You are on page 1of 22

BAB 3

KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL



3.1. Kerangka Konsep Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian di atas maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah
Variabel Independen Variabel Dependen





Gambar 3.1. Kerangka Teori Penelitian
Berikatan dengan
reseptor adenosin di
system saraf pusat
Penghambatan reseptor
adenosin memicu
pelepasan
neurotransmitter
stimulatorik:
- dopamin
- norepinefrin
- asetilkolin
Dampak terhadap fungsi
kognitif
Zat kafein dalam darah
melewati sawar darah
otak
Terjadi perubahan
struktural dan
biokimiawi di dalam
otak:
- peningkatan aliran
darah serebral
- peningkatan aktivitas
neuronal
Fungsi Kognitif Kafein

Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara








3.2. Variabel Penelitian
3.2.1. Variabel Bebas
Pada penelitian ini yang ditetapkan sebagai variabel bebas adalah pemberian kafein
dalam bentuk minuman kopi berkafein atau tidak diberikan kafein sebagai minuman
kopi decaffeinated.

3.2.2. Variabel Tergantung
Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah dampak terhadap fungsi kognitif dan
parameter yang diukur adalah total jawaban, jawaban benar dan persentase skor pada
mental serial subtraction

3.3. Defenisi Operasional
Kafein adalah zat stimulans dari golongan methylxantin yang banyak terkandung di
dalam minuman kopi, teh, coklat, obat-obatan, minuman ringan dan minuman energi.
Pemberian kafein adalah dalam bentuk satu cangkir minuman kopi panas 150 ml karena
lebih praktis dan merupakan sumber kafein yang paling sering dikonsumsi khususnya
oleh mahasiswa.
Fungsi kognitif secara dasarnya merupakan keseluruhan proses pemikiran yang
melibatkan kemampuan belajar dan mengingat; mengatur, merencana dan
memecahkan masalah; fokus, memelihara dan mengalihkan perhatian seperlunya;
memahami dan menggunakan bahasa; akurat dalam memahami lingkungan, dan
melakukan perhitungan. Kenyataannya, adalah mustahil untuk menguji semua aspek
dari fungsi kognitif. Metode eksperimental yang dipilih untuk mahasiswa adalah mental
serial subtraction karena melibatkan memori kerja, kemampuan memproses informasi,
visualisasi, perhitungan, pemusatan perhatian dan konsentrasi. Aspek-aspek ini sangat
relevan dalam lingkup akademik mahasiswa. Pada penelitian ini, fungsi kognitif
responden yang diukur adalah Kecepatan Mental, Ketepatan Mental, dan Kinerja
Mental.
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara








Tabel 3.1. Defenisi Operasional
Kecepatan Mental

Ketepatan Mental Kinerja Mental
Cara Pengukuran Menghitung total
jawaban yang
dihasilkan dalam
waktu 10 menit
Menentukan jumlah
jawaban yang benar
dalam waktu 10
menit
Menghitung
persentase skor:

Alat Ukur Mental Serial
Subtraction
Mental Serial
Subtraction
Mental Serial
Subtraction
Hasil Ukur Total Jawaban Jawaban Benar Persentase Skor
Skala Ukur Numerik Numerik Numerik


3.4. Hipotesis
3.4.1. Hipotesis Nol (Ho)
Pemberian kafein tidak berpengaruh terhadap fungsi kognitif mahasiswa.
3.4.2. Hipotesis Alternatif (Ha)
Pemberian kafein berpengaruh terhadap fungsi kognitif mahasiswa.






Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara








BAB 4
METODE PENELITIAN

4.1. Rancangan Penelitian
Penelitian ini adalah eksperimen murni (true experiment design) yang menguji efek
kafein terhadap fungsi kognitif. Pendekatan yang digunakan pada desain penelitian ini
adalah pretest-posttest with control group. Pada tahap awal, peserta penelitian telah
dikelompokkan secara acak ke dalam kelompok kafein dan kelompok kontrol. Kedua-dua
kelompok telah diminta untuk melakukan perhintungan mental untuk menilai fungsi
kognitifnya, kemudian kelompok kafein diberikan intervensi kopi berkafein manakala
kelompok kontrol diberikan kopi decaffeinated, dan sesudah 1 jam, dilakukan kembali
perhitungan mental untuk membandingkan fungsi kognitif.

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini telah dilakukan pada tanggal 25 Juli 2011 di Institut Perguruan Darul Aman
(IPDA), Kedah, Malaysia. Lokasi ini telah dipilih karena populasi yang relevan dan
memberikan kerjasama. Eksperimen dilaksanakan di Bilik Serbaguna 1 di perpustakaan
kampus karena dapat memuatkan subyek penelitian dengan nyaman.

4.3. Populasi dan Sampel
4.3.1 Populasi
Populasi penelitian adalah seluruh mahasiswa IPDA setambuk 2008, 2009, dan 2010
tahun akademik 2010/2011.


Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara








4.3.2. Sampel
Pemilihan sampel adalah dengan cara non probability sample (selected sample) dengan
cara purposive sampling. Pengambilan sample dilakukan atas dasar pertimbangan
peneliti yang menganggap kriteria yang dikehendaki telah ada dalam anggota sampel
yang diambil. Sebanyak 56 sampel telah diambil untuk penelitian ini.
4.3.3. Kriteria Sampel
Kriteria inklusi adalah semua mahasiswa IPDA setambuk 2008, 2009 dan 2010 dalam
rentang usia 19 sampai 22 tahun yang sehat secara fisik dan mental dan pernah
mengonsumsi kafein serta tidak alergi. Kriteria eksklusi adalah merokok, menderita
penyakit kronis (misalnya, sirosis hati) atau penyakit jiwa, memakai kontrasepsi oral,
menggunakan obat-obatan dan intoleransi terhadap kafein.

4.4. Metode Pengumpulan Data
4.4.1. Instrumen eksperimen
Materi yang telah digunakan dalam eksperimen ini adalah:
1. Ruang makan dan ruang eksperimen.
2. Sarapan pagi untuk peserta
3. 56 cangkir kopi dan 56 cangkir untuk kertas jawaban
4. Kopi berkafein
6. Kopi decaffeinated
7. Sejumlah kertas A4 yang banyak
9. 1 jam henti untuk, untuk menjaga waktu ujian dan waktu absorbsi kopi.


Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara








4.4.2. Prosedur Eksperimen
Responden yang bersetuju untuk mengikuti eksperimen telah diminta untuk berpuasa
dari mengonsumsi kafein dari semua sumber selama 24 jam sebelum eksperimen. Hal ini
adalah untuk memastikan bahwa tidak ada zat kafein dalam darah peserta sebelum
penelitian. Mereka telah diberikan satu daftar makanan dan minuman yang
mengandung kafein dan diminta untuk tidak mengonsumsi semua sumber tersebut.
Peserta juga telah diminta untuk tidak bersarapan sebelum eksperimen. Pada hari
eksperimen, semua responden telah ditanyakan apakah mereka mematuhi aturan ini
sebelum layak untuk mengikuti eksperimen.
Eksperimen telah dilakukan pada jam 8 pagi dan responden diberikan sarapan yang
sama oleh peneliti yaitu nasi lemak dan air putih. Hal ini untuk mengurangkan faktor
confounding seperti faktor sarapan pagi dan jenis sarapan yang dapat mempengaruhi
hasil eksperimen. Selain itu, sarapan penting untuk menghindari kemungkinan efek mual
akibat konsumsi kafein ketika perut kosong. Kesemua responden bersarapan di ruang
makan di depan perpustakaan.
Setelah selesai bersarapan, responden dibawa ke Bilik Serbaguna 1 perpustakaan
kampus dan dibagikan secara acak ke dalam dua kelompok, yaitu kelompok kafein dan
kelompok kontrol. Kelompok kafein terdiri dari 29 responden manakala kelompok
kontrol terdiri dari 27 orang. Kemudian , peserta diberikan penjelasan tentang tes yang
akan dijalankan berserta contoh-contohnya. Setelah semua responden memahami tes
yang digunakan, eksperimen dimulai dan responden diminta untuk menjalani tes mental
serial subtraction termodifikasi selama 10 menit. Serial subtraction adalah bagian
perhitungan aritmatika dari Trier Social Stress Test (Kase, Ritter & Schoelles, 2009). Tes
ini sering digunakan untuk menguji fungsi kognitif, misalnya di dalam Mini-Mental State
Examination untuk pasien demensia. Selain itu, tes ini digunakan untuk menilai
gangguan kognitif pada saat hipoglikemi dan pernah digunakan untuk mengkaji
hubungan antara peningkatan kadar glukosa darah dan prestasi kognitif (Tildesley et al,
2005). Pada versi tes ini yang asal, peserta diberikan satu nomor dan diminta untuk
melakukan perhitungan pengurangan angka secara mental. Peserta diminta untuk
menyebutkan jawaban di hadapan penilai dan hal ini dilakukan selama 4 menit. Bila
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara








jawaban yang salah diberikan oleh peserta, peserta diminta untuk mengulangi
perhitungan dari jawaban terakhir yang benar (Kase, Ritter & Schoelles, 2009). Tes yang
digunakan dalam eksperimen ini adalah mental serial subtraction yang telah
dimodifikasi.
Peserta telah diberikan sejumlah kertas kosong yang bertanda untuk menuliskan
jawaban. Peneliti memberikan satu nomor 4 angka dan peserta diminta untuk
mengurangi angka 19 dari nomor itu secara mental dengan cepat. Ditekankan di sini
agar peserta menjawab dengan cepat untuk menguji kemampuan memproses informasi.
Peserta hanya boleh menuliskan jawaban di atas kertas tetapi dilarang untuk
mencatatkan perhitungan. Setiap kali selesai menuliskan jawaban, peserta meletakkan
kertas jawaban ke dalam cangkir yang disediakan dan seterusnya melanjutkan
perhitungan mental. Hal ini dilakukan berterusan selama 10 menit. Jawaban yang tepat
adalah nomor yang dikurangi 19 dengan betul berdasarkan nomor yang sebelumnya.

Gambar 4.1. Ilustrasi dari mental serial subtraction



Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara








Setelah selesai mengerjakan tugas ini, kelompok kafein telah diberikan secangkir
kopi berkafein kira-kira 150 ml manakala kelompok kontrol diberikan kopi decaffeinated
150 ml. Kandungan kafein adalah kira-kira 40 sampai 180 mg per 150 ml untuk kopi
berkafein dan kopi decaffeinated mempunyai kira-kira 3 mg per 150 ml.
Kadar kafein dalam kopi decaffeinated adalah terlalu kecil untuk menimbulkan
efek dan dapat diabaikan. Kedua-dua jenis kopi yang diberikan adalah daripada merek
yang sama serta bentuk dan penampilannya juga adalah sama.
Setelah pemberian kafein, ditunggu selama 60 menit karena terdapat usulan bahwa
kadar konsentrasi darah puncak kafein tercapai setelah 1 jam administrasi kafein
(Peeling & Dawson, 2007). Sesudah 1 jam, peserta telah diminta untuk mengulangi tes
yang sama tetapi diberikan nomor awal yang berbeda. Kertas jawaban dikutip oleh
peneliti dan skor peserta dihitung.












Responden berpuasa dari semua sumber kafein selama 24 jam
Sarapan disediakan pada waktu pagi tanggal penelitian
Responden dibagikan secara acak ke dalam kelompok kafein dan
kelompok kontrol
Responden melakukan tes mental serial subtraction selama
10 menit
Kelompok kafein diberikan secangkir Nescafe panas,
kelompok kontrol diberikan secangkir Nescafe decaffeinated
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara












Gambar 4.2. Kerangka Prosedur Eksperimen
4.5. Metode Pengolahan dan Analisis Data

Untuk mengetahui pengaruh efek pemberian kafein terhadap fungsi kognitif, analisa
data dilakukan dengan menggunakan SPSS 17.00 for windows. Data pretes dan postes
dalam kelompok kafein dan kelompok kontrol telah dianalisis dengan Uji T Berpasangan.
Perbedaan hasil tes antar kelompok kafein dan kelompok kontrol dianalisis dengan Uji T
Tidak Berpasangan.











Ditunggu 1 jam, responden mengulangi tes yang sama tetapi
diberikan nomor berbeda.
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara








BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Penelitian telah dijalankan pada tanggal 25 Juli 2011 di Institut Pendidikan Guru
Kampus Darul Aman (IPDA) yang beralamat di Bandar Darul Aman, 06000 Jitra, Kedah,
Malaysia. Eksperimen telah dijalankan di dalam Bilik Serbaguna 1 di perpustakaan
kampus. Ruang ini dipilih karena luas dan selesa untuk melakukan penelitian. Selain itu,
ruang ini memiliki kemudahan komputer, projektor dan sistem suara yang digunakan
untuk menjelaskan penelitian secara rinci kepada peserta.

5.1.2. Deskripsi Karakteristik Responden

Pada penelitian ini, jumlah jenis kelamin laki-laki dan perempuan tidak dibatasi
namun umur mahasiswa berada dalam rentang 19 sampai 22 tahun. Peneliti hanya
ingin melihat dampak kafein terhadap fungsi kognitif tanpa membandingkannya
berdasarkan jenis kelamin dan umur. Peserta penelitian merupakan mahasiswa IPDA
yang berjumlah 56 orang dan dibagikan secara acak ke dalam dua kelompok yaitu
kelompok kafein dan kelompok kontrol.


A. Kelompok Kafein

Kelompok kafein terdiri dari 29 responden. Distribusi karakteristik responden di dalam
kelompok kafein berdasarkan jenis kelamin dan umur digambarkan di dalam Tabel 5.1.
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara








Tabel 5.1. Distribusi Karakteristik Responden Kelompok Kafein berdasarkan Jenis
Kelamin dan Umur
.
Variabel Frekuensi (n) Persen (%)
Jenis Kelamin
Laki-laki 12 41,4
Perempuan 17 58,6
Umur
19 1 3,4
20 13 44,8
21 12 41,4
22 3 10,3

Total 29 100,0


Berdasarkan Tabel 5.1 di atas diketahui bahwa responden perempuan lebih banyak
yaitu 17 orang (58,6%) berbanding laki-laki, 12 orang (41,4%). Seterusnya, responden
dalam kelompok kafein berusia antara 19 hingga 22 tahun dengan mayoritas berumur 20
tahun yaitu 44,8%. Dari data diatas, hanya seorang responden yang berusia 19 tahun.
B. Kelompok Kontrol

27 orang responden telah berpartisipasi sebagai kelompok kontrol. Distribusi
karakteristik responden di dalam kelompok kontrol berdasarkan jenis kelamin dan
umur digambarkan di dalam Tabel 5.2.

Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara








Tabel 5.2. Distribusi Karakteristik Responden Kelompok Berdasarkan Jenis Kelamin
dan Umur
Variabel Frekuensi (n) Persen (%)
Jenis Kelamin
Laki-laki 16 59,3
Perempuan 11 40,7
Umur
20 17 63,0
21 10 37,0
Total 27 100,0


Berdasarkan Tabel 5.2, responden laki-laki lebih banyak dalam kelompok kontrol
yaitu berjumlah 16 orang (59,3%). Responden dalam kelompok kontrol berusia antara
20 dan 21 tahun dengan mayoritasnya berumur 20 tahun yaitu sebanyak 17 orang
(63,0%). Tidak ada responden dalam kelompok kontrol yang berusia 19 dan 22 tahun.

5.1.3. Perbandingan Total Jawaban, Jawaban Benar dan Persentase Skor Mental Serial
Subtraction Kelompok Kafein dan Kelompok Kontrol
Skor responden kelompok kafein dan kelompok kontrol dapat dilihat pada Tabel 5.3 di
bawah. Pada tabel dapat dilihat total jawaban, jumlah jawaban benar dan persentase
skor responden sebelum dan sesudah diberikan minuman kopi. Persentase skor dihitung
dengan menggunakan rumus . Total jawaban responden dianalogikan
sebagai Kecepatan mental, jawaban yang benar sebagai Ketepatan mental dan
persentase skor sebagai Kinerja mental.

Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara








Tabel 5.3. Distribusi Rerata (SD) Total Jawaban, Jawaban Benar dan Persentase Skor
Mental Serial Subtraction Kelompok Kafein dan Kelompok Kontrol Sebelum (Pre) dan
Sesudah (Pos) Minum Kopi

B







Berdasarkan Tabel 5.3, rerata total jawaban responden kelompok kafein meningkat dari
15,7 jawaban ke 22,3 jawaban sesudah diberikan minuman kopi berkafein.
Seterusnya, rerata jawaban benar responden dalam kelompok kafein meningkat dari 12,1
jawaban ke 19,3 jawaban. Rerata skor responden kelompok kafein mengalami
peningkatan dari 74,9% ke 86,1%.
Pada kelompok kontrol, dilihat terjadi peningkatan rerata total jawaban dari 21,5
jawaban menjadi 34,1 jawaban sesudah diberikan minuman kopi decaffeinated. Selain itu,
rerata jawaban benar meningkat dari 18,0 jawaban ke 30,2 jawaban. Seterusnya, skor
responden dalam kelompok kontrol mengalami peningkatan dari 82,2% ke 89,2% .





Pre Pos
Total 15,7 5,6 22,3 8,0
Kafein Benar 12,1 4,9 19,3 7,6
Skor (%) 74,9 21,5 86,1 13,0


Total 21,5 8,8 34,1 12,4
Kontrol Benar 18,0 9,8 30,2 13,0
Skor (%) 82,2 20,2 89,2 17,0
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara








5.1.4. Analisis Kecepatan Mental Kelompok Kafein dan Kelompok Kontrol

Kecepatan mental merupakan parameter yang menilai fungsi mental secara kuantitatif
berdasarkan total jawaban responden dalam waktu 10 menit. Hal ini menunjukkan
kemampuan mental responden untuk melakukan perhitungan mental dengan cepat dan
berterusan dalam jangka waktu yang ditetapkan.
Analisis kecepatan mental responden kedua-dua kelompok dilakukan dengan
membandingkan rerata total jawaban sebelum dan sesudah meminum kopi seperti yang
ditunjukkan dalam Tabel 5.4.

Tabel 5.4. Analisis Rerata (SD) Total Jawaban Responden Kelompok Kafein dan
Kelompok Kontrol Sebelum (Pre) dan Sesudah (Pos) Minum Kopi
Pre Pos % Nilai p
Kafein 15,7 5,6 22,3 8,0 6,6 42,0 0,000
Kontrol 21,5 8,8 34,1 12,4 12,6 58,6 0,000
5,8 11.8
% 36,9 52,9
Nilai p 0,004 0,000

Berdasarkan Tabel 5.4, kecepatan mental kelompok kafein kafein dalam melakukan
perhitungan meningkat sebanyak 42,0% sedangkan peningkatan kecepatan mental
kelompok kontrol adalah lebih tinggi yaitu sebanyak 58,6%.
Uji T Berpasangan digunakan untuk membandingkan rerata total jawaban sebelum
dan sesudah minum kopi untuk menilai apakah terdapat perbedaan yang signifikan di
dalam setiap kelompok. Ternyata hasil yang didapatkan pada kelompok kafein; t(28)= -
5,795, P< 0,000 menunjukkan terdapat peningkatan kecepatan mental yang signifikan. .
Pada kelompok kontrol, hasil yang diperoleh adalah t(26)= -7,193, P< 0,000 dan hal ini
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara








menunjukkan pemberian kopi decaffeinated turut memberikan peningkatan yang
signifikan terhadap kecepatan mental responden.
Selain itu, peneliti ingin melihat apakah perbedaan kecepatan mental kelompok
kafein berbeda dengan kelompok kontrol. Berdasarkan Uji T Tidak Berpasangan,
terdapat perbedaan kecepatan yang signifikan antara kelompok kafein dan kontrol
sebelum minum kopi; t(54)= -2,981, P= 0,004 dan sesudah minum kopi; t(43,928)= -
4,197, P= 0,000.

5.1.5 Analisis Ketepatan mental Kelompok Kafein dan Kelompok Kontrol
Ketepatan mental merupakan penilaian fungsi mental secara kualitatif yaitu
kemampuan mental untuk melakukan perhitungan dengan akurat. Hal ini dinilai dengan
membandingkan jumlah jawaban yang benar dalam waktu 10 menit seperti yang
ditunjukkan dalam Tabel 5.5.

Tabel 5.5. Analisis Rerata (SD) Jawaban Benar Kelompok Kafein dan Kelompok
Kontrol Sebelum dan Sesudah Minum Kopi

Pre Pos % Nilai p
Kafein 12,1 4,9 19,3 7,6 7,2 59,5 0,000
Kontrol 18,0 9,8 30,2 13,0 12,1 67,2 0,000
5,9 10,9
% 48,8 56,5
Nilai p 0,008 0,000
Berdasarkan Tabel 5.5, dapat dilihat ketepatan mental kelompok kafein meningkat
sebanyak 59,5% sedangkan peningkatan ketepatan mental kelompok kontrol adalah
sebanyak 67,2%.
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara








Berdasarkan Uji T Berpasangan, peningkatan ketepatan mental pada kelompok kafein
sesudah minum kopi adalah signifikan dengan t(28)= -6,775, P< 0,000. Ketepatan mental
kelompok kontrol juga meningkat dengan signifikan berdasarkan nilai t(26)= -7,493, P<
0,000.
Sebelum pemberian kopi, terdapat perbedaan ketepatan mental yang signifikan
antar kelompok kafein dan kontrol; t(37,781)= -2,815, P= 0,008. Ketepatan mental antar
kedua-dua kelompok ini juga berbeda sesudah minum kopi dengan nilai t(41,446)= -
3,798, P= 0,000.

5.1.6 Analisis Kinerja mental Kelompok Kafein dan Kelompok Kontrol
Kinerja mental merupakan penilaian prestasi mental secara kuantitatif dan kualitatif
yang dicapai oleh responden dalam melaksanakan perhitungan. Hal ini dilihat dari
persentase skor; responden sebelum dan sesudah minum kopi.
Tabel 5.6 menunjukkan persentase skor kedua-dua kelompok kafein dan kontrol.

Tabel 5.6. Analisis Rerata (SD) Persentase Skor Responden Kelompok Kafein dan
Kelompok Kontrol Sebelum (Pre) dan Sesudah (Pos) Minum Kopi
Pre Pos % Nilai p
Kafein 74,9 21,6 86,1 13,1 11,2 15,0 0,002
Kontrol 82,2 20,2 89,2 17,0 7,0 8,5 0,017
7,3 3,1
% 9,7 3,6
Nilai p 0,196 0,452


Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara









Berdasarkan Tabel 5.6, kinerja mental kelompok kafein meningkat sebanyak 15,0%
sedangkan peningkatan pada kelompok kontrol hanyalah sebanyak 8,5%.
Uji T Berpasangan pada kelompok kafein; t(28)= -3,385, P< 0,002, menunjukkan
peningkatan kinerja mental yang signifikan. Pada kelompok kontrol, kinerja mental juga
meningkat dengan signifikan; t(26)= -2,561, P< 0,017.
Sebelum minum kopi, kinerja mental kelompok kafein tidak berbeda dengan
signifikan dari kelompok kontrol berdasarkan hasil Uji T Tidak Berpasangan; t(54)= -
1,309, P= 0,196. Sesudah minum kopi, kinerja mental antar kedua-dua kelompok juga
tidak berbeda dengan signifikan; t(54)= -0,758, P= 0,452.

5.2. Pembahasan

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh kafein terhadap fungsi kognitif
khususnya dalam kalangan golongan muda. Sebelum ini, penelitian telah membuktikan
bahwa konsumsi kafein memberikan efek positif yang signifikan terhadap prestasi
kognitif golongan berusia lanjut berdasarkan tes-tes kognitif yang dilakukan. Bila prestasi
mental menurun karena faktor tua, alkohol atau keletihan, kafein memberikan efek yang
lebih kuat melalui pelepasan neurotransmitter di jalur kolinergik sistem saraf pusat,
sehingga prestasi mental dapat meningkat (Johnson-Kozlow et al, 2002). Namun dalam
penelitian ini, responden yang dipilih adalah dari golongan muda yang berusia antara 19
sampai 22 tahun yang mempunyai fungsi kognitif yang optimum. Terdapat saran bahwa
efek cognitive enhancement sangat terbatas pada golongan muda karena kondisi mental
yang sudah sedia optimum menyisakan sedikit ruang untuk perbaikan. Responden yang
dipilih adalah mahasiswa IPDA yang mempunyai tingkat edukasi yang setaraf sehingga
faktor variasi kecerdasan individu diharapkan tidak terlalu berpengaruh terhadap hasil
penelitian.
Test yang digunakan dalam penelitian ini adalah mental serial subtraction di mana
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara








responden harus mengurangi nomor dua angka dari nomor empat angka secara mental.
Biarpun aspek kognitif utama yang diuji oleh tes ini adalah aspek perhitungan aritmetik,
namun tes ini juga mencakupi dimensi kognitif yang lain seperti memori kerja,
perhatian, visualisasi dan kewaspadaan sehingga dapat digunakan untuk menganalisis
fungsi kognitif responden secara umum.
Selain itu, dosis kafein dalam penelitian ini tidak diukur secara langsung di laboratorium.
Sebaliknya, peneliti menggunakan minuman kopi merek NESCAF Classic dan
NESCAF Decaf yang tidak menyatakan dosis kafein pada labelnya. Namun
berdasarkan International Coffee Organization di Inggris, rentang kafein adalah 40
sampai 180 mg per 150 ml untuk kopi berkafein dan kopi decaffeinated mempunyai kira-
kira 3 mg per 150 ml. Peneliti mengassumsi minuman kopi yang digunakan mengandung
dosis kafein seperti yang dinyatakan di atas. Selain itu, peneliti juga mengassumsi bahwa
semua responden berpuasa dari mengonsumsi semua sumber kafein 24 jam sebelum
tanggal penelitian karena kadar kafein dalam darah atau saliva responden tidak diukur.
Sebelum diberikan kopi, kelompok kontrol mencapai hasil yang lebih baik pada
mental serial subtraction berdasarkan rerata persentase skor yang lebih tinggi yaitu
82,2% (SD 20,2) berbanding kelompok kafein; 74,9% (SD 21,5). Perbedaan kinerja mental
antar kelompok sebelum diberikan kopi adalah tidak bermakna dengan nilai p= 0,196.
Namun demikian, bila diteliti total jawaban dan jawaban benar pada kedua-dua
kelompok di Tabel 4.4 dan Tabel 5.5, ternyata perbedaan antar kelompok adalah
signifikan untuk kecepatan mental (p=0,004) dan ketepatan mental (p=0,008). Hal ini
membuktikan bahwa fungsi kognitif kelompok kontrol adalah lebih baik berbanding
kelompok kafein karena mereka dapat melakukan lebih banyak perhitungan dalam
waktu 10 menit dan menghasilkan lebih banyak jawaban yang benar.
Sesudah diberikan minuman kopi, ternyata kelompok kafein mengalami
peningkatan kecepatan mental (p<0,000), ketepatan mental (p<0,000) dan kinerja
mental (p<0,002) yang signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian kafein dapat
meningkatkan prestasi mental dalam melakukan perhitungan. Namun demikian,
pemberian kopi decaffeinated turut memberikan dampak positif terhadap kelompok
kontrol. Terjadi peningkatan kecepatan mental (p<0,000), ketepatan mental (p<0,000)
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara








dan kinerja mental (p< 0,017) yang signifikan dalam kelompok kontrol meskipun tidak
mengonsumsi kafein.
Hal ini menimbulkan persoalan apakah selain zat kafein, terdapat faktor lain yang
mempengaruhi hasil penelitian ini dengan bermakna? Penjelasan yang mungkin adalah
terjadinya efek testing bias yang sulit dihindarkan dalam desain penelitian ini, di mana
pajanan terhadap tes yang pertama menyebabkan hasil yang lebih baik pada tes yang
kedua. Selain itu, hasil mungkin dipengaruhi oleh peningkatan kadar glukosa otak
sesudah sarapan karena semua responden telah diberikan sarapan berupa nasi lemak
beberapa menit sebelum tes yang pertama dijalankan. Pada tes yang kedua, kedua-dua
kelompok memperoleh manfaat kognitif dari suplai glukosa yang mencukupi ke otak.
Selanjutnya, terdapat kemungkinan bahwa responden tidak mematuhi prosedur
penelitian dengan mengambil zat kafein sebelum tanggal eksperimen. Hal ini tidak
terdeteksi karena peneliti tidak mengukur kadar kafein dalam darah atau saliva
respoden sebelum melakukan eksperimen.
Terdapat faktor yang tidak dapat dikontrol oleh peneliti seperti faktor motivasi
responden dalam melakukan perhitungan dan faktor kecerdasan individu. Dalam
penelitian ini, terdapat kemungkinan respoden kelompok kontrol adalah lebih pintar
berbanding kelompok kafein, justeru lebih bermotivasi dalam melakukan perhitungan.
Seperti yang telah dinyatakan, hal ini didasarkan pada hasil ujian pretes di mana
kelompok kontrol mempunyai fungsi kognitif yang lebih baik dari kelompok kafein.
Maka, kelompok kontrol mungkin dapat mencapai hasil yang lebih baik pada tes mental
serial subtraction karena fungsi kognitif mereka yang sudah sedia bagus.
Walaupun kecepatan dan ketepatan mental kelompok kontrol meningkat dengan
lebih signifikan dari kelompok kafein, peningkatan kinerja mental adalah lebih signifikan
pada kelompok kafein (p<0,002) berbanding kelompok kontrol (p<0,017). Hal ini
menunjukkan pemberian zat kafein mungkin memberikan efek positif terhadap
kemampuan responden untuk berpikir dengan lebih cepat dan tepat.


Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara








Penelitian sebelumnya untuk mengkaji efek kafein terhadap fungsi kognitif telah
memperoleh hasil yang tidak konsisten. Lorraine et al (2009), telah mendapatkan hasil
bahwa efek stimulan kafein dengan dosis 250 mg tidak cukup besar untuk meningkatkan
performa mental pada tes working memory n-back. Selain itu, Koppelstaettet et al
(2008), telah menyimpulkan bahwa kafein dengan dosis sebanyak 100 mg tidak
meningkatkan performa kognitif dengan bermakna walaupun dapat mengaktifkan region
korteks otak pada gambaran Magnetic Imaging Resonance (MRI). Penelitian lain malah
mendapatkan hasil yang positif seperti yang dilakukan oleh Riedel et al (1995), yang
menunjukkan bahwa supplemen kafein 250 mg dapat meningkatkan prestasi pada tugas
belajar kata.
Institute of Medicine Food and Nutrition Board Committee on Military Nutrition
Research (2001) pula telah menyimpulkan bahwa konsumsi kafein pada dosis 150 mg
dapat meningkatkan prestasi kognitif . Penelitian yang lain mengasosiasikan konsumsi
kafein dengan meningkatnya keterjagaan, perhatian, mood, dan konsentrasi yang dinilai
secara subyektif (Lieberman et al, 1987; Peeling & Dawson, 2007).
Hasil yang tidak konsisten ini mungkin terjadi karena kesukaran untuk menganalis
fungsi kognitif dengan spesifik dan standar. Fungsi kognitif merupakan suatu proses yang
kompleks dan tidak ada satu tes mental yang dapat mencakup kesemua aspek kognitif
yang ada. Di samping itu, sulit untuk menentukan fungsi kognitif individu dengan tepat
karena variasi individu seperti tingkat edukasi, demografi, dan status social. Selain itu,
mekanisme kafein dalam mempengaruhi proses mental juga masih kurang jelas seperti
seberapa besarkah dosis yang diperlukan, cara pemberian dan lain-lain. Oleh itu, lebih
banyak penelitian terkontrol yang diperlukan untuk mamahami pengaruh kafein
terhadap fungsi kognitif.





Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara








BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil empiris yang didapatkan dari studi ini, disimpulkan kafein memberikan
pengaruh positif terhadap fungsi kognitif mahasiswa. Hal ini berdasarkan adanya
peningkatan yang bermakna pada aspek kecepatan mental (p<0,000), ketepatan
mental (p<0,000), dan kinerja mental (p<0,002) kelompok kafein. Meskipun
demikian, hasil yang positif turut diperoleh pada kelompok kontrol. Oleh sebab itu, tidak
dapat dibuktikan sepenuhnya bahwa zat kafein merupakan satu-satunya faktor yang
mempengaruhi fungsi kognitif responden dalam studi ini.

6.2. SARAN
Kopi merupakan minuman yang popular sekali dalam masyarakat dan semestinya
memerlukan investigasi dan penelitian yang mendalam untuk mengkaji manfaatnya.
Masukan untuk penelitian berikutnya adalah agar membuat penelitian dengan skala
yang lebih besar untuk mengkonfirmasi efektivitas kafein terhadap fungsi kognitif.
Jumlah sampel yang lebih besar digunakan dan penelitian dilakukan pada tingkat edukasi
berbeda seperti pada sekolah dasar, sekolah menengah, dan sekolah tinggi. Tingkat
kepintaran pelajar dipisahkan berdasarkan indeks prestasi akademik.
Seterusnya, efek kafein terhadap jenis kelamin yang berlainan turut dikaji. Penelitian
seterusnya juga dapat dilakukan pada responden dari kota dan desa untuk
membandingkan efek kafein pada demografi yang berbeda.
Selain itu, peneliti yag lain dapat menggunakan desain penelitian yang sama tetapi
memanipulasi dosis kafein yang digunakan seprti dosis rendah, sedang dan tinggi untuk
mengetahui dosis optimal kafein yang diperlukan
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara








Di samping itu, diperlukan tes kognitif yang lebih banyak dan spesifik terhadap setiap
aspek dari fungsi kognitif seperti memori, perhitungan, visualisasi, bahasa dan
sebagainya.
Masukan untuk mahasiswa adalah dapat mempertimbangkan konsumsi kafein
dalam usaha meningkatkan kualitas belajar. Kafein dapat membantu meningkatkan
konsentrasi dan meningkatkan performa mental yang bermanfaat pada waktu ujian.
Selain itu, masyarakat secara umumnya dapat mengonsumsi kafein untuk memperoleh
manfaat kognitif. Namun begitu, kafein harus dikonsumsi dengan bijaksana karena dapat
menimbulkan efek yang negatif jika diambil secara berlebihan.
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara

You might also like