1.1 Definisi Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan , pakaian , tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan. Kemiskinan dapat disebabkan oleh kelangkaan alat pemenuh kebutuhan dasar, ataupun sulitnya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan. Kemiskinan merupakan masalah global. Sebagian orang memahami istilah ini secara subyektif dan komparatif, sementara yang lainnya melihatnya dari segi moral dan evaluatif, dan yang lainnya lagi memahaminya dari sudut ilmiah yang telah mapan,dll. Kemiskinan dipahami dalam berbagai cara. Pemahaman utamanya mencakup: 1. Gambaran kekurangan materi, yang biasanya mencakup kebutuhan pangan sehari-hari, sandang, perumahan, dan pelayanan kesehatan. Kemiskinan dalam arti ini dipahami sebagai situasi kelangkaan barang-barang dan pelayanan dasar. 2. Gambaran tentang kebutuhan sosial, termasuk keterkucilan sosial, ketergantungan, dan ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam masyarakat. Hal ini termasuk pendidikan dan informasi. Keterkucilan sosial biasanya dibedakan dari kemiskinan, karena hal ini mencakup masalah-masalah politik dan moral, dan tidak dibatasi pada bidang ekonomi. Gambaran kemiskinan jenis ini lebih mudah diatasi daripada dua gambaran yang lainnya. 3. Gambaran tentang kurangnya penghasilan dan kekayaan yang memadai. Makna "memadai" di sini sangat berbeda-beda melintasi bagian-bagian politik dan ekonomi di seluruh dunia. Gambaran tentang ini dapat diatasi dengan mencari objek penghasilan diluar profesi secara halal. Perkecualian apabila institusi tempatnya bekerja melarang.
1.2 Pengelompokan Kemiskinan Kemiskinan bisa dikelompokan dalam dua kategori , yaitu kemiskinan absolut dan Kemiskinan relatif. Kemiskinan absolut mengacu pada satu set standar yang konsisten, tidak terpengaruh oleh waktu dan tempat. Kemiskinan secara absolut diukur berdasarkan ketidak mampuan untuk mencukupi kebutuhan pokok minimum seperti pangan, sandang, kesehatan, perumahan dan pendidikan yang diperlukan untuk bisa hidup dan bekerja. Sebuah contoh dari pengukuran absolut adalah persentase dari populasi yang makan dibawah jumlah yang cukup menopang kebutuhan tubuh manusia (kira kira 2000-2500 kalori per hari untuk laki laki dewasa). Bank Dunia mendefinisikan kemiskinan absolut sebagai hidup dengan pendapatan dibawah USD $1/hari dan kemiskinan menengah untuk pendapatan dibawah $2 per hari, dengan batasan ini maka diperkiraan pada tahun 2001 1,1 miliar orang didunia mengonsumsi kurang dari $1/hari dan 2,7 miliar orang didunia mengonsumsi kurang dari $2/hari. Proporsi penduduk negara berkembang yang hidup dalam kemiskinan ekstrem telah turun dari 28% pada 1990 menjadi 21% pada 2001. Melihat pada periode 1981-2001, persentase dari penduduk dunia yang hidup dibawah garis kemiskinan $1 dolar/hari telah berkurang separuh. 1.3 Penyebab Kemiskinan Kemiskinan banyak dihubungkan dengan: 1. Penyebab individual, atau patologis, yang melihat kemiskinan sebagai akibat dari perilaku, pilihan, atau kemampuan dari si miskin. Contoh dari perilaku dan pilihan adalah penggunaan keuangan tidak mengukur pemasukan. 2. penyebab keluarga, yang menghubungkan kemiskinan dengan pendidikan keluarga. Penyebab keluarga juga dapat berupa jumlah anggota keluarga yang tidak sebanding dengan pemasukan keuangan keluarga. 3. penyebab sub-budaya (subcultural), yang menghubungkan kemiskinan dengan kehidupan sehari-hari, dipelajari atau dijalankan dalam lingkungan sekitar. Individu atau keluarga yang mudah tergoda dengan keadaan tetangga adalah contohnya. 4. penyebab agensi, yang melihat kemiskinan sebagai akibat dari aksi orang lain, termasuk perang, pemerintah, dan ekonomi. Contoh dari aksi orang lain lainnya adalah gaji atau honor yang dikendalikan oleh orang atau pihak lain. Contoh lainnya adalah perbudakan. 5. penyebab struktural, yang memberikan alasan bahwa kemiskinan merupakan hasil dari struktur sosial. Meskipun diterima luas bahwa kemiskinan dan pengangguran adalah sebagai akibat dari kemalasan, namun di Amerika Serikat (negara terkaya per kapita di dunia) misalnya memiliki jutaan masyarakat yang diistilahkan sebagai pekerja miskin; yaitu, orang yang tidak sejahtera atau rencana bantuan publik, namun masih gagal melewati atas garis kemiskinan.
2. Data Kabupaten Muara Enim 2.1 Data Administratif Kabupaten Muara Enim adalah salah satu kabupaten yang terletak di provinsi Sumatera Selatan, Indonesia. Ibu kota kabupaten ini terletak di Muara Enim. Kabupaten ini sendiri memiliki luas wilayah lebih kurang 7.300,50 km dengan populasi penduduk lebih dari 550.000 jiwa. Kabupaten ini Terdiri dari 22 Kecamatan, 310 desa dan 16 kelurahan. 2.2 Data Geografis Kab. Muara Enim terletak diantara 4 derajat lintang selatan dan 104 derajat bujur timur , Sebelah utara berbatasan dengan Kab. Musi banyu Asin, Sebelah selatan berbatasan dengan OKU, OKU Timur, OKU Selatan, Sebelah Timur berbatasan dengan OKI dan Kota Palembang. Luas Wilayah 9.140.50 km 2 . Kondisi topografi daerah cukup beragam, daerah dataran tinggi dibagian barat daya, merupakan bagian dari rangkaian bukit barisan. Dibagian ini berada kecamatan Semende Darat Laut, Semende Darat Tengah, Semende Darat Ulu dan Tanjung Agung. Daerah dataran rendah berada dibagian tngah terus ke Utara- Timur Laut, terdapat daerah rawa/lebak yang berhadapan langsung dengan daerah aliran Sungai Musi. Kondisi ini berada di Kecamatan Talang Ubi, Penukal, Abab, Rambang Dangku, Tanah Abang, Lembak, Gelumbang, Sungai Rotan dan Lubai. 2.3 Data Kependudukan Jumlah penduduk di kabupaten Muara Enim ialah sebanyak 716.676, dengan kepadatan penduduk sebesar 78 %. Jumlah Penduduk Laki laki sebanyak 363.577, sedangkan jumlah penduduk perempuan 353.099 (Sumber BPS Muara Enim) 2.4 Potensi Sumber Daya Alam Potensi sumber daya yang ada di Kabupaten Muara Enim antara lain, potensi di bidang sumber daya alam yang meliputi potensi sumber daya energi yaitu energi batubara, minyak bumi, gas bumi, panas bumi, dan coal bed methane. Potensi batubara sebanyak 13,64 miliar ton dengan cadangan 6,25 miliar ton, potensi coal bed mehtane 34,06 triliun cubic feet, dan potensi geo thermal ( panas bumi) sebesar 470 mega watt energi, sedangkan potensi minyak bumi sebesar 252.397 milion stock tank barrel, dan untuk potensi gas bumi sebanyak 12.477 bilion standard cubic feet. Selain kaya akan potensi sumber daya alam, kabupaten muara enim juga kaya akan sumber daya pertanian. Potensi sumber daya pertanian di Kabupaten Muara Enim meliputi sub sektor perkebunan, tanaman pangan, peternakan, kehutanan, dan sub sektor perikanan. Karet, kopi, dan kelapa sawit menjadi primadona produk perkebunan. Sub sektor tanaman pangan diisi produk padi, jagung, ketela, kacang-kacangan, sayuran, dan buah-buahan. Sedangkan budidaya ternak ayam ras pedaging dan ayam petelur ikut menopang keberhasilan sektor peternakan. Di sub sektor kehutanan yang relatif kecil dengan produk utama kayu gelondongan, kayu bakar, dan lainnya, hingga kini masih terkendala dengan upaya-upaya pelestaraian lingkungan hidup. Sedangkan sub sektor perikanan yang kerap mengalami pasang surut dalam pertumbuhannya, lebih banyak mengalami kendala dengan kerusakan ekosistem pengairannya. Di Sektor Pariwisata yaitu ada Beberapa obyek wisata yang diunggulkan Pemkab Muara Enim, di antaranya adalah Air Terjun Curug Tenang yang terdapat di Desa Bedegung, Tanjungagung, yang tak pernah kering walau saat kemarau panjang. Lokasinya dikelilingi lahan pertanian yang subur dan hutan lindung yang hijau. Namun jika ingin sedikit memacu adrenalin, lokasi Curug Ayun Ambatan Pulau bisa menjadi tujuan wisata bagi penggemar olahraga arum jeram. Potensi wisata lainnya adalah keindahan panorama Air panas Gemuhak dan Danau Segayam. Lokasi Air Panas Gemuhak yang berudara sejuk berjarak sekitar 90 Km dari Muara Enim, tepatnya di desa Penindaian, Kecamatan Semendo Darat Laut. Sadangkan Danau Segayam yang kaya dengan biota ikan hiasnya sangat cocok untuk perkemahan dan olahraga dayung. Yang tak kalah menariknya adalah Candi Bumi Ayudi di Kecamatan Tanah Abang. Candi Bumi Ayu merupakan satu-satunya komplek percandian di Sumatera Selatan yang memiliki sembilan buah candi yang menempati areal seluas 75, 56 ha. 3. Angka Kemiskinan, Faktor penyebab dan Penanggulangan Kemiskinan di Kabupaten Muara Enim 3.1 Angka Kemiskinan di Kabupaten Muara Enim Meskipun kaya akan potensi sumber dayanya, kabupaten muara enim tak terhindarkan dari angka kemiskinan. Kemiskinan secara absolut diukur berdasarkan ketidak mampuan untuk mencukupi kebutuhan pokok minimum seperti pangan, sandang, kesehatan, perumahan dan pendidikan yang diperlukan untuk bisa hidup dan bekerja. Kebutuhan pokok minimum diterjemahkan sebagai ukuran finansial dalam bentuk uang. Nilai kebutuhan minimum kebutuhan dasar tersebut dikenal dengan istilah garis kemiskinan. Indikator pertama adalah persentase penduduk miskin yang dinyatakan sebagai persentase penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan. Garis Kemiskinan (GK) terdiri dari dua komponen yaitu Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Non-Makanan (GKNM). Garis Kemiskinan Makanan (GKM) merupakan nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan yang disetarakan dengan 2100 kilokalori per kapita perhari. Garis Kemiskinan Non-Makanan (GKNM) adalah kebutuhan minimum untuk perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan (BPS, 2010). Jumlah penduduk miskin yang terdapat di kabupaten Muara Enim pada tahun 1993 1999 mengalami kenaikan, pada tahun 1999 2006 berfluktuasi dan cenderung tidak mengalami perubahan. Jumlah penduduk miskin menurun mulai tahun 2007 dan pada tahun 2008 2011 mengalami penurunan yang cukup signifikan. Sedangkan dilihat dari persentase penduduk miskin, secara umum persentase penduduk miskin terus menurun, meskipun pada periode 1999 2006 penurunan yang terjadi relatif kecil. Penurunan persentase penduduk miskin yang signifikan terjadi pada tahun 2008 2011. Secara nasional, pada tahun 2015 telah ditetapkan target persentase penduduk miskin sebesar 7,5 persen, dari angka 15,10 persen pada tahun 1990 (Bappenas, 2007). Pencapaian pengentasan kemiskinan nampaknya masih jauh dari target karena saat ini persentase penduduk miskin di kabupaten Muara Enim masih cukup tinggi, mencapai 14,80 persen pada tahun 2011. Angka ini terpaut jauh dari target nasional pada tahun 2015 yaitu sebesar 7,5 persen. 3.2 Faktor Penyebab kemiskinan di Kabupaten Muara Enim Fenomena kemiskinan tidak dapat dipandang sama atau dipukul rata pada seluruh daerah. Dengan demikian, agar program penanggulangan kemiskinan dapat menyentuh substansi kemiskinan di setiap daerah, maka dilakukan pengkajian intensif, mendalam, dan komprehensif, sehingga dapat diperoleh penyebab kemiskinan yang hakiki. Penyebab kemiskinan di kabupaten Muara Enim disebabkan oleh enam faktor, yakni: keterbatasan pengetahuan, keterbatasan modal usaha, kurang memadainya lapangan kerja, kurangnya perhatian pemerintah, ketergantungan pada alam, dan pola hidup konsumtif. Keenam pilar penyebab kemiskinan di atas pada dasarnya dikategorikan ke dalam dua faktor utama, yakni faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yang dimaksudkan yaitu penyebab kemiskinan yang berasal dari Rumah Tangga Miskin yang meliputi empat faktor, yakni keterbatasan pengetahuan, keterbatasan modal usaha, kurang potensialnya jenis pekerjaan yang dimiliki, dan pola hidup konsumtif. Sedangkan faktor eksternal yang dimaksudkan yaitu faktor atau penyebab kemiskinan bukan berasal dari dalam diri rumah tangga miskin, melainkan berasal dari luar yang tidak mampu diintervensinya, atau sebuah kondisi pemiskinan di luar kendali rumah tangga miskin yang meliputi dua faktor yakni kurangnya perhatian pemerintah dan ketergantungan pada alam. Faktor internal a. Keterbatasan pengetahuan .Profil pendidikan di kabupaten Muara enim menunjukkan sebagian besar rumah tangga miskin di Kabupaten tersebut hanya menamatkan pendidikannya pada tingkat sekolah dasar. Hal ini berarti bahwa hampir mencapai 90 persen rumah tangga miskin adalah pekerja yang tidak mempunyai keahlian secara formal (unskilled-laborers). Persentase rendahnya tingkat pendidikan tersebut tampaknya sangat berpengaruh secara signifikan terhadap kemiskinan di Kabupaten muara enim pada umumnya dan kaum petani dan peternak pada khususnya. Masyarakat petani di Kabupaten muara enim sedang menghadapi kesulitan menangani masalah hama dan penyakit yang sering menyerang tanaman mereka. Petani saat ini sedang gamang menyelesaikan problematika yang kini menyerang usaha tani yang sedang dibudidayakannya. Disinilah pentingnya seorang petani memiliki pengetahuan baik secara formal maupun informal untuk menanggulangi berbagai hal yang mengganggu tanaman mereka. Secara keseluruhan tampaknya kelemahan petani sebagai faktor penyebab kemiskinan mereka berkaitan dengan metode bertani. Petani tradisional kurang memiliki penguasaan metode bertani. Kelemahan ini berkaitan dengan kurangnya pendidikan atau training yang dimiliki. Pada umumnya rumah tangga miskin yang berprofesi sebagai petani memiliki tingkat pendidikan yang rendah. b. Keterbatasan modal usaha Salah satu ciri dari kemiskinan yang sudah lama dikenali para ahli adalah kehausan rumah tangga miskin khususnya di peredesaan dan pesisir terhadap kredit berbunga lunak. Tetapi, ini bukan berarti setiap pemberian bantuan modal usaha berbunga lunak kepada rumah tangga miskin selalu berfungsi efektif. Pelaksanaan pemberian kredit secara efektif mengalami beberapa hambatan, diantaranya karena amat beragamnya kelompok sasaran yang hendak dijangkau, dan kesukaran mengkompromikan kriteria efisiensi dan efektivitas kredit. Selain itu, kendala lainnya disebabkan oleh kurangnya akses warga miskin atas lembaga keuangan yang ada di sekitarnya, dan yang tidak kalah pentingnya adalah tidak adanya barang jaminan yang dimiliki warga miskin yang dapat dijadikan sebagai agunan pada suatu lembaga keuangan. Karena itu Yunus (2007) berpandangan bahwa untuk menanggulangi kemiskinan, kaum miskin perlu diberi kesempatan dan kepercayaan untuk mendapatkan pinjaman. Hanya saja mereka sulit berhubungan dengan bank, karena tidak memiliki agunan. c. Kurang potensialnya jenis pekerjaan yang dimiliki Keterbatasan pengetahuan menyebabkan rumah tangga miskin melakoni jenis pekerjaan yang relatif kurang potensial. Keterbatasan mengakses lapangan pekerjaan yang menjanjikan serta banyaknya masyakarakat yang bekerja pada lapangan kerja yang kurang produktif berakibat pada rendahnya pendapatan sehingga mereka tergolong miskin atau tergolong pada pekerja yang rentan jatuh di bawah garis kemiskinan (near poor). Pada umumnya informasi yang diperoleh sangat jelas menunjukkan bahwa rumah tangga miskin cenderung tidak memiliki pekerjaan tetap, namun tidak juga dapat dikategorikan tidak bekerja atau pengangguran terbuka karena dari sisi jam kerja melebihi jam kerja normal (35 jam/minggu). 2. Faktor eksternal a. Kurangnya perhatian pemerintah Selain masalah keterbatasan pengetahuan, modal usaha, dan lapangan pekerjaan, kemiskinan pedesaan khususnya kalangan petani Muara enim juga disebabkan oleh kurangnya sarana dan prasarana pertanian. Kondisi wilayah yang cukup memprihatinkan karena masih adanya sistem pertanian sawah tadah hujan. Tentu saja kondisi yang demikian ini membuat kaum petani sangat tergantung pada alam, karena pengolahan sawah hanya dilakukan pada satu kali musim saja. b. Ketergantungan pada alam Rumah tangga miskin sangat rentan terhadap perubahan pola pemanfaatan sumber daya alam dan perubahan lingkungan. Rumah tangga miskin yang tinggal di daerah perdesaan sangat tergantung pada sumberdaya alam sebagai sumber penghasilan.