You are on page 1of 19

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian
2.1.1. Tekanan Darah
Tekanan darah adalah kekuatan yang memungkinkan darah mengalir
dalam pembuluh darah untuk beredar dalam seluruh tubuh. Darah berfungsi sebagai
pembawa oksigen serta zat-zat lain yang dibutuhkan oleh seluruh jaringan tubuh
supaya dapat hidup dan melaksanakan tugasnya masing-masing.
18
Tekanan Darah Sistolik (TDS) menunjukkan tekanan pada arteri bila
jantung berkontraksi (denyut jantung) atau tekanan maksimum dalam arteri pada
suatu saat. TDS dinyatakan oleh angka yang lebih besar jika dibaca pada alat
pengukur tekanan darah. TDS normal 90 120 mmHg. Tekanan Darah Diastolik
(TDD) menunjukkan tekanan darah dalam arteri bila jantung berada dalam keadaan
relaksasi di antara dua denyutan. TDD dinyatakan dalam angka yang lebih kecil jika
dibaca pada alat pengukur tekanan darah. TDD normal 60 -80 mmHg. Tingginya
TDS berhubungan dengan curah jantung, sedangkan TDD berhubungan dengan
besarnya resistensi perifer.
19

2.1.2. Hipertensi
Hipertensi adalah meningkatnya tekanan darah sistolik lebih besar dari 140
mmHg dan atau diastolik lebih besar dari 90 mmHg pada dua kali pengukuran
dengan selang waktu 5 menit dalam keadaan cukup istirahat (tenang).
3
Universitas Sumatera Utara
Sedangkan menurut WHO (1999) hipertensi adalah suatu keadaan dimana
tekanan darah sistolik diatas 140 mmHg dan tekanan diastolik diatas 90 mmHg pada
orang-orang yang tidak memakai obat anti hipertensi.
Menurut petunjuk WHO (1999) klasifikasi derajat tekanan darah adalah sebagai
berikut :
20

a. Optimal bila tekanan darah <120/80 mmHg,
b. Normal bila tekanan darah 120/80 mmHg 130/85 mmHg,
c. Normal tinggi bila tekanan darah sistolik 130 139 mmHg dan tekanan darah
diastolik 85 89 mmHg,
d. Hipertensi derajat 1 (ringan) bila tekanan darah sistolik 140 159 mmHg dan
tekanan darah diastolik 90 99 mmHg,
e. Hipertensi derajat 2 (sedang) bila tekanan darah sistolik 160 179 mmHg dan
tekanan darah diastolik 100 109 mmHg,
f. Hipertensi derajat 3 (berat) bila tekanan darah sistolik 180 mmHg dan
tekanan darah diastolik 110 mmHg,
g. Hipertensi sistolik bila tekanan darah sistolik 140 mmHg dan tekanan darah
diastolik <90 mmHg.
Batasan WHO tersebut tidak membedakan usia dan jenis kelamin. Sedangkan batasan
hipertensi dengan memperhatikan perbedaan usia dan jenis kelamin diajukan oleh
Kaplan (1985) sebagai berikut :
21

a. Laki-laki, usia 45 tahun di katakan hipert ensi apabila tekanan darah
130/90 mmHg,
Universitas Sumatera Utara
b. Laki-laki, usia >45 tahun di katakan hipertensi apabila tekanan darah
145/95 mmHg,
c. Perempuan, dikatakan hipertensi apabila tekanan darah 160/95 mmHg.
Hipertensi sering kali dijumpai tanpa gejala, relatif mudah diobati dan sering
menimbulkan komplikasi seperti stroke, kelemahan jantung, penyakit jantung
koroner,dan gangguan ginjal.
22

Dari berbagai pendapat tentang hipertensi diatas dapat disimpulkan bahwa
hipertensi terjadi akibat adanya pengaruh interaksi dua faktor yaitu faktor genetik dan
faktor lingkungan. Meskipun awalnya tergantung dari faktor keturunan, dalam
perjalanannya menuju masa dewasa banyak dipengaruhi oleh faktor lingkungan
seperti makanan, merokok, alkohol, stres, obesitas dan sebagainya.

2.2. Klasifikasi Hipertensi
2.2.1. Berdasarkan Etiologi
a. Hipertensi Primer (Hipertensi Esensial)
Hipertensi primer atau hipertensi esensial adalah suatu peningkatan
persisten tekanan arteri yang dihasilkan oleh ketidakteraturan mekanisme kontrol
homeostatik normal tanpa penyebab sekunder yang jelas. Hipertensi esensial meliputi
lebih kurang 95% dari seluruh penderita hipertensi dan 5% sisanya disebabkan oleh
hipertensi sekunder.
23
Hipertensi esensial dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti umur, jenis
kelamin, ras, faktor genetik atau keturunan serta faktor lingkungan yang meliputi
obesitas, stres, konsumsi garam berlebih dan sebagainya.
24

Universitas Sumatera Utara
b. Hipertensi Sekunder (Hipertensi non Esensial)
Hipertensi sekunder atau hipertensi non esensial adalah hipertensi yang
dapat di ketahui penyebabnya. Hipertensi sekunder meliputi kurang lebih 5% dari
total penderita hipertensi. Timbulnya penyakit hipertensi sekunder sebagai akibat dari
suatu penyakit, kondisi atau kebiasaan seseorang. Contoh kelainan yang
menyebabkan hipertensi sekunder adalah sebagai hasil dari salah satu atau kombinasi
dari hal-hal berikut :
a. Akibat stres yang parah,
b. Penyakit atau gangguan ginjal,
c. Kehamilan atau pemakaian hormon pencegah kehamilan,
d. Pemakaian obat-obatan seperti heroin, kokain, dan sebagainya,
e. Cidera di kepala atau pendarahan di otak yang berat,
f. Tumor atau sebagai reaksi dari pembedahan.
25

2.2.2. Berdasarkan Tinggi Rendahnya TDS dan TDD
Berdasarkan tingginya tekanan sistolik, The Seven Of The Joint National
Comitte on Prevention, Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure
( JNC 7) tahun 2003, membagi hipertensi sebagai berikut :
a. Normal bila tekanan darah sistolik 90 120 mmHg dan diastolik 60 80
mmHg,
b. Prehipertensi bila tekanan darah sistolik 120 139 mmHg dan diastolik 80
89 mmHg,
c. Hipertensi stadium 1 bila tekanan darah sistolik 140 159 mmHg dan
diastolik 90-99 mmHg
Universitas Sumatera Utara
d. Hipertensi stadium 2 bila tekanan darah sistolik 160 mmHg dan diastolik
100 mmHg.
Bila tekanan darah penderita hipertensi berbeda dengan klasifikasi, sebagai
contoh TDS 170 mmHg sedangkan TDD 90 mmHg maka derajat hipertensi
ditentukan dari tekanan sistolik (TDS) karena merupakan tekanan yang terjadi ketika
jantung berkontraksi memompakan darah.
23

2.2.3. Berdasarkan Gejala-gejala Klinik
a. Hipertensi Benigna
Pada hipertensi benigna, tekanan darah sistolik maupun diastolik belum
begitu meningkat, bersifat ringan atau sedang dan belum tampak kelainan atau
kerusakan dari target organ seperti mata, otak, jantung dan ginjal. Juga belum nampak
kelainan fungsi dari alat-alat tersebut yang sifatnya berbahaya.
b. Hipertensi Maligna
Disebut juga accelarated hypertension, adalah hipertensi berat yang
disertai kelainan khas pada retina, ginjal, dan kelainan serebral. Pada retina terjadi
kerusakan sel endotelial yang akan menimbulkan obliterasi atau robeknya retina.
26
Apabila diagnosis hipertensi maligna di tegakkan, pengobatan harus segera
dilakukan. Di upayakan tekanan darah sistolik mencapai 120 139 mmHg. Hal ini
perlu dilakukan karena insidensi terjadinya pendarahan otak atau payah jantung pada
hipertensi maligna sangat besar.
21

c. Hipertensi Ensafalopati
Merupakan komplikasi hipertensi maligna yang ditandai dengan gangguan
pada otak. Secara klinis hipertensi ensafalopati bermanifestasi dengan sakit kepala
Universitas Sumatera Utara
yang hebat, nausea, dan muntah. Tanda gangguan serebral seperti kejang ataupun
koma, dapat terjadi apabila tekanan darah tidak segera diturunkan. Keadaan ini
biasanya timbul apabila tekanan diastolik melebihi 140 mmHg. Hipertensi berat yang
diikuti tanda-tanda payah jantung, pendarahan otak, pendarahan pasca operasi
merupakan keadaan kedaruratan hipertensi yang memerlukan penanganan secara
seksama.
21


2.3. Gejala Klinis
Secara umum gejala yang dikeluhkan oleh penderita hipertensi yaitu sakit
kepala, rasa pegal dan tidak nyaman pada tengkuk, perasaan berputar serasa ingin
jatuh, berdebar atau detak jantung terasa cepat, dan telinga berdengung.
21

Pada survei hipertensi di Indonesia oleh Sugiri,dkk (1995), tercatat gejala-
gejala sebagai berikut : pusing, mudah marah, telinga berdengung, sesak nafas, rasa
berat di tengkuk, mudah lelah dan mata berkunang-kunang serta sukar tidur
merupakan gejala yang banyak dijumpai.
20

Gejala lain akibat komplikasi hipertensi seperti gangguan penglihatan,
gangguan saraf, gejala gagal jantung, dan gejala lain akibat gangguan fungsi ginjal
sering di jumpai. Gagal jantung dan gangguan penglihatan banyak dijumpai pada
hipertensi maligna, yang umumnya disertai pula dengan gangguan pada ginjal bahkan
sampai gagal ginjal. Gangguan cerebral akibat hipertensi dapat merupakan kejang
atau gejala-gejala akibat pendarahan pembuluh darah otak yang mengakibatkan
kelumpuhan, gangguan kesadaran bahkan sampai koma.
20

Universitas Sumatera Utara
2.4. Diagnosis
Seperti lazimnya pada penyakit lain, diagnosis hipertensi ditegakkan
berdasarkan data anamnese, pemeriksaan jasmani, pemeriksaan laboratorium maupun
pemeriksaan penunjang. Pada 70-80 % kasus hipertensi esensial, didapat riwayat
hipertensi didalam keluarga, walaupun hal ini belum dapat memastikan diagnosis
hipertensi esensial. Apabila riwayat hipertensi didapatkan pada kedua orang tua,
maka dugaan hipertensi esensial lebih besar.
21
Pada wanita keterangan mengenai hipertensi pada kehamilan, riwayat
persalinan, penggunaan pil kontrasepsi, diperlukan dalam anamnesis. Selain itu data
mengenai penyakit penyerta yang timbul bersamaan seperti diabetes melitus,
gangguan hyperthyroid, rematik, gangguan ginjal serta faktor risiko terjadinya
hipertensi seperti rokok, alkohol, stress dan data obesitas perlu diberitahukan kepada
dokter yang memeriksa.
20,21

Pemeriksaan yang lebih teliti perlu dilakukan pada organ target untuk
menilai komplikasi hipertensi. Identifikasi pembesaran jantung, tanda payah jantung,
pemeriksaan funduskopi, tanda gangguan neurologi dapat membantu menegakkan
diagnosis komplikasi akibat hipertensi. Pemeriksaan fisik lain secara rutin perlu
dilakukan untuk mendapatkan tanda kelainan lain yang mungkin ada hubungan
dengan hipertensi.
20,21

2.5. Komplikasi
Pada umumnya komplikasi terjadi pada hipertensi berat apabila tekanan
diastolik sama atau >130 mmHg atau kenaikan tekanan darah yang mendadak tinggi.
Universitas Sumatera Utara
Beberapa negara mempunyai pola komplikasi yang berbeda-beda. Di Jepang
gangguan serebrovaskular lebih mencolok dibandingkan kelainan organ yang lain,
sedangkan di Amerika dan Eropa komplikasi jantung ditemukan lebih banyak. Di
Indonesia belum ditemukan data mengenai hal ini, akan tetapi komplikasi
serebrovascular dan komplikasi jantung sering ditemukan.
21
Alat tubuh yang sering terserang hipertensi adalah mata, ginjal, jantung
dan otak. Pada mata berupa pendarahan retina, gangguan penglihatan sampai dengan
kebutaan. Payah jantung merupakan kelainan yang sering ditemukan pada hipertensi
berat disamping kelainan koroner dan miokard. Pada otak sering terjadi pendarahan
akibat pecahnya mikroaneurisma yang mengakibatkan kematian. Kelainan lain yang
dapat terjadi adalah proses tromboemboli dan serangan iskemia otak sementara
(transient ischaemic attack).
20,21

2.6. Epidemiologi Hipertensi
2.6.1. Distribusi dan Frekuensi Hipertensi
a. Orang
Pada negara yang sudah maju, hipertensi merupakan masalah kesehatan
yang memerlukan penanganan yang baik karena angka morbiditas dan mortalitasnya
yang tinggi. Hipertensi lebih sering ditemukan pada pria terjadi setelah usia 31 tahun
sedangkan pada wanita terjadi setelah umur 45 ( setelah menopause). Di Jawa Barat
prevalensi hipertensi pada laki laki sekitar 23,1% sedangkan pada wanita sekitar
6,5%. Pada usia 50 59 tahun prevalensi hipertensi pada laki laki sekitar 53,8%
Universitas Sumatera Utara
sedangkan pada wanita sekitar 29% dan pada usia lebih dari 60 tahun prevalensi
hipertensi sekitar 64,5%.
27

Menurut Indonesian Society of Hypertension tahun 2007, secara umum
prevalensi hipertensi di Indonesia pada orang dewasa berumur lebih dari 50 tahun
adalah antara 15%-20%. Survei faktor resiko penyakit kardiovasculer oleh WHO di
Jakarta menunjukkan di Indonesia prevalensi hipertensi berdasarkan jenis kelamin
dengan tekanan darah 160/90 mmHg pada pria tahun 1988 sebesar 13,6%, tahun 1993
sebesar 16,5% dn pada tahun 2000 sebesar 12,1%. Sedangkan pada wanita prevalensi
tahun 1988 mencapai 16%, tahun 1993 sebesar 17% dan tahun 2000 sebesar 12,2%.
28
b. Tempat
Prevalensi hipertensi ditiap daerah berbeda-beda tergantung pada pola
kehidupan masyarakatnya. Dari hasil riskesda (riset kesehatan dasar) 2007 diketahui
prevalensi nasional hipertensi pada penduduk umur >18 tahun sebesar 29,8%.
Secara nasional 10 kabupaten/kota dengan prevalensi hipertensi pada
penduduk umur > 18 tahun tertinggi adalah Natuna (53,3%), Mamasa (50,6%),
Katingan (49,6%), Wonogiri (49,5%), Hulu sungai Selatan (48,2%), Rokan Hilir
(47,7%), Kuantan Sengigi (46,3%), Bener Meriah (46,1%), Tapin (46,1%) dan Kota
Salatiga (45,2%).
Sedangkan prevalensi terendah terdapat di Jaya Wijaya (6,8%), Teluk
Wondama (9,4%), Bengkulu Selatan (11,0%), Kepulauan Mentawai (11,1%),
Tolikara (12,5%), Yahukimo (13,6%), Pegunungan Bintang (13,9%), Seluma
(14,6%), Sarmi (14,6%), Tulang Bawang (15,9%).
9

Universitas Sumatera Utara
Penduduk yang tinggal di daerah pesisir lebih rentan terhadap penyakit
hipertensi karena tingkat mengonsumsi garam lebih tinggi dibandingkan daerah
pegunungan yang lebih banyak mengonsumsi sayuran dan buah-buahan.
25

c.Waktu
Penderita hipertensi berdasarkan waktu berbeda pada setiap tahunnya.
Studi morbiditas Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT), 2001 menunjukkan
bahwa prevalensi hipertensi mengalami peningkatan dari 96 per 1000 penduduk pada
tahun 1995 naik menjadi 110 per 1000 penduduk tahun 2001.
2.6.2. Faktor Risiko Hipertensi
Faktor risiko hipertensi adalah faktor-faktor yang mempengaruhi
terjadinya penyakit hipertensi pada masyarakat. Faktor risiko hipertensi terbagi dua
yaitu faktor risiko yang dapat diubah dan faktor risiko yang tidak dapat diubah.
Faktor risiko yang dapat diubah adalah faktor risiko yang dapat dicegah atau
dikendalikan, sedangkan faktor risiko yang tidak dapat diubah adalah faktor risiko
yang tidak dapat dicegah atau dikendalikan.
a. Faktor Risiko Hipertensi Yang Tidak Dapat Diubah
1. Genetika
Dinyatakan bahwa pada 70-80% kasus hipertensi essensial, didapatkan
riwayat hipertensi didalam keluarga. Apabila riwayat hipertensi didapatkan pada
kedua orang tua, maka dugaan hipertensi esensial lebih besar. Hipertensi juga banyak
dijumpai pada penderita kembar monozigot (satu telur) apabila salah satunya
menderita hipertensi. Dugaan inilah yang menyokong bahwa faktor genetik
mempunyai peran didalam terjadinya hipertensi.
29

Universitas Sumatera Utara
2. Umur
Umur merupakan faktor risiko penyakit hipertensi yang tidak dapat
dicegah karena menurut penelitian semakin meningkat umur seseorang maka semakin
besar risiko terkena hipertensi. Menurut Dede Kusmana dari Departemen Kardiologi
Universitas Indonesia (2007), bahwa umur penderita hipertensi antara 20-30 tahun
prevalensinya adalah 5-10%, umur dewasa muda prevalensinya antara 20-25% dan
umur diatas 50 tahun sekitar 60%.
30

Menurut penelitian yang dilakukan Suyati (2005), di Rumah Sakit Islam
Jakarta, bahwa penderita hipertensi umumnya berusia antara 36-50 tahun yaitu
56,7%. Sementara penelitan Rasmaliah dkk (2005), di Desa Pekan Labuhan dan
Nelayan Indah Kecamatan Medan Labuhan mencatat bahwa penderita hipertensi
terbanyak pada umur 45-60 tahun sebesar 30,8%.
31,32

3. Jenis Kelamin
Prevalensi penderita hipertensi lebih sering ditemukan pada kaum pria
daripada kaum wanita, hal ini disebabkan pada umumnya yang bekerja adalah pria,
dan pada saat mengatasi masalah pria cenderung untuk emosi dan mencari jalan
pintas seperti merokok, mabuk minum minuman alkohol, dan pola makan yang
tidak baik sehingga tekanan darahnya dapat meningkat. Sedangkan pada wanita
dalam mengatasi, masih dapat mengatasinya dengan tenang dan lebih stabil.
13
Tetapi
tekanan darah cenderung meningkat pada wanita setelah menopause daripada
sebelum menopause, hal ini disebabkan oleh faktor psikologi dan adanya perubahan
dalam diri wanita tersebut.
Universitas Sumatera Utara
Hipertensi lebih sering ditemukan pada pria terjadi setelah usia 31 tahun
sedangkan pada wanita terjadi setelah umur 45 ( setelah menopause). Di Jawa Barat
prevalensi hipertensi pada laki laki sekitar 23,1% sedangkan pada wanita sekitar
6,5%. Pada usia 50 59 tahun prevalensi hipertensi pada laki laki sekitar 53,8%
sedangakan pada wanita sekitar 29% dan pada usia lebih dari 60 tahun prevalensi
hipertensi sekitar 64,5%.
27


4. Ras atau Suku Bangsa
Banyak penelitian menunjukkan bahwa tekanan darah berbeda pada tiap -
tiap ras atau suku bangsa .Di Amerika Serikat, kaum negro mempunyai prevalensi
hipertensi 2 kali lipat lebih tinggi daripada kelompok kulit putih. Prevalensi ini 3 kali
lebih besar pada pria kulit hitam dan 5 kali lebih besar untuk wanita kulit hitam. Hal
ini kemungkinan disebabkan perbedaan genetik antara ras yang berbeda sehingga
membedakan kerentanan terhadap hipertensi.
33

b. Faktor Risiko Hipertensi Yang Dapat Diubah
1. Obesitas
Dari data observasional WHO tahun 1996, regresi multivariat dari tekanan
darah menunjukkan sebuah peningkatan 2-3 mmHg tekanan darah sistolik dan 1-3
mmHg tekanan darah diastolik pada setiap 10 kg kenaikan berat badan. Mereka yang
memiliki lemak yang bertumpuk didaerah sekitar pinggang dan perut lebih mudah
terkena tekanan darah tinggi bila dibandingkan dengan mereka yang memiliki
kelebihan lemak dipanggul dan paha.
19
Universitas Sumatera Utara
Indeks Massa Tubuh (IMT) adalah kombinasi antara tinggi dan berat badan
untuk mengukur kadar kegemukan yang melibatkan seluruh berat badan.
Perhitungannya adalah sebagai berikut :

Berat Badan (Kg)
Indeks Massa Tubuh (IMT) = -------------------------------------------------
Tinggi Badan (m) x Tinggi Badan (m)

Dimana dikatakan kurus bila IMT 20, berat badan ideal bila IMT 20-25, kawasan
peringatan bila IMT 25-27 dan obesitas bila IMT 27.
34

2. Konsumsi Garam
Garam merupakan hal yang sangat netral dalam patofisiologis hipertensi.
Hipertensi hampir tidak pernah ditemukan pada golongan suku bangsa dengan asupan
garam yang minimal. Apabila asupan garam kurang dari 3 gr perhari prevalensi
hipertensi akan beberapa persen saja, sedangkan asupan garam 5 15 g per hari,
prevalensi hipertensi meningkat 15 20 %. Pengaruh asupan garam terhadap
timbulnya hipertensi terjadi melalui peningkatan volume plasma, curah jantung dan
tekanan darah. Keadaan ini akan diikuti ole peningkatan eksresi kelebihan garam
sehingga akan kembali pada keadaan hemodinamik yang normal.
21

3. Konsumsi Rokok dan Kopi
Berhenti merokok merupakan perubahan gaya hidup yang paling kuat
untuk mencegah penyakit kardiovasculer dan non kardiovasculer pada penderita
hipertensi. Merokok dapat menghapus efektifitas beberapa obat antihipertensi,
misalnya pengobatan hipertensi yang menggunakan terapi beta blocker dapat
Universitas Sumatera Utara
menurunkan risiko penyakit jantung dan stroke hanya bila pemakainya tidak
merokok.
34


Rokok mengandung nikotin sebagai penyebab ketagihan yang akan
merangsang jantung, saraf, otak, dan organ tubuh lainnya bekerja tidak normal, juga
merangsang pelepasan adrenalin sehingga meningkatkan tekanan darah, denyut nadi
dan tekanan kontraksi otot jantung.
21

Kopi juga berakibat buruk pada penderita hipertensi karena kopi mengandung
kafein yang meningkatkan debar jantung dan naiknya tekanan darah. Minum kopi
lebih dari empat cangkir kopi sehari dapat meningkatkan tekanan darah sistolik
sekitar 10 mmHg dan tekanan darah diastolik sekitar 8 mmHg.
35

4. Konsumsi Alkohol
Alkohol juga sering dihubungkan dengan hipertensi. Orang yang minum
alkohol terlalu sering atau terlalu banyak memiliki tekanan darah yang lebih tinggi
daripada individu yang tidak minum atau minum sedikit.
19

Menurut Hendra Budiman dari FK-UNIKA Atmajaya, pada penelitian
epidemiologi dengan pendekatan cross sectional rata-rata tekanan darah meningkat
bila intake alkohol diatas tiga gelas per hari. Pada penderita hipertensi yang konsumsi
alkoholnya tinggi, tekanan darah akan menurun dengan menurunnya konsumsi
alkohol.
36

5. Stres
Stres bisa bersifat fisik maupun mental, yang menimbulkan ketegangan
dalam kehidupan sehari hari dan mengakibatkan jantung berdenyut lebih kuat dan
Universitas Sumatera Utara
lebih cepat, kelenjar seperti tiroid dan adrenalin juga akan bereaksi dengan
meningkatkan pengeluaran hormon dan kebutuhan otak terhadap darah akan
meningkat yang pada akhirnya akan mengakibatkan kenaikan tekanan darah.
Hubungan antara stres dan penyakit bukanlah hal baru, selama ber abad-abad para
dokter telah menduga bahwa emosi dapat mempengaruhi kesehatan seseorang secara
berarti. Diawal tahun 1970, ada dugaan bahwa semua penyakit kesakitan yang terjadi,
60% nya berkaitan dengan stres. Berdasarkan temuan terbaru tentang interaksi pikiran
tubuh, diperkirakan bahwa sebanyak 80% dari dari semua masalah yang berkaitan
dengan kesehatan disebabkan atau diperburuk oleh stres.
37

Di Indonesia menurut data Badan Pusat Statistik tahun 2000, dari 203 juta
penduduk terdapat 38 juta orang pengangguran dan 15 juta anak putus sekolah. Selain
masalah ekonomi, sumber stres juga bisa muncul dari persoalan rumah tangga,
suasana pekerjaan serta kehidupan sosial yang terus berubah.
Sedangkan menurut profil kesehatan Sumatera Utara (2007), diketahui
penderita penyakit jiwa di Rumah Sakit J iwa Medan tahun 2000 berjumlah 7.326
penderita naik menjadi 9.486 penderita pada tahun 2003.
10

6. Olahraga
Meskipun tekanan darah meningkat secara tajam, ketika berolah raga secara
teratur anda akan lebih sehat dan memiliki tekanan darah yang lebih rendah daripada
mereka yang tidak melakukan olah raga. Hal ini sebagian disebabkan karena mereka
yang berolah raga makan secara lebih sehat, tidak merokok, dan tidak minum banyak
alkohol, meskipun olah raga juga tampaknya memiliki pengaruh langsung terhadap
Universitas Sumatera Utara
menurunnya tekanan darah . Sebaiknya melakukan olah raga yang teratur dengan
jumlah yang sedang daripada melakukan olah raga berat tetapi hanya sesekali.
38

Dengan melakukan gerakan yang tepat selama 30-45 menit atau lebih dari 3-4
hari perminggu dapat menurunkan tekanan darah sebanyak 10 mm Hg pada bacaan
sistolik maupun diastolik. Selain dapat menurunkan tekanan darah,olah raga juga
dapat menurunkan berat badan,membakar lebih banyak lemak dalam darah dan
memperkuat otot.
39

2.7. Pencegahan Hipertensi
2.7.1. Pencegahan Premordial
Pencegahan hipertensi secara premordial adalah upaya pencegahan
munculnya faktor predisposisi terhadap hipertensi dimana belum tampak adanya
faktor yang menjadi risiko. Upaya ini dimaksudkan dengan memberikan kondisi pada
masyarakat yang memungkinkan pencegahan terjadinya hipertensi mendapat
dukungan dasar dari kebiasaan, gaya hidup, dan faktor lainnya, misalnya menciptakan
kondisi sehingga masyarakat merasa bahwa rokok itu suatu kebiasaan yang kurang
baik dan masyarakat mampu bersikap positif terhadap bukan perokok, merubah pola
konsumsi masyarakat yang sering mengonsumsi makanan cepat saji.
25
2.7.2. Pencegahan Primer
Yang dimaksud dengan pencegahan primer hipertensi adalah pencegahan
yang dilakukan terhadap seseorang/masyarakat sebelum terkena hipertensi. Sasaran
pencegahan primer hipertensi adalah orang yang masih sehat dengan tujuan
seseorang/masyarakat tersebut dapat terhindar dari hipertensi.
Universitas Sumatera Utara
Pencegahan primer hipertensi adalah sebagai berikut :
a. Mengurangi/menghindari setiap prilaku yang memperbesar faktor risiko,yaitu:
1). Menurunkan berat badan sampai tingkat yang ideal bagi yang berlebihan
berat badan dan kegemukan
2). Menghindari minuman yang mengandung alkohol
3). Mengurangi/membatasi asupan natrium/garam
4). Menghindari rokok
5). Mengurangi/menghindari makanan yang mengandung lemak dan
kolesterol tinggi.
b. Peningkatan ketahanan fisik dan perbaikan status gizi, yaitu :
1). Melakukan olahraga secara teratur dan terkontrol seperti senam aerobik,
jalan kaki, berlari, bersepeda, berenang dan lain-lain.
2). Diet rendah lemak dan meningkatkan konsumsi buah-buahan/sayuran
3). Mengendalikan stres dan emosi.
34,40,41

2.7.3. Pencegahan Sekunder
Sasaran utama adalah pada mereka yang terkena penyakit hipertensi
melalui diagnosis dini serta pengobatan yang tepat dengan tujuan mencegah proses
penyakit lebih lanjut dan timbulnya komplikasi
Pencegahan bagi mereka yang terancam dan menderita hipertensi adalah
sebagai berikut :
a. Pemeriksaan berkala
Universitas Sumatera Utara
1). Pemeriksaan/pengukuran tekanan darah secara berkala oleh dokter
secara teratur merupakan cara untuk mengetahui apakah kita
menderita hipertensi atau tidak
2). Mengendalikan tensi secara teratur agar tetap stabil dengan atau tanpa
obat-obatan antihipertensi
b. Pengobatan/perawatan
1). Pengobatan yang segera sangat penting dilakukan sehingga penyakit
hipertensi dapat segera dikendalikan
2). Menjaga agar tidak terjadi komplikasi akibat hiperkolesterolemia,
diabetes melitus dan lain-lain
3). Menurunkan tekanan darah ke tingkat yang wajar sehingga kualitas
hidup penderita tidak menurun
4). Memulihkan kerusakan organ dengan obat antihipertensi, bail tunggal
maupun majemuk
5). Memperkecil efek samping pengobatan
6). Menghindari faktor resiko penyebab hipertensi seperti yang disebutkan
diatas
7). Mengobati penyakit penyerta seperti diabetes melitus, kelainan pada
ginjal, hipertiroid, dan sebagainya yang dapat memperberat kerusakan
organ.
34,40,41

2.7.4. Pencegahan Tersier
Yaitu pencegahan yang dilakukan terhadap seseorang/masyarakat yang
telah terkena hipertensi. Sasaran pencegahan ini adalah penderita hipertensi dengan
Universitas Sumatera Utara
tujuan mencegah proses penyakit lebih lanjut yang mengarah pada
kecacatan/kelumpuhan bahkan kematian.
Pencegahan tersier penyakit hipertensi adalah sebagai berikut :
a. Menurunkan tekanan darah ke tingkat yang normal sehingga kualitas
hidup penderita tidak menurun
b. Mencegah memberatnya tekanan darah tinggi sehingga tidak
menimbulkan kerusakan pada jaringan organ otak yang menyebabkan
stroke dan kelumpuhan anggota badan
c. Memulihkan kerusakan organ dengan obat antihipertensi
d. Mengobati penyakit penyerta seperti diabetes melitus, hipertiroid,
kolesterol tinggi, kelainan pada ginjal, penyakit jantung koroner dan
sebagainya.
34,40,41















Universitas Sumatera Utara

You might also like