You are on page 1of 2

Nama : Harry Sudarma

NIM : 07120080060
Pembimbing : drg. Farida, Sp.BM

Resume Bimbingan Trauma Maksilofasial
Trauma maksilofasial meliputi trauma yang terjadi pada tulang maksila
dan mandibula. Trauma paling sering menyebabkan fraktur dari tulang-tulang
tersebut.
Fraktur tulang mandibula berdasarkan lokasi anatomi dibagi menjadi
trauma simfisis, parasimfisis, angulus, dan kondilus. Fraktur tersebut dapat
disebabkan baik oleh trauma langsung ataupun trauma counter coup. Yang
menjadi ciri khas adalah pada fraktur kondilus, mekanisme penyebab yang
paling sering adalah trauma counter coup, sedangkan pada trauma jenis lain
(simfisis, parasimfisis, dan angulus) mekanisme penyebab yang paling sering
adalah trauma langsung.
Berdasarkan konfigurasi, fraktur dikelompokkan menjadi fraktur simple,
compound, dan compound complicated. Pada fraktur simple, hanya terdapat 1
garis fraktur, yang dapat berupa garis horizontal, vertical, maupun diagonal.
Pada fraktur compound, ditemukan lebih dari 1 garis fraktur. Pada fraktur simple
dan compound periosteum masih intak. Hal ini yang membedakan dengan
fraktur compound complicated yang biasanya ditemukan lebih dari 1 garis
fraktur dengan periosteum yang sudah robek dan tidak jarang disertai dengan
adanya luka terbuka (open fracture).
Klasifikasi fraktur tulang maksila yang paling sering digunakan adalah
klasifikasi le fort. Le fort I adalah fraktur tulang maksila berupa simple fracture
yang hanya didapati fraktur pada darah septum nasi dan tulang maksila yang
pada umumnya berupa garis horizontal. Le fort II dikenal juga dengan fraktur
pyramid karena fraktur dapat melibatkan nasal bridge, tulang zygoma dan tulang
maksila sehingga akan memberikan gambaran konfigurasi fraktur seperti
segitiga/pyramid. Ciri khas pada le fort II adalah biasanya sudah dapat diraskan
bahwa area fraktur dapat digoyang. Le fort III apabila fraktur sudah melibatkan
basis cranii (perlu diingat bahwa tulang maksila adalah tulang yang memisahkan
rongga mulut dengan basis cranii), sehingga sering kali ditemukan tanda-tanda
fraktur basis cranii pada pasien dengan le fort III ini (cth: otolikuorrhea)
Tatalaksana fraktur sama seperti tatalksana fraktur pada umumnya, yaitu
dengan fiksasi dan imobilisasi. Tatalaksana fraktur maksilofasial tergantung
pada jenis konfigurasi fraktur. Pada fraktur simple umumnya hanya diperlukan
fiksasi eksternal dengan arch bar pada gigi, sedangkan pada fraktur compound
dan compound complicated sering kali dibutuhkan tindakan ORIF (open reduction
internal fixation) dengan menggunakan plate and screw selain dengan arch bar.
Hal yang perlu diperhatikan adalah oklusi gigi, pada proses fiksasi dan
imobilisasi trauma harus dihindarkan pada daerah fraktur, karena dapat
mengganggu proses penyembuhan dan dapat meningkatkan risiko komplikasi,
terutama infeksi, dan dapat juga menyebabkan kista traumatika yang dapat
menyebabkan nekrosis tulang (pada akhirnya). Fiksasi dan imobilisasi dilakukan
minimal 4-6 minggu sampai proses penyembuhan didapatkan.
Jenis plate and screw dapat disesuaikan dengan letak fraktur, ada yang
berbentuk huruf L, X, dan berbentuk garis lurus (straight).

You might also like