You are on page 1of 3

Mengadopsi Sistem Arisan dalam Pemanfaatan Dana Bergulir

Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) yang dikelola oleh Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM)
disalurkan melalui tiga elemen (Tridaya), yakni lingkungan, sosial dan ekonomi. Alokasi dana lingkungan
meliputi pembangunan/perbaikan sarana prasarana lingkungan seperti perbaikan/pembangunan jalan,
pembangunan/perbaikan parit, dan sebagainya. Kemudian, alokasi sosial meliputi santunan jompo, anak
yatim, pemberian beasiswa, dan sebagainya. Sedangkan kegiatan ekonomi meliputi pelatihan-pelatihan
ekonomi dan dana bergulir.
Pada umumnya, BLM yang diberikan kepada masyarakat bersifat hibah. Artinya, BLM merupakan
bantuan murni dari pemerintah untuk membantu masyarakat miskin (PS-2) dalam membenahi keadaan
lingkungan, sosial maupun ekonominya. Karena, bantuan yang dialokasikan untuk kegiatan lingkungan
dan sosial benar-benar dihibahkan kepada masyarakat.
Pengecualian ada pada alokasi bantuan ekonomi. Ada dua jenis bantuan ekonomi, yakni ekonomi
bergulir dan non bergulir. Ekonomi non bergulir meliputi kegiatan pelatihan-pelatihan ekonomi, dimana
pelatihan ini diharapkan mempunyai tingkat pengembalian (rate of return) yang cukup tinggi untuk
meningkatkan pendapatan masyarakat. Misalnya, pelatihan budi daya ikan, pelatihan montir, pelatihan
menjahit, dan sebagainya.
Sementara itu, ekonomi bergulir adalah bantuan pemberian pinjaman dana untuk kegiatan/usaha
produktif yang diberikan tidak cuma-cuma (bukan hibah), melainkan harus dikembalikan kepada BKM
yang selanjutnya diberikan lagi kepada Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) lainnya secara bergilir.
Sehingga, BLM tersebut dapat dikembangkan dan digunakan kembali oleh masyarakat. Inilah alasan
mengapa dana bergulir tersebut harus dikembalikan kepada BKM, agar ke depannya, persoalan
kemiskinan dapat diatasi oleh masyarakat sendiri.
Adopsi Sistem Arisan ke Dalam Pinjaman Dana Bergulir
Arisan sudah lama dikenal di Indonesia sebagai undian berhadiah bagi kaum wanita. Tiap minggu,
biasanya sore hari, sekelompok wanita berkumpul dan menyetorkan masing-masing Rp 1.000 (senilai
10 cent AS). Penyetoran ini berlangsung terus hingga putaran arisan selesai. Nama setiap anggota ditulis
pada selembar kertas yang kemudian digulung dan dimasukkan ke dalam wadah botol. Satu nama
diambil setiap minggu, dan seluruh anggota pasti pernah menang. Ketika arisan akan berakhir, para
anggota diputuskan untuk melanjutkan kegiatan arisan atau tidak. Setiap minggunya, satu pemenang
akan membawa pulang uang sejumlah Rp 20.000 - Rp 100.000 (atau senilai 3 11 dolar AS). Acara ini
biasanya juga ditemani dengan minum teh dan makanan kecil, obrolan ringan dan sendau gurau di
antara mereka. Waktu tersebut merupakan kesempatan berkumpul, bertukar berita serta gosip lokal.
Lalu salah satu dari mereka akan membawa pulang dana arisan tersebut sebagai pemenang.
Pertanyaannya, acara arisan seperti ini tidak bisa mengumpulkan dana yang memadai untuk modal
usaha membuka usaha kecil. Pemenang biasanya akan memakainya untuk hal-hal temporer seperti
membeli makanan mahal atau membayar utang. Dengan memodifikasi arisan ke dalam sistem pinjaman
bergulir, maka arisan akan mampu menjadi alat pengumpul dana untuk usaha kecil yang sukses.
Masyarakat juga bisa mengembangkan usaha produktif dengan melakukan diskusi kecil seputar usaha
yang dikembangkan, menggali lebih dalam kapital sosial yang sudah dimiliki sebelumnya, dan
mengembangkan swadaya di antara sesama anggota, seperti swadaya menyediakan makanan dan
minuman setiap ada pertemuan seluruh anggota (KSM).
Rasionalisasi Arisan
Dalam hal ini, yang menjadi kelompok sasaran pinjaman bergulir adalah masyarakat miskin di wilayah
kelurahan sasaran, yang kriterianya ditentukan oleh masyarakat sendiri (PS-2), yakni rumah tangga yang
akan memulai usaha baru atau sudah mempunyai usaha mikro yang layak untuk dikembangkan kembali.
Agar dapat meminjam dana bergulir, masyarakat diharuskan membentuk suatu kelompok atau disebut
dengan KSM, dengan mengajukan suatu permohonan yang terangkum dalam satu proposal kepada unit
pengelola keuangan (UPK).
Jika usulan yang diajukan disetujui oleh UPK dan disahkan oleh BKM, maka kelompok tersebut berhak
memperolah pinjaman dengan ketentuan batas maksimum pinjaman per anggota sebesar Rp 500.000,
dengan lama pengembalian sesuai kesepakatan yang telah ditentukan oleh UPK yang terangkum dan
dibahas dalam aturan rumah tangga BKM. Pertanyaannya adalah, apakah setelah KSM menerima
pinjaman dana bergulir maka siklus berhenti sampai di situ saja? Jelas hal tersebut salah! Siklus akan
terus berlanjut di KSM sendiri, yakni siklus KSM mengembangkan usaha yang ada, dengan pinjaman
yang telah diberikan dan juga siklus KSM membayar kewajiban yakni angsuran pinjaman kepada UPK.
Agar kedua siklus tersebut dapat berjalan lancar sebaiknya KSM mengembangkan suatu sistem arisan
dalam kelompoknya. Agar sistem arisan ini dapat terealisasi maka langkah pertama yang harus dilakukan
adalah dengan menentukan jadwal perkumpulan antar anggota, misalnya harian, mingguan, dwi
mingguan atau bulanan. Jadwal pertemuan yang disepakati menjadi ajang bagi anggota untuk
membayar angsuran dengan sistem cicilan kepada ketua. Dengan sistem ini dapat dipastikan bahwa
beban anggota untuk membayar angsuran pinjaman relatif kecil jika dibandingkan dengan kelompok
yang sistem pembayaran angsurannya langsung cash setiap bulannya kepada ketua.
Secara matematis dapat dijabarkan sebagai berikut: Misal, pinjaman bergulir per anggota adalah Rp
500.000, jangka waktu pengembalian 10 bulan, jasa 1,5% (Rp 7.500) per bulan dan tanggung renteng di
bayar per bulan sebesar 5% (Rp 2.500). Sehingga tiap bulannya kewajiban masing-masing anggota
membayar angsuran sebesar Rp 60.000 (termasuk tanggung renteng). Dengan mengadopsi sistem
arisan, maka tiap KSM dapat menyiasati sistem pembayaran dengan menyicil pada saat pertemuan
arisan dilaksanakan. Jika arisan dilaksanakan per minggu maka anggota KSM dapat membayar angsuran
per minggu kepada ketua.
Selain uraian di atas, sistem arisan dapat menjadi wadah untuk bertukar pikiran, berbagi informasi,
menggali kembali modal sosial yang ada seperti kepedulian, tolong menolong antar sesama, dan juga
menjadi wadah bagi anggota KSM untuk saling berpacu dalam (berkompetisi) untuk menyukseskan
usaha yang sudah dirintis.
Selanjutnya, berhasil atau tidaknya pengelolanan dana bergulir ini tergantung kepada masyarakat
sendiri, UPK, dan BKM. Kesepakatan bersama ketiga unsur ini sangat diperlukan dalam pengelolaannya.
Adanya kesepakatan untuk mengembalikan pinjaman tepat waktu kepada UPK atau tingkatan
masyarakat, adanya kesepakatan untuk mengelola pinjaman dana bergulir dengan menciptakan suatu
manajemen yang baik dalam tubuh UPK atau tingkatan UPK, adanya kesepakatan untuk menjadi
lembaga yang aspiratif bagi masyarakat dalam memperjuangkan kepentingan masyarakat miskin atau
tingkatan BKM. (Laila S. Tanjung, Faskel Ekonomi Korkot III Kota Tanjung Balai, KMW V P2KP-3
Sumut; Nina)

You might also like