You are on page 1of 12

DAYA TARIK WISATA KECAMATAN SINGOSARI

DAN MALANG
Disusun untuk memenuhi Tugas Manajemen Perjalanan Dalam/ Luar Negeri








Disusun Oleh:
Milla Iqlima Al-Farabi (123140507111020)
Kesekretariatan/ 2012






JURUSAN KESEKRETARIATAN PROGRAM PENDIDIKAN VOKASI
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2013


Daftar Isi


1 Dari Segi Alam ................................................................................................................... 1
1.1 Sumber Nagan & Banyu Biru ..................................................................................... 1
2 Buatan ................................................................................................................................. 2
2.1 Candi Singosari ........................................................................................................... 2
2.2 Candi Sumberawan ..................................................................................................... 3
3 Budaya ................................................................................................................................ 4
3.1 Pondok pesantren ........................................................................................................ 4
3.2 Bantengan .................................................................................................................... 5
3.3 Tari Topeng Malangan ................................................................................................ 6
3.4 Aremania ..................................................................................................................... 9





















1

1 Dari Segi Alam
1.1 Sumber Nagan & Banyu Biru


Kedua situs ini letaknya bersebelahan lokasinya, terletak di dusun Mbiru, Desa
Gunungrejo. Nama dusun ini, konon menurut cerita, berasal dari munculnya sebuah mata
air yang mengeluarkan gumpalan-gumpalan air yang berwarna biru seperti tinta. Namun
hanya sebagian orang saja yang dikaruniai yang bisa melihatnya. Konon, di sumber air
inilah Empu Gandring mensucikan Keris Pusaka hasil tempaannya. Sumber air banyu biru
merupakan salah satu situs yang berperan cukup penting dalam masa kejayaan Singosari,
karena di sumber air inilah semua gaman (senjata) kerajaan melalui proses penyucian
terlebih dahulu untuk kemudian di kirap ke seluruh kawasan kerajaan. Penyucian senjata
kerajaan sendiri harus melalui dua kali proses, yang pertama senjata direndam ke dalam mata
air yang disakralkan, yaitu banyu biru, kemudian disucikan ke sumber nagan.
Mata air yang dimaksud berada di sebuah lereng jurang kecil yang terletak di antara
sawah dan ladang milik petani. Dari jalan beraspal, situs ini hanya bisa dicapai dengan
berjalan kaki, menyusuri jalan setapak di pematang sawah milik warga. Setelah itu,
menuruni sekitar 20 anak tangga. Sumber Nagan dahulunya merupakan mata air yang
mengucurkan airnya dari bongkahan batu-batu besar yang dipahat menyerupai kepala
sepasang naga (namun pahatan kepala naga itu telah hilang sekitar tahun 1968, begitu halnya
patung Syiwa yang ada di Banyu Biru). Menurut sang juru kunci, sampaisaat ini, kedua situs
ini pernah
dikunjungi oleh pejabat-pejabat Negara (termasuk para mantan presiden dan presiden RI).






2

2 Buatan
2.1 Candi Singosari

Singosari adalah candi Hindu - Buddha peninggalan bersejarah Kerajaan
Singhasari yang berlokasi di Desa Candirenggo, Kecamatan Singosari, Kabupaten
Malang, Jawa Timur, Indonesia. Candi ini terletak di lembah antara Pegunungan Tengger dan
Gunung Arjuna di ketinggian 512 meter dpl. Cara pembuatan candi ini dengan sistem
menumpuk batu-batu andhesit hingga ketinggian tertentu, selanjutnya diukir dari atas ke
bawah.
Kompleks candi ini menempati area 200 meter x 400 meter dan terdiri dari beberapa
candi. Di sisi barat laut kompleks terdapat sepasang arca raksasa besar (tinggi hampir 4
meter, disebut Dwaraphala) dengan gada (senjata) terhunus. Mereka dilambangkan sebagai
raksasa yang menjaga kerajaan itu. Bangunan candi utama dibuat dari batuan andhesit,
menghadap ke barat, berdiri pada alas bujursangkar berukuran 14 meter x 14 meter, dengan
tinggi 15 meter. Candi ini kaya akan ornamen ukiran, arca, relief (yang mengisahkan
Kerajaan Singosari di masa lampau).
Dari pengamatan, Ratu Ken Dedes cukup dominan dalam kisah kerajaan ini. Ratu
Ken Dedes adalah permaisuri dari dua raja. Saat Tunggul Ametung memimpin kerajaan itu,
Ken Dedes adalah permaisurinya. Tapi Ken Arok, seorang pengawal jatuh cinta pada sang
permaisuri saat melihat sinar aura pada diri sang ratu, yang diyakini akan memberikan
keturunan raja-raja. Ken Arok lalu membunuh Tunggul Ametung dan menikahi Ken Dedes.
Tak lama kemudian, Ken Arok menjadi raja berikutnya di Singosari.
Memang ada benarnya juga wejangan para orang tua dan juga kisah Adam dan Hawa
di kitab suci. Kekuatan wanita akan menjadi kelemahan pria. Bukan sekadar pancaran
kecantikan, "kekuatan" wanita juga dapat dijadikan senjata. Ken Dedes dengan aura
kewanitaannya melakukan hal itu secara tidak langsung, karena konon Ken Dedes tidak
mencintai Tunggul Ametung. Perkawinan mereka karean paksaan. Demikianlah kisah itu
bergulir. Kecantikan wanita dapat membahayakan kaum pria.
3


2.2 Candi Sumberawan

Candi Sumberawan hanya berupa sebuah stupa, berlokasi di Desa
Toyomarto, Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang, Jawa Timur. Dengan jarak sekitar 6
km dari Candi Singosari. Candi ini merupakan peninggalan Kerajaan Singhasari dan
digunakan oleh umat Buddha pada masa itu.
Candi ini dibuat dari batu andesit dengan ukuran panjang 6,25 m, lebar 6,25 m, dan
tinggi 5,23 m, dibangun pada ketinggian 650 m di atas permukaan laut, di kaki bukit Gunung
Arjuna. Pemandangan di sekitar candi ini sangat indah karena terletak di dekat sebuah telaga
yang sangat bening airnya. Keadaan inilah yang memberi nama Candi Rawan.
Candi Sumberawan pertama kali ditemukan pada tahun 1904. Pada tahun 1935
diadakan kunjungan oleh peneliti dari Dinas Purbakala. Pada zaman Hindia Belanda pada
tahun 1937 diadakan pemugaran pada bagian kaki candi, sedangkan sisanya direkonstruksi
secara darurat. Candi Sumberawan merupakan satu-satunya stupa yang ditemukan di Jawa
Timur. Batur candi berdenah bujur sangkar, tidak memiliki tangga naik dan polos tidak
berelief. Candi ini terdiri dari kaki dan badan yang berbentuk stupa. Pada batur candi yang
tinggi terdapat selasar, kaki candi memiliki penampil pada keempat sisinya. Di atas kaki
candi berdiri stupa yang terdiri atas lapik bujur sangkar, dan lapik berbentuk segi delapan
dengan bantalan Padma, sedang bagian atas berbentuk genta (stupa) yang puncaknya telah
hilang. Karena ada beberapa kesulitan dalam perencanaan kembali bagian teratas dari tubuh
candi, maka terpaksa bagian tersebut tidak dipasang kembali. Diduga dulu pada puncaknya
tidak dipasang atau dihias dengan payung atau chattra, karena sisa-sisanya tidak ditemukan
sama sekali. Candi Sumberawan tidak memiliki tangga naik ruangan di dalamnya yang
biasanya digunakan untuk menyimpan benda suci. Jadi, hanya bentuk luarnya saja yang
berupa stupa, tetapi fungsinya tidak seperti lazimnya stupa yang sesungguhnya. Diperkirakan
candi ini dahulu memang didirikannya untuk pemujaan.


4

3 Budaya
3.1 Pondok pesantren

Salah satu hal yang membuat pesantren di Indonesia tetap bertahan adalah ia tetap
mempertahankan budaya (budaya pesantren), kebudayaan sangat erat hubungannya dengan
masyarakat. segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang
dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Istilah untuk pendapat itu adalah cultural-determinism.
Untuk tetap mempertahankan pondok pesantren yang ada di nusantara khususnya pada
kawasan pondok pesantren di Singosari, baik sebagai lembaga pendidikan maupun lembaga
sosial agar masih tetap survive hingga saat ini. Sangat diperlukan suatu wadah yang dapat
menampung segala kegiatan-kegiatan keagamaan santri agar lembaga pondok pesantren
dapat mengikuti perkembangan jaman (beradaptasi terhadap pengaruh modernisasi) dengan
tetap
mempertahankan budaya pesantren-nya masing-masing, dalam hal ini diperlukan Pesantren
Budaya. Dimana pesantren sebagai wadah kegiatannya dan budaya sebagai aktivitas kegiatan
santri yang diwadahi di dalamnya.
Dari perkembangan dan perubahan yang dialami oleh pesantren harus tetap menjaga
dan mempertahankan jati dirinya. Hal itu tercermin di dalam ungkapan masyarakat pesantren
almuhaafadhaalal qodiemi ash-shooli maal akhdzi bi al jadiediel ashlah, memelihara
tradisi lama yang baik dengan mengambil tradisi baru yang lebih baik.
Dalam perancangan Pesantren Budaya sebagai Pusat Kegiatan Pondok Pesantren di
Singosari yaitu akulturasi yang memunculkan bentuk-bentuk ruang dan tampilan masa lalu.
Dekonstruktif yang memunculkan bentuk-bentuk ruang dan tampilan kikinian/kontemporer.
Bentuk yang diambil dari candi ini merupakan bentuk geometri seperti bentuk susunan batu
candi (persegi panjang dan segi empat), bentuk dasar candi (segi enam), bentuk atap candi
secara keseluruhan menyerupai bentuk segitiga, serta beberapa bentuk dasar yang
menjadi satu kesatuan membentuk candi tersebut.
Singosari yang dahulu sebuah kerajaan yang mempunyai visi memperluas kawasannya
dari visi inilah terbentuknya cikal bakal kawasan nusantara, kejayaannya terukir pada
kompleks percandian singosari. Singosari pada zaman sekarang adalah kawasan religius dan
budaya yang dapat dirasakan suasananya pada pondok pesantren dengan kegiatan-kegiatan
peningkatan spiritual dan pagelaran seni dan budaya. Kesinambungan budaya dengan
kereligiusan kurang terwadahi sehingga penurunan jati diri kedaerahan akan mudah
5

terpengaruh hal ini disebabkan kurangnya tempat yang mewadahi kegiatan religi yang
berkesinambungan dengan budaya singosari.
Di Singosari memang banyak berdiri pondok pesantren seperti Nurul Huda, Al
Islahyah, Pesantren Ilmu Alquran, Darun Najah, Salafiyah, dan lain sebagainya. Akhir-akhir
ini sekitar bulan Agustus 2013 Singosari bahkan memiliki slogan Singosari Kota
SANTRI(Santun, Aman, N, Tertib, Ramah, Indah) karena tempatnya yang identik dengan
pondok pesantren dan para santri.
3.2 Bantengan
Sebelum 2008, seni Bantengan lazimnya menggelar pertunjukannya di suatu lapangan
(kalangan) dimana grup seni bantengan tersebut bertempat tinggal. Atau pada setiap kali ada
undangan hajatan, perayaan hari besar, selamatan desa maupun karnaval 17 Agutusan.
Pertunjukkan itu pun hanya sebatas di antara masing-masing grup.

Bantengan dikenal sebagai seni pertunjukan yang tampil di pojokan kampung,
simpang perempatan jalan desa atau di sudut tempat kepunden yang dikeramatkan
masyarakat. Seni Bantengan, yang akarnya berasal dari kanuragan pencak silat, seolah-olah
bukan pemain utama di pentasnya sendiri. Hal inilah yang menjadi kegelisahan dari para
penggiat seni bantengan, yang kemudian menggalang beberapa tokoh masyarakat lintas
komunitas. Salah satunya adalah Agus Riyanto atau akrab disapa Cak Tubrun, seniman
Bantengan yang menggelar Gebyak Bantengan Nuswantara dengan format karnaval.
Proses kolaborasi internasional, sejak 2010 Bantengan Nuswantara bersama
komunitas Arts Island Festival menyelenggarakan gelar kolaborasi art performance di Desa
seni Ngroto Joyo, Pujon Malang. Kegiatan ini berjudul Kidung Bantengan, kolaborasi music,
tari kontemporer dari manca negara, dan seni Bantengan.
Arts Island Festval adalah kelompok performance art kontemporer dari berbagai
negara, seperti Jepang, Australia, Selandia Baru, Irlandia, Malaysia, Prancis, Indonesia, dan
USA. Kolaborasi tahun selanjutnya adalah pertunjukan Seni Keliling In The Arts Island
Festival (Juli 2011) dan sejak 2012 menjadiInternational Trance Carnival.
Setiap tahunnya, Bantengan Nuswantara melibatkan lebih dari 100 grup Bantengan.
6000 orang di dalamnya terdiri dari puluhan seniman tari berkolaborasi (dalam-luar negeri),
ratusan relawan panitia, yang diapresiasi oleh ribuan penonton di sepanjang 3 kilometer rute
karnaval.
6

Biaya operasional kegiatan rutin (gebyak) di masing-masing wilayah kelompok seni
Bantengan diperoleh melalui iuran anggota, pengajuan donatur tokoh masyarakat, dan dari
anggaran kesenian pemerintah daerah setempat. Seperti misalnya saat penyelenggaraan
Bantengan Nuswantara, masing-masing kelompok membiayai kelompoknya sendiri tanpa
menambah beban kepada panitia pelaksana. Notabene mereka juga termasuk dalam
kepanitiaan event tersebut.
Untuk lebih mengenalkan dan memperluas apresiasi masyarakat atas seni Bantengan,
disusun pula beberapa program untuk mendukung event ini, seperti lomba fotografi (umum),
lomba film dokumenter (umum), lomba mewarnai untuk anak-anak TK, workshop Batik
Bantengan bagi ibu-ibu, pameran dokumentasi Bantengan Nuswantara (umum dan gratis),
dan pemutaran film dokumenter Bantengan Nuswantara yang dilakukan keliling daerah.
3.3 Tari Topeng Malangan

Menurut KBBI, tari adalah gerakan badan yang berirama, biasanya diiringi bunyi-
bunyian. Kemudian, pengertian topeng adalah penutup muka yang menyerupai muka orang,
binatang, dan sebagainya.
Dalam Tari Topeng Malang dapat diartikan sebagai gerakan badan yang berirama
dengan diiringi bunyi-bunyian dengan menggunakan penutup muka yang menyerupai muka
orang yang berasal dari Kabupaten Malang.
Topeng Malang merupakan pementasan wayang Gedog yang dalam pertunjukannya
mempergunakan topeng. Dalam perkembangannya di Kedungmoro dan Polowijen,
Kecamatan Blimbing, Malang yang dikenal dengan sebutan Topeng Jabung. Dalam
pementasannya mengetengahkan ceritera-ceritera Panji dengan tokoh-tokohnya seperti : Panji
Inu Kertapati, Klana Swandana, Dewi Ragil Kuning, Raden Gunungsari, dll. Para penari
mengenakan topeng dan menari sesuai dengan karakter tokoh yang dimainkan. Dalam
pementasan dipergunakan tirai yang terbelah tengah sebagai pintu keluar/masuk para
penarinya.
Seni tari topeng merupakan kesenian khas Indonesia yang sudah ada semenjak zaman
nenek moyang. Hampir semua daerah di Indonesia memiliki sejarah tentang pertunjukan
menggunakan topeng. Di Jawa pertunjukan seni tari topeng telah dikenal semenjak tahun 762
Saka (840 M). Hal ini dijelaskan dalam prasasti Jaha dan di kala itu topeng dijadikan sebagai
sarana utama ritual pemujaan dan pertunjukan yang dikenal dengan istilah Atapukan. Istilah
lain yang juga sering digunakan yaitu istilah Raket, Manapel dan Popok. Dari beberapa
istilah tersebut semuanya menjurus pada satu arti yaitu berarti penutup wajah yang pada saat
ini juga bisa disamakan dengan arti kata Topeng.
7

Tari atau drama topeng dianggap sebagai sarana untuk pemanggilan roh roh nenek
moyang atau roh-roh baik untuk masuk merasuk ke dalam tubuh para penari. Sehingga para
pelaku tidak lagi memainkan diri tetapi beralih sebagai wadah (tempat) hadirnya roh nenek
moyang. Mereka datang untuk memberikan perbuatan baik atau menerima penghormatan
(puja bakti).
Sejalan dengan alur perkembangan zaman seni tari topeng dikenal tak hanya sebagai
sarana pemujaan ruh tetapi dikenal juga sebagai sebuah bentuk kesenian hiburan masyarakat
elit kerajaan yang bersifat eksklusif dan menjadi simbol ketinggian derajat sosial
(keningratan) yang dimiliki seseorang. Kesenian ini kemudian terus berkembang pesat saat
zaman kerajaan Majapahit.
Adapun bukti mengenai keberadaan tari topeng di masa kerajaan Singosari adalah
adanya relief di beberapa candi peninggalan kerajaan Singosari yang dalam relief tersebut
digambarkan suasana di dalam lokasi kerajaan yang di dalamnya dimainkan tarian bertopeng.
Dalam relief tersebut para penari topeng memakai atribut endhong (sayap
belakang), rapek (hiasan setengah lingkaran di depan celana, lazim juga disebut
pedangan), bara-bara dan irah-irahan (mahkota) yang bentuknya sama dengan kostum tari
topeng di masa sekarang.
Malang sebagai bagian dari kota sejarah kerajaan Jawa (Singosari) dahulu banyak
memiliki komunitas tari topeng di tiap-tiap daerah. Semasa penjajahan Belanda beberapa
komunitas tersebut muncul kembali setelah sekian lama jejak kesejarahan mereka tidak
tercatat oleh pewarta hasil budaya. Tak kurang dari 11 komunitas dahulu pernah meramaikan
budaya kesenian tradisional Malang. Namun seperti yang telah disebutkan di atas bahwa
perguliran sejarah dari kebudayaan Hindu-Jawa menjadi kebudayaan Islam menjadi salah
satu sebab kemunduran eksistensi kesenian ini di tanah Jawa, tak terkecuali di wilayah
Malang.
Sampai saat ini, di wilayah Malang Raya komunitas tari topeng hanya bisa ditemui
sedikitnya 4 komunitas yang aktif berkesenian. Itupun berada di wilayah-wilayah pelosok.
Namun dari data wawancara dengan beberapa akademisi yang dikumpulkan ada kesatuan
paham yang menjurus pada kesimpulan bahwasanya daerah tempat komunitas tari ini berada
dahulu merupakan daerah yang banyak dihuni oleh pemeluk agama Hindu-Jawa. Bahkan
sebagian dari daerah tersebut masih didominasi oleh masyarakat Hindu-Jawa yaitu di wilayah
Tengger Ngadas Malang.
1. Gending Giro
Nggiro adalah musik pengiring pementasan yang dimainkan dengan perangkat musik
khas Jawa. Biasanya permainan musik ini juga disebut dengan instrumen musik karawitan
atau gendingan. Adapun para pemain musik ini lazim disebut panjak atau pengrawit. Waktu
permainan musik ini dimulai dari awal pertunjukan akan dimulai sampai pertunjukan tersebut
selesai.
2. Salam pembuka dan sinopsis.
Segmentasi selanjutnya adalah pembukaan. Sebelum pertunjukan dimulai, salah
seorang dari kru pementasan (biasanya panjak) menghaturkan ucapan salam dan selamat
datang kepada para penonton. Pada penyambutan ini sang penyambut juga memberikan
8

sedikit ringkasan lakon (sinopsis) pada para penonton sehingga mempermudah pemahaman
isi cerita yang akan dimainkan. Setelah ringkasan tersebut disampaikan maka selanjutnya
diteruskan dengan sesajen.
3. Pembacaan Mantra
Tak lama setelah pembacaan sinopsis, dari arah dalam sanggar para penari anak
wayang yang dipimpin oleh sang dalang keluar dengan membawa sesajen persembahan. Para
pemain tersebut duduk di depan penonton dan mengheningkan cipta sambil mengucapkan
mantra yang diyakini untuk menjaga keselamatan penari dan penonton yang hadir.
Setelah membaca mantr, Sang dalang yang mulutnya senantiasa komat-kamit
memanjatkan mantra meminta topeng dari para penari untuk diasapi kemenyan. Topeng-
topeng tersebut yang nantinya akan dipakai oleh para penari untuk mementaskan lakon yang
diangkat dalam pertunjukan.
Pembacaan mantra dalam susunan pertunjukan berfungsi pula untuk menunjukkan
pada penonton bahwa kesenian yang akan ditampilkan bukan hanya sekedar tontonan hiburan
semata, akan tetapi juga sebuah wujud penghormatan roh penunggu desa. Hal ini bisa dilihat
dari sebutan Nini danyang, kaki danyang
4. Prosesi pertunjukan tari
Pada segmentasi ini, tari dimainkan sesuai dengan lakonnya. Pada acara rutin senin
legian tema yang dimainkan tidak ditentukan karena pertunjukan ini dilakukan hanya sebagai
rutinan saja dan semata-mata untuk menjaga kelestarian kesenian. Namun pada beberapa
acara tertentu, pertunjukan tari yang ditampilkan disesuaikan dengan permintaan penghelat
acara.
Pada tiap-tiap adegannya, pertunjukan ini dibagi secara runtut yang menjadi pakem
pertunjukan. Pendapat ini merupakan hasil penelitian Murgiyanto mengenai segmentasi yang
ada dalam proses pertunjukan. Susunan tersebut adalah sebagai berikut :
i. Jejer sepisan : adegan kerajaan Jawa / Panji. Pada adegan ini sebelum para penari berdialog,
dalang mengucapkan janturan yang menggambarkan sifat keadilan raja yang memimpin
negaranya dengan makmur dan adil. (gending Angleng atau kalem)
ii. Grebeg Jawa : pengembaraan Panji (gending Angleng atau kalem)
iii. Jejer kapindo : adegan di kerajaan Sabrang (gending setro atau agak keras)
iv. Grebeg Sabrang : adegan pengelanaan raja Klono bersama para patih untuk mencari putri
yang akan dinikahi atau menaklukkan kerajaan lain. (gending gondo boyo atau keras)
v. Perang grebeg : Pertemuan antar Panji dengan kerajaan Sabrang (gending gondo boyo atau
keras)
vi. Jejer katelu : adegan pertapaan / kerajaan lain. (gending Angleng atau kalem)
vii. Potrojoyo-Gunung sari (gending pedhat atau biasa)
viii. Adegan ulangan kerajaan pertama
ix. Jejer kalima : perang besar antar kedua kerajaan (gending gondo boyo atau keras)
5. Penutupan
9

Setelah pertunjukan selesai, sang dalang menutup kegiatan Senin legian tersebut
kemudian anak wayang beserta panjak memakan sesajennya. Hal ini sangat berbeda dengan
waktu dulu di mana setelah pertunjukan selesai sesajen dibawa ke punden Belik Kurung .
Pada pertunjukan tari topeng Malang rata-rata penonton yang datang memberikan
perhatian yang lebih pada sri panggung . Ketertarikan penonton terhadap sri panggung
dikarenakan penari tersebut dapat memvisualisasikan karakter yang diperankan, ekspresi
gerak cukup mumpuni dan murni (tidak bercampur dengan ciri khas tokoh lain). Selain itu
fisik yang dimilikinya cocok dengan karakter yang dimainkan.
3.4 Aremania

Aremania adalah sebutan untuk kumpulan pendukung, penggemar dan penonton
kesebelasan sepak bola Malang, Arema. Meskipun saat ini akhirnya istilah Aremania juga
dengan bangganya- dipakai oleh siapapun yang ingin dikenal sebagai orang Malang
meskipun dia bukan penggemar bola.
Arema bukanlah tim langganan juara. Prestasinya juga tidak bisa dibilang stabil,
sestabil MU atau AC Milan. Jadi juara nasional divisi utama pun juga masih dua kali,
galatama satu kali dan divisi 1 satu kali. Tapi siapa yang ratusan ribu orang bisa dengan
gampangnya setuju dan taat untuk jalan kaki sama-sama, berhujan-hujan sama-sama dan
membeli tiket dengan bangganya, demi untuk mendukung kesebelasan mereka berlaga di
kompetisi sepakbola. Puluhan kesebelasan di Indonesia lain juga punya supporter tapi tidak
bisa sefanatik dan sekompak Aremania.
Satu anugerah yang ada di Aremania adalah jiwa kebersamaan yang amat kuat untuk
hal yang positif. Aremania malu bila masuk stadion tanpa tiket. Malu minta-minta nasi gratis,
dan bahkan malu serobot antrian masuk. Padahal mereka notabene adalah anak-anak muda
yang sering dikeluhkan orang tua susah untuk dinasehati. Tapi bila sudah turun ke jalan maka
rasa kebersamaan antar mereka tiba-tiba saja menjadi kesadaran penuh seperti etika tak
tertulis.
Budaya Aremania ini bisa dianggap mewakili semangat baik ala Timur yang masih
tersisa. Yaitu adat bersama saling peduli demi menjaga nama baik komunitas. Seorang
Aremania tidak akan sungkan-sungkan mengingatkan dan menegur temannya baik yang
sudah kenal ataupun belum bila mereka melakukan tindakan memalukan, krupuk bayar,
misalnya. Mereka telah secara reflek melihat hal tersebut akan mengakibatkan reputasi
komunitas akan tercemar, satu hal yang memang sering disebabkan oleh satu dua oknum
yang tidak terkontrol.
10

Yang pasti, membandingkan komunitas bule yang diwakili seorang oknum seperti
Carla Bruni (dengan komunitas kita sendiri) membuat saya membayangkan orang-orang bule
itu memang rata-rata tidak mempunyai standar pakaian sesopan kita orang Timur dan hal
itu bahkan telah sedemikian parah hingga tidak juga menjadi standar seorang first lady. Saya
merasa masih sangat beruntung menjadi orang Timur, berbudaya sopan dalam berpakaian
plus berada dalam komunitas Aremania. Masih ada identitas lebih jelas dan cocok dengan
budaya kita dalam bersikap dan berbusana, dan itu membanggakan. Bagus dilakukan
ditengah semakin santernya trend budaya barat yang terus-terusan melapisi masyarakat ini.

You might also like