You are on page 1of 9

2.

7 KASUS 7
Sebuah pabrik obat tradisional Kec. Bumiayu Kab. Brebes Jawa Tengah
memproduksi OT mengandung BKO secara tanpa hak dan kewenangan. Ruang
produksi OT TIE dan mengandung BKO tersebut didesain seperti Bunker yang
terletak dibawah tanah dan bertingkat 2 (dua).
Hasil pengujian PPOMN terhadap barang bukti yang ditemukan menunjukkan :
PEMBAHASAN
2.7.1 Berdasarkan PP 51 tahun 2009
Pasal 1 ayat 1
Pekerjaan kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu
sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian
atau penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter,
pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat, dan obat
treadisional
Pasal 5
Pelaksanaan kefarmasian meliputi:
a. Pekerjaan Kefarmasian dalam Pengadaan Sediaan Farmasi
b. Pekerjaan Kefarmasian dalam Produksi Sediaan Farmasi
c. Pekerjaan Kefarmasian dalam Distribusi atau Penyaluran Sediaan
Farmasi, dan
d. pekerjaan Kefarmasian dalam Pelayanan Sediaan Farmasi
Pasal 6 ayat 2
Pengadaan Sediaan farmasi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 harus
dilakukan oleh tenaga kefarmasian

Pengadaan obat merupakan pekerjaan kefarmasian, oleh karena itu harus
dilakukan oleh tenaga kefarmasian. Tetapi tidak diketahui adanya peran
apoteker dalam pengadaan obat, penyimpanan, pengamanan dan
penyaluran obat di RSUD
Apoteker tidak cermat dalam pemilihan obat di RSUD. Hal ini dapat
terlihat banyaknya obat2 yang kedaluwarsa yang menunjukkan bahwa
pengadaan obat tidak efisien. Obat2 kedaluwarsa menyebabkan adanya
kerugian negara.
Penyimpanan obat juga tidak dilakukan di tempat yang sesuai dan obat2
yang telah kedaluwarsa tidak diamankan sesuai dengn ketentuan yang
berlaku

2.8 KASUS 8
Apoteker S berpraktek di apotek miliknya. Suatu saat ada pasien anak
kecil kejang yang diantar oleh orang tuanya ke rumah sakit, namun belum sampai
rumah sakit anak tersebut kejang yang tiada tara sehingga orang tuanya (dalam
perjalanan ke rumah sakit) memutuskan berhenti di apotek untuk minta tolong
pengobatan darurat di apotek tersebut. Dokter praktek sudah tidak ada dan
apoteker S harus mengambil keputusan menolong pasien atau menolaknya.
Dengan pertimbangan keilmuannya, apoteker S memberikan valisanbe rectal ke
dubur anak kecil itu sehingga kejangnya mereda. Pasien dapat diselamatkan dan
segera dikirim ke rumah sakit terdekat.
PEMBAHASAN
2.8.1 Berdasarkan Kode Etik Apoteker Indonesia
Pasal 3
Seorang Apoteker harus senantiasa menjalankan profesinya sesuai
kompetensi Apoteker Indonesia serta selalu mengutamakan dan berpegang teguh
pada prinsip kemanusiaan dalam melaksanakan kewajibannya.
Implementasi PASAL 3:
1. Kepentingan kemanusiaan harus menjadi pertimbangan utama dalam setiap
tindakan dan keputusan seorang apoteker indonesia
2. Bilamana suatu saat seorang apoteker dihadapkan kepada konflik tanggung
jawab profesional, maka dari berbagai opsi yang ada seorang apoteker harus
memilih resiko yang paling kecil dan paling tepat untuk kepentingan pasien serta
masyarakat.
Pasal 9
Seorang Apoteker dalam melakukan praktik kefarmasian harus
mengutamakan kepentingan masyarakat, menghormati hak azasi pasien dan
melindungi mahluk hidup insani.
Implementasi PASAL 9:
1. Setiap tindakan dan keputusan profesional dari apoteker harus berpihak
pada kepentingan pasien dan masyarakat.
2. Seorang apoteker harus mengambil langkah-langkah untuk menjaga
kesehatan pasien khususnya janin, bayi, anak-anak serta orang dalam kondisi
lemah.
2.8.2 Berdasarkan PP 51 TAHUN 2009
PP 51 tahun 2009 pasal 24 ayat c:
Dalam melakukan pekerjaan kefarmasian pada fasilitas pelayanan
kefarmasian, Apoteker dapat menyerahkan obat keras, narkotika dan
psikotropika kepada masyarakat atas resep dari dokter sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
2.8.3 Berdasarkan UU No.36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan
Pasal 102
Ayat 1 : Penggunaan sediaan farmasi yang berupa narkotika dan psikotropika
hanya dapat dilakukan berdasarkan resep dokter atau dokter gigi dan dilarang
untuk disalahgunakan.

Berdasarkan UU 36 tahun 2009 pasal 102 ayat 2 dan PP 51 tahun 2009 pasal
24ayat c, tindakan Apoteker S merupakan sebuah pelanggaran dalam menjalankan
pekerjaan kefarmasian karena memberikan obat Valisanbe rectal yang isinya
adalah Diazepam yang termasuk dalam golongan psikotropika.
Akan tetapi tindakan Apoteker S tidak sepenuhnya salah kerena keadaan
anak tersebut dalam kondisi darurat yang memerlukan penanganan secepatnya
(UU 36 tahun 2009 pasal 32 ayat 1 : Dalam keadaan darurat, fasilitas pelayanan
kesehatan, baik pemerintah maupun swasta, wajib memberikan pelayanan
kesehatan bagi penyelamatan nyawa pasien dan pencegahan kecacatan terlebih
dahulu dan UU No.36 Tahun 2009 pasal Pasal 53 : Pelaksanaan pelayanan
kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mendahulukan pertolongan
keselamatan nyawa pasien dibanding kepentingan lainnya.
Keputusan Apoteker S memberikan Diazepam didasari oleh alasan
kemanusiaan serta dasar kompetensi dan ilmu pengetahuan di bidang farmasi
yang dimilikinya.
2.9 KASUS 9
Karena suatu kondisi (stok kosong) obat X, yang diminta dalam resep
tidak dapat dilayani. Setelah di cek ternyata IFRS mempunyai obat Y yang
kandungannya sama dari pabrik lain. Harga obat pengganti memang lebih mahal,
tetapi dengan pertimbangan agar pasien segera dapat dilayani, tidak ada pasien
yang membeli obat di luar RS dan efisiensi perputaran stok di IFRS, Apoteker
segera memberikan obat Y tersebut. Setelah menerima obatnya, pasien yang
bersangkutan minta dibuatkan kopi resep, namun Apoteker keberatan karena
resep sudah ditebus semua. Namun karena pasien terus mendesak akhirnya
Apoteker membuatkan kopi resep dan menuliskan obat Y, sesuai obat yang
diterima pasien pada kopi resep tersebut.

PEMBAHASAN
Ganti obat/merek:
Pastikan alasan kenapa obat tidak dapat dilayani (stok kosong,
keterlambatan, produk baru, atau penyebab lain).
Upayakan melayani sesuai dengan permintaan kalau bisa ditempilkan.
Komunikasikan kepada pasien dan (dokter bila perlu) tentang penggantian
obat beserta alasannya.
Pilihkan obat dengan harga dan kualitas sebanding.

2.10 KASUS 10
Apotek surya, berada di sebuah kota di pinggir kota wisata, buka hanya
sore hari jam 16.00 sd 21.00, tetapi pasiennya sangat ramai, jumlah resep yang di
layani rata-rata perhari 75 lembar, apotek tsb memiliki 1 apoteker 2 AA dan 2
pekarya.
Ketika penyerahan obat mereka tidak sempat memberikan informasi yg cukup,
karena banyaknya pasien yg di layani, apotekernya datang tiap hari pada jam
19.00, karena pegawai dinas kesehatan setempat.
Bagai mana kajian saudara terhadap kasus tersebut diatas, di tinjau dari sisi
sumpah profesi, etika farmasi dan peraturan dan perundang undangan yang
berlaku?
PEMBAHASAN
2.10.1 Berdasarkan PP 51 tahun 2009 Tentang Pekerjaan Kefarmasian
Pasal 3
Pekerjaan Kefarmasian dilakukan berdasarkan pada nilai ilmiah,
keadilan, kemanusiaan, keseimbangan, dan perlindungan serta keselamatan
pasien atau masyarakat yang berkaitan dengan Sediaan Farmasi yang memenuhi
standar dan persyaratan keamanan, mutu, dan kemanfaatan
Pasal 21
(2) Penyerahan dan pelayanan obat berdasarkan resep dokter
dilaksanakan oleh Apoteker

Pada kasus tersebut Apoteker datang pada jam 19.00, sedangkan apotek dibuka
pada jam 16.00, yang memungkinkan pelayanan resep dari jam 16.00 sampai jam
19.00 tidak dilakukan oleh apoteker. Hal tersebut jelas bertentangan dengan Pasal
21 PP 51 tersebut diatas. Tidak disampaikannya informasi obat kepada pasien
menyebabkan berbagai efek yang merugikan bagi pasien seperti tidak
membaiknya kondisi pasien, penyakit bertambah parah, timbul efek samping yang
dapat membahayakan keselamatan pasien
2.10.2 Berdasarkan Kode Etik
Pasal 1
Sumpah/janji apoteker,setiap apoteker harus menjunjung tinggi,
menghayati dan mengamalkan sumpah apoteker

Apoteker dalam kasus diatas telah melanggar kode etik apoteker pasal 1
yang menyatakan bahwa apoteker harus menjunjung tinggi,menghayati dan
mengamalkan sumpah apoteker, sedangkan pada pembahasan sebelumnya
apoteker tersebut telah melanggar sumpah apoteker yaitu tidak menjalankan tugas
dengan sebaik-baiknya,apoteker datang terlambat dan tidak memberikan asuhan
kefarmasian kepada pasien.
Pasal 3
Setiap Apoteker harus senantiasa menjalankan profesinya sesuai
kompetensi Apoteker Indonesia serta selalu mengutamakan dan berpegang teguh
pada prinsip kemanusiaan dalam melaksanakan kewajibannya
Dari kasus diatas, apoteker tidak menjalankan profesinya sesuai
kompetensi apoteker indonesia karena apoteker tersebut tidak memberikan
informasi obat dan konseling kepada pasien, dimana apoteker berkewajiban untuk
memberikan informasi obat dan konseling kepada pasien.
Pasal 7
Seorang Apoteker harus menjadi sumber informasi sesuai dengan
profesinya
Dari kasus di atas Apoteker tidak memberikan informasi kepada pasien,
sehingga Apoteker secara jelas melanggar Pasal 7 Kode Etik
Apoteker. Pelanggaran yang dilakukan oleh Apoteker jelas menunjukkan bahwa
Apoteker tidak mengutamakan dan tidak berpegang teguh pada Prinsip
Kemanusiaan.Dampak dari kurangnya informasi penggunaan obat dapat
menyebabkan efek yang merugikan bagi pasien.
Pasal 9
Seorang apoteker dalam melakukan pekerjaan kefarmasian harus
mengutamakan kepentingan masyarakat dan menghormati hak asasi penderita
dan melindungi makhluk hidup insani
Pada kasus tersebut, seorang apoteker tidak menjalankan kode etik pasal 7
dengan baik. Menurut pasal 7, seorang apoteker harus mengutamakan kepentingan
masyarakat dan menghormati hak asasi penderita dan melindungi makhluk hidup
insani, namun apoteker tersebut tidak memberikan informasi yang cukup kepada
pasien. Sehingga dapat merugikan pasien.
Pasal 15
Setiap apoteker bersungguh sungguh menghayati dan mengamalkan kode
etik apoteker indonesia dalam menjalankan tugas kefarmasiannya sehari-hari.
Jika seorang apoteker baik dengan sengaj maupun tidak sengaja melanggar atau
tidak mematuhi kode etik apoteker indonesia, maka dia wajib mengakui dan
menerima sangsi dari pemerintah, ikatan/organisasi profesi farmasi yang
menanganinya (ISFI) dan mempertanggung jawabkannya kepada Tuhan YME
2.11 KASUS 11
Di sebuah pinggir kota terdapat Apotek Malabar yang buka pada sore hari
pukul 15.00 sampai dengan 21.00. Jumlah rata-rata resep yang dilayani adalah 75
lembar oleh 1 Apoteker, 2 Asisten Apoteker dan 2 pekarya. Banyaknya pasien
membuat kurang cukupnya pemberian informasi obat, terlebih lagi apotekerdatang
pukul 19.00 karena pegawai dinas kesehatan setempat.
PEMBAHASAN
2.11.1 Berdasarkan Kode Etik Apoteker
Pasal 1 : setiap apoteker harus menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan
sumpah apoteker
Pasal 3 : setiap apoteker harus senantiasa menjalankan profesinya sesuai
kompetensi Apoteker Indonesia serta selalu mengutamakan dan berpegang teguh
pada prinsip kemanusiaan dalam melaksanakan kewajibanya
Pasal 7: seorang apoteker harus menjadi sumber informasi sesuai dengan
profesinya
Pasal 9 : seorang apoteker dalam melakukan pekerjaan kefarmasian harus
mengutamakan kepentingan masyarakat dan menghormati hak asasi penderita dan
melindungi makhluk hidup insani
Pasal 15 : setiap apoteker bersungguh-sungguh menghayati dan mengamalkan
kode etik apoteker Indonesia dalam menjalankan tugas kefarmasiannya sehari-
hari. Jika seorang apoteker baik dengan sengaja maupun tidak sengaja melanggar
atau tidak mematuhi kode etik apoteker Indonesia, maka dia wajib mengakui dan
menerima sangsi dari pemerintah, ikatan/organisasi profesi farmasi yang
menanganinya (ISFI) dan mempertanggungjawabkannya kepada Tuhan YME
2.11.2 Pelanggaran Sumpah Apoteker
1. Saya akan membaktikan hidup saya guna kepentingan perikemanusiaan,
terutama dalam bidang kesehatan
4. Saya akan menjalankan tugas saya dengan sebaik-baiknya sesuai dengan
martabat dan tradisi luhur jabatan kefarmasian
2.11.3 Pelanggaran PP51 Tahun 2009
Pasal 3 : pekerjaan kefarmasian dilakukan berdasarkan pada nilai ilmiah,
keadilan, kemanusiaan, keseimbangan, dan perlindungan serta
keselamatan pasien atau masyarakat yang berkaitan dengan Sediaan
Farmasi yang memenuhi standar dan persyaratan keamanan, mutu dan
kemanfaatan
Pasal 21 (2) : penyerahan dan pelayanan obat berdasarkan resep dokter
dilaksanakan oleh Apoteker

2.12. KASUS 12
Salah satu apotek di kota banjar menerima pembelian antibiotik tanpa
resep dokter. Penyerahannya antibiotik tersebut dilakukan oleh asisten
apoteker. Pada saat memberikan obat, asisten apoteker tidak memberikan
informasi tentang obat tersebut, sehingga proses yang terjadi hanya seperti
proses jual beli di warung.
PEMBAHASAN
2.12.1 Pelanggaran Kode Etik
Dari kasus tersebut dapat dianalisis bahwa apoteker yang menjadi
penanggung jawab di apotek tersebut telah melanggar kode etik sebagai
seorang apoteker. Hal ini dapat diperkuat oleh keputusan Konggres ISFI
XVIII no. 006/KONGGRES XVIII/ISFI/ 2009 tentang Kode etik Apoteker
yang tercantum pada BAB I pasal 5 dan pasal 7 selain itu juga apoteker
telah melanggar PP 51.
Pasal 5
Di dalam menjalankan tugasnya setiap Apoteker harus menjauhkan diri dari
usaha mencari keuntungan diri semata yang bertentangan dengan martabat dan
tradisi luhur jabatan kefarmasian.
Kaitannya dengan pasal 5 bahwa apoteker yang bertanggung jawab
terhadap apotek tersebut hanya berperan sebagai agen penyedia obat saja
bukan sebagai agen memberi informasi terhadap pasien. Seperti diketahui
bahwa antibiotik itu hanya boleh diberikan oleh apoteker saat ada resep
dokter. Selain itu apoteker tersebut tidak berperan langsung dalam proses
pemberian obat kepada pasien dan menyerahkan tanggung jawabnya
terhadap asisten apoteker. Hal ini juga melanggar sumpah apoteker yakni
Saya akan membaktikan hidup saya guna kepentingan perikemanusiaan
terutama dalam bidang kesehatan. Kemudian kegiatan di apotek tersebut
hanya seperti proses jual beli di warung sehingga apoteker tersebut hanya
mencari keuntungan saja dari penjualan obat di apotek tanpa memberikan
informasi dan edukasi lainnya.
Pasal 7
Seorang Apoteker menjadi sumber informasi sesuai dengan profesinya.
Kaitannya dengan pasal 7 bahwa apoteker disini tidak memberikan
informasi apa-apa tentang antibiotik tersebut terkait dengan petunjuk
penggunaan, indikasi, dosis, efek samping, kontraindikasi, dsb yang
seharusnya diberitahukan pada pasien karena antibiotik sangat rentan
dengan resistensi.
Pasal 21 ayat 2
Penyerahan dan pelayanan obat berdasarkan resep dokter dilaksanakan oleh
Apoteker
Masih banyak Apoteker yang tidak ada ditempat
Tenaga teknis kefarmasian yang menyerahkan obat, bahkan petugas kasir
yang memiliki latar belakang akademik non farmasi
Lebih baik, Apotek tutup kalau tidak ada Apoteker
Pasal 9
Seorang Apoteker dalam melaksanakan praktik kefarmasian harus
mengutamakan kepentingan masyarakat, menghormati hak azasi pasien dan
melindungi makhluk hidup insani
Mempengaruhi pasien untuk membeli obat dari merek/pabrik tertentu
karena mendapat imbalan dari pabrik
Black buyer mendapatkan bonus jika obatnya dijual terus
Kepentingan pribadi

You might also like