PKK merupakan organisasi
kewanitaan yang mempunyai struktur kuat di Indonesia dari tingkat yang paling
rendah di pedesaan, dengan didukung oleh elemen pemerintahan dari tingkat
kecamatan, Bupati, Gubernur sampai tingkat Menteri. Organisasi ini sangat
mendukung dalam program See & Treat di Indonesia.
Tujuan dari program ini diantaranya :
1. Meningkatkan pelayanan kesehatan dalam skrining, downstaging dan terapi
pada kanker dan lesi prakanker
2. Merangsang kepedulian dan pendidikan terhadap kanker serviks dan
penyakit menular seksual
3. Membentuk sistem jaringan local dimasa mendatang untuk program
imunologi seperti vaksinasi
4. Pengumpulan data epidemiologis terhadap prevalensi kanker
serviks dan prekursornya serta profil dari penderita
14

5. Pengumpulan data prevalensi HPV (Human Papilloma Virus)
6. Pengumpulan data imunologis untuk data status imun populasi
lokal

15

BAB IV
PENUTUP

1. Kesimpulan
Saat ini Kanker Serviks masih merupakan penyebab kematian terbanyak akibat
penyakit kanker di negara berkembang. Penyakit ini berawal dari infeksi virus yang
merangsang perubahan prilaku sel epitel serviks. Insidensi dan mortalitas kanker
serviks di dunia menempati urutan kedua setelah kanker payudara. Sementara di negara
berkembang masih menempati urutan pertama sebagai penyebab kematian akibat
kanker pada wanita usia reproduktif, dan hampir 80% kasus berada di negara
berkembang.
Penyakit ini dapat dicegah bila program screening sitologi dan pelayanan kesehatan
diperbaiki. Selain itu, menghindari faktor risiko kanker dapat membantu mencegah
kanker tersebut. Faktor risiko meliputi merokok, kelebihan berat badan, dan tidak
cukup berolahraga. Cara pencegahan berikutnya yaitu dengan meningkatkan faktor
proteksi seperti dengan immunisasi HPV.
Berbagai program penanggulangan juga telah dilakukan oleh pemerintah seperti
Program See and Treat untuk meningkatkan kewaspadaan dan cakupan penanganan
Kanker Serviks di Indonesia.
Dengan berjalannya sistem proteksi yang baik maka diharapkan angka kejadian dan
tingkat keparahan Kanker Serviks di Indonesia bisa menurun.

You might also like