You are on page 1of 12

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sistem ekonomi Islam mulai dilirik sebagai suatu pilihan alternatif, dan diharapkan mampu
menjawab tantangan dunia di masa yang akan datang.
Al-Qur'an telah memberikan beberapa contoh tegas mengenai masalah-masalah ekonomi
yang menekankan bahwa ekonomi adalah salah satu bidang perhatian Islam. "(Ingatlah) ketika
Syu'aib berkata kepada mereka (penduduk Aikah): 'Mengapa kamu tidak bertaqwa?' Sesungguhnya
aku adalah seorang rasul yang telah mendapatkan kepercayaan untukmu. Karena itu bertaqwalah
kepada Allah dan ta'atilah aku. Aku sama sekali tidak menuntut upah darimu untuk ajakan ini,
upahku tidak lain hanyalah dari Tuhan Penguasa seluruh alam. Tepatilah ketika kamu menakar dan
jangan sampai kamu menjadi orang-orang yang merugi. Timbanglah dengan timbangan yang tepat.
Jangan kamu rugikan hak-hak orang (lain) dan janganlah berbuat jahat dan menimbulkan kerusakan
di muka bumi." (Qs.26:177-183)



B. Rumusan Masalah
Pengertian Regulasi dan Ekonomi Syariah
Perbedaan Bank syariah dan Bank Konvensional
Sifat dan Tujuan Ekonomi Syariah
Regulasi Ekonomi syariah Di Indonesia








2


BAB II
PEMBAHASAN

I. Pengertian Regulasi dan Ekonomi Syariah

Regulasi adalah "mengendalikan perilaku manusia atau masyarakat dengan
aturan atau pembatasan."

Regulasi diamanatkan oleh upaya negara untuk menghasilkan hasil yang tidak
mungkin sebaliknya terjadi, memproduksi atau mencegah hasil di tempat yang
berbeda dengan apa yang dinyatakan mungkin terjadi, atau memproduksi atau
mencegah hasil dalam rentang waktu yang berbeda daripada yang akan terjadi.

Ekonomi Sayariah merupakan ilmu pengetahuan sosial yang mempelajari
masalah-masalah ekonomi rakyat yang dilhami oleh nilai-nilai islam. Ekonomi
syariah atau sistem ekonomi koperasi berbeda dari kapitalisme, sosialisme, maupun
negara kesejahteraan (Welfare State). Berbeda dari kapitalisme karena Islam
menentang eksploitasi oleh pemilik modal terhadap buruh yang miskin, dan
melarang penumpukan kekayaan selain itu, ekonomi dalam kaca mata Islam
merupakan tuntutan kehidupan sekaligus anjuran yang memiliki dimensi ibadah
yang teraplikasi dalam etika dan moral

II. Perbedaan Bank Syariah dan Bank Konvensional

Krisis ekonomi yang sering terjadi ditengarai adalah ulah sistem ekonomi
konvensional, yang mengedepankan sistem sebagai instrumen provitnya. Berbeda
dengan apa yang ditawarkan sistem ekonomi syariah, dengan instrumen provitnya,
yaitu sistem bagi hasil.

Sistem ekonomi syariah sangat berbeda dengan ekonomi kapitalis, sosialis
maupun komunis. Ekonomi syariah bukan pula berada di tengah-tengah ketiga sistem
ekonomi itu. Sangat bertolak belakang dengan kapitalis yang lebih bersifat individual,
sosialis yang memberikan hampir semua tanggungjawab kepada warganya serta
3

komunis yang ekstrem, ekonomi Islam menetapkan bentuk perdagangan serta
perkhidmatan yang boleh dan tidak boleh di transaksikan. Ekonomi dalam Islam harus
mampu memberikan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat, memberikan rasa adil,
kebersamaan dan kekeluargaan serta mampu memberikan kesempatan seluas-luasnya
kepada setiap pelaku usaha.
III. Sifat dan Tujuan Ekonomi Syariah
A. Sifat ekonomi syariah
Tidak banyak yang dikemukakan dalam Al Qur'an, dan hanya prinsip-prinsip yang
mendasar saja. Karena alasan-alasan yang sangat tepat, Al Qur'an dan Sunnah banyak
sekali membahas tentang bagaimana seharusnya kaum Muslim berprilaku sebagai
produsen, konsumen dan pemilik modal, tetapi hanya sedikit tentang sistem ekonomi.
Sebagaimana diungkapkan dalam pembahasan diatas, ekonomi dalam Islam harus
mampu memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada setiap pelaku usaha. Selain
itu, ekonomi syariah menekankan empat sifat, antara lain:
1. Kesatuan (unity)
2. Keseimbangan (equilibrium)
3. Kebebasan (free will)
4. Tanggungjawab (responsibility)
Manusia sebagai wakil (khalifah) Tuhan di dunia tidak mungkin bersifat
individualistik, karena semua (kekayaan) yang ada di bumi adalah milik Allah semata,
dan manusia adalah kepercayaan-Nya di bumi. Di dalam menjalankan kegiatan
ekonominya, Islam sangat mengharamkan kegiatan riba, yang dari segi bahasa berarti
"kelebihan". Dalam Al Qur'an surat Al Baqarah ayat 275 disebutkan bahwa:
Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti
berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan
mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat),
sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual
beli dan mengharamkan riba...

4


B. Tujuan ekonomi Syariah.
Ekonomi Islam mempunyai tujuan untuk memberikan keselarasan bagi
kehidupan di dunia. Nilai Islam bukan semata-semata hanya untuk kehidupan muslim
saja, tetapi seluruh mahluk hidup di muka bumi. Esensi proses Ekonomi Islam adalah
pemenuhan kebutuhan manusia yang berlandaskan nilai-nilai Islam guna mencapai
pada tujuan agama (falah). Ekonomi Islam menjadi rahmat seluruh alam, yang tidak
terbatas oleh ekonomi, sosial, budaya dan politik dari bangsa. Ekonomi Islam mampu
menangkap nilai fenomena masyarakat sehingga dalam perjalanannya tanpa
meninggalkan sumber hukum teori ekonomi Islam, bisa berubah.

IV. Regulasi Ekonomi Syariah Di Indonesia

Regulasi perbankan syariah di Indonesia telah di atur dalam UU perbankan
nomor 10 tahun 1998 yang telah mengakomodasi keberadaan bank syariah. Dalam
UU tersebut memberikan peluang berdirinya bank syariah baru maupun bank-bank
konvensional untuk melakukan dual banking system dengan membuka bank syariah
dalam bentuk cabang ,unit bisnis,unit syariah bahkan hanya sekedar produk-produk
syariah. Kesempatan tersebut juga telah direspon sejumlah bank konvensional
menyusul BMI di antaranya Bank BNI Syariah, Bank Syariah Mandiri, BRI Unit
Syariah, BTN Syariah, produk-produk syariah Bank Permata, dan sejumlah Bank
Pembangunan Daerah.

Tahun 2003, sidan ijtima MUI menetapkan bahwa praktik bunga bank
termasuk riba. Artinya bunga bank haram hukumnya. Menurut Antonio (2003), jauh
sebelumnya tahun 1991 persatuan Islam (PERSIS) sudah menetapkan bahwa bunga
bank haram. Muktamar NU tahun 1992 di Bandar Lampung mengaskan dan meminta
pimpinan PBNU untuk memiliki bank yang tidak memiliki unsur haram. Demikian
juga dengan Muhammadiyah tahun 1998 juga telah menetapkan bahwa bunga bank
hukumnya syubhat oleh karena itu sebaiknya dihindari. Munculnya bank syariah di
berbagai kota tentunya mendorong syubhat tersebut menjadi harus dihindari. Fatwa
5

MUI di atas tentunya lebih memperkuat fatwa-fatwa yang di keluarkan oleh sejumlah
ormas tersebut.
Fatwa bunga bank haram tidak sekedar hukum syara yang memiliki
konsekuensi harus diikuti sebagai bagian prinsip hidup (baragama) tetapi
berbisnis,investasi,dan diprediksikan juga memilikikonsekuensi ekonomis bagi
berkembangnya lembaga keuangan syariah. Fatwa bunga bank ini diharapkan akan
mendorong pertumbuhan lembaga keuangan syariah khususnya Bank Syariah.
Dengan tumbuhnya Bank Syariah diprediksikan share investasi dan pembiayaan di
lembaga keuangan (perbankan) syariah akan menjadi 5% - 10% dalam jangka waktu
5-10 tahun.
UU perbankan syariah disahkan tidak bersamaan dengan UU surat berharga
Syariah Negara (SBSN). SBSN telah disahkan pada tanggal 7 mei tahun 2008 dalam
UU Nomor 19 tahun 2008 tentang SBSN yang menjadi landasan hukum bagi
pemerintah menerbitkan sukuk (obligasi syariah negara) sebagai alternatif penerimaan
negara (APBN). Dari segi urgensinya,UU SBSN lebih mendesak daripada UU
perbankan syariah karena tanpa UU,pemerintah tidak dapat menerbitkan SBSN
(sukuk). Tetapi untuk bank syariah dapat menggunakan landasan UU Nomor 7 tahun
1992 tentang perbankan yang telah di ubah dengan UU Nomor 10 tahun 1998 yang
mengatur bank berdasarkan kegiatan usahanya menjadi dua. Yakni bank yang
melaksanakan kegiatan usaha secar konvensional dan bank yang melaksanakan
kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah.
Sebagai tindak lanjut disahkannyaUU surat berharga syariah nasional (SBSN),
pemerintah juga menerbitkan PP No 56/2008 tentang perusahaan penerbit sukuk dan
PP No 57/2008 tentang pendirian perusahaan penerbit sukuk. Dengan kedua payung
hukum tersebut maka pengembangan sukuk (negara dan swasta) akan memperoleh
kepastian hukum dan memberikan jaminan perlindungan bagi pemegang sukuk.
Penguatan infrastruktur sukuk ini juga akan menjadi alternatif investasi bank syariah
di luar sektor riil juga lembaga-lembaga ekonomi syariah seperti asuransi syariah dan
pembiayaan syariah.
Regulasi lain yang memperkuat perkembangan keuangan syariah adalah
ditetapkannya Peraturan Pemerintah (PP) No 39/2008 sebagai perubahan kedua atas
PP No 73 tahun 1992 tentang penyelenggaraan usaha peransurasian. Dalam PP No
6

39/2008 pasal 6 menyebutkan modal disetor minimum bagi pendirian perusahan
asuransi sebesar Rp 100 milyar sedangkan untuk asuransi syariah sebesar Rp 50
milyar per 31 Desember 2008. Dengan aturan modal pendirian yang lebih kecil
membuka peluang bagi asuransi konvensional yang modalnya di bawah Rp 100
milyar untuk membuka unit syariah atau mengonversikan seluruh perusahaannya
menjadi syariah. Terkait dengan asuransi syariah, PSAK(Pernyataan Standar Akutansi
Keuangan) asuransi syariah terbit april tahun 2009 sehingga diharapkan pencatatan
transaksi asuransi syariah dapat dilakukan pada tahun 2009 dan pada tahun 2010
pelaporan keuangan asuransi syariah mengacu pada PSAK tersebut.
Selain bank syariah, surat berharga syariah negara dan asuransi syariah,
masyarakat (calon investor syariah) saat ini juga dapat berinvestasi di sekuritas (efek)
syariah baik obligasi syariah maupun saham syariah. Berdasarkan keputusan
Bapepam-LK No 386/BL/2007 tentang daftar efek syariah, jumlah efek (saham) yang
telah dikategorikan sesuai syariah relatif besar meliputi :
(1) sukuk/obligasi syariah berjumlah 20 efek,
(2) saham syariah berjumlah 172 efek terdiri atas :
perusahaan pertanian = 6
pertambangan = 8
industri dan kimia = 24
aneka industri = 19
industri barang konsumsi = 20
property dan real estate = 30
infrasruktur, utilitas, dan transportasi = 11
perdagangan , jasa , dan investasi = 46
perusahan publik = 5
emiten delisting = 3.
Dengan adanya daftar efek syariah yang cukup banyak maka kesempatan
investasi syariah bagi investor individu maupun leksadana syariah juga cukup besar.
Kesempatan membentuk portofolio juga lebih bervariasi dan peluang memperoleh
aktiva bersih positif menjadi lebih besar dan sebaliknya potensi kerugian dapat
diminimalisir atau diversifikasikan (dialihkan). Sehingga portofolio efek syariah akan
senantiasa menguntungkan a(memberi return positif). Bertambahnya efek syariah juga
7

dapat mendorong perkembangan lembaga penunjang pasar modal selain leksadana
syariah seperti lembaga penjamin emisi, lembaga kustodian,serta lembaga-lembaga
sekuritas. Di samping itu juga akan menuntut profesi penunjang pasar modal seperti
akuntan dan notaris untuk lebih menguasai aspek-aspek syariah.
Pengessahan dan pemberlakuan UU perbankan syariah akan menjadi payung
hukum dari peraturan level di bawahnya yang sudah terbit dan berlaku di antaranya
pernyataan standar akutansi keuangan (PSAK) No 59 tentang perbankan syariah yang
sudah berlaku sejak tahun 2003. PSAK No 59 di terbitkan juga mendahului fatwa
MUI tentang bunga bank haram. Meskipun bisa di katakan hal yang berbeda, tetapi
umumnya terbitnya PSAK setelah UU dan PP diberlakukan. Ikatan Akuntan
Indonesia (IAI) dalam kasus zakat perusahaan dalam menerbitkan PSAK menunggu
fatwa MUI tentang zakat perusahaan. Di sisi lain UU tentang zakat sudah terbit sejak
tahun 1999.
Berlakunya UU No 21 tahun 2008 tentang perbankan syariah akan mendorong
derivasi regulasi antara lain PP, keputusan direksi Bank Indonesia. Untuk menunjang
kegiatan bank syariah sebelum di terbitkan UU perbankan syariah, BI telah
mengeluarkan beberapa peraturan teknis misalnya giro wajib minimum dalam rupiah
dan valuta asing bagi bank umum yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip
syariah;pasar uang antar bank berdasarkan prinsip syariah; serta sertifikat wadiah
Bank Indonesia (SWBI). SWBI digunakan untuk titipan dana bank syariah yang
overlikuid dan bersifat sementara.
Terbitnya UU perbankan syariah sangat di harapkan mampu meningkatkan
akselerasi bukan hanya pertumbuhan, melainkan juga pangsa pasar (market share)
mencapai 5 persen setidaknya pada tahun 2010. UU ini harapannya mampu
memperkuat fatwa MUI terkait dengan bunga bank riba yang telah dikeluarkan pada
tahun 2003. Ketika MUI memfatwakan bunga bank haram hukumnya, para bankir
syariah dan ekonom syariah memiliki keyakinan bahwa pangsa pasar syariah akan
mampu mencapai 5 persen lima taun ke depan. Optimisme di landasi oleh berbagai
faktor diantaranya semakin meningkatnya kesadaran umat islam untuk menerapkan
syariah termasuk dalam bisnis dan semakin diminatinya produk syariah oleh para
pelaku bisnis tak terkecuali non muslim. Keyakinan ini dapat tidak jauh berbeda
dengan ketika fatwah bunga adalah haram. Prediksinya dalam waktu satu atau dua
8

tahun akan terjadi rush dari bank konvensional dialihkan ke bank syariah. Sejumlah
bank konvensional memandang fatwa sebagai peluang bisnis dan sebagai bentuk
respon terhadap fatwa tersebut. Dengan landasan UU No 10 tahun 1998 tentang
perbankan Indonesia Bank-bank konvensional membuka unit-unit syariah.
Pertumbuhan market share,aset,dan dana pihak ketiga (DPK) maupun outstanding
financing meningkat pesat rata-rata di atas 30 persen. Akan tetapi, ekselerasi itu
ternyata belum mampu menjadikan market share bank syariah secarah nasional belum
mencapai tiga persen sampai dengan tahun 2010.
Berlakunya UU perbankan syariah bisa dikatakan bahwa syariah Islam tentang
bank syariah telah menjadi hukum positif. Berlakunya UU juga menjadikan
perbankan lebih kaffah dari pada lembaga keuangan lain, seperti asuransi,psar
modal,pegadaian,koprasi danlainnya.
mengingat fungsi dan peran bank yang sangat dominan bagi perkembangan bisnis di
Indonesia hal itu diharapkan akan mampu mendorong bisnis syariah di Indonesia.
Tahun 2011 insya Allah akan terbit UU asuransi syariah karena infrastruktur asuransi
telah memadai akan kebutuhan UU tersebut. Infrastruktur tersebut meliputi lembaga
(perusahaan asuransi),sinergi asuransi syariah, dan bank syariah, asosiasi dan PSAK
yang telah terbit sejak 2009. Tidak menutup kemungkinan jika kapasitas regulator kita
meningkat kompetensinya di bidang politik ekonomi syariah, Indonesia akan
memiliki peraturan tentang moneter Islam.
Ada hal yang menarik terkait dengan fungsi sosial bank syariah dan UUS yaitu
sebagai penerima ZIS (Zakat,Infag,Sedekah) saja, tetapi tidak sebagai amil yang
langsung mengeksekusi penyaluran ZIS kepada mustahik (penerima ZIS). Penyaluran
ZIS yang di himpun oleh bank syariah dan UUS ke OPZIS. Data menunjukan bahwa
ZIS yang di himpun oleh satu bank syariah nilainya bisa mencapai ratusan milyar per
tahun. Jumlah tersebut bisa dicapai karena sumber dana ZIS berasal dari ZIS bagi
hasil nasabah yang langsung dipotong oleh sistem perbankan (atas persetujuan
nasabah) maupun infag sukarela nasabah melalui ATM serta ZIS yang dipotong dari
gaji dan honor pimpinan dan seluruh karyawan bank. Tidak seperti OPZIS yang harus
ikhtiar keras untuk fundrasing dana ZIS.
Ketentuan UU tersebut akan mensinergikan antara bank syariah,UUS dengan
OPZIS serta mengembalikan core business bank syariah, yaitu sebagai lembaga
9

intermediasi. Bagi OPZIS ini merupakan peluang untuk fundrasing ZIS melalui
kerjasama dengan bank syariah. OPZIS juga akan lebih fokus pada upaya
pemberdayaan mustahik karena job untuk fundrasing berkurang namun demikian ,
suatu OPZIS untuk bisa bersinergi dengan bank syariah harus mampu menigkatkan
profesionalitas, akuntanbilitas, dan transparansi. Salah satu kriteria profesionalitas
OPZIS adalah status akreditasi dari Departemen Agama. Dengan menjadikan bank
syariah sebagai baitul mal, maka optimalisasi dana ZIS akan semakin meningkat
pesat. Terlebih jika aturan tentang Zakat perusahaan juga bisa diterbitkan meskipun
masih menjadi perdebatan.
Fungsi sosial tambahan bank syariah dan UUS adalah sebagai penerima wakaf
uang dari wakif untuk di salurkan ke nazshir. Bahkan bank syariah dan UUS sebagai
lembaga keuangan syariah penerima wakaf uang (LKS PWU) bersifat mengikat.
Dalam UU wakaf 2005disebutkan bahwa wakaf uang yang diamanahkan kepada suatu
nazshir harus melalui LKS PWU. Saat ini peraturan Mentri Agama (PMA) tentang
LKS PWU juga telah diterbitkan oleh Mentri Agama. Indonesia juga telah memiliki
UU yang mengatur zakat dan wakaf. Dalam riwayat zakat dan wakaf, zakat dan wakaf
merupakan instrument penggerak dan pembangkit ekonomi Islam pada masa
Rasulullah dan khalifa.
UU sebagai payung hukum dan sumber hukum di Indonesia memiliki
kedudukan tinggi yang bersifat mengikat dari segi perintah sekaligus sanksi. Tonggak
hukum positif di Indonesia ditandai dengan terbitnya UU. Sebagai negara,(yang kata
Prof Mahfud MD ketua MK, Indonesia adalah bukan negara Agama, bukan negara
sekuler,tetapi juga bukan negara bukan-bukan) menjadikan formalitas hukum selevel
UU atau keppres/perpres sebagai landasan hukum yang kuat. Terbitnya UU otomatis
menuntut diterbitkannya Peraturan Pemerintah dan Keputusan menteri/peraturan
Menteri. UU menjadi sumber hukum dan rujukan bagi Peraturan dibawahnya semisal
peraturan daerah.
Sebenarnya jika disadari, tanpa harus ada formalisasi hukum selevel UU atau
peraturan dibawahnya, keberadaan sumber hukum syariah Al-Qur-an dan Hadist
sangat mencukupi sebagai dasar hukum. Bahkan fatwah ( MUI,Ormas,Kejamaahan)
yang merupakan wujud formalisasi fiqh jika dapat menjadi sumber hukum,keberadaan
bisnis syariah di Indonesia telah memiliki infrastruktur hukum yang kuat.
10


Namun, karena struktur dan kultur hukum di Indonesia maka keberadaan dan
kedudukan fatwa bersifat himbauan yang tentunya tidak mengikat perintah dan
sanksi. Berbeda dengan negara-negara Muslim di Timur Tengah, fatwa bisa menjadi
sumber hukum positif yang bersifat mengikat dan pelanggaranya dapat dikenai sanksi.




























11




BAB III
PENUTUP

a. Kesimpulan

b. Saran






















12




DAFTAR PUSTAKA

http://id.wikipedia.org/wiki/Ekonomi_syariah
http://id.shvoong.com/law-and-politics/politics/2094305-pengertian-
regulasi/#ixzz30pMnve2d

http://al-quran.bahagia.us/_q.php?_q=sihab&dft=&dfa=&dfi=&dfq=1&u2=&ui=1&nba=21
http://www.ekonomisyariah.com/contoh-surat/234053-contoh-artikel-pendidikan-agama-
islam.
Prof.Dr.Muhammad Nizarul Alim.2011.Muhasabah Keuangan Syariah.Kertasura-Solo : PT
Aqwam Media Profetika.

You might also like