KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1. Kerangka Konsep Penelitian Berdasarkan tujuan penelitian di atas maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah Variabel Independen Variabel Dependen
Gambar 3.1. Kerangka Teori Penelitian Berikatan dengan reseptor adenosin di system saraf pusat Penghambatan reseptor adenosin memicu pelepasan neurotransmitter stimulatorik: - dopamin - norepinefrin - asetilkolin Dampak terhadap fungsi kognitif Zat kafein dalam darah melewati sawar darah otak Terjadi perubahan struktural dan biokimiawi di dalam otak: - peningkatan aliran darah serebral - peningkatan aktivitas neuronal Fungsi Kognitif Kafein
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
3.2. Variabel Penelitian 3.2.1. Variabel Bebas Pada penelitian ini yang ditetapkan sebagai variabel bebas adalah pemberian kafein dalam bentuk minuman kopi berkafein atau tidak diberikan kafein sebagai minuman kopi decaffeinated.
3.2.2. Variabel Tergantung Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah dampak terhadap fungsi kognitif dan parameter yang diukur adalah total jawaban, jawaban benar dan persentase skor pada mental serial subtraction
3.3. Defenisi Operasional Kafein adalah zat stimulans dari golongan methylxantin yang banyak terkandung di dalam minuman kopi, teh, coklat, obat-obatan, minuman ringan dan minuman energi. Pemberian kafein adalah dalam bentuk satu cangkir minuman kopi panas 150 ml karena lebih praktis dan merupakan sumber kafein yang paling sering dikonsumsi khususnya oleh mahasiswa. Fungsi kognitif secara dasarnya merupakan keseluruhan proses pemikiran yang melibatkan kemampuan belajar dan mengingat; mengatur, merencana dan memecahkan masalah; fokus, memelihara dan mengalihkan perhatian seperlunya; memahami dan menggunakan bahasa; akurat dalam memahami lingkungan, dan melakukan perhitungan. Kenyataannya, adalah mustahil untuk menguji semua aspek dari fungsi kognitif. Metode eksperimental yang dipilih untuk mahasiswa adalah mental serial subtraction karena melibatkan memori kerja, kemampuan memproses informasi, visualisasi, perhitungan, pemusatan perhatian dan konsentrasi. Aspek-aspek ini sangat relevan dalam lingkup akademik mahasiswa. Pada penelitian ini, fungsi kognitif responden yang diukur adalah Kecepatan Mental, Ketepatan Mental, dan Kinerja Mental. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
Tabel 3.1. Defenisi Operasional Kecepatan Mental
Ketepatan Mental Kinerja Mental Cara Pengukuran Menghitung total jawaban yang dihasilkan dalam waktu 10 menit Menentukan jumlah jawaban yang benar dalam waktu 10 menit Menghitung persentase skor:
Alat Ukur Mental Serial Subtraction Mental Serial Subtraction Mental Serial Subtraction Hasil Ukur Total Jawaban Jawaban Benar Persentase Skor Skala Ukur Numerik Numerik Numerik
3.4. Hipotesis 3.4.1. Hipotesis Nol (Ho) Pemberian kafein tidak berpengaruh terhadap fungsi kognitif mahasiswa. 3.4.2. Hipotesis Alternatif (Ha) Pemberian kafein berpengaruh terhadap fungsi kognitif mahasiswa.
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
BAB 4 METODE PENELITIAN
4.1. Rancangan Penelitian Penelitian ini adalah eksperimen murni (true experiment design) yang menguji efek kafein terhadap fungsi kognitif. Pendekatan yang digunakan pada desain penelitian ini adalah pretest-posttest with control group. Pada tahap awal, peserta penelitian telah dikelompokkan secara acak ke dalam kelompok kafein dan kelompok kontrol. Kedua-dua kelompok telah diminta untuk melakukan perhintungan mental untuk menilai fungsi kognitifnya, kemudian kelompok kafein diberikan intervensi kopi berkafein manakala kelompok kontrol diberikan kopi decaffeinated, dan sesudah 1 jam, dilakukan kembali perhitungan mental untuk membandingkan fungsi kognitif.
4.2. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilakukan pada tanggal 25 Juli 2011 di Institut Perguruan Darul Aman (IPDA), Kedah, Malaysia. Lokasi ini telah dipilih karena populasi yang relevan dan memberikan kerjasama. Eksperimen dilaksanakan di Bilik Serbaguna 1 di perpustakaan kampus karena dapat memuatkan subyek penelitian dengan nyaman.
4.3. Populasi dan Sampel 4.3.1 Populasi Populasi penelitian adalah seluruh mahasiswa IPDA setambuk 2008, 2009, dan 2010 tahun akademik 2010/2011.
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
4.3.2. Sampel Pemilihan sampel adalah dengan cara non probability sample (selected sample) dengan cara purposive sampling. Pengambilan sample dilakukan atas dasar pertimbangan peneliti yang menganggap kriteria yang dikehendaki telah ada dalam anggota sampel yang diambil. Sebanyak 56 sampel telah diambil untuk penelitian ini. 4.3.3. Kriteria Sampel Kriteria inklusi adalah semua mahasiswa IPDA setambuk 2008, 2009 dan 2010 dalam rentang usia 19 sampai 22 tahun yang sehat secara fisik dan mental dan pernah mengonsumsi kafein serta tidak alergi. Kriteria eksklusi adalah merokok, menderita penyakit kronis (misalnya, sirosis hati) atau penyakit jiwa, memakai kontrasepsi oral, menggunakan obat-obatan dan intoleransi terhadap kafein.
4.4. Metode Pengumpulan Data 4.4.1. Instrumen eksperimen Materi yang telah digunakan dalam eksperimen ini adalah: 1. Ruang makan dan ruang eksperimen. 2. Sarapan pagi untuk peserta 3. 56 cangkir kopi dan 56 cangkir untuk kertas jawaban 4. Kopi berkafein 6. Kopi decaffeinated 7. Sejumlah kertas A4 yang banyak 9. 1 jam henti untuk, untuk menjaga waktu ujian dan waktu absorbsi kopi.
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
4.4.2. Prosedur Eksperimen Responden yang bersetuju untuk mengikuti eksperimen telah diminta untuk berpuasa dari mengonsumsi kafein dari semua sumber selama 24 jam sebelum eksperimen. Hal ini adalah untuk memastikan bahwa tidak ada zat kafein dalam darah peserta sebelum penelitian. Mereka telah diberikan satu daftar makanan dan minuman yang mengandung kafein dan diminta untuk tidak mengonsumsi semua sumber tersebut. Peserta juga telah diminta untuk tidak bersarapan sebelum eksperimen. Pada hari eksperimen, semua responden telah ditanyakan apakah mereka mematuhi aturan ini sebelum layak untuk mengikuti eksperimen. Eksperimen telah dilakukan pada jam 8 pagi dan responden diberikan sarapan yang sama oleh peneliti yaitu nasi lemak dan air putih. Hal ini untuk mengurangkan faktor confounding seperti faktor sarapan pagi dan jenis sarapan yang dapat mempengaruhi hasil eksperimen. Selain itu, sarapan penting untuk menghindari kemungkinan efek mual akibat konsumsi kafein ketika perut kosong. Kesemua responden bersarapan di ruang makan di depan perpustakaan. Setelah selesai bersarapan, responden dibawa ke Bilik Serbaguna 1 perpustakaan kampus dan dibagikan secara acak ke dalam dua kelompok, yaitu kelompok kafein dan kelompok kontrol. Kelompok kafein terdiri dari 29 responden manakala kelompok kontrol terdiri dari 27 orang. Kemudian , peserta diberikan penjelasan tentang tes yang akan dijalankan berserta contoh-contohnya. Setelah semua responden memahami tes yang digunakan, eksperimen dimulai dan responden diminta untuk menjalani tes mental serial subtraction termodifikasi selama 10 menit. Serial subtraction adalah bagian perhitungan aritmatika dari Trier Social Stress Test (Kase, Ritter & Schoelles, 2009). Tes ini sering digunakan untuk menguji fungsi kognitif, misalnya di dalam Mini-Mental State Examination untuk pasien demensia. Selain itu, tes ini digunakan untuk menilai gangguan kognitif pada saat hipoglikemi dan pernah digunakan untuk mengkaji hubungan antara peningkatan kadar glukosa darah dan prestasi kognitif (Tildesley et al, 2005). Pada versi tes ini yang asal, peserta diberikan satu nomor dan diminta untuk melakukan perhitungan pengurangan angka secara mental. Peserta diminta untuk menyebutkan jawaban di hadapan penilai dan hal ini dilakukan selama 4 menit. Bila Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
jawaban yang salah diberikan oleh peserta, peserta diminta untuk mengulangi perhitungan dari jawaban terakhir yang benar (Kase, Ritter & Schoelles, 2009). Tes yang digunakan dalam eksperimen ini adalah mental serial subtraction yang telah dimodifikasi. Peserta telah diberikan sejumlah kertas kosong yang bertanda untuk menuliskan jawaban. Peneliti memberikan satu nomor 4 angka dan peserta diminta untuk mengurangi angka 19 dari nomor itu secara mental dengan cepat. Ditekankan di sini agar peserta menjawab dengan cepat untuk menguji kemampuan memproses informasi. Peserta hanya boleh menuliskan jawaban di atas kertas tetapi dilarang untuk mencatatkan perhitungan. Setiap kali selesai menuliskan jawaban, peserta meletakkan kertas jawaban ke dalam cangkir yang disediakan dan seterusnya melanjutkan perhitungan mental. Hal ini dilakukan berterusan selama 10 menit. Jawaban yang tepat adalah nomor yang dikurangi 19 dengan betul berdasarkan nomor yang sebelumnya.
Gambar 4.1. Ilustrasi dari mental serial subtraction
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
Setelah selesai mengerjakan tugas ini, kelompok kafein telah diberikan secangkir kopi berkafein kira-kira 150 ml manakala kelompok kontrol diberikan kopi decaffeinated 150 ml. Kandungan kafein adalah kira-kira 40 sampai 180 mg per 150 ml untuk kopi berkafein dan kopi decaffeinated mempunyai kira-kira 3 mg per 150 ml. Kadar kafein dalam kopi decaffeinated adalah terlalu kecil untuk menimbulkan efek dan dapat diabaikan. Kedua-dua jenis kopi yang diberikan adalah daripada merek yang sama serta bentuk dan penampilannya juga adalah sama. Setelah pemberian kafein, ditunggu selama 60 menit karena terdapat usulan bahwa kadar konsentrasi darah puncak kafein tercapai setelah 1 jam administrasi kafein (Peeling & Dawson, 2007). Sesudah 1 jam, peserta telah diminta untuk mengulangi tes yang sama tetapi diberikan nomor awal yang berbeda. Kertas jawaban dikutip oleh peneliti dan skor peserta dihitung.
Responden berpuasa dari semua sumber kafein selama 24 jam Sarapan disediakan pada waktu pagi tanggal penelitian Responden dibagikan secara acak ke dalam kelompok kafein dan kelompok kontrol Responden melakukan tes mental serial subtraction selama 10 menit Kelompok kafein diberikan secangkir Nescafe panas, kelompok kontrol diberikan secangkir Nescafe decaffeinated Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.2. Kerangka Prosedur Eksperimen 4.5. Metode Pengolahan dan Analisis Data
Untuk mengetahui pengaruh efek pemberian kafein terhadap fungsi kognitif, analisa data dilakukan dengan menggunakan SPSS 17.00 for windows. Data pretes dan postes dalam kelompok kafein dan kelompok kontrol telah dianalisis dengan Uji T Berpasangan. Perbedaan hasil tes antar kelompok kafein dan kelompok kontrol dianalisis dengan Uji T Tidak Berpasangan.
Ditunggu 1 jam, responden mengulangi tes yang sama tetapi diberikan nomor berbeda. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
BAB 5
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1. Hasil Penelitian
5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian
Penelitian telah dijalankan pada tanggal 25 Juli 2011 di Institut Pendidikan Guru Kampus Darul Aman (IPDA) yang beralamat di Bandar Darul Aman, 06000 Jitra, Kedah, Malaysia. Eksperimen telah dijalankan di dalam Bilik Serbaguna 1 di perpustakaan kampus. Ruang ini dipilih karena luas dan selesa untuk melakukan penelitian. Selain itu, ruang ini memiliki kemudahan komputer, projektor dan sistem suara yang digunakan untuk menjelaskan penelitian secara rinci kepada peserta.
5.1.2. Deskripsi Karakteristik Responden
Pada penelitian ini, jumlah jenis kelamin laki-laki dan perempuan tidak dibatasi namun umur mahasiswa berada dalam rentang 19 sampai 22 tahun. Peneliti hanya ingin melihat dampak kafein terhadap fungsi kognitif tanpa membandingkannya berdasarkan jenis kelamin dan umur. Peserta penelitian merupakan mahasiswa IPDA yang berjumlah 56 orang dan dibagikan secara acak ke dalam dua kelompok yaitu kelompok kafein dan kelompok kontrol.
A. Kelompok Kafein
Kelompok kafein terdiri dari 29 responden. Distribusi karakteristik responden di dalam kelompok kafein berdasarkan jenis kelamin dan umur digambarkan di dalam Tabel 5.1. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
Tabel 5.1. Distribusi Karakteristik Responden Kelompok Kafein berdasarkan Jenis Kelamin dan Umur . Variabel Frekuensi (n) Persen (%) Jenis Kelamin Laki-laki 12 41,4 Perempuan 17 58,6 Umur 19 1 3,4 20 13 44,8 21 12 41,4 22 3 10,3
Total 29 100,0
Berdasarkan Tabel 5.1 di atas diketahui bahwa responden perempuan lebih banyak yaitu 17 orang (58,6%) berbanding laki-laki, 12 orang (41,4%). Seterusnya, responden dalam kelompok kafein berusia antara 19 hingga 22 tahun dengan mayoritas berumur 20 tahun yaitu 44,8%. Dari data diatas, hanya seorang responden yang berusia 19 tahun. B. Kelompok Kontrol
27 orang responden telah berpartisipasi sebagai kelompok kontrol. Distribusi karakteristik responden di dalam kelompok kontrol berdasarkan jenis kelamin dan umur digambarkan di dalam Tabel 5.2.
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
Tabel 5.2. Distribusi Karakteristik Responden Kelompok Berdasarkan Jenis Kelamin dan Umur Variabel Frekuensi (n) Persen (%) Jenis Kelamin Laki-laki 16 59,3 Perempuan 11 40,7 Umur 20 17 63,0 21 10 37,0 Total 27 100,0
Berdasarkan Tabel 5.2, responden laki-laki lebih banyak dalam kelompok kontrol yaitu berjumlah 16 orang (59,3%). Responden dalam kelompok kontrol berusia antara 20 dan 21 tahun dengan mayoritasnya berumur 20 tahun yaitu sebanyak 17 orang (63,0%). Tidak ada responden dalam kelompok kontrol yang berusia 19 dan 22 tahun.
5.1.3. Perbandingan Total Jawaban, Jawaban Benar dan Persentase Skor Mental Serial Subtraction Kelompok Kafein dan Kelompok Kontrol Skor responden kelompok kafein dan kelompok kontrol dapat dilihat pada Tabel 5.3 di bawah. Pada tabel dapat dilihat total jawaban, jumlah jawaban benar dan persentase skor responden sebelum dan sesudah diberikan minuman kopi. Persentase skor dihitung dengan menggunakan rumus . Total jawaban responden dianalogikan sebagai Kecepatan mental, jawaban yang benar sebagai Ketepatan mental dan persentase skor sebagai Kinerja mental.
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
Tabel 5.3. Distribusi Rerata (SD) Total Jawaban, Jawaban Benar dan Persentase Skor Mental Serial Subtraction Kelompok Kafein dan Kelompok Kontrol Sebelum (Pre) dan Sesudah (Pos) Minum Kopi
B
Berdasarkan Tabel 5.3, rerata total jawaban responden kelompok kafein meningkat dari 15,7 jawaban ke 22,3 jawaban sesudah diberikan minuman kopi berkafein. Seterusnya, rerata jawaban benar responden dalam kelompok kafein meningkat dari 12,1 jawaban ke 19,3 jawaban. Rerata skor responden kelompok kafein mengalami peningkatan dari 74,9% ke 86,1%. Pada kelompok kontrol, dilihat terjadi peningkatan rerata total jawaban dari 21,5 jawaban menjadi 34,1 jawaban sesudah diberikan minuman kopi decaffeinated. Selain itu, rerata jawaban benar meningkat dari 18,0 jawaban ke 30,2 jawaban. Seterusnya, skor responden dalam kelompok kontrol mengalami peningkatan dari 82,2% ke 89,2% .
Pre Pos Total 15,7 5,6 22,3 8,0 Kafein Benar 12,1 4,9 19,3 7,6 Skor (%) 74,9 21,5 86,1 13,0
Total 21,5 8,8 34,1 12,4 Kontrol Benar 18,0 9,8 30,2 13,0 Skor (%) 82,2 20,2 89,2 17,0 Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
5.1.4. Analisis Kecepatan Mental Kelompok Kafein dan Kelompok Kontrol
Kecepatan mental merupakan parameter yang menilai fungsi mental secara kuantitatif berdasarkan total jawaban responden dalam waktu 10 menit. Hal ini menunjukkan kemampuan mental responden untuk melakukan perhitungan mental dengan cepat dan berterusan dalam jangka waktu yang ditetapkan. Analisis kecepatan mental responden kedua-dua kelompok dilakukan dengan membandingkan rerata total jawaban sebelum dan sesudah meminum kopi seperti yang ditunjukkan dalam Tabel 5.4.
Tabel 5.4. Analisis Rerata (SD) Total Jawaban Responden Kelompok Kafein dan Kelompok Kontrol Sebelum (Pre) dan Sesudah (Pos) Minum Kopi Pre Pos % Nilai p Kafein 15,7 5,6 22,3 8,0 6,6 42,0 0,000 Kontrol 21,5 8,8 34,1 12,4 12,6 58,6 0,000 5,8 11.8 % 36,9 52,9 Nilai p 0,004 0,000
Berdasarkan Tabel 5.4, kecepatan mental kelompok kafein kafein dalam melakukan perhitungan meningkat sebanyak 42,0% sedangkan peningkatan kecepatan mental kelompok kontrol adalah lebih tinggi yaitu sebanyak 58,6%. Uji T Berpasangan digunakan untuk membandingkan rerata total jawaban sebelum dan sesudah minum kopi untuk menilai apakah terdapat perbedaan yang signifikan di dalam setiap kelompok. Ternyata hasil yang didapatkan pada kelompok kafein; t(28)= - 5,795, P< 0,000 menunjukkan terdapat peningkatan kecepatan mental yang signifikan. . Pada kelompok kontrol, hasil yang diperoleh adalah t(26)= -7,193, P< 0,000 dan hal ini Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
menunjukkan pemberian kopi decaffeinated turut memberikan peningkatan yang signifikan terhadap kecepatan mental responden. Selain itu, peneliti ingin melihat apakah perbedaan kecepatan mental kelompok kafein berbeda dengan kelompok kontrol. Berdasarkan Uji T Tidak Berpasangan, terdapat perbedaan kecepatan yang signifikan antara kelompok kafein dan kontrol sebelum minum kopi; t(54)= -2,981, P= 0,004 dan sesudah minum kopi; t(43,928)= - 4,197, P= 0,000.
5.1.5 Analisis Ketepatan mental Kelompok Kafein dan Kelompok Kontrol Ketepatan mental merupakan penilaian fungsi mental secara kualitatif yaitu kemampuan mental untuk melakukan perhitungan dengan akurat. Hal ini dinilai dengan membandingkan jumlah jawaban yang benar dalam waktu 10 menit seperti yang ditunjukkan dalam Tabel 5.5.
Tabel 5.5. Analisis Rerata (SD) Jawaban Benar Kelompok Kafein dan Kelompok Kontrol Sebelum dan Sesudah Minum Kopi
Pre Pos % Nilai p Kafein 12,1 4,9 19,3 7,6 7,2 59,5 0,000 Kontrol 18,0 9,8 30,2 13,0 12,1 67,2 0,000 5,9 10,9 % 48,8 56,5 Nilai p 0,008 0,000 Berdasarkan Tabel 5.5, dapat dilihat ketepatan mental kelompok kafein meningkat sebanyak 59,5% sedangkan peningkatan ketepatan mental kelompok kontrol adalah sebanyak 67,2%. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan Uji T Berpasangan, peningkatan ketepatan mental pada kelompok kafein sesudah minum kopi adalah signifikan dengan t(28)= -6,775, P< 0,000. Ketepatan mental kelompok kontrol juga meningkat dengan signifikan berdasarkan nilai t(26)= -7,493, P< 0,000. Sebelum pemberian kopi, terdapat perbedaan ketepatan mental yang signifikan antar kelompok kafein dan kontrol; t(37,781)= -2,815, P= 0,008. Ketepatan mental antar kedua-dua kelompok ini juga berbeda sesudah minum kopi dengan nilai t(41,446)= - 3,798, P= 0,000.
5.1.6 Analisis Kinerja mental Kelompok Kafein dan Kelompok Kontrol Kinerja mental merupakan penilaian prestasi mental secara kuantitatif dan kualitatif yang dicapai oleh responden dalam melaksanakan perhitungan. Hal ini dilihat dari persentase skor; responden sebelum dan sesudah minum kopi. Tabel 5.6 menunjukkan persentase skor kedua-dua kelompok kafein dan kontrol.
Tabel 5.6. Analisis Rerata (SD) Persentase Skor Responden Kelompok Kafein dan Kelompok Kontrol Sebelum (Pre) dan Sesudah (Pos) Minum Kopi Pre Pos % Nilai p Kafein 74,9 21,6 86,1 13,1 11,2 15,0 0,002 Kontrol 82,2 20,2 89,2 17,0 7,0 8,5 0,017 7,3 3,1 % 9,7 3,6 Nilai p 0,196 0,452
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan Tabel 5.6, kinerja mental kelompok kafein meningkat sebanyak 15,0% sedangkan peningkatan pada kelompok kontrol hanyalah sebanyak 8,5%. Uji T Berpasangan pada kelompok kafein; t(28)= -3,385, P< 0,002, menunjukkan peningkatan kinerja mental yang signifikan. Pada kelompok kontrol, kinerja mental juga meningkat dengan signifikan; t(26)= -2,561, P< 0,017. Sebelum minum kopi, kinerja mental kelompok kafein tidak berbeda dengan signifikan dari kelompok kontrol berdasarkan hasil Uji T Tidak Berpasangan; t(54)= - 1,309, P= 0,196. Sesudah minum kopi, kinerja mental antar kedua-dua kelompok juga tidak berbeda dengan signifikan; t(54)= -0,758, P= 0,452.
5.2. Pembahasan
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh kafein terhadap fungsi kognitif khususnya dalam kalangan golongan muda. Sebelum ini, penelitian telah membuktikan bahwa konsumsi kafein memberikan efek positif yang signifikan terhadap prestasi kognitif golongan berusia lanjut berdasarkan tes-tes kognitif yang dilakukan. Bila prestasi mental menurun karena faktor tua, alkohol atau keletihan, kafein memberikan efek yang lebih kuat melalui pelepasan neurotransmitter di jalur kolinergik sistem saraf pusat, sehingga prestasi mental dapat meningkat (Johnson-Kozlow et al, 2002). Namun dalam penelitian ini, responden yang dipilih adalah dari golongan muda yang berusia antara 19 sampai 22 tahun yang mempunyai fungsi kognitif yang optimum. Terdapat saran bahwa efek cognitive enhancement sangat terbatas pada golongan muda karena kondisi mental yang sudah sedia optimum menyisakan sedikit ruang untuk perbaikan. Responden yang dipilih adalah mahasiswa IPDA yang mempunyai tingkat edukasi yang setaraf sehingga faktor variasi kecerdasan individu diharapkan tidak terlalu berpengaruh terhadap hasil penelitian. Test yang digunakan dalam penelitian ini adalah mental serial subtraction di mana Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
responden harus mengurangi nomor dua angka dari nomor empat angka secara mental. Biarpun aspek kognitif utama yang diuji oleh tes ini adalah aspek perhitungan aritmetik, namun tes ini juga mencakupi dimensi kognitif yang lain seperti memori kerja, perhatian, visualisasi dan kewaspadaan sehingga dapat digunakan untuk menganalisis fungsi kognitif responden secara umum. Selain itu, dosis kafein dalam penelitian ini tidak diukur secara langsung di laboratorium. Sebaliknya, peneliti menggunakan minuman kopi merek NESCAF Classic dan NESCAF Decaf yang tidak menyatakan dosis kafein pada labelnya. Namun berdasarkan International Coffee Organization di Inggris, rentang kafein adalah 40 sampai 180 mg per 150 ml untuk kopi berkafein dan kopi decaffeinated mempunyai kira- kira 3 mg per 150 ml. Peneliti mengassumsi minuman kopi yang digunakan mengandung dosis kafein seperti yang dinyatakan di atas. Selain itu, peneliti juga mengassumsi bahwa semua responden berpuasa dari mengonsumsi semua sumber kafein 24 jam sebelum tanggal penelitian karena kadar kafein dalam darah atau saliva responden tidak diukur. Sebelum diberikan kopi, kelompok kontrol mencapai hasil yang lebih baik pada mental serial subtraction berdasarkan rerata persentase skor yang lebih tinggi yaitu 82,2% (SD 20,2) berbanding kelompok kafein; 74,9% (SD 21,5). Perbedaan kinerja mental antar kelompok sebelum diberikan kopi adalah tidak bermakna dengan nilai p= 0,196. Namun demikian, bila diteliti total jawaban dan jawaban benar pada kedua-dua kelompok di Tabel 4.4 dan Tabel 5.5, ternyata perbedaan antar kelompok adalah signifikan untuk kecepatan mental (p=0,004) dan ketepatan mental (p=0,008). Hal ini membuktikan bahwa fungsi kognitif kelompok kontrol adalah lebih baik berbanding kelompok kafein karena mereka dapat melakukan lebih banyak perhitungan dalam waktu 10 menit dan menghasilkan lebih banyak jawaban yang benar. Sesudah diberikan minuman kopi, ternyata kelompok kafein mengalami peningkatan kecepatan mental (p<0,000), ketepatan mental (p<0,000) dan kinerja mental (p<0,002) yang signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian kafein dapat meningkatkan prestasi mental dalam melakukan perhitungan. Namun demikian, pemberian kopi decaffeinated turut memberikan dampak positif terhadap kelompok kontrol. Terjadi peningkatan kecepatan mental (p<0,000), ketepatan mental (p<0,000) Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
dan kinerja mental (p< 0,017) yang signifikan dalam kelompok kontrol meskipun tidak mengonsumsi kafein. Hal ini menimbulkan persoalan apakah selain zat kafein, terdapat faktor lain yang mempengaruhi hasil penelitian ini dengan bermakna? Penjelasan yang mungkin adalah terjadinya efek testing bias yang sulit dihindarkan dalam desain penelitian ini, di mana pajanan terhadap tes yang pertama menyebabkan hasil yang lebih baik pada tes yang kedua. Selain itu, hasil mungkin dipengaruhi oleh peningkatan kadar glukosa otak sesudah sarapan karena semua responden telah diberikan sarapan berupa nasi lemak beberapa menit sebelum tes yang pertama dijalankan. Pada tes yang kedua, kedua-dua kelompok memperoleh manfaat kognitif dari suplai glukosa yang mencukupi ke otak. Selanjutnya, terdapat kemungkinan bahwa responden tidak mematuhi prosedur penelitian dengan mengambil zat kafein sebelum tanggal eksperimen. Hal ini tidak terdeteksi karena peneliti tidak mengukur kadar kafein dalam darah atau saliva respoden sebelum melakukan eksperimen. Terdapat faktor yang tidak dapat dikontrol oleh peneliti seperti faktor motivasi responden dalam melakukan perhitungan dan faktor kecerdasan individu. Dalam penelitian ini, terdapat kemungkinan respoden kelompok kontrol adalah lebih pintar berbanding kelompok kafein, justeru lebih bermotivasi dalam melakukan perhitungan. Seperti yang telah dinyatakan, hal ini didasarkan pada hasil ujian pretes di mana kelompok kontrol mempunyai fungsi kognitif yang lebih baik dari kelompok kafein. Maka, kelompok kontrol mungkin dapat mencapai hasil yang lebih baik pada tes mental serial subtraction karena fungsi kognitif mereka yang sudah sedia bagus. Walaupun kecepatan dan ketepatan mental kelompok kontrol meningkat dengan lebih signifikan dari kelompok kafein, peningkatan kinerja mental adalah lebih signifikan pada kelompok kafein (p<0,002) berbanding kelompok kontrol (p<0,017). Hal ini menunjukkan pemberian zat kafein mungkin memberikan efek positif terhadap kemampuan responden untuk berpikir dengan lebih cepat dan tepat.
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
Penelitian sebelumnya untuk mengkaji efek kafein terhadap fungsi kognitif telah memperoleh hasil yang tidak konsisten. Lorraine et al (2009), telah mendapatkan hasil bahwa efek stimulan kafein dengan dosis 250 mg tidak cukup besar untuk meningkatkan performa mental pada tes working memory n-back. Selain itu, Koppelstaettet et al (2008), telah menyimpulkan bahwa kafein dengan dosis sebanyak 100 mg tidak meningkatkan performa kognitif dengan bermakna walaupun dapat mengaktifkan region korteks otak pada gambaran Magnetic Imaging Resonance (MRI). Penelitian lain malah mendapatkan hasil yang positif seperti yang dilakukan oleh Riedel et al (1995), yang menunjukkan bahwa supplemen kafein 250 mg dapat meningkatkan prestasi pada tugas belajar kata. Institute of Medicine Food and Nutrition Board Committee on Military Nutrition Research (2001) pula telah menyimpulkan bahwa konsumsi kafein pada dosis 150 mg dapat meningkatkan prestasi kognitif . Penelitian yang lain mengasosiasikan konsumsi kafein dengan meningkatnya keterjagaan, perhatian, mood, dan konsentrasi yang dinilai secara subyektif (Lieberman et al, 1987; Peeling & Dawson, 2007). Hasil yang tidak konsisten ini mungkin terjadi karena kesukaran untuk menganalis fungsi kognitif dengan spesifik dan standar. Fungsi kognitif merupakan suatu proses yang kompleks dan tidak ada satu tes mental yang dapat mencakup kesemua aspek kognitif yang ada. Di samping itu, sulit untuk menentukan fungsi kognitif individu dengan tepat karena variasi individu seperti tingkat edukasi, demografi, dan status social. Selain itu, mekanisme kafein dalam mempengaruhi proses mental juga masih kurang jelas seperti seberapa besarkah dosis yang diperlukan, cara pemberian dan lain-lain. Oleh itu, lebih banyak penelitian terkontrol yang diperlukan untuk mamahami pengaruh kafein terhadap fungsi kognitif.
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. KESIMPULAN Berdasarkan hasil empiris yang didapatkan dari studi ini, disimpulkan kafein memberikan pengaruh positif terhadap fungsi kognitif mahasiswa. Hal ini berdasarkan adanya peningkatan yang bermakna pada aspek kecepatan mental (p<0,000), ketepatan mental (p<0,000), dan kinerja mental (p<0,002) kelompok kafein. Meskipun demikian, hasil yang positif turut diperoleh pada kelompok kontrol. Oleh sebab itu, tidak dapat dibuktikan sepenuhnya bahwa zat kafein merupakan satu-satunya faktor yang mempengaruhi fungsi kognitif responden dalam studi ini.
6.2. SARAN Kopi merupakan minuman yang popular sekali dalam masyarakat dan semestinya memerlukan investigasi dan penelitian yang mendalam untuk mengkaji manfaatnya. Masukan untuk penelitian berikutnya adalah agar membuat penelitian dengan skala yang lebih besar untuk mengkonfirmasi efektivitas kafein terhadap fungsi kognitif. Jumlah sampel yang lebih besar digunakan dan penelitian dilakukan pada tingkat edukasi berbeda seperti pada sekolah dasar, sekolah menengah, dan sekolah tinggi. Tingkat kepintaran pelajar dipisahkan berdasarkan indeks prestasi akademik. Seterusnya, efek kafein terhadap jenis kelamin yang berlainan turut dikaji. Penelitian seterusnya juga dapat dilakukan pada responden dari kota dan desa untuk membandingkan efek kafein pada demografi yang berbeda. Selain itu, peneliti yag lain dapat menggunakan desain penelitian yang sama tetapi memanipulasi dosis kafein yang digunakan seprti dosis rendah, sedang dan tinggi untuk mengetahui dosis optimal kafein yang diperlukan Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
Di samping itu, diperlukan tes kognitif yang lebih banyak dan spesifik terhadap setiap aspek dari fungsi kognitif seperti memori, perhitungan, visualisasi, bahasa dan sebagainya. Masukan untuk mahasiswa adalah dapat mempertimbangkan konsumsi kafein dalam usaha meningkatkan kualitas belajar. Kafein dapat membantu meningkatkan konsentrasi dan meningkatkan performa mental yang bermanfaat pada waktu ujian. Selain itu, masyarakat secara umumnya dapat mengonsumsi kafein untuk memperoleh manfaat kognitif. Namun begitu, kafein harus dikonsumsi dengan bijaksana karena dapat menimbulkan efek yang negatif jika diambil secara berlebihan. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara