You are on page 1of 11

LAPORAN KASUS

KERATITIS NUMULARIS





DISUSUN OLEH :
CHAIRUNNISA
DINA WULANSARI

PEMBIMBING : DR. ILHAM ZAIN. SP.M



KEPANITERAAN BAGIAN MATA RSUD KABUPATEN BEKASI
PERIODE 2011-2012


STATUS PASIEN
BAGIAN MATA RSUD KABUPATEN BEKASI

TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN
Mata merupakan salah satu indera dari pancaindera yang sangat penting untuk
kehidupan manusia. Terlebih lagi dengan majuy teknologi, indera penglihatan yang baik
merupakan kebutuhan yang tidak dapat diabaikan. Mata merupakan bagian yang sangat peka,
trauma sekecil apapun, seperti debu yang bila masuk mata, sudah cukup menimbulkan
gangguan yang hebat.
1,2

Kornea merupakan salah satu bagian dalam anatomi mata yang sangat berperan dalam
menentukan hasil pembiasan sinar pada mata, karena kornea berfungsi sebagai jendela bagi
,ata dan membiaskan berkas cahaya, sehingga bila terjadi lesi pada kornea umumnya akan
memberikan gejala pemglihatan yang menurun, terutama bila lesi tersebut letaknya di
tengah.
2,3,4
Kornea merupakan bagian anterior dari mata, yang merupakan bagian dari media
refraksi. Kornea terdiri atas lima lapis yaitu epitel, membran bowman, stroma, membran
descemet dan endotel.
1,2
Keratitis adalah suatu peradangan kornea yang disebabkan oleh bakteri, virus dan
jamur. Keratitis dapat diklasifikasikan berdasarkan lapis kornea yang terkena seperti keratitis
superficialis dan profunda atau berdasarkan penyebabnya yaitu keratitis karena berkurangnya
sekresi air mata, keratitis karena keracunan obat, keratitis reaksi alergi, infeksi, reaksi
kekebalan, reasi terhadap konjungtivitis menahun.
2,3,4
Manajemen yang tepat dapat mengurangi insideni kehilangan penglihatan dan
membatasi kerusakan kornea. Kebanyakan gangguan penglihatan dapat dicegah, namun
hanya bila didiagnosis penyebabnya ditetapkan secara dini dan diobati secara memadai.
5








ANATOMI
A. Struktur kornea
Kornea merupakan jaringan yang avaskular, bersifat transparan, berukuran 11-12 mm
horizontal dan 10-11 mm vertikal, serta memiliki indeks refraksi 1,37. Kornea
memberikan kontribusi 74 % atau setara dengan 43,25 dioptri (D) dari total 58,60
kekuatan dioptri mata manusia. Kornea juga merupakan sumber astigmatisme pada sistem
optik. Dalam nutrisinya, kornea bergantung pada difusi glukosa dari aqueus humor dan
oksigen yang berdifusi melalui lapisan air mata. Sebagai tambahan, kornea perifer disuplai
oksigen dari sirkulasi limbus. Kornea adalah salah satu organ tubuh yang memiliki
densitas ujung-ujung saraf terbanyak dan sensitifitasnya adalah 100 kali jika dibandingkan
dengan konjungtiva.
1


Kornea dalam bahasa latin cornum artinya seperti tanduk, merupakan selaput
bening mata, bagian dari mata yang bersifat tembus cahaya, merupakan lapis dari jaringan
yang menutup bola mata sebelah depan dan terdiri atas :
2,3,6

1. Epitel
Terdiri dari sel epitel squamos yang bertingkat, terdiri atas 5 lapis sel epitel tidak
bertanduk yang saling tumpang tindih; sel poligonal dan sel gepeng. Tebal lapisan epitel
kira-kira 5 % (0,05 mm) dari total seluruh lapisan kornea. Epitel dan film air mata
merupakan lapisan permukaan dari media penglihatan. Pada sel basal sering terlihat
mitosis sel, dan sel muda ini terdorong ke depan menjadi lapis sel sayap dan semakin maju
ke depan menjadi sel gepeng, sel basal berikatan erat dengan sel basal di sampingnya dan
sel poligonal di sampingnya melalui desmosom dan makula okluden; ikatan ini
menghambat pengaliran air, elektrolit dan glukosa melalui barrier. Sel basal menghasilkan
membran basal yang melekat erat kepadanya. Bila terjadi gangguan akan mengakibatkan
erosi rekuren. Sedangkan epitel berasal dari ektoderem permukaan. Epitel memiliki daya
regenerasi.

2. Membran bowman
Membran yang jernih dan aselular, Terletak di bawah membran basal dari epitel.
Merupakan lapisan kolagen yang tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari
epitel bagian depan stroma. Lapisan ini tidak mempunyai daya generasi.

3. Stroma
Lapisan ini mencakup sekitar 90% dari ketebalan kornea. Merupakan lapisan tengah
pada kornea. Bagian ini terdiri atas lamel fibril-fibril kolagen dengan lebar sekitar 1 m
yang saling menjalin yang hampir mencakup seluruh diameter kornea, pada permukaan
terlihat anyaman yang teratur sedang di bagian perifer serta kolagen ini bercabang;
terbentuknya kembali serat kolagen memakan waktu lama, dan kadang sampai 15 bulan.
4. Membran Descemet
Merupakan membran aselular dan merupakan batas belakang stroma kornea
yang dihasilkan oleh endotel. Bersifat sangat elastis dan jernih yang tampak amorf pada
pemeriksaan mikroskop elektron, membran ini berkembang terus seumur hidup dan
mempunyai tebal +40 mm.
5. Endotel
Berasal dari mesotelium, terdiri atas satu lapis sel berbentuk heksagonal, tebal antara
20-40 mm melekat erat pada membran descemet melalui taut. Endotel dari kornea ini
dibasahi oleh aqueous humor. Lapisan endotel berbeda dengan lapisan epitel karena tidak
mempunyai daya regenerasi, sebaliknya endotel mengkompensasi sel-sel yang mati
dengan mengurangi kepadatan seluruh endotel dan memberikan dampak pada regulasi
cairan,jika endotel tidak lagi dapat menjaga keseimbangan cairan yang tepat akibat
gangguan sistem pompa endotel, stroma bengkak karena kelebihan cairan (edema kornea)
dan kemudian hilangnya transparansi (kekeruhan) akan terjadi. Permeabilitas dari kornea
ditentukan oleh epitel dan endotel yang merupakan membrane semipermeabel, kedua
lapisan ini mempertahankan kejernihan daripada kornea, jika terdapat kerusakan pada
lapisan ini maka akan terjadi edema kornea dan kekeruhan pada kornea.
2,3

Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensoris terutama berasal dari saraf siliar longus,
saraf nasosiliar, saraf ke V, saraf siliar longus yang berjalan suprakoroid, masuk ke dalam
stroma kornea, menembus membran Bowman melepas selubung Schwannya. Seluruh lapis
epitel dipersarafi sampai pada kedua lapis terdepan. Sensasi dingin oleh Bulbus Krause
ditemukan pada daerah limbus.
1,2,6




Gbr 1. Anatomi mata manusia


B. FISIOLOGI KORNEA
Kornea berfungsi sebagai membran pelindung dan jendela yang dilalui berkas
cahaya menuju retina. Sifat tembus cahayanya disebabkan oleh strukturnya yang uniform,
avaskuler dan deturgesensi. Deturgesensi atau keadaan dehidrasi relatif jaringan kornea,
dipertahankan oleh pompa bikarbonat aktif pada endotel dan oleh fungsi sawar epitel
dan endotel. Dalam mekanisme dehidrasi ini, endotel jauh lebih penting daripada epitel,
dan kerusakan kimiawi atau fisis pada endotel berdampak jauh lebih parah daripada
kerusakan pada epitel. Kerusakan sel-sel endotel menyebabkan edema kornea dan
hilangnya sifat transparan. Sebaliknya, kerusakan pada epitel hanya menyebabkan edema
stroma kornea lokal sesaat yang akan meghilang bila sel-sel epitel telah beregenerasi.
Penguapan air dari lapisan air mata prekorneal menghasilkan hipertonisitas ringan lapisan
air mata tersebut, yang mungkin merupakan faktor lain dalam menarik air dari stroma
kornea superfisial dan membantu mempertahankan keadaan dehidrasi.
2,3,8



Penetrasi kornea utuh oleh obat bersifat bifasik. Substansi larut-lemak dapat melalui
epitel utuh dan substansi larut-air dapat melalui stroma yang utuh. Karenanya agar dapat
melalui kornea, obat harus larut-lemak dan larut-air sekaligus.
2,3,8

Epitel adalah sawar yang efisien terhadap masuknya mikroorganisme kedalam kornea.
Namun sekali kornea ini cedera, stroma yang avaskular dan membran bowman mudah
terkena infeksi oleh berbagai macam organisme, seperti bakteri, virus, amuba, dan
jamur.
2,3,4


KERATITIS
Keratitis adalah peradangan pada kornea. Gejala patognomik dari keratitis ialah
terdapatnya infiltrat di kornea. Infiltrat dapat ada di seluruh lapisan kornea dan menetapkan
diagnosis dan pengobatan keratitis. Tanda subjektif lain yang dapat mendukung keratitis
adalah fotofobia, lakrimalis, blefarospasme dan gangguan visus. Injeksi perikornea di limbus
merupakan tanda objektif yang dapat timbul pada keratitis, dapat pula terjadinya edema
kornea.
1,3
Karena kornea merupakan bangunan avaskular, maka pertahanan pada waktu peradangan
tidak bereaksi dengan cepat, seperti pada jaringan lain yang mengandung banyak
vaskularisasi. Sehingga badan kornea, wandering cells dan sel-sel lainnya yang terdapat di
dalam stroma kornea akan segera bekerja sebagai makrofag yang kemudian akan disusul
dengan terjadinya dilatasi dari pembuluh darah yang terdapat dilimbus dan akan tempak
sebagai injeksi perikornea. Kemudian akan terjadi infiltrasi dari sel-sel mononuklear, sel
plasma dan sel polimorfonuklear yang akan mengakibatkan timbulnya infiltrat yang
selanjutnya dapat berkembang dengan terjadinya kerusakan epitel timbullah ulkus (tukak)
kornea. Pada peradangan yang dalam, penyembuhan berakhir dengan pembentukan jaringan
parut (sikatrik), yang dapat berupa nebula, makula dan leukoma.
2,3
Keratitis adalah infeksi pada kornea yang biasanya diklasifikasikan menurut lapisan
kornea yang terkena, yaitu keratitis superfisialis apabila mengenai lapisan epitel atau
membran Bowman dan keratitis profunda atau interstitialis (atau disebut juga keratitis
parenkimatosa) yang mengenai lapisan stroma.
4

Bentuk-bentuk klinik keratitis superficialis antara lain :
4
keratitis punctata superfisialis
keratitis fliken
keratitis sika
keratitis lepra
keratitis numularis

KERATITIS NUMULARIS
Keratitis numularis disebut juga keratitis sawahica atau keratitis punctata tropika.
Keratitis numularis diduga diakibatkan oleh virus. Diduga virus yang masuk ke dalam epitel
kornea melalui luka setelah truma. Replikasi virus pada sel epitel diikuti penyebaran toksin
pada stroma kornea sehingga menimbulkan kekeruhan atau infiltrat berbentuk bulat seperti
mata uang. Pada kornea terdapat infiltrat bulat-bulat subepitel dan ditengahnya lebih jernih,
seperti halo. Tes fluoresen (-).
2,3,7

untuk melihat adanya defek pada epitel kornea dapat dilakukan uji fluoresen.
Caranya, kertas fluoresen dibasahi terlebih dahulu dengan garam fisiologi kemudian
diletakkan pada saccus konjungtiva inferior setelah terlebih dahulu penderita diberi anastesi
lokal. Penderita diminta menutup matanya selama 20 detik, kemudian kertas diangkat. Defek
kornea akan terlihat berwarna hijau dan disebut sebagai uji fluoresen positif.
Keratitis didefinisikan sebagai peradangan pada kornea, membran transparan yang
menyelimuti bagian berwarna dari mata (iris) dan pupil. Keratitis dapat terjadi pada anak-
anak maupun dewasa. Penyebab keratitis bermacam-macam. Bakteri, virus dan jamur dapat
menyebabkan keratitis. Penyebab paling sering adalah virus herpes simplex, tipe I. Selain itu
penyebab lain adalah, kekeringan pada mata, pajanan terhadap cahaya yang sangat terang,
benda asing yang masuk ke mata, reaksi alergi atau mata yang terlalu sensitif terhadap
kosmetik mata, debu, polusi atau bahan iritatif lain, kekurangan vitamin A dan penggunaan
lensa kontak yang kurang baik.Gejala keratitis antara lain keluar air mata yang berlebihan,
nyeri, penurunan tajam penglihatan, radang pada kelopak mata (bengkak, merah), mata
merah, sensitif terhadap cahaya. Salah satu bentuk keratitis adalah keratitis disiformis, yaitu
seperti pada kasus ini, yang disebut juga sebagai keratitis sawah, karena merupakan
peradangan kornea yang banyak di negeri persawahan basah. Pada anamnesa umumnya ada
riwayat trauma dari lumpur sawah. Pada kornea tampak infiltrat yang bulat, di tengahnya
lebih padat dari pada di tepi dan terletak subepitelial. Tes Fluoresin tidak ada kelainan.

Pengobatan pada keratitis bisa diberikan antibiotik, anti jamur dan anti virus dapat
digunakan tergantung organisme penyebab. Antibiotik spektrum luas dapat digunakan
secepatnya, tapi bila hasil laboratorium sudah menentukan organisme penyebab, pengobatan
dapat diganti. Terkadang, diperlukan lebih dari satu macam pengobatan. Terapi bedah laser
terkadang dilakukan untuk menghancurkan sel yang tidak sehat, dan infeksi berat
membutuhkan transplantasi kornea.Obat tetes mata atau salep mata antibiotik, anti jamur dan
antivirus biasanya diberikan untuk menyembuhkan keratitis, tapi obat-obat ini hanya boleh
diberikan dengan resep dokter. Pengobatan yang tidak baik atau salah dapat menyebabkan
perburukan gejala. Obat kortikosteroid topikal dapat menyebabkan perburukan kornea pada
pasien dengan keratitis akibat virus herpes simplex. Pasien dengan keratitis dapat
menggunakan tutup mata untuk melindungi mata dari cahaya terang, benda asing dan bahan
iritatif lainnya. Kontrol yang baik ke dokter mata dapat membantu mengetahui perbaikan dari
mata. Pemakai lensa kontak harus menggunakan cairan desinfektan pembersih yang steril
untk membersihkan lensa kontak. Air keran tidak steril dan tidak boleh digunakan untuk
membersihkan lensa kontak. Pemeriksaan mata rutin ke dokter mata disarankan karena
kerusakan kecil di kornea dapat terjadi tanpa sepengetahuan kita. Jangan terlalu sering
memakai lensa kontak. Lepas lensa kontak bila mata menjadi merah atau iritasi. Ganti lensa
kontak bila sudah waktunya untuk diganti. Cuci tempat lensa kontak dengan air panas, dan
ganti tempat lensa kontak tiap 3 bulan karena organisme dapat terbentuk di tempat kontak
lensa itu. Makan makanan bergizi dan memakai kacamata pelindung ketika bekerja atau
bermain di tempat yang potensial berbahaya bagi mata dapat mengurangi resiko terjadinya
keratitis. Kacamata dengan lapisan anti ultraviolet dapat membantu menahan kerusakan mata
dari sinar ultraviolet.















LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS
Nama : Tn. A
Jenis kelamin : Laki-laki
Umur : 42 tahun
Status :
Alamat : Cibitung

II. ANAMNESIS
Keluhan Utama : Penglihatan buram dan bayangan terlihat dua sejak 2 bulan yang lalu
Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang ke poliklinik mata RSUD Kab Bekasi
dengan keluhan penglihatan buram baik melihat jarak dekat maupun jarak jauh serta
bayangan menjadi dua sejak 2 bulan secara mendadak sebelum datang ke poliklinik mata.
Awalanya mata pasien bengkak dan merah pada kedua matanya. Pasien menyangkal adanya
kotoran mata dan pengeluaran air mata. Pasien juga mengeluh adanya silau bila melihat pada
siang hari. Pasien menyangkal adanya sakit kepala, mual muntah. Adanya riwayat pemakaian
kacamata. Pasien mengatakan merasa kelilipan dan kadang-kadang terasa gatal pada kedua
mata. Pasien mengaku kedua mata pernah diobati ke alternative tetapi tidak ada perubahan.
Riwayat Penyakit Dahulu : Hipertensi dan Diabetes mellitus disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga : riwayat penyakit serupa disangkal

III. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : baik
Kesadaran : compos mentis
Tanda Vital : TD : 110/90 mmHg
N : 80x/menit
RR : 24x/menit
Suhu : 36,5
o
c

IV. STATUS LOKALIS
Mata kanan Mata kiri






Ortoforia Kedudukan Ortoforia
20/70 Visus 20/60
Kenyal, n/p TIO Kenyal, n/p
Trikiasis (-), ektropion
(-), entropion (-)
Margo palpebra Trikiasis (-), ektropion
(-), entropion (-)
t.a.k
Hordeolum (-)
Kalazion (-)
Udem (-)
Palpebra superior t.a.k
Hordeolum (-)
Kalazion (-)
Udem (-)
t.a.k
Hordeolum (-)
Kalazion (-)
Udem (-)
Palpebra inferior t.a.k
Hordeolum (-)
Kalazion (-)
Udem (-)
Hiperemis (-), folikel (-),
papil (-)
Konjungtiva tarsal superior Hiperemis (-), folikel (-),
papil (-)
Hiperemis (-), folikel (-),
papil (-)
Konjungtiva tarsal inferior Hiperemis (-), folikel (-),
papil (-)
Injeksi konjungtiva (-),
injeksi silier (-)
Konjungtiva bulbi Injeksi konjungtiva (-),
injeksi silier (-)
Sklera
Jernih, sikatrik (-), infiltrat
(-)
Kornea Jernih, sikatrik (-), infiltrat
(-)
Limbus
Dalam, hipopion (-), hifema
(-)
Kamera okuli anteror Dalam, hipopion (-), hifema
(-)
Sinekia anterior (-), sinekia
posterior (+)
Iris Sinekia anterior (-), sinekia
posterior (+)
Keruh, shadow test (-) Lensa Keruh, shadow test (-)
Tidak isokor Pupil Tidak isokor
Vitreus
Refleks fundus (-) Funduskopi Refleks fundus (-)
Tes fluoresen

V. DIAGNOSIS KLINIS
Keratitis Numularis ODS

VI. DIAGNOSIS BANDING
Konjungtivitis
Uveitis anterior

VII. PENATALAKSANAAN
Polydex Ed fl I
Herpis Ed fl I
Becom C X

VIII. PROGNOSIS
Dubia ad bonam


DAFTAR PUSTAKA
1. American Academy of opthalmology. Externa disease and cornea. San Fransisco
2007 : 8-12, 157-160
2. Vaughan, Deaniel. Ofthalmology Umum. Edisi 14 Cetakan Pertama. Widya Medika
Jakarta, 2000 : 4-6
3. Ilyas, Sidarta. Sari Ilmu Penyakit Mata. Balai Penerbit FKUI Jakarta, 2000 : 52
4. Ilyas, Sidarta. Ilmu Penyakit Mata, Edisi 3. Balai Penerbit FKUI Jakarta, 2005 : 147-
158
5. Srinivasan M, et al. Distinguishing infectious versus non infectious keratitis. Indian
Journal of Opthalmology. 2006. 56:3;50-56
6. Radjiman T, dkk. Ilmu Penyakit Mata. Airlangga. Surabaya, 1984
7. Anonymous. Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Penyakit Mata Edisi III.
Bagian/SMF Ilmu Penyakit Mata RSU Dokter Soetomo. Surabaya
8. Thygeson, Phillips. 1950. "Superficial Punctate Keratitis". Journal of the American
Medical Association; 144:1544-1549. Available at : http://webeye. ophth.uiowa.edu/
dept/service/cornea/cornea.htm

You might also like