You are on page 1of 26

4

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi SSP dan fisiologi
Berat otak waktu lahir 300-400 gr (10-15% dari total BB). Otak
berkembang dengan cepat bukan saja dalam ukuran, tapi makin kompleks dalam
struktur, terjadi pertumbuhan sel-sel glia, pembentukan dendrit dan synaps, juga
terjadi proses myelinisasi. Perkembangan struktur otak menjadi sempurna pada
usia 2 tahun.
70% dari volume otak adalah parenkim otak dan 30% sisanya terdiri dari
cairan serebro spinal, volume darah otak (CBV) dan cairan ekstra seluler.
Kenaikan volume dari salah satu elemen ini (akibat tumor, perdarahan atau
hydrocephalus) bisa menyebabkan kompresi jaringan vital atau rusaknya struktur
syaraf. Perubahan pada volume ini pada akhirnya bisa menyebabkan kenaikan
ICP.
Ruangan intra kranial dibagi menjadi 2 bagian oleh durameter yang
dinamakan tentorium serebeli. Pertama adalah ruangan Supratentorial merupakan
ruangan terbesar dan ditempati oleh 2 hemisfer yang masing-masing terdiri dari 3
lobus, yakni : frontalis, temporalis dan parieto ocipitalis. Ruangan kedua adalah
fosa posterior yang terdiri dari cerebellum, pons dan medulla oblongata. Lesi pada
daerah ini akan menyebabkan gangguan kardio respiratori dan gangguan syaraf
kranial.
5
Perbedaan anatomi antara anak-anak dan orang dewasa mempengaruhi
sistem fisiolgi saraf pusat, terutama tekanan intracranial (ICP). Neonatus memiliki
duramater yang ditutupi oleh calvaria, yang terdiri dari ossified piring
dihubungkan oleh struktur fibrosa dan fontanella yang terbuka (ini tertutup pada
usia 10-18 bulan, tapi tidak ossify sampai usia remaja).
ICP normal bisa menjadi serendah 2-4 mmhg, dibandingkan dengan orang
dewasa di mana ICP berkisar antara 8-15 mmhg. Autoregulasi Otak membatasi ini
jauh lebih rendah dengan tekanan darah arteri rata-rata 20-60 mmHG. Anak-anak

5

memiliki otak aliran darah otak (CBF) global yang lebih tinggi dari orang
dewasa, tapi pada bayi dan bayi prematur, hal ini lebih rendah.
3

Sistem saraf pusat anak
1. Otak
Otak adalah pusat control tubuh. Otak memberi perintah kepada tubuh
tentang apa yang harus dilakukan dan memproses informasi dengan cara
mengirim dan menerima pesan melalui sumsum tulang belakang dan saraf.
Otak dibagi menjadi beberapa bagian :

Gambar 1. Sistem Saraf Pusat pada Anak

a. Cerebrum
Adalah bagian terbesar dari otak. Terbagi atas dua bagian. Tiap
bagian memiliki lobus yang mengontrol fungsi spesifik seperti
bergerak, berpikir, atau menerima dan menyimpan memori. Cerebrum
juga menerima dan memproses informasi dari organ sensoris. Organ
tersebut termasuk mata, telinga, hidung, mulut, dan kulit.

6

b. Cerebellum
Terletak di bawah cerebrum. Berguna sebagai pusat keseimbangan
dan koordinasi gerakan. Vellum medularis inferior mempunyai 3
apertura: 2 di sebelah lateral dan 1 di sebelah medial. Penyumbatan
pada aperture-apertura ini akan menghambat aliran liquor cerebro
spinalis (CSF) dari ventrikel IV serta akan menyebabkan hidrosefalus.
c. Batang Otak
Terletak pada dasar otak. Batang otak mengontrol fungsi dasar
tubuh semacam menelan, bernapas, tekanan darah, dan denyut jantung.
Juga memiliki nervus yang langsung tersambung dengan otak. Nervus
ini disebut nervus cranial. Nervus cranial membantu membawa pesan
untuk/dari otak ke organ sensoris, kelenjar, serta organ internal seperti
jantung dan paru.

2. Sumsum Tulang Belakang
Sumsum tulang belakang dimulai dari batang otak terus melalui
kanal pada tulang belakang. Sumsum tulang belakang terdiri dari saraf
yang membawa pesan untuk/dari otak ke seluruh tubuh.

3. Saraf periferal
Membawa pesan untuk/dari otak dan sumsum tulang ke seluruh tubuh.
3











7

2.1.2. Sistem Ventrikel


Gambar 2. Sistem ventrikel

Sistem ventrikel terdiri dari 2 buah ventrikel lateral, ventrikel III dan
ventrikel IV. Ventrikel lateral terdapat di bagian dalam serebrum, masing-masing
ventrikel terdiri dari 5 bagian yaitu kornu anterior, kornu posterior, kornu inferior,
badan dan atrium. Ventrikel III adalah suatu rongga sempit di garis tengah yang
berbentuk corong unilokuler, letaknya di tengah kepala, ditengah korpus kalosum
dan bagian korpus unilokuler ventrikel lateral, diatas sela tursica, kelenjar hipofisa
dan otak tengah dan diantara hemisfer serebri, thalamus dan dinding hipothalanus.
Disebelah anteropeoterior berhubungan dengan ventrikel IV melalui aquaductus
sylvii. Ventrikel IV merupakan suatu rongga berbentuk kompleks, terletak di
sebelah ventral serebrum dan dorsal dari pons dan medula oblongata.

2.1.1.1 LIQUOR CEREBROSPINALIS (LCS)
1. Fungsi
LCS memberikan dukungan mekanik pada otak dan bekerja seperti jaket
pelindung dari air. Cairan ini mengontrol eksitabilitas otak dengan mengatur

8

komposisi ion, membawa keluar metabolit-metabolit (otak tidak mempunyai
pumbuluh limfe), dan memberikan beberapa perlindungan terhadap perubahan-
perubahan tekanan (volume venosus volume cairan cerebrospinal).
2. Komposisi dan Volume
Cairan cerebrospinal jernih, tidak berwarna dan tidak berbau. Nilai normal
rata-ratanya yang lebih penting diperlihatkan pada tabel 1.

Tabel 1. Nilai normal cairan serebrospinal
Daerah Penampilan Tekanan (dalam
mm air)
Sel (per ul) Protein Lain-lain
Lumbal Jernih dan
tanpa warna
70-180 0-5 15-45 Glukosa 50-75
mg/dl
Ventrikel jernih dan
tanpa warna
70-190 0-5
(limfosit)
5-15 mg/dl Nitrogen non
protein 10-35
mg/dl. tes Kahn
dan wasserman
(VDRL) negatif

CS terdapat dalam suatu system yang terdiri dari spatium liquor
cerebrospinalis internum dan externum yang saling berhubungan. Hubungan
antara keduanya melalui dua apertura lateral dari ventrikel keempat (foramen
Luscka) dan apetura medial dari ventrikel keempat (foramen Magendie). Pada
orang dewasa, volume cairan cerebrospinal total dalam seluruh rongga secara
normal 150 ml; bagian internal (ventricular) dari system menjadi kira-kira
setengah jumlah ini. Antara 400-500 ml cairan cerebrospinal diproduksi dan
direabsorpsi setiap hari.
3. Tekanan
Tekanan rata-rata cairan cerebrospinal yang normal adalah 70-180 mm air;
perubahan yang berkala terjadi menyertai denyutan jantung dan pernapasan.
Takanan meningkat bila terdapat peningkatan pada volume intracranial (misalnya,
pada tumor), volume darah (pada perdarahan), atau volume cairan cerebrospinal
(pada hydrocephalus) karena tengkorak dewasa merupakan suatu kotak yang kaku
dari tulang yang tidak dapat menyesuaikan diri terhadap penambahan volume
tanpa kenaikan tekanan.

9

4. Sirkulasi LCS
LCS dihasilkan oleh pleksus choroideus dan mengalir dari ventriculus
lateralis ke dalam ventriculus tertius, dan dari sini melalui aquaductus sylvii
masuk ke ventriculus quartus. Di sana cairan ini memasuki spatium liquor
cerebrospinalis externum melalui foramen lateralis dan medialis dari ventriculus
quartus. Cairan meninggalkan system ventricular melalui apertura garis tengah
dan lateral dari ventrikel keempat dan memasuki rongga subarachnoid. Dari sini
cairan mungkin mengalir di atas konveksitas otak ke dalam rongga subarachnoid
spinal. Sejumlah kecil direabsorpsi (melalui difusi) ke dalam pembuluh-pembuluh
kecil di piamater atau dinding ventricular, dan sisanya berjalan melalui jonjot
arachnoid ke dalam vena (dari sinus atau vena-vena) di berbagai daerah
kebanyakan di atas konveksitas superior. Tekanan cairan cerebrospinal minimum
harus ada untuk mempertahankan reabsorpsi. Karena itu, terdapat suatu sirkulasi
cairan cerebrospinal yang terus menerus di dalam dan sekitar otak dengan
produksi dan reabsorpsi dalam keadaan yang seimbang.
Gambar 3. Sirkulasi cairan serebrospinal

10


Fungsi CSS:
1. CSS menyediakan keseimbangan dalam sistem saraf. Unsur-unsur
pokok pada CSS berada dalam keseimbangan dengan cairan otak
ekstraseluler, jadi mempertahankan lingkungan luar yang konstan terhadap
sel-sel dalam sistem saraf.
2. CSS mengakibatkann otak dikelilingi cairan, mengurangi berat otak
dalam tengkorak dan menyediakan bantalan mekanik, melindungi otak
dari keadaan/trauma yang mengenai tulang tengkorak
3. CSS mengalirkan bahan-bahan yang tidak diperlukan dari otak, seperti
CO2,laktat, dan ion Hidrogen. Hal ini penting karena otak hanya
mempunyai sedikit sistem limfatik. Dan untuk memindahkan produk
seperti darah, bakteri, materi purulen dan nekrotik lainnya yang akan
diirigasi dan dikeluarkan melalui villi arakhnoid.
4. Bertindak sebagai saluran untuk transport intraserebral. Hormonhormon
dari lobus posterior hipofise, hipothalamus, melatonin dari fineal dapat
dikeluarkan ke CSS dan transportasi ke sisi lain melalui intraserebral.
5. Mempertahankan tekanan intrakranial. Dengan cara pengurangan CSS
dengan mengalirkannya ke luar rongga tengkorak, baik dengan
mempercepat pengalirannya melalui berbagai foramina, hingga mencapai
sinus venosus, atau masuk ke dalam rongga subarachnoid lumbal yang
mempunyai kemampuan mengembang sekitar 30%.
7

2.2 Hidrosefalus
2.2.1 Definisi
Hidrosefalus adalah pembesaran ventrikel yang disebabkan peningkatan
produksi LCS, penurunan absorpsi oleh Villi arachnoid atau obstruksi saluran
LCS. Hidrosefalus adalah kelainan patologis otak yang mengakibatkan
bertambahnya cairan serebrospinal dengan atau pernah dengan tekanan
intrakranial yang meninggi, sehingga terdapat pelebaran ventrikel.
1
Ventrikuler
ini akibat ketidakseimbangan antara produksi dan absorbsi cairan serebrospinal.

11

Hidrosefalus selalu bersifat sekunder, sebagai akibat penyakit atau kerusakan
otak. Adanya kelainan-kelainan tersebut menyebabkan kepala menjadi besar serta
terjadi pelebaran sutura-sutura dan ubun-ubun.

Hidrosefalus diklasifikasikan
menjadi communicating (nonobstructive) atau noncommunicating (obstructive).
Penyebab dari peningkatan LCS dapat terjadi secara kongenital atau didapat.

2.2.2 Epidemiologi
Insidensi hidrosefalus antara 0,2-4 setiap 1000 kelahiran. Insidensi
hidrosefalus kongenital adalah 0,5-1,8 pada tiap 1000 kelahiran dan 11 % - 43 %
disebabkan oleh stenosis aqueductus serebri. Tidak ada perbedaan bermakna
insidensi untuk kedua jenis kelamin, juga dalam hal perbedaan ras. Hidrosefalus
dapat terjadi pada semua umur. Pada remaja dan dewasa lebih sering disebabkan
oleh toksoplasmosis. Hidrosefalus infantil; 46% adalah akibat abnormalitas
perkembangan otak, 50% karena perdarahan subaraknoid dan meningitis, dan
kurang dari 4% akibat tumor fossa posterior.
1
2.2.3 Etiologi
Hidrosefalus terjadi bila terdapat penyumbatan aliran cairan serebrospinal
(CSS) pada salah satu tempat antara tempat pembentukan CSS dalam sistem
ventrikel dan tempat absorbsi dalam ruang subaraknoid. Akibat penyumbatan,
terjadi dilatasi ruangan CSS diatasnya.
10
Teoritis pembentukan CSS yang terlalu
banyak dengan kecepatan absorbsi yang abnormal akan menyebabkan terjadinya
hidrosefalus, namun dalam klinik sangat jarang terjadi.
Penyebab penyumbatan aliran CSS yang sering terdapat pada bayi dan anak ialah:
1) Kelainan Bawaan (Kongenital)
a. Stenosis akuaduktus Sylvii
b. Spina bifida dan kranium bifida
c. Sindrom Dandy-Walker
d. Kista araknoid dan anomali pembuluh darah
2) Infeksi

12

Akibat infeksi dapat timbul perlekatan meningen. Secara patologis terlihat
penebalan jaringan piamater dan arakhnoid sekitar sisterna basalis dan daerah
lain. Penyebab lain infeksi adalah toxoplasmosis.
3) Neoplasma
Hidrosefalus oleh obstruksi mekanik yang dapat terjadi di setiap tempat aliran
CSS. Pada anak yang terbanyak menyebabkan penyumbatan ventrikel IV atau
akuaduktus Sylvii bagian terakhir biasanya suatu glioma yang berasal dari
serebelum, penyumbatan bagian depan ventrikel III disebabkan kraniofaringioma.
4) Perdarahan
Perdarahan sebelum dan sesudah lahir dalam otak, dapat menyebabkan fibrosis
leptomeningen terutama pada daerah basal otak, selain penyumbatan yang terjadi
akibat organisasi dari darah itu sendiri.
8
2.2.4 Patofisiologi dan Patogenesis
CSS yang dibentuk dalam sistem ventrikel oleh pleksus khoroidalis kembali
ke dalam peredaran darah melalui kapiler dalam piamater dan arakhnoid yang
meliputi seluruh susunan saraf pusat (SSP). Cairan likuor serebrospinalis terdapat
dalam suatu sistem, yakni sistem internal dan sistem eksternal. Pada orang dewasa
normal jumlah CSS 90-150 ml, anak umur 8-10 tahun 100-140 ml, bayi 40-60 ml,
neonatus 20-30 ml dan prematur kecil 10-20 ml. Cairan yang tertimbun dalam
ventrikel 500-1500ml. Aliran CSS normal ialah dari ventrikel lateralis melalui
foramen monroe ke ventrikel III, dari tempat ini melalui saluran yang sempit
akuaduktus Sylvii ke ventrikel IV dan melalui foramen Luschka dan Magendie ke
dalam ruang subarakhnoid melalui sisterna magna.
1
Penutupan sisterna basalis menyebabkan gangguan kecepatan resorbsi CSS
oleh sistem kapiler.
9
Hidrosefalus secara teoritis terjadi sebagai akibat dari tiga mekanisme yaitu :
1. Produksi likuor yang berlebihan
2. Peningkatan resistensi aliran likuor
3. Peningkatan tekanan sinus venosa

13

Konsekuensi tiga mekanisme di atas adalah peningkatan tekanan
intrakranial sebagai upaya mempertahankan keseimbangan sekresi dan absorbsi.
Mekanisme terjadinya dilatasi ventrikel cukup rumit dan berlangsung berbeda-
beda tiap saat selama perkembangan hidrosefalus. Dilatasi ini terjadi sebagai
akibat dari :
1. Kompresi sistem serebrovaskuler.
2. Redistribusi dari likuor serebrospinalis atau cairan ekstraseluler
3. Perubahan mekanis dari otak.
4. Efek tekanan denyut likuor serebrospinalis
5. Hilangnya jaringan otak.
6. Pembesaran volume tengkorak karena regangan abnormal sutura kranial.
Produksi likuor yang berlebihan disebabkan tumor pleksus khoroid.
Gangguan aliran likuor merupakan awal dari kebanyakan kasus hidrosefalus.
Peningkatan resistensi yang disebabkan gangguan aliran akan meningkatkan
tekanan likuor secara proporsional dalam upaya mempertahankan resorbsi yang
seimbang.
Peningkatan tekanan sinus vena mempunyai dua konsekuensi, yaitu
peningkatan tekanan vena kortikal sehingga menyebabkan volume vaskuler
intrakranial bertambah dan peningkatan tekanan intrakranial sampai batas yang
dibutuhkan untuk mempertahankan aliran likuor terhadap tekanan sinus vena yang
relatif tinggi. Konsekuensi klinis dari hipertensi vena ini tergantung dari
komplians tengkorak.
1
2.2.5 Klasifikasi
Klasifikasi hidrosefalus bergantung pada faktor yang berkaitan dengannya,
berdasarkan :
1. Gambaran klinis, dikenal hidrosefalus manifes (overt hydrocephalus) dan
hidrosefalus tersembunyi (occult hydrocephalus).
2. Waktu pembentukan, dikenal hidrosefalus kongenital dan hidrosefalus akuisita.
3. Proses terbentuknya, dikenal hidrosefalus akut dan hidrosefalus kronik.

14

4. Sirkulasi CSS, dikenal hidrosefalus komunikans dan hidrosefalus non
komunikans.
Hidrosefalus interna menunjukkan adanya dilatasi ventrikel, hidrosefalus
eksternal menunjukkan adanya pelebaran rongga subarakhnoid di atas permukaan
korteks. Hidrosefalus obstruktif menjabarkan kasus yang mengalami obstruksi
pada aliran likuor. Berdasarkan gejala, dibagi menjadi hidrosefalus simptomatik
dan asimptomatik. Hidrosefalus arrested menunjukan keadaan dimana faktor-
faktor yang menyebabkan dilatasi ventrikel pada saat tersebut sudah tidak aktif
lagi. Hidrosefalus ex-vacuo adalah sebutan bagi kasus ventrikulomegali yang
diakibatkan atrofi otak primer, yang biasanya terdapat pada orang tua.
1
2.2.6 Manifestasi Klinis
Tanda awal dan gejala hidrosefalus tergantung pada awitan dan derajat
ketidakseimbangan kapasitas produksi dan resorbsi CSS.
1
Gejala-gejala yang
menonjol merupakan refleksi adanya hipertensi intrakranial. Manifestasi klinis
dari hidrosefalus pada anak dikelompokkan menjadi dua golongan, yaitu :
1. Awitan hidrosefalus terjadi pada masa neonatus
Meliputi pembesaran kepala abnormal, gambaran tetap hidrosefalus kongenital
dan pada masa bayi. Lingkaran kepala neonatus biasanya adalah 35-40 cm, dan
pertumbuhan ukuran lingkar kepala terbesar adalah selama tahun pertama
kehidupan. Kranium terdistensi dalam semua arah, tetapi terutama pada daerah
frontal. Tampak dorsum nasi lebih besar dari biasa. Fontanella terbuka dan
tegang, sutura masih terbuka bebas. Tulang-tulang kepala menjadi sangat tipis.
Vena-vena di sisi samping kepala tampak melebar dan berkelok.
9
2. Awitan hidrosefalus terjadi pada akhir masa kanak-kanak
Pembesaran kepala tidak bermakna, tetapi nyeri kepala sebagai manifestasi
hipertensi intrakranial. Lokasi nyeri kepala tidak khas. Dapat disertai keluhan
penglihatan ganda (diplopia) dan jarang diikuti penurunan visus. Secara umum
gejala yang paling umum terjadi pada pasien-pasien hidrosefalus di bawah usia
dua tahun adalah pembesaran abnormal yang progresif dari ukuran kepala.
Makrokrania mengesankan sebagai salah satu tanda bila ukuran lingkar kepala

15

lebih besar dari dua deviasi standar di atas ukuran normal. Makrokrania biasanya
disertai empat gejala hipertensi intrakranial lainnya yaitu:
a. Fontanel anterior yang sangat tegang.
b. Sutura kranium tampak atau teraba melebar.
c. Kulit kepala licin mengkilap dan tampak vena-vena superfisial menonjol.
d. Fenomena matahari tenggelam (sunset phenomenon).
Gejala hipertensi intrakranial lebih menonjol pada anak yang lebih besar
dibandingkan dengan bayi. Gejalanya mencakup: nyeri kepala, muntah, gangguan
kesadaran, gangguan okulomotor, dan pada kasus yang telah lanjut ada gejala
gangguan batang otak akibat herniasi tonsiler (bradikardia, aritmia respirasi).
1

2.2.7 Diagnosis
Disamping dari pemeriksaan fisik, gambaran klinik yang samar-samar
maupun yang khas, kepastian diagnosis hidrosefalus dapat ditegakkan dengan
menggunakan alat-alat radiologik yang canggih. Pada neonatus, USG cukup
bermanfaat untuk anak yang lebih besar, umumnya diperlukan CT scanning. CT
scan dan MRI dapat memastikan diagnosis hidrosefalus dalam waktu yang relatif
singkat. CT scan merupakan cara yang aman dan dapat diandalkan untuk
membedakan hidrosefalus dari penyakit lain yang juga menyebabkan pembesaran
kepala abnormal, serta untuk identifikasi tempat obstruksi aliran CSS.
1

2.2.8 Diagnosis Banding
Pembesaran kepala dapat terjadi pada hidrosefalus, makrosefali, tumor
otak, abses otak, granuloma intrakranial, dan hematoma subdural perinatal,
hidranensefali. Hal-hal tersebut dijumpai terutama pada bayi dan anak-anak
berumur kurang dari 6 tahun.
1

2.2.9 Terapi
Pada dasarnya ada tiga prinsip dalam pengobatan hidrosefalus, yaitu :
a) Mengurangi produksi CSS.
b) Mempengaruhi hubungan antara tempat produksi CSS dengan tempat absorbsi.

16

c) Pengeluaran likuor (CSS) kedalam organ ekstrakranial.
1

Penanganan hidrosefalus juga dapat dibagi menjadi :
1. Penanganan Sementara
Terapi konservatif medikamentosa ditujukan untuk membatasi evolusi
hidrosefalus melalui upaya mengurangi sekresi cairan dari pleksus khoroid atau
upaya meningkatkan resorbsinya.
2. Penanganan Alternatif (Selain Shunting)
Misalnya : pengontrolan kasus yang mengalami intoksikasi vitamin A, reseksi
radikal lesi massa yang mengganggu aliran likuor atau perbaikan suatu
malformasi. Saat ini cara terbaik untuk melakukan perforasi dasar ventrikel III
adalah dengan teknik bedah endoskopik.
10
3. Operasi Pemasangan Pintas (Shunting)
Operasi pintas bertujuan membuat saluran baru antara aliran likuor dengan kavitas
drainase. Pada anak-anak lokasi drainase yang terpilih adalah rongga peritoneum.
Biasanya cairan serebrospinalis didrainase dari ventrikel, namun kadang pada
hidrosefalus komunikans ada yang didrain ke rongga subarakhnoid lumbar. Ada
dua hal yang perlu diperhatikan pada periode pasca operasi, yaitu: pemeliharaan
luka kulit terhadap kontaminasi infeksi dan pemantauan kelancaran dan fungsi
alat shunt yang dipasang. Infeksi pada shunt meningkatkan resiko akan kerusakan
intelektual, lokulasi ventrikel dan bahkan kematian.
10

2.2.10 Prognosis
Hidrosefalus yang tidak diterapi akan menimbulkan gejala sisa, gangguan
neurologis serta kecerdasan. Dari kelompok yang tidak diterapi, 50-70% akan
meninggal karena penyakitnya sendiri atau akibat infeksi berulang, atau oleh
karena aspirasi pneumonia. Namun bila prosesnya berhenti (arrested hidrosefalus)
sekitar 40% anak akan mencapai kecerdasan yang normal.
10
Pada kelompok yang
dioperasi, angka kematian adalah 7%. Setelah operasi sekitar 51% kasus mencapai
fungsi normal dan sekitar 16% mengalami retardasi mental ringan. Adalah
penting sekali anak hidrosefalus mendapat tindak lanjut jangka panjang dengan
kelompok multidisipliner.
1

17

2.3 Ventriculoperitoneal Shunt
Ventriculoperitoneal Shunt adalah prosedur pembedahan yang dilakukan
untuk membebaskan tekanan intrakranial yang diakibatkan oleh terlalu banyaknya
cairan serbrospinal (hidrosefalus). Cairan dialirkan dari ventrikel di otak menuju
rongga peritoneum
11

2.3.1 Deskripsi
12
Prosedur pembedahan ini dilakukan di dalam kamar operasi dengan
anastesi umum selama sekitar 90 menit.
Rambut dibelakang telinga anak dicukur, lalu dibuat insisi tapal kuda di
belakan telinga dan insisi kecil lainnya di dinding abdomen.
Lubang kecil dibuat pada tulang kepala, lalu selang kateter dimasukkan ke
dalam ventrikel otak.
Kateter lain dimasukkan ke bawah kulit melalui insisi di belakang telinga,
menuju ke rongga peritoneum.
Sebuah katup diletakkan dibawah kulit di belakang telinga yang menempel
pada kedua kateter. Bila terdapat tekanan intrakranial meningkat, maka
CSS akan mengalir melalui katup menuju rongga peritoneum.













Gambar 4. Penanaman VP Shunt

18


2.3.2 Komplikasi Ventriculoperitoneal Shunt
Sejumlah komplikasi dapat terjadi setelah pemasangan
ventriculoperitoneal shunt untuk manajemen hidrosefalus. Komplikasi ini
termasuk infeksi, blok, subdural hematom, ascites, CSSoma, obstruksi saluran
traktus gastrointestinal, perforasi organ berongga, malfungsi, atau migrasi dari
shunt. Migrasi dapat terjadi pada ventrikel lateralis, mediastinum, traktus
gastrointestinal, dinding abdomen, vagina, dan scrotum
11,13,14,15,16


Infeksi
Infeksi shunt didefinisikan sebagai isolasi organisme dari cairan
ventrikuler, selang shunt, reservoir dan atau kultur darah dengan gejala dan tanda
klinis menunjukkan adanya infeksi atau malfungsi shunt, seperti demam,
peritonitis, meningitis, tanda-tanda infeksi di sepanjang jalur selang shunt, atau
gejala yang tidak spesifik seperti nyeri kepala, muntah, perubahan status mental
dan kejang
Infeksi merupakan komplikasi yang paling ditakutkan pada kelompok usia
muda. Sebagian besar infeksi terjadi dalam 6 bulan setelah prosedur dilakukan.
Infeksi yang terjadi biasanya merupakan bakteri staphylococcus dan
propionibacterial. Infeksi dini terjadi lebih sering pada neonatus dan berhubungan
dengan bakteri yang lebih virulen seperti Escherichia coli. Shunt yang terinfeksi
harus dikeluarkan, CSS harus disterilkan, dan dilakukan pemasangan shunt yang
baru. Terapi shunt yang terinfeksi hanya dengan antibiotik tidak
direkomendasikan karena bakteri dapat di tekan untuk jangka waktu yang lama
dan bakteri kembali saat antibiotik diberhentikan.
13,14,16


Subdural hematom
Berkembangnya subdural hematom simptomatis merupakan masalah yang
terus menjadi perhatian pada pasien yang menjalani prosedur vp shunt. Insiden ini
dapat dikurang dengan memperlambat mobilisasi paska operasi. Subdural

19

hematom diterapi dengan drainase dan mungkin membutuhkan oklusi sementara
dari shunt.
17

2.9.3 Terapi Komplikasi
Antibiotik sesual hasil kultur
External Ventricular Drainage
Mengangkat shunt













Terapi pada infeksi shunt hanya dengan antibiotik tidak direkomendasikan
karena meskipun bakteri dapat ditekan untuk jangka waktu tertentu, namun
bakteri akan kembali berkembang setelah pemberian antibiotik dihentikan. Pada
pasien ini dilakukan eksternisasi selang VP shunt yang berada di distal,
selanjutnya dilakukan pemasangan ekstraventricular drainage, serta pemberian

20

antibiotik sesuai hasil tes sensitivitas bakteri. Hal ini dilakukan agar tetap terjadi
drainage dari cairan serebrospinal yang belebihan agar tidak terjadi peningkatan
tekanan intrakranial.
16,18,19

Pada anak yang terpasang ventriculoperitoneal shunt, jika anggota
keluarga mencurigai adanya malfungsi dari shunt atau tidak adanya penyebab lain
dari demam, malaise, perubahan perilaku anak, maka diperlukan evaluasi dan
perhatian terhadap shunt yang terpasang pada anak tersebut
1,2


2.4 Anestesi pada VP Shunt Anak
2.4.1 Preoperatif

Visite preoperatif merupakan bagian esensial dari semua tehnik anestesi
yang harus meliputi riwayat masalah pada pembiusan sebelumya, riwayat
keluarga dengan reaksi terhadap pembiusan, riwayat penyakit dahulu, riwayat
pengobatan sekarang (contoh antikonvulsan, acetazolamide, furosemid), alergi
dan waktu makan terakhir. Perhatian lebih diberikan pada kemungkinan adanya
komorbid termasuk gangguan pada kardiovaskuler (missal penyakit jantung
bawaan) dan gangguan pada sistem respirasi (misal displasia bronkopulmonal,
kifoskoliosis, infeksi saluran pernafasan rekuren sekunder akibat disfungsi
neurologis).
Pemeriksaan harus meliputi jalan nafas, sistem respirasi, kardiovaskular,
dan neurologis yang pada peningkatan TIK dapat mengakibatkan penurunan
tingkat kesadaran dan dalam hal tersebut meningkatkan risiko terjadinya aspirasi
pulmonal. hasil pemeriksaan darah harus dinilai untuk mendapatkan nilai
hemoglobin dan fungsi pembekuan darah agar produk darah dapat disediakan
sesuai kebutuhan. Urea dan elektrolit sebaiknya diperiksa jika masalah kesehatan
atau pengobatan menunjukkan adanya abnormalitas dan bila terdapat
kemungkinan gangguan homeostasis sodium karena perubahan hormonal, muntah
dan kontraksi volum intravascular.
Penilaian pasien untuk berbagai efek dari peningkatan TIK seperti mual,
muntah, perubahan pola nafas, irritability, penurunan kesadaran, bradikardia, atau

21

hipertensi. CT Scan dapat menunjukan peningkatan ukuran dari ventrikel.
Perburukan neurologis secara tiba tiba pada pasien pediatric harus ditatalaksana
segera dengan emergency endotracheal intubation, muscle relaxant, hiperventilasi
dengan monitoring ET
CO2
dan pemberian obat obatan vasokontriksi cerebral.
(contoh: barbiturates) dan diuretic (contoh: mannitol, furosemide) hingga operasi
emergenci penurunan TIK tercapai. Control terhadap TIK kadang kadang selesai
dengan punksi ventricle lateral dan aspirasi LCS.
Clinical assessment yang menunjukkan peningkatan TIK akan cukup dan
monitoring TIK Invasif biasanya tidak diperlukan. Hidrocephalus dan disfungsi
ventrikuloperitoneal shunt kadang kadang dapat memberikan waktu yang cukup
untuk preoperative dan evaluasi radiologi, tetapi pasien dapat saja kadang kadang
menunjukkan peningkatan TIK yang akut, membutuhkan operasi emergensi.
Pasien yang sedang menjalani terapi anti kejang dapat merubah level
metabolisme obat- dibutuhkan jika terjadi perubahan dosis atau kejang mengalami
perburukan. Preoperative analisa gas darah dapat diindikasikan dengan pasien
yang mengalami perubahan status mental dan pada pasien dengan penyakit paru
Visite preoperatif merupakan kesempatan untuk mengaplikasikan anestesi
topikal pada vena yang sesuai jika ada rencana dilakukan induksi intravena. Agen
sedatif sebagai premedikasi harus diberikan secara hati-hati karena dapat
mengeksaserbasi atau menutupi disfungsi neurologis. Pasien yang cemas dan tidak
tenang dapat mengalami peningkatan TIK pada saat induksi yang tentu saja
merugikan. Pasien harus dimonitor secara seksama untuk gejala gangguan
neurologis yang dapat timbul dalam waktu singkat. Jika pada assessment
preoperatif diketahui pasien memiliki komorbid multipel, seperti bayi dengan
riwayat lahir premtur dengan penyakit paru kronis, kebutuhan bantuan respirasi
tambahan pada periode postoperatif harus dipertimbangkan.
Konsiderasi anestesi untuk pemasangan ventrikuloperitoneal shunt atau
pemasangan ulang membutuhkan pemeriksaan dari fungsi pemasangan pre
existing ventrikuloperitoneal dan review dari penyakit coexisting pasien,
pengobatan sebelumnya, status volum intravascular, riwayat anestesi dan

22

pemeriksaan fisik.
Sedasi preoperative mengurangi anxietas, yang dalam hal ini dapat
menyebabkan peningkatan TIK. Menjadi peringatan untuk mecegah hipoventilasi
yang akan meningkatkan PaCO
2
dan TIK.
3

2.4.2 Intraoperatif
Induksi anestesi didasarkan pada kondisi kesehatan pasien dan fisiologi
tubuh sesuai dengan usia pasien. Kesulitan utama pada anak yang terpasang shunt
adalah malfungsi dan infeksi yang mengakibatkan kegagalan dalam mengalirkan
cairan serebrospinal (CSF); pembesaran ventrikel; dan peningkatan volum CSF
dan TIK. Diagnosis malfungsi shunt biasanya jelas ada anak yang letargi dan
mengalami bradikardi, sering muntah, dan menunjukkan gambaran pembesaran
ventrikel pada MRI atau CT-scan.
3
Anestesi pada pemasangan vp shunt direncanakan sedemikian rupa untuk
meningkatkan compliance intrakranial, termasuk pada bayi yang ubun-ubunnya
belum menutup. Persiapan optimal pasien berupa rangkaian induksi intravena
dengan tiopental atau propofol, narkotik, relaksan otot non depolarisasi, dan
hiperventilasi dengan oksigen 100%. Pada kasus emergensi, preoksigenasi,
tekanan krikoid, dan induksi intravena dengan thiopental baik dengan relaksan
otot depolarisasi jangka pendek diindikasikan untuk mempertahankan jalan napas
dengan cepat dan aman.
4
Induksi intravena memungkinkan penguasaan jalan nafas segera pada
kondisi emergensi jika pasien tidak dipuasakan dan jika kesulitan pada jalan nafas
tidak diantisipasi. Hal tersebut dapat dicapai dengan agen induksi dosis sedative
yang dititrasi (propofol 2-4 mg/kg, tiopenton 3-5 mg/kg). hipotensi harus dihindari
karena risiko peningkatan TIK. Ketamin tidak boleh digunakan karena dapat
meningkatkan TIK. Relaksasi otot dapat dicapai dengan penggunaan
neuromuscular blocking agent (NMB).
Induksi inhalasi dan intubasi endotrakeal dengan obat anestesi inhalasi
dosis tinggi merupakan kontraindikasi karena anak dengan hidrosefalus yang
belum mendapat penanganan atau mengalami malfungsi shunt, terlepas apakah

23

ubun-ubun sudah menutup, tidak seharusnya terekspos sevoflurane yang
dibutuhkan pada intubasi endotrakeal. Jika induksi inhalasi dibutuhkan karena
anak tidak memiliki akses intravena, hal tersebut harus dilakukan dengan cepat,
sevoflurane dihentikan, dan akses intravena diusahakan. Setelah intubasi trakea,
hiperventilasi diteruskan hingga shunt dipasang pada tempatnya, cairan dari
ventrikel dialirkan, dan compliance mengalami perbaikan.
3,4
Secara umum, anak tanpa masalah tekanan intrakranial (TIK) akut yang
tidak memiliki akses intravena induksi dilakukan dengan cara inhalasi melalui
face mask. Semua obat anestesi inhalasi cair berpotensi meningkatkan aliran darah
otak. Obat anestesi intravena memiliki efek sebaliknya. (tabel 1 )

Tabel 2 . efek obat anestesi terhadap metabolism otak
3
Obat CBF CMRO
2
TIK
Anestesi inhalasi
(volatiles)

Propofol
Tiopental
Ketamin
Nitrogen dioksida

CBF= cerebral blood flow (aliran darah otak)
CMRO
2
= cerebral metabolism of oxygen
TIK= tekanan intrakranial

Ventilasi harus dikontrol secepat mungkin untuk mencapai keadaan
hiperventilasi ringan dan menurunkan PaCO
2
untuk mengimbangi peningkatan
aliran darah otak akibat prosedur anestesi. Selama induksi, laringospasme dan
bronkospasme dapat meningkatkan PaCO
2
dan berakhir dengan peningkatan
aliran darah otak dan TIK. Hiperkarbia harus dihindari karena mengakibatkan
vasodilatasi sehingga dapat meningkatkan TIK terutama dengan kombinasi
pemasangan laringoskopi dan manipulasi jalan nafas. Jika tersedia jalur intravena,

24

induksi dapat dicapai dengan thiopental atau propofol yang menurunkan TIK.
Jalan nafas harus dipertahankan dengan endotracheal tube yang sesuai dan
ventilasi terkendali. Intubasi dapat dilakukan dengan pemberian relaksan otot atau
anestetik lokal (lignocaine 1%) topikal pada laring. Monitoring baku yaitu EKG,
pulse oxymeter, tekanan darah, CO
2
, FiO
2
dan suhu tubuh, jika terdapat kondisi
komorbid, mungkin dibutuhkan monitoring tambahan.
Menurut Comroe dan Botells sianosis tidak sepenuhnya dapat mendeteksi
hipoksia. Core et al mengungkapkan pentingnya penggunaan pulse oxymeter pada
anesthesia pediatrik. Meskipun di dalam tubuh neonatus terdapat hemoglobin
fetal, hal ini tidak akan mempengaruhi pembacaan pulse oxymeter. Beberapa
faktor mempengaruhi kemampuan kerja pulse oxymeter pada populasi pediatrik,
termasuk hipoperfusi, pergerakan pasien, lampu penghangat inframerah, dan
pewarna intravena (methylene blue, indocyanine green, dan indigocarmine).
Meski vp shunt merupakan prosedur yang sering dilakukan oleh ahli bedah
syaraf, insersi ventriculo-terminus shunts (ujung alat vp shunt yang umumnya
berada peritoneum, pleura atau atrium kanan) terkadang sulit. Perhatian ditujukan
pada lokasi pengeboran, dimana penanaman diatas sinus venosus dura dapat
berakibat pada perdarahan yang hebat. Selain itu, masuknya darah secara tidak
sengaja ke dalam ruang subarakhnoid dapat mengakibatkan sakit kepala, demam,
atau bahkan arachnoiditis. Invasi ke dalam peritoneum mungkin dapat
mengakibatkan trauma pada hati atau usus. Pengaksesan atrium kanan dapat
berakhir pada emboli udara atau disritmia ventrikular. Penanaman kateter pleura
dapat mengakibatkan pneumotoraks atau bahkan tension pneumothorax sehingga
membutuhkan torakosintesis dan pemasangan chest tube.
Suhu tubuh tergantung keseimbangan dari produksi dan kehilangan panas.
Keseimbangan tersebut dapat terganggu melalui banyak cara sehingga
menimbulkan risiko terjadi hipotermia, terutama pada pasien anak. Panas dapat
hilang dengan mudah saat menjalani prosedur anestesi karena hilangnya
kemampuan menggigil, permukaan tubuh yang terekspos, vasodilatasi akibat obat-
obat anestesi, dan kondisi ruang operasi yang dingin. Panas hilang melalui proses

25

konduksi, konveksi, radiasi, atau evaporasi. Efek hipotermia pada anak sama
dengan dewasa.
Anak berumur dibawah 1 tahun respon terhadap pemberian vasokontriktor.
Pemberian atropin dan operasi yang berlangsung lebih dari 40 menit berkolerasi
terhadap peningkatan aktivitas menggigil, begitu juga dengan penurunan suhu
intraoperatif yang lebih besar. Penghangatan ruangan operasi menurunkan insiden
menggigil pada perawatan post anestesi. Menggigil yang timbul pasca operasi
akan mempercepat peningkatan suhu tubuh, namun juga mengakibatkan
peningkatan 50% metabolisme tubuh dan peningkatan konsumsi oksigen serta
produksi CO
2
.
Penghangatan kembali tubuh pada periode postoperatif juga memiliki
resiko. Vasodilatasi menyebabkan peningkatan kebutuhan cairan dan katekolamin
yang dapat menimbulkan disritmia, hipertensi, dan iskemia miokard.
Normotermia pada anak dipertahankan dengan cara menghangatkan ruang
operasi dan menggunakan lampu pemancar panas saat pemasangan kateter
intravena dan intraarterial, induksi anesthesia, menyediakan selimut penghangat,
membatasi waktu tereksposnya tubuh, menutupi area tubuh yang tidak terlibat
pada proes pembedahan, melembabkan udara inspirasi dan menghangatkan cairan
intravena dan darah. Pengendalian dan penurunan tekanan intrakranial merupakan
hal yang penting pada pemasangan vp-shunt. Tekanan akibat penuhnya ruang
intrakranial dapat dievakuasi melalui vp-shunt. Pada waktu inilah pengendalian
tekanan intrakranial sangat membantu dan seringkali menyelamatkan jiwa.
Tidak ada strategi penggantian cairan yang dapat diaplikasikan pada pasien
dengan peningkatan TIK. Sebagian besar anestesiologist mulai dengan terapi
osmotik, saat atau setelah induksi. Saat operasi berlangsung dan kehilangan darah
bertambah, penggantian cairan biasanya terdiri dari campuran kristaloid dan
koloid untuk mempertahankan volum intravaskular yang isovolemik, iso-osmolar
dan iso-onkotik. Setelah pemberian 20 mL/kg cairan kristaloid, pada pasien
pediatrik, penggunaan campuran saline normal dengan albumin 5% dengan
perbandingan 3:1 dapat digunakan, namun risiko pemberian albumin harus

26

dipertimbangkan. Selain itu, belum ada data yang mendukung penggunaan
albumin dibandingkan dengan regimen cairan pengganti lainnya. Menjamin
perfusi serebral dan oksigenasi dan transpor nutrisi yang adekuat merupakan
tujuan dari terapi cairan.
Mannitol merupakan diuretik pilihan dan sangat berguna dalam
menurunkan tekanan intrakranial dengan cepat. Mannitol efektif jika diberikan
bolus 0.25 sampai 1.0 g/kg dan mulai bekerja dalam 10 menit setelah pemberian
dengan efek yang bertahan hingga 1 sampai 2 jam. Meskipun pemikiran
konvensional beranggapan bahwa efek diuretik osmotik pada TIK adalah dengan
menurunkan volum air dalam otak, terdapat bukti bahwa efek yang sebenarnya
adalah untuk menurunkan viskositas darah dan mengkompensasi vasokontriksi
yang diikuti dengan penurunan volum darah otak. Pasien anak memerlukan kateter
urin untuk memonitor diuresis dan analisa elektrolit agar hemokonsentrasi yang
signifikan dan kemungkinan gagal ginjal dapat dihindari.
Pada pemasangan vp shunt biasanya berada dalam posisi supinasi, kepala
pasien di posisikan ke sisi kontralateral dari tempat insersi shunt. Fleksi dari leher
dapat mengakibatkan bergesernya pipa endotrakeal ke dalam bronkus utama atau
dapat menyebabkan oklusi pada vena jugularis sehingga drainase vena terhambat
dan terjadi peningkatan volum dan tekanan intrakranial. Gulungan handuk dapat
diletakkan dibawah bahu untuk membuat garis lurus dari telinga/leher ke abdomen
sehingga melancarkan drainase dari ventrikel otak. Mata harus dilindungi dari
kekeringan dan trauma.
3,4

2.4.3 Postoperatif
Manajemen postoperatif pada pasien yang menjalani pemasangan vp shunt
disesuaikan dengan status neurologis serta komorbid pasien. Pada akhir prosedur
pemasangan vp shunt dapat diberikan neostigmin sebagai antagonis muscle
relaxan (50mcg/kg) dikombinasikan dengan antikolinergik (atropine 25 mcg.kg).
sebagian besar pasien dapat diekstubasi setelah dalam keadaan sadar, menghindari
hiperkarbia dan dengan tehnik yang meminimalisasi risiko aspirasi (posisi lateral

27

atau duduk). Paracetamol dan NSAID dapat diberikan untuk mengurangi nyeri
jika tidak merupakan kontraindikasi dengan tambahan opioid yang diberikan.
Pasien tanpa komorbid dapat dirawat seperti pasien rawat inap pada umumnya.
Pada bayi dengan risiko apnea pasca operasi memerlukan pemantauan terhadap
tanda-tanda apnea dalam waktu paling tidak 12 jam, jika pasien menunjukkan
tanda apnea, diperlukan monitoring yang lebih lanjut hingga pasien bebas apnea
untuk waktu 12 jam.
3,4































28


BAB III
KESIMPULAN


Kesimpulan yang dapat ditarik dari referat ini adalah:
1. Ventriculoperitoneal Shunt adalah prosedur pembedahan yang dilakukan
untuk membebaskan tekanan intrakranial yang diakibatkan oleh terlalu
banyaknya cairan serbrospinal (hidrosefalus) dengan mengalirkan cairan
dari ventrikel di otak menuju rongga peritoneum.
2. Manajemen preoperatif anestesi pada vp shunt anak berupa penilaian
pasien untuk berbagai efek dari peningkatan TIK seperti mual, muntah,
perubahan pola nafas, irritability, penurunan kesadaran, bradikardia, atau
hipertensi. Clinical assessment yang menunjukkan peningkatan TIK akan
cukup dan monitoring TIK Invasif biasanya tidak diperlukan.
3. Manajemen intraoperatif anestesi pada vp shunt anak adalah persiapan
optimal pasien berupa rangkaian induksi intravena dengan tiopental atau
propofol, narkotik, relaksan otot non depolarisasi, dan hiperventilasi
dengan oksigen 100%. Secara umum, anak tanpa masalah tekanan
intrakranial (TIK) akut yang tidak memiliki akses intravena induksi
dilakukan dengan cara inhalasi melalui face mask. Monitoring baku yaitu
EKG, pulse oxymeter, tekanan darah, CO
2
, FiO
2
dan suhu tubuh, jika
terdapat kondisi komorbid, mungkin dibutuhkan monitoring tambahan.
4. Manajemen postoperatif pada pasien yang menjalani pemasangan vp shunt
disesuaikan dengan status neurologis serta komorbid pasien.






29

You might also like