You are on page 1of 23

MAKALAH SISTEM KGD 2

GAGAL GINJAL AKUT







OLEH :

KELOMPOK 2
NURIZ ZAMANA
SITTI ZAINAB
M. KHOZINUL ASROR
MOH. FATIR





PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
STIKES NGUDIA HUSADA MADURA
2014





BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Gagal ginjal akut (GGA) adalah Suatu kondisi penurunan
fungsi ginjal yang menyebabkan hilangnya kemampuan ginjal untuk
mengekskresikan sisa metabolisme, menjaga keseimbangan elektrolit
dan cairan (Eric Scott, 2008).
Menurut catatan medical record RS Fatmawati klien gagal
ginjal akut yang dirawat di RS Fatmawati pada periode 1 Agustus
2003 31 Juli 2004 berjumlah 224 orang atau 6,73% dari 3327
penderita penyakit dalam yang dirawat, adapun periode 1 Agustus
2004 31 Juli 2005 berjumlah 237 orang atau 6,03 % dari 3930 klien
penyakit dalam yang dirawat, hal ini menunjukan penurunan jumlah
penderita gagal ginjal akut yang dirawat sebesar 0,33 %, namun
demikian masalah keperawatan yang sering timbul pada gagal ginjal
akut cukup kompleks, yang meliputi : kelebihan volume cairan,
perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, kecemasan, gangguan
mobilitas fisik, konstipasi / diare, resiko tinggi injuri perdarahan,
perubahan proses pikir dan kurangnya pengetahuan.
1
Dalam mengatasi berbagai permasalahan yang timbul pada
pasien gagal ginjal akut, peran perawat sangat penting, diantaranya
sebagai pelaksana, pendidik, pengelola, peneliti, advocate. Sebagai
pelaksana, perawat berperan dalam memberikan asuhan keperawatan
secara profesional dan komprehensif yang meliputi : mempertahankan
pola nafas yang efektif, mempertahankan keseimbangan cairan dan
elektrolit, meningkatkan asupan nutrisi yang adekuat, meningkatkan
aktivitas yang dapat ditoleransi dan mencegah injury.

Sebagai pendidik perawat memberikan pendidikan kesehatan,
khususnya tentang perbatasan diet, cairan, dll. Perawat sebagai
pengelola, yaitu perawat harus membuat perencanaan asuhan
keperawatan dan bekerja sama dengan tenaga kesehatan lainnya
sehingga program pengobatan dan perawatan dapat berjalan dengan
baik. Peran perawat sebagai peneliti adalah menerapkan hasil
penelitian di bidang keperawatan untuk meningkat mutu asuhan
keperawatan. Peran perawat sebagai advocate adalah membela hak
klien selama perawatan, seperti hak klien untuk mengetahui rasional
penatalaksanaan medis, pemeriksaan penunjang , dan sebagainya.

1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana anatomi dan fisiologi ginjal?
2. Apa definisi dari gagal ginjal akut?
3. Apa saja klasifikasi dari gagal ginjal akut?
4. Apa saja etiologi dari gagal ginjal akut?
5. Bagaimana patofisiologi dan WOC dari gagal ginjal akut?
6. Apa saja manifestasi klinis pada pasiengagal ginjal akut?
7. Apa saja pemeriksaan diagnostic yang bisa dilakukan pada pasien
gagal ginjal akut?
8. Bagaimana penatalaksanaan medis dan keperawatan untuk
penderita gagal ginjal akut?
9. Apa saja komplikasi dari gagal ginjal akut?
10. Bagaimana asuhan keperawatan untuk penderita gagal ginjal akut?

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui dan mempelajari gagal ginjal akut yang
berhubungan dengan Keperawatan Gawat Darurat 2.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui dan mempelajari anatomi ginjal
2. Untuk mengetahui definisi dari gagal ginjal akut.
3. Untuk mengetahui klasifikasi dari gagal ginjal akut.
4. Untuk mengetahui etiologi dari gagal ginjal akut.
5. Untuk mengetahui dan mempelajari patofisiologi gagal
ginjal akut.
6. Untuk mengetahui dan mempelajari mempelajari manifestasi
klinis gagal ginjal akut.
7. Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostic pada pasien
gagal ginjal akut.
8. Untuk mengetahui dan mempelajari penatalaksnaan medis
dan keperawatan dari gagal ginjal akut.
9. Untuk mengetahui komplikasi dari gagal ginjal akut.
10. Untuk memepelajari asuhan keperawatan
1.4 Manfaat
Mahasiswa bertambah ilmu dan wawasannya tentang gagal ginjal akut
yang berhubungan dengan Keperawatan Gawat Darurat 2

































BAB 2
KONSEP DASAR PENYAKIT

2.1 Anatomi Dan Fisiologi









Ginjal adalah organ ekskresi yang berperan penting dalam
mempertahankan keseimbangan internal dengan jalan menjaga
komposisi cairan tubuh/ekstraselular.
Ginjal merupakan dua buah organ berbentuk seperti kacang
polong, berwarna merah kebiruan Ginjal terletak pada dinding
posterior abdomen., terutama di daerah lumbal disebelah kanan dan
kiri tulang belakang, dibungkus oleh lapisan lemak yang tebal di
belakang peritoneum atau di luar rongga peritoneum. Ketinggian ginjal
dapat diperkirakan dari belakang dimulai dari ketinggian vertebra
torakalis sampai vertebra lumbalis ketiga. Ginjal kanan sedikit lebih
rendah dari ginjal kiri karena letak hati yang menduduki ruang lebih
banyak di sebelah kanan. Masing-masing ginjal memiliki panjang
11,25 cm, lebar 5-7 cm dan tebal 2,5 cm.. Berat ginjal pada pria
dewasa 150-170 gram dan wanita dewasa 115-155 gram.
Ginjal ditutupi oleh kapsul tunika fibrosa yang kuat apabila
kapsul di buka terlihat permukaan ginjal yang licin dengan warna
merah tua.
Ginjal terdiri dari bagian dalam, medula, dan bagian luar,
korteks.
Bagian dalam (interna) medula. Substansia medularis terdiri dari
piramid renalis yang jumlahnya antara 8-16 buah yang mempunyai
basis sepanjang ginjal, sedangkan apeksnya menghadap ke sinus
renalis.15 Mengandung bagian tubulus yang lurus, ansa henle, vasa
rekta dan duktus koligens terminal. Bagian luar (eksternal) korteks.
Subtansia kortekalis berwarna coklat merah, konsistensi lunak dan
bergranula. Substansia ini tepat dibawah tunika fibrosa, melengkung
sepanjang basis piramid yang berdekatan dengan sinus renalis, dan
bagian dalam di antara piramid dinamakan kolumna renalis.
Mengandung glomerulus, tubulus proksimal dan distal yang berkelok-
kelok dan duktus
Koligen Struktur halus ginjal terdiri atas banyak nefron yang
merupakan satuan fungsional ginjal.14 Kedua ginjal bersama-sama
mengandung kira-kira 2.400.000 nefron. Setiap nefron bisa
membentuk urin sendiri. Karena itu fungsi dari satu nefron dapat
menerangkan fungsi dari ginjal. Nefron terdiri dari bagian-bagian
berikut :
a. Glomerulus. Bagian ini merupakan gulungan atau anyaman kapiler
yang terletak di dalam kapsul Bowman dan menerima darah
arteriolaferen dan meneruskan darah ke sistem vena melalui arteriol
eferen. Glomerulus berdiameter 200m, mempunyai dua lapisan
Bowman dan mempunyai dua lapisan selular yang memisahkan darah
dari dalam kapiler glomerulus dan filtrat dalam kapsula Bowman
b. Tubulus proksimal konvulta. Tubulus ginjal yang langsung
berhubungan dengan kapsula Bowman dengan panjang 15 mm dan
diameter 55m.
c. Gelung henle (ansa henle). Bentuknya lurus dan tebal diteruskan ke
segmen tipis, selanjutnya ke segmen tebal panjangnya 12 mm, total
panjang ansa henle 2-14 mm.
d. Tubulus distal konvulta. Bagian ini adalah bagian tubulus ginjal
yangberkelokkelok dan etaknya jauh dari kapsula Bowman,
panjangnya 5 mm. Tubulus disal dari masing-masing nefron bermuara
ke duktus koligens yang pajangnya 20 mm.
e. Duktus koligen medula. Ini saluran yang secara metabolik tidak
aktif. Pengaturan secara halus dari ekskresi natrium urine terjadi di
sini. Duktus ini memiliki kemampuan mereabsorbsi dan mensekresi
kalsium.

Fungsi Ginjal
Fungsi ginjal secara keseluruhan di bagi dalam dua golongan yaitu :
1. Fungsi ekskresi
a. Mengekskresi sisa metabolisme protein, yaitu ureum, kalium, fosfat,
sulfat anorganik, dan asam urat.
b. Mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit.
c. Menjaga keseimbangan asam dan basa.
2. Fungsi Endokrin
a. Partisipasi dalam eritropoesis. Menghasilkan eritropoetin yang
berperan dalam pembentukan sel darah merah.
b. Menghasilan renin yang berperan penting dalam pengaturan tekanan
darah.
c. Merubah vitamin D menjadi metabolit yang aktif yang membantu
penyerapan kalsium.
d. Memproduksi hormon prostaglandin, yang mempengaruhi
pengaturan garam dan air serta mempengaruhi tekanan vaskuler.

2.2 Definisi
GGA adalah penurunan tiba-tiba faal ginjal pada individu
dengan ginjal sehat sebelumnya, dengan atau tanpa oliguria dan
berakibat azotemia progresif disertai kenaikan ureum dan kreatinin
darah (Imam Parsoedi A dan Ag. Soewito :Ilmu Penyakit dalam Jilid
II;91 )

Gagal ginjal akut mendefinisikan GGA sebagai penurunan
fungsi ginjal secara tiba-tiba (dalam 48jam) ditandai dengan
peningkatan serum kreatinin (SCr) >0.3 mg/dL (>25 mol/L) atau
meningkat sekitar 50% dan adanya penurunan output urin < 0.5
mL/kg/hr selama >6 jam (Molitoris et al, 2007).

Suatu kondisi penurunan fungsi ginjal yang menyebabkan
hilangnya kemampuan ginjal untuk mengekskresikan sisa
metabolisme, menjaga keseimbangan elektrolit dan cairan
(Eric Scott, 2008).

Secara konseptual AKI adalah penurunan cepat (dalam jam
hingga minggu) laju filtrasi glomerulus (LFG) yang umumnya
berlangsung reversibel, diikuti kegagalan ginjal untuk mengekskresi
sisa metabolisme nitrogen, dengan/ tanpa gangguan keseimbangan
cairan dan elektrolit (Brady et al, 2005).

2.3 Klasifikasi
1. Gagal Ginjal Akut Prerenal
2. Gagal Ginjal Akut Post Renal
3. Gagal Ginjal Akut Renal

1. Gagal Ginjal Akut Prerenal;
Gagal ginjal akut Prerenal adalah keadaan yang paling ringan
yang dengan cepat dapat reversibel, bila ferfusi ginjal segera
diperbaiki. Gagal ginjal akut Prerenal merupakan kelainan fungsional,
tanpa adanya kelainan histologik/morfologik pada nefron. Namun bila
hipoperfusi ginjal tidak segera diperbaiki, akan menimbulkan
terjadinya nekrosis tubulat akut (NTA).

Etiologi
1.Penurunan Volume vaskular ;
a. Kehilangan darah/plasma karena perdarahan,luka bakar.
b. Kehilangan cairan ekstraselular karena muntah, diare.
2. Kenaikan kapasitas vaskular
a. sepsis
b. Blokade ganglion
c. Reaksi anafilaksis.

3. Penurunan curah jantung/kegagalan pompa jantung
a. renjatan kardiogenik
b. Payah jantung kongesti
c. Tamponade jantung
d. Distritmia
e. Emboli paru
f. Infark jantung.

2. Gagal Ginjal Akut Posrenal
GGA posrenal adalah suatu keadaan dimana pembentukan urin
cukup, namun alirannya dalam saluran kemih terhambat. Penyebab
tersering adalah obstruksi, meskipun dapat juga karena ekstravasasi
Etiologi
1. Obstruksi
a. Saluran kencing : batu, pembekuan darah, tumor, kristal dll.
b. Tubuli ginjal : Kristal, pigmen, protein (mieloma).
2. Ektravasasi.

3. Gagal Ginjal Akut Renal
1. GGA renal sebagai akibat penyakit ginjal primer seperti :
a. Glomerulonefritis
b. Nefrosklerosis
c. Penyakit kolagen
d. Angitis hipersensitif
f. Nefritis interstitialis akut karena obat, kimia, atau kuman.
2. Nefrosis Tubuler Akut ( NTA )
Nefropati vasomotorik akut terjadi karena iskemia ginjal
sebagai kelanjutan GGA. Prerenal atau pengaruh bahan
nefrotoksik.Bila iskemia ginjal sangat berat dan berlangsung lama
dapat mengakibatkan terjadinya nekrosis kortikol akut( NKA) dimana
lesi pada umumnya difus pada seluruh korteks yang besifat
reversibel.Bila lesinya tidak difus (patchy) ada kemungkinan
reversibel.

2.4 Manifestasi Klinis
1. Oliguria (Urine < 400 ml/24 jam)
2. Azotemia
3. Dengan atau tanpa keluhan lain nonspesifik : nyeri, demam, reaksi
syok,
4. atau gejala dari penyakit yang ada sebelumnya (pre renal)
5. Penderita tampak sangat menderita dan letargi disertai mual, muntah,
diare, pucat (anemia), dan hipertensi.
6. Pembengkakan tungkai, kaki atau pergelangan kaki. Pembengkakan
yang menyeluruh (karena terjadi penimbunan cairan).
7. Berkurangnya rasa, terutama di tangan atau kaki.
8. Perubahan pengeluaran produksi urine (sedikit, dapat mengandung
darah)
2.5 Patofisiologi
Lima teori yang menggambarkan patofisiologi GGA :
1. Obstruksi tubulus
2. Kebocoran ccairan tubulus
3. Penurunan permeabilitas glomerulus
4. Disfungsi vasomotor
5. Glumerolus feedback
Teori obstruksi glumerolus menyatakan bahwa NTA(necrosis tubular
akut) menggakibatkan deskuamasi sel-sel tubulus yang nekrotik dan
materi protein lainnya, yang kemudian membentuk silinder-silinder dan
menyumbat lumen tubulus. Pembengkakan selular akibat iskemia awal,
juga ikut menyokong terjadinya obstruksi dan memperberat iskemia.
Tekanan tubulus meningkat, sehingga tekanan filtrasi glumerolus
menurun.
Teori ini sesuai untukkondisi iskemia berkepanjangan, keracunan logam
berat dan etilen glikol.

Hipotesis kebocoran tubulus menyatakan bahwa filtrasi glumerolus
terus berlangsung normal tetapi cairan tubulus bocor keluar melalui sel-
sel tubulus yang rusak dan masuk dalam sirkulasi peritubular. Kerusakan
membrana basalis dapat terlihat pada NTA yang berat

Pada ginjal normal, 90 % alian darah didistribusi ke korteks (tempat
dimana terdapat glumerolus) dan 10 % pada medula. Denggan demikian,
ginjal dapat memekatkan kemih dan menjalankan funggsinya. Sebaliknya
pada GGA, perbandingan antara distribusi korteks dan medulla menjadi
terbalik, sehingga terjadi iskemia relaif pada korteks ginjal. Kontriksi dari
arteriol aferen merupakan dasar faskular penurunan laju filtrasi
glumerolus (GFR). Iskemia ginjal akan mengaktivasi sistem renin
angiotensin dan memperrberat iskemia corteks luar ginjal setelah
hilangnya ranggsanggan awal. Kadar renin tertinggi pada korteks luar
ginjal, tempat dimana terjadi iskemia paling berat selama
berlangsunggnya GGA.

Menurut teori Disfungsi Vasomotor, Prostaglandin dianggap
bertanggung jawab terjadinya GGA, dimana dalam keadan normal,
hipoksia merangsang ginjal mensintesis PGE dan PGA (vasodilator kuat)
sehingga aliran darahginjal diredistribusi ke korteks yang mengakibatkan
diuresis. Agaknya iskemia akut yang beratt atau berkepanjangan dapat
mengghambat ginjal untuk mensintesisi prostaglandin. Penghambatan
prostaglandin seperti aspirin diketahui dapat menurunkan aliran darah
renal pada orang normal dan menyebabkan NTA.

Teori glumerolus menganggap bahwa kerusakan primer terjadi pada
tubulus proksimal. Tubulus proksimal yang menjadi rusak akibat
nefrotoksin atau iskemia gagal untuk menyerap jumlah normal natrium
yang terfiltrasi dan air. Akibatnya makula densa mendeteksi adanya
peningkatan natrium pada cairan tubulus distal dan merangsang
peninggkatan produksi renin dari sel jukstaglumerolus. Terjadi aktivasi
angiotensin II yang menyebabkan vasokontriksi ateriol aferen,
mengakibatkan penurunan aliran darah ginjal dan laju aliran glumerolus.

Perjalanan klinis GGA di bagi menjadi 3 stadium, yaitu :

1. Stadium Oliguria
Stadium oliguria biasanya timbul dalam waktu 24 sampai 48 jam sesudah
terjadinya trauma pada ginjal. Produksi urin normal adalah 1-2
liter/24jam. Pada fase ini pertama-tama terjadi penurunan produksi urin
sampai kurang dari 400cc/24 jam. Tidak jarang produksi urin sampai
kurang dari 100cc/24 jam, keadaan ini disebut
dengan anuria. Pada fase ini penderita mulai memperlihatkan keluhan-
keluhan yang diakibatkan oleh penumpukan air dan metaboli metabolit
yang seharusnya diekskresikan oleh tubuh, seperti mual, muntah, lemah,
sakit kepala, kejang dan lain sebagainya. Perubahan pada urin menjadi
semakin kompleks, yaitu penurunan kadar urea dan kreatinin. Di dalam
plasma terjadi perubahan biokimiawi berupa
peningkatan konsentrasi serum urea, kreatinin, elektrolit (terutama K dan
Na).
2. Stadium Diuresis
Stadium diuresis dimulai bila pengeluran kemih meningkat sampai lebih
dari 400 ml/hari, kadang-kadang dapat mencapai 4 liter/24 jam. Stadium
ini berlangsung sampai 3 minggu. Volume kemih yang tinggi pada
stadium ini diakibatkan karena tingginya konsentrasi serum urea, dan juga
disebabkan karena masih belum pulihnya kemampuan tubulus yang
sedang dalam masa penyembuhan untu mempertahankan
garam dan air yang difiltrasi. Selama stadium dini diuresi, kadar urea
darah dapat terus meningkat, terutama karena bersihan urea tak dapat
mengimbangi produksi urea endogen. Tetapi dengan berlanjutnya
diuresis, azotemia sedikit demi sedikit menghilang, dan pasien mengalami
kemajuan klinis yang benar.
3. Stadium Penyembuhan
Stadium penyembuhan GGA berlangsung sampai satu tahun, dan selama
masa itu, produksi urin perlahanlahan kembali normal dan fungsi ginjal
membaik secara bertahap, anemia dan kemampuan pemekatan ginjal
sedikit demi sedikit membaik, tetapi pada beberapa pasien tetap
menderita penurunan glomerular filtration rate
(GFR) yang permanen.

2.6 Pemeriksaan Diagnostik.
1. Darah : ureum, kreatinin, elektrolit, serta osmolaritas.
2. Urin : ureum, kreatinin, elektrolit, osmolaritas, dan berat jenis.
3. Kenaikan sisa metabolisme proteinureum kreatinin dan asam urat.
4. Gangguan keseimbangan asam basa : asidosis metabolik.
5. Gangguan keseimbangan elektrolit : hiperkalemia, hipernatremia atau
hiponatremia, hipokalsemia dan hiperfosfatemia.
6. Volume urine biasanya kurang dari 400 ml/24 jam yang terjadi dalam
24 jam setelah ginjal rusak.
7. Warna urine : kotor, sedimen kecoklatan menunjukan adanya darah,
Hb, Mioglobin, porfirin.
8. Berat jenis urine : kurang dari 1,020 menunjukan penyakit ginjal,
contoh :glomerulonefritis, piolonefritis dengan kehilangankemampuan
untuk memekatkan; menetap pada 1,010menunjukan kerusakan ginjal
berat.
9. PH. Urine : lebih dari 7 ditemukan pada ISK., nekrosis tubular ginjal,
dan gagal ginjal kronik.
10. Osmolaritas urine : kurang dari 350 mOsm/kg menunjukan kerusakan
ginjal, dan ratio urine/serum sering 1:1.
11. Klierens kreatinin urine : mungkin secara bermakna menurun sebelum
BUN dan kreatinin serum menunjukan peningkatan bermakna.
12. Natrium Urine : Biasanya menurun tetapi dapat lebih dari 40 mEq/L
bila ginjal tidak mampu mengabsorbsi natrium.
13. Bikarbonat urine : Meningkat bila ada asidosis metabolik.
14. SDM urine : mungkin ada karena infeksi, batu, trauma, tumor, atau
peningkatan GF.
15. Protein : protenuria derajat tinggi (3-4+) sangat menunjukan kerusakan
glomerulus bila SDM dan warna tambahan juga ada. Proteinuria
derajat rendah (1-2+) dan SDM menunjukan infeksi atau nefritis
interstisial. Pada NTA biasanya ada proteinuria minimal.
16. Warna tambahan : Biasanya tanpa penyakit ginjal ataui infeksi. Warna
tambahan selular dengan pigmen kecoklatan dan sejumlah sel epitel
tubular ginjal terdiagnostik pada NTA. Tambahan warna merah diduga
nefritis glomular.
Darah :
1. Hb. : menurun pada adanya anemia.
2. Sel Darah Merah : Sering menurun mengikuti peningkatan
kerapuhan/penurunan hidup.
3. PH : Asidosis metabolik (kurang dari 7,2) dapat terjadi karena
penurunan kemampuan ginjal untuk mengeksresikan hidrogen dan
hasil akhir metabolisme.
4. BUN/Kreatinin : biasanya meningkat pada proporsi ratio 10:1
5. Osmolaritas serum : lebih beras dari 285 mOsm/kg; sering sama
dengan urine.
6. Kalium : meningkat sehubungan dengan retensi seiring dengan
perpindahan selular ( asidosis) atau pengeluaran jaringan (hemolisis sel
darah merah).
7. Natrium : Biasanya meningkat tetapi dengan bervariasi.
8. Ph; kalium, dan bikarbonat menurun.
9. Klorida, fosfat dan magnesium meningkat.
10. Protein : penurunan pada kadar serum dapat menunjukan kehilangan
protein melalui urine, perpindahan cairan, penurunan pemasukan, dan
penurunan sintesis,karena kekurangan asam amino esensial
11. CT.Skan
12. MRI
EKG mungkin abnormal menunjukan ketidakseimbangan elektrolit dan
asam/basa.

2.7 Penatalaksanaan
a. Pengaturan Diet
Selama 48-72 jam pertama fase oligurik terjadi peningkatan urea darah
akibat pemecahan jaringan yang hebat. Selama periode ini pemberian
protein dari luar harus dihindarkan. Umumnya untuk mengurangi
katabolisme, diet paling sedikit harus mengandung 100 gram karbohidrat
per hari. Seratus gram glukosa dapat menekan katabolisme protein
endogen sebanyak kira-kira 50%. Setelah 3-4 hari oligurik, kecepatan
katabolisme jaringan berkurang dan pemberian protein dalam diet dapat
segera dimulai. Dianjurkan pemberian 20-40
gram protein per hari yang mempunyai nilai biologis yang tinggi
(mengandung asam amino esensial) seperti telur, susu dan daging. Pada
saat ini pemberian kalori harus dinaikkan menjadi 2000-2500 kalori per
hari, disertai dengan multivitamin. Batasi makanan yang mengandung
kalium dan fosfat (pisang, jeruk dan kopi).Pemberian garam dibatasi
yaitu, 0,5 gram per hari.

b. Pengaturan kebutuhan cairan dan keseimbangan elektrolit
1. Air (H2O)
Pada GGA kehilangan air disebabkan oleh diuresis, komplikasi-
komplikasi (diare, muntah). Produksi air endogen berasal dari
pembakaran karbohidrat, lemak, dan protein yang banyak kira-kira 300-
400 ml per hari. Kebutuhan cairan perhari adalah 400-500 ml ditambah
pengeluaran selama 24 jam.
2. Natrium (Na)
Selama fase oligurik asupan natrium harus dibatasi sampai 500 mg per 24
jam.Natrium yang banyak hilang akibat diare, atau muntah-muntah harus
segera diganti.
c. Dialisis
Tindakan pengelolaan penderita GGA disamping secara konservatif, juga
memerlukan dialisis, baik dialisis peritoneal maupun hemodialisis.
Tindakan ini dilaksanakan atas indikasi-indikasi tertentu. Pemilihan
tindakan dialisis peritonial atau hemodialisis didasarkan atas
pertimbangan-pertimbangan indivual penderita.

d. Operasi
Pengelolaan GGA postrenal adalah tindakan pembedahan untuk dapat
menhilangkan obstruksinya. Kadang-kadang untuk dapat dilakuka operasi
diperlukan persiapan tindakan dialisis terlebih dahulu.

2.8 Komplikasi



































BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian
a. identitas klien
Meliputi nama, jenis kelamin, pendidikan, agama, pekerjaan, tanggal
masuk rumah sakit, alamat, suku dan bangsa yang digunakan, nomor
register, diagnosa medis.
b. Keluhan utama:
c. Riwayat penyakit sekarang:
d. Riwayat penyakit keluarga:
e. Riwayat penyakit dahulu:
f. Pemeriksaan Fisik
1. Aktifitas dan istirahat :
a. gejala : Kelitihan kelemahan malaese
b. Tanda : Kelemahan otot dan kehilangan tonus.
2. Sirkulasi.
Tanda : hipotensi/hipertensi (termasuk hipertensi
maligna,eklampsia, hipertensi akibat kehamilan).
Disritmia jantung.
Nadi lemah/halus hipotensi ortostatik(hipovalemia).
DVI, nadi kuat,Hipervolemia).
Edema jaringan umum (termasuk area periorbital mata kaki
sakrum).
Pucat, kecenderungan perdarahan.

3. Eliminasi
a. Gejala: Perubahan pola berkemih, peningkatan
frekuensi,poliuria (kegagalan dini), atau penurunan
frekuensi/oliguria (fase akhir)
Disuria, ragu-ragu, dorongan, dan retensi (inflamasi/obstruksi,
infeksi). Abdomen kembung diare atau konstipasi Riwayat
HPB, batu/kalkuli
b. Tanda : Perubahan warna urine contoh kuning pekat,merah,
coklat, berawan.
Oliguri (biasanya 12-21 hari) poliuri (2-6 liter/hari).


4. Makanan/Cairan
a. Gejala : Peningkatan berat badan (edema) ,penurunan berat
badan (dehidrasi). Mual , muntah, anoreksia, nyeri uluhati
Penggunaan diuretik
b. Tanda : Perubahan turgor kulit/kelembaban. Edema (Umum,
bagian bawah).
5. Neurosensori
a. Gejala : Sakit kepala penglihatan kabur.
Kram otot/kejang, sindrom kaki Gelisah.
b. Tanda : Gangguan status mental, contoh penurunan lapang
perhatian, ketidakmampuan berkonsentrasi, kehilangan
memori, kacau, penurunan tingkat kesadaran (azotemia, ketidak
seimbangan elektrolit/ asama basa. Kejang, faskikulasi otot,
aktifitas kejang.

6. Nyeri/Kenyamanan
a. Gejala : Nyeri tubuh , sakit kepala
b. Tanda : Perilaku berhati-hati/distrkasi, gelisah.

7. Pernafasan
a. Gejala : nafas pendek
b. Tanda : Takipnoe, dispnoe, peningkatan frekuensi, kusmaul,
nafas amonia, batuk produktif dengan sputum kental merah
muda( edema paru ).
8. Keamanan
a. Gejala : adanya reaksi transfusi
b. Tanda : demam, sepsis(dehidrasi), ptekie atau kulit ekimosis,
pruritus, kulit kering.

9. Penyuluhan/Pembelajaran:
Gejala : riwayat penyakit polikistik keluarga, nefritis herediter,
batu urianrius, malignansi., riwayat terpapar toksin,(obat, racun
lingkungan), Obat nefrotik penggunaan berulang Contoh :
aminoglikosida, amfoterisisn, B,anestetik vasodilator, Tes
diagnostik dengan media kontras radiografik, kondisi yang terjadi
bersamaan tumor di saluran perkemihan, sepsis gram negatif,
trauma/cedera kekerasan , perdarahan, cedra listrik, autoimunDM,
gagal jantung/hati.

3.2 Diagnosa Keperawatan
1. Perubahan kelebihan volume cairan b/d gagal ginjal dengan kelebihan air.
2. Gangguan eliminasi urin b/d penurunan GFR pada ginjal
3. Resiko tinggi terhadap menurunnya curah jantung berhubungan dengan
ketidak seimbangan cairandan elektrolit, gangguan frekuensi, irama,
konduksi jantung, akumulasi/penumpukan urea toksin, kalsifikasi jaringan
lunak.
4. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan katabolisme protein
5. Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi energi
metabolik/pembatasan diet, anemia.
6. Resiko tinggi terhadap infeksi b/d depresi pertahanan imunologi.
7. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan b/d kehilangan cairan
berlebihan.
8. Kurang pengetahuan tentang kondisi,prognosis dan kebutuhan pengobatan
b/d kurang mengingat

3.3 Rencana Intervensi
1. Perubahan kelebihan volume cairan berhubungan dengan retensi natrium dan
cairan.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan
klien mengalami keseimbangan volume cairan.
Kriteria Hasil :
a. Input dan output seimbang
b. Tidak adanya edema perifer dan sacral
Intervensi
1. Kaji status cairan, timbang BB harian, keseimbangan masukan dan
haluaran
Rasional : untuk mengetahui tindakan selanjutnya
2. Anjurkan pasien / ajari pasien untuk mencatat penggunaan cairan
terutama pemasukan dan haluaran.
Rasional : untuk mengetahui keseimbangan input dan output.
3. Jelaskan pada keluarga tentang pembatasan cairan.
Rasional : pemahaman meningkatkan kerjasama pasien dan
keluarga dalam pembatasan cairan.
4. Kolaborasi pembatasan masukan cairan
Rasional : pembatasan cairan akan menentukan BB ideal,
haluaran urin, dan respon terhadap terapi.

2. Gangguan eliminasi urin b/d penurunan GFR pada ginjal
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x24 jam
pola eliminai pasien membaik
Kriteria Hasil : Pola eliminasi membaik, tidak terjadi tanda-tanda
gangguan berkemih (urgensi, oliguri, disuria)
Intervensi :
1. Awasi pemasukan dan pengeluaran karakteristi urin
Rasional: memberikan informasi tentang fungsi ginjal dan adanya
komplikasi.
2. Dorong untuk meningkatkan pemasukan cairan
Rasional: peningkatan hidrasi membilas bakteri.
3. Menganjurkan untuk menghindari minum 2-3 jam sebelum tidur
dan anjurkan untuk berkemih sebelum tidur.
Rasional : Menghindari nokturia sehingga pasien dapat tidur
secara maksimal.
4. Awasi pemeriksaan laboratorium; elektrolit, BUN,kreatinin
Rasional: pengawasan terhadap disfungsi ginjal.

3. Resiko tinggi terhadap menurunnya curah jantung berhubungan dengan
ketidak seimbangan cairandan elektrolit, gangguan frekuensi, irama,
konduksi jantung, akumulasi/penumpukan urea toksin, kalsifikasi jaringan
lunak.
Tujuan: Setelah dilakukan keperawatan 3x24 jam, penurunan curah jantung
tidak terjadi
Dengan kriteria :Mempertahankan curah jantung, TD. Dan denyut jantung
normal, Nadi ferifer kuat: sama dengan waktu pengisisn kapiler.
Intervensi:
1. Awasi TD dan frekuensi jantung
Rasional : Deteksi dini terhadap kelebihan cairan
2. Observasi EKG.
Rasional : Respon terhadap berlanjutnya gagal ginjal
3. Auskultasi bunyi jantung.
Rasional : Deteksi dini untuk persiapan dialisis
4. Kaji warna kulit, membran mukosa dan dasar kuku.
Rasional : Deteksi dini terhadap vasokontriksi atau anemia, sianosis
yang mungkin berhubungan dgn. Gagal ginjal.
5. Pertahankan tirah baring/dan dorong istirahat adekuat.
Rasional : Menurunkan konsumsi oksigen/kerja jantung
6. Kolaborasi pemeriksaan : Lab.K,Na, Ca.
Rasional : Deteksi dini perubahan elektrolit darah
7. Berikan tambahan oksigen.
Rasional : Memaksimalkan sediaan oksigen




21

BAB 4
KESIMPULAN

4.1 Kesimpulan
Dalam mengatasi berbagai permasalahan yang timbul pada pasien
gagal ginjal akut, peran perawat sangat penting, diantaranya sebagai
pelaksana, pendidik, pengelola, peneliti, advocate. Sebagai pelaksana, perawat
berperan dalam memberikan asuhan keperawatan secara profesional dan
komprehensif yang meliputi : mempertahankan pola nafas yang efektif,
mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit, meningkatkan asupan
nutrisi yang adekuat, meningkatkan aktivitas yang dapat ditoleransi dan
mencegah injury.

4.2 Saran
Sebagai pendidik perawat memberikan pendidikan kesehatan,
khususnya tentang perbatasan diet, cairan, dll. Perawat sebagai pengelola,
yaitu perawat harus membuat perencanaan asuhan keperawatan dan bekerja
sama dengan tenaga kesehatan lainnya sehingga program pengobatan dan
perawatan dapat berjalan dengan baik. Peran perawat sebagai peneliti adalah
menerapkan hasil penelitian di bidang keperawatan untuk meningkat mutu
asuhan keperawatan. Peran perawat sebagai advocate adalah membela hak
klien selama perawatan, seperti hak klien untuk mengetahui rasional
penatalaksanaan medis, pemeriksaan penunjang , dan sebagainya.










DAFTAR PUSTAKA
22



Doenges E, Marilynn, dkk. 1999.Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3.Jakarta :
EGC.

Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah Brunner & Suddarth.Edisi 8. Jakarta :EGC

Barbara Engram.1999. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : ECG

Palce. 1995. Patofisiologi Proses Proses Penyakit. Edisi 2. Jakarta : ECG

Grace A Pierce dan Borley R Neil, 2006. At a Glance Ilmu Bedah. Edisi 3. Jakarta:
EMS

Nursalam. 2008. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem
Perkemihan. Jakarta

Hadijah. 2011. Vesika urinaria. g. Diakses pada tanggal 10September 2014 pada pukul
10:00 WIB

Carpenito, Lynda Juall. 2001. Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan. Edisi
2, Jakarta ; EGC

Corwin, Elizabeth. J. 2000. Buku Saku Phatofisiologi. Jakarta ; EGC

Guyton and Hall. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta : EGC

Mansjoer, Arif. 1999. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Volume II. Jakarta : Media
Aesculapius

Price, Sylvia. A. 1995. Patofisiologi. J akarta : EGC


23

You might also like