You are on page 1of 58

6

BAB II
LANDASAN TEORI

2.1. Bagan Alir (Flowcharts)
Bagan alir merupakan teknik analisis yang digunakan untuk menjelaskan
aspek-aspek sistem informasi yang akan disampaikan secara jelas, tepat dan logis.
Bagan alir menggunakan serangkaian simbol standar untuk menguraikan prosedur
dari sebuah perencanaan analisis maupun aliran dari sebuah proses. Adapun
bentuk simbol dan penjelasannya dapat dilihat pada tabel 2.1 berikut :
Tabel 2.1. Lambang-lambang bagan alir (flowcharts)

Lambang Nama Keterangan


Terminal
Untuk menyatakan mulai (start), berakhir (end) atau
berhenti (stop).


Input Data dan persyaratan yang diberikan disusun disini


Pekerjaan
orang
Disini diperlukan pertimbangan-pertimbangan seperti
pemilihan persyaratan kerja, persyaratan pengerjaan,
bahan dan perlakuan panas penggunaan faktor
keamanan dan faktor faktor lain , harga-harga empiris
dan lain-lain.


Pengolahan
Pengolahan dilakukan secara mekanis dengan
menggunakan persamaan tabel dan gambar.


Keputusan
Harga yang dihitung dibandingkan dengan harga
patokan, dll. untuk mengambil keputusan.




Dokumen
Hasil perhitungan yang utama dikeluarkan pada alat tik
atau komputer.



Penghubung
Untuk menyatakan pengeluaran dari tempat keputusan
ketempat sebelumnya atau berikutnya, atau suatu
pemasukan ke dalam aliran yang berlanjut.



Garis Aliran
Untuk menghubungkan langkah-langkah yang
berurutan.
catatan : Y = ya ; T = tidak
(Sularso, Kiyokatsu Suga, 1997)
7

2.2. Tinjauan Umum Tentang Roda Gigi
2.2.1. Pengertian Roda Gigi
Jika dari dua buah roda berbentuk silinder atau kerucut yang saling
bersinggungan pada kelilingnya salah satu diputar maka yang lain akan ikut
berputar pula. Alat yang menggunakan cara kerja semacam ini untuk
mentransmisikan daya dan putaran disebut roda gesek. Cara ini cukup baik untuk
meneruskan daya kecil dengan putaran yang tidak perlu tepat.
Untuk mentransmisikan daya besar dan putaran yang tepat tidak dapat
dilakukan dengan roda gesek. Untuk ini, kedua roda tersebut harus dibuat
bergerigi pada kelilingnya, sehingga penerusan daya dilakukan oleh gigi-gigi
kedua roda yang saling berkaitan. Roda bergigi semacam ini dapat berbentuk
silinder atau kerucut yang kita sebut dengan roda gigi.
Di luar cara transmisi di atas, ada pula cara lain untuk meneruskan daya, yaitu
dengan sabuk atau rantai. Namun demikian, transmisi roda gigi memiliki
keunggulan dibandingkan dengan sabuk atau rantai karena lebih ringkas, putaran
lebih tinggi dan tepat serta memiliki daya yang lebih besar. Kelebihan ini tidak
selalu menyebabkan dipilihnya roda gigi di samping cara yang lain, karena
memerlukan ketelitian yang lebih besar dalam pembuatan, pemasangan, maupun
pemeliharaannya.

2.2.2. Klasifikasi Roda Gigi
Roda gigi memiliki berbagai jenis, adapun jenis-jenis roda gigi tersebut dapat
diklasifikasikan seperti pada tabel berikut :
Tabel 2.2. klasifikasi roda gigi

Letak poros Roda gigi Keterangan
Roda gigi
dengan poros
sejajar
Roda gigi lurus (a)
Roda gigi miring (b)
Roda gigi miring ganda (c)
Klasifikasi atas dasar bentuk alur
gigi
Roda gigi luar
Roda gigi dalam dan pinyon (d)
Batang gigi dan pinyon (e)
Arah putaran berlawanan
Arah putaran sama
Gerakan lurus dan berputar
Roda gigi Roda gigi kerucut lurus (f) Klasifikasi atas dasar bentuk jalur
8

dengan poros
berpotongan
Roda gigi kerucut spiral (g)
Roda gigi kerucut zerol
Roda gigi kerucut miring
Roda gigi kerucut miring ganda
gigi
Roda gigi permukaan dengan poros
berpotongan (h)
Roda gigi dengan poros
berpotongan berbentuk istimewa
Roda gigi
dengan poros
silang
Roda gigi miring silang (i)
Batang gigi miring silang
Kontak gigi
Gerakan lurus dan berputar
Roda gigi cacing silindris (j)
Roda gigi cacing selubung ganda (k)
Roda gigi cacing samping

Roda gigi hyperboloid
Roda gigi hipoid (l)
Roda gigi permukaan silang

(Sularso, Kiyokatsu Suga, 1997, hal. 212)
Penggunaan macam-macam roda gigi :
a) Roda gigi lurus
Roda gigi lurus adalah roda yang mengandung gigi-gigi pada lingkaran luar
dan arah gigi ini sejajar dengan sumbu poros. Roda gigi lurus digunakan untuk
mengubah putaran dan gaya dari poros berputar.

b) Roda gigi miring
Roda gigi miring hampir sama dengan roda gigi lurus, tetapi memiliki arah
yang miring atau tidak sejajar dengan sumbu poros (ada kemiringan dengan
sumbu poros). Gigi miring ini bermanfaat unutk meningkatkan efisiensi dan
kapasitas dalam mentransmisikan daya

c) Roda gigi miring ganda
Roda gigi miring ganda memiki gaya aksial yang timbul pada gigi yang
mempunyai alur bentuk V yang akan saling meniadakan. Dengan roda gigi ini
perbandingan reduksi, kecepatan keliling, dan daya yang diteruskan dapat
diperbesar, tetapi pembuatannya sukar.

9

d) Roda gigi dalam
Roda gigi dalam adalah sebuah roda gigi lurus dimana pinion dan roda gigi
berputar dengan arah yang sama. Pada roda gigi dalam, pinion berputar dibagian
dalam roda gigi. Jenis ini biasa digunakan pada sistem transmisi otomatis dan
transfer cases.

e) Batang gigi dan pinyon
Batang gigi merupakan dasar profil pahat pembuat gigi. Pasangan antara
batang gigi dan pinyon dipergunakan untuk merubah gerakan putar menjadi lurus
atau sebaliknya.

f) Roda gigi kerucut lurus
Roda gigi kerucut lurus digunakan untuk mengubah sumbu putaran.
Kecepatan putaran dapat diubah dengan menggunakan roda gigi yang berbeda
jumlah giginya. Roda gigi kerucut lurus bekerja seperti roda gigi lurus dan
memiliki masalah yang sama. Roda gigi kerucut lurus banyak ditemukan pada
aplikasi lokomotif, mesin kapal laut, otomotif, mesin cetak, menara pendingin,
mesin pembangkit daya, steel plants, defence dan juga pada mesin pemeriksa rel
kereta api.

g) Roda gigi kerucut spiral
Roda gigi kerucut spiral dikembangkan untuk mengatasi kekurangan bentuk
gigi lurus. Roda gigi spiral ini digunakan dimana faktor kecepatan dan kekuatan
yang diinginkan sepanjang terjadi perubahan sudut kemiringan antara sumbu
poros input dan poros output.

h) Roda gigi permukaan
Roda gigi jenis ini biasanya digunakan pada grab winch, hand winch dan
kerekan.

i) Roda gigi miring silang
10

Roda gigi jenis ini memiliki prinsip yang sama dengan roda gigi miring pada
umumnya, akan tetapi arah sumbu poros dari pasangan roda gigi ini berbeda.

j) Roda gigi cacing silindris
Roda gigi cacing silindris roda gigi yang mempunyai bentuk seperti cacing
yang berbentuk silinder. Fungsi dari roda gigi ini adalah untuk meneruskan
putaran dengan perbandingan reduksi besar. Roda gigi jenis ini sering kali dipakai
pada penggerak mula yang bekerja pada putaran tinggi dan output berputar pada
kecepatan rendah dengan torsi yang tinggi. Mesin perkakas tangan sering kali
menggunakan motor berkecepatan tinggi yang menggunakan transmisi roda gigi
cacing.

k) Roda gigi cacing selubung ganda (globoid)
Prinsip kerja roda gigi jenis ini sama persis dengan roda gigi cacing silindris,
hanya saja penggunaanya lebih diutamakan untuk beban besar dengan
perbandingan kontak yang lebih besar.

l) Roda gigi hipoid
Roda gigi hipoid mirip dengan roda gigi kerucut spiral tetapi pinion
diletakkan dibawah pusat roda gigi cincin (ring gear). Kemiripan antara roda gigi
hipoid dan roda gigi kerucut spiral terletak pada bentuk gigi dan konstruksinya,
roda gigi hipoid kebanyakan digunakan dalam aplikasi differensial

Adapun dari penjelasan mengenai macam-macam roda gigi diatas, bentuk
dari roda-roda gigi tersebut dapat dilihat seperti pada gambar berikut ini :
11


Gambar 2.1. Macam-macam roda gigi

2.2.3. Nama-nama Bagian dan Istilah Roda Gigi
Roda gigi memiliki beberapa bagian yang harus diketahui sebelum
melakukan perancangan. Berikut ini adalah penjelasan dari bagian-bagian roda
gigi. Untuk lebih jelas mengenai bagian-bagian yang terdapat pada roda gigi dapat
kita lihat seperti pada gambar bagian-bagian roda gigi sebagai berikut.

Gambar 2.2. Bagian-bagian roda gigi
12

a. Lingkaran Jarak Bagi (d
t
) / Pitch Circle
Gambar 2.3 dibawah ini memperlihatkan gigi-gigi yang berpasangan dari dua
buah roda gigi. Satu yang cukup penting dari gambar itu adalah melalui pasangan
itu terdapat dua lingkaran masing-masing berasal dari satu roda gigi. Lingkaran
ini dikenal dengan lingkaran jarak bagi.

Gambar 2.3. Pasangan dua roda gigi

b. Jarak Bagi Lingkar / Circular Pitch
Jarak bagi lingkar (circular pitch) adalah jarak antara dua gigi terdekat.
Untuk mengetahui ukuran jarak bagi lingkar adalah keliling lingkaran jarak bagi
(d
t
) dibagi dengan jumlah gigi (z). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada
persamaan berikut ini :
t =

Persamaan (2.1)
Keterangan :
t = Jarak bagi lingkar (mm)
d
t
= Lingkaran jarak bagi (mm)
z = Jumlah gigi
(Sularso, Kiyokatsu Suga, 1997, hal. 214)
Dengan demikian ukuran gigi dapat ditentukan dari besarnya jarak bagi
lingkar tersebut. Namun, karena jarak bagi lingkar selalu mengandung faktor ,
13

pemakaiannya sebagai ukuran roda gigi dirasakan kurang praktis. Untuk
mengatasi hal ini, diambil suatu ukuran yang disebut modul (m) dimana.
m =

Persamaan (2.2)
(Sularso, Kiyokatsu Suga, 1997, hal. 214)
Dengan cara ini, modul (m) dapat ditentukan sebagai bilangan bulat atau
bilangan pecahan 0,5 dan 0,25 yang lebih praktis dan juga karena,
x m = t Persamaan (2.3)
(Sularso, Kiyokatsu Suga, 1997, hal. 214)
c. Tinggi Kepala (h
k
) / Addendum
Tinggi kepala adalah jarak radial dari lingkaran jarak bagi ke lingkaran luar
gigi. Untuk menentukan ukuran tinggi kepala dapat menggunakan persamaan
berikut ini.
h
k
= k . m Persamaan (2.4)
keterangan :
h
k
= Tinggi kepala (mm)
k = Faktor tinggi kepala
(Sularso, Kiyokatsu Suga, 1997, hal. 219)
k adalah faktor tinggi kepala yang besarnya biasanya 1 dan kadang-kadang 0,8
dan 1,2. Pada hal ini kita tentukan untuk nilai k adalah 1, sehingga
h
k
= m Persamaan (2.5)
(Sularso, Kiyokatsu Suga, 1997, hal. 219)
d. Tinggi Kaki (h
f
) / Dedendum
Tinggi kaki adalah jarak radial dari lingkaran jarak bagi ke dasar gigi. Untuk
menentukan ukuran tinggi kaki dapat menggunakan persamaan berikut :
h
f
= k . m + c
k
Persamaan (2.6)

keterangan :
14

h
f
= Tinggi kaki (mm)
c
k
= kelonggaran puncak (mm)
(Sularso, Kiyokatsu Suga, 1997, hal. 219)
karena nilai k adalah 1, maka persamaan diatas dapat ditulis sebagai berikut :
h
f
= m + c
k
Persamaan (2.7)
(Sularso, Kiyokatsu Suga, 1997, hal. 219)
e. Kelonggaran Puncak (c
k
) / Clearance
Kelonggaran puncak yaitu jarak radial dari titik atas gigi roda gigi satu ke
dasar gigi roda gigi dua pada saat keduanya berpasangan. Untuk lebih jelasnya
dapat dilihat dari gambar berikut ini.

Gambar 2.4. Addendum, Dedendum dan clearance

Untuk menentukan berapa besar ukuran dari kelonggaran puncak (clearance)
dapat ditentukan berdasarkan persamaan berikut :
c
k
= 0,25 x m

Persamaan (2.8)
(Sularso, Kiyokatsu Suga, 1997, hal. 219)

f. Lingkaran Kepala (d
l
) / Outside Circle
Lingkaran kepala adalah diameter dari lingkaran luar gigi roda gigi. Untuk
mengetahui besar ukuran dari lingkaran kepala dapat ditentukan berdasarkan
persamaan berikut :
15

d
l
= (z + 2) m Persamaan (2.9)
(Sularso, Kiyokatsu Suga, 1997, hal. 219)
g. Lingkaran Kaki (d
d
) / Deddendum Circle
Lingkaran kaki adalah diameter dari lingkaran dalam (akar gigi) gigi roda gigi.
Untuk mengetahui besar ukuran dari lingkaran kaki dapat ditentukan berdasarkan
persamaan berikut :
d
d
= (z - 2) m Persamaan (2.10)
(Sularso, Kiyokatsu Suga, 1997, hal. 219)
h. Ketebalan Gigi / Tooth Thickness
Adalah jarak busur yang diukur pada lingkaran pitch, dari sisi satu ke sisi dua
dari sebuah gigi.
Tebal gigi (T
t
) =

Persamaan (2.11)
(Sularso, Kiyokatsu Suga, 1997, hal. 215)
i. Backlash
Jika tebal gigi dibuat sama dengan celah gigi maka secara teoritik geometri
tebal gigi akan sama ketika mengisi celah gigi selama beroperasi. Dengan kondisi
seperti ini, cairan pelumas tidak dapat mengisi celah ini. Untuk mengatasi masalah
ini maka tebal gigi dibuat lebih kecil dari celah gigi. Jarak celah ini disebut
backlash. Untuk mengetahui ukuran celah gigi (backlash) yang telah ditentukan
sesuai standar maka dapat dilihat pada tabel 2.3 dan tabel 2.4 sebagai berikut.
Tabel 2.3 Backlash yang disarankan (sistem diametral pitch) menurut standar AGMA
Pd
(Pitch Diameter)
Jarak Pusat Antara Roda Gigi, C (inch)
2 4 8 16 32
18 0,005 0,006 - - -
12 0,006 0,007 0,009 - -
8 0,007 0,008 0,010 0,014 -
5 - 0,010 0,012 0,016 -
3 - 0,014 0,016 0,020 0,028
2 - - 0,021 0,025 0,033
1,25 - - - 0,034 0,042
(Ir. Hery Sonawan, MT., 2010, hal. 209)
16

Tabel 2.4. Backlash yang disarankan (sistem modul metrik) menurut standar AGMA
Pd
(Pitch Diameter)
Jarak Pusat Antara Roda Gigi, C (mm)
50 100 200 400 800
1,5 0,13 0,16 - - -
2 0,14 0,17 0,22 - -
3 0,18 0,20 0,25 0,35 -
5 - 0,26 0,31 0,41 -
8 - 0,35 0,40 0,50 0,70
12 - - 0,52 0,62 0,82
18 - - - 0,80 1,00
(Ir. Hery Sonawan, MT., 2010, hal. 210)
j. Lebar muka / Face Width
Lebar muka adalah lebar gigi yang diukur sejajar terhadap sumbu lubang
poros roda gigi.

k. Fillet
Fillet adalah busur penyambung antara profil gigi (involute) dan akar gigi.

l. Muka Gigi / Face
Adalah permukaan sebuah gigi dari lingkaran pitch ke lingkaran luar roda
gigi. Muka gigi sering disebut juga dengan sisi kepala

m. Sisi kaki / Flank
Adalah permukaan sebuah gigi dari lingkaran pitch ke lingkaran dalam atau
akar roda gigi termasuk fillet.

n. Jarak Pusat (Jarak Sumbu Poros)
Jarak pusat (a) adalah jarak dari pusat pinion (roda gigi kecil) ke pusat roda
gigi (roda gigi besar). Jarak pusat (jarak sumbu poros) dari kedua roda gigi yang
saling berhubungan dapat ditentukan menggunakan persamaan berikut :
a =

Persamaan (2.12)
17

=


Keterangan :
a = Jarak sumbu poros (mm)
dt
1
= Diameter lingkaran jarak bagi roda gigi penggerak (mm)
dt
2
= Diameter lingkaran jarak bagi roda gigi yang digerakkan (mm)
z
1
= Jumlah gigi roda gigi penggerak
z
2
= Jumlah gigi roda gigi yang digerakkan
(Sularso, Kiyokatsu Suga, 1997, hal. 215)

2.2.4. Profil Roda Gigi
2.2.4.1. Bentuk-bentuk Profil Gigi pada Roda Gigi
Bentuk profil gigi pada roda gigi ada berbagai macam sesuai dengan fungsi
dan tujuan penggunaanya, macam-macam bentuk profil gigi pada roda gigi adalah
sebagai berikut :

Gambar 2.5. Profil gigi evolvente dan cycloid

a) Profil gigi sikloida (cycloide)
Bentuk struktur gigi melengkung dan cekung mengikuti pola sikloida. Jenis
gigi ini cukup baik karena presisi dan ketelitiannya baik, dapat meneruskan
daya lebih besar dari jenis yang sepadan dan juga keausannya dapat lebih
tahan lama. Tetapi mempunyai kerugian, diantaranya pembuatannya lebih
sulit dan pemasangannya harus lebih teliti (tidak dapat digunakan sebagai
roda gigi pengganti) dan harganya lebih mahal.
18

b) Profil gigi involute atau evolvente
Bentuk struktur gigi ini melengkung cembung, mengikuti pola evolvente.
Jenis gigi ini memiliki struktur yang cukup sederhana, tidak terlalu presisi
maupun teliti, harganya lebih murah dan baik sekali digunakan untuk roda
gigi pengganti. jenis profil gigi evolvente dipakai sebagai profil gigi standar
untuk semua keperluan transmisi.

c) Profil gigi khusus
Profil gigi khusus memiliki bentuk busur lingkaran dan miring digunakan
untuk transmisi daya yang besar dan khusus.


2.2.4.2. Sudut Tekanan pada Roda Gigi
Sudut tekanan () adalah sudut kemiringan garis tekan yang merupakan arah
tekanan pada permukaan gigi. Untuk lebih jelasnya lihat gambar dibawah ini.

Gambar 2.6. Ilustrasi sudut tekan pada pasangan roda gigi
Jika sudut tekanan besar, maka hal ini berarti bahwa gigi mempunyai
penampang yang gemuk dan kuat, tetapi gaya yang akan memisahkan pasangan
roda gigi tersebut juga bertambah besar. Hal ini akan berakibat diperlukannya
bantalan yang lebih besar.
19


Gambar 2.7. Profil gigi berdasarkan variasi sudut tekan

Gambar 2.8. Kaitan antara profil-profil roda gigi involute
20


Gambar 2.9. Panjang lintasan kontak
Hubungan antara diameter lingkaran dasar d
g
(mm) dan diameter lingkaran
jarak bagi d
t
(mm) adalah sebagai berikut :
d
g
= d
t
cos Persamaan (2.13)
(Sularso, Kiyokatsu Suga, 1997, hal. 218)
Persamaan berikut ini memberikan hubungan antara jarak bagi normal (t
e
)


dan jarak bagi lingkar (t).
t
e
=

cos = t cos Persamaan (2.14)


(Sularso, Kiyokatsu Suga, 1997, hal. 218)

2.3.Kapasitas Beban Roda gigi
Roda gigi dapat mengalami kerusakan berupa gigi patah, aus atau berlubang-
lubang permukaanya dan tergores permukaannya karena pecahnya selaput minyak
pelumas. Dalam merencanakan roda gigi harus dapat mengatasi permasalahan
tersebut.
Biasanya, kekuatan gigi terhadap lenturan dan tekanan permukaan merupakan
hal yang terpenting untuk diperhatikan. Dalam penulisan Tugas Akhir ini akan
membahas perhitungan kekuatan dari roda gigi, adapun metoda yang paling dasar
21

di mana perhitungan ditekankan pada kekuatan terhadap lenturan dan tekanan
permukaan gigi.

2.3.1. Dasar Perhitungan Lenturan
Perbandingan kontak antara dua roda gigi yang saling berpsangan adalah 1,0
atau lebih, maka beban penuh tidak selalu dikenakan pada satu gigi. Tetapi demi
keamanan, perhitungan dilakukan atas dasar anggapan bahwa beban penuh
dikenakan pada titik perpotongan A antara garis tekanan dan garis hubung pusat
roda gigi, pada puncak gigi seperti pada gambar 2.10. Jika tekanan normal pada
permukaan gigi dinyatakan dengan F
n
maka gaya F
kt
(tegak lurus OA) dalam arah
keliling atau tangensial pada titik A adalah sebagai berikut :
F
kt
= F
n
cos Persamaan (2.15)
(Sularso, Kiyokatsu Suga, 1997, hal. 237)
Gaya tangensial (F
t
) yang bekerja dalam arah putaran roda gigi pada titik
jarak bagi adalah sebagai berikut :
F
t
= F
n
cos
b
Persamaan (2.16)
(Sularso, Kiyokatsu Suga, 1997, hal. 237)

Gambar 2.10. gaya pada gigi

22

Di mana
b
adalah sudut tekanan kerja. Untuk pendekatan dapat dituliskan :

b


Ft Fkt
Gaya F
t
disebut gaya tangensial.
Jika diameter jarak bagi adalah d
t
(mm), maka kecepatan keliling v (m/s) pada
lingkaran jarak bagi roda gigi yang mempunyai putaran n
1
(rpm) adalah sebagai
berikut :
v =


Persamaan (2.17)
(Sularso, Kiyokatsu Suga, 1997, hal. 238)
Hubungan antara daya P (Kw), torsi ) dan kecepatan sudut () adalah
sebagai berikut :
=

(N.m) Persamaan (2.18)


(Zainuri, Achmad Muhib.2008.Hal.177)
untuk menentukan kecepatan sudut () dapat menggunakan persamaan
berikut :
=

Persamaan (2.19)
Dimana,
= Kecepatan sudut (rad/s)
n = Kecepatan putaran (rpm)
(Zainuri, Achmad Muhib.2008.Hal.177)
Hubungan antara daya yang ditransmisikan P (Kw), gaya tangensial F
t
(kg)
dan kecepatan keliling v (m/s) adalah sebagai berikut :
P =

Persamaan (2.20)
(Sularso, Kiyokatsu Suga, 1997, hal. 238)
23

Maka besarnya gaya tangensial F
t
dapat ditentukan menggunakan persamaan
berikut :
F
t
=

Persamaan (2.21)
(Sularso, Kiyokatsu Suga, 1997, hal. 238)
Dalam keadaan sebenarnya, pada waktu terjadi peralihan jumlah pasangan
gigi yang terkait dari satu menjadi dua atau dari dua menjadi satu pasang, timbul
gaya yang lebih besar. Karena dalam perhitungan hanya satu pasang gigi saja
yang dianggap meneruskan momen, maka pembebanan yang diperhitungkan pada
gigi menjadi lebih berat dari pada keadaan sebenarnya. Dalam gambar 2.11.
bentuk penampang gigi yang akan dipakai sebagai dasar perhitungan kekuatan
lenturnya, didekati dengan bentuk parabola dengan puncak di titik A dan dasar di
B dan C yang merupakan titik singgung antara parabola dengan profil kaki gigi.
Dengan demikian maka gigi tersebut dapat dipandang sebagai balok kantilever
yang mempunyai kekuatan seragam.

Gambar 2.11. Profil gigi

Jika b (mm) adalah lebar sisi, BC = h (mm), maka tegangan lentur
b
(kg/mm
2
) pada titik B dan C (dimana ukuran penampangnya adalah b x h), dengan
beban gaya tangensial F
t
pada puncak balok, dapat ditulis sebagai berikut :

b
=

Persamaan (2.22)
maka
24

F
t
=
b
. b .


(Sularso, Kiyokatsu Suga, 1997, hal. 239)
Besarnya h
2
/6l ditentukan dari ukuran dan bentuk gigi. Besaran ini
mempunyai dimensi panjang. Jika dinyatakan dengan perkalian antara Y dan
modul m maka
h
2
/(6l) = m . Y
sehingga
F
t
=
b
. b . m . Y Persamaan (2.23)
(Sularso, Kiyokatsu Suga, 1997, hal. 239)
Persamaan diatas disebut persamaan Lewis, dan Y dinamakan faktor
bentuk gigi. Diantara koefisien-koefisien profil roda gigi, dalam tabel 2.5.
diberikan harga-harga untuk profil roda gigi standar dengan sudut tekanan 20.
Tabel 2.5. Faktor bentuk gigi
Jumlah gigi
z
Y
Jumlah gigi
z
Y
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
23
0,201
0,226
0,245
0,261
0,276
0,289
0,295
0,302
0,308
0,314
0,320
0,327
0,333
25
27
30
34
38
43
50
60
75
100
150
300
Batang gigi
0,339
0,349
0,358
0,371
0,383
0,396
0,408
0,421
0,434
0,446
0,459
0,471
0,484
(Sularso, Kiyokatsu Suga, 1997, hal. 240)
Nilai faktor bentuk gigi (Y) dari jumlah gigi yang tidak terdapat pada tabel
diatas maka dapat ditentukan dengan persamaan berikut :
Y = h
2
/(6lm) Persamaan (2.24)
(Sularso, Kiyokatsu Suga, 1997, hal. 239)
25

Koreksi pertama pada persamaan 2.23. di atas dilakukan pada kecepatan
keliling roda gigi. Semakin tinggi kecepatannya, semakin besar pula variasi beban
atau tumbukan yang terjadi. Koreksi karena pengaruh kecepatan ini diberikan
dalam bentuk faktor dinamis f
v
yang tergantung pada kecepatan keliling dan
ketelitian, seperti diperlihatkan pada tabel berikut :
Tabel 2.6. Faktor dinamis f
v
Kecepatan rendah V = 0,5 10 m/s f
v =


Kecepatan sedang V = 5 20 m/s f
v =


Kecepatan tinggi V = 20 50 m/s f
v =


(Sularso, Kiyokatsu Suga, 1997, hal. 240)
Maka persamaan 2.23. yang telah dikoreksi dapat diubah menjadi persamaan
berikut :
F
t
=
b
. b . m . Y . f
v
Persamaan (2.25)
(Sularso, Kiyokatsu Suga, 1997, hal. 240)
Tegangan lentur yang diizinkan
a
(kg/mm
2
) besarnya tergantung pada jenis
bahan dan perlakuan panas, dapat diperoleh dari tabel 2.9. besarnya beban yang
diizinkan per satuan lebar sisi F
b
(kg/mm) dapat dihitung dari besarny modul m,
jumlah gigi z, faktor bentuk gigi Y dari roda gigi standar dengan sudut tekanan
20 dan faktor dinamis f
v
adalah sebagai berikut :
F
b
=
a
. m . Y . f
v
Persamaan (2.26)
(Sularso, Kiyokatsu Suga, 1997, hal. 240)

2.3.2. Dasar Perhitungan Beban Permukaan
Jika tekanan antara sesama permukaan gigi terlalu besar, gigi akan
mengalami keausan. Selain itu, permukaan gigi juga akan mengalami kerusakan
karena keletihan oleh beban berulang. Dengan demikian maka tekanan yang
dikenakan pada permukaan gigi atau kapasitas pembebanan permukaan harus
dibatasi.
26

Besarnya tekanan yang timbul
H
(kg/mm
2
), yang disebut tegangan Hertz
dapat dinyatakan dengan persamaan berikut :

H
=

Persamaan (2.27)
(Sularso, Kiyokatsu Suga, 1997, hal. 242)

Selanjutnya F
n
dari persamaan 2.27 dapat diganti dengan F
t
/cos
0
, dan L
diganti dengan lebar sisi b (mm). mengingat hal-hal tersebut, persamaan 2.27
dapat diubah menjadi :

H
=


maka,
F
t
=
2
H


=
2
H


F
t
= k
H
.b.d
t1


Persamaan (2.28)
(Sularso, Kiyokatsu Suga, 1997, hal. 243)

Dari persamaan diatas k
H
disebut faktor tegangan kontak, dan mempunyai
hubungan erat dengan bahan, sudut tekanan kerja dan kekerasan permukaan gigi.
Harga k
H
untuk berbagai gabungan bahan dan kekerasan diperlihatkan dalam tabel
2.7. yang merupakan harga rata-rata dari harga dalam tabel 2.9.
Tabel 2.7. Faktor tegangan kontak pada bahan roda gigi
Bahan roda gigi (kekerasan H
B
)
k
H

(kg/mm
2
)

Bahan roda gigi (kekerasan H
B
)
k
H

(kg/mm
2
) Pinion
Roda gigi
besar
Pinion
Roda gigi
besar
Baja (150) Baja (150) 0,027 Baja (400) Baja (400) 0,311
(200) (150) 0,039 (500) Baja (400) 0,329
(250) (150) 0,053 (600) Baja (400) 0,348
(200) (200) 0,053 (500) Baja (500) 0,389
(250) (200) 0,069 (600) Baja (600) 0,569
27

(300) (200) 0,086 (150) Besi cor 0,039
(250) (250) 0,086 (200) 0,079
(300) (250) 0,107 (250) 0,130
(350) (250) 0,130 (300) 0,139
(300) (300) 0,130 (150)
Perunggu
fosfor
0,041
(350) (300) 0,154 (200) 0,082
(400) (300) 0,168 (250) 0,135
(350) (350) 0,182 Besi cor Besi cor 0,188
(400) (350) 0,210
Besi cor
nikel
Besi cor
nikel
0,186
(500) (350) 0,226
Besi cor
nikel
Perunggu
fosfor
0,155
Sudut tekanan = 20
(Sularso, Kiyokatsu Suga, 1997, hal. 240)

Dalam praktek, harga k
H
dihitung dari persamaan 2.28 yang telah dikalikan
dengan faktor dinamis seperti dibawah ini :
F
t
= f
v
. k
H
. b . d
t1


Persamaan (2.29)
(Sularso, Kiyokatsu Suga, 1997, hal. 243)
Juga dapat dihitung dengan harga K dari persamaan berikut :
F
t
= K

. b . d
t1




Dimana,
K = 2 . f
v
. k
H
Harga K adalah faktor tegangan kontak yang diizinkan, dan dapat dperoleh
dari tabel berikut :
Tabel 2.8. Harga K standar roda gigi lurus
Pemakaian
Keadaan beban Angka kekerasan Brinell Kecepatan
keliling
(m/s)
Ketelitian
Harga K
(kg/mm
2
)
Roda gigi
penggerak
Roda gigi yang
digerakkan
Pinyon
Roda gigi
besar
Roda gigi untuk
pemakaian umum
Seragam Seragam
575
350
210
575
300
180
5
5
5
Normal
Normal
Normal
0,26 - 0,53
0,18 - 0,23
0,09 - 0,13
Seragam Seragam
575
350
210
575
300
180
15
15
15
Normal
Normal
Normal
0,25 - 0,39
0,14 - 0,20
0,06 - 0,11
28

Roda gigi
berukuran besar
Seragam Tumbukan Sedang 225 180 < 5
Roda gigi yang
dibentuk
0,04 - 0,05
Seragam Tumbukan Sedang 260 210 -
Roda gigi yang
dibentuk
0,07 - 0,09
(Sularso, Kiyokatsu Suga, 1997, hal. 244)

Koreksi pada harga K di atas dalam hal-hal tertentu perlu dilakukaan sebagai
berikut :
a. Kalikan dengan 1/1,25 jika bekerja terus menerus. (Harga K di atas
diperhitungkan atas dasar anggapan 10 jam kerja tiap hari).
b. Kalikan paling sedikit dengan 1/1,5 jika ada tumbukan yang cukup keras.
Seperti pada perhitungan lenturan, beban permukaan yang diizinkan per
satuan lebar F
H
(kg/mm), dapat diperolah dari k, d
t
, z
1
, z
2
dan f
v
dalam persamaan.
F
H
= f
v
. k
H
. b . d
t1


Persamaan (2.30)
Keterangan,
F
H
= beban permukaan yang diizinkan per satuan lebar (kg/mm)
f
v
= faktor dinamis
k
H
= faktor tegangan kontak
b = lebar sisi (mm)
d
t1
= diameter jarak bagi (mm)
z
1
= jumlah gigi
z
2
= jumlah gigi
(Sularso, Kiyokatsu Suga, 1997, hal. 244)
Dari persamaan diatas maka, lebar sisi yang diperlukan atas dasar perhitungan
kekuatan terhadap tekanan permukaan dapat ditentukan berdasarkan persamaan
berikut.
b = F
t
/ F
H
Persamaan (2.31)
(Sularso, Kiyokatsu Suga, 1997, hal. 244)

2.4. Material Roda Gigi
Dalam perencanaan dan pembuatan roda gigi pemilihan jenis bahan yang
tepat menjadi salah satu faktor yang penting. Pemilihan jenis bahan ini
29

disesuaikan dengan fungsi penggunaan roda gigi tersebut. Sifat mampu bahan dan
karakteristik bahan ini menjadi pertimbangan bagi seorang perancang untuk
merencanakan pembuatan roda gigi, agar jenis bahan yang digunakan pada
pembuatan roda gigi sesuai dengan yang dibutuhkan.
Adapun beberapa jenis material yang sering digunakan pada proses
pembuatan roda gigi adalah sebagai berikut.
a. Plastik
Roda gigi dari plastik banyak menggantikan roda gigi logam di berbagai
pemakaian. Roda gigi plastik dapat dihasilkan dengan proses hobbing/shaping
seperti juga roda gigi logam atau lebih sering dibuat dengan molding.
Keuntungan :
1) Proses pembuatan roda gigi plastik dengan molding lebih efektif.
2) Massa jenis rendah, ringan dan pengaruh inersia yang kecil.
3) Dapat beroperasi dengan pelumasan minim bahkan tanpa pelumasan.
4) Keseragaman komponen.
5) Tidak memerlukan lapisan pelindung.
6) Sifat elastic membuat roda gigi plastik ini mampu menyerap kejutan
dan getaran.
7) Tidak berubah akibat korosi.
8) Koefisien gosokan relative rendah
Kerugian/keterbatasan :
1) Kemampuan meneruskan beban jauh lebih rendah dari roda gigi
logam.
2) Kemampuan beroperasi pada temperature tinggi menjadi berkurang.
3) Dapat terpengaruh oleh banyak larutan kimia.

b. Kayu
Sekarang ini banyak roda gigi terbuat dari kayu sejak penemuan jam mekanik
yang terus mendorong perkembangan mekanisme yang menggunakan roda gigi
dari logam. Bahkan diteruskan sampai pada penggunaan roda gigi kayu untuk
30

keperluan transmisi pembangkit tenaga angin dan air. Roda gigi ini terbuat dari
berbagai jenis kayu, tetapi untuk bagian gigi dibuat dari kayu yang keras seperti
chestnut.
Keuntungan :
1) Dapat beroperasi lebih tenang (tidak menyebabkan bising).
2) Lebih mudah untuk diperbaiki.
3) Pembuatan lebih mudah.
4) Biaya lebih murah.
Kerugian :
1) Tidak tahan lama.
2) Tidak kuat menerima beban berat.
3) Kestabilan dimensi kurang baik.

c. Baja
Ada beberapa klasifikasi bahan baja yang sering digunakan untuk pembuatan
roda gigi. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dari tabel 2.9 berikut ini.
Tabel 2.9. Tegangan lentur yang

diizinkan
a
pada bahan roda gigi
Kelompok bahan
Lambang
bahan
Kekuatan tarik

B
(kg/mm
2
)
Kekerasan
(brinell)
H
B
Tegangan lentur
yang diizinkan

a
(kg/mm
2
)
Besi cor
FC 15
FC 20
FC 25
FC 30
15
20
25
30
140-160
160-180
180-240
190-240
7
9
11
13
Baja cor
SC 42
SC 46
SC 49
42
46
49
140
160
190
12
19
20
Baja karbon untuk
konstruksi mesin
S 25 C
S 35 C
S 45 C
45
52
58
123-183
149-207
167-229
21
26
30
baja paduan dengan
pengerasan kulit
S 15 CK 50
400 (dicelup)
dingin dalam
30
31

minyak)
SNC 21
SNC 22
80
100
600 (dicelup
dingin dalam air)
35-40
40-55
Baja chrom nikel
SNC 1
SNC 2
SNC 3
75
85
95
212-255
248-302
269-321
35-40
40-60
40-60
Perunggu
Logam delta
Perunggu fosfor
(coran)
Perunggu nikel
(coran)

18
35-60
19-30

64-90

85
-
80-100

180-260

5
10-20
5-7

20-30

Damar phenol, dll 3-5
(Sularso, Kiyokatsu Suga, 1997, hal. 247)

Unsur kimia yang terdapat pada suatu bahan tentu sangat mempengaruhi sifat
mekanis dari bahan tersebut. Adapun sifat mekanis bahan S45C dengan komposisi
unsur kimianya dapat dilihat pada tabel 2.10 berikut :
Tabel 2.10. JIS G 4051 Baja karbon untuk konstruksi mesin
Lambang
Unsur kimia (%)
C Si Mn P S
S 30 C 0,27-0,33
0,15-0,35 0,60-0,90 0,030 0,035
S 35 C 0,32-0,38
S 40 C 0,37-0,43
S 45 C 0,42-0,48
S 50 C 0,47-0,53
S 55 C 0,52-0,58
S 15 CK 0,13-0,18 0,15-0,35 0,30-0,60 0,025 0,025
(sularso, kyokatsu suga.1997. Hal. 329)

Pengaruh unsur-unsur kimia pada tabel di atas terhadap sifat mekanis dari
bahan adalah sebagai berikut :

32

1) Karbon (C)
Kekuatan tarik akan semakin besar bila kandungan Karbon dari baja semakin
tinggi, akan tetapi dengan semakin tingginya kandungan karbon baja akan
menjadi rapuh.

2) Silisium (Si)
Kandungan silisium dalam baja akan menambah sifat elastis dan mengurangi
perkembangan gas dalam cairan baja, sehingga persenyawaan lebih homogen
dan tidak poreus.

3) Mangan (Mn)
Mangan merupakan unsur yang harus selalu ada di dalam baja dengan jumlah
yang kecil sebagai unsur pencegah oksidasi, dengan demikian setiap proses
kimia dan proses metalurgi dapat berlangsung dengan baik. Penambahan
unsur Mangan di dalam baja paduan akan menambah kekuatan dan ketahanan
panas baja paduan itu serta penampilan lebih bersih dan berkilat.

4) Fosfor (P)
Fosfor di dalam baja Karbon akan mengakibatkan kerapuhan dalam keadaan
dingin. Semakin besar persentase Fosfor akan semakin tinggi batas tegangan
tariknya, tetapi impact strength dan ductility nya akan turun.

5) Sulfur (S)
Pengaruh unsur kimia dari sulfur terhadap bahan akan mempengaruhi sifat
rapuh-panas pada bahan.


2.5 Perbandingan Putaran dan Perbandingan Roda Gigi
Pada sistem transmisi roda gigi, roda gigi yang berpasangan memiliki
perbandingan putaran. Jika putaran roda gigi yang berpasangan dinyatakan
dengan n
1
(rpm) pada poros penggerak dan n
2
(rpm) pada poros yang digerakkan,
33

diameter lingkaran jarak bagi d
1
dan d
2
(mm), dan jumlah gigi z
1
dan z
2
, maka
perbandingan putaran u adalah :
u =

Persamaan (2.32)
z
2
/z
1
= i Persamaan (2.33)
(Sularso, Kiyokatsu Suga, 1997, hal. 216)
Harga i adalah perbandingan antara jumlah gigi pada roda gigi dan pada
pinion, disebut sebagai perbandingan roda gigi atau perbandingan transmisi.
Perbandingan ini dapat sebesar 4 sampai 5 dalam hal roda gigi lurus standard dan
dapat diperbesar sampai 7 dengan perubahan kepala. Pada roda gigi miring dan
roda gigi miring ganda, perbandingan tersebut dapat sampai 10.

2.6. Kegagalan-kegagalan pada Roda Gigi
Ketika dua buah roda gigi saling berkaitan, terjadi kontak pada daerah pitch
line yang diikuti dengan rolling pada bagian atas dan bawah garis ini. Kontak dan
rolling di permukaan gigi pada tegangan yang tinggi berlangsung secara berulang
sehingga memicu munculnya inheret wear yang dapat memicu terjadinya failure.
Dalam prakteknya, jika sebuah roda gigi mampu beroperasi selama 30 tahun
itu artinya ia menjalankan fungsinya, namun bila roda gigi beroperasi selama 30
jam menandakan ada masalah dalam perancangannya. Sumber kegagalan roda
gigi pada dasarnya berasal dari dua buah tegangan yang bekerja pada gigi-gigi
yang saling bertautan tegangan kontak dan tegangan bending akibat beban
berlebih. tegangan-tegangan ini akan sangat cepat memicu kegagalan jika
dipadukan dengan kesalahan-kesalahan dalam perancangan, pemasangan dan
pembuatan roda gigi. Secara umum kegagalan-kegagalan yang terjadi pada roda
gigi adalah wear, surface fatigue, plastic flow dan breakage. Gambar dibawah ini
menunjukkan kegagalan-kegagalan yang terjadi pada roda gigi.
34


Gambar 2.12. Contoh-contoh bentuk kegagalan pada roda gigi

a) Wear
Wear adalah fenomena pada permukaan gigi dimana lapisan-lapisan metal
terlepas dari permukaan akibat kontak permukaan gigi-gigi roda gigi.

b) Surface fatigue failure
Surface fatigue failure adalah pembentukan lubang-lubang di permukaan
gigi karena pengurasan metal akibat tegangan yang berfluktuasi (berubah-
ubah).

c) Plastic flow
Plastic flow adalah cold working (pengerjaan dingin) pada permukaan
roda gigi yang disebabkan karena tingginya tegangan kontak dan aksi
sliding dan rolling yang terjadi pada dua gigi yang bertautan.

d) Breakage failure
Breakage failure adalah patahan yang terjadi pada keseluruhan atau
sebagian besar bagian dari sebuah roda gigi. Umumnya disebabkan oleh
35

kelebihan beban dan siklus tegangan yang bekerja diluar batas ketahanan
gigi.

2.7.Tinjauan Peralatan Untuk Proses Produksi
2.7.1. Mesin Bubut
2.7.1.1. Prinsip Kerja Mesin Bubut
Mesin bubut adalah suatu jenis mesin perkakas yang dalam proses kerjanya
memutar benda kerja dan menggunakan mata potong pahat (tools) sebagai alat
untuk menyayat benda kerja tersebut. Mesin bubut merupakan salah satu mesin
proses produksi yang dipakai untuk membentuk benda kerja yang berbentuk
silindris. Pada prosesnya benda kerja terlebih dahulu dipasang pada pencekam
(chuck) yang terpasang pada spindle mesin. Kemudian spindle dan benda kerja
diputar dengan kecepatan sesuai perhitungan. Alat potong (pahat) yang dipakai
untuk membentuk benda kerja yang akan disayatkan pada benda kerja yang
berputar. Dalam kecepatan putar yang sesuai dengan perhitungan, alat potong
akan mudah memotong benda kerja sehingga benda kerja mudah dibentuk sesuai
yang diinginkan.

2.7.1.2. Fungsi Utama Mesin Bubut
Fungsi utama mesin bubut, dalam hal ini yaitu mesin bubut konvensional
adalah untuk membuat atau memproduksi benda-benda berpenampang silindris,
misalnya poros lurus, poros bertingkat, poros tirus, poros beralur, poros berulir,
dan berbagai bentuk bidang permukaan silindris lainnya, misalnya anak buah
catur. Berbagai macam bentuk hasil pengerjaan menggunakan mesin bubut antara
lain dapat ditunjukkan pada gambar berikut.
36


Gambar 2.13. Proses membubut

2.7.1.3. Komponen Utama Mesin Bubut
Bagian-bagian utama pada mesin bubut konvensional pada umumnya sama
walaupun merk atau buatan pabrik yang berbeda, hanya saja kadang posisi tuas,
tombol, tabel penunjukkan pembubutan posisinya saja yang berbeda. Demikian
juga cara pengoperasiannya karena memiliki fasilitas yang sama juga dan tidak
jauh berbeda. Berikut ini akan diuraikan bagian-bagian utama mesin bubut
konvensional yang pada umumnya dimiliki oleh mesin bubut tersebut.

Gambar 2.14. Bagian-bagain utama mesin bubut
37

Gambar diatas menunjukkan bagian-bagian utama dari mesin bubut
konvensional. Adapun untuk mengetahui fungsi dari bagain-bagian mesin bubut
tersebut tersebut dapat dijelaskan berdasarkan pemaparan berikut.
1) Sumbu utama (main spindle)
Sumbu utama atau dikenal dengan main spindle merupakan suatu sumbu
utama mesin bubut yang berfungsi sebagai dudukan pencekam (chuck), plat
pembawa, kolet, center tetap dan lain-lain.

2) Meja mesin (bed)
Meja mesin bubut berfungsi sebagai tempat dudukan kepala lepas, eretan,
penyangga diam (steady rest) dan merupakan tumpuan gaya pemakanan waktu
pembubutan.

3) Eretan
Eretan terdiri atas eretan memanjang yang bergerak sepanjang alas mesin,
eretan melintang yang bergerak melintang alas mesin dan eretan atas yang
bergerak sesuai dengan posisi penyetelan di atas eretan melintang. Kegunaan
eretan ini adalah untuk memberikan pemakanan yang besarnya dapat diatur
menurut kehendak operator yang dapat terukur dengan ketelitian tertentu yang
terdapat pada roda pemutarnya. Perlu diketahui bahwa eretan dapat dijalankan
secara otomatis ataupun manual.

4) Kepala lepas (tail stock)
Kepala lepas digunakan untuk dudukan senter putar sebagai pendukung benda
kerja pada saat pembubutan, dudukan bor tangkai tirus dan cekam bor sebagai
penjepit bor. Kepala lepas dapat bergeser sepanjang alas mesin dan porosnya
berlubang tirus sehingga memudahkan tangkai bor untuk dijepit. Tinggi kepala
lepas sama dengan tinggi senter tetap.

5) Rumah pahat (tool post)
Rumah pahat (tool post) digunakan untuk menjepit atau memegang pahat
yang akan digunakan untuk penyayatan benda kerja.
38

6) Kepala tetap (head stock)
Kepala tetap adalah bagian utama dari mesin bubut yang digunakan untuk
menyangga poros utama, yaitu poros yang digunakan untuk menggerakkan
spindle. Poros utama yang terdapat pada kepala tetap tersebut juga digunakan
sebagai dudukan roda gigi untuk mengatur kecepatan putaran yang diinginkan.
Fungsi rangkaian roda gigi dalam kepala tetap adalah untuk meneruskan putaran
motor menjadi putaran spindle.

2.7.1.4. Alat Potong
Alat potong adalah alat atau pisau yang digunakan untuk menyayat benda
kerja. Dalam pekerjaan pembubutan salah satu alat potong yang sering digunkan
adalah pahat bubut. Jenis pahat bubut yang banyak digunakan di industri-industri
dan bengkel-bengkel antara lain baja karbon, HSS (high speed steel), karbida,
diamond dan ceramic.
Beberapa jenis pahat yang digunakan dalam proses pembubutan diantaranya
yaitu :

Gambar 2.15. Jenis-jenis pahat dan pengerjaanya
(Drs. Solih Rohyana, 2000, hal. 13)
Keterangan :
1) Pahat rata tekuk kanan
2) Pahat rata lurus kanan
3) Pahat rata lurus kiri
39

4) Pahat rata muka kanan
5) Pahat pucuk samping kanan
6) Pahat poles pucuk
7) Pahat poles pucuk
8) Pahat poles lebar
9) Pahat rata samping kanan
10) Pahat rata samping kiri
11) Pahat alur
12) Pahat ulir segitiga
13) Pahat potong
14) Pahat bubut profil
15) Pahat bubut rata dalam
16) Pahat sudut dalam
17) Pahat alur dalam
18) Pahat alur dalam
19) Pahat ulir dalam

2.7.1.5.Rumus Dasar Pada Proses Pembubutan
Dalam melaksanakan proses produksi dalam hal ini adalah proses
pembubutan, ada ukuran-ukuran yang perlu diketahui dalam proses pembubutan,
yaitu menentukan kecepatan potong (cutting speed), menentukan kecepatan
putaran sumbu utama (spindle speed), kecepatan pemakanan (feed), kedalaman
pemotongan, jumlah pemotongan dan waktu pemotongan (cutting time).
a. Kecepatan Potong (Cutting Speed) Cs
Yang dimaksud dengan kecepatan potong (Cs) adalah kemampuan alat
potong menyayat bahan dengan aman menghasilkan tatal dalam satuan panjang
per waktu (m/menit) atau (feet/menit). Nilai kecepatan potong untuk setiap jenis
bahan berbeda-beda, nilai kecepatan potong untuk setiap bahan sudah ditetapkan
secara baku seperti yang dipaparkan pada tabel berikut.


40

Tabel 2.11. Kecepatan potong Cs (m/menit)
Bahan
Pahat HSS Pahat karbida
Halus Kasar Halus Kasar
Baja perkakas
Baja karbon
Baja menengah
Besi cor kelabu
75 - 100
70 - 90
60 - 85
40 - 45
25 - 45
25 - 40
20 - 40
25 - 30
185 - 230
170 - 215
140 - 185
110 - 140
110 - 140
90 - 120
75 - 110
60 75
Bahan
Pahat HSS Pahat karbida
Halus Kasar Halus Kasar
Kuningan
Aluminium
85 - 110
70 - 110
45 - 70
30 - 45
185 - 215
140 - 216
120 - 150
60 90
(Drs. Eka Yogaswara, 2002, hal. 17)
Nilai kecepatan potong dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan
berikut :
Cs =

(m/menit) Persamaan (2.34)


(Drs. Eka Yogaswara, 2002, hal. 15)
Berdasarkan persamaan diatas dapat juga ditentukan kecepatan putaran
sumbu utama mesin bubut, sehingga persamaannya dapat diubah menjadi
n =


Rpm (putaran/menit) Persamaan (2.35)
Keterangan :
Cs = Kecepatan potong (cutting speed) (m/menit)
n = Kecepatan putaran sumbu utama mesin bubut (Rpm)
d = Diameter benda kerja (mm)
(Drs. Eka Yogaswara, 2002, hal. 15)


41

b. Kecepatan Pemakanan (f)
Kecepatan pemakanan (feed) adalah jarak yang ditempuh oleh pahat setiap
benda kerja berputar satu kali, sehingga satuan f adalah mm/putaran. gerak
makan ditentukan berdasarkan kekuatan mesin, material benda kerja, material
pahat, bentuk pahat dan terutama kehalusan permukaan yang diinginkan. Secara
standar gerakan pemakanan bisa mengacu pada tabel berikut.
Tabel 2.12. Speed (mm/put) untuk pahat HSS
Bahan Speed (mm/put)
Baja mesin
Baja perkakas
Baja tuang
Baja karbon
Aluminium paduan
Tembaga paduan
0,1 0,6
0,5 1,0
0,1 1,0
0,1
0,6
0,3
(Drs. Rindowi, ST.,M.M.,2005, No tabel 5)

Tabel 2.13. Speed (mm/put) untuk pahat karbida
Bahan
Speed (mm/put)
Kasar Halus
Baja mesin
Baja perkakas
Baja tuang
Baja karbon
Aluminium paduan
Tembaga paduan
0,45 1,15
0,45 1,15
0,45 1,15
0,45 1,15
0,45 1,15
0,45 1,15
0,05 0,40
0,05 0,40
0,05 0,40
0,05 0,40
0,05 0,40
0,05 0,40
(Drs. Rindowi, ST.,M.M.,2005, No tabel 11)

c. Kedalaman Pemotongan (a)
Kedalaman pemotongan (depth of cut) adalah tebal bagian benda kerja yang
dibuang dari benda kerja, atau jarak antara permukaan yang dipotong terhadap
permukaan yang terpotong. Ketika pahat memotong sedalam a, maka diameter
benda kerja akan berkurang 2a, karena bagian benda kerja yang dipotong ada di
42

dua sisi, akibat dari benda kerja yang berputar. Untuk menentukan kedalam
pemotongan dapat menggunakan persamaan berikut :
a =

Persamaan (2.36)
Keterangan :
a = Kedalaman pemakanan (mm)
do = Diameter benda kerja sebelum penyayatan (mm)
dm = Diameter benda kerja setelah penyayatan (mm)
(Tim Fakultas Teknik UNIMED, 2001, hal. 9)
d. Jumlah pemotongan (i)
Rumus dasar untuk menentukan banyaknya jumlah pemotongan (i) dapat
ditunjukkan seperti pada persamaan berikut :
i =

Persamaan (2.37)
Keterangan :
i = Jumlah pemotongan (kali)
D
1
= Diameter awal (mm)
D
2
= Diameter setelah dibubut (mm)
a = Kedalaman pemakanan (mm)
(Drs. Solih Rohyana, 2000, hal. 10)
e. Waktu Pemotongan (cutting time)
Waktu pemotongan adalah waktu yang dibutuhkan selama proses
pembubutan berlangsung. Jika benda kerja mempunyai panjang L (mm) dibubut
dengan putaran n (rpm), speed s (mm/put) dan dibubut i jalan, maka waktu yang
dibutuhkan adalah ;
1) Proses pembubutan memanjang
Tm =


Persamaan (2.38)
Keterangan :
Tm = Lamanya pembubutan berlangsung (menit)
La = Panjang awal pembubutan (mm)
Lb = Panjang benda kerja yang dibubut (mm)
43

f = Speed (mm/put)
i = Jumlah pembubutan (kali)
n = Putaran spindle mesin bubut (rpm)
(Drs. Eka Yogaswara, 2002, hal. 18)
2) Proses pembubutan melintang
Tm =



Dimana Lb = diameter benda kerja, sehingga ;
Tm =



Persamaan (2.39)
Keterangan :
Tm = Lamanya pembubutan berlangsung (menit)
La = Panjang awal pembubutan (mm)
Lb = Panjang benda kerja yang dibubut (mm)
f = Speed (mm/put)
i = Jumlah pembubutan (kali)
n = Putaran spindle mesin bubut (rpm)
d = Diameter benda kerja (mm)
(Drs. Eka Yogaswara, 2002, hal. 18)

2.7.2. Mesin Frais
2.7.2.1. Pengertian dan Fungsi Mesin Frais
Mesin frais adalah mesin perkakas yang digunakan untuk mengerjakan atau
menyelesaikan suatu permukaan benda kerja dengan menggunakan pisau frais
(cutter) sebagai pahat penyayat yang berputar pada sumbu mesin.
Mesin frais termasuk termasuk mesin perkakas yang mempunyai gerak utama
berputar dan dengan demikian, pisau frais sebagai alat potong benda kerja
berputar dan dipasang pada arbor mesin yang didukung dengan alat pendukung
arbor dan diputar oleh sumbu utama mesin.
44

Pada dasarnya gerakan dari meja mesin frais dapat dilakukan dalam dua arah,
yaitu gerakan mendatar (membujur dan melintang) dan gerakan tegak (naik -
turun), gerakan dari meja frais ini dapat dilakukan secara manual menggunakan
tangan maupun secara otomatis. Bahkan ada mesin frais yang dilengkapi dengan
gerak meja berputar atau serong.
Dengan variasi gerak yang kompleks tersebut, maka berbagai jenis pekerjaan
seperti alur roda gigi, blok bertingkat, bidang bersudut dan melubangi dapat
dikerjakan dengan mudah apabila didudkung pula oleh variasi cutter yang
memadai.

2.7.2.2. Macam-macam Mesin Frais
Macam-macam mesin frais dapat dibedakan menjadi beberapa jenis,
diantaranya :
1) Mesin frais tegak (vertical)
Mesin frais tegak adalah mesin frais yang arbornya tegak (vertical)
sedangkan mejanya dapat bergerak ke arah memanjang (longitudinal) dan
melintang (cross side) atau naik turun.
2) Mesin frais mendatar (horizontal)
Mesin frais mendatar (horizontal) adalah mesin frais yang arbornya mendatar
(horizontal) sedangkan mejanya dapat bergerak ke arah memanjang (longitudinal)
dan melintang (cross side) atau naik turun.
3) Mesin frais universal
Mesin frais universal adalah suatu mesin frais dengan kedudukan arbornya
mendatar dan gerakan mejanya dapat kearah memanjang (longitudinal), melintang
/ cross slide, naik turun dan dapat diputar membuat sudut tertentu terhadap body
mesin.

2.7.2.3. Perlengkapan Mesin Frais
Untuk menunjang berbagai macam jenis pekerjaan pada mesin frais, mesin ini
dilengkapi beberapa perlengkapan diantaranya:

45

1) Arbor
Arbor digunakan sebagai dudukan alat potong/pisau (mantel, side and face,
slitting saw dll) yang dipasang pada spindle utama pada posisi mendatar
(horizontal).
Gambar 2.16. Arbor
2) Stub Arbor
Stub arbor digunakan sebagai dudukan alat potong/pisau (Face mill, Shell
endmill dll), yang dipasang pada spindle utama atau tegak. Jadi posisinya dapat
dipasang dalam posisi mendatar (horizontal) atau tegak vertikal. Gambar 2.15.



Gambar 2.17. Stub arbor
3) Collet Chuck
Collet chuck digunakan sebagai pengikat alat potong/pisau (End mill, Slot
drill dll), yang dipasang pada spindel utama atau tegak. Jadi posisinya dapat
dipasang dalam posisi mendatar (horizontal) atau tegak vertikal.

Gambar 2.18. Collet chuck
4) Ragum/Catok (Vice)
Ragum digunakan untuk mengikat benda kerja pada saat pengefraisan.
Pemasangan ragum diikatkan pada meja/bed mesin. Jenis ragum ini ada beberapa
jenis,diantaranya: Ragum rata (Vice plate) (Gamba a), Ragum putar (Swivel Vice)
(Gambar b) dan Ragum Universal (Universal vice) (Gambar c).
46

(a) (b) (c)

Gambar 2.19. Ragum/Catok

5) Meja Putar (Rotary Table)
Meja putar (rotary Table) digunakan untuk membagi jarak-jarak lubang,
alur, radius (melingkar) dan bentuk-bentuk segi banyak. Adapun bentuk dari meja
putar (rotary table) ini dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 2.20. Meja putar (Rotary Table).

6) Kepala Pembagi (Dividing Head)
Kepala pembagi (dividing head) adalah peralatan mesin frais yang digunakan
untuk membentuk segi-segi yang beraturan pada poros benda kerja . Peralatan ini
biasanya dilengkapi dengan plat pembagi yang berfungsi untuk membantu
pembagian yang tidak dapat dilakukan dengan pembagian langsung.
47


Gambar 2.21. Kepala pembagi.

7) Penjepit atau Klem Mesin
Klem Mesin ini digunakan untuk memegang/menjepit benda kerja yang tidak
dapat dijepit pada ragum, yang umumnya benda panjang atau lebar. Penjepitan
langsung benda kerja itu ditaruh di meja mesin frais bila slindris ditaruh pada alur
meja, bila lebih ditempatkan sesuai dengan kemampuan langkah kerja sehubungan
dengan jangkauan pisau frais (cutter). Berbagai bentuk klem mesin dapat dilihat
pada gambar berikut ini.

Gambar 2.22. Macam-macam klem

48

2.7.2.4. Macam-macam Pisau Frais dan Penggunaannya
Penggunaan pisau frais tergantung dari jenis pekerjaan yang akan dilakukan
pengefraisan. Dibawah ini tabel penggunaan masing-masing pisau frais sesuai
fungsinya.
Tabel 2.14. Pisau Frais dan Penggunaannya.
No. Jenis Pisau Frais Ilustrasi Penggunaan
1 Pisau Frais Mantel
(Plane Milling Cutter)








2. Pisau Frais Sudut
(Angle Milling Cutter)








3. Pisau Frais Ekor Burung
(Dove Tail Milling Cutter)






4. Pisau frais Alur Melingkar
(Woodruff Keyseat Cutter)








49

No. Jenis Pisau Frais Ilustrasi Penggunaan
5. Pisau sisi dan Muka
(Side and Face Cutter)






6.

Pisau Frais Sisi Gigi Silang
(Staggered Tooth Side and Face
Cutter)






7. Pisau frais radius (bentuk)
(Form Cutter)







8. Pisau Frais Alur T
(T Slot Cutter)



9. Pisau Frais Jari
(Endmill Cutter)






50

No. Jenis Pisau Frais Ilustrasi Penggunaan
10. Pisau Frais Roda Gigi
(Gear Cutter)







11. Pisau Frais Muka
(Face Mill Cutter)






12. Pisau Frais Sisi dan Muka (Shell
endmil Cutter)






13. Pisau Frais Gergaji (Slitting Saw








(Modul Teknik Permesinan Frais.2013.Hal.29)

2.7.2.4.1. Penggunaan Pisau Frais Roda Gigi
Untuk memperjelas uraian materi sebelumnya tentang pisau roda gigi, di
bawah ini akan dibahas lagi lebih luas tentang materi pisau roda gigi.
Sebagaimana alat-alat potong pada mesin bubut, pisau roda gigi dibuat dari bahan
baja karbon (carbon steel) atau baja kecepatan potong tinggi (High Speed
Steel=HSS). Bentuknya dibuat sedemikian rupa sehingga hasil pemotongannya
51

membentuk profil gigi, yakni garis lengkung (evolvente). Adapun macam-macam
pisau frais roda gigi (gear cutters) adalah sebagai berikut.
1) Tipe plain
Digunakan baik untuk pemotongan pengasaran maupun untuk penyelesaian
(finishing) pada roda gigi dengan profil gigi kecil (modul kecil).





Gambar 2.23. Gear plain cutter (pisau gigi tipe plain)

2) Tipe stocking
Pada gigi pemotong mempunyai alur yang selang-seling. Beram (tatal) akan
terbuang melalui alur-alur. Karena alurnya berselangseling, maka pada benda
kerja tidak akan pernah terjadi garis-garis. Cutter tipe ini digunakan untuk
pengefraisan pengasaran pada roda gigi dengan profil besar (modul = 2,5 12).
Untuk penyelesaian (finishing) digunakan cutter tipe plain.







Gambar 2.24. Gear stocking cutter (pisau gigi tipe stocking)

2.7.2.4.2. Ukuran Pisau Frais Roda Gigi
Pisau frais roda gigi dibuat untuk setiap ukuran, yakni untuk diametral pitch
maupun untuk sistem modul. Untuk setiap ukuran terdiri satu set yang mempunyai
8 buah atau 15 buah. Untuk setiap nomor cutter hanya digunakan untuk memotong
52

roda gigi dengan jumlah roda gigi tertentu. Hal ini dibuat mengingat bahwa roda
gigi dengan jumlah gigi sedikit profil giginya akan sedikit berbeda dengan profil
gigi dari roda gigi dengan jumlah gigi banyak.
Tabel 2.15. Pemilihan nomor pisau sistem modul
No Nomor pisau Untuk memotong gigi berjumlah
01
1 1213
02
2 1416
03
3 1720
04
4 2125
05
5 2634
06
6 35134
07
7 155134
08
8 135 keatas Gigi rack
(wirawan sumbodo, 2008, hal. 321)

Table 2.16. Satu set cutter modul dengan 15 nomor
No Nomor pisau Untuk memotong gigi berjumlah
01
1 12
02
1,5 13
03
2 14
04
2,5 1516
05
3 1718
06
3,5 1920
07
4 2122
08
4,5 2325
09
5 2629
10
5,5 3034
11
6 3541
12
6,5 4254
13
7 5580
14
7,5 81134
15
8 135 Tak terhingga Gigi rack
(wirawan sumbodo, 2008, hal. 322)

Pisau frais yang digunakan untuk pemotongan roda gigi menurut system
diameter pitch, juga mempunyai 8 buah cutter (satu set). Misal roda gigi dengan
jumlah 12 gigi, maka cutter terdiri dari nomor 8.
53


Table 2.17. Satu set cutter modul sistem diameter pitch
No Nomor pisau Untuk memotong gigi berjumlah
01
1 Gigi rack
02
2 55134
03
3 3554
04
4 2634
05
5 2125
06
6 1720
07
7 1416
08
8 1213
(wirawan sumbodo, 2008, hal. 322)

2.7.2.4.3. Perawatan Pisau Frais Roda Gigi
Perawatan pisau roda gigi dimaksudkan untuk memperpanjang umum secara
ekonomi maupun umur secara teknologi dari pada alat potong. Adapun cara-cara
perawatannya adalah sebagai berikut:
1) Memasang cutter dengan cara-cara yang benar, yakni cukup kuat, tidak
oleng/goyang, menggunakan pasak dan sebagainya.
2) Menggunakan putaran dan feeding (pemakanan) sesuai dengan ketentuan.
3) Menggunakan pendinginan yang cukup. Untuk besi tuang tidak perlu ada
pendinginan dengan cairan.
4) Penyimpanan cutter dengan baik, diberi minyak pelumas, sisi-sisi potong
jangan sampai terjadi tabrakan/benturan.

2.7.2.5. Rumus Dasar Pengoperasian Mesin Frais
Dalam mengoperasikan atau menjalankan mesin frais ada beberapa
perhitungan yang perlu dipersiapkan terlebih dahulu sebelum memulai praktek
mengefrais. Perhitungan yang di arahkan pada penulisan ini adalah untuk
pembuatan roda gigi lurus, adapun perhitungan tersebut antara lain.
a. Menentukan putaran mesin
Jumlah putaran yang digunakan tergantung dari kecepatan potong (m/menit
adatu feet/menit) dan diameter pisau frais. Adapun persamaan yang
54

digunakan untuk menentukan kecepatan potong dan kecepatan putaran mesin
tidak berbeda dengan persamaan 2.29 dan persamaan 2.30 pada mesin bubut,
yaitu :
Persamaan untuk menentukan kecepatan pemotongan (cutting speed) Cs
Cs =

(m/menit) Persamaan (2.40)


Persamaan untuk menentukan putaran sumbu utama mesin (n)
n =


Rpm (putaran/menit) Persamaan (2.41)
(Drs. Daryanto, 1987, hal.51)

Akan tetapi pada persamaan diatas nilai d bukanlah ukuran benda kerja,
melainkan diameter pisau frais (d).

b. Menentukan kecepatan pemakanan (F)
Yang dimaksud kecepatan pemakanan adalah jarak tempuh gerak maju pisau
atau benda kerja dalam satuan mm/menit atau feet/menit. Pada gerak putar,
kecepatan pemakanan (f ) adalah gerak maju alat potong atau benda kerja
dalam (n) putaran benda kerja atau pisau per menit. pada mesin frais,
kecepatan pemakanan dinyatakan dalam satuan (mm/menit) di mana dalam
penggunaannya perlu disesuaikan dengan jumlah mata potong pisau frais, f
untuk setiap jenis pisau dan setiap jenis bahan sudah dibakukan tinggal pilih
mana yang cocok. Dengan demikian kecepatan maju meja mesin dapat
ditentukan dengan persamaan berikut :
F = f . z . n Persamaan (2.42)
Keterangan :
F = ecepataan pemakanan / kecepatan maju meja mesin (mm/menit)
f = kecepatan pemakanan pergigi (mm)
z = jumlah mata potong pisau
n = kecepatan putaran sumbu utama mesin
(wirawan sumbodo, 2008, hal. 304)
55

Adapun untuk menentukan kecepatan pemakanan pergigi dapat ditentukan
berdasarkan tabel berikut :
Tabel 2.18. Kecepatan pemakanan (feeding) pergigi untuk HSS

(wirawan sumbodo, 2008, hal. 304)

c. Menentukan frekuensi pemakanan (i)
Frekuensi pemakanan adalah jumlah pengulangan penyayatan mulai dari
penyayatan pertama hingga selesai. Frekuensi pemakanan tergantung pada
kemampuan mesin, jumlah bahan yang harus dibuang, sistem penjepitan
benda kerja dan tingkat finishing yang diminta.

d. Panjang benda kerja / jarak tempuh alat potong (L)
Pada mesin frais, jarak tempuh meja atau benda kerja adalah panjang benda
kerja ditambah diameter pisau ditambah kebebasan pisau. Untuk lebih
jelasnya dapat diperhatikan pada gambar berikut.

Gambar 2.25. Jarak tempuh pada pengefraisan

Berdasarkan gambar diatas persamaan untuk menentukan jarak tempuh alat
potong adalah sebagai berikut :
56

L = l + 2 ( x +R ) atau L = l + 2x + d Persamaan (2.43)
Keterangan :
L = jarak tempuh alat potong (mm)
l = panjang benda kerja (mm)
x = jarak bebas alat potong terhadap benda kerja (mm)
d = diameter alat potong (mm)
R = Jari-jari alat potong (mm)
(wirawan sumbodo, 2008, hal. 305)

e. Menentukan waktu pengerjaan (Tm)
Dalam proses pengoperasian mesin frais, operator dapat menentukan waktu
pengerjaan pengefraisan yang berkaitan dengan persamaan-persamaan
tentang pengoperasian mesin frais sebelumnya. Adapun persamaan yang
digunakan untuk menentukan waktu pengerjaan adalah sebagai berikut :
Tm = z

Persamaan (2.44)
Keterangan :
Tm = Waktu proses (menit)
i = Banyak pemotongan per gigi
z = Jumlah gigi roda gigi
L = Jarak tempuh alat potong (mm)
F = kecepatan pemakanan (kecepatan maju meja mesin) (mm/menit)
(A.T. Situngkir dan D.J. Tampubolon.2008. hal. 305)
f. Menentukan putaran engkol pada kepala pembagi
Dalam pembuatan roda gigi lurus standar menggunakan mesin frais untuk
pembagian jumlah gigi pada pembuatan profil gigi ditentukan menggunakan
kepala pembagi (dividing head).
1) Pembagian secara langsung
Pembagian kepala pembagi secara langsung yaitu pembagian
menggunakan piring pembagi dengan jumlah lubang tertentu.

57


Tabel 2.19. Jumlah lubang pada piring pembagi
Seri A Seri B
1 2 1 2 3
30
41
43
48
51
57
69
81
91
99
117
38
42
47
49
53
59
77
87
93
111
119
15
16
17
18
19
20
21
23
27
29
31
33
37
39
41
43
47
49
(Tim Fakultas Teknik Mesin UNY.2004. hal. 88)


Gambar 2.26. Piring pembagi

Putaran engkol pada pembagian langsung dapat dihitung dengan
persamaan berikut :
N =

Persamaan (2.45)
Keterangan :
N = Putaran engkol kepala pembagi
z = Jumlah gigi (jumlah pembagian)
(Tim Fakultas Teknik Mesin UNY.2004. hal. 89)

2) Pembagian tidak langsung
Pembagian tidak langsung dilakukan bila pembagian langsung tidak
dapat dilakukan. Sehingga pada pembagian tidak langsung diperlukan
roda gigi tambahan yang harus dipasang, pemasangan roda gigi
tambahan dapat dilakukan sebagaimana gambar berikut.
58


Gambar 2.27. Pemasangan roda gigi tambahan
Keterangan :
1. Poros utama kepala pembagi
2. Roda gigi cacing
3. Ulir cacing
4. Center kepala pembagi
5. Pelat pembawa
6. Poros ulir cacing
7. Piring pembagi
8. Engkol pemutar
9. Pen pengunci roda gigi payung dengan rasio perputaran 1:1
10. z
1
, z
2
, z
3
dan z
4
merupakan roda gigi tambahan dengan jumlah gigi
yang ditentukan
Roda-roda gigi pada kepala pembagi sebagai roda-roda tukar
mempunyai yang disajikan pada tabel berikut :


59

Tabel 2.20. Jumlah gigi roda-roda tukar
Seri dan Jumlah Gigi
1 2 3 4
24
24
28
32
40
48
56
64
72



86
100
127
24
24
28
32
36
40
44
48

56
64
72
86
100
127
24
28
30
32
39
40
44
48
48
56
64
68
72
76
86
96



100
127
24
28
30
32
36
37
40
48
48
49
56
60
64
66
68
72
76
78
80
84
86
90
96
100
(127)
(Tim Fakultas Teknik Mesin UNY.2004. hal. 93)
Untuk menentukan jumlah gigi pada roda gigi tambahan dapat
menggunakan persamaan berikut :
U = (z
1
z)

Persamaan (2.46)
Keterangan :
U = Perbandingan jumlah gigi roda gigi tambahan
z = Jumlah pembagi (gigi roda gigi) seharusnya
z
1
= Jumlah pembagi (gigi roda gigi) yang di misalkan
(Tim Fakultas Teknik Mesin UNY.2004. hal. 94)

Untuk pemasangan roda gigi tambahan dapat dlihat pada gambar berikut.

Gambar 2.28. Contoh pemasangan roda gigi tukar
60

2.7.3. Mesin Sekrap Vertical (Slotting Machine)
2.7.3.1. Fungsi Mesin Sekrap Vertical
Mesin sekrap vertical digunakan untuk pemotongan dalam, menyerut dan
bersudut serta untuk pengerjaan permukaan-permukaan yang sukar dijangkau.
Selain itu mesin ini juga bisa digunakan untuk operasi yang memerlukan
pemotongan vertical. Gerakan pahat dari mesin ini naik turun secara vertical,
sedangkan benda kerja bergeser ke arah memanjang dan melintang. Mesin ini
dilengkapi dengan meja putar, sehingga dengan mesin ini bisa dilakukan
pengerjaan pembagian bidang yang sama besar.

Gambar 2.29. Mesin sekrap vertical
2.7.3.2. Macam-macam Alat Potong
Bentuk alat potong pada mesin sekrap bermacam-macam tergantung
pengunaanya, adapun berbagai bentuk alat potong tersebut adalah sebagai
berikut :
61


Gambar 2.30. Macam-macam pahat sekrap

2.7.3.3. Rumus Dasar Proses Sekrap
Dalam merencanakan proses sekrap ada beberapa rumus perhitungan yang
menjadi dasar sebelum melaksanakan proses penyekrapan yang dapat dijelaskan
pada gambar berikut :

Gambar 2.31. Proses sekrap
Keterangan dari gambar diatas adalah sebagai berikut :
f = Gerak makan (gerakan pahat per langkah penyayatan) (mm)
62

a = Tebal pemakanan (mm)
w = Panjang pemakanan (mm)
v
m
= Kecepatan gerakan maju pahat per menit (mm/menit)
v
r
= Kecepatan gerakan mundur pahat per menit (mm/menit)
l
v
= Jarak bebas awal pahat terhadap benda kerja (mm)
l
w
= ukuran benda kerja yang dipahat (mm)
l
n
= Jarak bebas akhir pahat terhadap benda kerja (mm)
Rumus dasar yang digunakan pada proses sekrap antara lain dapat dituliskan
sebagai berikut :
a) Kecepatan potong rata-rata
kecepatan potong adalah kecepatan potong rata-rata untuk gerak maju dan
gerak kembali dengan perbandingan kecepatan = v
m
/v
t
dengan harga R
s
< 1,
sehingga persamaan tersebut dapat dituliskan sebagai berikut :
v =


(mm/menit) Persamaan (2.47)
Dimana :
v = Kecepatan potong rata-rata (mm/menit)
n
p
= Jumlah langkah per menit
l
t
= panjang langkah pahat (mm)
(widarto.2008. hal. 243)

Untuk menentukan jumlah langkah per menit (n
p
)

dapat dketahui
menggunakan persamaan berikut :
n
p
=

Persamaan (2.48)
l
t
= l
v
+ l
w
+ l
n
Dimana :
l
v
20 mm
l
n
10 mm
l
w
= panjang benda kerja (mm)
63

v = kecepatan putaran per menit (lihat tabel 2.20)
(widarto.2008. hal. 243)
b) Kecepatan makan
Kecepatan makan adalah kecepatan gerak makan pahat dalam mm/menit.
v
f
= f n
p
(mm/menit) Persamaan (2.49)
Dimana :
v
f
= kecepatan makan (mm/menit)
f = feed (mm)
(widarto.2008. hal. 243)
c) Waktu pemotongan
Waktu pemotongan adalah lamanya waktu proses yang dibutuhkan untuk
pengerjaan.
Tm =

(menit) Persamaan (2.50)


Dimana :
Tm = waktu pemotongan (menit)
w = panjang pemakanan (mm)
(widarto.2008. hal. 243)
Besar kecilnya kecepatan potong dan feeding tergantung pada jenis bahan
yang dipotong dan alat yang digunakan, dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 2.21. Shaper speeds and Feeds

(widarto.2008. hal. 243)

You might also like