You are on page 1of 48

LAPORAN

TUTORIAL B BLOK 10








DISUSUN OLEH : KELOMPOK A4
TUTOR : drh. Muhaimin Ramdja, MSc

Aisyah Noer Maulidia 04011381320043
Dea Firstianty Hendarman 04011181320081
Denara Eka Safitri 04011181320029
Dwi Nopianti 04011181320101
Ha Sakinah Se 04011181320027
Iqbal Fahmi 04011181320031
Jason Liando 04011381320013
Muhammad Alex 04011181320109
M. Rasyid Ridho 04011181320057
Nurul Afika 04011181320113
Rismitha Andini 04011181320055
Stefanie Angeline 04011381320005


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
TAHUN 2014
i

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan karunia-Nya,
laporan tugas tutorial skenario B Blok 10 ini dapat diselesaikan dengan baik.
Laporan ini bertujuan untuk memenuhi tugas tutorial yang merupakan bagian dari
sistem pemelajaran KBK di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.
Tim penyusun laporan ini tak lupa mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah membantu dalam penyusunan laporan tutorial ini.
Laporan ini masih belum sempurna. Oleh karena itu, saran dan kritik pembaca akan
sangat bermanfaat bagi revisi yang senantiasa akan tim penyusun lakukan.




Palembang, September 2014




Tim Penyusun














ii

DAFTAR ISI

Halaman Judul ...........................................................................................................
Kata Pengantar ...........................................................................................................
Daftar Isi.
Bab I Pendahuluan ....................................................................................................
Bab II Isi ...................................................................................................................
I. Skenario A.................................................................................................. ....
II. Klarifikasi Istilah........................................................................................ ....
III. Identifikasi Masalah................................................................................... ....
IV. Analisis Masalah........................................................................................ .....
V. Keterkaitan Antarmasalah.......................................................................... .....
VI. Learning Objectives.................................................................................... ....
VII. Sintesis Masalah..............................................................................................
VIII. Kerangka Konsep....................................................................................... .....
IX. Kesimpulan................................................................................................. ....
Daftar Pustaka...................................................................................................... ......
















i
ii
iii
1
2
2
2
3
4
26
27
27
43
43
44
1

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Blok Stessor Organisme adalah blok ke sepuluh semester III dari Kurikulum Berbasis
Kompetensi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Palembang. Pada
kesempatan ini dilaksanakan tutorial studi kasus sebagai bahan pembelajaran untuk menghadapi
kasus yang sebenarnya pada waktu yang akan datang.

B. Maksud dan Tujuan
Adapun maksud dan tujuan dari laporan tutorial studi kasus ini, yaitu:
1. Sebagai laporan tugas kelompok tutorial yang merupakan bagian dari sistem pembelajaran
KBK di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Palembang.
2. Dapat menyelesaikan kasus yang diberikan pada skenario dengan metode analisis
pembelajaran diskusi kelompok.
3. Tercapainya tujuan dari metode pembelajaran tutorial.
















2

BAB II
PEMBAHASAN
Skenario B Blok 10 tahun 2014
Tn. Andi (30 tahun) dibawa ke IGD Rumah Sakit dengan keluhan tidak sadar dan kejang sejak 6 jam
yang lalu. Keluarga pasien mengatakan bahwa sejak 10 hari yang lalu pasien mengalami demam yang
diikuti dengan perasaan menggigil dan berkeringat. Pasien juga mengeluh lesu, nyeri kepala, nyeri
pada tulang dan sendi, rasa tidak nyaman pada perut serta diare ringan. Selama sakit tidak ada keluhan
bicara pelo dan tidak ada keluhan anggota gerak yang lemah sesisi. Sebelumnya didapatkan riwayat
berpergian ke Papua lebih kurang dua minggu sebelum sakit. Tidak ada riwayat transfuse darah
sebelumnya.
Pemeriksaan Fisik :
TD: 120/80dl, Nadi: 98 x/menit. RR: 20x/menit, T: 38
o
C.
Kesadaran GCS 9, pupil isokor RC (+/+) N, konjuctiva palpebral anemis, sclera ikterik, kaku kuduk (-
), thorax dalam batas normal, Abdomen: lien teraba S1.

Pemeriksaan Laboratorium
Hb 4,6 mg/dl, GDS 145 mg%, preparat darah tebal didapatkan delicate ring dan gametosit berbentuk
pisang, kepadatan parasite 13.800/uL dan preparat darah tipis didapatkan hasil P. falciparum (+).
Pemeriksaan penunjang yang lain belum dikerjakan karena tidak ada fasilitas.
I. Klarifikasi Istilah
a. kejang : suatu kondisi medis saat otot tubuh mengalami
fluktuasi kontraksi dan peregangan dengan sangat
cepat sehingga menyebabkan gerakan yang tidak
terkendali.
b. menggigil : getaran involunter oleh tubuh yang merupakan
kontraksi dari otot digunakan secara fisiologis untuk
menghasilkan panas.
c. bicara pelo : gangguan bicara karena kelumpuhan otot-otot lidah,
berkaitan dengan gangguan atau kerusakan saraf
cranial XII.
d. kesadaran GCS : (glassgow coma scale) system berstandar yang
digunakan untuk menilai respon terhadap stimuli
terhadap pasien yang mengalami gangguan
neorologis
e. Pupil isokor RC : keadaan dimana ukuran pupil kedua mata sama
f. konjunctiva palpebral anemis : bagian dari tunika konjungtiva yang menutupi
palpebral yang terlihat merah karena vasculari-
tasnya tetapi dalam hal ini pucat karena anemia
g. kaku kuduk : sejenis sakit kepala seperti akibat kerja berlebihan
dan berkepanjangan, ketegangan emosional, atau
keduanya, terutama menyerang region occipital.
h. GDS : glukosa darah sewaktu
i. delicate ring : cincin halus yang merupakan suatu bentuk khusus
dari perkembangan plasmodium falciparum yang
berupa tropozoit muda.
3

j. gametosit berbentuk pisang : gametosit plasmodium pada stadium makrogame-
tosit (betina)

II. Identifikasi Masalah
No. Kenyataan Kesesuaian Konsen
1. Tn. Andi (30 tahun) dibawa ke IGD Rumah Sakit
dengan keluhan tidak sadar dan kejang sejak 6 jam
yang lalu
Tidak sesuai
harapan
*****
2. Keluarga pasien mengatakan bahwa sejak 10 hari
yang lalu pasien mengalami demam yang diikuti
dengan perasaan menggigil dan berkeringat.
Tidak sesuai
harapan
****
3. Pasien juga mengeluh lesu, nyeri kepala, nyeri pada
tulang dan sendi, rasa tidak nyaman pada perut serta
diare ringan.
Tidak sesuai
harapan
****
4. Selama sakit tidak ada keluhan bicara pelo dan tidak
ada keluhan anggota gerak yang lemah sesisi.
Tidak sesuai
harapan
**
5.
Sebelumnya didapatkan riwayat berpergian ke Papua
lebih kurang dua minggu sebelum sakit.
Tidak Sesuai
harapan
***
6.
Tidak ada riwayat transfuse darah sebelumnya.
Tidak Sesuai
harapan
***
7.


Pemeriksaan Fisik :
TD: 120/80dl, Nadi: 98 x/menit. RR: 20x/menit, T:
38
o
C.
Kesadaran GCS 9, pupil isokor RC (+/+) N,
konjuctiva palpebral anemis, sclera ikterik, kaku
kuduk (-), thorax dalam batas normal, Abdomen: lien
teraba S1.
Tidak sesuai
harapan
*
8.
Pemeriksaan Laboratorium
Hb 4,6 mg/dl, GDS 145 mg%, preparat darah tebal
didapatkan delicate ring dan gametosit berbentuk
pisang, kepadatan parasite 13.800/uL dan preparat
darah tipis didapatkan hasil P. falciparum (+).
Pemeriksaan penunjang yang lain belum dikerjakan
karena tidak ada fasilitas.

Tidak sesuai
harapan
*
Main Problem :
Tn. Andi (30 tahun) tidak sadar dan kejang sejak 6 jam yang lalu


4

III. Analisis Masalah
1. Tn. Andi (30 tahun) dibawa ke IGD Rumah Sakit dengan keluhan tidak sadar dan kejang sejak
6 jam yang lalu
a. Apa penyebab dan mekanisme tidak sadar dan kejang pada Tn. Andi?
Pada Tn. Andi suhu hanya 38C, sehingga dapat disimpulkan bahwa suhu tidak mempengaruhi
meabolisme tubuh, melainkan pecahnya schizont secara bersamaan dalam jumlah banyak. Hal
tersebut mengakibatkan penghancuran eritrosit dalam jumah banyak dan berakibat padkurangnya
oksigen dalam tubuh. Sedangkan turunnya oksigen menyebabkan terjadinya perubahan
keseimbangan dari membran dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi ion Kalium dan Natrium
melalui membran sel, dengan akibat lepasnya muatan listrik yang demikian besar sehingga dapat
meluas keseluruh sel maupun ke membran sel sekitar dengan bantuan neurotransmitter dan terjadilah
kejang.
Penatalaksanaan kejang:
Pertahankan jalan nafas
Posisi miring
Periksa KGD, bila <40 mg% obati
Anti kejang : diazepam 0.3 mg/kg (max.10 mg),
diazepam 0.5 mg/kg/rektal
paraldehyde 0.2 ml/kg/IM (max.10 ml)
paraldehyde 0.4 ml/kg/rektal
Jika kejang tetap ulangi sampai 3 x/10 menit
Kejang berulang fenobarbital 10-15 mg/kg/IM

b. Apa saja tipe kejang?
Berdasarkan aktivitas di dalam otak, kejang pada epilepsi dibagi menjadi 2 yaitu menyeluruh
(generalized) dan sebagian (parsial).
Kejang Menyeluruh (Generalized)
Kejang menyeluruh terjadi akibat adanya impuls listrik pada seluruh bagian otak.
1. Kejang Tonik Klonik/Grand Mal
Pada kejang jenis ini, biasanya terjadi penurunan kesadaran dan pasien pingsan. Penurunan
kesadaran kemudian diikuti oleh kekakuan seluruh tubuh (tonik) selama 30-60 detik, yang
kemudiaan dilanjutkan dengan hentakan atau kejang di seluruh tubuh (klonik) selama 30-60 detik,
pasien kemudian tertidur. Pada kejang tonik klonik dapat terjadi berbagai cedera seperti lidah yang
tergigit dan mengompol juga sering terjadi.
2. Kejang Absence
Kejang jenis ini menyebabkan penurunan kesadaran dalam waktu singkat (hanya beberapa detik)
yang kadang disertai atau tanpa gejala. Penderita yang kebanyakan adalah anak-anak biasanya tiba-
tiba berhenti berbicara atau berhenti mengerjakan sesuatu dan tampak seperti melamun selama
beberapa detik sebelum kemudian melanjutkan kembali aktivitasnya. Penderita biasanya tidak
menyadari apa yang terjadi dan hanya merasa waktu cepat sekali berlalu.
3. Kejang Mioklonik
Merupakan kejang yang bersifat sporadik pada kedua bagian tubuh (anggota gerak). Penderita
biasanya merasakan adanya suatu gelombang listrik singkat atau bila berat penderita dapat
menjatuhkan benda apapun yang sedang dipegang atau malah melemparnya.
4. Kejang Klonik
Adalah sentakan berulang dan teratur pada kedua bagian tubuh pada saat yang bersamaan.
5. Kejang Tonik
Terjadi kekakuan pada otot di seluruh tubuh.
6. Atonik
Hilangnya tonus otot menyeluruh secara tiba-tiba, khususnya pada tangan dan kaki, yang membuat
penderita terjatuh.
Kejang Sebagian (Parsial)
Kejang sebagian atau parsial terbagi menjadi kejang simpleks, kompleks, dan kejang fokal yang
kemudian berkembang menjadi kejang menyeluruh. Pada kejang simpleks, penderita tidak
5

mengalami penurunan kesadaran, sedangkan pada kejang kompleks, penderita mengalami penurunan
kesadaran.
1. Kejang Simpleks
Berdasarkan gejala yang terjadi, kejang simpleks terbagi menjadi 4, yaitu:
Motorik. Pada kejang simpleks motorik terjadi kekakuan dan gerakan menyentak
Sensorik. Pada kejang simpleks sensorik terjadi suatu sensasi abnormal yang dapat mengenai
kelima indra (penglihatan, penciuman, pendengaran, pengecapan, dan peraba). Sensasi abnormal ini
seringkali disebut dengan aura
Otonom. Kejang simpleks otonom mengenai sistem saraf otonom yang mengatur berbagai fungsi
organ seperti jantung, lambung, usus, sistem saluran kemih. Oleh karena itu, gejala yang biasa
dialami penderita adalah rasa berdebar-debar, rasa tidak enak pada perut, diare, gangguan kontrol
berkemih. Rasa tidak nyaman atau adanya sensasi aneh pada perut sering dialami oleh penderita
epilepsi lobus temporal
Psikologis. Kejang simpleks psikologis biasanya berhubungan dengan ingatan (perasaan de javu),
emosi (takut atau senang), atau fenomena psikologis lainnya
2. Kejang Kompleks
Pada kejang jenis ini, pasien mengalami penurunan kesadaran. Penderita dapat melakukan gerakan
berulang yang tidak bertujuan, seperti bibir mencucu, mengunyah, merasa gelisah, dan tidak bisa
diam (berjalan bolak-balik).
3. Kejang yang Berevolusi
Merupakan kejang yang pada awalnya merupakan kejang sebagian, tetapi kemudian berubah
menjadi kejang menyeluruh jenis tonik klonik.
Sebagian besar penderita epilepsi dengan kejang parsial dapat diobati dengan obat-obatan atau
tindakan pembedahan.
c. Apa saja tingkat kesadaran dan dimana tingkat kesadaran Tn. Andi?
Derajat kesadaran adalah sebagai berikut:
Kompos mentis: sadar sepenuhnya, bisa menjawab semua pertanyaan tentang keadaan di
sekelilingnya
Apatis: keadaan kesadaran pasien yang segan untuk berhubungan dengan keadaan sekitarnya,
sikap acuh tak acuh
Letargi: keadaan kesadaran yang tampaknya lesu dan mengantuk (drowsy)
Somnolen: tingkat kesadaran pasien yang mau tidur saja, dapat dibangunkan dengan rasa nyeri
atau untuk makan/minum, namun jatuh tertidur kembali
Sopor: keadaan kesadaran pasien yang mirip koma, berbaring dengan mata tertutup, tidak
menunjukkan reaksi jika dibangunkan kecuali dengan rangsang nyeri. Refleks kornea meski
lunak masih bisa dibangkitkan; reaksi pupil utuh.
Koma: keadaan kesadaran yang hilang sama sekali, dengan rangsang apapun reaksi atas
rangsang tak akan timbul. Reflex apapun tidak didapatkan lagi bahkan batuk atau muntah pun
tidak ada.
Dilihat dari fakta bahwa keluarga pasien yang menyampaikan anamnesis serta hasil pemeriksaan GCS
yang menunjukkan nilai 9, maka tingkat kesadaran Tn. Andi adalah sopor, tetapi sangat nyaris koma.

d. Apa hubungan jenis kelamin dan usia pada kasus?
Jawab : Sebenarnya tidak ada hubungan,tapi akan lebih rentan pada wisatawan asing yang
tidak tinggal pada daerah endemik malaria,karena imunitasnya berbeda dengan orang yang
tinggal didaerah endemik malaria

2. Keluarga pasien mengatakan bahwa sejak 10 hari yang lalu pasien mengalami demam yang
diikuti dengan perasaan menggigil dan berkeringat. Pasien juga mengeluh lesu, nyeri kepala,
nyeri pada tulang dan sendi, rasa tidak nyaman pada perut serta diare ringan.
a. Apa penyebab dan mekanisme dari
o Demam disertai rasa menggigil dan berkeringat
Infeksi plasmodium di tubuh akan mengelukan toksinGPI (Glycosylphosphatidylinositol).
Toksin ini merangsang pengeluaran TNF-Alfa dan IL-1 yang akan merangsang hipotalamus
6

untuk menyekresikan asam arakhidonat. Zat tersebut akan meningkatkan sintesis prostaglandin,
terjadi aktivasi siklik AMP hipotalamus yang akan mengubah set poin tubuh sehingga tubuh
merespon menjadi demam.
Menggigil
Rasa Menggigil
Perasaan menggigil pada kasus terjadi akibat tingginya suhu badan Doni, sehingga suhu
lingkungan terasa lebih dingin. Suhu tubuh Doni terasa sangat panas akibat mekanisme demam
yang disebabkan rupturnya skizon dalam waktuyang hampir bersamaaan. Hal tersebut
mengakibatkan panas yang ada pada tubuh Doni harus dikeluarkan sehingga tubuh Doni
menggigil.
Berkeringat
Pada saat mekanisme menggigil terjadi pengeluaran panas, pengeluaran panas tersebut dalam
bentuk evaporasi (berkeringat)

o Lesu
Lesu pada kasus ini dapat terjadi karena
a. Terjadinya diare, saat diare maka kadar cairan dan elektrolit tubuh berkurang sehingga
tubuh menjadi lesu.
b. Terjadinya anemia hemolitik, pada kasus malaria ada banyak RBC yang terinfeksi, hal ini
mengakibatkan banyaknya RBC yang dihancurkan di lien, sehingga kadar RBC menurun,
menurunnya RBC menyebabkan tubuh menjadi lesu.
c. Pemakaian glukosa oleh P. falciparum, jika glukosa hospes banyak digunakan oleh parasit
sebagai energy, maka hospes kekurangan glukosa, hal ini juga dapat memicu terjadinya
lesu.
d. Kurangnya suplai oksigen ke otak, RBC yang terinfeksi dapat melekat pada endotel
pembuluh darah, salah satunya pembuluh darah yang menuju otak, hal ini menyebabkan
aliran darah ke otak berkurang, sehingga otak kekurangan oksigen, hal ini membuat tubuh
menjadi lesu

o Nyeri kepala
Infeksi Plasmodium melepaskan toksin malaria atau GPI sehingga mengaktifasi makrofag dan
mensekresikan IL 2 mengaktifasi sel Th mensekresikan IL3 mengaktifasi sel mast
mensekresikan PAF (Platelet Activating Factor) yaitu pembawa pesan kimiawi yang
menyebabkan inflamasi, pengerutan pembuluh darah, penggumpalan darah, dan akhirnya
gangguan fungsi cerebral mengaktifkan faktor hagemann (factor koagulasi atau
penggumpalan) sintesis bradikinin (bradikardin bersifat vasodilatasi, meningkatkan
permeabilitas vaskuler, dsb) merangsang/respon serabut saraf di otak nyeri sakit
kepala.

RBC yang mengandung parasit harus dihancurkan di Lien, semakin banyak RBC terinfeksi,
semakin banyak RBC yang dihancurkan, akibatnya tubuh kekurangan RBC. Otak sebagai alat
vital sangat membutuhkan oksigen, akibatnya terjadi vasodilatasi pembuluh darah otak dan
terjadi peningkatan intrakranial. Hal ini memicu terjadinya nyeri kepala, Selain itu RBC yang
terinfeksi dapat melekat pada endotel pembuluh darah, salah satunya pembuluh darah yang
menuju otak, hal ini menyebabkan aliran darah ke otak berkurang, sehingga nyeri semakin
hebat.

o Nyeri pada tulang dan sendi
Sintesis dan pelepasan pirogen endogen (sitokin) terinduksi dari pirogen eksogen yang telah
mengenali bakteri atau jamur yang masuk kedalam tubuh. Pirogen eksogen dan endogen akan
berinteraksi dengan endotel dengan kapiler-kapiler di circumventricular vascular organ sehingga
membuat konsentrasi prostaglandin-E2 (Pg-E2) meningkat. Stimulus Pg-E2 di perifer mampu
menimbulkan rasa nyeri/inflamasi di tulang dan sendi.

o Rasa tidak nyaman pada perut
7

1. Sekuetrasi (tersebarnya eritrosit yang berparasit ke pembuluh kapiler alat dalam tubuh) paling
banyak dideposit pada pembuluh darah otak akan tetapi dari hasil autopsi ditemukan bahwa
sekuestrasi tidak terjadi secara merata di dalam tubuh, dan jumlah yang paling banyak adalah
pada otak, namun juga terjadi di jantung, mata, hati, ginjal, intestinal, dan jaringan lemak. Dari
hasil yang menuju kepada intestinal ini yang akan menyebabkan peningkatan kontraksi pada
kolon yang mengakibatkan tidak enak perut.
2. Ketika eritrosit yang mengandung trofozoit mengalami merogoni, akan dilepas toksin malaria
GPI (glikosilfosfatidinasitol) yang mengaktifasi makrofag untuk mensekresikan IL12 (yang
berperan dalam proses infeksi). Kemudian IL12 akan mengatifasi sel Th( T helper) untuk
mensekresikan IL3 yang nantinya akan mengaktifasi sel mast. Yang kemudian akan
mensekresikan Th 2 yang menyebabkan sekresi asam lambung meningkat yang pada akhirnya
akan menyebabkan nausea.

o Diare ringan
Sekuetrasi (tersebarnya eritrosit yang berparasit ke pembuluh kapiler organ dalam tubuh)
paling banyak dideposit pada pembuluh darah otak akan tetapi dari hasil autopsi ditemukan bahwa
sekuestrasi tidak terjadi secara merata di dalam tubuh, dan jumlah yang paling banyak adalah pada
otak, namun juga terjadi di jantung, mata, hati, ginjal, intestinal, dan jaringan lemak. Dari hasil yang
menuju kepada intestinal ini yang akan menyebabkan peningkatan kontraksi pada kolon yang
mengakibatkan tidak enak perutdan diare (Dondorp, 2005).
Mekanismenya yaitu ketika parasit P. falciparum masuk ke RBC toxin dikeluarkan sebagai
reseptor di usus kemudian melekat pada eritrosit (sel absorbtif usus) yang selanjutnya akan merusak
eritrosit sehinggga enzim intrasel usus meningkat dan sekresi air meningkat sehingga terjadilah
diare.

b. Apa tipe demam yang dialamu Tn. Andi?

Pada penderita Malaria tipe demam yang dialami biasanya adalah demam intermitten dimana suhu
badan turun ke tingkat yang normal selama beberapa jam dalam satu hari.

c. Mengapa gejala terjadi sejak 10 hari yang lalu?
Jawab : Karena masa inkubasi dari malaria yang disebabkan oleh plasmodium falciparum adalah 7 -
14 hari.

d. Bagaimana hubungan antar gejala?
Jawab : manifestasi klinis dari infeksi plasmodium falciparum yang setelah masa inkubasinya
selesai akan bekerja secara aktif mengubah kerja fisiologis tubuh.

3. Selama sakit tidak ada keluhan bicara pelo dan tidak ada keluhan anggota gerak yang lemah
sesisi.
a. Mengapa tidak ada gangguan pada n. cranial XII ?
8

Jawab : Karena manifestasi klinis dari infeksi Plasmodium falciparum belum sampai ke yang parah,
yaitu malaria serebral.

b. Apa indikasinya bila Tn. Andi berbicara pelo dan mengeluh lemah sesisi pada anggota
geraknya?
Jawab : Bicara tidak jelas dan lemah sesisi merupakan gejala malaria komplikasi serebral. Dengan
tidak adanya gejala tersebut, menunjukkan bahwa belum terjadi komplikasi lanjut akibat infeksi
Plasmodium falciparum. Pada malaria tropica berat akan terjadi komplikasi menjadi malaria
cerebral dimana akan terjadi sumbatan kapiler pembuluh darah otak sehingga terjadi anoksia otak.
Sumbatan tersebut terjadi karena eritrosit mengandung parasit sulit melalui pembuluh kapoler
karena proses sitoaderens dan sekuestrasi parasit

4. Sebelumnya didapatkan riwayat berpergian ke Papua lebih kurang dua minggu sebelum sakit.
Tidak ada riwayat transfuse darah sebelumnya.
a. Apa hubungan riwayat perjalanan Tn. Andi ke Papua dengan gejala yang dialaminya?



Gambar di atas menunjukkan penyebaran Plasmodium falciparum yang menjadi penyebab
dari malaria tropika. Terlihat bahwa pada daerah Papua dan Nusa Tenggara terdapat banyak
penyebaran Plasmodium falciparum sehingga Tn. Andi mengalami keluhan yang merupakan gejala
dari malaria tropika karena ia berkunjung ke tempat yang memiliki endemisitas Plasmodium
falciparum yang tinggi.

9

b. Mengapa riwayat transfusi darah penting untuk diketahui oleh dokter dalam kasus ini?
Transfusi darah adalah jalur yang ideal bagi penularan penyebab infeksi tertentu dari donor kepada
pasien. Bila sebelumnya Tn. Andi pernah menerima transfusi darah, maka ada kemungkinan bahwa
penyakit yang diderita Tn. Andi berasal dari darah yang diterimanya. Tapi, karena Tn. Andi belum
pernah menerima, berarti transfusi darah bukanlah factor penyebab.

c. Bagaimana endemisitas malaria di Indonesia?
Di Indonesia malaria tersebar di seluruh pulau dengan derajat endemisitas yang berbeda-beda
dan dapat berjangkit di daerah dengan ketinggian sampai1800 meter di atas permukaan laut.
Angka Annual Parasite Incidence (API) malaria di pulau Jawa dan Bali pada tahun 1997 adalah 0,120 per
1000 penduduk, sedangkan di luar pulau Jawa angka Parasite Rate (PR) t et ap tinggi yaitu 4,78% pada
tahun 1997, tidak banyak berbeda dengan angka PR tahun 1990 (4,84%). Spesies yang terbanyak
dijumpai adalah Plasmodium falciparum dan Plasmodium vivax. Plasmodium malariae dijumpai di
Indonesia bagian timur, Plasmodium ovale pernah ditemukan di Irian Jaya dan Nusa Tenggara
Timur. Angka kesakitan malaria untuk Jawa Bali diukur dengan API dan untuk luar Jawa dan Bali diukur
dengan PR. Air tergenang dan udara panas masing-masing diperlukan untuk pembiakan nyamuk
menunjang endemisitas penyakit malaria. Pada dua puluh lima tahun terakhir ini dijumpai adanya
resistensi Plasmodium falciparum terhadap klorokuin telah menyebar ke berbagai negara endemis
malaria termasuk Indonesia. Resistensi ini mungkin karena munculnya gen yang telah mengalami mutasi. Akhir-
akhir ini juga dijumpai resistensi Plasmodium falciparum t erhadap pirimetamin-sulfadoksin
meningkat di negara-negara Asia Tenggara,Amerika Selatan dan Afrika Sub-Sahara.

d. Mengapa Tn. Andi baru sakit 2 minggu setelah berpergian ke Papua?
Jawab : Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (RisKesDas) tahun 2007, didapatkan hampir
seluruh propinsi di Indonesia merupakan daerah endemis pertumbuhan vektor penyebab penyakit
Malaria. Dari 33 propinsi, propinsi Papua Barat merupakan propinsi dengan nilai proporsi tertinggi
daerah endemis perkembangbiakan vektor penyakit Malaria. Disusul propinsi Papua lalu propinsi
Nusa Tenggara Timur. Penyakit timbul setelah tiga minggu dikarenakan parasit membutuhkan masa
inkubasi dimana plasmodium falciparum dengan masa inkubasi 7-14 hari, plasmodium vivax dengan
masa inkubasi 8-14 hari, plasmodium oval dengan masa inkubasi 8-14 hari, dan plasmodium malaria
dengan masa inkubasi 7-30 hari.
Patologi dan Gejala Klinis Perjalanan penyakit malaria terdiri atas serangan demam yang disertai
oleh gejala lain dan diselingi oleh periode bebas penyakit. Ciri khas demam malaria adalah
periodisitasnya.
- Masa tunas intrinsik pada malaria adalah waktu antara sporozoit masuk dalam badan hospes
sampai timbulnya gejala demam, biasanya berlangsung antara 8-37 hari, tergantung pada
spesies parasit (terpendek untuk p. falciparum (9-14 hari) dan terpanjang untuk p.malariae),
pada beratnya infeksi dan pada pengobatan sebelumnya atau pada derajat resistensi hospes.
- Masa Pre-paten, berlangsung sejak saat infeksi sampai ditemukan parasit malaria dalam darah
untuk pertama kali, karena jumlah parasit telah melewati ambang mikroskopik (microscopic
treshold). Masa tunas ekstrinsik parasit malaria yang ditularkan melalui nyamuk kepada
manusia adalah 12 hari untuk plasmodium falciparum, 13-17 hari untuk plasmodium ovale dan
vivax, dan 28-30 hari untuk plasmodium malariae (malaria kuartana).
- Masa tunas ekstrinsik adalah Waktu antara gametosit masuk ke dalam tubuh nyamuk sampai
terbentuknya sporozoit dalam kelenjar ludah nyamuk

Tn. Andy 3 minggu yang lalu berwisata ke Papua (Menurut laporan yang dirilis Dirjen
Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan PP & PL DEPARTEMEN KESEHATAN RI,
Papua termasuk endemis malaria tinggi) dan minggu kedua setelah pulang dari sana Tn. Andy
mengeluh demam yang di ikuti dengan perasaan menggigil dan berkeringat, lesu, nyeri kepala,
nyeri pada tulang dan sendi, rasa tidak nyaman pada perut serta diare ringan masa inkubasi/
tunas intrinsic P. falciparum
Seminggu setelah gejala klinis tampak Tn. Andy dibawa ke IGD karena keadaan yang semakin
memburuk dan pada pemeriksaan lab darah tepi didapatkan delicate ring dan gametosit berbentuk
10

pisang (makrogametosit) dan hasil tes P. falciparum (+) menegakkan diagnose bahwa Tn. Hasan
menderita malaria falciparum/ tropika/ tersiana maligna
5. Pemeriksaan Fisik
TD: 120/80dl, Nadi: 98 x/menit. RR: 20x/menit, T: 38
o
C.
Kesadaran GCS 9, pupil isokor RC (+/+) N, konjuctiva palpebral anemis, sclera ikterik,
kaku kuduk (-), thorax dalam batas normal, Abdomen: lien teraba S1.
a. Interpretasi dan mekanisme abnormal dari hasil pemeriksaan fisik Tn. Andi?
o TD: 120/80dl = normal

o Nadi: 98 x/menit= normal
Normal : 60-100 x/mnt
Takikardi : >100 x/mnt
Bradikardi : <60 x/mnt

o RR: 20x/menit
Respiratory rate yang normal adalah 16 sampai 24 kali per menit. Pada hasil pemeriksaan fisik
Tn. Andi didapatkan RR: 20x/menit yang berarti Normal.

o T: 38
o
C.
Suhu tubuh normal berkisar antara 36,5-37,5 C. Pada kasus ini, suhu tubuh Tn. Andi mengalami
kenaikan hingga mencapai 38
o
C. Demam terjadi karena pelepasan pirogen dari dalam leukosit
yang sebelumnya telah terangsang oleh pirogen eksogen yang dapat beasal dari mikroorganisme
atau merupakan suatu reaksi imunologik (contoh : alergi) yang tidak berdasarkan suatu infeksi.
Dewasa ini diduga pirogen adalah suatu protein yang identik dengan interleukin 1. Di dalam
hipotalamus, zat ini merangsang pelepasan asam arakidonat serta mengakibatkan peningkatan
sintesis prostaglandin E2 yang langsung dapat menyebabkan demam.

o Kesadaran GCS 9
Kesadaran GCS 9 : Somnolen, yaitu kesadaran menurun, respon psikomotor yang lambat, mudah
tertidur, namun kesadaran dapat pulih bila dirangsang tetapi mudah tertidur lagi, mampu member
jawaban verbal.
Berdasarkan tingkat kesadaran GCS 9 :
Compos Mentis(GCS: 15-14)
Apatis (GCS: 13-12)
Delirium (11-10)
Somnolen (GCS: 9-7)
Sporo coma (GCS: 6-4)
Coma (GCS: 3)

o pupil isokor RC (+/+) N = tidak ada gangguan

o konjuctiva palpebral anemis
Indikasi dari konjungtiva palpebral anemis adalah Tn. Andi mengalami anemia, yang terjadi
akibat destruksi eritrosit saat pecahnya skizon

o sclera ikterik
Sklera ikterik atau jaundice adalah perubahan warna lapisan bola mata (skelera) dari warna putih
menjadi warna kekuningan akibat dari hiperbilirubinemia atau penimbunan kadar bilirubin pada
darah. Hal ini bisa terjadi karena lisis sel darah merah yang berlebihan.
Pada penderita malaria, parasit plasmodium yang hidup dalam sel darah merah akan berkembang
dan pada akhirnya akan memecah hemoglobin dengan cepat dan melebihi batas normal.
Selanjutnya hal ini akan meningkatkan kadar bilirubin indirect yang tidak larut air. Di hati,
bilirubin indirect ini akan diubah menjadi bilirubin direct jika diikat dengan protein albumin. Pada
11

pasien ikterik, albumin tidak mampu mengikat semua bilirubin indirect yang kadarnya sudah
diluar batas normal, sehingga akhirnya bilirubin direct atau indirect akan dikeluarkan ke sirkulasi
darah menyebabkan kekuningan pada tubuh dan jaringan.

o kaku kuduk (-)
Kaku kuduk (+) menunjukkan terdapatnya rangsangan pada meningen, seperti meningitis. Hasil
negative menunjukkan bahwa gejala neurologic yang dialami pasien merupakan manifestasi dari
penyakit malaria, bukan meningitis, atau penyakit lainnya.
Caranya pemeriksaannya adalah tangan pemeriksa ditempatkan di bawah kepala pasien yang
sedang baring. Kepala ditekuk (fleksi), usahakan agar dagu menyentuh dada. Kaku kuduk (+) bila
terasa ada tahanan dan dagu tidak dapat mencapai dada.

o thorax dalam batas normal = normal

o Abdomen: lien teraba S1.
Artinya terjadi pembesaran lien, hal ini terkait fungsi lien yaitu sebagai tempat penghancuran
RBC. Semakin banyak RBC yang terinfeksi semakin banyak RBC yang harus dihancurkan,
sehingga lien harus bekerja lebih maksimal, sehingga saat RBC banyak terinfeksi, maka lien akan
membesar akibat bekerja melebihi batas normal.

b. Bagaimana cara melakukan pemeriksaan fisik pada kasus ini?
o TD: 120/80dl
Tekanan darah dapat diukur dengan dua metoda :
1.Metoda Langsung (Direct Method).
Metoda ini menggunakan jarum atau kanula yang dimasukkan ke dalam pembuluh darah dan
dihubungkan dengan manometer. Metoda ini merupakan cara yang sangat tepat untuk
pengukuran tekanan darah tapi butuh peralatan yang lengkap dan ketrampilan khusus.

2.Metoda tidak langsung (Indirect Method).
Metoda ini menggunakan shpygmomanometer (tensi meter).
Tekanan darah dapat diukur dengan dua cara, yaitu :
a. Cara Palpasi.
Dengan cara ini hanya dapat diukur tekanan sistolik
b. Cara Auskultasi.
Dengan cara ini dapat diukur tekanan sistolik maupun tekanan diastolic. Cara ini
memerlukan alat Stethoschope .

o Nadi: 98 x/menit = normal

o RR: 20x/menit
Perhatikan pernapasan pasien tanpa memberitahu apa yang sedang anda kerjakan.Lingkarkan
tangan anda dengan ringan di sekitar leher dan perhatikanlah ketegangan yang terjadi pada akhir
inspirsi.Perhatikanlah ketegangan abdomen pada akhir ekspirasi.
Bayi : 30-40 x/mnt
Anak : 20-30 x/mnt
Dewasa : 16-20 x/mnt
Lansia : 14-16 x/mnt

Catatan :
Dispnea : Pernapasan yang sulit
Tadipnea : Pernapasan lebih dari normal ( lebih dari 20 x/menit)
Bradipnea : Pernapasan kurang dari normal ( kurang dari 20 x/menit)

o T: 38
o
C
12

Pada pemeriksaan fisik, dalam hal ini suhu (temperature) dapat dilakukan dengan
pengukuran menggunakan alat ukur termometer (air raksa ataupun digital) yang diletakkan
pada salah satu lokasi di bawah ini:
a. oral, letakkan termometer di bawah lidah, sejajar dengan gusi bawah selama 3 menit. Suhu
oral normal adalah 36,8 + 0,3
o
C (Burnside, 1995).;
b. aksila, termometer ditempatkan di bawah lengan dengan bagian ujungnya berada di tengah
aksila dan jaga agar menempel pada kulit, bukan pada pakaian. Suhu aksila kira-kira 0,6
o
C
lebih rendah dari suhu oral;
c. rektal, termometer dimasukkan ke dalam anus selama 2-5 menit, sebelumnya olesi
termometer dengan pelicin. Suhu rektal normal adalah 37,2 + 0,3
o
C (Burnside, 1995).

o Kesadaran GCS 9
Sopor (Stupor). Keadaan mengantuk yang dalam. Bisa dibangunkan dengan rangsang kuat
(rangsang nyeri), tapi pasien tidak bangun sempurna dan tidak dapat memberikan jawaban
verbal dengan baik. GCS = 9. Cara mengetahui
tingkat kesadaran yaitu :
1. Menilai respon membuka mata (E)
(4) : spontan
(3) : dengan rangsang suara (suruh pasien membuka mata).
(2) : dengan rangsang nyeri (berikan rangsangan nyeri, misalnya menekan
kuku jari)
(1) : tidak ada respon
2. Menilai respon Verbal/respon Bicara (V)
(5) : orientasi baik
(4) : bingung, berbicara mengacau ( sering bertanya berulang-ulang )
disorientasi tempat dan waktu.
(3) : kata-kata saja (berbicara tidak jelas, tapi kata-kata masih jelas, namun
tidak dalam satu kalimat. Misalnya aduh, bapak)
(2) : suara tanpa arti (mengerang)
(1) : tidak ada respon
3. Menilai respon motorik (M)
(6) : mengikuti perintah
(5) : melokalisir nyeri (menjangkau & menjauhkan stimulus saat diberi
rangsang nyeri)
(4) : withdraws (menghindar / menarik extremitas atau tubuh menjauhi
stimulus saat diberi rangsang nyeri)
(3) : flexi abnormal (tangan satu atau keduanya posisi kaku diatas dada &
kaki extensi saat diberi rangsang nyeri).
(2) : extensi abnormal (tangan satu atau keduanya extensi di sisi tubuh,
dengan jari mengepal & kaki extensi saat diberi rangsang nyeri).
(1) : tidak ada respon

Hasil pemeriksaan tingkat kesadaran berdasarkan GCS disajikan dalam symbol EVM
Selanjutnya nilai-nilai dijumlahkan. Nilai GCS yang tertinggi adalah 15 yaitu E4V5M6 dan
terendah adalah 3 yaitu E1V1M1. Setelah dilakukan scoring maka dapat diambil kesimpulan :
(Compos Mentis(GCS: 15 14) / Apatis (GCS: 13-12) / Somnolen(11-10) / Delirium (GCS: 9-7)/
Sporo coma (GCS: 6-4) / Coma (GCS: 3))

o pupil isokor RC (+/+) N
pemeriksaan fisik ini hanya untuk mendeteksi reflek cahaya pada pupil dengan menggunakan
senter.

o konjuctiva palpebral anemis
Akibat hemolisis sel darah merah maka jumlah eritrosit dalam tubuh menurun, dan suplai
darah ke jaringan ikut menurun, sebagai respon fisiologis tubuh memenuhi suplai darah ke
organ-organ vital terlebih dahulu baru kemudia ke perifer. Jadi konjungtiva dan palpebrae
pasien ini terlihat pucat (anemis) kekurangan darah.
- Anemia terjadi pada infeksi plasmodium falciparum disebabkan oleh beberapa faktor :
13

1. Penghancuran eritrosit yang mengandung parasit dan yang tidak mengandung parasit terjadi
di dalam limpa. Dalam hal ini faktor autoimun yang berperan.
2. Reduced survival time (eritrosit normal yang tidak mengandung parasit malaria namun tidak
apat hidup lama).
3. Diseritropoisis (gangguan dalam pembentukan eritrosit karena depresi eritropoisis dalam
sumsum tulang , retikulosit tidak dilepaskan dalam peredaran perifer.
- Infeksi malaria akan menyebabkan lisis sel darah merah yang mengandung parasit sehingga
akan menyebabkan anemi. Jenis anemi yang ditemukan adalah hemolitik normokrom. Pada
infeksi P. falciparum dapat terjadi anemi berat karena semua umur eritrosit dapat diserang.
Eritrosit berparasit maupun tidak berparasit mengalami hemolisis karena fragilitas osmotik
meningkat. Selain itu juga dapat disebabkan peningkatan autohemolisis baik pada eritrosit
berparasit maupun tidak berparasit sehingga masa hidup eritrosit menjadi lebih singkatdan
anemi lebih cepat terjadi.
Mekanisme anemia : perusakan eritrosit oleh parasit, hambatan eritropoesis sementara,
hemolisis oleh karena proses complement mediated immune complex, eritrofagositosit,
penghambatan pengeluaran retikulosit, pengaruh sitokin.

o sclera ikterik
Sklera ikterik diperiksa melalui pengamatan pada sklera sambil memerhatikan pewarnaannya.
Apabila warna yang seharusnya putih malah berupa kuning, bervariasi dari kuning muda sampai
kuning kehijauan, artinya pasien mengalami sklera ikterik.

o kaku kuduk (-)
Kaku kuduk (+) menunjukkan terdapatnya rangsangan pada meningen, seperti meningitis. Hasil
negative menunjukkan bahwa gejala neurologic yang dialami pasien merupakan manifestasi dari
penyakit malaria, bukan meningitis, atau penyakit lainnya.
Caranya pemeriksaannya adalah tangan pemeriksa ditempatkan di bawah kepala pasien yang
sedang baring. Kepala ditekuk (fleksi), usahakan agar dagu menyentuh dada. Kaku kuduk (+)
bila terasa ada tahanan dan dagu tidak dapat mencapai dada.

o thorax dalam batas normal
Pemeriksaan Thorax saat pasien duduk
Inspeksi
melihat bentuk dada anterior dan posterior
melihat ada tidaknya deviasi
melihat ada tidaknya bendungan vena pada dinding dada
Palpasi
NOTE : Mulai dari palpasi hingga auskultasi, Posisi kedua skapula harus dalam keadaan
terbuka untuk memperluas lapang pemeriksaan. *minta pasien untuk meletakkan kedua tangannya pada
bahu
membandingkan gerakan dada posterior kanan - kiri
merasakan fremitus taktil suara dengan cara meminta pasien mengucapkan "tujuh - tujuh"
posisi kedua tangan pada pemeriksaan dada posterior :

14


Perkusi
Tujuan dari perkusi adalah berusaha menangkap getaran suara yang dihasilkan dari phalange
(tulang jari). ada beberapa jenis suara yang mungkin dihasilkan dari perkusi

NOTE : Jurnal Kedokteran di Indonesia menggunakan istilah dull sebagai "pekak", karena itu
pekak hati bukan di terjemahkan menjadi liver flatness melainkan liver dullness.
Prosedur perkusi
Tempatkan jari pleksimeter pada dinding dada yang akan diperiksa *untuk menghasilkan bunyi perkusi
yang lebih keras, tekan jari dengan kuat. Cara ini lebih baik daripada melakukan pengetukan lebih
keras

Pada tangan lainnya, lakukan pengetukan tanpa pergerakan siku (lakukan pengetukan dengan cepat dan
seperti refleks)

Pengetukan dilakukan di bagian paling ujung (pada gambar), kemudian pindahkan jari dengan cepat
agar getaran tidak teredam.
15


Pemeriksaan :
membandingkan bunyi perkusi paru kanan dan kiri secara berurutan

menentukan batas bawah paru

NOTE (secara normal : orang Indonesia batas bawah pulmo dextra posterior terletak sejajar
dengan processus spinosus thoracal IX atau thoracal X, batas bawah pulmo sinistra posterior terletak
sejajar dengan processus spinosus thoracal VIII atau IX)

Auskultasi
Auskultasi dinding dada posterior kurang kuat terdengar dibandingkan auskultasi anterior. (kecuali di triangle of
auscultation) walau begitu biasanya, pemeriksaan ini tetap dilakukan oleh para dokter muda.
16



Posisi steshoscope sewaktu auscultasi adalah sama seperti pada palpasi fremitus suara
Auskultasi pada pernafasan normal :

Pemeriksaan yang dilakukan sewaktu pasien berbaring
ada dua jenis pemeriksaan yang dilakukan sewaktu pasien berbaring, yaitu :
1. Pemeriksaan Paru anterior
2. Pemeriksaan Jantung
1. Pemeriksaan Paru Anterior
Inspeksi
melihat keadaan sela iga sewaktu bernafas (secara normal : sela iga akan ekspansi atau meregang saat
inspirasi dan kembali ke posisi semula sewaktu ekspirasi)
Palpasi
membandngkan gerakan dinding dada sewaktu bernafas
merasakan getaran fremitus suara
Posisi kedua tangan sewaktu palpasi thorax anterior

Perkusi
17

membandingkan bunyi perkusi paru kanan - kiri anterior secara berurutan

menentukan batas paru - hepar
perkusi dilakukan di sepanjang garis midklavikula dextra. Batas paru hepar ditentukan setelah terjadi perubahan
suara dari sonor ke pekak

menentukan batas paru - lambung
perkusi dilakukan di sepanjang garis axilla anterior sinistra. Batas paru - lambung ditentukan setelah terjadi
perubahan suara dari sonor ke timpani. (secara normal : batas paru - lambung orang Indonesia berada di
Intercostae VII atau intercostae VIII)
menentukan batas peranjakan paru
perkusi dilakukan di batas paru - hepar. setelah pasien diminta untuk menahan nafas, batas paru- hepar yang
semula berbunyi perkusi "pekak" akan berganti menjadi "sonor". Perkusi dilanjutkan sampai ditemukan batas
paru - hepar yang baru, kemudian tentukan seberapa besar batas peranjakan paru. (secara normal : batas
peranjakan paru adalah 2 cm atau sebesar 2 jari orang dewasa)
Auskultasi
membandingkan bunyi nafas dasar paru anterior dan bronkial pada pasien

2. Pemeriksaan Jantung
Inspeksi
Melihat ada tidaknya bendungan vena pada dinding dada
Melihat pulsasi iktus cordis
Palpasi
18

mencari pulsasi iktus cordis (secara normal : iktus cordis terletak di garis midklavikula sinistra Intercostae
V)
denyut jantung dapat dihitung pada iktus cordis (walaupun cara ini tidak lazim dilakukan)
Perkusi
menentukan batas kanan jantung
Batas kanan jantung ditentukan setelah batas paru hepar ditemukan
menentukan batas kiri jantung
Batas kiri jantung ditentukan setelah batas paru - lambung ditemukan
Auskultasi
Mendengarkan bunyi jantung I (saat katup mitral dan trikuspidal menutup) dan bunyi jantung 2 (saat katup
aorta dan pulmonal menutup) pada masing - masing katup jantung.
o Abdomen: lien teraba S1
Letakkan tangan kiri menyangga punggung kanan penderita pada coste 11 dan 12
Tempatkan ujung jari kanan ( atas - obliq ) di bawah kostae kanan.
Mulailah dengan tekanan ringan untuk menentukan pembesaran limfa
Minta pasien napas dalam, tekan segera dengan jari kanan secara perlahan, saat pasien
melepas napas, rasakan adanya masa hepar, pembesaran, konsistensi dan bentuk
permukaannya.
Normal : Sulit di raba, teraba bila ada pembesaran

6. Pemeriksaan Laboratorium
Hb 4,6 mg/dl, GDS 145 mg%, preparat darah tebal didapatkan delicate ring dan
gametosit berbentuk pisang, kepadatan parasite 13.800/uL dan preparat darah tipis
didapatkan hasil P. falciparum (+). Pemeriksaan penunjang yang lain belum dikerjakan
karena tidak ada fasilitas.
a. Interpretasi dan mekanisme abnormal dari hasil pemeriksaan laboratorium Tn. Andi?
o Hb 4,6 mg/dl
Normalnya 13-18 mg/dl. Maka Doni mengalami anemia, hal ini karena banyaknya RBC yang
terinfeksi dan harus dihancurkan.

o GDS 145 mg%
Kadar glukosa darah berada pada kisaran normal antara 70-144 mg%. Interpretasi: Pada
penderita malaria berat, gejala klinis yang terjadi adalah hipoglikemia dimana gula darah < 40
mg%. Pada kasus ini mungkin malaria yang terjadi belum sampai ke stadium berat atau parah.

o preparat darah tebal didapatkan delicate ring
Merupakan fase trofozoid di plasmodium falciparum dimana ciri-cirinya eritrosit tidak
membesar, parasite terletak di tepi (accole), terdapat delicate ring, dan terdapat multiple
infection dimana parasite dalam satu eritrosit lebih dari satu

o gametosit berbentuk pisang
Pada waktu nyamuk anopheles infektif mengisap darah manusia, sporozoit yang berada
dalam kelenjar liur nyamuk akan masuk ke dsalam peredaran darah selama kurang lebih 30
menit. Setelah itu sporozoit akan masuk ke dalam sel hati dan menjadi tropozoit hati. Kemudian
berkembang menjadi skizon hati yang terdiri dari 10.000 sampai 30.000 merozoit hati. Siklus ini
disebut siklus eksoeritrositer yang berlangsung selama kurang lebih 2 minggu. Pada P. vivax dan
P. ovale, sebagian tropozoit hati tidak langsung berkembang menjadi skizon, tetapi ada yang
memjadi bentuk dorman yang disebut hipnozoit. Hipnozoit tersebut dapat tinggal di dalam sel
19

hati selama berbulan-bulan sampai bertahun-tahun. Pada suatu saat bila imunitas tubuh
menurun, akan menjadi aktif sehingga dapat menimbulkan relaps. (Nugroho, 2000)
Merozoit yang berasal dari skizon hati yang pecah akan masuk ke dalam peredaran darah
dan menginfeksi sela darah merah. Di dalam sel darah merah, parasit tersebut berkembang dari
stadium tropozoit sampai skizon (8-30 merozoit). Proses perkembangan aseksual ini disebut
skizogoni. Selanjutnya eritrosit yang terinfeksi skizon) pecah dan merozoit yang keluar akan
menginfeksi sel darah merah lainnya. Siklus inilah yang disebut dengan siklus eritrositer.
Setelah 2-3 siklus skizogoni darah, sebagian merozoit yang meninfeksi sel darah merah dan
membentuk stadium seksual yaitu gametosit jantan dan betina, sehingga pada pemeriksaan
labor ditemukan gametosid berbentuk pisang, artinya tahap infeksi parasit ini sudah memasuki
tahap pembentukan gamet.

o kepadatan parasite 13.800/uL
Kepadatan parasit mengindikasikan terjadinya anemia pada penderita. Jika kepadatan parasit >
10.000/ l, penderita mengalami anemia berat. Hal ini juga didukung dengan hasil pemeriksaan
laboratorium Hb 4,6 mg/dl (dibawah 5 mg/dl). Kepadatan parasit 13.800/l menunjukkan bahwa
jumlah parasit yang ditemukan ada 13.800 per mikro-liter darah.

o preparat darah tipis didapatkan hasil P. falciparum (+)
Pemeriksaan dengan preparat darah tebal untuk menentukan ada atau tidaknya parasite
malaria. Sedangkan pemeriksaan dengan preparat darah tipis untuk menentukan jenis
plasmodiumnya. Pada kasus preparat darah tipis didapatkan hasil P. falciparum (+)
yang artinya terdapat p. falciparum pada preparat darah yang diperiksa.

b. Apa saja pemeriksaan penunjang yang harusnya dilakukan untuk menegakkan diagnosis
penyakit Tn. Andi?
Tes Antigen : P-F test
Yaitu mendeteksi antigen dari P.Falciparum (Histidine Rich Protein H). Deteksi sangat
cepat hanya 3 5 menit, tidak memerlukan alat dan latihan khusus, sensitivitasnya baik,.
Deteksi untuk antigen vivaks sudah beredar di pasaran yaitu dengan metode ITC-Tes sejenis
dengan mendeteksi laktat dehidrogenase dari plasmodium (pLDH) dengan cara
immunochromatographic telah dipasarkan dengan nama test OPTIMAL. Optimal dapat
mendeteksi dari 0 200 parasit / ul darah dan dapat membedakan apakah infeksi P. falciparum
atau P. vivax . Sensitivitas sampai 95% dan hasil positif adalah lebih rendah dari tes deteksi
HRP-2. Tes ini sekarang dikenal sebagai tes cepat (rapid test).
Tes Serologi
Tes serologi mulai diperkenalkan tahun 1962 dengan memakai tehnik indirec fluorecent
antibody test. Tes ini berguna mendeteksi adanya antibodi spesifik terhadap malaria atau pada
keadaan dimana parasit sangat minimal. Tes ini kurang bermanfaat sebagai alat diagnostik sebab
antibodi baru terjadi setelah beberapa hari parasitemia. Manfaat tes serologi terutama untuk
penelitian epidemologi atau alat uji saring donor darah. Titer > 1 : 200 dianggap sebagai infeksi
baru; dan test > 1 : 20 dinyatakan positip. Metode-metode tes serologi antara lain indirect
haemagglutination test, immuno-precipitation techniques, ELISA tes, radio-immunoassay.

Pemeriksaan PCR (Polymerase Chain Reaction)
Pemeriksaan ini dianggap sangat peka dengan teknologi amplifikasi DNA, waktu
dipakai cukup cepat dan sensivitas maupun spesifitasnya tinggi. Keunggulan tes ini walaupun
jumlah parasit sangat sedikit dapat memberikan hasil positif. tes ini baru dipakai sebagai sarana
penelitian dan belum untuk pemeriksaan rutin.

c. Bagaimana morfologi Plasmodium falciparum?
Parasit ini merupakan species yang berbahaya karena penyakit yang ditimbulkannya dapat menjadi
berat dan menyebabkan kematian. Perkembangan aseksual dalam hati hanya menyangkut fase
preritrosit saja; tidak ada fase ekso-eritrosit. Stadium dini yang dapat dilihat dalam hati adalah
20

skizom yang berukuran 30 pada hari keempat setelah infeksi.Jumlah morozoit pada skizon
matang (matur) kira-kira 40.000 bentuk cacing stadium trofosoit muda plasmodium falciparum
sangat kecil dan halus dengan ukuran 1/6 diameter eritrosit. Pada bentuk cincin dapat dilihat dua
butir kromatin; bentuk pinggir (marginal) dan bentuk accole sering ditemukan. Beberapa bentuk
cincin dapat ditemukan dalam satu eritrosit (infeksi multipel). Walaupun bentuk marginal, accole,
cincin dengan kromatin ganda dan infeksi multiple dapat juga ditemukan dalam eritrosit yang di
infeksi oleh species plasmodium lain pada manisia, kelainan-kelainan ini lebih sering ditemukan
pada Plasmodium Falciparum dan keadaan ini penting untuk membantu diagnosis species.Bentuk
cincin Plasmodium falciparum kemudian menjadi lebih besar, berukuran seperempat dan kadang-
kadang setengah diameter eitrosit dan mungkin dapat disangka parasit Plasmodium malariae.
Sitoplasmanya dapat mengandung satu atau dua butir pigmen. Stadium perkembangan siklus
aseksual berikutnya pada umumnya tidak berlangsumg dalam darah tepi, kecuali pada kasus berat
(perniseosa).Adanya skizon muda dan matang Plasmodium falciparum dalam sediaan darah tepi
berarti keadaan infeksi yang berat sehingga merupakan indikasi untuk tindakan pengobatan cepat.
Bentuk skizon muda Plasmodium falciparum dapat dikenal dengan mudah oleh adanya satu atau dua
butir pigmen yang menggumpal. Pada species parasit lain pada manusia terdapat 20 atau lebih butir
pigmen pada stadium skizon yang lebih tua. Bentuk cincin dan tofozoit tua menghilang dari darah
tepi setelah 24 jam dan bertahan dikapiler alat-alat dalam, seperti otak, jantung, plasenta, usus atau
sumsum tulang; di tempattempat ini parasit berkembang lebih lanjut.Dalam waktu 24 jam parasit di
dalam kapiler berkembang biak secara zkisogoni. Bila skison sudah matang, akan mengisi kira-kira
2/3 eritrosit. Akhirnya membelah-belah dan membentuk 8 24 morozoit, jumlah rata-rata adalah 16.
skizon matang Plasmodium falciparum lebih kecil dari skizon matang parasit malaria yang lain.
Derajat infeksi pada jenis malaria ini lebih tinggi dari jenis-jenis lainnya, kadangkadang melebihi
500.000/L darah.Dalam badan manusia parasit tidak tersebar merata dalam alat-alat dalam dan
jaringan sehingga gejala klinik pada malaria falciparum dapat berbedabeda. Sebagian besar kasus
berat dan fatal disebabkan oleh karena eritrosit yang dihinggapi parasit menggumpal dan menyumbat
kapiler. Pada malaria falciparum eritrosit yang diinfeksi tidak membesar selama stadium
perkembangan parasit. Eritrosit yang mengandung trofozoit tua dan skizon mempunyai titik kasar
berwarna merah (titik mauror) tersebar pada dua per tiga bagian eritrosit. Pembentukan gametosit
berlamgsung dalam alat-alat dalam, tetapi kadang-kadang stadium mudah dapat ditentukan dalam
darah tepi. Gametosis muda mempunyai bentuk agak lonjong, kemudian menjadi lebih panjang atau
berbentuk elips; akhirnya mencapai bentuk khas seperti sabit atau pisang sebagai gametosis matang.
Gametosis untuk pertama k ali tampak dalam darah tepi setelah beberapa generasi mengalami
skizogoni biasanya kira-kira 10 hari setelah parasit pertama kali tampak dalam darah.Gametosis
betina atau makrogametosis biasanya lebih langsing dan lebih panjang dari gametosit jantang atau
mikrogametosit, dan sitoplasmanya lebih biru dengan pulasan Romakonowsky. Intinya lebih lebih
kecil dan padat, berwarna merah tua dan butir-butir pigmen tersebar disekitar inti. Mikrogametozit
membentuk lebih lebar dan seperti sosis. Sitoplasmanya biru, pucat atau agak kemerah-merahan dan
intinya berwarna merah mudah, besar dan tidak padat, butir-butir pignmen disekitan plasma sekitar
inti. Jumlah gametosit pada infeksi Falciparum berbedabeda, kadang-kadang sampai 50.000
150.000/L darah, jumlah ini tidak pernah dicapai oleh species Plasmodium lain pada manusia.
Walaupun skizogoni eritrosit pada Plasmodium falciparum selesai dalam waktu 48 jam dan
priodisitasnya khas terirana, sering kali pada species ini terdapat 2 atau lebih kelompokkelokpok
parasit, dengan sporolasi yang tidak singkron, sehingga priodesitas gejala pada penderita menjadi
tidak teratur, terutama pada stadium permulaan serangan malaria. Siklus seksual Plasmodium
falciparum dalam nyamuk sama seperti pada Plasmodium yang lain. Siklus berlangsung 22 hari pada
suhu 200 C, 15 17 hari pada suhu 230C dan 10 11 hari pada suhu 250C 280C. Pigmen pada
obkista berwarna agak hitam dan butir butinya relative besar, membentuk pola pada kista sebagai
lingkaran ganda sekitar tepinya, tetapi dapat tersusun sebagai lingkaran kecil dipusat atau sebagai
garis lurus ganda. Pada hari ke-8 pigmen tidak tampak kecuali beberapa butir masih dapat dilihat.

d. Bagaimana etiologi dari Plasmodium falciparum?
21

Penyebaran dari Plasmodium falciparum dimulai dari saat gametosit dihisap dalam darah oleh
Anopheles betina, yang akan memulai siklus hidup baru dalam tubuh nyamuk. Setelah 10-18 hari,
parasite berbentuk sporozoit dapat ditemukan dalam glandula saliva nyamuk. Saat Anopheles betina
menghisap darah, Plasmodium falciparum akan ditularkan via saliva.
Di sana, sporozoit menginfeksi sel hati dan berkembang menjadi skizon yang akan pecah
melepas merozoit. Setelah replikasi di dalam hati, parasite akan mengalami multiplikasi aseksual di
eritrosit pula. Merozoit akan menginfeksi sel darah merah. Tropozoit stadium cincin akan dewasa
menjadi skizon dan rupture melepas merozoit. Sebagian akan berkembang menjadi tahap seksual
(sporozoit).


e. Bagaimana siklus hidup dari Plasmodium falciparum ? (s. hidup dlm manusia banyakin)
Siklus Hidup Plasmodium
Siklus seksual
Terjadi dalam tubuh nyamuk apabila nyamuk anopheles betina menghisap darah yang
mengandung gametosit. Gametosit yang bersama darah tidak dicerna. Pada makrogamet (jantan)
kromatin membagi menjadi 6-8 inti yang bergerak kepinggir parasit. Dipinggir ini beberapa filamen
dibentuk seperti cambuk dan bergerak aktif disebut mikrogamet. Pembuahan terjadi karena
masuknya mikrogamet kedalam makrogamet untuk membentuk zigot. Zigot berubah bentuk seperti
cacing pendek disebut ookinet yang dapat menembus lapisan epitel dan membran basal dinding
lambung. Ditempat ini ookinet membesar dan disebut ookista. Didalam ookista dibentuk ribuan
sporozoit dan beberapa sporoit menembus kelenjar nyamuk dan bila nyamuk menggigit / menusuk
maka sporozoit masuk kedalam darah dan mulailah siklus pre eritrosik,
Siklus aseksual
Perkembangan aseksual dalam hati hanya menyangkut fase preritrosit saja; tidak ada fase
ekso-eritrosit. Bentuk dini yang dapat dilihat dalam hati adalah skizom yang berukuran 30 pada
hari keempat setelah infeksi
22

Jumlah morozoit pada skizon matang (matur) kira-kira 40.000 bentuk cacing stadium trofosoit
muda plasmodium falciparum sangat kecil dan halus dengan ukuran 1/6 diameter eritrosit. Pada
bentuk cincin dapat dilihat dua butir kromatin; bentuk pinggir (marginal) dan bentuk accole sering
ditemukan. Beberapa bentuk cincin dapat ditemukan dalam satu eritrosit (infeksi multipel).
Walaupun bentuk marginal, accole, cincin dengan kromatin ganda dan infeksi multiple dapat juga
ditemukan dalam eritrosit yang di infeksi oleh species plasmodium lain pada manisia, kelainan-
kelainan ini lebih sering ditemukan pada Plasmodium Falciparum dan keadaan ini penting untuk
membantu diagnosis species.
Bentuk cincin Plasmodium falciparum kemudian menjadi lebih besar, berukuran seperempat
dan kadang-kadang setengah diameter eitrosit dan mungkin dapat disangka parasit Plasmodium
malariae. Sitoplasmanya dapat mengandung satu atau dua butir pigmen. Stadium perkembangan
siklus aseksual berikutnya pada umumnya tidak berlangsumg dalam darah tepi, kecuali pada kasus
brat (perniseosa).
Adanya skizon muda dan matang Plasmodium falciparum dalam sediaan darah tepi berarti
keadaan infeksi yang berat sehingga merupakan indikasi untuk tindakan pengobatan cepat.Bentuk
skizon muda Plasmodium falciparum dapat dikenal dengan mudah oleh adanya satu atau dua butir
pigmen yang menggumpal. Pada species parasit lain pada manusia terdapat 20 atau lebih butir
pigmen pada stadium skizon yang lebih tua. Bentuk cincin da tofozoit tua menghilang dari darah tepi
setelah 24 jam dan bertahan dikapiler alat-alat dalam, seperti otak, jantung, plasenta, usus atau
sumsum tulang; di tempat tempat ini parasit berkembang lebih lanjut.
Dalam waktu 24 jam parasit di dalam kapiler berkembang biak secara zkisogoni. Bila skison
sudah matang, akan mengisi kira-kira 2/3 eritrosit. Akhirnya membelah-belah dan membentuk 8
24 morozoit, jumlah rata-rata adalah 16. skizon matang Plasmodium falciparum lebih kecil dari
skizon matang parasit malaria yang lain. Derajat infeksi pada jenis malaria ini lebih tinggi dari jenis-
jenis lainnya, kadang-kadang melebihi 500.000/mm3 darah.
Dalam badan manusia parasit tidak tersebar merata dalam alat-alat dalam dan jaringan
sehingga gejala klinik pada malaria falciparum dapat berbeda-beda. Sebagian besar kasus berat dan
fatal disebabkan oleh karena eritrosit yang dihinggapi parasit menggumpal dan menyumbat kapiler.
Pada malaria falciparum eritrosit yang diinfeksi tidak membesar selama stadium
perkembangan parasit. Eritrosit yang mengandung trofozoit tua dan skizon mempunyai titik kasar
berwarna merah (titik mauror) tersebar pada dua per tiga bagian eritrosit. Pembentukan gametosit
berlamgsung dalam alat-alat dalam, tetapi kadang-kadang stadium mudah dapat ditentukan dalam
darah tepi. Gametosis muda mempunyai bentuk agak lonjong, kemudian menjadi lebih panjang atau
23

berbentuk elips; akhirnya mencapai bentuk khas seperti sabit atau pisang sebagai gametosis matang.
Gametosis untuk pertama k ali tampak dalam darah tepi setelah beberapa generasi mengalami
skizogoni biasanya kira-kira 10 hari setelah parasit pertama kali tampak dalam darah. Gametosis
betina atau makrogametosis biasanya lebih langsing dan lebih panjang dari gametosit jantang atau
mikrogametosit, dan sitoplasmanya lebih biru dengan pulasan Romakonowsky. Intinya lebih lebih
kecil dan padat, berwarna merah tua dan butir-butir pigmen tersebar disekitar inti. Mikrogametozit
membentuk lebih lebar dan seperti sosis. Sitoplasmanya biru, pucat atau agak kemerah-merahan dan
intinya berwarna merah mudah, besar dan tidak padat, butir-butir pign\men disekitan plasma sekitar
inti.
Jumlah gametosit pada infeksi Falciparum berbeda-beda, kadang-kadang sampai 50.000
150.000/mm3 darah, jumlah ini tidak pernah dicapai oleh species


Plasmodium lain pada manusia. Walaupun skizogoni eritrosit pada Plasmodium falciparum
selesai dalam waktu 48 jam dan priodisitasnya khas terirana, sering kali pada species ini terdapat 2
atau lebih kelompok-kelokpok parasit, dengan sporolasi yang tidak singkron, sehingga priodesitas
gejala pada penderita menjadi tidak teratur, terutama pada stadium permulaan serangan malaria

f. Apa manifestasi dari gejala klinis yang diakibatkan oleh Plasmodium falciparum?
Manifestasi malaria berat bervariasi, dari kelainan kesadaran sampai gangguan organ-organ tertentu
dan gangguan metabolisme. Manifestasi ini dapat berbeda menurut umur (anak/dewasa), pada
daerah tertentu berdasarkan endemisitas setempat.

g. Bagaimana patogenesis penyakit yang ditimbulkan Plasmodium falciparum?
Terjadinya infeksi oleh parasit Plasmodium ke dalam tubuh manusia dapat terjadi melalui dua cara
yaitu :
a. Secara alami melalui gigitan nyamuk anopheles betina yang mengandung parasit malaria
b. Induksi yaitu jika stadium aseksual dalam eritrosit masuk ke dalam darah manusia, misalnya
melalui transfuse darah, suntikan, atau pada bayi yang baru lahir melalui plasenta ibu yang
terinfeksi (congenital).
Sporozoit malaria dilepaskan ke dalam darah dan dalam beberapa menit akan menempel dan
menginvasi sel hati dengan cara berikatan dengan reseptor hepatosit pada protein plasma
thrombospondin dan properdin, yang terletak di basolateral permukaan hepatosit. Di dalam sel hati,
24

parasit malaria bermultiplikasi. Setelah sel hati pecah, merozoit (aseksual, bentuk darah haploid)
sebanyak 30,000 (P. falciparum, sedangkan 20,000 untuk P. Malariae) untuk keluar.
Setelah dilepaskan, merozoit P.falciparum berikatan oleh parasit molekul seperti lektin dengan
protein sialic pada molekul glycophorin di permukaan sel darah merah. ( Merozoit P. vivax berikatan
dengan antigen Duffy pada sel darah merah oleh lektin). Setelah masuk ke dalam sel darah merah,
parasit akan bereplikasi di dalam membran vakuola digestive dan akan mengeluarkan beberapa
enzim protease dari organel spesial yang disebut rhoptry. Enzim protease ini berfungsi untuk
menghidrolisis hemoglobin. Setelah sel pecah, merozoit keluar dan mulai menginfeksi sel darah
merah yang lain, dan beberapa merozoit lainnya berkembang menjadi gametosit yang menginfeksi
nyamuk saat menghisap darah manusia.
Selama parasit malaria matang di dalam sel darah merah, ia mengubah bentuknya dari stadium
ring menjadi schizont dan mensekresi protein yang membentuk benjolan 100 nm di permukaan sel
darah merah yang disebut knob. Protein malaria yang ada di permukaan knob disebut sequestrin.
Sequestrin ini berikatan dengan sel endotelial oleh ICAM-1, yang merupakan reseptor
thrombospondin, dan glycophorin CD46 yang dapat menyebabkan sel darah merah yang terinfeksi
sel darah merah terbuang dari sirkulasi.
Patogenesis malaria akibat dari interaksi kompleks antara parasit , inang dan lingkungan.
Patogenesis lebih ditekankan pada terjadinya peningkatan permeabilitas pembuluh darah. Oleh
karena skizogoni menyebabkan kerusakan eritrosit maka akan menyebabkan anemia. Beratnya
anemia tidak sebanding dengan parasitemia, hal ini menunjukkan adanya kelainan eritrosit selain
yang mengandung parasit. Diduga terdapat toksin malaria yang menyebabkan gangguan fungsi
eritrosit dan sebagian eritrosit pecah saat melalui limpa sehingga parasit keluar. Faktor lain yang
menyebabkan anemia mungkin karena terbentuknya antibodi terhadap eritrosit.
Limpa mengalami pembesaran dan pembendungan serta pigmentasi sehingga mudah pecah.
Dalam limpa dijumpai banyak parasit dalam makrofag dan sering terjadi fagositosis dari eritrosit
yang terinfeksi maupun yang tidak terinfeksi. Pada malaria kronis terjadi hiperplasi dari retikulum
disertai peningkatan makrofag.
Pada malaria berat mekanisme patogenesisnya berkaitan dengan invasi merozoit ke dalam
eritrosit sehingga menyebabkan eritrosit yang mengandung parasit mengalami perubahan struktur
dan biomolekuler sel untuk mempertahankan kehidupan parasit. Perubahan tersebut meliputi
mekanisme transpor membran sel, penurunan deformabilitas, pembentukan knob, ekspresi varian
non antigen di permukaan sel, sitoadherensi, sekuestrasi dan rosetting, peranan sitokin dan NO
(Nitrik Oksida).

h. Bagaimana penatalaksanaan dari penyakit yang ditimbulkan Plasmodium falciparum?
Penatalaksanaan
Pengobatan malaria menurut keperluannya dibagi menjadi pengobatan pencegahan bila obat
diberikan sebelum infeksi terjadi, pengobatan supresif bila obat diberikan untuk mencegah
timbulnya gejala klinis, pengobatan kuratif untuk pengobatan infeksi yang sudah terjadi terdiri dari
serangan akut dan radikal, dan pengobatan untuk mencegah transmisi/penularan bila obat digunakan
terhadap gametosit dalam darah. Sedangkan dalam program pemberantasan malaria dikenal 3 cara
pengobatan, yaitu pengobatan presumtif dengan pemberantasan skizontisida dosis tunggal untuk
mengurangi gejala klinis malaria dan mencegah penyebaran, pengobatan radikal diberikan untuk
malaria yang menimbulkan relaps jangka panjang, dan pengobatan massal digunakan pada setiap
penduduk di daerah endemis malaria secara teratur. Saat ini pengobatan massal hanya diberikan
pada saat terjadi wabah.
(3)


1. Malaria Tanpa Komplikasi
Malaria tanpa komplikasi dapat diberikan obat anti malaria dengan rawat jalan. Berdasarkan hasil
penelitian, resistensi malaria vivaks terhadap klorokuin ditemukan sangat tinggi di berbagai daerah
di Indonesia sehingga Departemen Kesehatan RI merekomendasikan pengobatan malaria vivaks
sama dengan malaria falsiparum, yaitu dengan menggunakan kombinasi anti malaria yang
mengandung derivate artemisinin (Artemisinin based combination therapy- ACT)
(6)

a. Untuk daerah yang sudah resistensi terhadap obat malaria yang biasa digunakan, saat ini WHO
merekomendasikan penggunaan kombinasi antimalaria terutama yang mengandung artemisin. Obat-
obat antimalaria kombinasi yang direkomendasikan oleh WHO antara lain:
Artemeter/lumefantrin (Co-artem) diberikan dengan dosis Artemeter 2 mg/kgBB 2 kali sehari
selama 3 hari dan lumefantrin 12 mg/kgBB 2 kali sehari selama 3 hari. Obat ini tersedia dalam
bentuk tablet kombinasi 20 mg artemeter + 120 mg lumefantrin
25

Artesunat + amodiakuin, dengan dosis artesunat 4 mg/kgBB/hari selama 3 hari dan
amodiakuin dosis standar 25 mg basa/kgBB selama 3 hari. Obat ini tersedia dalam bentuk
tablet terpisah artesunat 50 mg/tablet dan amodikuin basa 153 mg/tablet.
Artesunat + meflokuin, dengan dosis artesunat 4 mg/kgBB/hari selama 3 hari dan meflokuin
basa 15-25 mg/kgBB dosis tunggal atau dibagi dalam dosis 2 3 kali.
Artesunat + sulfadoksin-pirimetamin, dengan dosis artesunat 4 mg/kgBB/hari selama 3 hari
dan sulfadoksin-pirimetamin 25 mg/kgB dosis tunggal.
Dihidroartemisinin + piperakuin, dengan dosis dehidroartemisinin 6,4 mg/kgBB dan
piperakuin 51,2 mg/kgBB dosis tunggal selama 3 hari.
Artesunat + klorokuin, dengan dosis artesunat 4 mg/kgBB/hari selama 3 hari dan klorokuin
basa dosis standar 25 mg/kgBB selama 3 hari.
Artesunat + atovokuon-proguanil (Malaron) tablet film coated untuk anak dosis dari artesunat
4 mg/kgBB/hari dan 62,5 mg atovakuon dan 25 mg proguanil.
Artesunat + klorproguanil-dapson (Lapdop), dengan dosis artesunat 4 mg/kgBB/hari selama 3
hari dan klorproguanil-dapson.
Artemisinin + piperakuin, dengan dosis artemisinin 20 mg/kgBB 2 kali sehari pada hari
pertama, selanjutnya 1 kali sehari pada hari kedua dan ketiga, dan piperakun 51,2 mg/kgBB
dosis tunggal selama 3 hari.
Artesunat + pironaridin, dengan dosis artesunat 4 mg/kgBB/hari selama 3 hari dan pironaridin.
Naftokuin + dehidroartemisinin, terdiri dari naftokuin dan dihidroartemisinin 6,4 mg/kgBB
selama 3 hari.
(6)


b. Untuk daerah yang belum ada resisten terhadap obat malaria yang biasa digunakan atau obat-obat
tersebut di atas belum tersedia, pengobatan malaria adalah:
Klorokuin dosis standar (25 mg basa/kgBB) untuk 3 hari dan sulfadoksin pirimetamin dosis
tunggal (25 mg/1,25 mg/kgBB).
Sulfadoksin/pirimetamin dosis tunggal dan kina (10 mg garam/kgBB/dosis) 3 kali sehari
selama 7 hari.
Amodikuin dosis standar (25 mg basa/kgBB untuk 3 hari) dan sulfadoksin dosis tunggal.
Kombinasi klorokuin dosis standard dan primakuin dosis harian tunggal 0,75 mg basa/kgBB
tunggal untuk malaria falsiparum atau 0,25 mg basa/kgBB/hari selama 14 hari.
Klorokuin dosis standard dan doksisiklin (2 mg/kgBB/dosis) 2 kali sehari selama 7 hari.
Kina (10 mg garam/kgBB/dosis) 3 kali sehari selama 7 hari dan doksisiklin (2 mg/kgBB/dosis)
2 kali sehari selama 7 hari.
Kina (10 mg garam/kgBB/dosis) 3 kal sehari selama 7 hari dan klindamisin (10
mg/kgBB/dosis) 3 kali sehari selama 7 hari.
(6)


2. Malaria Berat
Anak dengan malaria berat harus dirawat inap dan diberikan pengobatan dengan artesunat intravena
atau kina HCl intravena per infus. Terapi suportif harus diberikan sesuai dengan gejala
komplikasinya:
a. Malaria serebral
Diberikan infus kina dihiroklorida, dosis 10 mg/kgBB/kali dilarutkan dalam 50 100 ml infus
garam fisiologis atau cairan 2 a atau dekstrose 5% dan diberikan selama 2 4 jam, 3 kali sehari
selama pasien belum sadar. Pemberian tidak boleh terlalu cepat (<10 menit) oleh karena tekanan
darah dapat turun mendadak disertai aritmia jantung. Apabila pasien sudah sadar kina dilanjutkan
per-oral hingga total intravena + oral selama 7 hari. Dapat ditambahkan fansidar atau suldox dengan
dosis seperti diatas (melalui sonde). Apabila disertai kejang berikan diazepam 0,5 mg/kgBB
intravena perlahan-lahan.
(3)


b. Anemia berat
Anemia berat ditandai dengan kepucatan yang sangat pada telapak tangan, sering diikuti dengan
denyut nadi cepat, kesulitan bernafas, kebingungan atau gelisah. Tanda gagal jantung seperti irama
derap, pembesaran hati dan terkadang edema paru (nafas cepat, fine basal crackles dalam
pemeriksaan auskultasi) bisa ditemukan.
(4)

Berikan transfusi darah sesegera mungkin kepada:
Semua anak dengan hematokrit 15% atau Hb 5 g/dl
Anak yang anemianya tidak berat (hematokrit > 15%; Hb > 5 g/dl) dengan tanda berikut:
- Dehidrasi
26

- Syok
- Penurunan kesadaran
- Pernafasan Kusmaull
- Gagal jantung
- Parasitemia yang sangat tinggi (>10% sel darah merah mengandung parasit).
Berikan packed red cells (10 ml/kgBB), jika tersedia, selama 3 4 jam. Jika tidak tersedia berikan
darah utuh segar 20 ml/kgBB selama 3 4 jam.
Periksa frekuensi nafas dan denyut nadi setiap 15 menit. Jika salah satunya mengalami kenaikan,
berikan transfusi dengan lebih lambat. Jika ada bukti kelebihan cairan karena transfusi darah,
berikan furosemid intravena (1 2 mg/kgBB) hingga jumlah maksimal 20 mg/kgBB.
Setelah transfusi, jika Hb tetap rendah, ulangi transfusi.
Pada anak dengan gizi buruk, kelebihan cairan merupakan komplikasi yang umum dan serius.
Berikan fresh whole blood 10 ml/kgBB hanya sekali.
(4)


c. Dehidrasi, gangguan asam basa dan elektrolit
Lactic acidosis sering terjadi sebagai penyulit malaria berat, ditandai dengan peningkatan kadar
asam laktat darah atau dalam likuor serebrospinal. Larutan garam fisiologis isotonis atau glukosa
5% segera diberikan dengan hati-hati dan awasi tekanan darah. Di rumah sakit dengan fasilitas
pediatrik gawat darurat, dapat dipasang central venous pressure (CVP) untuk mengetahui
kebutuhan cairan lebih cermat. Apabila telah tercapai rehidrasi, tetapi jumlah urin tetap < 1
ml/kgBB/jam makan dapat diberikan furosemid inisial 2 mg/kgBB kemudian dilanjutkan 2 x dosis
dengan maksimal 8 mg/kgBB (diberikan dalam waktu 15 menit). Untuk memperbaiki oksigenasi,
bersihkan jalan nafas, beri oksigen 2 4 liter/menit, dan apabila diperlukan dapat dipasang
ventilator mekanik sebagai penunjang.

d. Hipoglikemia
Hipoglikemia (gula darah: < 2,5 mmol/liter atau < 45 mg/dl) lebih sering terjadi pada pasien umur <
3 tahun, yang mengalami kejang dan/atau hiperparasitemia dan pasien koma.
(4)

Berikan 5 ml/kgBB glukosa 10% intravena secara cepat. Periksa kembali glukosa darah dalam
waktu 30 menit dan ulangi pemberian glukosa (5 ml/kgBB) jika kadar glukosa rendah (< 2,5
mmol/liter atau < 45 mg/dl).
(4)

Cegah agar hipoglikemia tidak sampai parah pada anak yang tidak sadar dengan memberikan
glukosa 10% intravena. Jangan melebihi kebutuhan cairan rumatan untuk berat badan anak. Jika
anak menunjukan tanda kelebihan cairan, batasi cairan parenteral; ulangi pemberian glukosa 10% (5
ml/kgBB) dengan interval yang teratur.

Bila anak sudah sadar dan tidak ada muntah atau sesak, stop infus dan berikan makanan/minuman
per oral sesuai umur. Teruskan pengawasan kadar glukosa dan obati sebagaimana mestinya

i. Bagaimana pencegahan dari penyakit yang ditimbulkan Plasmodium falciparum?
Menghindari gigitan nyamuk,


IV. Keterkaitan Antarmasalah

27

V. Learning Objektif
Plasmodium falciparum
Malaria Tropica/tertiana/Maligna
Pemeriksaan Fisik, Lab, Penunjang

VI. Sintesis Masalah
o Plasmodium falciparum
Plasmodium falciparum mempunyai klasifikasi sebagai berikut :
Kingdom : Haemosporodia
Divisio : Nematoda
Subdivisio : Laveran
Kelas : Spotozoa
Ordo : Haemosporidia
Genus : Plasmodium
Species : Falcifarum

A. Nama penyakit
Plasmoduim falciparum menyebabkan penyakit malaria falsifarum atau malaria tropika atau malaria
tersiana maligna.

B. Hospes
Manusia dan hewan merupakan hospes perantara parasit ini dan nyamuk Anopheles betina menjadi
hopses definitifnya atau merupakan vektornya.

C. Distribusi geografik
Malaria ditemukan terutama di negara-negara tropis di seluruh dunia. Hal ini terlihat di sebagian
besar Afrika dan Asia, Amerika Tengah dan Selatan, Haiti dan Republik Dominika, beberapa pulau Pasifik,
seperti Papua Nugini dan beberapa bagian Timur Tengah.
Pada tahun 2010, menurut Organisasi Kesehatan Dunia, ada 216 juta kasus malaria dan 655.000
kematian di seluruh dunia. Dari kematian ini sekitar 91% terlihat di Afrika, diikuti oleh wilayah Asia
Tenggara (6%), dan Kawasan Mediterania Timur (3%). Sekitar 86% dari kematian global berada pada
anak-anak.

D. Morfologi dan daur hidup
Parasit ini merupakan species yang berbahaya karena penyakit yang ditimbulkannya dapat menjadi
berat dan menyebabkan kematian.
Perkembangan aseksual dalam hati hanya menyangkut fase preritrosit saja; tidak ada fase ekso-
eritrosit.
Stadium dini yang dapat dilihat dalam hati adalah skizom yang berukuran 30 pada hari keempat
setelah infeksi. Jumlah morozoit pada skizon matang (matur) kira-kira 40.000 bentuk cacing stadium
trofosoit muda plasmodium falciparum sangat kecil dan halus dengan ukuran 1/6 diameter eritrosit. Pada
bentuk cincin dapat dilihat dua butir kromatin; bentuk pinggir (marginal) dan bentuk accole sering
ditemukan. Beberapa bentuk cincin dapat ditemukan dalam satu eritrosit (infeksi multipel). Walaupun
28

bentuk marginal, accole, cincin dengan kromatin ganda dan infeksi multiple dapat juga ditemukan dalam
eritrosit yang di infeksi oleh species plasmodium lain pada manisia, kelainan-kelainan ini lebih sering
ditemukan pada Plasmodium Falciparum dan keadaan ini penting untuk membantu diagnosis species.
Bentuk cincin Plasmodium falciparum kemudian menjadi lebih besar, berukuran seperempat dan kadang-
kadang setengah diameter eitrosit dan mungkin dapat disangka parasit Plasmodium malariae.
Sitoplasmanya dapat mengandung satu atau dua butir pigmen. Stadium perkembangan siklus aseksual
berikutnya pada umumnya tidak berlangsumg dalam darah tepi, kecuali pada kasus berat (perniseosa).
Adanya skizon muda dan matang Plasmodium falciparum dalam sediaan darah tepi berarti keadaan infeksi
yang berat sehingga merupakan indikasi untuk tindakan pengobatan cepat. Bentuk skizon muda
Plasmodium falciparum dapat dikenal dengan mudah oleh adanya satu atau dua butir pigmen yang
menggumpal. Pada species parasit lain pada manusia terdapat 20 atau lebih butir pigmen pada stadium
skizon yang lebih tua.
Bentuk cincin dan tofozoit tua menghilang dari darah tepi setelah 24 jam dan bertahan dikapiler alat-
alat dalam, seperti otak, jantung, plasenta, usus atau sumsum tulang; di tempat-tempat ini parasit
berkembang lebih lanjut. Dalam waktu 24 jam parasit di dalam kapiler berkembang biak secara zkisogoni.
Bila skison sudah matang, akan mengisi kira-kira 2/3 eritrosit. Akhirnya membelah-belah dan membentuk 8
24 morozoit, jumlah rata-rata adalah 16. skizon matang Plasmodium falciparum lebih kecil dari skizon
matang parasit malaria yang lain. Derajat infeksi pada jenis malaria ini lebih tinggi dari jenis-jenis lainnya,
kadang-kadang melebihi 500.000/L darah. Dalam badan manusia parasit tidak tersebar merata dalam alat-
alat dalam dan jaringan sehingga gejala klinik pada malaria falciparum dapat berbeda-beda. Sebagian besar
kasus berat dan fatal disebabkan oleh karena eritrosit yang dihinggapi parasit menggumpal dan menyumbat
kapiler.
Pada malaria falciparum eritrosit yang diinfeksi tidak membesar selama stadium perkembangan
parasit. Eritrosit yang mengandung trofozoit tua dan skizon mempunyai titik kasar berwarna merah (titik
mauror) tersebar pada dua per tiga bagian eritrosit.
Pembentukan gametosit berlamgsung dalam alat-alat dalam, tetapi kadang-kadang stadium mudah
dapat ditentukan dalam darah tepi. Gametosis muda mempunyai bentuk agak lonjong, kemudian menjadi
lebih panjang atau berbentuk elips; akhirnya mencapai bentuk khas seperti sabit atau pisang sebagai
gametosis matang. Gametosis untuk pertama k ali tampak dalam darah tepi setelah beberapa generasi
mengalami skizogoni biasanya kira-kira 10 hari setelah parasit pertama kali tampak dalam darah. Gametosis
betina atau makrogametosis biasanya lebih langsing dan lebih panjang dari gametosit jantang atau
mikrogametosit, dan sitoplasmanya lebih biru dengan pulasan Romakonowsky. Intinya lebih lebih kecil dan
padat, berwarna merah tua dan butir-butir pigmen tersebar disekitar inti. Mikrogametozit membentuk lebih
lebar dan seperti sosis. Sitoplasmanya biru, pucat atau agak kemerah-merahan dan intinya berwarna merah
mudah, besar dan tidak padat, butir-butir pignmen disekitan plasma sekitar inti. Jumlah gametosit pada
infeksi Falciparum berbeda-beda, kadang-kadang sampai 50.000 150.000/L darah, jumlah ini tidak
pernah dicapai oleh species Plasmodium lain pada manusia.
Walaupun skizogoni eritrosit pada Plasmodium falciparum selesai dalam waktu 48 jam dan
priodisitasnya khas terirana, sering kali pada species ini terdapat 2 atau lebih kelompok-kelokpok parasit,
dengan sporolasi yang tidak singkron, sehingga priodesitas gejala pada penderita menjadi tidak teratur,
29

terutama pada stadium permulaan serangan malaria. Siklus seksual Plasmodium falciparum dalam nyamuk
sama seperti pada Plasmodium yang lain. Siklus berlangsung 22 hari pada suhu 20
0
C, 15 17 hari pada
suhu 23
0
C dan 10 11 hari pada suhu 25
0
C 28
0
C. Pigmen pada obkista berwarna agak hitam dan butir
butinya relative besar, membentuk pola pada kista sebagai lingkaran ganda sekitar tepinya, tetapi dapat
tersusun sebagai lingkaran kecil dipusat atau sebagai garis lurus ganda. Pada hari ke-8 pigmen tidak tampak
kecuali beberapa butir masih dapat dilihat.

E. Patologi dan gejala-gejala.
Masa tunas intrinsic malaria falciparum berlangsung antara 9-14 hari. Penyakitnya mulai dengan
sakit kepala, punggung dan ekstremitas, perasaan dingin, mual, muntah atau diare ringan. Demam mungkin
tidak ada atau ringan dan penderita tidak tampak sakit; diagnosis pada stadium ini tergantung dari anamosis
tentang kepergian penderita ke daerah endemic malaria sebelumnya.
Penyakit berlangsung terus, sakit kepala, punggung dan ekstremitas lebih hebat dan keadaan umum
memburuk. Pada stadium ini penderita tampak gelisah, pikau mental (mentral cunfuncion). Demam tidak
teratur dan tidak menunjukkan perodiditas yang jelas. Keringat keluar banyak walaupun demamnya tidak
tinggi. Nadi dan nafas menjadi cepat. Mual, mu7ntah dan diare menjadi lebih hebat, kadang-kadang batuk
oleh karena kelainan paru. Limpa membesar dan lembek pada perabaan. Hati membesar dan tampak ikterus
ringan. Kadang-kadang dalam urin ditemukan albumin dan torak hialin atau torak granular. Ada anemia
ringan dan leucopenia dengan monositosis serta trombositopenia. Bila pada stadium dini penyakit dapat
didiagnosis dan diobati dengan baik, maka infeksi dapat segera diatasi. Bila pengobatan tidak sempurna,
gejala malaria pernisiosa dapat timbul secara mendadak. Istilah ini diberikan untuk penyulit berat yang
timbul secara tidak terduga pada setiap saat, bila lebih dari 5 % eritrosit di-infeksi.
Pada malaria Falciparum ada tiga macam penyulit:
1. Malaria serebral dapat dimulai secara lambat atau mendadak setelah gejala permulaan.
2. Malaria algida menyerupai syok/renjatan waktu pembedahan.
3. Gejala gastro-intestinal menyerupai disentri atau kolera.
Perbedaan yang penting antara P. falciparum dan lainya adalah parasit ini dapat memodifikasi
permukaan eritrosit yang terinfeksi sehingga stadium aseksual dan gametosit dapat melekat ke endothel
kapiler alat dalam dan plasenta. Akibatnya hanya bentuk cincin P. falciparum yang ditemukan dalam
sirkulasi darah tepi. Secara garis besar eritrosit yang terinfeksi dapat menimbulkan 3 jenis gangguan yaitu:
hemodinamik, imunologik dan metabolic. Gejala klinis malaria yang kompleks merupakan keseluruhan
interaksi ketiga gangguan tersebut.
Penderita malaria falciparum berat biasanya dating dalam keadaan kebingungan atau mengantuk dan
keadaan sangat lemah (tidak dapat duduk atau berdiri). Pada pemeriksaan darah ditemukan P. falciparum
stadium aseksual (tropozoid dan/ atau skizon) dan penyebab lain (infeksi bakteri atau virus) disingkirkan.
Selain itu dapat ditemukan satu atau lebih keadaan dibawah in:
- Malaria otak dengan koma (unarousable coma)
- Anemia normositik berat
- Gagal ginjal akut
- Asidosis metabolic dengan gangguan pernapasan
30

- Edema paru akut
- Hipoglikemia
- Syok dan sepsis
- Perdarahan spontan/DIC (disseminated intravascular coagulation)
- Kejang umum yang berulang.
- Gangguan keseimbangan cairan tubuh dan elektrolit
- Malaria hemoglobinuria (backwater fewer)
Hemolisis intravascular secara besar-besaran dapat terjadi dan memberikan gambaran klinis khas yang
dikenal sebagai blackwater fever atau febris iktero-hemoglobinuria. Gejala dimulai dengan
mendadak, urin berwarna merah tua samapi hitam, muntah cairan yang berwarna empedu, ikterus,
badan cepat lemah dan morolitasnya tinggi. Pada blackwater parasit sedikit sekali, kadang-kadang
tidak ditemukan dalam darah tepi.
- Jaundice (ikterus)
- Demam tinggi
- Hiperparasitemia
Kelompok resiko tinggi untuk menderita malaria berat adalah:
a. Di daerah hiper/holoendemic
- Anak berumur > 6 bulan (angka kematian tinggi pada umur 1-3 tahun)
- Ibu hamil
b. Di daerah hipo/mesoendemic: anak-anak dan orang dewasa
c. Lain-lain:
- Pendatang (antara lain transmigran)
- Pelancong (traveler)
Mortalitas malaria berat masih cukup tinggi, yaitu 20-50% dan hal ini tergantunng umur penderita,
status imun, asal infeksi, fasilitas kesehatan serta kecepatan menegakkan diagnosis dan pengobatan.
Prognosis penderita malaria falciparum berat akan jauh lebih baik bila penderita sudah ditangani dalam 48
jam setelah masuk ke stadium malaria berat.
F. Pengaruh malaria pada sistem kekebalan tubuh
Plasmodium parasit ada dalam berbagai bentuk dalam hati dan darah namun berhasil melarikan diri
sistem kekebalan tubuh. Hal ini karena di sebagian besar bentuk itu berada dalam sel-sel hati dan darah
dan relatif tidak terlihat oleh surveilans kekebalan tubuh.
Biasanya sel darah merah mengalami kerusakan di limpa secara berkala. Sel darah merah yang
terinfeksi terutama mereka dengan Plasmodium falciparum menghindari kehancuran ini dengan
mengembangkan protein perekat pada permukaan sel-sel darah yang terinfeksi, menyebabkan sel-sel darah
untuk menempel pada dinding pembuluh darah kecil. Hal ini menyebabkan eksekusi parasit dari bagian
melalui sirkulasi umum dan limpa. Protein ini juga diduga menjadi penyebab komplikasi yang disebabkan
oleh jenis parasit malaria. Mereka disebut PfEMP1, untuk Plasmodium falciparum eritrosit membran
31

protein 1 dan memiliki berbagai dan keragaman dan dengan demikian tidak dapat ditargetkan oleh antibodi
yang terbentuk dalam tubuh.
G. Diagnosis
Diagnosis malaria falcifarum dapat dibuat dengan menemukan parasit trofozoit muda ( bentuk cincin
) tanpa atau dengan stadium gametosit dalam sediaan darah tepi. Pada autopsy dapat ditemukan pigmen dan
parasit dalam kapiler otak dan alat-alat dalam.
Diagnosis banding malaria
Manifestasi klinis malaria sangat bervariasi dari gejala yang ringan sampai berat, terutama dengan
penyakit-penyakit di bawah ini :
Malaria tanpa komplikasi harus dapat dibedakan dengan penyakit infeksi lain sebagai berikut :
1. Demam tifoid : Demam lebih dari 7 hari ditambah keluhan sakit kepala, sakit perut (diare, obstipasi),
lidah kotor, bradikardi relatif, roseola, leukopenia, limfositosis relatif, aneosinofilia, uji Widal positif
bermakna, biakan empedu positif.
2. Demam dengue : Demam tinggi terus menerus selama 2 7 hari, disertai keluhan sakit kepala, nyeri
tulang, nyeri ulu hati, sering muntah, uji torniquet positif, penurunan jumlah trombosit dan peninggian
hemoglobin dan hematokrit pada demam berdarah dengue, tes serologi inhibisi hemaglutinasi, IgM
atau IgG anti dengue positif.
3. Leptospirosis ringan : Demam tinggi, nyeri kepala, mialgia, nyeri perut, mual, muntah, conjunctival
injection (kemerahan pada konjungtiva bola mata), dan nyeri betis yang menyolok. Pemeriksaan
serologi Microscopic Agglutination Test (MAT) atau tes Leptodipstik positif.
Malaria berat dibedakan dengan penyakit infeksi lain sebagai berikut :
1. Radang otak (meningitis/ensefalitis): Penderita panas dengan riwayat nyeri kepala yang progresif,
hilangnya kesadaran, kaku kuduk, kejang dan gejala neurologis lainnya.
2. Stroke (gangguan serebrovaskuler): Hilangnya atau terjadi gangguan kesadaran, gejala neurologik
lateralisasi (hemiparese atau hemiplegia), tanpa panas dan ada penyakit yang mendasari (hipertensi,
diabetes mellitus dan lain-lain).
3. Tifoid ensefalopati: Gejala demam tifoid ditandai dengan penurunan kesadaran dan tanda-tanda demam
tifoid lainnya (khas adalah adanya gejala abdominal seperti nyeri perut,diare).
4. Hepatitis: Prodromal hepatitis (demam, mual, nyeri pada hepar, muntah, tidak bisa makan diikuti
dengan timbulnya ikterus tanpa panas), mata atau kulit kuning, urin seperti air teh. Kadar SGOT dan
SGPT meningkat > 2 x.
5. Leptospirosis berat: Demam dengan ikterus, nyeri pada betis, nyeri tulang, riwayat pekerjaan yang
menunjang adanya transmisi leptospirosis (pembersih got, sampah dan lain lain), leukositosis, gagal
ginjal dan sembuh dengan pemberian antibiotika (penisilin).
32

6. Glomerulonefritis akut atau kronik: Gagal ginjal akut akibat malaria umumnya memberikan respon
terhadap pengobatan malaria secara dini dan adekuat.
7. Sepsis: Demam dengan fokal infeksi yang jelas, penurunan kesadaran, gangguan sirkulasi, leukositosis
dengan granula-toksik yang didukung hasil biakan mikrobiologi.
8. Demam berdarah dengue atau Dengue shock syndrome: Demam tinggi terus menerus selama 2 7
hari, disertai syok atau tanpa syok dengan keluhan sakit kepala, nyeri tulang, nyeri ulu hati, manifestasi
perdarahan (epistaksis, gusi, petekie, purpura, hematom, hemetemesis dan melena), sering muntah, uji
torniquet positif, penurunan jumlah trombosit dan peninggian hemoglobin dan hematokrit, tes serologi
inhibisi hemaglutinasi, IgM atau IgG anti dengue positif.

H. Resistensi parasit malaria terhadap obat malaria.
Resistensi adalah kemampuan strain parasit untuk tetap hidup, berkembangbiak dan menimbulkan
gejala penyakit, walaupun diberi pengobatan terhadap parasit dalam dosis standar atau dosis yang lebih
tinggi yang masih dapat ditoleransi. Resistensi P.falciparum terhadap obat malaria golongan 4
aminokuinolin (klorokuin dan amodiakuin untuk pertama kali ditemukan pada tahun 1960 -1961 di
Kolombia dan Brasil. Kemudian secara berturut-turut ditemukan di Asia Tenggara, di Muangthai, Kamboja,
Malaysia, Laos, Vietnam, Filifina. Di Indonesia ditemukan di Kalimantan timur (1974), Irian Jaya (1976),
Sumatera Selatan (1978), Timor Timur (1974), Jawa Tengah (Jepara, 1981) dan Jawa Barat (1981). Focus
resistensi tidak mengcakup semua daerah, parasit masih sensitive dibeberapa tempat di daerah tersebut.
Bila resistensi P.Falciparum terhadap klorokuin sudah dapat dipastikan, obat malaria lain dapat
diberikan , antara lain:
4. Kombinasi sulfadoksin 1000 mg dan pirimetamin 25 mg per tablet dalam dosis tunggal sebanyak 2-3
tablet.
5. Kina 3 x 2 tablet selama 7 hari.
6. Antibiotik seperti tetrasiklin 4 x 250 mg/hari selama 7-10 hari, minosiklin 2 x 100 mg/hari selama 7
hari.
7. Kombinasi kombinasi lain : kina dan tetrasiklin.
Mengapa parasit malaria menjadi resisten terhadap klorokuin, amsih belum diketahui dengan pasti.
Ada beberapa kemungkinan yaitu:
9. Mungkin parasit itu tidak mempunyai tempat (site) untuk mengikat klorokuin sehingga obat ini tidak
dapat dikonsentrasi dalam sel darah merah,
10. Plasmodium yang resisten mempunyai jalur biokimia (biochemical pathway) lain untuk mengadakan
sintesis asam amino sehingga dapat menghindarkan pengaruh klorokuin,
11. Mutasi spontan dibawah tekanan otot.
Criteria untuk menentukan resistensi parasit malaria terhadap 4-aminokuinolin dilapangan telah
ditentukan oleh WHO dengan cara in vivo dan in vitro. Derajat resistensi terhadapobat secara in vivo dapat
dibagi menjadi:
- S : Sensitive dengan parasit yang tetap menghilang setelah pengobatan dan diikuti selama 4 minggu.
33

- R I : Resistensi tingkat I dengan rekrusesensi lambat atau dini (pada minggu ke 3 sampai ke 4 atau
minggu ke 2)
- R II : Resistensi tingkat II dengan jumlah parasit menurun pada tingkat I.
- R III : Resistensi tingkat III dengan jumlah parasit tetap sama atau meninggi pada minggu ke I.
Akhir akhir ini ada laporan dari beberapa Negara (Bombay India, Myanmar, Papua Nugini,
Kepulauan Solomon, Brasil) dan dari Indonesia (Pulau nias Sumatera Utara, Florest NTT, Lembe Sulawesi
Utara, Irian Jaya) mengenai P.vivax yang resistensi ditentukan dengan cara mengukur konsentrasi klorokuin
dalam darah atau serum penderita.

I. Pengobatan dan Pencegahan Penyakit Malaria
Klasifikasi biologi obat malaria Berdasarkan suseptibilitas berbagai stadium parasit malaria terhadap obat
malaria maka obat malaria di bagi dalam 5 golongan:
1. Skizontosida jaringan primer : proguanil, pirimetamin, dapat membasmi parasit pra eritrosit sehingga
mencegah masuknya parasit ke dalam eritrosit digunakan sebagai profilaksis kausal.
2. Skizontosida jaringan sekunder primakuin, membasmi parasit daur eksoeritrosit atau bentuk-bentuk
jaringan P. vivax dan P. ovale dan digunakan untuk pengobatan radikal infeksi ini sebagai obat anti
relaps.
3. Skizontosida darah : membasmi parasit stadium eritrosit yang berhubungan dengan penyakit akut
disertai gejala klinis.
4. Gametositosida : menghancurkan semua bentuk seksual termasuk stadium gametosit P.falcifarum , juga
mempengaruhi stadium perkembangan parasit malaria dalam nyamuk Anopheles betina
5. Sporontosida : mencegah atau menghambat gametosit dalam darah untuk membentuk ookista dan
sporozoit dalam nyamuk Anopheles
Obat-obat malaria yang ada dapat dibagi dalam 9 golongan menurut rumus kimianya :
1. Alkaloid cinchona (kina)
2. 8-aminokuinolin (primakuin)
3. 9-aminoakridin (mepakrin)
4. 4-aminokuinolin (klorokuin, amodiakuin)
5. Biguanida(proguanil)
6. Diaminopirimidin (pirimetamin, trimetoprim)
7. Sulfon dan sulfonamide
8. Antibiotic ( tetrasiklin, minosiklin, klindamisin )
9. Kuinilinmetanol dan fenantrenmetanol ( meflokuin )

Penggunaan Obat malaria
Suatu obat mempunyai beberapa kegunaan yang dapat dipengaruhi beberapa factor, seperti spesies parasit
malaria, respon terhadap obat tersebut, adanya kekebalan parsial manusia, risiko efek toksik, ada tidaknya
obat tersebut di pasaran, pilihan dan harga obat. Penggunaan obat malaria yang utama ialah sebagai
pengobatan pencegahan (profilaksisi ), pengobatan kuratif ( terapeutik ), dan pencegahan transmisi.
34

1. Pengobatan pencegahan (profilaksis). Obat diberikan dengan tujuan mencegah terjadinya infeksi atau
timbulnya gejala. Semua skizontisida darah adalah obat profilaksis klinis atau supresif dan ternyata bila
pengobatan diteruskan cukup lama , infeksi malaria dapat lenyap.
2. Pengobatan terapeutik (kuratif). Obat digunakan untuk pengobatan infeksi yang telah ada,
penanggulangan serangan akut dan pengobatan radikal. Pengobatan serangan akut dapat dilakukan
dengan skizontosida.
3. Pengobatan pencegahan transmisi. Obat yang efektif terhadap gametosit, sehingga dapat mencegah
infeksi pada nyamuk atau mempengaruhi perkembangan sporogonik pada nyamuk adalah
gametositosida atau sporontosida
Pada pemberantasan penyakit malaria, penggunaan obat secara operasional tergantung pada
tujuannya. Bila obat malaria digunakan oleh beberapa individu untuk pencegahan infeksi, maka disebut
proteksi individu atau profilaksis individu.Dalam program pemberantasan malaria cara pengobatan yang
terpenting adalah pengobatan presumtif, pengobatan radikal, dan pengobatan missal. Pengobatan presumtif
adalah pengobatan kasus malaria pada waktu darahnya diambil untuk kemudian dikonfirmasi infeksi
malarianya.
Pengobatan radikal dilakukan dentgan tujuan membasmi semua parasit yang ada dan mencegah
timbulnya relaps. Pengobatan misal dilakukan di daerah dengan endemisitas tinggi. Tiap orang harus
mendapat pengobatan secara teratur dengan dosis yang telah ditentukan.
Dosis obat malaria
Dosis obat malaria tanpa keterangan khusus berarti bahwa dosis tersebut diberikan kepada orang
dewasa dengan BB kurang lebih 60 kg. Dosis tersebut dapat disesuaikan BB ( 25 mg/kg BB dosis total.

Pencegahan penyakit malaria
Ada pendekatan empat langkah pencegahan malaria:
- Kesadaran risiko malaria dan risiko komplikasi yang terkait dengan itu adalah langkah pertama dalam
pencegahan. Wisatawan ke daerah-daerah dengan tingginya insiden malaria perlu menyadari risiko
mereka dan mengambil tindakan pencegahan yang memadai.
- Pencegahan gigitan nyamuk. Sebuah gigitan sudah cukup untuk menularkan infeksi malaria.
Perlindungan yang memadai terhadap gigitan nyamuk adalah penting. Langkah-langkah sederhana
seperti memakai pakaian tertutup, menggunakan kelambu dan menggunakan penolak serangga
membantu dalam mencegah gigitan. Penghindaran lengkap gigitan tidak mungkin namun jumlah
gigitan dapat dikurangi sebanyak mungkin.
- Antimalaria tablet untuk pencegahan infeksi. Sebuah kursus lengkap obat resep sebelum, selama dan
sesudah perjalanan adalah penting dalam pencegahan terkena infeksi. Ini disebut kemoprofilaksis dan
berguna bagi wisatawan.
- Diagnosis Segera setelah timbulnya gejala membantu mencegah komplikasi malaria. Gejala bisa
muncul setelah setahun setelah bepergian dan ini perlu dipertimbangkan saat mendiagnosa dan
mengobati malaria.
35

o Malaria Tropica/tertiana/Maligna
Menurut sejarah kata malaria berasal dari bahasa Italia yang terdiri dari dua suku kata, mal dan aria yang
berarti udara yang jelek. Mungkin orang Italia pada masa dahulu mengira bahwa penyakit ini penyebabnya ialah
musim dan udara yang jelek. Penyakit malaria sudah dikenal sejak 4000 tahun yang lalu yang mungkin sudah
mempengaruhi populasi dan sejarah manusia.
Dalam sejarah peradaban umat manusia, penyakit malaria disebabkan oleh protozoa genus plasmodium
merupakan penyakit yang paling banyak mengakibatkan penderitaan dan kematian sampai saat ini. Pembesaran
limpa akibat penyakit malaria, telah ditemukan pada mummi Mesir lebih dari 3000 tahun yang lalu. Antigen
malaria telah dideteksi pada sampel kulit dan paru-paru dari malaria mummi tahun 3200 dan 1304 SM (Miller et
al., 1994).

Malaria tropica/ Maligna(berat) adalah malaria yang disebabkan oleh plasmodium falciparum

Gejala Malaria
Secara klinis, gejala dari penyakit malaria terdiri atas beberapa serangan demam dengan interval tertentu yang
diselingi oleh suatu periode dimana penderita bebas sama sekali dari demam.Gejala klinis malaria antara lain
sebagai berikut.8
a. Badan terasa lemas dan pucat karena kekurangan darah dan berkeringat.
b. Nafsu makan menurun.
c. Mual-mual kadang-kadang diikuti muntah.
d. Sakit kepala yang berat, terus menerus, khususnya pada infeksi dengan plasmodium Falciparum.
e. Dalam keadaan menahun (kronis) gejala diatas, disertai pembesaran limpa.
f. Malaria berat, seperti gejala diatas disertai kejang-kejang dan penurunan.
g. Pada anak, makin muda usia makin tidak jelas gejala klinisnya tetapi yang menonjol adalah mencret (diare)
dan pusat karena kekurangan darah (anemia) serta adanya riwayat kunjungan ke atau berasal dari daerah
malaria.
Malaria menunjukkan gejala-gejala yang khas, yaitu:
a. Demam berulang yang terdiri dari tiga stadium: stadium kedinginan, stadium panas, dan stadium berkeringat
b. Splenomegali (pembengkakan limpa)
c. Anemi yang disertai malaise
Serangan malaria biasanya berlangsung selama 6-10 jam dan terdiri dari tiga tingkatan, yaitu:

Stadium dingin
Stadium ini mulai dengan menggigil dan perasaan yang sangat dingin. Gigi gemeretak dan penderita biasanya
menutup tubuhnya dengan segala macam pakaian dan selimut yang tersedia nadi cepat tetapi lemah. Bibir dan
jari jemarinya pucat kebiru-biruan, kulit kering dan pucat. Penderita mungkin muntah dan pada anak-anak
sering terjadi kejang. Stadium ini berlangsung antara 15 menit sampai 1 jam.
Stadium Demam
Setelah merasa kedinginan, pada stadium ini penderita merasa kepanasan. Muka merah, kulit kering dan terasa
sangat panas seperti terbakar, sakit kepala dan muntah sering terjadi, nadi menjadi kuat lagi. Biasanya penderita
merasa sangat haus dan suhu badan dapat meningkat sampai 41C atau lebih. Stadium ini berlangsung antara 2
36

sampai 4 jam. Demam disebabkan oleh pecahnya skizon darah yang telah matang dan masuknya merozoit darah
ke dalam aliran darah. Pada P. vivax dan P. ovale skizon-skizon dari setiap generasi menjadi matang setiap 48
jam sekali sehingga demam timbul setiap tiga hari terhitung dari serangan demam sebelumnya. Nama malaria
tertiana bersumber dari fenomena ini. Pada P. malaria, fenomena tersebut 72 jam sehingga disebut malaria P.
vivax/P. ovale, hanya interval demamnya tidak jelas. Serangan demam diikuti oleh periode laten yang lamanya
tergantung pada proses pertumbuhan parasit dan tingkat kekebalan yang kemudian timbul pada penderita.
Stadium Berkeringat
Pada stadium ini penderita berkeringat banyak sekali sampai-sampai tempat tidurnya basah. Suhu badan
meningkat dengan cepat, kadang-kadang sampai dibawah suhu normal. Penderita biasanya dapat tidur nyenyak.
Pada saat bangun dari tidur merasa lemah tetapi tidak ada gejala lain, stadium ini berlangsung antara 2 sampai 4
jam.
Gejala-gejala yang disebutkan diatas tidak selalu sama pada setiap penderita, tergantung pada spesies parasit dan
umur dari penderita, gejala klinis yang berat biasanya terjadi pada malaria tropika yang disebabkan oleh
plasmodium falciparum. Hal ini disebabkan oleh adanya kecenderungan parasit (bentuk trofozoit dan skizon)
untuk berkumpul pada pembuluh darah organ tubuh seperti otak, hati dan ginjal sehingga menyebabkan
tersumbatnya pembuluh darah pada organ-organ tubuh tersebut. Gejala berupa koma/pingsan, kejang-kejang
sampai tidak berfungsinya ginjal. Kematian paling banyak disebabkan oleh jenis malaria ini. Kadangkadang
gejalanya mirip kolera atau disentri. Black water fever yang merupakan gejala berat adalah munculnya
hemoglobin pada air seni yang menyebabkan warna air seni menjadi merah tua atau hitam. Gejala lain dari
black water fever adalah ikterus dan muntah-muntah yang warnanya sama dengan warna empedu, black water
fever biasanya dijumpai pada mereka yang menderita infeksi P. falcifarum yang berulang -ulang dan infeksi
yang cukup berat.
Secara klasik demam terjadi setiap dua hari untuk parasit tertiana (P. falciparum, P. vivax, dan P. ovale) dan
setiap tiga hari untuk parasit quartan (P. malariae). CDC (2004) dalam Sembel (2009) mengemukakan bahwa
karakteristik parasit malaria dapat mempengaruhi adanya malaria dan dampaknya terhadap populasi manusia. P.
falciparum lebih menonjol di Afrika bagian selatan Sahara dengan jumlah penderita yang lebih banyak,
demikian juga yang meninggal dibandingkan dengan daerah-daerah tempat parasit yang lain lebih menonjol. P.
Vivax dan P. ovale memiliki tingkatan hynozoites yang dapat tetap dorman dalam sel hati untuk jangka waktu
tertentu (bulan atau tahun) sebelum direaktivasi dan menginvasi darah. P. falciparum dan P. vivax kemungkinan
mampu mengembangkan ketahanannya terhadap obat antimalaria

Penularan Malaria
Malaria ditularkan ke penderita dengan masuknya sporozoit plasmodium melalui gigitan nyamuk betina
Anopheles yang spesiesnya dapat berbeda dari satu daerah dengan daerah lainnya. Terdapat lebih dari 15 spesies
nyamuk Anopheles yang dilaporkan merupakan vektor malaria di Indonesia. Penularan malaria dapat juga
terjadi dengan masuknya parasit bentuk aseksual (tropozoit) melalui transfusi darah, suntikan atau melalui
plasenta (malaria congenital).6 Dikenal adanya berbagai cara penularan malaria:
1. Penularan secara alamiah (natural infection)10
Penularan ini terjadi melalui gigitan nyamuk anopheles betina yang infektif. Nyamuk menggigit orang sakit
malaria maka parasit akan ikut terhisap bersama darah penderita malaria. Di dalam tubuh nyamuk parasit akan
37

berkembang dan bertambah banyak, kemudian nyamuk menggigit orang sehat, maka melalui gigitan tersebut
parasit ditularkan ke orang lain

Penularan yang tidak alamiah
a. Malaria bawaan (congenital)
Terjadi pada bayi yang baru dilahirkan karena ibunya menderita malaria. Disebabkan adanya kelainan pada
sawar plasenta sehingga tidak ada penghalang infeksi dari ibu kepada bayi yang dikandungnya.
b. Secara mekanik
Penularan terjadi melalui transfusi darah atau melalui jarum suntik. Penularan melalui jarum suntik banyak
terjadi pada para pecandu obat bius yang menggunakan jarum suntik yang tidak steril.
c. Secara oral (melalui mulut)
Cara penularan ini pernah dibuktikan pada burung, ayam (P.gallinasium) burung dara (P.Relection) dan monyet
(P.Knowlesi). Pada umumnya sumber infeksi bagi malaria pada manusia adalah manusia lain yang sakit malaria
baik dengan gejala maupun tanpa gejala klinis. Kecuali bagi simpanse di Afrika yang dapat terinfeksi oleh
penyakit malaria, belum diketahui ada hewan lain yang dapat menjadi sumber bagi plasmodium yang biasanya
menyerang manusia. Malaria, baik yang disebabkan oleh P. falciparum, P. vivax, P. malariae dan P. ovale
semuanya ditularkan oleh nyamuk anopheles. Nyamuk yang menjadi vektor penular malaria adalah Anopheles
sundaicus, Anopheles aconitus, Anopheles barbirostris, Anopheles subpictus, dan sebagainya.

Pencegahan Primer

a. Tindakan terhadap manusia
1. Edukasi adalah faktor terpenting pencegahan malaria yang harus diberikan kepada setiap pelancong atau
petugas yang akan bekerja di daerah endemis. Materi utama edukasi adalah mengajarkan tentang cara penularan
malaria, risiko terkena malaria, dan yang terpenting pengenalan tentang gejala dan tanda malaria, pengobatan
malaria, pengetahuan tentang upaya menghilangkan tempat perindukan.
2. Melakukan kegiatan sistem kewaspadaan dini, dengan memberikan penyuluhan pada masyarakat tentang cara
pencegahan malaria.
3. Proteksi pribadi, seseorang seharusnya menghindari dari gigtan nyamuk dengan menggunakan pakaian
lengkap, tidur menggunakan kelambu, memakai obat penolak nyamuk, dan menghindari untuk mengunjungi
lokasi yang rawan malaria.
4. Modifikasi perilaku berupa mengurangi aktivitas di luar rumah mulai senja sampai subuh di saat nyamuk
anopheles umumnya mengigit.
b. Kemoprofilaksis (Tindakan terhadap Plasmodium sp)

Walaupun upaya pencegahan gigitan nyamuk cukup efektif mengurangi paparan dengan nyamuk, namun tidak
dapat menghilangkan sepenuhnya risiko terkena infeksi. Diperlukan upaya tambahan, yaitu kemoprofilaksis
untuk mengurangirisiko jatuh sakit jika telah digigit nyamuk infeksius. Beberapa obat-obat antimalaria yang
saat ini digunakan sebagai kemoprofilaksis adalah klorokuin, meflokuin (belum tersedia di Indonesia),
doksisiklin, primakuin dan sebagainya. Dosis kumulatif maksimal untk pengobatan pencegahan dengan
38

klorokuin pada orang dewasa adalah 100 gram basa. Untuk mencegah terjadinya infeksi malaria terhadap
pendatang yang berkunjung ke daerah malaria pemberian obat dilakukan setiap minggu; mulai minum obat 1-2
minggu sebelum mengadakan perjalanan ke endemis malaria dan dilanjutkan setiap minggu selama dalam
perjalanan atau tinggal di daerah endemis malaria dan selama 4 minggu setelah kembali dari daerah tersebut.
Pengobatan pencegahan tidak diberikan dalam waktu lebih dari 12-20 minggu dengan obat yang sama. Bagi
penduduk yang tinggal di daerah risiko tinggi malaria dimana terjadi penularan malaria yang bersifat musiman
maka upaya pencegahan terhadap gigitan nyamuk perlu ditingkatkan sebagai pertimbangan alternatif terhadap
pemberian pengobatan profilaksis jangka panjang dimana kemungkinan terjadi efek samping sangat besar.

c. Tindakan terhadap vektor
c1. Pengendalian secara mekanis Dengan cara ini, sarang atau tempat berkembang biak serangga dimusnahkan,
misalnya dengan mengeringkan genangan air yang menjadi sarang nyamuk. Termasuk dalam pengendalian ini
adalah mengurangi kontak nyamuk dengan manusia, misalnya memberi kawat nyamuk pada jendela dan jalan
angin lainnya
2. Pengendalian secara biologis Pengendalian secara biologis dilakukan dengan menggunakan makhluk hidup
yang bersifat parasitik terhadap nyamuk atau penggunaan hewan predator atau pemangsa serangga. Dengan
pengendalian secara biologis ini, penurunan populasi nyamuk terjadi secara alami tanpa menimbulkan gangguan
keseimbangan ekologi. Memelihara ikan pemangsa jentik nyamuk, melakukan radiasi terhadap nyamuk jantan
sehingga steril dan tidak mampu membuahi nyamuk betina. Pada saat ini sudah dapat dibiakkan dan diproduksi
secara komersial berbagai mikroorganisme yang merupakan parasit nyamuk. Bacillus thuringiensis merupakan
salah satu bakteri yang banyak digunakan, sedangkan Heterorhabditis termasuk golongan cacing nematode yang
mampu memeberantas serangga. Pengendalian nyamuk dewasa dapat dilakukan oleh masyarakat yang memiliki
temak lembu, kerbau, babi. Karena nyamuk An. aconitus adalah nyamuk yang senangi menyukai darah binatang
(ternak) sebagai sumber mendapatkan darah, untuk itu ternak dapat digunakan sebagai tameng untuk melindungi
orang dari serangan An. aconitus yaitu dengan menempatkan kandang ternak diluar rumah (bukan dibawah
kolong dekat dengan rumah).
3. Pengendalian secara kimiawi Pengendalaian secara kimiawi adalah pengendalian serangga mengunakan
insektisida. Dengan ditemukannya berbagai jenis bahan kimiayang bersifat sebagai pembunuh serangga yang
dapat diproduksi secara besar-besaran, maka pengendalian serangga secara kimiawi berkembang pesat..

Pencegahan Sekunder
a. Pencarian penderita malaria
Pencarian secara aktif melalui skrining yaitu dengan penemuan dini penderita malaria dengan dilakukan
pengambilan slide darah dan konfirmasi diagnosis (mikroskopis dan /atau RDT (Rapid Diagnosis Test)) dan
secara pasif dengan cara malakukan pencatatan dan pelaporan kunjungan kasus malaria.
b. Diagnosa dini
1. Gejala Klinis Diagnosis malaria sering memerlukan anamnesis yang tepat dari penderita tentang keluhan
utama (demam, menggigil, berkeringat dan dapat disertai sakit kepala, mual, muntah, diare, dan nyeri otot atau
pegal-pegal), riwayat berkunjung dan bermalam 1-4 minggu yang lalu ke daerah endemis malaria, riwayat
39

tinggal di daerah endemis malaria, riwayat sakit malaria, riwayat minum obat malaria satu bulan terakhir,
riwayat mendapat transfusi darah. Selain itu juga dapat dilakukan pemeriksaan fisik berupa
1.1. Demam (pengukuran dengan thermometer 37.5 C)
1.2. Anemia b.1.3. Pembesaran limpa (splenomegali) atau hati (hepatomegali)
b.2. Pemeriksaan Laboratorium
2.1. Pemeriksaan mikroskopis
2.2. Tes Diagnostik Cepat (RDT, Rapid Diagnostic Test)
Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui kondisi umum penderita, meliputi
pemeriksaan kadar hemoglobin, hematokrit, jumlah leukosit, eritrosit dan trombosit. Bisa juga dilakukan
pemeriksaan kimia darah, pemeriksaan foto toraks, EKG (Electrokardiograff), dan pemeriksaan lainnya.
c. Pengobatan yang tepat dan adekuat

Berbeda dengan penyakit-penyakit yang lain, malaria tidak dapat disembuhkan meskipun dapat diobati untuk
menghilangkan gejala-gejala penyakit. Malaria menjadi penyakit yang sangat berbahaya karena parasit dapat
tinggal dalam tubuh manusia seumur hidup. Sejak 1638, malaria diobati dengan ekstrak kulit tanaman cinchona.
bahan ini sangat beracun tetapi dapat menekan pertumbuhan protozoa dalam darah. Saat ini ada tiga jenis obat
anti malaria, yaitu Chloroquine, Doxycyline, dan Melfoquine. Tanpa pengobatan yang tepat akan dapat
mengakibatkan kematian penderita. Pengobatan harus dilakukan 24 jam sesudah terlihat adanya
gejala.4Pengobatan spesifik untuk semua tipe malaria: c.1. Pengobatan untuk mereka yang terinfeksi malaria
adalah dengan menggunakan chloroquine terhadap P. falciparum, P. vivax, P. malariae dan P. ovale yang masih
sensitif terhadap obat tersebut. c.2. Untuk pengobatan darurat bagi orang dewasa yang terinfeksi malaria dengan
komplikasi berat atau untuk orang yang tidak memungkinkan diberikan obat peroral dapat diberikan obat
Quinine dihydrochloridec.3. Untuk infeksi malaria P. falciparum yang didapat di daerah dimana ditemukan
strain yang resisten terhadap chloroquine, pengobatan dilakukan dengan memberikan quinine. c.4. Untuk
pengobatan infeksi malaria P. vivax yang terjadi di Papua New Guinea atau Irian Jaya (Indonesia) digunakan
mefloquine. c.5. Untuk mencegah adanya infeksi ulang karena digigit nyamuk yang mengandung malaria P.
vivax dan P. ovale berikan pengobatan dengan primaquine. Primaquine tidak dianjurkan pemberiannya bagi
orang yang terkena infeksi malaria bukan oleh gigitan nyamuk (sebagai contoh karena transfusi darah) oleh
karena dengan cara penularan infeksi malaria seperti ini tidak ada fase hati.4
3. Pencegahan Tertier
a. Penanganan akibat lanjut dari komplikasi malaria

Kematian pada malaria pada umumnya disebabkan oleh malaria berat karena infeksi P. falciparum. Manifestasi
malaria berat dapat bervariasi dari kelainan kesadaran sampai gangguan fungsi organ tertentu dan gangguan
metabolisme. Prinsip penanganan malaria berat:
a.1. Pemberian obat malaria yang efektif sedini mungkin
a.2. Penanganan kegagalan organ seperti tindakan dialisis terhadap gangguan fungsi ginjal, pemasangan
ventilator pada gagal napas.
a.3. Tindakan suportif berupa pemberian cairan serta pemantauan tanda vital untuk mencegah memburuknya
fungsi organ vital.
40


Rehabilitasi mental/ psikologis
Pemulihan kondisi penderita malaria,memberikan dukungan moril kepada penderita dan keluarga di dalam
pemulihan dari penyakit malaria, melaksanakan rujukan pada penderita yang memerlukan pelayanan tingkat
lanjut.

o Pemeriksaan Fisik, lab, dan penunjang
A. Pemeriksaan Tes Darah Untuk Manusia
Pemeriksaan mikroskopik darah tepi untuk menemukan adanya parasit malaria adalah sangat penting
untuk penegakkan diagnosa. Pemeriksaan sebaiknya dilakukan oleh tenaga laboratorik yang berpengalaman
dalam pemeriksaan parasit malaria. Pemeriksaan pada saat pasien demam atau panas dapat meningkatkan
kemungkinan ditemukannya parasit. Pemeriksaan darah tepi dapat dilakukan melalui:
Tetesan preparat darah tebal
Pemeriksaan parasit dilakukan selama 5 menit (diperkirakan100 lapang pandangan dengan
pembesaran kuat). Preparat dinyatakan negatif bila setelah diperiksa 200 lapang pandangan dengan
pembesaran kuat 700-1000 kali tidak ditemukan parasit. Hitung parasit dapat dilakukan pada tetes tebal
dengan menghitung jumlah parasit per 200 leukosit. Bila leukosit 10.000l maka hitung parasitnya ialah
jumlah parasit dikalikan 50 merupakan jumlah parasit per mikro-liter darah (Harijanto, 2009).
Tetesan darah tipis
Digunakan untuk indentifikasi jenis plasmodium, bila dengan preparat darah tebal sulit ditentukan.
Kepadatan parasit dinyatakan sebagai hitung parasit (parasite count), dapat dilakukan berdasar jumlah
eritrosit yang mengandung parasit per 1000 sel darah merah. Bila jumlah parasit >100.000l darah
menandakan infeksi yang berat. Hitung parasit penting untuk menentukan prognosa penderita malaria,
walaupun komplikasi juga dapat timbul dengan jumlah parasit yang minimal. Pengecetan dilakukan dengan
cat Giemsa, atau Leishmans atau Fields dan juga Romanowsky (Harijanto, 2009).
B. Tes Antigen: P-F test
Yaitu mendeteksi antigen dari P. Falciparum (Histidine Rich Protein II). Deteksi sangat cepat hanya
3-5 menit, tidak memerlukan latihan khusus, sensitivitasnya baik, tidak memerlukan alat khusus. Deteksi
untuk antigen vivax sudah beredar dipasaran yaitu dengan metode ICT (Harijanto, 2009).
Ima (2005) mengatakan bahwa secara umum ICT memiliki tiga target antigen yang dapat dideteksi,
yaitu:
41

1) parasite lacatate dehydrogenase (pLDH) yang merupakan enzim glikolitik pada Plasmodium sp., yang
dihasilkan pada tahap seksual dan aseksual parasit, beberapa tes menyertakan antibodi untuk P. vivax-
specific pLDH;
2) histidine rich protein 2 (HRP-2, hanya ditemukan pada P. falciparum) yang merupakan protein larut air
yang dihasilkan pada tahap aseksual dan gametosit P. falciparum dan diekspresikan pada membran
eritrosit; dan
3) aldolase (antigen pan-malarial, ditemukan pada semua spesies malaria).
Tes sejenis dengan mendeteksi lactat dehidrogenase dari plasmodium (pLDH) dengan cara
immunochromatographic telah dipasarkan dengan nama tes OPTIMAL. Optimal dapat mendeteksi dari 0-
200 parasit/l darah dan dapat membedakan apakah infeksi P. falciparum atau P. vivax. Sensitivitas samapi
95% dan hasil positif salah lebih rendah dari tes deteksi HRP-2. Tes ini sekarang dikenal sebagai tes cepat
(Rapid test) (Harijanto, 2009).
C. Tes Serologi
Tes serologi mulai diperkenalkan sejak tahun 1962 dengan memakai tehnik indirect fluorescent
antibody test. Tes ini berguna mendeteksi adanya antibodi spesifik terhadap malaria atau pada keadaan
dimana parasit sangat minimal. Tes ini kurang bermanfaat sebagai alat diagnostik sebab antibodi baru terjadi
setelah beberapa hari parasitemia. Manfaat tes serologi terutama untuk penelitian epidemiologi atau alat uji
saring donor darah. Titer >1:200 dianggap sebagai infeksi baru; dan test >1:20 dinyatakan positif. Metode
tes serologi antara lain indirect haemagglutination test, immuno-precipitation techniques, ELISA test, dan
radio-immunoassay (Harijanto, 2009).
1) Deteksi antigen spesifik
Teknik ini menggunakan prinsip pendeteksian antibodi spesifik dari parasit Plasmodium yang ada
dalam eritrosit. Beberapa teknik yang dapat dipilh diantarany adalah:
Radio immunoassay
Enzym immunoassay
Immuno cromatography
Penemuan adanya antigen pada teknik ini memberikan gambaran bahwa pada saat dilakukan
pemeriksaan parasit masih ada dalam tubuh penderita. Kelemahan dari teknik ini adalah tidak dapat
memberikan gambaran derajat parasitemia.
2) Deteksi antibodi
Teknik deteksi antibodi ini tidak dapat memberikan gambaran bahwa infeksi sedang berlangsung.
Bisa saja antibodi yang terdeteksi merupakan bentuk reaksi immunologi dari infeksi di masa lalu
(Abdullah, 2007). Beberapa teknik deteksi antibodi ini antara lain:
Indirect immunofluoresense Test (IFAT)
Latex Agglutination Test (LAT)
Avidin Biotin Peroxidase Complex Elisa
42

Menurut Doderer (2007), dalam hal menganalisa malaria ELISA lebih baik dalam mendeteksi
antibodi dibandingkan dengan IFAT .
D. Pemeriksaan PCR (Polymerase Chain Reaction)
Pemeriksaan ini dianggap sangat peka dengan teknologi amplifikasi DNA, waktu yang dipakai cukup
cepat dan sensitivitas maupun spesifisitasnya tinggi. Keunggulan tes ini walaupun jumlah parasit sangat
sedikit dapat memberikan hasil positif. Tes ini baru dipakai sebagai sarana penelitian dan belum untuk
pemeriksaan rutin (Harijanto, 2009). Teknik ini bertujuan untuk mengidentifikasi rangkaian DNA dari
tersangka penderita. Apabila ditemukan rangkaian DNA yang sama dengan rangkaian DNA parasit
Plasmodium maka dapat dipastikan keberadaan Plasmodium.
Pemeriksaan ini penting untuk membedakan antara re-infeksi dan rekrudensi pada P.falcifarum.
Selain itu dapat digunakan untuk identifikasi spesies Plasmodium yang jumlah parasitnya rendah atau di
bawah batas ambang mikroskopis. Pemeriksaan dengan menggunakan PCR juga sangat penting dalam
eliminasi malaria karena dapat membedakan antara parasit impor atau indigenous.
Selain pemeriksaan di atas, pada malaria berat pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan berupa:
pengukuran hemoglobin dan hematokrit; hitung jumlah leukosit, trombosit; kimia darah lain (gula darah, serum
bilirubin, SGOT & SGPT, alkali fosfatase, albumin/globulin, ureum, kreatinin, natrium dan kalium, analisis gas
darah); dan urinalisis.











43

VII. Kerangka Konsep


VIII. Kesimpulan
Tn. Andi (30 tahun) menderita Malaria tropica disebabkan infeksi Plasmodium falciparum.






44

DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Mawardi. Modul Malaria dan Penyebarannya. Ganesha. 2007
Anonim. 2014. Malaria. Diakses pada http://www.cdc.gov/malaria/ tanggal 3 September 2014.
Anonim.2014. Jenis Kejang. Diakses pada http://www.pilihdokter.com/id/berita/berbagai-jenis-
kejang-epilepsi#sthash.9mhChhP6.dpuf/ tanggal 3 September 2014.
Anonim.2014. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21104/4/Chapter%20II.pdf/ tanggal 3
September 2014.
Anonim.2014. http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/107/jtptunimus-gdl-sitihaniah-5329-2-bab2.pdf/
tanggal 3 September 2014.
Anonim.2014. http://internis.files.wordpress.com/2011/01/malaria-berat.pdf tanggal 3 September
2014.
Anonim.2014.http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/3109/MALARIA_Layout.pdf
?sequence=1/tanggal 3 September 2014.
Burnside, John W dan Thomas J. McGlynn. 1995. Adams Diagnosis Fisik, edisi 17. Jakarta: EGC.
Doderer, C., Heschung, A., dan Guntz, P, A New ELISA KIT which uses Palciparum extract and
recombinant Plasmodium vivax antigens as alternative to IFAT for detection of Malaria
Antibodies. Malaria Journal 6:9. 2007.
Dondrop, Arjen M. 2005. Review Articles: Pathophysiology, Clinical Presentation and Treatment of
Cerebral Malaria. Neurology Asia, vol. 10. Pp. 67-77. Diunduh dari htttp://www.neurology-
asia.org/articles/20052-067.pdf.
Harijanto, Paul N. Malaria. Dalam: Aru W. Sudoyo, Bambang Setiyohadi, Idrus Alwi, Marcellus
Simadibrata K, Siti Setiati, Eds. Buku Ajar Penyakit Dalam: Tropik Infeksi, edisi V. Jakarta:
Internal Publishing PPIPD FKUI, 2009: 2819-2820.
Ima Arum L, dkk. 2005. Uji Diagnostik Plasmodium Malaria Menggunakan Metode
Imunokromatografi Diperbandingkan Dengan Pemeriksaan Mikroskopis. Indonesian Journal of
Clinical Pathology and Medical Laboratory, Vol. 12, No. 3, July 2006: 118-122.
Staf Pengajar Departemen Parasitologi. 2008. Buku Ajar Parasitologi Kedokteran Edisi Keempat.
Jakarta: FKUI.

You might also like