You are on page 1of 133

KEMENTERIAN KOORDINATOR

BIDANG KESEJAHTERAAN RAKYAT

KINERJA
TIM KOORDINASI PEMULANGAN
TENAGA KERJA INDONESIA BERMASALAH DAN
KELUARGANYA DARI MALAYSIA (TK-PTKIB)
(Keppres No. 106 Tahun 2004)
TAHUN 2008

Jakarta, Desember 2008


KEMENTERIAN KOORDINATOR
BIDANG KESEJAHTERAAN RAKYAT RI

KINERJA
TIM KOORDINASI PEMULANGAN
TENAGA KERJA INDONESIA BERMASALAH
DAN KELUARGANYA DARI MALAYSIA
(TK-PTKIB)
TAHUN 2008

Jakarta, Desember 2008


Tim Penyusun:
Dra. Maswita Djaja, MSc (Penanggung Jawab)
Ir. Parjoko, MAppSc (Editor)
Ir. Tri Rahayu, MM, Dr. Ir. Moon Cahyani (Penulis, Pengolahan Data)
Puji Astusi, SSos, Rini Rahmawati, Endang Susilowati, Budi Rahayu, SE (Administrasi, Pengolah Kata)
Dengan kontribusi
dari seluruh Anggota Satgas TK-PTKIB

ii
PENGANTAR

Dalam rangka pelaksanaan Keputusan Presiden No. 106 Tahun


2004 tentang Tim Koordinasi Pemulangan TKI Bermasalah dan
Keluarganya dari Malaysia (TK-PTKIB), Pemerintah bertindak responsif
mengantisipasi perkembangan kebijakan pemerintah Malaysia dalam
mendeportasi pendatang asing tanpa ijin (PATI) kembali pulang ke
negara asalnya termasuk ke Indonesia yang jumlahnya paling besar.
Dalam rangka Pemilu tahun 2008, Malaysia melakukan
penangkapan besar-besaran terhadap PATI untuk menjaga stabilitas
keamanan dalam negerinya. Sebagian besar PATI adalah tenaga kerja
Indonesia yang sudah bekerja lama di perkebunan kelapa sawit,
pekerja restoran, pembantu rumah tangga dan jenis pekerjaan non
formal lainnya. Jumlahnya diperkirakan mencapai 80.000 orang yang
akan dideportasi ke tanah air melalui daerah entry point terdekat.
Satgas Pemulangan TKIB di daerah perbatasan seperti Medan,
Tanjung Pinang, Entikong dan Nunukan, dengan didukung oleh Satgas
PTKIB daerah transit, sebagaimana tahun-tahun sebelumnya telah siap
menerima TKI Bermasalah dan keluarganya dari Malaysia. Laporan
Kinerja Satgas TK-PTKIB Tahun 2008 ini disusun sebagai pertanggung
jawaban dan bahan evaluasi untuk peningkatan pelayanan di tahun
2009, yang diperkirakan akan lebih banyak jumlahnya karena adanya
krisis keuangan global yang sangat mungkin berdampak pada
pemutusan hubungan kerja TKI di luar negeri.
Semoga Allah SWT menerima amal kegiatan ini dan berkenan
memberikan kekuatan dan petunjukNya kepada kita semua dalam
mengemban tugas pemulangan TKIB selanjutnya.

Jakarta, Desember 2008

Deputi Bidang Koordinasi Pemberdayaan


Perempuan dan Kesejahteraan Anak,

Dra. Maswita Djaja, MSc

iii
DAFTAR ISI

Halaman

PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
DAFTAR TABEL/GAMBAR iv
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 1
B. Tugas dan Fungsi 2
C. Landasan Kerja 3
D. Ruang Lingkup 5
II. RENCANA STRATEGIS
A. Visi dan Misi 6
B. Tujuan dan Sasaran 6
C. Strategi 7
D. Kebijakan 9
E. Program 9
III. KINERJA TAHUN 2008
A. Koordinasi Penganggaran 12
B. Penajaman Rencana Kerja 14
C. Koordinasi Kebijakan Pemulangan TKIB 15
D. Petunjuk Pelaksanaan Pemulangan TKIB 24
E. Koordinasi Pemulangan TKIB 26
F. Koordinasi Pemantauan dan Evaluasi 62
G. Evaluasi dan Rekomendasi 108
IV. PENUTUP 111
LAMPIRAN
1. Keputusan Presiden RI No. 106 Tahun 2004 tentang Tim
Koordinasi Pemulangan TKI Bermasalah dan Keluarganya dari
Malaysia (TK-PTKIB).
2. Keputusan Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat
No. 09/KEP/MENKO/KESRA/III/2008 tentang Tim Koordinasi
Formulasi Kebijakan Pemulangan TKI Bermasalah dan
Keluarganya dari Malaysia.
3. Keputusan Deputi Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan
Rakyat Bidang Koordinasi Pemberdayaan Perempuan dan
Kesejahteraan Rakyat No. 04/KEP/DEP.VI/KESRA/I/2008
tentang Sekretariat Tim Koordinasi Pemulangan TKI
Bermasalah dan Keluarganya dari Malaysia (TK-PTKIB).

iv
DAFTAR TABEL/GAMBAR
Halaman
Tabel 1. Rekapitulasi Kebutuhan Biaya Pemulangan TKIB
dan PMI-BS APBN-P Tahun 2008 12
Tabel 2. Realisasi Penggunaan Anggaran Pemulangan TKIB
dan PMI-BS APBN-P Tahun 2008 13
Tabel 3. Kedatangan TKIB dan Keluarganya di
Tanjungpinang, Januari-September 2008 70
Tabel 4. Pemulangan TKIB asal Jawa Tengah Tahun 2006
dan 2007 82
Tabel 5. Pemulangan TKIB melalui Pelabuhan
Tanjungperak, Tahun 2004-2008 85
Tabel 6. Penempatan TKI Provinsi NTB ke Luar Negeri,
Tahun 2000-2008 87
Tabel 7. Data Keluar-Masuk WNI ke Sabah, Tahun 2006
dan 2007 98
Tabel 8. Data Pengiriman TKI melalui Nunukan ke Sabah,
Dibanding dengan Demand Letter/Job Order,
Tahun 2006 dan 2007 98
--------------------------------
Gambar 1. Rakor Tim Koordinasi Pemulangan TKI
Bermasalah dan Keluarganya dari Malaysia (TK-
PTKIB) 16
Gambar 2. Batasan TKI, Calon TKI, Pekerja Migran dan Calon
Pekerja Migran 22
Gambar 3. Bagan Alur Penanganan dan Pemulangan TKI
Bermasalah/Pekerja Migran Bermasalah Sosial 25
Gambar 4. Koordinasi Ketua TK-PTKIB dengan Duta Besar RI
untuk Malaysia 31
Gambar 5. Rakor Satgas TK-PTKIB mengantisipasi deportasi
TKIB dan keluarganya dari Malaysia 32
Gambar 6. Rakor Satgas TK-PTKIB dengan BNP2TKI dan
Satuan Pelayanan Kepulangan TKI 33
Gambar 7. Pemulangan TKI Bermasalah (TKIB)/ Pekerja
Migran Bermasalah Sosial (PMBS) Tahun 2004-
2008 62
Gambar 8. Peninjauan Satgas TK-PTKIB di Tanjungpinang,
Kepulauan Riau 68

v
Halaman

Gambar 9. Pos LSM Gerakan Anti Trafficking (GAT) di Teluk


Mata Ikan Batam, tempat berlabuhnya perahu
pengangkut pekerja migran ilegal dari Malaysia 71
Gambar 10. Koordinasi Satgas PTKIB Tanjung Balai Karimun 72
Gambar 11. Koordinasi Satgas PTKIB Nunukan serta
peninjauan Polmas dan pembangunan pondok
pesantren di Sebatik, Nunukan 76
Gambar 12. Universitas Borneo Tarakan, terbuka bagi
pendidikan lanjutan anak TKI 77
Gambar 13. Shelter Kedutaan Besar RI di Kualalumpur,
Malaysia 92
Gambar 14. Pelayanan dokumen WNI di Negeri Sarawak,
Malaysia Timur 93
Gambar 15. Negeri Sabah, Malaysia Timur 96
Gambar 16. Temu wicara Menakertrans Eman Suparno dengan
Cik Guru dan WNI di Sabah 97
Gambar 17. Sekolah Anak TKI Swadaya TKI/WNI di Keningau,
Sabah 99
Gambar 18. Koordinasi penanganan TKIB dan Keluarganya di
Perwakilan RI Tawau 103
Gambar 19. Koordinasi dengan OWWA dan NGO Filipina 105

vi
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008

BAB I.
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Menghadapi Pemilu pada bulan April 2008, Pemerintah
Malaysia melakukan penangkapan besar-besaran terhadap
Pendatang Asing Tanpa Izin (PATI) dengan alasan untuk menjaga
stabilitas keamanan dalam negerinya. Sebagian besar dari PATI
yang ada adalah tenaga kerja Indonesia yang sudah lama bekerja
di perkebunan kelapa sawit, pekerja restoran, pembantu rumah
tangga dan jenis pekerjaan non formal lainnya. Diperkirakan akan
ada 80.000 orang TKI Bermasalah dan Keluarganya yang akan
dideportasi oleh Pemerintah Malaysia. TKI Bermasalah dan
keluarganya yang merupakan bagian dari PATI telah menjadi isu
memprihatinkan yang harus ditangani oleh Pemerintah RI sebagai
bagian dari tanggung jawab untuk melindungi warga negaranya.
Keterbatasan kesempatan kerja di dalam negeri, keinginan
untuk melawat ke luar negeri, dan kemudahan masuk ke negeri
berpenduduk 28 juta jiwa itu, telah mendorong banyak WNI
untuk bermigrasi ke Malaysia, mengadu untung mencari peluang
kerja mengisi berbagai jenis pekerjaan kasar, non formal yang
sudah tidak diminati oleh warga tempatan yang berpendidikan
relatif lebih baik. Berbagai upaya dilakukan WNI untuk dapat
bekerja di Malaysia, baik melalui cara legal prosedural mengikuti
ketentuan yang ada, maupun melalui cara ilegal non-prosedural,
menggunakan berbagai cara di luar ketentuan yang berlaku,
misalnya dengan menggunakan visa kunjungan, atau bahkan
masuk tanpa paspor dan atau visa. Keberangkatan secara ilegal
sangat dimungkinkan karena secara geografis Malaysia dan
Indonesia berbatasan langsung, sehingga banyak jalan dan
pelabuhan tradisional yang dapat dilalui untuk menyeberang ke
Malaysia.
Selain itu, sering pula terjadi TKI yang legal formal
prosedural, setelah jangka waktu tertentu karena berbagai sebab
keberadaannya di Malaysia lalu menjadi ilegal. Mereka ini di
Malaysia disebut PATI (Pendatang Asing Tanpa Izin) yang sangat
lemah posisinya di depan hukum Malaysia sehingga sangat rawan
terhadap eksploitasi, pelecehan dan kekerasan. Kasus-kasus upah
yang sangat rendah bahkan tidak dibayarkan, menjadi korban

Satgas TK-PTKIB Pusat 1


Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008

pelecehan bahkan pemerkosaan sampai dengan jeratan dakwaan


melakukan tindak kriminal, banyak terjadi dan menimpa tenaga
kerja Indonesia sehingga menjadi TKI Bermasalah.
Pemulangan PATI di Malaysia baik melalui program amnesti
maupun deportasi telah berlangsung sejak tahun 2004, dan
masih terus berlangsung sampai sekarang, dalam jumlah yang
tidak dapat diprediksi. Berbagai pemerhati masalah pekerja
migran menyatakan bahwa sebagian besar masalah TKIB karena
faktor ketidaksempurnaan penyiapan dan penempatan tenaga
kerja yang banyak terjadi di dalam negeri. Sementara di
Malaysia, berbagai kebijakan federal banyak yang lemah
implementasinya di tingkat lapangan yang terindikasikan oleh
lemahnya penindakan kepada perusahaan dan atau majikan yang
mempekerjakan tenaga asing ilegal di negeri itu.
Keputusan Presiden RI No. 106 Tahun 2004 tentang Tim
Koordinasi Pemulangan TKI Bermasalah dan Keluarganya dari
Malaysia (TK-PTKIB) memberikan mandat kepada Menteri
Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat hanya untuk
mengkoordinasikan penanganan dan pemulangan TKI Bermasalah
dan Keluarganya dari Malaysia, tidak termasuk pemulangan TKI
Bermasalah dari negara lain. Terkait dengan rekrutmen dan
penempatan TKI, menjadi kewenangan dan tugas Departemen
Tenaga Kerja dan Transmigrasi, dan Badan Nasional Penempatan
dan Perlindungan TKI (BNP2TKI) yang dibentuk melalui Peraturan
Presiden No. 81 Tahun 2006. Kementerian dan lembaga tersebut
berada di bawah koordinasi Menteri Koordinator Bidang
Perekonomian.
Laporan Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008 ini menyampaikan
hasil kerja TK-PTKIB dalam mengimplementasikan Keppres No.
106 Tahun 2004, yang sehari-hari dilaksanakan oleh Satuan
Tugas TK-PTKIB, dan didukung oleh Satgas Pemulangan TKIB
(PTKIB) yang berada di 11 daerah entry point di Indonesia.

B. Tugas dan Fungsi


Sebagaimana tertuang dalam Keputusan Presiden RI No. 106
Tahun 2004, tugas TK-PTKIB adalah untuk menyusun dan
mengkoordinasikan kebijakan dan program pemulangan TKIB ke
Indonesia, dengan memperhatikan ketentuan peraturan per-
undang-undangan yang berlaku dan HAM. Dalam melaksanakan

Satgas TK-PTKIB Pusat 2


Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008

tugas, TK-PTKIB melakukan langkah-langkah yang diperlukan


untuk:
1. Melakukan koordinasi lebih lanjut dengan Pemerintah
Malaysia atas dasar prinsip tanggung jawab bersama.
2. Melakukan pendataan sebelum keberangkatan dan
pemulangan.
3. Melakukan pemeriksaan dan pelayanan kesehatan.
4. Melakukan pengecekan dan pengurusan hak-hak gaji/upah/
penghasilan lain, harta benda, piutang serta hak-hak
melekat lainnya.
5. Memfasilitasi pemberian dokumen perjalanan/Surat Per-
jalanan Laksana Paspor (SPLP).
6. Mengatur pengangkutan sesuai dengan jadwal dan lokasi
tujuan pemulangan/daerah asal.
7. Melaksanakan pengawalan, penjagaan, pengamanan dan
perlindungan selama perjalanan sampai ke tempat asal.
8. Memberikan pelayanan kebutuhan dasar sejak dari
penampungan, selama perjalanan sampai ke tempat asal.
9. Mempersiapkan kembali menjadi Tenaga Kerja Indonesia
yang berkualitas dan memenuhi persyaratan.

Dalam pelaksanaan tugasnya sehari-hari, TK-PTKIB melalui


Keputusan Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat
No.27/KEP/MENKO/KESRA/XI/2004, membentuk Satuan Tugas
TKPTKIB yang terdiri dari pejabat-pejabat teknis sektor terkait. Di
Pusat, TK-PTKIB menggalang kerjasama dengan badan-badan
dan lembaga internasional, sedang di tingkat daerah, TK-PTKIB
bekerja-sama dengan Gubernur dan Bupati/Walikota daerah
entry dan exit point serta daerah asal TKIB, dan/atau dengan
pihak lain yang dipandang perlu.

C. Landasan Kerja
Dalam melaksanakan tugasnya, TK-PTKIB mengacu kepada:
1. Undang-undang No. 1 Tahun 1962 tentang Karantina Laut.
2. Undang-undang No. 6 Tahun 1974 tentang Kesejahteraan
Sosial.
3. Undang-undang No. 9 Tahun 1992 tentang Keimigrasian.
4. Undang-undang No.10 Tahun 1992 tentang Kependudukan
dan Keluarga Sejahtera.

Satgas TK-PTKIB Pusat 3


Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008

5. Undang-undang No. 14 Tahun 1992 tentang Lalu lintas dan


Angkutan Jalan.
6. Undang-undang No. 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran.
7. Undang-undang No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan.
8. Undang-undang No. 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar
Negeri.
9. Undang-undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia.
10. Undang-undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian
Negara Republik Indonesia.
11. Undang-undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan
Anak.
12. Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenaga-
kerjaan.
13. Undang-undang No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan
Kekerasan dalam Rumah Tangga.
14. Undang-undang No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik
Kedokteran.
15. Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah.
16. Undang-undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah.
17. Undang-undang No. 39 Tahun 2004 tentang Penempatan
dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri.
18. Undang-undang No. 11 Tahun 2005 tentang Pengesahan
International Covenant on Economic, Social and Cultural
Rights (Kovenan Internasional tentang Hak-hak Ekonomi,
Sosial dan Budaya).
19. Undang-undang No. 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan
International Covenant on Civic and Political Rights (Kovenan
Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik).
20. Undang-undang No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi
Kependudukan.
21. Undang-undang No. 21 Tahun 2007 tentang Penghapusan
Tindak Pidana Perdagangan Orang.
22. Peraturan Presiden No. 81 Tahun 2006 tentang Badan
Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja
Indinesia (BNP2TKI).
23. Keputusan Presiden RI No. 106 Tahun 2004 tentang Tim
Koordinasi Pemulangan Tenaga Kerja Indonesia Bermasalah
dan Keluarganya dari Malaysia (TK-PTKIB).

Satgas TK-PTKIB Pusat 4


Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008

24. Instruksi Presiden RI No. 6 Tahun 2006 tentang Kebijakan


Reformasi Sistem Penempatan dan Perlindungan Tenaga
Kerja Indonesia.
25. Akta Imigrasi Malaysia dan Instrumen HAM Internasional.

B. Ruang Lingkup
Ruang lingkup tugas TK-PTKIB meliputi:
1. Koordinasi dengan Pemerintah Malaysia membahas masalah
pemulangan TKIB dan penempatan kembali TKI sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2. Koordinasi Satgas TK-PTKIB dengan instansi sektoral Pusat
dan Daerah serta pihak lain yang dipandang perlu,
membahas berbagai hal yang berkaitan dengan pemulangan
TKIB serta upaya mempersiapkan kembali menjadi TKI yang
berkualitas dan memenuhi persyaratan.
3. Koordinasi dengan instansi sektoral pusat dan Daerah serta
pihak lain yang dipandang perlu dalam pelaksanaan tugas
sewaktu-waktu dari Pimpinan.
4. Pengendalian dan tindak lanjut penyelesaian masalah
pemulangan TKIB dan penempatan TKI sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku, melalui
kegiatan monitoring dan evaluasi, analisis dan penyampaian
rekomendasi tindak lanjut kepada Pimpinan, serta
penyampaian informasi kepada publik.

Satgas TK-PTKIB Pusat 5


Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008

II. RENCANA STRATEGIS

A. Visi dan Misi


Visi TK-PTKIB adalah “Terwujudnya koordinasi lintas sektor
Pusat, Daerah dan di Malaysia agar terselenggara pemulangan
TKIB dengan selamat dan bermartabat serta terbina menjadi TKI
yang berkualitas dan memenuhi persyaratan”.
Untuk mewujudkan visi tersebut, maka sejalan dengan tugas
dan fungsinya, misi TK-PTKIB adalah:
1. Peningkatan koordinasi dengan Pemerintah Malaysia agar
terselenggara pemulangan TKIB dengan selamat dan
bermartabat.
2. Peningkatan koordinasi, keterpaduan dan sinkronisasi
kebijakan, program dan kegiatan pelayanan kepada TKIB dan
TKI, antar instansi sektoral Pusat dan Daerah, dengan
Perwakilan RI di Malaysia dan dengan pihak-pihak lain yang
diperlukan.
3. Peningkatan mekanisme kerjasama dalam memfasilitasi
pelayanan dan pemberian bantuan dalam pemulangan TKIB
sejak di Malaysia sampai ke daerah asalnya di Indonesia, dan
dalam memfasilitasi pengiriman kembali TKI sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
4. Peningkatan pemantauan, analisis dan evaluasi kebijakan,
program dan kegiatan pelayanan dan pemberian bantuan
dalam pemulangan TKIB sejak di Malaysia sampai ke daerah
asalnya di Indonesia.

B. Tujuan dan Sasaran


Sejalan dengan arahan Keputusan Presiden RI No. 106
Tahun 2004, maka TK-PTKIB menetapkan tujuan yaitu:
1. Meningkatkan keterpaduan dan sinkronisasi penyiapan dan
perumusan kebijakan, program dan kegiatan pemulangan
TKIB dan pembinaannya menjadi TKI berkualitas dan
memenuhi persyaratan.
2. Mewujudkan dan melaksanakan sistem/mekanisme dalam
memfasilitasi pemangku kepentingan (stake-holder) terkait
dalam memberikan pelayanan dan bantuan kepada TKIB dan
pembinaannya menjadi TKI berkualitas dan memenuhi
persyaratan.

Satgas TK-PTKIB Pusat 6


Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008

3. Meningkatkan akuntabilitas kebijakan, program dan kegiatan


pemulangan TKIB dan pembinaannya menjadi TKI berkualitas
dan memenuhi persyaratan.
4. Mewujudkan dan melaksanakan sistem pemantauan, analisis
dan evaluasi kebijakan, program dan kegiatan pemulangan
TKIB dan pembinaannya menjadi TKI berkualitas dan
memenuhi persyaratan, yang efektif dan berhasilguna.

Adapun sasaran yang akan dicapai, adalah:


1. Terwujudnya kebijakan, program dan kegiatan pemulangan
TKIB dan pembinaannya menjadi TKI berkualitas dan
memenuhi persyaratan yang tidak tumpang tindih, manusiawi
dan menghormati HAM.
2. Terlaksananya mekanisme untuk memfasilitasi stake-holder
terkait dalam pemulangan TKIB dan pembinaannya menjadi
TKI berkualitas dan memenuhi persyaratan.
3. Meningkatnya akuntabilitas kebijakan, program dan kegiatan
pemulangan TKIB dan pembinaannya menjadi TKI berkualitas
dan memenuhi persyaratan.
4. Terwujudnya rekomendasi peningkatan kebijakan, program
dan kegiatan pemulangan TKIB dan pembinaannya menjadi
TKI berkualitas dan memenuhi persyaratan.
5. Terwujudnya sistem informasi dan networking pemulangan
TKIB dan pembinaannya menjadi TKI berkualitas dan
memenuhi persyaratan, yang menyeluruh dan dapat
dipercaya (reliable).
Sasaran tersebut akan dicapai, disesuaikan dengan
ketersediaan sumberdaya yang ada dan kondisi lingkungan
strategis yang berkembang.

C. Strategi
Dalam rangka mencapai tujuan dan sasaran tersebut di atas,
berbagai faktor lingkungan strategis yang mempengaruhi
dipertimbangkan sebagai berikut:
1. Demokratisasi, yang tercermin dari kehendak masyarakat
untuk ikut mengawasi dan mengontrol pelaksanaan kebijakan,
program dan kegiatan pemulangan TKIB dan pembinaannya
menjadi TKI berkualitas dan memenuhi persyaratan.

Satgas TK-PTKIB Pusat 7


Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008

2. Desentralisasi, yang diwujudkan dengan memberikan ruang


gerak yang memadai bagi daerah sesuai dengan kemampuan
sumberdaya yang dimilikinya, untuk ikut berpartisipasi dalam
menyelesaikan masalah nasional berkaitan dengan
pemulangan TKIB dan pembinaannya menjadi TKI berkualitas
dan memenuhi persyaratan.
3. Globalisasi, yang mempengaruhi hubungan antar negara baik
bilateral, multilateral maupun regional.
4. Akuntabilitas, yang menghendaki adanya transparansi yang
berkaitan dengan pelayanan dan pemberian bantuan
Pemerintah RI dalam pemulangan TKIB dan pembinaannya
menjadi TKI berkualitas dan memenuhi persyaratan.

Selanjutnya, dengan mempertimbangkan pula kesiapan


sumberdaya yang ada, maka strategi yang akan ditempuh dalam
rangka pencapaian tujuan dan sasaran adalah:

1. Memfasilitasi dan menjembatani instansi sektoral Pusat dan


Daerah serta pihak lain yang diperlukan, dalam
penyelenggaraan pemulangan TKIB dan pembinaannya
menjadi TKI berkualitas dan memenuhi persyaratan.
2. Meningkatkan pengetahuan dan pemahaman TKIB dan calon
TKI tentang cara bermigrasi yang baik dan aman serta
terhadap kebijakan deportasi Pemerintah Malaysia terhadap
PATI di Malaysia.
3. Pemampuan aparatur baik Pusat, Daerah dan di Perwakilan RI
di Malaysia serta pihak lain yang diperlukan, dalam pemberian
layanan dan bantuan dalam pemulangan TKIB dan
pembinaannya menjadi TKI berkualitas dan memenuhi
persyaratan.
4. Meningkatkan dan pengembangan kemitraan dan jejaring
kerja baik antar instansi sektoral Pusat dan Daerah serta
pihak lain yang diperlukan.
5. Memfasilitasi pengembangan Polmas di daerah perbatasan
guna meningkatkan peran serta masyarakat dalam
pengawasan dan pengendalian

Satgas TK-PTKIB Pusat 8


Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008

D. Kebijakan

Strategi tersebut di atas dituangkan dalam bentuk kebijakan


operasional TK-PTKIB sebagai berikut:
1. Koordinasi dalam rangka memfasilitasi dan menjembatani
instansi sektoral Pusat dan Daerah serta pihak lain yang
diperlukan, dilakukan dengan memprioritaskan pada institusi/
lembaga yang terkait langsung di lapangan.
2. Koordinasi peningkatan pengetahuan dan pemahaman TKIB
dan calon TKI tentang cara bermigrasi yang baik dan aman
serta terhadap kebijakan deportasi Pemerintah Malaysia
terhadap PATI di Malaysia dilakukan dengan proaktif
melibatkan aparat Perwakilan RI di Malaysia dan komunitas
penduduk Indonesia yang ada di Malaysia, bekerja sama
dengan institusi/lembaga tempatan yang peduli.
3. Koordinasi pemampuan aparatur baik Pusat, Daerah dan di
Perwakilan RI di Malaysia serta pihak lain yang diperlukan,
dilakukan melalui pembina teknis instansi sektoral masing-
masing.
4. Koordinasi peningkatan dan pengembangan kemitraan dan
jejaring kerja dilaksanakan dengan memanfaatkan kemajuan
sistem informasi dan kemudahan komunikasi serta keter-
sediaan fasilitas jaringan internet dan mengupayakan adanya
pertukaran data dan informasi secara teratur.
5. Koordinasi pengembangan Polmas di daerah perbatasan
dilakukan dengan memfasilitasi peningkatan peran
masyarakat dengan petugas.

E. Program
Berdasarkan asas prioritas dan kesiapan sumber daya yang
diperlukan, maka disusun program pemulangan TKIB dan
pembinaannya menjadi TKI berkualitas dan memenuhi
persyaratan, sebagai berikut:

1. Tahun Anggaran 2007


a. Koordinasi Pemerintah RI dan Malaysia serta Pertemuan
Tingkat Menteri untuk membahas proses pemulangan TKIB
secara bermartabat dan selamat sampai ke daerah asalnya
di Indonesia.

Satgas TK-PTKIB Pusat 9


Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008

b. Sosialisasi kebijakan razia Pendatang Asing Tanpa Ijin


(PATI) di Malaysia oleh pasukan RELA dan deportasi TKIB
dari Malaysia.
c. Koordinasi pemulangan TKIB di daerah exit point di
Malaysia, dan di daerah entry point, transit dan daerah asal
TKIB di Indonesia.
d. Koordinasi penyusunan anggaran pemulangan TKIB dari
Malaysia.
e. Koordinasi pelaksanaan kegiatan sektoral, antar
Pemerintah Pusat dan Daerah, swasta dan kelembagaan
masyarakat, dalam pembinaan dan pemberdayaan TKIB
menjadi TKI yang berkualitas dan memenuhi persyaratan.
f. Koordinasi monitoring, evaluasi dan pelaporan pelaksanaan
pemulangan TKIB dari Malaysia.
g. Pelaksanaan tugas sewaktu-waktu dari Pimpinan.

2. Tahun Anggaran 2008


a. Koordinasi Pemerintah RI dan Malaysia serta Pertemuan
Tingkat Menteri untuk membahas penyelesaian masalah
TKIB di dalam dan di luar negeri.
b. Sosialisasi kebijakan razia Pendatang Asing Tanpa Ijin
(PATI) di Malaysia oleh pasukan RELA dan deportasi TKIB
dari Malaysia.
c. Sosialisasi cara bermigrasi yang baik dan aman kepada
TKIB serta calon TKI dan pencari kerja di dalam negeri.
d. Sosialisasi alternatif kesempatan kerja di perdesaan
melalui berbagai program pemerintah seperti PNPM
Mandiri, UMKM, Kredit Perkasa, dan lain-lain.
e. Koordinasi pemulangan TKIB di daerah exit point di
Malaysia, dan di daerah entry point, daerah transit dan
daerah asal TKIB di Indonesia.
f. Koordinasi penyusunan anggaran pemulangan TKIB dari
Malaysia.
g. Koordinasi pelaksanaan kegiatan sektoral, antar Pemda
Pusat dan Daerah, swasta dan kelembagaan masyarakat,
dalam pembinaan dan pemberdayaan TKIB menjadi TKI
yang berkualitas dan memenuhi persyaratan.

Satgas TK-PTKIB Pusat 10


Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008

h. Koordinasi penyempurnaan pedoman, juklak, juknis dan


standar operasional prosedur tentang penanganan TKIB
dengan adanya Perpres No. 81 Tahun 2006 tentang
BNP2TKI dan Inpres No. 6 Tahun 2006 tentang Kebijakan
Reformasi Sistem Penempatan dan Perlindungan TKI.
i. Koordinasi monitoring, evaluasi dan pelaporan pelaksanaan
pemulangan TKIB dari Malaysia.
j. Pelaksanaan tugas sewaktu-waktu dari Pimpinan.

2. Tahun Anggaran 2009


a. Koordinasi Pemerintah RI dan Malaysia serta Pertemuan
Tingkat Menteri untuk membahas penyelesaian masalah
TKIB di dalam dan di luar negeri.
b. Sosialisasi kebijakan razia Pendatang Asing Tanpa Ijin
(PATI) di Malaysia oleh pasukan RELA dan deportasi TKIB
dari Malaysia.
c. Sosialisasi cara bermigrasi yang baik dan aman kepada
TKIB serta calon TKI dan pencari kerja di dalam negeri.
d. Sosialisasi alternatif kesempatan kerja di pedesaan melalui
berbagai program pemerintah seperti PNPM Mandiri,
UMKM, Kredit Perkasa, dan lain-lain.
e. Koordinasi pemulangan TKIB di daerah exit point di
Malaysia, dan di daerah entry point, transit dan daerah asal
TKIB di Indonesia.
f. Koordinasi penyusunan anggaran pemulangan TKIB dari
Malaysia.
g. Koordinasi pelaksanaan kegiatan sektoral, antar Pemda
Pusat dan Daerah, swasta dan kelembagaan masyarakat,
dalam pembinaan dan pemberdayaan TKIB menjadi TKI
yang berkualitas dan memenuhi persyaratan.
h. Koordinasi implementasi dan evaluasi juklak/juknis dan
standar operasional prosedur tentang penanganan TKIB
yang telah disempurnakan.
i. Koordinasi monitoring, evaluasi dan pelaporan pelaksanaan
pemulangan TKIB dari Malaysia.
j. Pelaksanaan tugas sewaktu-waktu dari Pimpinan.

Satgas TK-PTKIB Pusat 11


Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008

III. KINERJA TAHUN 2008

Pelaksanaan program dan kegiatan Tim Koordinasi Pemulangan


TKI Bermasalah dan Keluarganya dari Malaysia (TK-PTKIB) Tahun
2008, adalah sebagai berikut:

A. Koordinasi Penganggaran
Koordinasi penganggaran adalah mandat dari Surat
Keputusan Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat No.
09/KEP/MENKO/KESRA/III/2008 tentang Tim Koordinasi For-
mulasi Kebijakan Pemulangan TKI Bermasalah dan Keluarganya
dari Malaysia (TK FKP-TKIB), sebagai tindak lanjut Rapat
Koordinasi Tingkat Menteri TK-PTKIB tanggal 21 Februari 2008.
Usulan kebutuhan biaya pemulangan TKIB dan Pekerja
Migran Bermasalah Sosial (PMBS) Tahun 2008, yang diharapkan
dapat dialokasikan dari APBN-P Tahun 2008, sebesar Rp 14,25
milyar rinciannya sebagai berikut.

Tabel 1. Rekapitulasi Kebutuhan Biaya Pemulangan


TKIB dan PMI-BS APBN-P Tahun 2008.

Satgas TK-PTKIB Pusat 12


Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008

Kebutuhan biaya ini telah dilaporkan melalui surat Sekretaris


Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat (selaku
Ketua TK FKP-TKIB) Nomor B.671/KMK/SES/IV/ 2008 tanggal 15
April 2008 kepada Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan
Rakyat. Setelah melalui penajaman, kebutuhan anggaran sebesar
Rp 13,3 milyar diajukan ke Menteri Keuangan melalui surat
Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Nomor
B.136/MENKO/KESRA/VII/2008 tanggal 29 Juli 2008.
Dari hasil pembahasan di Departemen Keuangan cq. Ditjen
Anggaran yang dilakukan pada tanggal 6 September 2008,
disepakati alokasi anggaran pemulangan TKIB sebesar Rp 11,34
milyar, dan sesuai dengan peruntukannya dialokasikan melalui
Satuan Kerja terkait. Untuk Kementerian Koordinator Bidang
Kesejahteraan Rakyat, anggaran dialokasikan pada kegiatan
Pemulangan TKI Bermasalah (TKIB) dari Malaysia Tahun 2008,
pada DIPA No.0006.10/069-030/-/2008, Revisi ke-X tanggal 12
Nopember 2008.
Realisasi penggunaan anggaran sampai dengan akhir tahun
2008, sebesar 35,89% dengan rincian sebagai berikut.

Tabel 2. Realisasi Penggunaan Anggaran Pemulangan


TKIB dan PMI-BS APBN-P Tahun 2008.

Satgas TK-PTKIB Pusat 13


Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008

Rendahnya serapan anggaran dikarenakan turunnya DIPA


yang sudah mendekati akhir tahun 2008, sehingga Departemen
Sosial secara administratif tidak dapat memanfaatkan anggaran
tersebut, padahal secara operasional mempunyai utang kepada
pihak ketiga. Utang biaya permakanan dan transportasi sejak
pertengahan sampai dengan akhir bulan Desember 2008 yang
tidak dapat dibayarkan dari anggaran tambahan, dijadikan beban
utang untuk tahun 2009. Hal yang sama juga dialami oleh
Departemen Kesehatan sehingga serapan anggaran layanan
kesehatan hanya mencapai 16,39%. Sisa anggaran yang tidak
terpakai, oleh Departemen Sosial dan Departemen Kesehatan
dikembalikan ke Kas Negara.

B. Penajaman Rencana Kerja


Secara organisatoris, tidak ada perubahan yang berarti
dalam susunan keanggotaan Satgas TK-PTKIB, sementara untuk
Sekretariat Satgas TK-PTKIB, kembali dikukuhkan melalui
Keputusan Deputi Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan
Rakyat Bidang Koordinasi Pemberdayaan Perempuan dan
Kesejahteraan Rakyat No. 04/KEP/DEP.VI/KESRA/I/2008 tentang
Sekretariat Tim Koordinasi Pemulangan TKI Bermasalah dan
Keluarganya dari Malaysia (TK-PTKIB).
Rencana Kerja menurut Rencana Strategis TK-PTKIB tahun
2008 adalah:
a. Koordinasi Pemerintah RI dan Malaysia serta Pertemuan Tingkat Menteri
untuk membahas penyelesaian masalah TKIB di dalam dan di luar negeri.
b. Sosialisasi kebijakan razia Pendatang Asing Tanpa Ijin (PATI) di Malaysia
oleh pasukan RELA dan deportasi TKIB dari Malaysia.
c. Sosialisasi cara bermigrasi yang baik dan aman kepada TKIB serta calon
TKI dan pencari kerja di dalam negeri.
d. Sosialisasi alternatif kesempatan kerja di perdesaan melalui berbagai
program pemerintah seperti PNPM Mandiri, UMKM, Kredit Perkasa, dan
lain-lain.
e. Koordinasi pemulangan TKIB di daerah exit point di Malaysia, dan di
daerah entry point, daerah transit dan daerah asal TKIB di Indonesia.
f. Koordinasi penyusunan anggaran pemulangan TKIB dari Malaysia.
g. Koordinasi pelaksanaan kegiatan sektoral, antar Pemda Pusat dan Daerah,
swasta dan kelembagaan masyarakat, dalam pembinaan dan
pemberdayaan TKIB menjadi TKI yang berkualitas dan memenuhi
persyaratan.
h. Koordinasi penyempurnaan pedoman, juklak, juknis dan standar
operasional prosedur tentang penanganan TKIB dengan adanya Perpres
No. 81 Tahun 2006 tentang BNP2TKI dan Inpres No. 6 Tahun 2006
tentang Kebijakan Reformasi Sistem Penempatan dan Perlindungan TKI.
i. Koordinasi monitoring, evaluasi dan pelaporan pelaksanaan pemulangan
TKIB dari Malaysia.
j. Pelaksanaan tugas sewaktu-waktu dari Pimpinan.

Satgas TK-PTKIB Pusat 14


Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008

Keterbatasan alokasi anggaran tahun 2008, mengharuskan


sebagian program dan atau kegiatan harus dikurangi dan atau
dititipkan ke kementerian/lembaga, sebagai berikut:
a. Koordinasi Pemerintah RI dan Malaysia serta Pertemuan Tingkat Menteri
untuk membahas penyelesaian masalah TKIB di dalam dan di luar negeri
(Rencana Senior Official Meeting di Malaysia ditiadakan).
b. Sosialisasi kebijakan razia Pendatang Asing Tanpa Ijin (PATI) di Malaysia
oleh pasukan RELA dan deportasi TKIB dari Malaysia (diserahkan kepada
Perwakilan RI melalui Program Pelayanan Warga/Citizen Services).
c. Sosialisasi cara bermigrasi yang baik dan aman kepada TKIB serta calon
TKI dan pencari kerja di dalam negeri.
d. Sosialisasi alternatif kesempatan kerja di perdesaan melalui berbagai
program pemerintah seperti PNPM Mandiri, UMKM, Kredit Perkasa, dan
lain-lain (dititipkan kepada Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan).
e. Koordinasi pemulangan TKIB di daerah exit point di Malaysia, dan di
daerah entry point, daerah transit dan daerah asal TKIB di Indonesia.
f. Koordinasi penyusunan anggaran pemulangan TKIB dari Malaysia.
g. Koordinasi pelaksanaan kegiatan sektoral, antar Pemda Pusat dan Daerah,
swasta dan kelembagaan masyarakat, dalam pembinaan dan
pemberdayaan TKIB menjadi TKI yang berkualitas dan memenuhi
persyaratan.
h. Koordinasi penyempurnaan pedoman, juklak, juknis dan standar
operasional prosedur tentang penanganan TKIB dengan adanya Perpres
No. 81 Tahun 2006 tentang BNP2TKI dan Inpres No. 6 Tahun 2006
tentang Kebijakan Reformasi Sistem Penempatan dan Perlindungan TKI.
i. Koordinasi monitoring, evaluasi dan pelaporan pelaksanaan pemulangan
TKIB dari Malaysia.
j. Pelaksanaan tugas sewaktu-waktu dari Pimpinan.

C. Koordinasi Kebijakan Pemulangan TKIB


Koordinasi yang dilaksanakan berkaitan dengan kebijakan
operasional dalam rangka implementasi Keppres No. 106 Tahun
2004, ditujukan untuk mengantisipasi kebijakan Pemerintah
Malaysia yang diberitakan akan mengadakan razia besar-besaran
kepada PATI yang banyak di antaranya berasal dari Indonesia.
1. Dalam rangka meningkatkan pelayanan dan perlindungan
kepada tenaga kerja Indonesia bermasalah dan keluarganya
yang dipulangkan oleh Pemerintah Malaysia dengan
kecenderungan yang semakin meningkat akhir-akhir ini,
Menteri Koordinator Bidang Kesra selaku Ketua TK-PTKIB,
menyelenggarakan rapat koordinasi tingkat Menteri pada
tanggal 21 Februari 2008 di Kementerian Koordinator Bidang
Kesra, dihadiri oleh Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi,
Menteri Sosial, Menteri Kesehatan, Kepala Badan Nasional

Satgas TK-PTKIB Pusat 15


Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008

Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia


(BNP2TKI) serta pejabat yang mewakili Instansi anggota TK-
PTKIB.

Gambar 1. Rakor Tim Koordinasi Pemulangan TKI


Bermasalah dan Keluarganya dari Malaysia
(TK-PTKIB)

Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat membuka


rapat koordinasi dan menyampaikan berbagai hal berkaitan
dengan TKI Bermasalah (TKIB) di Malaysia, yang sebagian
besar permasalahannya terjadi di dalam negeri. Akibat dari
permasalahan tersebut, sejak tahun 2004 banyak TKIB
dipulangkan atau dideportasi dari Malaysia, dan diperkirakan
tahun 2008 sebanyak 80.000 TKIB akan dipulangkan dari
Malaysia.
Pemusatan pemulangan TKIB dari Johor Bahru, Malaysia
telah menyebabkan meningkatnya beban kerja Satuan Tugas
di Tanjung Pinang, juga di daerah perbatasan lainnya seperti
di Entikong, Kalimantan Barat dan Nunukan, Kalimantan
Timur, serta di Tanjung Priok sebagai daerah transit
pemulangan TKIB ke daerah asalnya.

Satgas TK-PTKIB Pusat 16


Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008

Dengan dibentuknya BNP2TKI dan adanya Inpres No. 6


Tahun 2006 tentang Kebijakan Reformasi Sistem
Penempatan dan Perlindungan TKI, perlu dirumuskan
kembali pembagian tugas penanganan TKI Bermasalah
termasuk peran Pemerintah Daerah.
Kepada TKIB dan calon tenaga kerja perlu diinformasikan
adanya alternatif kesempatan kerja di pedesaan melalui
PNPM Mandiri, transmigrasi, dan pembangunan perkebunan,
sehingga bagi yang tidak memenuhi persyaratan tidak perlu
memaksakan diri bekerja di luar negeri.
Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi menyampaikan
bahwa permasalahan Calon TKI dan TKI terjadi baik di dalam
maupun di luar negeri, yang menyebabkan terjadinya TKI
bermasalah. Depnakertrans sebagai regulator dan BNP2TKI
sebagai operator, bertugas menangani TKI ”formal-
prosedural” ke luar negeri. Dalam rangka perlindungan TKI
di luar negeri, dilakukan melalui kerjasama bilateral,
multilateral, asuransi dan penempatan atase
ketenagakerjaan di 5 negara. Sehubungan dengan Inpres
No. 6 Tahun 2006, reformasi Sistem Penempatan dan
Perlindungan TKI dilakukan antara lain dengan
penyederhanaan prosedur, keringanan biaya administrasi,
kerjasama pemulangan TKI (”formal-prosedural”) yang
Bermasalah, dan TKI Purna.
Menteri Sosial menyampaikan bahwa pekerja migran
Indonesia (PMI) yang ke luar negeri, karena berbagai hal
menjadi PM Bermasalah Sosial (PMI-BS). Dalam hubungan
itu, Depsos memberikan perlindungan sosial (transportasi,
permakanan), dan penguatan jaringan kerja dan bantuan
sosial Usaha Ekonomi Produktif (UEP) untuk PMI-BS. Depsos
memerlukan dukungan dalam rangka operasional Satgas
dalam memberikan pelayanan dan perlindungan kepada PMI-
BS. Karena sulit diprediksi, penganggaran sering tidak
mencukupi khususnya untuk mendukung operasional Satgas
di daerah debarkasi.
Menteri Kesehatan menyampaikan bahwa TKI yang berada di
luar negeri dan menjadi TKIB tidak termasuk dalam sasaran
Askeskin. Akan tetapi bagi TKIB yang telah kembali ke
daerah asal dan telah dinyatakan sebagai penduduk
setempat serta termasuk dalam kategori miskin, menjadi
tanggung jawab Pemda. Menteri Kesehatan juga melalporkan
adanya RS Rujukan yang ada di 20 RS di 12 provinsi, yang

Satgas TK-PTKIB Pusat 17


Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008

dapat dipergunakan oleh TKIB. Menteri Kesehatan


mengusulkan agar ada dana perlindungan TKIB yang
disiapkan secara tersendiri.
Kepala BNP2TKI menyampaikan berbagai sumber masalah
rekruitmen TKI yang menyebabkan timbulnya TKI Non-
prosedural, TKI gagal berangkat, TKI tertipu, TKI ilegal/TKI
bermasalah, TKI sakit dan tidak berkualitas. Sebagai
operator, kebijakan operasional BNP2TKI antara lain adalah:
penguatan embarkasi dan debarkasi dengan pembentukan
Pelayanan Satu Atap, bursa kerja, perbaikan Balai Latihan
Kerja Luar Negeri (BLK-LN), penerbitan kartu Tenaga Kerja
Luar Negeri (TKLN), dan penguatan kelembagaan kesehatan.
Permasalahan ketenagakerjaan yang terjadi di luar negeri,
telah menyebabkan tumbuhnya TKI ilegal, overstay, TKIB,
trafficking in persons (TIP) dan deportasi. Dalam hubungan
ini, kebijakan operasional BNP2TKI, antara lain: penguatan
Citizen Services, pemutihan TKI Deportasi dan penempatan
kembali, penghapusan biaya pembuatan paspor dan denda
(PP No. 75 Tahun 2005 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis
Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada
Departemen Hukum dan HAM), dan pendirian lembaga
monitoring dan evaluasi di luar negeri. BNP2TKI berpendapat
perlu adanya sinkronisasi kelembagaan dalam penanganan
TKIB (pencegahan, penempatan dan pemberdayaan).
Departemen Luar Negeri menyampaikan bahwa telah
merintis pembentukan Citizen Service antara lain di
Singapura. Mengenai Citizen Services ini, Duta Besar RI di
Singapura menjelaskan berbagai upaya untuk memberikan
perlindungan kepada TKI, antara lain dengan membentuk
hotline, forum untuk pelatihan, kursus (bahasa,
keterampilan), dialog, siaran radio di Batam dengan acara
”Anda Tidak Sendiri”, dan penampungan di Kedubes RI
Singapura. KBRI juga memberikan bantuan hukum untuk
memperoleh hak-hak TKI dari majikan, asuransi, termasuk
menghindarkan TKIB dari ancaman hukuman mati.
Departemen Pendidikan Nasional menyampaikan bahwa 30
ribu anak TKI di Sabah, Malaysia Timur yang berada di
pedalaman perkebunan, tidak memiliki dokumen sehingga
tidak bisa bersekolah di Malaysia. Anak-anak TKIB tersebut
mendapat pendidikan dari LSM Humana dan LSM dari Flores
di Keningau, Sabah. Sementara Ditjen Pendidikan Dasar dan
Menengah memberikan bantuan buku perpustakaan dan
buku bacaan. Saat ini Departemen Pendidikan Nasional

Satgas TK-PTKIB Pusat 18


Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008

bekerjasama dengan Perwakilan RI di Kota Kinabalu, sedang


dalam proses mendirikan Sekolah Indonesia Kota Kinabalu
(SIKK) untuk memberikan akses pendidikan Wajar 9 Tahun
kepada anak-anak TKI, yang direncanakan dibuka tahun
2008/2009. Depdiknas juga memberikan subsidi kepada
anak TKI dari Sabah yang mengikuti pendidikan di
Kabupaten Nunukan (berasrama) untuk 1.376 orang (2007),
dan bantuan untuk pesantren Hidayatullah, Sekolah Gabriel.
Dirintis pula pendidikan kesetaraan – pangkalan belajar
sebagai pusat tutor anak-anak TKI.
Pada akhir rapat koordinasi, Menteri Koordinator Bidang
Kesejahteraan Rakyat menyampaikan arahan sebagai tindak
lanjut rapat koordinasi sebagai berikut:
1) Permasalahan calon TKI dan TKI terjadi di dalam dan di
luar negeri, yang menyebabkan terjadinya TKI
Bermasalah, dan jumlahnya sangat besar di Malaysia.
Mereka dideportasi ke Indonesia dalam jumlah yang
besar dan berlangsung setiap tahun. Pemerintah perlu
menjabarkan lebih lanjut Kepppres No. 106 Tahun 2004
tentang Tim Koordinasi Pemulangan TKIB, dan Inpres No.
106 Tahun 2006 tentang Kebijakan Reformasi Sistem
Penempatan dan Perlindungan TKI dalam langkah-
langkah nyata yang terpadu sehingga TKIB dapat
dikurangi dan selanjutnya dihilangkan.
Untuk itu akan dibentuk Tim Kecil Eselon I yang akan
membahas lebih lanjut permasalahan TKIB secara lebih
mendalam termasuk dari segi penganggarannya.
2) Untuk pembagian tugas lintas sektor sehubungan dengan
ditetapkannya Perpres No. 81 Tahun 2006 tentang
BNP2TKI, perlu disusun Petunjuk Pelaksanaan
Penanganan TKIB yang terpadu dan komprehensif sejak
dari luar negeri ke daerah asalnya, dan pemberdayaan-
nya menjadi TKI yang berkualitas dan memenuhi
persyaratan.
3) Operasional Satgas PTKIB Pusat dan Daerah untuk tahun
2008 akan diupayakan dari APBNP melalui Koordinasi
Menko Kesra, sedang untuk tahun 2009 dan selanjutnya
akan ditampung dalam DIPA Departemen Sosial, serta
didampingi dana APBD Daerah.
4) Menteri Kesehatan menyatakan bahwa TKIB tidak dapat
menggunakan fasilitas Askeskin sehingga perlu dicarikan
sumber pendanaan lainnya untuk mendukung pelayanan

Satgas TK-PTKIB Pusat 19


Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008

kesehatan kepada TKIB di daerah entry point dan selama


di perjalanan ke daerah asalnya, termasuk kepada TKIB
yang meninggal dunia.
5) Menteri Pendidikan bekerjasama dengan Pemerintah
Malaysia terus mengembangkan Sekolah Indonesia di
Kota Kinabalu, dan dengan Pemda Nunukan
mengembangkan berbagai fasilitas dan pelayanan
pendidikan bagi anak-anak TKI di Sabah Malaysia.
6) Departemen Luar Negeri perlu meningkatkan dan
memperluas Citizen Service di seluruh Perwakilan RI di
Malaysia (Penang, Kuala Lumpur, Johor Bahru, Kuching,
Kota Kinabalu, dan lain-lain). Untuk memberikan
pelayanan sosial kepada TKIB, Atase Sosial
dipertimbangkan untuk ditempatkan di Perwakilan RI di
Malaysia.
7) Kepolisian Negara RI perlu mengembangkan Polmas
bekerjasama dengan Babinsa dan LSM untuk mengawasi
pelabuhan tradisional dan jalan-jalan tikus di daerah
perbatasan.
8) Peningkatan kesempatan kerja di dalam negeri melalui
PNPM Mandiri, transmigrasi dan pembangunan daerah-
daerah sepanjang perbatasan.

2. Pada tanggal 6 Maret 2008 dibentuk Tim Koordinasi Formu-


lasi Kebijakan Pemulangan TKI Bermasalah dan Keluarganya
dari Malaysia (TK FKP-TKIB) melalui Keputusan Menteri
Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat No. 09/KEP/
MENKO/KESRA/III/2008, dengan tugas yang harus
diselesaikan dalam waktu 30 hari, yaitu:
1) mengkoordinasikan penyusunan anggaran operasional
Satuan Tugas Pemulangan Tenaga Kerja Indonesia
Bermasalah dan Keluarganya dari Malaysia untuk tahun
anggaran 2008 dan 2009;
2) mengkoordinasikan formulasi pembagian tugas
Pemulangan Tenaga Kerja Indonesia Bermasalah dan
Keluarganya dari Malaysia antara Tim Koordinasi
Pemulangan Tenaga Kerja Indonesia Bermasalah dan
Keluarganya dari Malaysia (TK-PTKIB) yang dibentuk
melalui Keputusan Presiden Nomor 106 Tahun 2004
dengan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan
Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) yang dibentuk melalui
Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2006;

Satgas TK-PTKIB Pusat 20


Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008

3) melaporkan hasil koordinasi dan rekomendasi kepada


Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat dan
Kepala BNP2TKI.
Tim Koordinasi Formulasi Kebijakan Pemulangan TKI
Bermasalah dan Keluarganya dari Malaysia (TK FKP-TKIB)
telah menyelesaikan tugasnya dan mengirim laporannya
melalui Surat Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang
Kesejahteraan Rakyat (selaku Ketua TK FKP-TKIB) Nomor
B.671/KMK/SES/IV/2008 tanggal 15 April 2008 kepada
Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, sebagai
berikut:
1) TK FKP-TKIB memperkirakan jumlah TKI Bermasalah dan
Keluarganya yang akan dipulangkan dari Malaysia pada
tahun 2008 sejumlah 40.000 orang. Dari perkiraan
jumlah tersebut, telah ada anggaran perlindungan sosial
pekerja migran di Departemen Sosial tahun 2008 untuk
37.500 orang, namun masih ada sisa utang tahun 2007
untuk 8.800 orang, sehingga tahun 2008 masih
kekurangan biaya perlindungan sosial pekerja migran
sebanyak 11.300 orang.
Ditambah dengan kebutuhan anggaran untuk: (a)
koordinasi lintas sektor dan Perwakilan RI di Malaysia (b)
pengamanan kesehatan pemulangan TKIB (c) penguatan
operasional 11 Satgas Daerah (d) operasional Citizen
Service di Penang, Kuching dan Tawau, Malaysia, serta
(e) operasional Polmas (Perpolisan Masyarakat) untuk
pengawasan pelabuhan tradisionil di perbatasan (Tanjung
Pinang, Entikong, Nunukan), secara keseluruhan
diperlukan tambahan biaya sebesar Rp 14,25 milyar.
2) Untuk Tahun Anggaran 2009: (a) koordinasi lintas sektor
dan Perwakilan RI di Malaysia ditampung Kementerian
Koordinator Bidang Kesra, (b) biaya perlindungan sosial
pekerja migran untuk 49.000 orang ditampung
Departemen Sosial (c) penguatan operasional Satgas
Daerah ditampung Departemen Dalam Negeri, (d)
pengamanan kesehatan TKIB ditampung Departemen
Kesehatan, (e) biaya operasional Citizen Services di
Malaysia ditampung Departemen Luar Negeri, dan (f)
biaya operasional Polmas di daerah perbatasan
ditampung Mabes POLRI.

Satgas TK-PTKIB Pusat 21


Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008

3) Perihal formulasi pembagian tugas, diawali dengan


mempelajari pengertian tentang TKI, TKI Bermasalah
(TKIB), Pekerja Migran Indonesia (PMI) dan Pekerja
Migran Bermasalah Sosial (PMI-BS) yang ada di dalam
peraturan perundang-undangan.
Dari kajian tersebut, diperoleh pengertian yang dapat
digambarkan sebagai berikut:
• TKI menurut UU No. 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan
Perlindungan Tenaga Kerja di Luar Negeri (PPTKLN), adalah setiap
WNI yang memenuhi syarat untuk bekerja di luar negeri dalam
hubungan kerja untuk jangka waktu tertentu dengan menerima
upah.
(Sehubungan dengan pengertian tersebut, maka “Calon TKI”
adalah setiap warga negara Indonesia yang memenuhi syarat
sebagi pencari kerja yang akan bekerja di luar negeri dan
terdaftar di instansi pemerintah kabupaten/kota yang
bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan).

LN
DN
TKI

Calon-TKI

Gambar 2. Batasan TKI, Calon TKI, Pekerja


Migran dan Calon Pekerja Migran.

• Pekerja migran (Indonesia) menurut Depsos adalah orang


yang berpindah ke daerah lain, baik di dalam maupun ke luar
negeri (legal maupun ilegal), untuk bekerja dalam jangka waktu
tertentu.

• TKI Bermasalah menurut Pasal 73 UU No. 39 Tahun 2004


tentang PPTKLN, adalah TKI yang mengalami: (a) pemutusan
hubungan kerja sebelum masa perjanjian kerja berakhir (b)
terjadi perang, bencana alam, atau wabah penyakit di negara

Satgas TK-PTKIB Pusat 22


Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008

tujuan (c) mengalami kecelakaan kerja yang mengakibatkan tidak


bisa menjalankan pekerjaannya lagi (d) meninggal dunia di
negara tujuan, (e) dideportasi oleh pemerintah setempat.

• Pekerja Migran Bermasalah Sosial (PM-BS) menurut Depsos


adalah pekerja migran internal dan lintas negara yang mengalami
masalah sosial tindak kekerasan, eksploitasi, penelantaran,
pengusiran (deportasi), ketidak-mampuan menyesuaikan diri di
tempat kerja baru atau negara tempatnya bekerja, sehingga
mengakibatkan terganggunya fungsi sosial.

• Berdasarkan pengertian tersebut di atas, definisi TKIB menurut


Keppres No. 106 Tahun 2004 tentang TK-PTKIB yaitu ”tenaga
kerja Indonesia yang bekerja di Malaysia yang tidak memiliki izin
kerja dan/atau dokumen-dokumen yang sah untuk bekerja di
Malaysia dan/atau yang bekerja tidak sesuai dengan izin kerja
yang dimiliki”, cenderung lebih tepat disebut sebagai PMI-BS
karena kriteria TKI menurut UU No. 39 Tahun 2004, haruslah
yang mempunyai hubungan kerja (kontrak).

• Mengacu kepada tugas pokok BNP2TKI, Depsos dan Perwakilan RI


di Luar Negeri, maka pembagian tugas pemulangan TKIB dan
PM(I)-BS sejak dari luar negeri dan di dalam negeri, disepakati
sebagai berikut:
 Penanganan TKI, Calon TKI dan TKIB menurut pengertian UU
No. 39 Tahun 2004 tentang PPTKLN, menjadi tugas BNP2TKI,
bekerjasama dengan sektor terkait dan Pemerintah Daerah.
 Penanganan PM(I), Calon PM(I) dan PM(I)-BS, menjadi tugas
Depsos, bekerjasama dengan sektor terkait dan Pemerintah
Daerah.
 Penanganan WNI (TKI, TKIB, dan PM(I), PM(I)-BS) di luar
negeri menjadi tugas Departemen Luar Negeri melalui
Perwakilan RI setempat, bekerjasama dengan BNP2TKI,
Depsos, sektor terkait dan Pemerintah Daerah.

• Mengingat bahwa pemulangan TKIB dan PMI-BS selama ini tetap


berlangsung, maka untuk jangka pendek kesepakatan pembagian
tugas akan dituangkan dalam bentuk Peraturan Menteri Bersama,
atau dalam bentuk lainnya (Peraturan Menko Kesra dan Menko
Perekonomian), sehingga perangkat daerah dapat segera
menindaklanjutinya di lapangan.

• Selanjutnya mengingat bahwa pemulangan TKIB dan PMI-BS


belum cukup diatur dalam peraturan perundang-undangan, Tim
Koordinasi sepakat untuk menyempurnakan Keppres No. 106
Tahun 2004 menjadi Peraturan Presiden yang lebih komprehensif.

Satgas TK-PTKIB Pusat 23


Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008

4) Tindak lanjut:
a. Mendukung Biro Perencanaan dan KLN Kementerian
Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat dalam
pengajuan dan pembahasan anggaran pemulangan
TKIB dan PMI-BS untuk APBNP Tahun 2008.
b. Mengkoordinasikan alokasi anggaran pemulangan
TKIB dan PMI-BS Tahun 2009 ke dalam DIPA masing-
masing sektor dan Pemerintah Daerah sesuai dengan
tugas, fungsi dan urusan masing-masing.
c. Memformulasikan kesepakatan pembagian tugas
lintas sektor, BNP2TKI, Perwakilan RI dan
Pemerintah Daerah dalam ketetapan hukum yang
mengikat, agar dapat segera dilaksanakan di tingkat
lapangan.
d. Mengkoordinasikan penyempurnaan Keppres No. 106
Tahun 2004 tentang TK-PTKIB menjadi Peraturan
Presiden yang komprehensif.

D. Petunjuk Pelaksanaan Pemulangan TKIB


Dengan adanya perubahan kelembagaan di Pusat dan
Daerah sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 41
Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah, dan
rekomendasi dari TK FK-PTKIB (2008), maka Petunjuk
Pelaksanaan Pemulangan TKIB yang pernah dikeluarkan Satgas
TK-PTKIB Tahun 2004 perlu untuk disempurnakan.
Dalam Revisi Juklak, disepakati pengertian tentang TKI, TKI
Bermasalah, Pekerja Migran (PM) dan Pekerja Migran Bermasalah
Sosial (PMBS), dan pembagian tugas antar kementerian/lembaga
dan pemerintah daerah yang terkait dengan penanganan dan
pemulangan TKIB dan PMBS. Kemudian mengingat TKIB tidak
dapat lagi masuk dalam skema Jankesmas (d/h Askeskin), hak-
haknya untuk memperoleh layanan kesehatan diatur melalui
Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) dan jika diperlukan dapat
dirujuk ke RS Rujukan atas biaya Departemen Kesehatan.
Selain itu diatur pula pelaksanaan pemutihan TKIB/PMBS di
Malaysia Timur yang bekerja di ladang-ladang kelapa sawit yang
dapat memperbaharui dokumennya tanpa harus pulang ke
Indonesia dan setelah diselesaikan hubungan kerjanya dengan

Satgas TK-PTKIB Pusat 24


Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008

perusahaan. Diatur pula langkah-langkah penanganan dan


pemulangan TKIB dan PMBS dari Malaysia sampai ke daerah
asalnya di Indonesia, serta penempatannya kembali menjadi TKI
berkualitas dan memenuhi persyaratan.
Revisi Juklak juga mengatur prosedur penempatan kembali
TKIB menjadi TKI yang memenuhi persyaratan dari sisi
administrasi kependudukan sebagaimana diatur dalam Undang-
undang No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan.
Revisi Juklak juga memperbaharui kontak person di
kementerian/lembaga dan pemerintah daerah, yang dilengkapi
dengan nomor telpon, fax, dan Handphone (HP) untuk
mempermudah komunikasi dalam penyelesaian berbagai masalah
yang mungkin timbul dalam penanganan dan pemulangan TKIB/
PMBS dari Malaysia.
Revisi Juklak dilengkapi dengan Petunjuk Teknis dari masing-
masing kementerian/lembaga sesuai dengan peran dan tanggung
jawabnya dalam penanganan dan pemulangan TKIB dan
keluarganya dari Malaysia.
Secara diagramatis, penanganan dan pemulangan TKIB/
PMBS dari Malaysia dapat digambarkan sebagai berikut:

Desa/
Malaysia Entry Point Provinsi Kab/Kota Kelurahan

Non-WNI
Re-deportasi

Deportasi Pemulangan Pemulangan Pemulangan


TKIB

Pemulangan
Pemulangan

Diklat Reintegrasi,
Pemutihan Pemberdayaan
Penempatan
Kembali

TKI

Gambar 3. Bagan Alur Penanganan dan Pemulangan TKI


Bermasalah/Pekerja Migran Bermasalah Sosial.

Satgas TK-PTKIB Pusat 25


Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008

Sampai dengan akhir tahun 2008, Draft Revisi Juklak sudah


mendekati 80% selesai namun belum tuntas karena masih
menunggu berbagai petunjuk teknis seperti dari administrasi
kependudukan, layanan kesehatan (di luar Jankesmas), prosedur
pengurusan untuk memperoleh kewarganegaraan RI bagi TKIB
yang paspornya kedaluwarsa, serta pembebasan biayanya yang
memerlukan persetujuan dari Menteri Keuangan.

E. Koordinasi Pemulangan TKIB


Walaupun Revisi Juklak belum ditetapkan, namun berbagai
perubahan dan perkembangan prosedur penanganan dan
pemulangan TKIB/PMBS beserta keluarganya dari Malaysia, telah
diinformasikan ke Satgas PTKIB Daerah dan sekaligus sebagai
upaya uji coba petunjuk pelaksanaan yang baru.
Rapat koordinasi yang berkaitan dengan penanganan dan
pemulangan TKIB/PMBS antara lain adalah:
1. Dalam rangka implementasi hasil dan rekomendasi Tim
Koordinasi Formulasi Kebijakan Pemulangan Tenaga Kerja
Indonesia Bermasalah dan Keluarganya dari Malaysia (TK
FKP-TKIB) yang dibentuk melalui SK Menko Kesra No.
09/KEP/MENKO/KESRA/III/2008, diselenggarakan rapat
koordinasi di Kementerian Koordinator Bidang Kesra pada
tanggal 30 Juni 2008, dihadiri oleh Ketua dan Anggota
Satgas TK-PTKIB serta Direktur Pemberdayaan BNP2TKI.
Deputi VI Menko Kesra selaku Ketua Tim Koordinasi
Pelaksanaan dan Pemantauan Satgas TK-PTKIB melaporkan
hasil-hasil dan rekomendasi TK FKP-TKIB berkaitan dengan:
(i) penyusunan anggaran operasional Satgas Pemulangan
TKIB tahun anggaran 2008 (APBNP) dan 2009; (ii) formulasi
pembagian tugas Pemulangan TKI Bermasalah antara TK-
PTKIB (Keppres No. 106 Tahun 2004) dan BNP2TKI (Perpres
No. 81 Tahun 2006; (iii) melaporkan hasilnya kepada Menko
Kesra dan Kepala BNP2TKI
Sehubungan hal tersebut, Satgas TK-PTKIB yang dibentuk
melalui SK Menko Kesra No.27/KEP/MENKO/KESRA/XI/2004
perlu direorganisasi dengan mengganti Ditjen PPTKLN
Depnakertrans dengan Ditjen Bina Penta Depnakertrans, dan
memasukkan BNP2TKI ke dalam keanggotaan Satgas.
Hal ini perlu segera dilakukan untuk mengantisipasi rencana
Pemerintah Malaysia untuk memulangkan secara besar-
besaran Pendatang Asing Tanpa Ijin (PATI) di negaranya
yang banyak berasal dari Indonesia.

Satgas TK-PTKIB Pusat 26


Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008

Staf Ahli Menko Perekonomian Bidang Ketenagakerjaan dan


Anggota Satgas TK-PTKIB menanggapi dan membahas hasil
dan rekomendasi dari TK FKP-TKIB tersebut, yang pada
akhirnya menyepakati bahwa yang berkaitan dengan TKI
sebagaimana menurut pengertian UU No. 39 Tahun 2004
tentang PPTKLN, dari sejak hulu sampai dengan hilirnya
menjadi tanggung jawab BNP2TKI. Sementara bagi pekerja
migran yang tidak memenuhi persyaratan sebagai TKI,
menjadi tanggung jawab Departemen Sosial. Bagi WNI yang
bermasalah di luar negeri termasuk TKI atau pekerja migran,
menjadi tanggung jawab Perwakilan RI setempat.
Direktur Pemberdayaan, BNP2TKI, selanjutnya menjelaskan
bahwa sebagai pengganti Terminal III di Bandara Soekarno-
Hatta, telah dibangun Gedung Pendataan Kepulangan TKI
(GPK-TKI) di Selapajang, Banten, yang sehari-hari
dilaksanakan oleh Satuan Pelayanan Kepulangan TKI (SPK-
TKI) yang dibentuk melalui Peraturan Kepala BNP2TKI No.
PER.01/KA/SU/I/2008 tanggal 23 Januari 2008, diketuai oleh
H. Rahman dari POLRI dan beranggotakan 145 orang. SPK-
TKI didukung oleh Tim Koordinasi yang diketuai Direktur
Pengamanan BNP2TKI dan beranggotakan Dephub, Depkeu,
Deputi III KNPP, Mabes POLRI, Polres Bandara Soekarno-
Hatta (Soetta), Polresta Tangerang, Kantor Imigrasi Bandara
Soetta, PT. Angkasa Pura II Bandara Soetta, Kantor Bea
Cukai Bandara Soetta, dan Kantor Administrasi Bandara
Soetta. Di GPK-TKI juga ada LSM Lembaga Bantuan Hukum.
Direktur Manajemen Pencegahan dan Penanggulangan
Bencana, Ditjen PUM, Depdagri menyampaikan bahwa
reorganisasi Satgas TK-PTKIB perlu segera dilakukan dan
segera menyusun Tata Kerja sebagaimana diatur dalam
Pasal 10 Keppres No. 106 Tahun 2004 tentang TK-PTKIB.
Selanjutnya perlu segera disosialisasikan dalam rangka
mengkoordinir Satgas Pemulangan TKIB di Daerah yang
perlu juga direorganisasi dengan memasukkan BP3TKI dalam
Satgas Daerah. Selanjutnya dilaporkan bahwa untuk Tahun
2009, telah diusulkan dana dekonsentrasi dari Depdagri
untuk operasional Satgas PTKIB Daerah.
Direktorat Perlindungan WNI dan BHI, menyampaikan bahwa
berita dari koran Malaysia mengenai rencana pemulangan
besar-besaran PATI asal Indonesia perlu ditanggapi dengan
bijaksana, karena telah beberapa kali Pemerintah Malaysia

Satgas TK-PTKIB Pusat 27


Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008

menyuarakan hal tersebut namun tidak jadi dilaksanakan.


Walaupun demikian perlu terus diikuti pemberitaannya agar
Pemerintah RI melalui Satgas TK-PTKIB dapat melakukan
persiapan dengan sebaik-baiknya.
Rencana tindak lanjut:
a. Mengukuhkan kesepakatan pembagian tugas tentang
penanganan TKI yang dari hulu sampai dengan hilir oleh
BNP2TKI dengan didukung oleh lintas sektor, serta
penanganan “PM-BS” oleh Depsos didukung oleh lintas
sektor.
b. GPK-TKI yang menjadi tanggung jawab BNP2TKI,
hendaknya menjamin pemulangan TKI sampai ke desa
asalnya dengan selamat dan bermartabat. Untuk itu,
BNP2TKI perlu mensosialisasikan kepada lintas sektor
perihal pelayanan yang diberikan kepada TKI.
c. Formulasi reorganisasi Satgas TK-PTKIB dengan adanya
BNP2TKI dan Ditjen Bina Penta, Depnakertrans, beserta
tata kerja penanganan pemulangan TKIB dan PM-BS
serta keluarganya, akan difasilitasi oleh Kementerian
Koordinator Bidang Kesra.
d. Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Kesra akan
segera berkoordinasi dengan Kepala BNP2TKI beserta
jajarannya, mengenai penanganan TKI.
e. Kebutuhan dana APBN-P tahun 2008 untuk pemulangan
TKI dan PM Bermasalah, diharapkan dapat difasilitasi
oleh Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Kesra.
f. Direktorat Perlindungan WNI dan BHI, Deplu akan
berkoordinasi dengan Perwakilan RI di Malaysia
mengenai rencana deportasi besar-besaran oleh
Pemerintah Malaysia terhadap PATI di negaranya yang
banyak berasal dari Indonesia.
2. Dalam rangka peningkatan penempatan dan perlindungan
TKI termasuk TKI yang bermasalah, Kementerian
Koordinator Bidang Kesra pada tanggal 9 Juli 2008
menyelenggarakan rapat koordinasi dengan BNP2TKI, yang
dihadiri oleh Sekretaris Menko Kesra, Kepala BNP2TKI,
Sekretaris Utama BNP2TKI, Deputi VI Menko Kesra Bidang
Koordinasi Pemberdayaan Perempuan dan Kesejahteraan
Anak, Staf Ahli Menko Kesra Bidang Ketenagakerjaan dan
TKI, Deputi Penempatan BNP2TKI, Direktur Advokasi
BNP2TKI, Direktur Pemberdayaan BNP2TKI, Kepala Biro
Umum Setmenko Kesra, dan Asisten Deputi Kesempatan
Kerja Perempuan dan Ekonomi Keluarga Kemenko Kesra.

Satgas TK-PTKIB Pusat 28


Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008

Penempatan TKI ke luar negeri merupakan salah satu solusi


yang efektif dalam rangka mengurangi pengangguran dan
kemiskinan, karena penempatan satu orang TKI akan
berdampak pada peningkatan kesejahteraan bagi 4-5 orang
anggota keluarganya. Selain itu, remitan yang dikirimkan
telah secara nyata meningkatkan devisa negara. Menurut
Kepala BNP2TKI, pada tahun 2008 tercatat ada sekitar 4,3
juta TKI legal dan 2 juta TKI ilegal yang tersebar di berbagai
negara. Sampai dengan bulan April 2008, remitansi dari TKI
telah mencapai US$ 2,23 milyar.
Sesuai dengan tugas, fungsi dan sumber daya yang ada,
BNP2TKI membatasi hanya menangani TKI legal, sementara
pekerja migran di luar definisi TKI diharapkan tetap ditangani
Menko Kesra melalui koordinasi Keppres No. 106 Tahun
2004 tentang Tim Koordinasi Pemulangan TKI Bermasalah
dan Keluarganya dari Malaysia (TK-PTKIB). Keterkaitan
BNP2TKI dengan TK-PTKIB terutama dalam hal penempatan
kembali TKI Bermasalah menjadi TKI yang berkualitas dan
memenuhi persyaratan sebagaimana telah dirintis oleh
BNP2TKI bekerjasama dengan Pemerintah Provinsi
Kepulauan Riau.
BNP2TKI tahun 2007 telah berhasil menempatkan 696.746
orang TKI dan berupaya menempatkan 1 juta orang TKI
pada tahun 2008. Namun anggaran BNP2TKI tahun 2008
hanya sebesar Rp 240 milyar, termasuk untuk membiayai
Satuan Pendataan Kepulangan TKI (SPK-TKI) di Gedung
Pendataan Kepulangan TKI (GPK-TKI) di Selapajang, Banten.
Penempatan TKI yang disalurkan tanpa melalui Perusahaan
Pengerah TKI Swasta (PPTKIS, d/h PJTKI) seperti pelaut,
nelayan dan pekerja di kapal penangkap ikan tuna, perlu
diatur agar dapat diberikan perlindungan dengan sebaik-
baiknya. Saat ini konsep Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi mengenai hal tersebut, sedang dalam proses
penyusunan.
Terkait dengan masalah ketenagakerjaan dengan jumlah
penganggur sebanyak 9,43 juta orang (BPS, Februari 2008),
BNP2TKI mentargetkan penempatan satu juta penganggur
menjadi TKI di luar negeri. Selebihnya diharapkan menjadi
tugas Depnakertrans bekerjasama dengan sektor lainnya
untuk mengupayakan kesempatan kerja dan berusaha di
dalam negeri, dengan memanfaatkan program

Satgas TK-PTKIB Pusat 29


Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008

pemberdayaan masyarakat PNPM Mandiri, Kredit Usaha


Rakyat (KUR), transmigrasi, perkebunan, dan lain-lain.
Depnakertrans juga diharapkan meningkatkan pengawasan
implementasi norma-norma ketenagakerjaan baik di dalam
negeri maupun di luar negeri.
Rencana tindak lanjut:
a. Mendukung BNP2TKI dalam upaya melegalkan TKI
Bermasalah menjadi TKI yang berkualitas dan memenuhi
persyaratan.
b. Meningkatkan efektivitas pemanfaatan biaya pembinaan
sebesar US$ 15 per TKI yang merupakan Pendapatan
Negara Bukan Pajak (PNBP) sebagaimana diatur dalam
UU No. 20 Tahun 1997, sebesar-besarnya bagi upaya
pendidikan dan pelatihan, riset, penegakan hukum dan
pembinaan lingkungan bagi TKI dan keluarganya.
c. Meningkatkan anggaran BNP2TKI sehingga mampu
menempatkan dan melindungan TKI dengan sebaik-
baiknya, berdasarkan pada “placement by mapping”,
dengan memetakan potensi calon TKI dan situasi pasar
kerja di luar negeri.
d. Mengkaji dan mengupayakan Satuan Pendataan
Kepulangan TKI (SPK-TKI) di Gedung Pendataan
Kepulangan TKI (GPK-TKI) Selapajang, Banten, menjadi
Unit Pelaksana Teknis (UPT) BNP2TKI setingkat Eselon II,
demikian pula untuk Balai Pelayanan Penempatan dan
Perlindungan TKI (BP3TKI) di daerah.
e. Mengkoordinasikan dengan Ditjen Imigrasi, Departemen
Hukum dan HAM mengenai dasar hukum bagi pengetatan
pengiriman TKI menggunakan visa kunjungan.
f. Merintis diadakannya acara dalam rangka memperingati
Hari Buruh/Pekerja Internasional tanggal 18 Desember
sebagai wahana memberikan award kepada TKI dan
pelaku penempatan dan perlindungan TKI yang
berhasil/berjasa (di Istana Negara), dan wahana
silahturahmi pemerintah dengan buruh/pekerja migran
sebagai Pahlawan Devisa (Istora Senayan).
g. Untuk mengetahui dan mengevaluasi pelaksanaan
pendataan kepulangan TKI, akan dilaksanakan kunjungan
oleh Kementerian Koordinator Bidang Kesra dan BNP2TKI
ke GPK-TKI Selapajang, Bandara Soekarno-Hatta,
Banten.

Satgas TK-PTKIB Pusat 30


Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008

3. Sebagai tindak lanjut pertemuan Menteri Koordinator Bidang


Kesejahteraan Rakyat dengan Duta Besar RI untuk Malaysia
di Kualalumpur dan Acting Konjen RI di Kota Kinabalu,
Sabah, pada tanggal 12 Agustus 2008 di Jakarta, Deputi VI
Menko Kesra Bidang Koordinasi Pemberdayaan Perempuan
dan Kesejahteraan Anak pada tanggal 22 Agustus 2008
mengadakan rapat koordinasi terbatas dengan Ditjen
Imigrasi, Depkumham dan Ditjen Protokol dan Konsuler,
Departemen Luar Negeri.

Gambar 4. Koordinasi Ketua TK-PTKIB dengan Duta


Besar RI untuk Malaysia.

Deputi VI Menko Kesra Bidang Koordinasi Pemberdayaan


Perempuan dan Kesejahteraan Anak menyampaikan hasil
pertemuan Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat
dengan Perwakilan RI untuk Malaysia tanggal 12 Agustus
2008 yang lalu, khususnya yang berkaitan dengan
kebutuhan paspor, surat perjalanan laksana paspor (SPLP),
dan kebutuhan tambahan petugas untuk membantu di
Perwakilan RI di Sabah.
Ditjen Imigrasi menyampaikan kesediaan stok paspor dan
SPLP serta tenaga keimigrasian untuk membantu Perwakilan
RI di Sabah, yang sudah siap untuk dikirim dan
diberangkatkan sewaktu-waktu diperlukan. Mengantisipasi
pemulangan TKIB secara besar-besaran dari Sabah, Ditjen
Imigrasi telah menyiapkan Kantor Imigrasi Nunukan dan
Tarakan untuk menerima pemulangan TKIB dan akan
membantu mereka yang ingin bekerja kembali ke Malaysia,
bekerja sama dengan Satgas PTKIB dan BP3TKI setempat.
Dengan demikian, mereka masuk ke Sabah sebagai TKI
resmi. Dalam rangka itu, Kanwil Imigrasi Kalimantan Timur,

Satgas TK-PTKIB Pusat 31


Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008

pada hari Minggu tanggal 24 Agustus 2008 akan


mengadakan rapat koordinasi dengan Perwakilan RI untuk
Sabah di Tawau. Hasil pertemuan diminta agar segera
dikirimkan ke Pusat pada kesempatan pertama.

Gambar 5. Rakor Satgas TK-PTKIB mengantisipasi


deportasi TKIB dan keluarganya dari
Malaysia.

Sebagaimana pemulangan TKIB tahun 2004-2005 yang


akhirnya pemutihannya dilakukan di Perwakilan RI di
Malaysia, perlu dinegosiasikan dengan Pemerintah Sabah
agar pemutihan seluruh TKIB di Sabah dapat dilakukan di
ladang dan kilang kepala sawit, atau di Perwakilan RI, tanpa
harus ada yang dideportasi. Hal ini menguntungkan kedua
belah pihak dan juga bagi TKIB dan keluarganya.
Acting Dirjen Protokol dan Konsuler Deplu menyatakan
bahwa razia Pemeritah Sabah lebih ditujukan ke pendatang
asing tanpa ijin (PATI) asal Filipina, sementara untuk PATI
asal Indonesia ditawarkan untuk mendapat amnesti. Hal ini
diberikan untuk menjaga agar kebun dan kilang kelapa sawit
di Sabah tidak merugi karena ketiadaan tenaga kerja
terampil asal Indonesia. Bahkan Pemerintah Sabah
membolehkan TKIB tetap tinggal di Sabah, asalkan
dokumennya dilengkapi.
Sehubungan dengan itu, Pemerintah RI harus memanfaatkan
hal ini dengan memberikan pelayanan dokumen dengan cara
jemput bola ke perkebunan dan kilang di Sabah. Pengiriman
paspor dan SPLP harus segera dilakukan ke Perwakilan RI di

Satgas TK-PTKIB Pusat 32


Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008

Kota Kinabalu, Tawau dan Kuching, agar TKIB segera


memiliki dokumen yang diperlukan.
4. Dalam rangka memantau pelayanan dan perlindungan
kepulangan Pahlawan Devisa dari luar negeri, Sekretaris dan
Deputi Bidang Koordinasi Pemberdayaan Perempuan dan
Kesejahteraan Anak Kementerian Koordinator Bidang Kesra,
Staf Ahli Bidang Ketenagakerjaan Kementerian Koordinator
Bidang Perekonomian, Staf Ahli Menteri Negara Pember-
dayaan Perempuan, dan Sekretariat Wakil Presiden, pada
hari Selasa 19 Agustus 2008 mengadakan peninjauan dan
pertemuan dengan Kepala BNP2TKI dan jajarannya serta
Satuan Pelayanan Kepulangan TKI Bandara Soekarno-Hatta
di Selapajang, Banten.

Gambar 6. Rakor Satgas TK-PTKIB dengan BNP2TKI


dan Satuan Pelayanan Kepulangan TKI.

Secara umum, pelayanan dan perlindungan TKI sudah ada


peningkatan, baik di Terminal II-D Bandara Soekarno-Hatta
(counter imigrasi khusus, petugas pendamping, layanan tiket
sambungan, komuter bus gratis ke GPK-TKI), maupun di
Gedung Pelayanan Kepulangan TKI (GPK-TKI) di Selapanjang
Tangerang (fasilitas gedung ber-AC, klinik, kantin murah,
ruang tunggu, penginapan, transportasi darat, sistem
komputerisasi, perbankan, asuransi, security, dan lain-lain).
Namun masih ada yang perlu ditingkatkan seperti misalnya
Petugas Penjemput yang masih kurang peka dalam
menangani TKI Perempuan yang bermasalah (hamil,
dideportasi, trauma, sakit, dan masalah lainnya), serta letak
GPK-TKI yang walau masih dalam areal Bandara namun
sangat jauh dari Terminal II-D.
Pelayanan dan perlindungan kepulangan TKI di Bandara
Soekarno-Hatta ini perlu disosialisasikan ke Perwakilan RI di
luar negeri dan juga ke masyarakat dalam negeri sehingga

Satgas TK-PTKIB Pusat 33


Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008

mendapatkan dukungan dari berbagai pihak khususnya


dalam bidang pengawasan publik agar kinerja GPK-TKI
semakin meningkat. Publikasi tentang pelayanan dan
perlindungan TKI hendaknya tidak saja dalam rangka meng-
counter berita-berita negatif yang tidak benar, tetapi juga
secara aktif menyampaikan informasi kepada masyarakat
tentang hal-hal positif yang telah dilakukan oleh Pemerintah
dalam memberikan pelayanan dan perlindungan kepada TKI.
Satuan Pelayanan TKI GPK-TKI Selapanjang, sejauh ini
masih menggunakan anggaran BNP2TKI. Sehubungan
dengan itu, perlu ditingkatkan menjadi unit struktural
setingkat Eselon II, sehingga mempunyai kemandirian
sumber daya yang akan mendukung peningkatan pelayanan
dan perlindungan kepulangan TKI sejak turun dari pesawat
sampai ke daerah asalnya.
Berdasarkan laporan dari Jasindo, dari Rp 42 milyar klaim
asuransi, sebesar 80%-nya tidak diterima oleh TKI yang
bersangkutan, tetapi oleh PPTKIS yang mengirim dan
menyetorkan premi TKI tersebut pada awal keberangkatan
penempatannya. Hal ini dapat terjadi karena klaim asuransi
dilakukan PPTKIS melalui sutrat kuasa dari TKI yang
bersangkutan. Dengan menempatkan counter asuransi di
GPK-TKI, TKI dengan dibantu petugas dapat mengajukan
klaim asuransi tanpa melalui PPTKIS. Namun layanan ini
mendapat reaksi tidak menyenangkan dari PPTKIS.
Praktek-praktek pembayaran premi asuransi TKI yang lebih
murah dengan resiko pertanggungan yang lebih murah pula,
perlu dihindari dengan meningkatkan sosialisasi tentang
manfaat asuransi bagi TKI. Demikian pula praktek-praktek
penjualan sertifikat kesehatan yang meloloskan kondisi
kesehatan calon TKI yang tidak memenuhi syarat, harus
terus diberantas dengan meningkatkan pengawasan yang
ketat bagi lembaga-lembaga pemeriksa kesehatan calon TKI.
Perihal penanganan TKI Mandiri yang dideportasi Pemerintah
AS menggunakan pesawat khusus ke Bandara Soekarno-
Hatta, akan dibantu penanganannya oleh GPK-TKI,
berkoordinasi dengan Satgas TK-PTKIB khususnya dari
Depsos, Deplu dan Kepolisian.
Kekurangan pegawai di BNP2TKI (perlu 300 orang) dan GPK-
TKI (perlu 100 orang), diupayakan akan dipenuhi dari eks
pegawai Departemen Keuangan yang akan dirasionalisasi.
Hal ini akan dikoordinasikan ke Kementerian Pendayagunaan
Aparatur Negara.

Satgas TK-PTKIB Pusat 34


Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008

5. Dalam rangka persiapan mengantisipasi rencana Pemerintah


Malaysia untuk memulangkan TKI Bermasalah dan
Keluarganya dari Malaysia terutama dari Sabah, pada
tanggal 25 Agustus 2008 di Jakarta, Satgas TK-PTKIB
mengadakan rapat koordinasi yang dihadiri seluruh anggota
Satgas TK-PTKIB dan BNP2TKI.
Deputi VI Menko Kesra Bidang Koordinasi Pemberdayaan
Perempuan dan Kesejahteraan Anak menyampaikan hasil
pertemuan Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat
dengan Perwakilan RI untuk Malaysia tanggal 12 Agustus
2008, serta hasil rapat koordinasi terbatas dengan Ditjen
Imigrasi Depkumham dan Dit. Perlindungan WNI dan BHI
Deplu pada tanggal 25 Agustus 2008, yang pada intinya
Menko Kesra mengharapkan agar pemulangan TKIB dan
keluarganya dari Malaysia terutama dari Sabah, dapat
dilaksanakan dengan selamat dan bermartabat. Peluang
adanya amnesti dari Pemerintah Malaysia, agar direspons
oleh Satgas TK-PTKIB dengan baik dengan melaksanakan
pemutihan di Malaysia dan juga pelayanan di daerah entry
point di Indonesia bagi yang dideportasi.
Direktur Perlindungan WNI dan BHI, Deplu, menyampaikan
bahwa atas usaha dari Menteri Luar Negeri RI yang telah
menemui Menteri Luar Negeri dan Menteri Dalam Negeri
Malaysia, Operasi Nyah kepada Pendatang Asing Tanpa Ijin
(PATI) di Malaysia terutama di Sabah, lebih ditujukan kepada
PATI bukan dari Indonesia. Bagi PATI asal Indonesia yang
memang berperan penting dalam operasional perkebunan
dan kilang kelapa sawit di Sabah, akan diberikan amnesti
jika ada jaminan dari majikan, sementara yang tidak ada
jaminan dan tidak mempunyai dokumen akan dideportasi.
Menteri Luar Negeri mengharapkan kepada Pemerintah
Malaysia agar bertindak bijaksana dalam masalah ini.
Dalam hubungan itu, pihak Deplu menyampaikan agar
Satgas TK-PTKIB dapat memanfaatkan peluang amnesti
tersebut dengan memberikan pelayanan jemput bola,
memberikan dokumen yang diperlukan kepada TKIB dan
Keluarganya di Malaysia Timur (Sabah dan Sarawak).
Diperkirakan di Malaysia ada 1,2 juta orang WNI karena
berdasarkan pendataan pada waktu Pemilu 2004 yang lalu
diketahui ada 4 juta WNI di negara tersebut. Sehubungan
dengan itu, untuk keperluan pemutihan dan pemulangan

Satgas TK-PTKIB Pusat 35


Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008

TKIB dan keluarganya dari Malaysia Timur, diperkirakan


untuk Perwakilan RI di Kuching, Kota Kinabalu dan Tawau,
masing-masing memerlukan 50.000 paspor 24 Halaman, dan
kurang lebih 50.000 Surat Perjalanan Laksana Paspor
(SPLP). Dimohon agar paspor dan SPLP tersebut dapat
dikirimkan melalui Tim Interdep dari Satgas TK-PTKIB pada
kesempatan pertama, agar TKIB dan keluarganya tidak
kehilangkan momentum amnesti dari Pemerintah Malaysia
tersebut.
Direktur Dokumen Perjalanan, Visa dan Pelayanan
Keimigrasian, Ditjen Imigrasi menyampaikan hasil koordinasi
dengan Kepala Divisi Imigrasi Kalimantan Timur, bahwa
untuk mengantisipasi pemulangan TKIB dan keluarganya dari
Sabah, telah disiapkan Kantor Imigrasi Nunukan dan
Tarakan. Kepala Divisi Imigrasi Kaltim juga telah
berkoordinasi dengan Perwakilan RI Sabah pada hari Minggu
tanggal 24 Agustus 2008, namun belum diperoleh
laporannya.
Sehubungan dengan peluang amnesti dari Pemerintah
Malaysia, selain dokumen juga diperlukan petugas tambahan
di lapangan (Sabah), yang juga sudah disiapkan oleh Ditjen
Imigrasi. Bagi TKIB dan keluarganya di Sabah yang masih
memiliki paspor namun sudah tidak berlaku, diperlukan
adanya endorsement dari yang berwenang agar paspor
tersebut dapat diberlakukan kembali. Ditjen Imigrasi masih
menunggu surat dari Perwakilan RI atau Deplu mengenai
kebutuhan paspor, SPLP dan tambahan tenaga tersebut.
Mengenai kebutuhan tambahan petugas lapangan ini, pihak
Deplu melalui Sekretariat Jenderal juga telah
menyiapkannya.
Kedeputian Bidang Perlindungan BNP2TKI menyampaikan
bahwa BNP2TKI melalui BP3TKI Nunukan sudah melakukan
persiapan untuk memfasilitasi penempatan kembali TKIB
sesuai dengan persyaratan, yaitu bagi mereka yang ingin
kembali bekerja di Malaysia.
Direktorat Samapta, Babinkan Mabes POLRI menyampaikan
bahwa dalam hal pengamanan, untuk lingkup kecil
diserahkan kepada Wilayah seperti kalau dipelabuhan oleh
KP3. Sementara untuk pengamanan bagi jumlah yang lebih
besar, perlu back-up dari Kepolisian Daerah (Polda)
setempat. Mabes POLRI akan segera menerbitkan TR
(Telegram Rahasia) ke Polda-polda mengenai pengamanan
pemulangan TKIB dan keluarganya.

Satgas TK-PTKIB Pusat 36


Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008

Departemen Kesehatan menyampaikan bahwa sesuai dengan


petunjuk Menteri Kesehatan, layanan Jankesmas tidak bisa
dipergunakan untuk TKIB dan keluarganya karena sistem
Jankesmas ditujukan bagi kuota penduduk miskin yang
sudah terdaftar dan ditetapkan oleh Bupati/Walikota. Namun
bagi TKIB dan keluarganya, akan mendapatkan layanan
kesehatan melalui Kantor Kesehatan Pelabuhan/Bandara
(KKP), dan jika diperlukan dapat dirujuk kepada RS Rujukan
setempat. Untuk keperluan jaminan RS, kepada TKIB dan
keluarganya dapat diberikan Surat Keterangan Tidak Mampu
(SKTM) dari Pemerintah Daerah setempat (melalui SKPD
yang ditunjuk). Departemen Kesehatan akan mengirim surat
ke KKP Tanjungpinang, Kepulauan Riau; Entikong,
Kalimantan Barat, serta Tarakan dan Nunukan Kalimantan
Timur mengenai hal ini.
Sekretariat Wakil Presiden sangat mendukung upaya
pemberian layanan kesehatan kepada TKIB dan keluarganya
sebagaimana yang disampaikan oleh Departemen
Kesehatan. Jadi walaupun tidak masuk dalam kuota
Jankesmas di daerah setempat, namun sebagai WNI, TKIB
dan keluarganya harus dapat memperoleh haknya untuk
memperoleh layanan kesehatan dari Negara.
Asisten Deputi Ketenagakerjaan Perempuan KNPP
menyampaikan perlunya disiapkan kebutuhan spesifik
perempuan dan anak TKIB, dan telah merekomendasikan
kepada Depsos untuk menyediakan kebutuhan tersebut.
Sehubungan dengan ini, Departemen Kesehatan meminta
agar Departemen Sosial segera mengajukan surat
permohonan ke Ditjen Yankesmas, Depkes untuk
memperoleh alokasi makanan bayi yang dapat dipergunakan
bagi anak-anak TKIB.
Dit. Bantuan Sosial Korban Tindak Kekerasan dan Pekerja
Migran, Departemen Sosial menyampaikan kesiapan untuk
memberikan pelayanan permakanan dan transportasi kepada
TKIB dan keluarganya, yaitu dari daerah debarkasi ke
ibukota provinsi daerah asal. Sementara dari ibukota provinsi
ke desa asalnya menjadi tanggung jawab Pemerintah Daerah
setempat. Depsos menyampaikan terima kasih atas tawaran
dari Departemen Kesehatan, sementara untuk kebutuhan
lainnya akan diupayakan dari dana APBN-P tahun 2008 yang
telah diajukan.

Satgas TK-PTKIB Pusat 37


Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008

Ditjen Pemerintah Umum (PUM) Depdagri menyampaikan


akan segera mengirimkan surat kepada Pemerintah Daerah
debarkasi dan di daerah asal TKIB, agar siap menerima dan
memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya kepada TKIB
dan keluarganya, dengan pembagian tugas sebagaimana
disampaikan oleh Depsos. Untuk pemulangan TKIB dari
Sabah, daerah asal mereka sebagian besar dari Provinsi NTB
dan NTT.
Ditjen Adminduk Depdagri menyampaikan bahwa sebaiknya
memang Pemerintah RI memanfaatkan amnesti melalui
pemutihan yang dilakukan di Sabah, Malaysia, karena
berdasarkan Sistem Administrasi Kependudukan yang
diaplikasikan sekarang, agak sulit untuk dapat mengeluarkan
“KTP Putih” sebagaimana yang pernah dilakukan oleh Pemda
Nunukan. Namun rapat menghendaki agar Ditjen Adminduk
dapat mengupayakan adanya “dispensasi” untuk memberi
kemudahan bagi TKIB yang ingin kembali bekerja ke
Malaysia.
Deputi VI Menko Kesra Bidang Koordinasi Pemberdayaan
Perempuan dan Kesejahteraan Anak sebagai pimpinan rapat
kemudian menyimpulkan, bahwa:
a. Satgas TK-PTKIB Nasional telah siap memberikan
pelayanan kepada TKIB amnesti dan siap menerima
deportasi TKIB dan keluarganya dari Malaysia terutama
dari Sabah.
b. Pemerintah RI akan memprioritaskan upaya pemutihan
TKIB amnesti dan keluarganya di Sabah, Malaysia, dan
untuk itu diperlukan paspor, SPLP dan petugas lapangan
tambahan, yang sudah dipersiapkan oleh Ditjen Imigrasi,
Depkumham, dan Deplu.
c. Jankesmas tidak dapat dipergunakan oleh TKIB dan
keluarganya, namun bagi mereka yang memerlukan
layanan kesehatan akan difasilitasi oleh Kantor
Kesehatan Pelabuhan (KKP) dan untuk yang memerlukan
rujukan, kepada Rumah Sakit akan diberikan Surat
Keterangan Tidak Mampu (SKTM) dari Pemda setempat
melalui SKPD yang ditunjuk, untuk jaminan RS bagi TKIB
dan keluarganya.
d. Sesuai dengan bidang tugasnya, Mabes POLRI akan
segera mengeluarkan TR (Telegram Rahasia) ke Polda
untuk pengamanan pemulangan TKIB dan keluarganya;

Satgas TK-PTKIB Pusat 38


Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008

Departemen Dalam Negeri (Ditjen PUM) akan mengirim


surat kepada Pemda terkait untuk memberikan
pelayanan yang sebaik-baiknya kepada TKIB dan
keluarganya; dan Departemen Kesehatan akan mengirim
surat ke KKP Tanjungpinang, Kepulauan Riau; Entikong,
Kalimantan Barat; serta Tarakan dan Nunukan
Kalimantan Timur untuk memberikan layanan kesehatan
yang optimal kepada TKIB dan keluarganya.
e. Ditjen Adminduk Depdagri diharapkan dapat
mengeluarkan kebijakan dan memberikan petunjuk
kepada Pemda daerah entry-point, agar kepada TKIB
yang ingin kembali bekerja di Malaysia saat sekarang,
dapat diberikan perlakuan khusus namun tidak
bertentangan dengan sistem adminduk yang ada dan
peraturan perundangan-undangan.
f. Untuk pengiriman paspor dan SPLP ke tiga Perwakilan RI
di Malaysia Timur (Kuching, Serawak; Kota Kinabalu dan
Tawau, Sabah), akan dibentuk Tim Interdep, dengan
menggunakan biaya perjalanan dari masing-masing
instansi.
Rencana Tindak Lanjut:
a. Mengirim surat ke kementerian/lembaga anggota Satgas
TK-PTKIB untuk menugaskan Stafnya dalam Tim
Interdep pengiriman paspor dan SPLP ke Malaysia Timur.
b. Menetapkan waktu pengiriman paspor, SPLP dan petugas
lapangan tambahan, berdasarkan informasi mutakhir dari
Perwakilan RI di Sabah dan Serawak, dan atau dari
Departemen Luar Negeri.
6. Dalam rangka mengintegrasikan pemulangan TKI
Bermasalah, Korban Tindak Kekerasan dan Pekerja Migran
Bermasalah Sosial melalui Bandara Soekarno-Hatta, Banten,
pada tanggal 3 September 2008 di Jakarta, Satgas TK-PTKIB
mengadakan rapat koordinasi yang dihadiri oleh
International Organization for Migration (IOM) Indonesia,
Satuan Pelayanan Kepulangan TKI Selapanjang, Banten, dan
BNP2TKI.
Asisten Deputi Kesempatan Kerja Perempuan dan Ekonomi
Keluarga Kemenko Kesra mewakili Satgas TK-PTKIB
menyampaikan Laporan Sekretaris Kemenko Kesra selaku
Ketua Tim Koordinasi Formulasi Kebijakan Pemulangan TKIB

Satgas TK-PTKIB Pusat 39


Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008

tentang pembagian tugas pemulangan TKI, TKIB, Pekerja


Migran Bermasalah Sosial (PM-BS) termasuk di dalamnya
Korban Tidak Kekerasan, yang disepakati sebagai berikut:
(a) Penanganan TKI, Calon TKI dan TKIB (menurut
pengertian UU No. 39 Tahun 2004 tentang PPTKLN), menjadi
tugas BNP2TKI, bekerjasama dengan sektor terkait dan
Pemerintah Daerah. (b) Penanganan PM, Calon PM dan PM-
BS, menjadi tugas Depsos, bekerjasama dengan sektor
terkait dan Pemerintah Daerah (c) Penanganan WNI (TKI,
TKIB, dan PM, PM-BS) di luar negeri menjadi tugas
Departemen Luar Negeri melalui Perwakilan RI setempat,
bekerjasama dengan BNP2TKI, Depsos, sektor terkait dan
Pemerintah Daerah.
Mengenai pemulangan Korban Tindak Kekerasan (korban
trafficking) melalui Bandara Soekarno-Hatta, karena sudah
ada Satuan Pelayanan Kepulangan TKI (SPK-TKI) dan
Gedung Pendataan Kepulangan TKI (GPK-TKI), diharapkan
dapat dilayani secara terpadu, dan jika diperlukan diperkuat
petugas dari Depsos dan instansi lainnya.
IOM Indonesia menyampaikan bahwa sejak bulan November
2007, hanya dapat membantu recovery medis korban
trafficking dan tidak bisa lagi membantu sejak dari
pemulangan sampai dengan reintegrasinya ke masyarakat.
IOM mengharapkan agar mekanisme yang sudah pernah
dijalankan dapat diadopsi oleh instansi Pemerintah RI sesuai
dengan tugasnya masing-masing. Pengiriman korban
trafficking yang datang melalui Bandara Soekarno-Hatta,
Cengkareng, Banten yang selama ini telah berkoordinasi
dengan IOM, perlu disesuaikan pembagian tugasnya dengan
Instansi yang berwenang menanganinya.
Kepala SPK-TKI yang bertugas di Gedung Pendataan
Kepulangan TKI (GPK-TKI) Selapanjang menyampaikan
bahwa sesuai pengarahan Kepala BNP2TKI, kepada TKI
Bermasalah termasuk korban tindak kekerasan (trafficking)
tetap mendapat pelayanan dari SPK-TKI, dan jika korban
perlu dirujuk ke RS POLRI Kramatjati atau ke Rumah
Perlindungan dan Trauma Center (RPTC) atau Rumah
Perlindungan Sosial Anak (RPSA) Depsos di Bambu Apus,
Jakarta, diberikan pelayanan transportasi gratis. Korban
selanjutnya akan mendapat dukungan pelayanan dari IOM
dan atau dari Depsos.

Satgas TK-PTKIB Pusat 40


Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008

Untuk memberikan pelayanan kepada korban tindak


kekerasan di Terminal II-D Bandara Soekarno-Hatta dan di
GPK-TKI, kepada Depsos diharapkan dapat menempatkan
petugas/pekerja sosial di tempat tersebut, berkoordinasi
dengan SPK-TKI.
Departemen Sosial menginformasikan bahwa pelayanan
kepada korban tindak kekerasan (KTK) yang masih anak-
anak (di bawah 18 tahun) dapat diterima di RPSA, sedang
untuk yang dewasa di RPTC (keduanya di Bambu Apus) dan
setelah pulih kemudian dipulangkan ke daerah asalnya
dengan ketentuan standar Depsos (bukan menggunakan
pesawat terbang). Depsos akan mengupayakan agar biaya
transportasi KTK dan PM-BS dari Bandara Soekarno-Hatta ke
Bambu Apus dapat ditanggung oleh anggaran Depsos. Untuk
itu, diperlukan adanya Surat dari Satgas TK-PTKIB yang
menyatakan bahwa Bandara Soekarno-Hatta merupakan
salah satu entry point pemulangan korban tindak kekerasan
dan pekerja migran.
Departemen Luar Negeri melaporkan bahwa untuk
memulangkan korban tindak kekerasan (trafficking) dari luar
negeri yang dahulunya didanai IOM, sekarang sudah ada
dalam anggaran Deplu. Mengenai penggunaan istilah TKI
Bermasalah (UU No. 39 tahun 2004) yang menjadi tanggung
jawab BNP2TKI serta Pekerja Migran Bermasalah Sosial (PM-
BS) dan Korban Tindak Kekerasan (KTK) yang menjadi
tanggung jawab Depsos, akan diinformasikan ke Perwakilan
RI agar dalam manifes sudah jelas dikategorikan yang
dipulangkan TKIB atau PMI-BS/KTK.
Departemen Kesehatan menginformasikan keberadaan
Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) di Bandara Soekarno-
Hatta yang dapat diajak bekerja-sama oleh SPK-TKI dalam
memberikan pelayanan kesehatan kepada TKIB, KTK dan
PM-BS yang pulang melalui Bandara Soekarno-Hatta,
mendukung operasional Klinik yang ada di GPK-TKI.
Kerjasama ini akan segera ditindaklanjuti oleh SPK-TKI.
Sebagai kesimpulan dan tindak lanjut mekanisme
pemulangan TKIB, KTK, dan PM-BS melalui Bandara
Soekarno-Hatta disepakati sebagai berikut:
a. Pemulangan TKIB, KTK dan PMI-BS melalui Bandara
Soekarno-Hatta, ditangani melalui satu pintu GPK-TKI
oleh SPK-TKI BNP2TKI yang diperkuat petugas/pekerja
sosial dari Depsos, dan bekerjasama dengan KKP
setempat. Untuk tahun 2008, SPK-TKI diharapkan dapat

Satgas TK-PTKIB Pusat 41


Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008

membantu transportasi KTK/PM-BS ke RPTC dan RPSA


Depsos Bambu Apus, Jakarta. Untuk selanjutnya, Depsos
diharapkan dapat membiayai tranportasi KTK dan PM-BS
dari Bandara Soekarno-Hatta ke RPTC dan RPSA Bambu
Apus.
b. Dalam rangka mendukung transportasi KTK/PM-BS dari
Bandara Soekarno-Hatta ke RPTC dan RPSA Bambu Apus,
diperlukan Surat dari Satgas TK-PTKIB yang menyatakan
bahwa Bandara Soekarno-Hatta merupakan salah satu
entry point debarkasi pemulangan KTK/PM-BS.
c. Dalam rangka memperkuat SPK-TKI dengan petugas/
pekerja sosial untuk membantu melayani KTK dan PM-BS
yang pulang melalui Bandara Soekarno-Hatta, Depsos
akan segera membuat surat mengenai hal ini kepada
SPK-TKI.
d. SPK-TKI akan segera menindaklanjuti kerjasama
pelayanan kesehatan dengan KKP Bandara Soekarno-
Hatta.
e. Deplu akan menginformasikan kepada Perwakilan RI di
luar negeri, agar dalam pemulangan WNI Bermasalah
(TKIB, KTK, PM-BS) dari sejak awal sudah ada
pengkategorian yang jelas untuk membantu
penanganannya di dalam negeri.
7. Dalam rangka mengintegrasikan pemulangan TKI
Bermasalah, Korban Tindak Kekerasan dan Pekerja Migran
Bermasalah Sosial melalui Pelabuhan Laut Tanjung Priok,
Jakarta, pada tanggal 4 September 2008 di Ruang
Penerimaan Penumpang Pelabuhan Tanjung Priok Jakarta,
Satgas TK-PTKIB mengadakan rapat koordinasi yang dihadiri
oleh Satgas/Pos Koordinasi Pemulangan Pekerja Migran
Bermasalah dan Keluarganya dari Malaysia ke Daerah Asal
melalui Debarkasi Pelabuhan Tanjung Priok (SK Dirjen
Banjamsos No. 12/BS.08.04/I/ 2008 tanggal 8 Januari
2008), Suku Dinas Tenaga Kerja Pemerintah Kota Jakarta
Utara, dan Balai Pelayanan Penempatan dan Perlindungan
TKI (BP3TKI) DKI Jakarta.
Deputi Menko Kesra Bidang Koordinasi Pemberdayaan
Perempuan dan Kesejahteraan Anak menyampaikan berita
dari Departemen Luar Negeri bahwa Malaysia mulai bulan
Agustus 2008 kembali akan merazia dan memulangkan
Pendatang Asing Tanpa Ijin (PATI) asal Indonesia khususnya
di Sabah, Malaysia. Tanjung Priok yang selama ini telah

Satgas TK-PTKIB Pusat 42


Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008

menerima pemulangan pekerja migran bermasalah (PM-BS)


dan keluarganya terutama dari Semenanjung Malaysia yang
dideportasi ke Tanjung Pinang, Kepulauan Riau, diperkirakan
beban tugasnya akan meningkat sehingga perlu dilakukan
koordinasi persiapan agar dapat memberikan pelayanan
dengan sebaik-baiknya.
Administrasi Pelabuhan Tanjung Priok menyampaikan bahwa
sebagai penanggung jawab pelabuhan memandang
pemulangan TKIB sebagai proyek kemanusiaan sehingga
diupayakan untuk dapat membantu TKIB semaksimal
mungkin, yaitu melalui pelayanan kesehatan (KKP),
pengamanan (KP3 dan Unit Pelayanan Perempuan dan
Anak), serta permakanan dan transportasi ke daerah asal
(Depsos). Namun bersamaan dengan momentum hari raya
Iedulfitri 1429H, pemulangan TKIB dari Malaysia saat ini
dikawatirkan melebihi daya tampung dan fasilitas kesehatan
yang ada.
Dilaporkan bahwa AC perlu direnovasi dan ditambah,
demikian pula persediaan obat-obatan, dan rujukan bagi
TKIB yang sakit hendaknya tidak hanya ke RS Koja saja
tetapi juga bisa ke RS lainnya di Jakarta. Agar penanganan
TKIB yang sakit dapat dipersiapkan dengan baik, diperlukan
data tentang TKIB yang sakit sejak dari pelabuhan
pemberangkatan (Tanjung Pinang, dan lainnya). Selanjutnya
untuk menghindari kesimpangsiuran mengenai data PM-BS,
disarankan adanya satu pintu yang berfungsi sebagai Media
Center serta untuk pelaporan.
Supervisor Pelabuhan Tanjung Priok, menyampaikan bahwa
kepada TKIB telah diberikan jalur khusus yang tidak sama
dengan penumpang umum. Namun dengan banyaknya TKIB
yang mengambil kesempatan untuk mandi, telah
menyebabkan kebutuhan air menjadi melonjak padahal di
Tanjung Priok air memerlukan biaya yang mahal. Selama ini
disinyalir bahwa jumlah TKIB yang datang tidak sesuai
dengan yang diberangkatkan, sehingga diusulkan agar
manifes dari Satgas PTKIB Tanjungpinang dapat
ditembuskan ke Satgas/Posko Pemulangan PMBS Tanjung
Priok, karena dikawatirkan masih ada tekong-tekong yang
beroperasi membujuk PM-BS untuk kembali bekerja ke
Malaysia dengan cara di luar prosedur.
Yayasan Peduli Buruh Migran menyampaikan dukungannya
dalam memberikan layanan kesehatan kepada PM-BS
dengan memberikan pendampingan dan memfasilitasi

Satgas TK-PTKIB Pusat 43


Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008

rujukan PM-BS yang sakit ke RS selain RS Koja, seperti ke


RS St Carolus untuk PM-BS yang ternyata ada yang terkena
HIV/AIDs. Dilaporkan bahwa perlu adanya surat
rekomendasi dari Satgas TK-PTKIB (Depkes) agar RS Koja
dapat memberikan layanan kesehatan kepada PM-BS dengan
lebih baik, termasuk kepada PM-BS yang melahirkan tetapi
tidak mampu menunjukkan surat nikah (akibat pelecehan
seksual). Satgas TK-PTKIB juga diharapkan dapat
mengalokasikan dana bagi pemakaman PM-BS yang
meninggal dunia.
Direktur Trantib dan Limas, Ditjen PUM Depdagri
menyampaikan bahwa sebagai jendela Pemerintahan Pusat
maka perlu ada keseimbangan antara Unit Pelayanan TKIB di
Bandara Soekarno-Hatta dengan di Pelabuhan Tanjung Priok,
dan mengusulkan adanya peningkatan pelayanan kepada
TKIB yang pulang melalui pelabuhan Tanjung Priok. Untuk
itu perlu adanya penguatan kelembagaan Satgas/Posko
Tanjung Priok melalui SK dari Kemenko Kesra dengan
melibatkan kementerian/lembaga terkait, Pemerintah Prov.
DKI Jakarta dan LSM, yang selanjutnya dapat dijadikan
prototype bagi Satgas Daerah lainnya. Diinformasikan, untuk
tahun 2009, Depdagri telah mengalokasikan anggaran untuk
operasional 11 Satgas PTKIB di daerah entry point di
Indonesia.
Depsos melaporkan bahwa selalu ada selisih antara jumlah
TKIB menurut manifes dan realisasi sehingga diperlukan
sistem pendataan yang akurat. Pedoman Penanganan KTK
dan PM dari Depsos sudah ada namun masih perlu
dijabarkan dalam petunjuk teknis yang mengatur pendataan
sejak di daerah debarkasi (Satgas), pemberian nama tiket
yang sesuai dengan nama TKIB di PT. PELNI, serah terima
kepada nakhoda kapal (pada waktu naik), serah terima
kepada PT. PELNI (pada waktu turun), dan serah terima
pada Satgas Tanjung Priok. Data dari Perwakilan RI
hendaknya juga disesuaikan dengan yang dikirimkan melalui
kapal dan bukan data kumulatif, sehingga memudahkan
dalam pengontrolan.
Serikat Buruh Migran Indonesia melaporkan masih adanya
keterlibatan PPTKIS nakal yang berupaya untuk me-recycle
PM-BS, yang berarti akan mengulang kembali permasalahan
yang terjadi sekarang. Juklak dan juknis penanganan PM-BS

Satgas TK-PTKIB Pusat 44


Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008

di Tanjung Priok perlu segera diwujudkan dan disosialisasi-


kan ke daerah entry point debarkasi lainnya untuk
memperoleh hubungan kerja yang saling menunjang.
Suku Dinas Tenaga Kerja Pemerintah Kota Jakarta Utara
menyampaikan dukungannya kepada Satgas/Posko
Pemulangan PM-BS Tanjung Priok, walaupun PM-BS yang
berasal dari Jakarta Utara relatif sangat kecil.
BP3TKI DKI Jakarta, menyatakan bersedia bekerjasama
dengan Satgas/ Posko Pemulangan PM-BS Tanjung Priok dan
akan membantu memfasilitasi PM-BS yang dulunya adalah
TKI untuk memperoleh hak-haknya, dan akan menindak-
lanjuti hal-hal yang berkaitan dengan PPTKIS yang nakal.
Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (UPPA) KP3 Tanjung
Priok melaporkan kegiatan yang dilakukan dalam membantu
dan mendata kasus-kasus kekerasan yang menimpa PM-BS
untuk dapat menjerat pelakunya. PM-BS pada umumnya
sebagai akibat kesalahan dokumen, atau karena ulah PPTKIS
atau sponsor yang nakal. Untuk melakukan wawancara
dengan PM-BS sebagaimana seharusnya, UPPA memerlukan
ruangan khusus di tempat penerimaan TKIB Tanjung Priok.
Deputi Menko Kesra Bidang Koordinasi Pemberdayaan
Perempuan dan Kesejahteraan Anak selanjutnya
menyampaikan kesimpulan dan tindak lanjut sebagai
berikut:
a. Kelembagaan Satgas/Posko Pemulangan PM-BS di
Tanjung Priok sebagai pintu gerbang nasional, perlu
diperkuat dengan legalitas yang lebih tinggi.
b. Juklak/Juknis Pemulangan TKIB serta PM-BS dan
Keluarganya melalui Pelabuhan Tanjung Priok perlu
segera diterbitkan dengan legalitas yang tepat dan
disosialiasikan ke berbagai pihak yang terkait.
c. Pemulangan TKIB serta PM-BS dan Keluarganya melalui
Pelabuhan Tanjung Priok perlu melibatkan BNP2TKI,
BP3TKI dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
d. Departemen Sosial perlu meningkatkan alokasi dana
untuk pengurusan PM-BS yang meninggal dunia.
e. Satgas TK-PTKIB up. Depkes segera mengeluarkan
petunjuk rujukan bagi PM-BS ke RS Koja dan RS Rujukan
lainnya serta mensosialisasikan dan mengadvokasikan-
nya ke RS yang bersangkutan.

Satgas TK-PTKIB Pusat 45


Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008

f. PT. PELNI diharapkan dapat memilah PM-BS dari


penumpang umum sejak dari ticketing, selama di kapal
dan sewaktu serah terima kepada Satgas/Posko
Pemulangan PM-BS Tanjung Priok.
g. Satgas TK-PTKIB dan Satgas/Posko Pemulangan PM-BS
Tanjung Priok perlu berkoordinasi dengan Satgas PTKIB
Tanjung Pinang, Kepulauan Riau untuk meningkatkan
sensitivitas/kepekaan serta kesamaan dalam penanganan
PM-BS selama proses pemulangan.
h. Depdagri melalui alokasi dana Operasional Satgas PTKIB
Daerah dalam DIPA Tahun 2009, diharapkan lebih
meningkatkan peran Pemerintah Daerah dalam
penyaluran dana dekonstrasi dan pembinaan Satgas
PTKIB di daerahnya.
8. Dalam rangka persiapan pemantauan kesiapan Perwakilan RI
di Malaysia Timur mengantisipasi Operasi Bersepadu
Pemerintah Malaysia, pada tanggal 5 September 2008 di
Jakarta, Satgas TK-PTKIB mengadakan rapat koordinasi
terbatas yang dihadiri oleh Departemen Luar Negeri, Ditjen
Imigrasi, Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan,
Departemen Sosial, BNP2TKI, dan Mabes POLRI.
Deputi Menko Kesra Bidang Koordinasi Pemberdayaan
Perempuan dan Kesejahteraan Anak menyampaikan bahwa
sebagai tindak lanjut Rakor Satgas TK-PTKIB tanggal 25
Agustus 2008, Ditjen Protokol dan Konsuler telah
mengirimkan Surat No. 501/PK/VIII/2008/65 tanggal 27
Agustus 2008 perihal Pemutihan/Pemberian Dokumen bagi
TKI di Wilayah Sabah dan Sarawak, Malaysia, yang
memerlukan 150.000 paspor untuk Perwakilan RI di Kuching,
Kota Kinabalu dan Tawau. Untuk itu, Tim Interdep Satgas
TK-PTKIB diharapkan dapat segera berangkat dengan
membawa paspor yang diperlukan. Dalam hubungan ini,
Menko Kesra mengarahkan agar Tim yang berangkat tidak
terlalu besar, dan agar diupayakan untuk dapat mengunjungi
lokasi atau perusahaan yang ada TKIB dan keluarganya. Tim
juga diharapkan dapat secara terpadu mencakup masalah
pendidikan anak-anak TKI di Malaysia.
Ditjen Imigrasi menyampaikan bahwa untuk 150.000 paspor
yang diperlukan, berat paspor secara keseluruhan
diperkirakan 5,1 ton, sehingga memerlukan kiat tersendiri
dalam pengirimannya ke Sarawak dan Sabah, Malaysia.

Satgas TK-PTKIB Pusat 46


Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008

Berdasarkan kebijakan yang baru, kepada anak-anak tetap


diberikan paspor tersendiri (tunggal) karena paspor keluarga
sudah tidak diberlakukan. Untuk petugas wawancara dalam
pengurusan paspor, Ditjen Imigrasi sudah siap dengan
tenaga dari Kantor Imigrasi di Kalimantan Barat dan
Kalimantan Timur.
Departemen Luar Negeri menyampaikan bahwa untuk
mengirim 5,1 ton paspor, jika menggunakan diplomatic bag
selain memerlukan waktu lama juga harus melalui tender,
sementara paspor dibutuhkan dengan segera. Ketersediaan
biaya pengiriman paspor akan dicheck di Biro Administrasi
Perwakilan Deplu, termasuk ketersediaan dana untuk biaya
operasional Perwakilan RI di Malaysia Timur dalam
memberikan layanan pemutihan dokumen TKIB dengan
sistem jemput bola.
Depsos, KNPP, BNP2TKI dan peserta lainnya menyarankan
penggunaan kapal PELNI untuk mengirim paspor ke
Pontianak dan Nunukan, selanjutnya diteruskan ke
Perwakilan RI Kuching, Tawau dan Kota Kinabalu.
Penggunaan pesawat Hercules juga dimungkinkan namun
ada konsekuensi biaya avtur PP, parkir pesawat di Malaysia,
uang saku crew, dan logistik.
Sebagai kesimpulan dan tindak lanjut Tim Interdep Satgas
TK-PTKIB disepakati sebagai berikut:
a. Segera dikirimkan surat dari Kemenko Kesra kepada
Kementerian/Lembaga terkait, agar mengajukan nama-
nama calon anggota Tim Interdep Satgas TK-PTKIB dan
yang terkait dengan pendidikan anak-anak TKI di
Malaysia. Biaya perjalanan dan akomodasi ditanggung
oleh masing-masing Instansi.
b. Departemen Luar Negeri diharapkan dapat segera
menginformasikan mengenai ketersediaan dana
pengiriman paspor, dan dana operasional pemutihan
dokumen oleh Perwakilan RI di Malaysia Timur.
c. Satgas TK-PTKIB segera mencari informasi mengenai
prosedur dan biaya pengiriman dokumen negara melalui
kapal PT. PELNI ke Pontianak dan Nunukan, dan kemung-
kinan menggunakan pesawat Hercules dari TNI AU.

Satgas TK-PTKIB Pusat 47


Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008

d. Tim Interdep dijadwalkan berangkat pada minggu ketiga


bulan September 2008. Secara Tim, Kemenko Kesra
akan mengirim surat ke Sekretariat Negara, namun
pengurusan dokumen selanjutnya dilakukan oleh masing-
masing Instansi.
9. Dalam rangka evaluasi hasil pemantauan kesiapan
Perwakilan RI di Malaysia Timur mengantisipasi Operasi
Bersepadu Pemerintah Malaysia, pada tanggal 25 September
2008 di Jakarta, Satgas TK-PTKIB mengadakan rapat
koordinasi yang dihadiri oleh Sekretariat Wakil Presiden,
Departemen Luar Negeri, Departemen Dalam Negeri,
Departemen Pendidikan Nasional, Departemen Kesehatan,
Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Departemen
Sosial, Ditjen Imigrasi, Kementerian Negara Pemberdayaan
Perempuan, Departemen Perhubungan, Asdep Menko Kesra
Urusan Pendidikan Formal, Babinkam Mabes POLRI, dan
Mabes TNI.
Deputi Menko Kesra Bidang Koordinasi Pemberdayaan
Perempuan dan Kesejahteraan Anak menyampaikan hasil
pemantauan ke Perwakilan RI di Kota Kinabalu, yang akan
melaksanakan pemutihan/pemberian dokumen kepada
Pendatang Asing Tanpa Ijin (PATI) asal Indonesia dan
keluarganya dalam 3 skema: (a) Skema Legalisasi TKI (b)
Skema Dependent, isteri dan anak, dan (c) Skema Operasi.
Perwakilan RI Kota Kinabalu memerlukan dukungan petugas,
paspor/SPLP, sarana dan prasarana agar dapat
melaksanakan pelayanan kepada TKIB dan keluarganya
secara ”jemput bola” ke ladang dan kilang sawit di Sabah.
Kebutuhan tersebut telah diajukan melalui Berita Fax KJRI
Kota Kinabalu Nomor BB-103/KOTA KINABALU/VIII/2008
tanggal 25 Agustus 2008 perihal Rapat Koordinasi
Penanganan Pemutihan/Pemulangan di Sabah. Diperlukan
adanya kebijakan Pemerintah RI berkaitan dengan
kewenangan Perwakilan RI Kota Kinabalu untuk memberikan
paspor kepada TKIB dan keluarganya (dependent)
khususnya kepada mereka yang tidak mempunyai data
pendukung sama sekali. Sosialisasi mengenai pelayanan
jemput bola ini perlu dilakukan karena sudah ada tawaran di
ladang/kilang bahwa ada yang sanggup menguruskan
dokumen TKB dan keluarganya dengan biaya RM 200,- per
dokumen.

Satgas TK-PTKIB Pusat 48


Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008

Kesiapan Sekolah Indonesia Kota Kinabalu (SI-KK)


dilaporkan belum selesai revonasinya, diharapkan siap bulan
Oktober 2008. SI-KK dengan bangunan sementara ini
mempunyai 6 kelas dengan kapasitas 26 siswa per kelas
(156 siswa), padahal sudah ada 271 anak-anak yang
mendaftar. Informasi dari Perwakilan RI Kota Kinabalu,
Menteri Pendidikan Nasional akan mengirimkan Guru PNS ke
SI-KK yang akan difungsikan sebagai Pusat Pendidikan, yang
memayungi pendidikan non-formal di ladang-ladang
perusahaan, dan terintegrasi dengan pendirian sekolah
berasrama di perbatasan (Nunukan).
Berdasarkan kunjungan ke kilang Papan Java Corporated
Sdn. Bhd dan ladang sawit Desa Okidville Sdn. Bhd,
dilaporkan bahwa perusahaan ada menyediakan fasilitas
tempat penitipan anak (TPA) bagi pekerjanya, dan
menyatakan mau menyediakan tempat untuk 250 orang
yang tidak sekolah, dengan guru-guru dari Indonesia, asal
ada ijin dari Pemerintah Malaysia. Mengenai gaji guru
tersebut dapat dinegosiasikan antara perusahaan dan
Pemerintah RI.
Asdep Menko Kesra Urusan Kesempatan Kerja Perempuan
dan Ekonomi Keluarga menyampaikan hasil pemantauan ke
Perwakilan RI di Tawau, Sabah, yang memaparkan bahwa
isu TKIB tidak hanya terkait dengan masalah ketenaga-
kerjaan dan keimigrasian, tetapi juga isu sosial, ekonomi,
keamanan dan politik. Dengan demikian, penyelesaian
masalah TKIB dan Keluarganya di Malaysia harus dilakukan
secara komprehensif dengan mempertimbangkan berbagai
hal tersebut. Prosedur penempatan dan perlindungan TKI,
validitas data keimigrasian, keberadaan dependen TKI di
Malaysia, upah TKI yang rendah dan biaya hidup yang
meningkat, hubungan kerja melalui mandor atau sub-
kontraktor yang rawan kekerasan, dan inkonsistensi quota
pekerja asing, perlu diselesaikan secara menyeluruh.
Sebagaimana Perwakilan RI Kota Kinabalu, Perwakilan RI
Tawau juga memerlukan berbagai dukungan agar dapat
melaksanakan kebijakan pelayanan jemput bola ke ladang-
ladang/kilang tempat TKIB dipekerjakan. Usulan kebutuhan
petugas, sarana dan prasarana telah termasuk dalam Berita
Fax KJRI Kota Kinabalu Nomor BB-103/KOTA KINABALU/
VIII/2008 tanggal 25 Agustus 2008.

Satgas TK-PTKIB Pusat 49


Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008

Asdep Menko Kesra Urusan Pendidikan Formal


menyampaikan hasil diskusi dengan Forum Komunikasi Guru
Tidak Tetap di Sabah (FGTTS) tentang konsep pendidikan
anak-anak TKI di Sabah, melalui pendirian Sekolah
Indonesia Kota Kinabalu (SI-KK) yang berfungsi sebagai
Pusat Pendidikan yang memayungi pendidikan non-formal
melalui sekolah filial multigrade TK sampai dengan SD di
ladang-ladang dengan Guru-guru Indonesia. Bagi anak-anak
TKI yang ingin melanjutkan, dirujuk ke Ponpes Hidayatullah
atau Sekolah Gabriel Manik di Nunukan. Hal lain yang perlu
diperhatikan adalah jumlah anak sebanyak 6-9 orang per
keluarga TKIB yang tinggal di ladang/kilang, perlu mendapat
masukan agar Keluarga Berencana dapat dilaksanakan
dengan baik.
Dilaporkan pula koordinasi pemulangan TKIB dan
Keluarganya ke Nunukan, yang Satgasnya telah siap
menerima deportant TKIB dan keluarganya, dan siap
membantu jika ada yang ingin kembali bekerja di Malaysia.
Kebijakan Pemda Nunukan mengenai KTP Putih akan
diperkuat dengan Perda, dan agar pelayanan kepada TKIB
dan keluarganya dapat lebih baik, diperlukan petunjuk
pelaksanaan/teknis dari Satgas TK-PTKIB Pusat tentang
prosedur dan pembagian tugas sektoral dalam penanganan
TKIB dan keluarganya. Jikalau terjadi limpahan pemulangan
deportant TKIB dan keluarganya yang melebihi kapasitas
penampungan Nunukan, Pemerintah Kota Tarakan telah
menyatakan sanggup membantu. Untuk itu diperlukan
koordinasi yang baik antara Perwakilan RI Tawau, Satgas
Nunukan dan Pemerintah Kota Tarakan.
Asdep Meneg PP Urusan Tenaga Kerja Perempuan
menyampaikan hasil pemantauan ke Perwakilan RI di
Kuching, yang memaparkan bahwa tidak ada dorongan
Pemerintah Negeri Sabah kepada perusahaan/majikan untuk
mendaftarkan pekerjanya yang masuk kategori PATI ke
Imigresen agar memperoleh ijin kerja/tinggal. Permintaan
Sime Darby Plantations Sdn. Bhd untuk memutihkan 2.700
pekerjanya, merupakan upaya proaktif KJRI Kuching dengan
perusahaan yang bersangkutan. Dilaporkan bahwa
pemutihan baru mencapai 1.340 orang dan akan terus
dilanjutkan. Mengingat banyaknya PATI asal Indonesia di

Satgas TK-PTKIB Pusat 50


Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008

Sarawak, disarankan agar Pemerintah RI dapat melakukan


pendekatan G-to-G kepada Pemerintah Negeri Sarawak agar
perusahaan/majikan yang lain mau bertindak seperti Sime
Darby Plantations.
Koordinasi pemulangan TKIB dan keluarganya ke Kalimantan
Timur melalui Entikong dan Pontianak, telah dilaksanakan
dengan Satgas PTKIB Pontianak (dibentuk dengan SK
Gubenur tanggal 7 April 2008) dengan Poskonya di Entikong.
Untuk meningkatkan pelayanan kepada TKIB dan
keluarganya, disarankan agar dapat dibentuk Satgas yang
lebih teknis dan permanen di Entikong dengan fasilitas yang
memadai (BLK, penampungan) dan keanggotaan yang
diperluas melibatkan Pemerintah Kabupaten Sanggau dan
Kecamatan Entikong termasuk LSM setempat. Satgas
Kalimantan Barat memerlukan adanya Prosedur Tetap
pemulangan TKIB dari Pusat.
Anggota Tim dari Babinkam Mabes Polri menambahkan
bahwa Satgas Daerah belum bekerja dengan optimal bahkan
ditengarai oknum tertentu melakukan pelanggaran.
Perangkat daerah di Entikong diketahui bermain dengan
mengeluarkan KTP ”Putih” untuk memasukkan kembali TKIB
ke Malaysia, dan juga telah diketahui adanya rekomendasi
”aspal” yang dikeluarkan oleh BLK. Lebih lanjut disarankan
agar kontrol dari Satgas Pusat dapat dilakukan dengan lebih
intensif dan teratur.
Anggota Tim dari Ditjen Imigrasi menambahkan agar
pemutihan bagi orang yang menurut wawancara
kemungkinan berasal dari Indonesia akan tetapi tidak
didukung oleh dokumen apapun, perlu disikapi dengan
bijaksana dengan dasar pemikiran memberikan perlindungan
kepada warga negara RI. Perlindungan juga harus diberikan
di entry point khususnya kepada mereka yang menderita
sakit. Untuk pemutihan ini disarankan diberlakukan dalam
jangka waktu tertentu.
Ditjen PUM Departemen Dalam Negeri menyampaikan agar
Deplu mengupayakan adanya payung hukum di Sarawak
sebagaimana di Sabah yang mendorong perusahaan/
majikan mendaftarkan tenaga kerjanya ke Imigresen untuk
mendapatkan ijin kerja/tinggal.
Ditjen PUM juga sependapat perlunya dikeluarkan petunjuk
Pusat bagaimana sikap Pemerintah RI dalam memberikan
paspor kepada seseorang yang diduga kuat orang Indonesia

Satgas TK-PTKIB Pusat 51


Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008

tetapi tidak bisa menunjukkan dokumen/ identitas apapun


untuk pembuktiannya. Dalam hubungan ini, sangat penting
dilakukan sosialisasi kepada PATI asal Indonesia perihal
pentingnya memiliki dokumen/identitas diri bagi mereka.
Kepada Satgas Pusat disarankan untuk mengeluarkan
Protab/Juklak/Juknis prosedur pemulangan TKI bermasalah
dan keluarganya dari Malaysia, agar Satgas Daerah dapat
operasional dengan efektif. Dalam rangka itu, Entikong
diusulkan agar menjadi Satgas tersendiri dengan melibatkan
berbagai unsur yang terkait di daerah yang bersangkutan.
Agar pelayanan kesehatan kepada TKIB dan keluarganya
dapat berlangsung dengan lebih baik, diusulkan agar Dirjen
Yanmedik Depkes dapat menerbitkan petunjuk ke RS
Daerah dengan tembusan ke Satgas Daerah setempat.
Ditjen PNFI Depdiknas menyampaikan bahwa menurut PP
No. 48 Tahun 2005, penyelesaian guru honor diharapkan
tuntas tahun 2009. Mulai tahun 2010, formasi baru sudah
mensyaratkan guru harus pendidikan S-1 atau D-4 dengan
sertifikat sebagai pendidik. Berkaitan dengan permohonan
Guru Tidak Tetap yang ditempatkan di Sabah yang ingin
diangkat menjadi PNS, masih dalam pertimbangan
Depdiknas untuk diadopsi. Sejauh ini, Diknas terlah
mengirimkan surat ke Bupati yang merekomendasikan
pengangkatan 51 orang GTTS yang sudah pulang karena
habis masa kontraknya. Sejumlah 49 orang mantan GTTS
sedang dalam proses pengangkatan di kabupaten.
Mengenai persiapan SI-KK dilaporkan bahwa Kepala Sekolah
yang sudah PNS akan dikirim terlebih dahulu, sedang guru-
guru kelas sedang dalam proses penyaringan dari 40 orang
PNS yang mandaftar. Pengiriman guru dan buku diharapkan
dapat dalam satu paket, namun diperlukan adanya surat dari
Kemenko Kesra kepada Ditjen PNFI Depdiknas karena biaya
pengiriman tidak ada. Pendidikan Non-Formal di ladang-
ladang sawit Sabah akan diteruskan namun dengan guru-
guru PNS, dan akan menginduk ke SI-KK. Depdiknas sudah
menyediakan dana untuk pengadaan tanah di Kota Kinabalu
untuk SI-KK. Sebagai rangkaian dalam memfasilitasi
pendidikan anak-anak TKIB, pembangunan sekolah
berasrama di Nunukan diharapkan pada bulan Januari 2009
sudah dapat dilakukan peletakan batu pertamanya.
Keberadaan Borneo Univesity di Tarakan yang akan segera
menjadi PT Negeri, merupakan jalur terusan dari pendidikan
anak-anak TKIB di Sabah.

Satgas TK-PTKIB Pusat 52


Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008

Dit. Perlindungan WNI dan BHI Deplu menyampaikan bahwa


pengiriman 150.000 paspor yang sudah berada di Deplu,
sedang menunggu pencairan biaya pengiriman yang akan
diambilkan dari dana perlindungan WNI di Deplu. Berbagai
hal yang disarankan untuk Deplu seperti upaya pendekatan
ke Pemerintah Negeri Sarawak tentang payung hukum untuk
pemutihan di Sarawak, serta petunjuk penerbitan paspor
bagi PATI asal Indonesia yang sama sekali tak berdokumen,
dan batas waktu pemutihan dokumen, akan ditindaklanjuti
oleh Deplu.
Kepala Biro KUKM Setwapres menyampaikan agar
penampungan di Perwakilan RI di luar negeri dilengkapi
dengan paket-paket untuk ibu-ibu hamil. Sementara untuk di
ladang-ladang sawit, banyak diperlukan buku-buku untuk
bacaan anak-anak TKIB. Menanggapi hal ini, Depdiknas
menyampaikan bahwa buku-buku di Ditjen PNFI lebih
banyak buku-buku untuk keterampilan (vocasional). Selain
pengiriman guiru-guru PNS ke ladang sawit di Sabah,
Depdiknas juga memikirkan pengiriman tutor keaksaraan
fungsional (calistung), Paket A dan Taman Bacaan
Masyarakat yang berbasis di Nunukan ke Sabah.
Dit. Penempatan TK Luar Negeri Depnakertrans menyampai-
kan bahwa menurut UU No. 39 Tahun 2004 tentang
PPTKILN, yang dimaksudkan dengan TKI adalah mereka
yang bekerja di perusahaan dan yang bekerja pada
pengguna perseorangan, sementara yang pekerjaannya
sebagai penggarap tanah, jasa dan lain sebagainya, tidak
masuk dalam kategori tenaga kerja. Pemutihan bagi tenaga
kerja seperti ini, sulit dilakukan karena tidak ada yang
menjamin. Bagi TKI formal yang bekerja di perusahaan
memang tidak ada masalah, tetapi bagi TKI pengguna
perseorangan pemutihan harus melalui PJTKI/Agen atau
pulang dulu ke Indonesia. Diperlukan adanya petunjuk/SOP
dari Pusat agar pemutihan TKI dengan berbagai kriteria
tersebut dapat berjalan dengan baik.
Mengenai pelayanan kesehatan untuk TKIB dan keluarganya
yang kini tidak dapat lagi mengakses Jankesmas, disarankan
agar Depkes membuat surat yang memberi petunjuk
pelaksanaan layanan kesehatan kepada TKIB dan

Satgas TK-PTKIB Pusat 53


Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008

keluarganya, ke RS Rujukan yang berada di daerah entry


point, dengan tembusan ke Dinas Kesehatan setempat dan
Satgas Pusat dan Daerah.
Dit. Bansos KTK PM Depsos menyampaikan usulan Satgas
Nunukan yang menginginkan adanya dana contingency bagi
operasional mendukung pemulangan TKIB dan keluarganya
yang dalam kenyataannya selalu terjadi setiap tahun, dan
memberatkan Pemerintah Daerah. Untuk keperluan
administrasi, selama ini Depsos mendasarkan jumlah Satgas
berdasarkan radiogram Mendagri yang menyatakan ada 11
Satgas Daerah. Untuk itu, Tarakan yang diharapkan menjadi
back up jika terjadi limpahan jumlah TKIB dari Nunukan,
perlu secara administratif ditetapkan sebagai Satgas Daerah.
Ditjen PUM Depdagri menyampaikan bahwa tanggal 15
September 2008, Mendagri telah mengirim radiogram ke 10
provinsi terkait dengan rencana pelaksanaan Operasi
Bersepadu Pemerintah Malaysia. Depdagri setuju tentang
perlu adanya Protab dari masing-masing K/L yang kemudian
dikompilasi oleh Satgas TK-PTKIB secara terpadu. Pada
bulan Oktober 2008, Depdagri berencana akan mengundang
rakor Satgas Daerah, diharapkan masing-masing K/L dapat
menyampaikan hal-hal penting yang diperlukan oleh Satgas
Daerah. Ditjen PUM berpendapat bahwa masalah TKIB dan
Keluarganya adalah masalah nasional sehingga sudah
sepantasnya jika didukung oleh dana Pusat (APBN).
Ditjen Adminduk Depdagri menambahkan bahwa berdasar-
kan rapat Depdagri dengan Pemda Nunukan, KTP Putih akan
diakhiri. Namun tetap perlu dicarikan payung hukum sebagai
dasar pemberian dokumen kepada TKIB dan keluarganya
yang tidak mempunyai dokumen pendukung apapun.
Menurut UU No. 23 Tahun 2006 tentang Adminduk,
dimungkinkan adanya Surat Keterangan Pindah Luar Negeri
yang mungkin dapat diaplikasikan sebagai pengganti KTP
untuk menerbitkan paspor. Hal ini perlu dibahas lebih lanjut
oleh berbagai pihak yang terkait.
Sebagai kesimpulan dan tindak lanjut Satgas TK-PTKIB,
disampaikan oleh Pimpinan rapat koordinasi sebagai berikut:
a. Paspor sejumlah 150.000 buku dan Perdim 14, akan
dikirim Departemen Luar Negeri paling lambat
pertengahan bulan Oktober 2008.

Satgas TK-PTKIB Pusat 54


Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008

b. Satgas Pemulangan TKIB nasional dan daerah perlu


berbenah diri, antara lain dengan menyusun Protab dari
Juklak yang sudah ada. Penyusunannya akan
dilaksanakan oleh Tim Kecil yang akan dibentuk dan
bekerja sesudah Lebaran tanggal 1-2 Oktober 2008.
Kementerian/ lembaga diharapkan menyampaikan Juknis
masing-masing sektor sebagai bahan penyusunan
Prosedur Tetap (Protab) Satgas TK-PTKIB.
c. Kemenko Kesra diharapkan dapat mengkoordinasikan
Depdagri (Ditjen PUM dan Adminduk), Ditjen Imigrasi,
Depnakertrans, BNP2TKI, dan lain-lain) dalam
penyusunan payung hukum tentang dasar pemberian
paspor kepada TKIB dan keluarganya yang
undocumented.
d. Diperlukan adanya Juknis tentang susunan dan
penetapan Satgas Daerah serta dukungan dana Pusat
(APBN) untuk Satgas.
e. Satgas TK-PTKIB perlu memberikan supervisi ke Satgas
Daerah dan menindak langsung (khususnya oleh
Kepolisian) aparat yang bersalah.
f. Depdiknas mengkoordinasikan pendidikan anak-anak TKI
di Malaysia dengan skema pendidikan di perbatasan,
mengirim guru PNS ke Sabah, advokasi untuk
perusahaan/majikan untuk mendirikan sekolah-sekolah
dengan guru PNS Indonesia, mengirim buku-buku dan
Taman Belajar Masyarakat di Sabah, serta program tutor
kunjung.
g. Pengadaan lahan untuk SI-KK agar segera dituntaskan
oleh Perwakilan RI di Kota Kinabalu, Sabah.
h. Satgas TK-PTKIB diharapkan terlibat dan berpartisipasi
dalam pertemuan Depdagri dengan Satgas PTKIB
Daerah.
i. Diharapkan adanya perbaikan sistem rekrutment dan
penempatan TKI di wilayah dalam negeri yang ditengarai
merupakan bagian terbesar yang menyebabkan
terjadinya permasalahan TKI di luar negeri.
j. Deputi Menko Kesra Bidang Koordinasi Pendidikan,
Agama dan Aparatur Negara akan menindaklanjuti
masalah pendidikan anak-anak TKI di Malaysia.

Satgas TK-PTKIB Pusat 55


Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008

10. Sebagai tindak lanjut rapat koordinasi Satgas TK-PTKIB


tanggal 25 September 2008 yang mengevaluasi kesiapan
Perwakilan RI di Malaysia Timur mengantisipasi Operasi
Bersepadu Pemerintah Malaysia, pada tanggal 17 Oktober
2008 di Jakarta, Satgas TK-PTKIB mengadakan rapat
koordinasi lanjutan yang dihadiri oleh Departemen Luar
Negeri (Dit. Perlindungan WNI dan BHI), Departemen Dalam
Negeri (Ditjen PUM dan Ditjen Adminduk), Departemen
Kesehatan (Ditjen Yanmedik), Departemen Tenaga Kerja dan
Transmigrasi (Ditjen Binapenta), Departemen Sosial (Ditjen
Banjamsos), Depkumham (Ditjen Imigrasi), Departemen
Perhubungan (Ditjen Hubdar), dan Babinkam Mabes POLRI.
Asdep Menko Kesra Urusan Kesempatan Kerja Perempuan
dan Ekonomi Keluarga menyampaikan Resume dan Tindak
Lanjut Rapat Koordinasi Satgas TK-PTKIB tanggal 25
September 2008, dan memandu rapat untuk membahas
tindak lanjut persetujuan Departemen Keuangan melalui
Surat Dirjen Anggaran No. S-3006/A6/2008 tanggal 26
September 2008 tentang Penyampaian SP-SAPSK Kegiatan
Pemulangan TKI Bermasalah dan Keluarga Tahun 2008, dan
penyempurnaan juklak/juknis penanganan TKIB yang
diharapkan dapat disampaikan nanti pada rapat koordinasi
dengan Satgas PTKIB Daerah yang akan diselenggarakan
oleh Depdagri pada hari Kamis tanggal 23 Oktober 2008 di
Jakarta. Deplu, Depkumham (Imigrasi), Depdagri, Depsos,
Depkes, dan Babinkam Mabes Polri diharapkan sudah dapat
menyampaikan juknis mengenai pencairan anggaran dan
pelaksanaan kegiatan pemutihan TKIB (Deplu dan Ditjen
Imigrasi), operasional Satgas dan legalitas kependudukan
(Depdagri), permakanan dan transportasi TKIB (Depsos),
layanan kesehatan dan rujukan (Depkes), serta pengamanan
dan Polmas di daerah perbatasan (Babinkam).
Berkaitan dengan APBNP Tahun 2008, Kemenko Kesra
melaporkan bahwa sambil menunggu penerbitan DIPA yang
diperkirakan selesai 2 minggu lagi, telah bekerjasama
dengan Biro Umum Setmenko Kesra untuk meminjam
anggaran guna mendukung kegiatan TKIB bulan Oktober dan
November 2008. Jika DIPA sudah terbit, pinjaman akan
segera dikembalikan.
Babinkam Mabes Polri melaporkan telah dikeluarkan SP
Kaplri No.Pol.: Sprin/1529/IX/2008 tanggal 25 September
2008 tentang Organisasi dan Personil Pengamanan

Satgas TK-PTKIB Pusat 56


Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008

Pemulangan TKI Bermasalah Tahun 2008. Saat ini Babinkam


sedang dalam proses penunjukan Kuasa Pengguna Anggaran
(KPA) Direktur Samapta, yang diharapkan Senin tanggal 20
Oktober 2008 sudah selesai, untuk kemudian diajukan
mendukung proses penerbitan DIPA.
Ditjen PUM Depdagri melaporkan sedang dalam proses
memenuhi persyaratan untuk penerbitan DIPA dan telah
berkoordinasi dengan Kemenko Kesra mengenai model
pencairan dana bagi Satgas Daerah tahun 2007, yang
mungkin dapat diaplikasikan tahun 2008 mengingat waktu
pelaksanaannya efektif hanya 2 bulan. Ditjen PUM akan
segera berkonsultasi dengan Biro Keuangan Depdagri
mengenai hal ini.
Ditjen Bina Pelayanan Medik, Depkes juga sedang dalam
proses penerbitan DIPA dan penyusunan Juknis pencairan
dana bagi Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) dan RS
Rujukan. Saat ini sedang disusun Surat Direktur Yanmed
yang menunjuk RS Rujukan di Jakarta, Pontianak, Tarakan,
Nunukan, Samarinda, dan Tanjungpinang. Diusulkan kepada
Depkes, agar RS Rujukan diarahkan pada daerah entry point
yang banyak menerima pemulangan TKIB seperti Medan dan
Surabaya, kiranya dapat dimasukkan dalam penetapan RS
Rujukan Pemulangan TKIB.
Ditjen Banjamsos Depsos, juga sedang dalam proses
penerbitan DIPA dan penyusunan juknis pencairan dana bagi
permakanan dan transportasi TKIB dan keluarganya.
Dilaporkan bahwa saat ini dari 11 satgas entry point baru
ada 4 yang telah mempunyai MoU dengan Depsos. Untuk 7
Satgas yang lain sesuai dengan ketetapan Depdagri, akan
dibuatkan MoU-nya. Sementara bagi daerah di luar
ketetapan Depdagri seperti Tarakan, Makassar, Bali, dan
Kupang, kiranya perlu didukung dengan surat dari Depdagri.
Berkaitan dengan Juklak/Juknis yang diperlukan oleh
Perwakilan RI di Malaysia dan Satgas Daerah dalam
menangani pemutihan TKIB dan keluarganya di Malaysia,
pemulangan TKIB dan keluarganya sampai ke tempat
asalnya, serta penempatan kembali TKIB menjadi TKI yang
berkualitas dan memenuhi persyaratan, Kemenko Kesra
mengharapkan agar pada rapat koordinasi Depdagri dengan
Satgas Daerah tanggal 23 Oktober 2008 di Jakarta, masing-
masing sektor sudah dapat menyampaikan arahan dan

Satgas TK-PTKIB Pusat 57


Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008

petunjuknya. Setelah rapat koordinasi tersebut, juklak/juknis


sektoral akan dihimpun ke dalam Juklak/Juknis Satgas TK-
PTKIB secara keseluruhan.
Dit. Perlindungan WNI dan BHI Deplu melaporkan bahwa
pengiriman paspor ke Malaysia Timur akan dilaksanakan
tanggal 20 Oktober 2008 dengan dikawal petugas
diplomatik, dan diharapkan tanggal 23 Oktober 2008 telah
sampai ke tujuan. Mengenai permintaan petunjuk dari Pusat
berkenaan dengan orang yang menurut wawancara ada
indikasi sebagai WNI tetapi tidak mempunyai dokumen
pendukung apapun, Deplu mengharapkan agar Ditjen
Imigrasi yang berwenang yang memberikan petunjuk. Deplu
juga sedang dalam proses berkoordinasi dengan Perwakilan
RI di Malaysia mengenai perkembangan data berkaitan
dengan proses pemutihan, dan rencana deportasi yang akan
dilakukan oleh Pemerintah Malaysia. Hal ini sangat
diperlukan oleh Satgas TK-PTKIB Pusat untuk melakukan
langkah-langkah persiapan yang diperlukan.
Ditjen Imigrasi menyampaikan bahwa proses pemutihan
yang banyak didasarkan dari hasil wawancara dengan orang
yang diduga WNI, memerlukan petugas Imigrasi yang telah
terlatih. Di Perwakilan RI Kuching dan Tawau sudah
ditempatkan petugas Imigrasi, diharapkan juga ada di
Perwakilan RI Kota Kinabalu, untuk membantu memberikan
advokasi kepada petugas lapangan yang akan bertugas
menjemput bola melakukan pemutihan ke ladang/kilang
sawit di Malaysia. Ditjen Imigrasi bersama dengan Deplu
akan mengeluarkan petunjuk atau payung hukum mengenai
hal ini dan diarahkan pemutihan ada batas waktunya.
Dit. Penempatan Tenaga Kerja Luar Negeri Ditjen Binapenta
Depnakertrans menyampaikan bahwa bagi TKIB yang
bekerja di perusahaan dan mendapat jaminan dari
perusahaan/majikannya, dapat melakukan pemutihan di
Malaysia. Namun bagi TKIB yang bekerja pada perorangan
seperti PRT, walaupun ada jaminan dari majikannya,
pemutihan harus dilakukan melalui PJTKI yang
mengirimkannya di Indonesia. Sementara bagi TKIB yang
bekerja mandiri dan tidak ada majikan yang menjaminnya,
berarti harus pulang ke Indonesia dan mengurus
penempatannya kembali ke Malaysia dengan mengikuti
peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Satgas TK-PTKIB Pusat 58


Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008

Ditjen Adminduk Depdagri melaporkan hasil pertemuan


Ditjen Adminduk, BNP2TKI dan Ditjen Imigrasi tentang
pemberian legalitas kependudukan kepada TKIB yang pulang
ke Indonesia. Dilaporkan bahwa kepada TKIB yang pulang
dengan membawa SPLP, akan diberikan legalitas
kependudukan berupa Surat Keterangan Datang dari Luar
Negeri (SKDLN). Apabila yang bersangkutan ingin kembali
bekerja ke luar negeri, kepadanya dapat diberikan Surat
Keterangan Pindah ke Luar Negeri (SKPLN), dan dengan
rekomendasi dari Diskenakertrans/BP3TKI setempat, kepada
pemegang SKPLN dapat diberikan paspor.
Babinkam Mabes Polri telah memberikan petunjuk
pengamanan pemulangan TKIB dan keluarganya ke Polda
terkait, dan akan mengembangkan model Polmas untuk
mengawasi pelabuhan tradisionil dan jalan tikus tempat
keluar-masuknya TKI ilegal di daerah perbatasan.
Ditjen Hubda, Dephub menyampaikan bahwa Dephub
membatasi diri lebih pada mengawasi kelaikan sarana
angkutan yang dipergunakan dalam pemulangan TKIB.
Untuk operasional transportasi sebagaimana yang
berlangsung selama ini, diharapakan dapat terus dikoordinir
oleh Depsos.
Sebagai kesimpulan dan tindak lanjut Satgas TK-PTKIB,
disampaikan oleh Pimpinan rapat koordinasi sebagai berikut:
a. Kementerian/lembaga yang memperoleh alokasi APBNP
Tahun 2008, diharapkan berkonsultasi dengan Bagian
Keuangan masing-masing agar anggaran yang ada dapat
tersalurkan dalam sisa waktu yang ada (2-3 bulan).
b. Kementerian/lembaga diharapkan dapat memberikan
petunjuk tentang penarikan anggaran APBNP Tahun
2008, dan juknis pelaksanaan kegiatan dalam rangka
pemutihan dan pemulangan TKIB, serta penempatan
kembali TKIB menjadi TKI yang berkualitas dan
memenuhi persyaratan, pada rapat koordinasi Depdagri
dengan Satgas Daerah hari Kamis tanggal 23 Oktober
2008 di Jakarta.
c. Depdagri diharapkan mengundang Staf Teknis Kemen-
terian/lembaga anggota Satgas TK-PTKIB dalam rapat
koordinasi Depdagri dengan Satgas Daerah hari Kamis
tanggal 23 Oktober 2008 di Jakarta, untuk membahas
secara intensif berbagai hal yang berkaitan dengan

Satgas TK-PTKIB Pusat 59


Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008

pelaksanaan dan teknis pemutihan TKIB, pemulangan


TKIB, serta penempatan kembali TKIB menjadi TKI yang
berkualitas dan memenuhi persyaratan.
d. Kemenko Kesra akan memfasilitasi kompilasi Juklak/
Juknis sektoral menjadi Juklak/Juknis Satgas TK-PTKIB
secara keseluruhan.
11. Rapat koordinasi Satgas TK-PTKIB tingkat Pusat dan Satgas
Daerah, serta Pemerintah Provinsi Asal TKIB (selektif)
dilaksanakan tanggal 16 Desember 2008 di Kementerian
Koordinator Bidang Kesra dalam rangka evaluasi
pelaksanaan program pemutihan dan pemulangan TKIB dari
Malaysia tahun 2008. Beberapa kesepakatan dan rencana
tindak lanjut yang dihasilkan antara lain:
a. Keputusan Presiden RI No. 106 Tahun 2004 tetap
diberlakukan sampai ditetapkannya kebijakan baru
mengenai penanganan TKIB dan Keluarganya dari
Malaysia, dan sebagaimana tertuang dalam Keppres
tersebut maka tujuan dari Keppres adalah untuk
meningkatkan pelayanan dan perlindungan kepada TKIB
sehingga dapat dipulangkan dengan selamat dan
bermartabat.
b. Perlu segera diterbitkan Petunjuk Pelaksanaan
Pemulangan TKIB yang disertai dengan Petunjuk Teknis
dari Kementerian/Lembaga terkait (Deplu, Ditjen
Imigrasi, Depdagri, Ditjen Adminduk, Depsos, Depkes,
Mabes Polri, BNP2TKI dan lain-lain). Juklak dan juknis
perlu segera di sosialisasikan dan didesiminasikan agar
semua pihak yang terkait dalam pelayanan pemulangan
TKIB dari Malaysia memahami dan dapat bersinergi
dalam menjalankan tugasnya.
c. Perlu dilakukan monitoring dan evaluasi periodik
terhadap efektivitas Satgas Daerah dalam kegiatan
pemulangan TKIB dari Malaysia. Hasil monitoring dan
evaluasi tersebut selanjutnya ditindak lanjuti dengan
pembenahan oleh Depdagri baik dalam hal organisasi,
tugas dan fungsi maupun penganggarannya.
d. Penganggaran yang terkait dengan operasional
pemutihan dan pemulangan TKIB tahun 2009, akan
diupayakan untuk mendapat dispensasi dari Departemen
Keuangan agar anggaran yang belum terserap di akhir
tahun 2008 dapat dibayarkan melalui anggaran

Satgas TK-PTKIB Pusat 60


Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008

Kementerian/Lembaga pada tahun 2009, mengingat


fakta di lapangan yang menunjukkan bahwa pemulangan
dapat terjadi sewaktu-waktu termasuk pada hari-hari
terakhir batas penyerapan anggaran.
e. Berbagai kegiatan Kementerian/Lembaga yang belum
teralokasikan dalam Anggaran Tahun 2009, seperti
Operasional Polmas, penanganan Kesehatan TKIB, dan
lainnya) akan diupayakan melalui APBN-P tahun 2009.
Untuk mengantisipasi pemulangan TKIB sebagai kejadian
yang bersifat darurat, perlu disiapkan adanya dana
tanggap darurat.
f. Khusus untuk Satgas Tanjung Priok, harus segera
dibentuk Satgas di tingkat Pemda (DKI Jakarta), namun
sebelum adanya SK Gubernur, maka penanganan
pemulangan TKIB di Tanjung Priok dibawah koordinasi
Departemen Sosial (sesuai dengan SK Menteri Sosial).
Legalitas dan kejelasan status Satgas Tanjung Priok
menjadi prioritas kegiatan, mengingat posisi Tanjung
Priok yang sangat strategis sebagai ”jendela” nasional.
g. Dengan adanya BNP2TKI, maka kegiatan koordinasi
pemulangan TKIB dari Malaysia yang dilakukan oleh
Kemenko Kesra atas dasar Keppres No. 106 Tahun 2004
merupakan program/kegiatan yang bersifat ad hoc
(sementara), yang berarti jika BNP2TKI telah siap untuk
menangani pemulangan TKIB maka kegiatan pemulangan
TKIB akan diserahterimakan sebagai bagian dari tugas
BNP2TKI.
h. Untuk menuntaskan masalah TKIB (khususnya dari
Malaysia), maka ke depan perlu dilakukan upaya
pencegahan terjadinya TKIB, antara lain dengan kegiatan
sosialisasi mengenai prosedur menjadi TKI yang benar
dan aman, peningkatan sistem pengawasan dan
pencegahan TKI ilegal yang melibatkan masyarakat dan
aparat khususnya di daerah perbatasan.
i. Kerjasama BNP2TKI dengan Pemerintah Kota Tanjung
Pinang, Propinsi Kepulauan Riau untuk penempatan
kembali TKIB menjadi TKI yang berkualitas dan
memenuhi persyaratan perlu dikembangkan ke daerah
entry point lainnya.

Satgas TK-PTKIB Pusat 61


Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008

Berdasarkan data Departemen Sosial dan dari Satgas PTKIB


Daerah, sepanjang tahun 2008 jumlah TKIB/PMBS yang
dipulangkan oleh Satgas PTKIB Daerah di seluruh Indonesia dan
dilaporkan ke Pusat sebanyak 42.133 orang.
Tahun 2004-2008
400,000
356,256

300,000

200,000
170,585

100,000

30,604 36,315 42,133


0

2004 2005 2006 2007 2008

Gambar 7. Pemulangan TKI Bermasalah (TKIB)/


Pekerja Migran Bermasalah Sosial
(PMBS) Tahun 2004-2008.

Jumlah tersebut belum termasuk TKIB/PMBS yang pulang ke


tanah air di luar yang dideportasi atau yang tidak tercatat karena
pulang ke Indonesia melalui pelabuhan dan lorong-lorong
tradisionil yang banyak terdapat di daerah perbatasan Sumatera
Utara, Kepulauan Riau, Kalimantan dan Sulawesi Utara.

F. Koordinasi Pemantauan dan Evaluasi


Pemantauan dan evaluasi pelaksanaan pemulangan TKIB
dari Malaysia dilaksanakan secara terpadu lintas sektor maupun
secara sendiri-sendiri ke daerah entry point dan provinsi asal
TKIB Indonesia, serta ke negara tujuan yaitu Malaysia dan juga
ke Filipina terkait dengan penanganan masalah PATI asal Filipina
di Sabah, Malaysia. Laporan pemantauan dan evaluasi ke
beberapa daerah, sebagian sudah disampaikan dalam rapat-rapat
koordinasi yang diselenggarakan.

Satgas TK-PTKIB Pusat 62


Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008

1. Medan, Belawan, Provinsi Sumatera Utara


Provinsi Sumatera Utara dengan 25 kabupaten dan 8 kota,
dan terbagi menjadi 325 kecamatan, berpenduduk 11.4 juta
(2007) yang berarti kepadatan penduduknya hanya 165
jiwa/km2. Sejumlah 5,1 juta angkatan kerja yang ada
terserap terutama di usaha mikro kecil (99,80%) dan hanya
0,20% yang bekerja di usaha besar. Sebagian besar
pendidikan pekerja adalah SD (48,96%), SLTP (23%), SLTA
(24,08%) dan hanya 3,95% lulusan perguruan tinggi.
Para pencari kerja yang tidak memperoleh pekerjaan di
dalam negeri pergi mengadu nasib ke luar negeri, khususnya
Malaysia yang merupakan negara terdekat dari Sumatera
Utara. Selain sebagai daerah asal tenaga kerja, Provinsi
Sumatera Utara juga berfungsi sebagai daerah transit,
daerah perekrutan dan daerah embarkasi TKI ilegal yang
berasal dari seluruh Indonesia, berangkat melalui pelabuhan
Belawan dengan tujuan ke Malaysia. Banyak di antaranya
yang juga pulang melalui Provinsi Sumatera Utara. Tahun
2002, sejumlah 23.648 orang pulang melalui Belawan, tahun
2003 menurun menjadi 13.003 orang, dan tahun 2004
menjadi 12,906 orang, yang terdiri dari TKI ilegal dan legal.
Tahun 2007, jumlah TKI yang pulang hanya 97 orang (hanya
5 orang laki-laki), dan tahun 2008 (sampai dengan Oktober)
sejumlah 88 orang (hanya 1 orang laki-laki). Untuk TKIB
atau yang ilegal atau tidak berdokumen, kepulangannya
tidak tercatat, karena keterbatasan SDM di Pos Pengendalian
Kepulangan TKI (POSDAL), dan memang tidak ada
penugasan untuk itu.
Koordinasi antar Dinas terkait memang tidak berjalan
dengan baik karena selama tiga tahun terakhir ini tidak
dibentuk Satgas Penanganan TKIB dari Malaysia. Berdasar-
kan SK Gubernur Sumatera Utara No. 560/298/Tahun 2007
tentang Pembentukan Tim Pengendalian Pemberangkatan
dan Pemulangan TKI di Pelabuhan Belawan dan Bandara
Polonia Medan yang diperbaharui dengan SK Gubernur No.
560.05/1436-K/tahun 2008, Tim Koordinasi yang diketuai
Asisten III dan terdiri dari Kepala Dinas terkait, Petugas
POSDAL di Belawan dan Polonia, dan Satgas Penertiban dan
Penindakan, hanya menitik beratkan pada penanganan TKI
legal sesuai dengan UU No. 39 Tahun 2004 tentang
Penempatan dan Perlindungan TKI di Luar Negeri (PPTKLN).

Satgas TK-PTKIB Pusat 63


Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008

Tim tersebut yang didukung APBN (BNP2TKI), bertugas


mengkoordinir unsur terkait untuk kelancaran pelaksanaan
tugas operasional pelayanan pemberangkatan dan
pemulangan TKI serta penanganan sanksi hukum terhadap
pelanggaran yang ditemukan di POSDAL. Dimulai sejak
dibentuknya BNP2TKI tahun 2006 dan BP3TKI dibawah
koordinasi Tim tersebut, maka pendataan TKI sepenuhnya
ditangani BP3TKI sehingga Disnakertrans tidak bertanggung
jawab lagi, terlebih karena hal tersebut juga tidak didukung
oleh adanya pos pendanaan yang mencukupi.
Dengan koordinasi seperti itu, kepulangan TKIB menjadi
tidak terpantau. Walaupun demikian, Posdal Belawan
meyakini bahwa kepulangan TKI ilegal/TKIB dari Malaysia
jumlahnya jauh lebih besar dari yang legal, terindikasi dari
semakin sedikitnya jumlah kapal yang membawa kepulangan
TKI legal yang merapat di Belawan. Jika sebelumnya 2 kali
sehari dengan jumlah penumpang 150 orang per kapal,
sekarang yang rutin tinggal satu kapal sehari dengan
penumpang rata-rata hanya 50 orang per kapal, dan pada
hari tertentu (hari besar dan hari libur) merapat dua kapal
tetapi dengan jumlah penumpang yang sangat sedikit.
Diperkirakan kepulangan TKIB dari Malaysia ke Sumatera
Utara menumpang kapal-kapal tidak resmi, dan sering
terjadi kecelakaan yang bahkan menyebabkan terjadinya
korban jiwa. Pemulangan jenazah korban dan penanganan
TKIB lainnya sangat memberatkan POSDAL karena dukungan
biaya dari BNP2TKI yang terbatas alokasinya hanya untuk
TKI resmi legal prosedural sesuai UU No. 39 Tahun 2004,
tidak mencukupi selain karena banyaknya jumlah TKIB,
mereka sering membutuhkan layanan kesehatan dan
bantuan pemulangan ke daerah asalnya.
Sudah tiga tahun terakhir POSDAL Belawan tidak menerima
dana operasional sehingga menyulitkan kerja POSDAL
karena sering terjadi TKIB yang pulang bukan penduduk
Sumatera Utara tapi dari Jawa, Aceh, NTB atau provinsi
lainnya di Indonesia Timur. Tidak jarang mereka dalam
keadaan sakit atau stres, dan pada umumnya adalah
perempuan. Untuk menghadapi kondisi seperti ini POSDAL
sering meminta bantuan kepada Kepolisian atau Biro
Pemberdayaan Perempuan untuk membantu menangani.

Satgas TK-PTKIB Pusat 64


Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008

Untuk biaya transportasi seringkali petugas harus merogoh


kantung sendiri atau patungan untuk pemulangan TKIB ke
daerah asalnya. Banyak pula korban yang harus pulang ke
daerah asalnya di luar wilayah Sumatera Utara, tidak dapat
menunjukkan surat dari Konjen RI. Hal tersebut menyulitkan
pemulangan karena tanpa adanya bukti tersebut, Dinas
Sosial hanya dapat memulangkan sesuai dengan prosedur
pekerja migran dengan biaya Rp 150,000,- dan karena
perjalanannya antar provinsi, memerlukan waktu lama dan
melelahkan padahal mereka sudah tidak memiliki apa-apa.
Dana permakanan dan kesehatan bagi TKIB yang
memerlukan perawatan, sering kali Dinas terkait tidak
bersedia membantu.
Sangat diperlukan adanya Satgas Pemulangan TKIB
sebagaimana diarahkan Surat Edaran Mendagri tanggal 24
Oktober 2004. Satgas PTKIB ini, dengan sumber pendanaan
yang berbeda, dapat secara sinergi bekerjasama dengan Tim
Pengendalian Pemberangkatan dan Pemulangan TKI di
Pelabuhan Belawan dan Bandara Polonia Medan yang ada.
Untuk itu diperlukan adanya Petunjuk Pelaksanaan yang
jelas mengatur pembagian tugas lintas sektoral di daerah.

2. Pekanbaru, Dumai, Provinsi Riau


Provinsi Riau secara geogafis letaknya berdekatan dengan
negara tetangga Singapura dan Malaysia, sehingga banyak
pencari kerja yang berangkat mencari kerja ke negeri
tersebut melalui dua pelabuhan embarkasi di Provinsi Riau,
yaitu Pelabuhan Sungai Duku di Pekanbaru dan Pelabuhan
Dumai di Kota Dumai.
Pemulangan TKIB dari Malaysia juga melalui Provinsi Riau,
terutama pada tahun 2004 dan 2005 ketika banyak TKIB
melalui program amnesti kembali pulang melalui Dumai dan
Pekanbaru. Dalam rangka itu, dibentuk Satgas PTKIB di
Pekanbaru dan Dumai, namun karena ternyata banyak di
antara TKIB tersebut merupakan penduduk yang bukan
berasal dari Riau, sementara dukungan APBN sangat
terbatas dan tersendat, Satgas PTKIB menjatakan keberatan
kepulangan TKIB melalui Dumai. Namun tidak dapat
dibendung terjadinya kepulangan TKIB melalui Dumai dan
Pekanbaru.

Satgas TK-PTKIB Pusat 65


Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008

Tahun 2005, terdapat 75 orang TKIB yang berasal dari


Sumatera, Jawa, NTB dan NTT yang pulang melalui Riau;
tahun 2006 sejumlah 34 orang TKIB yang berasal dari
Sumatera dan Jawa, dan tahun 2007 sejumlah 18 orang
TKIB yang berasal dari Sumatera dan Jawa Barat.
Pemerintah Provinsi Riau menyarankan agar diaktifkan
kembali Satgas PTKIB melalui pengaturan keanggotaan
sesuai dengan perkembangan yang ada. Namun untuk
operasional Satgas PTKIB, perlu didukung dengan APBN
sehingga Satgas Daerah dapat bekerja dengan optimal.
Bantuan permakanan perlu ditingkatkan dan penampungan
dilengkapi dengan berbagai sarana prasarana yang dapat
dipergunakan untuk upaya pemberdayaan TKIB selama
berada di penampungan.

3. Tanjungpinang, Batam, Tanjungbalai Karimun,


Provinsi Kepulauan Riau
Tanjungpinang adalah pelabuhan terdekat ke Johor Bahru
Malaysia yang sejak tahun 2008 dijadikan sebagai sentra
penampungan Pendatang Asing Tanpa Ijin (PATI) asal
Indonesia yang tadinya tinggal di wilayah Semenanjung
Malaysia, dan terkena razia Pemerintah Malaysia. Sebelum
dideportasi ke Indonesia, TKIB ditampung di detention
center atau dalam penjara di Johor Bahru.
Untuk menerima para deportan Indonesia dari Malaysia,
Pemerintah Kota Tanjungpinang membentuk Satgas dan Pos
Koordinasi (Posko) PTKIB melalui Keputusan Kepala Dinas
Tenaga Kerja dan Kesejahteraan Sosial Kota Tanjung Pinang
Nomor. 20a Tahun 2008. Satgas ini beranggotakan 30 orang
yang terdiri dari Koordinator Lapangan dan 29 anggota dari
pegawai Dinas Tenaga Kerja dan Kesejahteraan Sosial (7
orang), KP3 Pelabuhan Tanjung Pinang (3 orang), Kantor
Kesehatan Pelabuhan (4 orang), Satpol PP Tanjung Pinang (4
orang), Dinas Perhubungan Tanjung Pinang (4 orang), Intel
Polres Tanjung Pinang (3 orang), Pimpinan Puskesmas Sei-
Jang, Pimpinan Puskesmas Batu X dan Pimpinan Puskesmas
Pancur, dengan tugas:
a. mendata kedatangan para TKI Bermasalah yang dideportasi
dari Negara Malaysia ke Kota Tanjung Pinang.
b. memberi pelayanan mulai dari kedatangan, di penampungan
sementara dan pemulangan TKI Bermasalah (TKIB) tersebut
ke daerah asal secara terpadu, terkoordinasi sesuai Tupoksi
Dinas/Instansi masing-masing.

Satgas TK-PTKIB Pusat 66


Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008

c. mengkoordinir ketertiban, keamanan dan kelancaran pada


saat kedatangan/pemulangan di pelabuhan Tanjung Pinang
dan Kijang serta selama berada di dalam penampungan
sementara.
d. mempersiapkan angkutan untuk menuju ke tempat
penampungan sementara bagi TKI Bermasalah yang
dideportasi maupun saat pemulangan ke daerah asalnya.
e. memantau dan melayani kesehatan TKI Bermasalah, baik di
Pelabuhan maupun di tempat penampungan sementara.
f. mengatur ketertiban dan keamanan lokasi daerah pelabuhan
dan penampungan sementara dari gangguan pihak-pihak yang
tidak bertanggung jawab.
g. melindungi, mencegah, dan menanggulangi agar tidak terjadi
efek sosial lainnya yang ditimbulkan akibat keberadaan TKI
Bermasalah dari Malaysia selama berada di tempat
Penampungan Sementara.
h. melakukan koordinasi dengan Satgas TKI Bermasalah
debarkasi Kota lainnya untuk penanganan pemulangan TKI
Bermasalah ke daerah tujuan.
i. mencegah pengambilan TKI Bermasalah oleh pihak yang tidak
berkepentingan, calo/tekong atau pihak-pihak yang mengaku
keluarganya.
j. untuk pengananan pemulangan TKI-B dan Keluarganya dari
Malaysia maka Satgas dapat menunjuk staf Sekretaris dan
petugas jaga berdasarkan masukan dari Dinas/Instansi terkait
serta mengatur jadwalnya.

Berdasarkan observasi Satgas PTKIB Tanjungpinang,


terjadinya TKIB dapat disebabkan oleh beberapa hal yang
secara umum adalah: (1) migran yang memasuki negara
tanpa paspor atau tidak melalui pos pengawasan imigrasi;
(2) migran yang masuk secara legal, tetapi melebihi waktu
tinggal visanya (3) migran yang masuk secara legal tetapi
menyalahgunakan visanya, seperti misalnya bekerja dengan
menggunakan visa wisata.
Permasalahan pokok yang menyebabkan TKI kemudian
menjadi TKIB antara lain adalah: dokumen jati diri asli tapi
palsu; pungutan liar; sertifikat pelatihan, uji kesehatan, uji
kompetensi yang dipalsukan; asuransi tidak dibayarkan
sesuai ketentuan dan tidak langsung kepada TKI tetapi
melalui PPTKIS; proses penampungan di luar ketentuan dan
tidak manusiawi; penempatan yang tidak terkoordinasi dan
tidak termonitor; majikan yang tidak memenuhi perjanjian
kerja/tidak membayar gaji; penganiayaan, pelecehan
seksual; bekerja ilegal/overstay; saat pemulangan menjadi

Satgas TK-PTKIB Pusat 67


Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008

korban pemerasan/pemerkosaan/pembunuhan; kurang


optimalnya manajemen pelayanan pemberangkatan dan
pemulangan di embarkasi dan debarkasi.

Gambar 8. Peninjauan Satgas TK-PTKIB di


Tanjungpinang, Kepulauan Riau.

Berkaitan dengan masalah TKIB dan operasional penanganan


dan pemulangan TKIB, ditemukan hal-hal sebagai berikut:
a. Adanya standar ganda dari pihak Malaysia, dan pihak
Malaysia memanfaatkan kondisi ketidakberdayaan
Indonesia dan cenderung merendahkan martabat bangsa
Indonesia.
b. Jumlah petugas di pelabuhan terbatas, utamanya di
pelabuhan dan shelter penampungan, sementara
kedatangan TKIB terjadi hampir setiap minggu sehingga
pelayanan yang diberikan kurang maksimal.
c. Menaikkan TKIB ke kapal seharusnya disertai dengan
Berita Acara, sementara Satgas tidak ada kerjasama
dengan pihak PELNI karena kerjasama yang ada adalah
pihak PELNI dengan Departemen Sosial.
d. Sering ditemui data TKI yang tidak benar dari daerah
pengirim, sehingga menyulitkan Satgas PTKIB untuk
menindaklanjuti.
e. Pengamanan di kapal yang kurang maksimal, sehingga
sering ditemui TKIB yang turun di jalan. Dan salah satu
penyebabnya adalah sulitnya membedakan antara
penumpang reguler dengan TKIB, kondisi ini juga
menyebabkan selisih antara data yang ada di manifes
dengan realitas TKIB yang datang.

Satgas TK-PTKIB Pusat 68


Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008

f. Kurangnya koordinasi antara Satgas Tanjung Pinang


sebagai daerah debarkasi dengan daerah embarkasi,
sehingga terkesan saling menyalahkan satu sama lain.
g. Belum adanya petunjuk teknis (Juknis) dan petunjuk
pelaksanaan dari masing-masing sektor, kondisi ini
menjadikan masing-masing berjalan sesuai dengan
tupoksinya meskipun sudah diatur dalam fungsi dan
tugas Satgas. Misalnya Juknis dan Juklak di bidang
kesehatan belum ada petunjuk dan blanko pelaporan dari
pusat, meskipun dalam pelaksanaannya memanfaatkan
fasilitas kesehatan di pelabuhan, Puskesmas, dan RS
Daerah Tanjung Pinang dan Rumah Sakit Rujukan di
Batam maupun Pekanbaru.
h. Terbatasnya biaya operasional dalam rangka penanganan
TKIB di masing-masing instansi terkait, kondisi ini
berpengaruh terhadap kinerja petugas di lapangan.
i. Adanya kecenderungan perekrutan oleh calo/tekong di
kapal, hal ini yang perlu diwaspadai dan diantisipasi.
j. Recycling yang masih terkendala adanya aturan-aturan,
utamanya adalah Undang-undang No. 23 tahun 2006
tentang Administrasi Kependudukan yang terkait dengan
Surat Pindah ke Luar Negeri.
k. Tidak ada penanggungjawab kesehatan di kapal.

Selama tahun 2008 (Januari–September), TKIB dan


keluarganya yang dipulangkan dari Johor Bahru Malaysia
dan yang masuk ke Tanjungpinang, berjumlah 27.437 orang.
Berdasarkan surat dari Perwakilan RI di Johor Bahru, telah
diberangkatkan sebanyak 29.162 orang TKI deportan,
namun sejumlah 1.889 orang batal diberangkatkan sehingga
yang masuk ke Tanjungpinang sebanyak 27.273 orang. Di
luar itu, terdapat 164 orang TKIB non deportan dari Malaysia
yang masuk ke Tanjungpinang.
Dari jumlah kedatangan TKIB di Tanjungpinang tersebut,
seluruhnya telah dipulangkan ke daerah asalnya
menggunakan kapal Pelni ke daerah tujuan masing-masing,
terbanyak ke Tanjungpriok (11.907), Tanjungperak (8.105),
Dumai (3,784), Batam (1.582), Tanjungpinang (1.408),
Tanjungbalai Karimun (300), dan sisanya ke Buton,
Bengkalis, Selat Panjang, Kuala Tungkal, Tanjung Samak
dengan besaran rata-rata kurang dari 100 orang.

Satgas TK-PTKIB Pusat 69


Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008

Tabel 3. Kedatangan TKIB dan Keluarganya di


Tanjungpinang, Januari-September 2008.

TKIB Malaysia TKIB Tanjungpinang Jumlah


Bulan Laki- Perem- Laki- Perem- Laki- Perem-
Jumlah Jumlah Jumlah
laki puan laki puan laki puan
Januari 2.028 798 2.826 23 1 24 2.051 799 2.850
Pebruari 1.739 663 2.402 25 1 26 1.764 664 2.428
Maret 1.393 535 1.928 4 4 8 1.397 539 1.936
April 2.417 845 3.262 23 9 32 2.440 854 3.294
Mei 2.368 843 3.211 7 14 21 2.375 857 3.232
Juni 1.961 1.005 2.966 - 4 4 1.961 1.009 2.970
Juli 2.096 732 2.828 2 18 18 2.098 748 2.846
Agustus 2.842 1.061 3.903 8 22 22 2.850 1.075 3.925
September 2.714 1.233 3.947 - 9 9 2.714 1.242 3.956
Jumlah 19.558 7.715 27.273 92 72 164 19.650 7.787 27.437

Sumber: Satgas PTKIB Kota Tanjungpinang, 2008


Untuk meningkatkan pelayanan dalam rangka pemberian
perlindungan kepada WNI/TKI Bermasalah dan keluarganya,
diperlukan penguatan kerja Satgas PTKIB, baik dari
Pemerintah Kota Tanjung Pinang maupun Pemerintah
Provinsi Kepulauan Riau melalui pembentukan Satgas PTKIB
tingkat provinsi. Provinsi Kepulauan Riau adalah provinsi
yang baru terbentuk sehingga Satgas PTKIB tingkat provinsi
belum ada sementara Satgas PTKIB Kota Tanjungpinang
sudah lebih dahulu terbentuk.
Keberadaan shelter/rumah singgah yang ada pada Biro
Pemberdayaan Perempuan Provinsi Kepulauan Riau di Kota
Tanjung Pinang yang digunakan untuk korban perdagangan
orang, kiranya dapat dimanfaatkan untuk penampungan
sementara TKIB dan keluarganya.
Sementara untuk pengawalan TKIB yang diangkut melalui
transportasi kapal dari pelabuhan Tanjungpinang menuju
pelabuhan Tanjung Priok Jakarta, diperlukan adanya Satgas
Pusat yang diserahkan di Bawah Kendali Operasi (BKO)-kan
Satgas PTKB Tanjungpinang. Untuk itu diharapkan, agar
segera disusun Juklak dan Juknis oleh Satgas TK-PTKIB guna
memudahkan koordinasi dan mekanisme operasional serta
dukungan anggaran di tingkat lapangan. Juklak/Juknis perlu
disosialisasikan secara intensif oleh instansi terkait, agar
dapat meminimalisasi terjadinya TKI Bermasalah.

Satgas TK-PTKIB Pusat 70


Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008

Pemerintah Kota Batam dari sejak tahun 2004 telah


berpartisipasi dalam penanganan dan pemulangan TKIB
melalui debarkasi Batam yang datang melalui 2 titik entry
point, yaitu Pelabuhan Ferry International Batam Center dan
Nongsa Batam. Namun sejak pendeportasian TKIB diarahkan
ke Tanjungpinang, Batam lebih banyak menerima
pemulangan korban perdagangan orang dari Malaysia, yang
modus operandinya disamarkan melalui pengiriman tenaga
kerja.
Untuk menampung korban, Pemerintah Kota Batam
membangun shelter di Sekupang, yang setiap bulannya
selalu terisi, selain menerima dari Perwakilan RI Johor
Bahru, juga menampung korban karena kekerasan dalam
rumah tangga (KDRT) dan tindak kriminal lainnya di Batam.
Salah satu masalah yang terjadi di Batam adalah keluar
masuknya pekerja migran ilegal melalui pelabuhan tradisionil
yang banyak terdapat di Batam dan pulau-pulau lainnya di
Provinsi Kepulauan Riau.

Gambar 9. Pos LSM Gerakan Anti Trafficking (GAT)


di Teluk Mata Ikan Batam, tempat
berlabuhnya perahu pengangkut pekerja
migran ilegal dari Malaysia.

Gerakan Anti Trafficking (GAT) Batam adalah salah satu LSM


yang selama dua tahun terakhir telah memberikan
pendampingan kepada para pekerja migran yang kembali
secara non prosedural melalui Teluk Mata Ikan di Batam,
yaitu salah satu tempat berlabuhnya perahu pengangkut
pekerja migran ilegal dari Malaysia. GAT Batam
mengharapkan agar dapat bekerjasama secara lebih erat
dengan Pemerintah Batam, Pemerintah Provinsi Kepulauan

Satgas TK-PTKIB Pusat 71


Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008

Riau, dan Pemerintah Pusat agar penanganan pelabuhan


tradisionil seperti Teluk Mata Ikan dan beberapa pelabuhan
tradisionil lainnya, dapat lebih efektif mencegah terjadinya
penyelundupan manusia yang berpotensi terjadinya
penyelundupan senjata, narkoba dan pelaku terorisme. GAT
Batam telah menjalin kerjasama dengan Polresta Barelang
Batam, yang sangat mungkin untuk dikembangkan menjadi
model Polmas di daerah perbatasan.
Kabupaten Karimun yang terletak di antara Batam,
Singapura dan Malaysia, dapat ditempuh dari temapt-tempat
tersebut hanya dalam waktu kurang dari satu jam melalui
jalan laut. Untuk penerimaan dan pemulangan TKI
Bermasalah dari Malaysia, Kabupaten Karimun telah
membentuk Satgas PTKIB, dengan pembagian tugas:
1) Dinas Tenaga Kerja menampung TKI bermasalah dan
memberikan pelatihan keterampilan di tempat
penampungan (Shelter)
2) Dinas Sosial memberikan bantuan makanan selama
berada di penampungan.
3) Dinas Perhubungan memberikan bantuan angkutan bagi
TKI yang akan pulang ke daerah asal.
4) Dinas Kesehatan memberikan bantuan kesehatan bagi
TKI yang memiliki kesehatan kurang baik atau penyakit
lainnya.
5) Pemda setempat membantu menyediakan sarana dan
prasarana dan mengkordinir masing-masing Dinas.

Gambar 10. Koordinasi Satgas PTKIB Tanjung


Balai Karimun.

Satgas TK-PTKIB Pusat 72


Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008

Pada tahun 2008, Satgas PTKIB Karimun telah membantu


penanganan dan pemulangan 288 orang TKIB. Akan tetapi
pemulangan tersebut hanya berlangsung selama bulan
Januari-Agustus, sementara pada bulan September-
Desember 2008 tidak ada pemulangan TKIB melalui Tanjung
Balai Karimun. Pada masa itu, tidak ada komunikasi antar
Satgas PTKIB yang ada di Tanjung Pinang, Batam dan Riau
sehingga tidak ada pemulangan TKIB melalui Karimun.
Diperlukan adanya koordinasi melalui Pemerintah Provinsi
Kepulauan Riau agar ketiga Satgas PTKIB yang ada di
Provinsi Kepulauan Riau dapat saling mendukung dalam
memberikan layanan kepada TKIB dan keluarganya yang
memerlukan.

4. Provinsi Lampung
Propinsi Lampung merupakan salah satu provinsi yang juga
banyak warganya yang bekerja di luar negeri khususnya
Malaysia, namun pendataannya tidak tercatat degan baik,
hanya berdasarkan laporan dari beberapa Cabang PPTKIS
yang berada di Lampung dan mau melaporkan ke Dinas
Tenaga Kerja dan Transmigrasi setempat.
Calon TKI biasanya direkrut oleh calo langsung dari desa
tempat tinggalnya, dan diproses melalui PPTKIS dengan
dokumen menyesuaikan menurut keberadaan PPTKIS.
Calon TKI asal Lampung sewaktu berangkat jarang atau
bahkan tidak melapor, tetapi bila mendapat masalah di luar
negeri atau dideportasi barulah Dinas Tenaga Kerja dan
Transmigrasi direpotkan, yang diistilahkan: ”pergi secara
diam-diam bila ada masalah teriak-teriak minta bantuan”.
Apalagi bila ada pemulangan jenazah, Dinas harus menjadi
penanggung jawab untuk mengantarkan jenazah ke desa
asalnya bersama dengan polisi, dan beberapa kali harus
menghadapi kemarahan keluarga.
Sejak dibentuknya BNP2TKI dan BP3TKI di Lampung, Dinas
Tenaga Kerja dan Transmigrasi tidak bertanggung jawab
dengan pengiriman TKI keluar Negeri, dan PPTKIS yang
mengirim TKI diwajibkan melaporkan ke Dinas setempat.
Untuk mengetahui permasalahan dan pendataan TKI yang
pergi dan pulang, Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi
Lampung juga tidak memiliki anggaran, sehingga data hanya
sepihak berdasarkan laporan saja.

Satgas TK-PTKIB Pusat 73


Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008

BP3TKI untuk wilayah Lampung saat ini belum berdiri sendiri


masih berada di Palembang Sumatera Selatan, jadi calon TKI
yang akan ke Malaysia biasanya melalui Palembang, tetapi
ada juga yang lewat Tangerang atau Batam, dan ini
termasuk dalam melengkapi dokumen yang diperlukan.

5. Pontianak, Entikong, Provinsi Kalimantan Barat


Satgas Penanganan TKIB yang seharusnya berada di
Entikong sebagai entry point, karena lokasinya baik ke
Sanggau maupun ke Pontianak sama jauhnya, maka
Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat memutuskan Satgas
PTKIB berada di Provinsi saja agar mudah pelaksanaan
koordinasinya, dan membentuk Tim Satgas dan Tim
Koordinasi Penanganan TKIB dengan SK Gubernur Nomor
289 dan Nomor 178 tahun 2008.
Ketua Satgas PTKIB adalah Assisten Dua Sekda Provinsi
Kalimantan Barat, dengan anggota Dinas terkait yang
menangani TKIB seperti Disnakertrans, Dinsos, Dinkes,
Dishub, Kumham, BP3TKI dan Biro terkait di Pemeintah
Provinsi Kalimantan Barat.
Anggota Satgas yang berada di Entikong hanya BP3TKI, Polri
dan Imigrasi, namun bukan berarti penanganan dan
pemulangan TKI tidak dilakukan dengan baik, pemulangan
selalu didahului dengan surat dari Konjen RI ke Satgas di
Pontianak sehingga jajaran Satgas akan menyiapkan diri
dalam penanganan berikutnya. Dinas Sosial dalam
penanganan TKIB di perbatasan bekerjasama dengan LSM
Antar Bangsa binaan Depsos dan berkoordinasi dengan LSM
di Pontianak yang akan menerima TKIB sesuai dengan kasus
masing-masing.
Seperti kasus yang terjadi pada PRT yang dianiaya majikan
di Miri dan mengakibatkan cacat tetap (tidak bisa berjalan)
dan ditinggal di RS Miri, korban bernama Myt, asal dari Jawa
Tengah, usia 19 tahun. Korban setelah diambil Konjen RI
dari Rumah Sakit kemudian dipulangkan dan diterima oleh
LSM Antar Bangsa di Entikong, dan selama di Pontianak
sambil menunggu jadwal kapal dititipkan ke LSM Hanura dan
oleh Dinas Sosial kemudian diantar ke Pelabuhan dan
dipulangkan ke daerah asal melalui Tanjung Priok, Jakarta.
Kondidi pasien harus dibantu untuk naik dan turun kapal
termasuk untuk ke kamar mandi mandi, sehingga tidak

Satgas TK-PTKIB Pusat 74


Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008

mungkin di klas ekonomi karena perlu perawatan selama


dalam perjalanan. Hal tersebut tidak dibenarkan oleh POLRI
karena seharusnya Dinas Sosial juga berada disana.
Bersamaan dengan kepulangan Myt terdapat 4 orang TKIB
yang dipulangkan ke NTB semuanya laki-laki. Menurut
keterangan, mereka berombongan di Kuching dan oleh
Konjen RI diserahkan ke perwakilan Satgas di perbatasan
Entikong. Namun dari sekian banyak orang, hanya mereka
berempat yang pulang keluar dari Pontianak lainnya punya
saudara di Entikong dan sekitarnya. Mereka dititipkan ke
kendaraan angkutan dan melapor sendiri di Dinas Sosial
untuk mendapatkan bantuan pemulangan ke daerah asalnya.
Kendala yang dihadapi Satgas PTKIB saat ini adalah
pembiayaan TKI yang sakit, karena Dinas Kesehatan tidak
ada dana untuk itu terutama bagi TKI yang memerlukan
perawatan di rumah sakit. Tidak ditempatkannya Satgas di
Entikong karena sarana gedung tidak ada, saat ini
penampungan TKI menggunakan gedung BLK yang semula
mempunyai fungsi untuk pembekalan akhir sebelum
pemberangkatan/masuk ke Malaysia.
Pihak keamanan/Polri sudah mengetahui adanya PPTKIS
yang nakal termasuk calo yang sering melakukan daur ulang
TKI di Entikong/Kalimantan Barat dan sekitarnya, namun hal
tersebut sulit untuk memberantasnya, karena keberadaan
TKI memberikan keuntungan banyak pihak. Diharapkan
PPTKIS yang menempatkan TKI juga sedapat mungkin
memantau selama bekerja dan menjemputnya waktu selesai
kontrak. Hal tersebut menjadi tanggung jawab Disnakertrans
dan BP3TKI untuk menanganinya bersama dengan Polri.

6. Nunukan, Tarakan, Provinsi Kalimantan Timur


Satgas PTKIB Nunukan dibentuk melalui Keputusan Bupati
Nunukan No. 591 Tahun 2008 tanggal 6 Juli 2008 tentang
Pembentukan Satuan Tugas Penanggulangan Tenaga Kerja
Indonesia dan Warga Negara Indonesia Bermasalah di
Kabupaten Nunukan (Satgas PTKI/WNIB).
Pemulangan TKIB dari Tawau, Malaysia ke Nunukan bisa
lebih cepat (satu jam) karena melewati jalur tradisionil (jalur
internasional harus memutari Pulau Sebatik) sebagai hasil
lobby dengan Badan Kebangsaan Malaysia.
Tempat penampungan Nunukan (BP3TKI, Rusunawa, barak,
dan lain-lain) mencapai kapasitas 10.000 orang, yang

Satgas TK-PTKIB Pusat 75


Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008

diperkirakan mampu menampung deportan WNI yang


dipulangkan, asal tidak seluruh TKIB dipulangkan secara
sekaligus.
Kebijakan KTP “Putih” yang selama ini diberlakukan
Pemeritah Kabupaten Nunukan dimaksudkan untuk
menghindari penumpukan deportan WNI di Nunukan, dan
rencananya akan diperkuat dalam bentuk Peraturan Daerah
(Perda) sehingga memiliki kekuatan hukum yang pasti.
Untuk operasional Satgas PTKIB, diperlukan dana darurat
dari Pusat, karena reimbursement prosesnya terlalu lama.
Sementara dana operasional Satgas yang sudah turun,
mohon dapat segera dicairkan.
Dalam rangka meningkatkan pengawasan lalu lintas
kelautan, Pangkalan AL di Nunukan memerlukan adanya
kapal patroli yang kuat.
Dilaporkan bahwa di Nunukan ada perkebunan kelapa sawit,
dan banyak TKIB yang minta dipekerjakan di kebun tersebut,
tetapi banyak yang tidak kerasan dan ingin kembali kerja di
Malaysia.

Gambar 11. Koordinasi Satgas PTKIB Nunukan


serta peninjauan Polmas dan
pembangunan pondok pesantren di
Sebatik, Nunukan.

Diperoleh informasi dari Nunukan bahwa dari 160 WNI/TKIB


yang dideportasi tanggal 19 September 2008 ke Nunukan,
tidak seorangpun yang masuk ke penampungan Satgas,
karena sudah ditampung oleh saudaranya. Dilaporkan
berdasarkan pengalaman sebelumnya, bahwa hanya

Satgas TK-PTKIB Pusat 76


Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008

WNI/TKIB yang menderita sakit, yang mau masuk ke


penampungan untuk mendapatkan layanan kesehatan dari
Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP)/Satgas.
KKP/Dinas Kesehatan memerlukan tambahan peralatan
kesehatan, dan petunjuk pemberian layanan kesehatan
kepada TKIB karena tidak bisa menggunakan Jankesmas.
Polres setempat mendukung TR Babinkam Mabes Polri dan
menunggu petunjuk selanjutnya tentang Polmas di
perbatasan.
Pemerintah Kota Tarakan telah mempersiapkan diri meng-
antisipasi seandainya terjadi overload pemulangan TKIB di
Nunukan. Tahun 2005, Tarakan pernah masuk sebagai
Satgas PTKIB, tetapi kemudian non-aktif karena tidak ada
lagi TKIB yg dipulangkan melalui Tarakan.

Gambar 12. Universitas Borneo Tarakan, terbuka


bagi pendidikan lanjutan anak TKI.

Pemerintah Kota Tarakan menyatakan siap membantu TKIB


yang pulang melalui Tarakan, ada atau tidak ada standby
loan/dana dari Pusat. Tarakan menyatakan sebagai Standby
Satgas, mengantisipasi jikalau ada limpahan dari Nunukan
dalam hal terjadi overload.
Kebijakan Walikota Tarakan tidak mengijinkan ada PJTKI
(Cabang), jika mau mendirikan harus sebagai Pusat. Dalam
hubungan ini, Walikota Tarakan mengusulkan perlunya
kebijakan Pemerintah Pusat agar di perbatasan PJTKI-nya
harus berstatus “Pusat”, karena sebagai cabang sering
melempar tanggungjawab.

Satgas TK-PTKIB Pusat 77


Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008

Perlu approach dan kerjasama dengan Pemerintah Sabah,


dalam hal terjadi penumpukan jumlah deportasi TKIB,
sebagian hendaknya dialihkan deportasinya ke Tarakan.
Perlu dibangun koordinasi dan komunikasi antara Perwakilan
RI Tawau, Satgas Nunukan dan Pemkot (Satgas) Tarakan.

7. Pare-Pare, Makassar, Provinsi Sulawesi Selatan


Perubahan kelembagaan di lingkungan Kota Pare-Pare
berpengaruh terhadap kinerja Satgas PTKIB, mengingat
bahwa selama ini Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan
Kesejahteraan Sosial terwadahi dalam satu dinas. Sekarang
kembali dipisah menjadi Dinas Sosial, dan Dinas Tenaga
Kerja dan Kependudukan. Kondisi ini menjadikan
penanganan dan pemulangan TKIB dari Malaysia menjadi
tidak optimal. Tahun 2009 direncanakan akan ada
restrukturisasi Satgas PTKIB di Pare-Pare dengan Dinas
Tenaga Kerja dan Kependudukan menjadi leading sektor.
Rata-rata jumlah TKIB yang datang dari Nunukan Propinsi
Kalimantan Timur ke Pelabuhan Pare-Pare kurang lebih 10 –
20 orang per hari. Oleh karena sifatnya ilegal, maka bukan
dianggap sebagai TKI tetapi sebagai penduduk sehingga
menjadi tanggung jawab Dinas Sosial. Hal ini yang sering
menjadi tarik menarik antar instansi, dan mempertanyakan
siapa yang bertanggung-jawab. Sementara yang terkait
dengan TKI yang bersifat legal, menjadi tanggung jawab
Dinas Tenaga Kerja.
Di masing-masing sektor di lingkungan lembaga/instansi
Kota Pare-Pare memiliki ketentuan masing-masing,
sementara penanganan TKI sudah mendesak. Misalnya
masalah angkutan untuk pemulangan oleh Dinas
Perhubungan, seringkali persyaratannya berbelit-belit
sehingga sering mengalami penundaan bahkan anggota
Satgas PTKIB harus mengeluarkan dana pribadi; Kurangnya
dukungan dari pemerintah provinsi maupun kabupaten/kota
di Propinsi Sulawesi Selatan, sehingga ketika TKIB
dikembalikan ke daerah asal pihak daerah asal seolah-olah
lepas tangan.
Pemerintah Kota Pare-Pare berasumsi bahwa tidak ada
penduduk Kota Pare-Pare yang menjadi TKI, tetapi
mendapatkan masalah ketika TKI dipulangkan dari Malaysia.
Di samping itu, untuk memulangkan TKI Bermasalah dan
Keluarganya ke daerah asalnya di Provinsi Sulawesi Selatan,

Satgas TK-PTKIB Pusat 78


Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008

jaraknya relatif jauh sementara dana yang tersedia terbatas


karena untuk pemulangan antar kabupaten tidak
mendapatkan dana dari Pusat.
Kesulitan lainnya yang dialami Satgas PTKIB adalah tidak
adanya Surat Pengantar, baik dari Konsul maupun dari
Pemerintah Kabupatan Nunukan/Satgas Nunukan.
Kurangnya koordinasi antara Satgas Kota Pare-Pare dengan
Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan, kondisi ini menjadikan
tidak kondusifnya penanganan Pemulangan TKI Bermasalah
dan Keluarganya dari Malaysia karena sering terjadi salah
pengertian.
Diperkirakan sekitar 20 ribu orang menuju Nunukan dari
Pelabuhan Pare-Pare menggunakan Kapal Awu, Tidar, dan
Que Soya. Jumlah ini tidak dapat terdeteksi, apakah mereka
penumpang reguler atau TKI Bermasalah.
Belum adanya petunjuk teknis (Juknis) dan petunjuk
pelaksanaan dari masing-masing sektor, kondisi ini
menjadikan masing-masing dinas/lembaga sangat kaku
berjalan sesuai dengan tupoksinya meskipun pembagian
tugas sudah diatur dalam Satgas. Misalnya Juknis dan Juklak
di bidang kesehatan belum ada petunjuk dan blanko
pelaporan dari pusat, meskipun dalam pelaksanaannya
memanfaatkan fasilitas kesehatan di pelabuhan, Puskesmas,
dan RS Daerah Andi Mapasau di Kota Pare-Pare.
Terbatasnya biaya operasional dalam rangka penanganan
TKIB di masing-masing instansi terkait, kondisi ini
berpengaruh terhadap kinerja petugas di lapangan.
Provinsi Sulawesi Selatan adalah daerah asal TKI yang
bekerja ke Malaysia, terutama yang berasal dari Kabupaten
Bulukumba, Banteang, Gowa, Sinjai, Bone, Soppeng,
Enrekang dan Tanah Toraja. Untuk tujuan Arab Saudi, TKI
banyak berasal dari Kabupaten Maros dan Pinrang, sedang
untuk tujuan Korea dan Eropa banyak berasal dari
Kabupaten Makassar.
Tahun 2002 Gubernur Sulawesi Selatan telah pernah
membentuk Satgas PTKIB dan keputusan Gubernur tersebut
masih dipergunakan sebagai acuan. Saat ini BP3TKI
merupakan lembaga yang bertugas menangani TKIB,
sementara Disnakertrans mempunyai tugas mengkoor-
dinasikan. Akan tetapi biaya pemulangan TKIB dari provinsi
ke daerah asal dirasakan sangat terbatas. Sampai dengan

Satgas TK-PTKIB Pusat 79


Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008

November 2008, sebanyak 15 orang TKIB telah dipulangkan


ke daerah asalnya di Provinsi Sulawesi Selatan, selain
penanganan tiga kasus tentang TKI yaitu yang meninggal
dunia (1 orang), mendapat kecelakaan kerja (3 orang) dan
deportasi (2 orang).
Pada umumnya, TKIB asal Sulawesi Selatan yang bekerja di
Sabah Malaysia dipulangkan melalui Nunukan, akan tetapi
sebagian besar di antaranya kembali masuk ke Malaysia
dengan berbagai cara, sehingga hanya beberapa orang saja
yang kembali pulang ke daerah asalnya di Provinsi Sulawesi
Selatan.
Selain dengan mengirimkan tenaga kerja Sulawesi Selatan
ke luar negeri dan ke daerah lain, Pemerintah Provinsi
Sulawesi Selatan juga membuka kesempatan kerja di daerah
melalui program Tenaga Kerja Mandiri Terdidik (TKMT),
Tenaga Kerja Pemuda Mandiri Profesional (TKPMP), dan
Tenaga Kerja Sukarela (TKS). Selain itu juga memberikan
bantuan permodalan secara bergulir kepada peserta program
Grameen Bank, dan mempersiapkan TKI Purna menjadi
wirausaha yang mandiri dan terampil di daerah asalnya.

8. Provinsi Jawa Barat


Provinsi Jawa Barat adalah daerah asal TKIB. Provinsi yang
terdiri dari 17 kabupaten dan 9 kota, pada tahun 2008
berpenduduk 42,1 juta jiwa, dengan 49,6% di antaranya
adalah perempuan. Jumlah penduduk usia 10 tahun ke atas
yang berpendidikan SD mencapai 63,2%, SLTP 15,9%, SLTA
16,0% dan sebesar 4,8% berijazah perguruan tinggi.
Jumlah penganggur di Jawa Barat menurut Dinas Tenaga
Kerja dan Transmigrasi tercatat 1,1 juta orang yang terdiri
dari 67,2% laki-laki dan 32,8% perempuan. Sebagian besar
penganggur berpendidikan SD (38,5%), SLTP (21,6%), SLTA
(33,4%), dan 6,45% perguruan tinggi. Salah satu program
pengurangan penganguran adalah meningkatkan
kesempatan kerja antar kerja antar negara (AKAN).
Keterbatasan lapangan kerja di Jawa Barat dan berbagai
faktor pendorong lainnya, membuat para pencari kerja
berupaya memperoleh pekerjaan di luar negeri. Kabupaten
Cianjur merupakan daerah yang banyak mengekspor TKI
(Tenaga Kerja Indonesia), terutama TKW (Tenaga Kerja
Wanita) ke luar negeri, namun keberangkatannya banyak
yang tidak diketahui Dinas Sosial Tenaga Kerja Transmigrasi
Kependudukan dan Catatan Sipil, Kabupaten Cianjur.

Satgas TK-PTKIB Pusat 80


Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008

Hal ini disebabkan para sponsor pencari tenaga kerja


TKI/TKW yang turun sampai ke desa-desa, langsung
membawanya ke Perusahaan Pengerah Tenaga Kerja
Indonesia yang ada di Jakarta, tanpa melapor ke Dinas
Sosial Tenaga Kerja Transmigrasi Kependudukan dan
Catatan Sipil setempat. Akibatnya, data jumlah TKI/TKW asal
Kabupaten Cianjur, tidak bisa diketahui secara pasti. Para
calon TKI/TKW tersebut seluruh persyaratannya ditangani
langsung oleh PPTKIS yang bersangkutan, dan setelah lulus
termasuk kondisi kesehatannya, langsung diberangkatkan ke
luar negeri.
Pemulangan TKI Bermasalah asal Jawa Barat dari Malaysia
tidak secara langsung tetapi melalui daerah entry point, ke
pelabuhan transit Tanjungpriok di Jakarta, dan selanjutnya
dipulangkan menggunakan angkutan PN. DAMRI atau
angkutan lain ke daerah asalnya.
Untuk menanggulangi masalah TKIB ini, Pemerintah Provinsi
Jawa Barat akan meningkatkan koordinasi dan kerjasama
dengan daerah entry point dan daerah transit, sementara
dari sisi supply tenaga kerja akan meningkatkan pendidikan
dan keterampilan calon TKI/TKW agar mengerti hak-haknya
dan dapat melindungi diri selama bekerja di luar negeri.
Pemulangan TKIB juga harus sesuai dengan prosedur dan
mekanisme yang ada, termasuk peran Pemerintah Provinsi
Jawa Barat sebagai daerah pengirim TKI, perlu difungsikan
semaksimal mungkin.
Forum Komunikasi Tripartit TKI yang telah dibentuk awal Mei
tahun 2007 yang terdiri dari unsur perorangan atau wakil
pemerintah, pelaksana penempatan TKI (asosiasi dan
perusahaan pengerah tenaga kerja Indonesia swasta),
lembaga swadaya masyarakat, dan akademisi, perlu
diaktifkan dalam menangani permasalahan TKI yang
kompleks.
Selain itu juga diperlukan adanya penegakan hukum yang
tegas bagi PPTKIS yang melanggar ketentuan dan
menelantarkan TKI. Pemerintah perlu menyusun daftar
hitam agen PPTKIS yang melanggar hukum, dan
melaksanakannya tanpa kompromi, sehingga yang
bersangkutan tidak bisa bermain petak umpet dan
melepaskan diri dari tanggung jawab terhadap TKI/TKW
yang dikirimkannya.

Satgas TK-PTKIB Pusat 81


Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008

Diperlukan koordinasi bilateral dengan negara tujuan untuk


menaikkan tingkat kesejahteraan dan perlindungan kepada
TKI/TKW selama bekerja di negara tersebut. Perlindungan
juga diberikan saat TKI/TKW sudah berada kembali di tanah
air, karena masih sering terdengar pemerasan dan tindak
kekerasan lainnya yang dialami para TKW ketika mereka tiba
di Indonesia dan selama dalam perjalanan kembali ke daerah
asalnya.

9. Provinsi Jawa Tengah


Provinsi Jawa Tengah yang terdiri dari 35 kabupaten/kota,
berpenduduk 32,63 juta jiwa (2008), dengan jumlah
penduduk usia kerja 24,41 juta jiwa, terdiri dari angkatan
kerja 16,69 juta jiwa dan bukan angkatan kerja 7,72 juta
jiwa. Dari 16,69 juta angkatan kerja, yang bekerja 15,46
juta jiwa, dan pengangguran 1,23 juta jiwa (7,35%).
Pengangguran tahun 2008 menurun jika dibanding tahun
2007 yang berjumlah 1,36 juta (7,7%). Karena keterbatasan
lapangan kerja di berbagai sektor yang ada, mendorong para
pencari kerja untuk mendapatkan pekerjaan di luar daerah
maupun ke luar negeri.
Satgas PTKIB Jawa Tengah telah dibentuk dan mendapat
dukungan APBD walaupun dalam jumlah terbatas. Sebagian
besar TKIB Jawa Tengah yang dipulangkan, lebih menyukai
turun di Pelabuhan Tanjungpriok Jakarta dan meneruskan
perjalanan dengan kendaraan darat ke daerah asalnya di
bagian barat Jawa Tengah. Kondisi ini yang menyebabkan
sulitnya pemantauan dan pendataan Satgas PTKIB Jawa
Tengah terhadap pemulangan TKIB asal Jawa Tengah.
Pemulangan TKIB selama tahun 2007 berjumlah 578 orang,
menurun jika dibandingkan tahun 2006 yang mencapai
jumlah 967 orang.

Tabel 4. Pemulangan TKIB asal Jawa Tengah


Tahun 2006 dan 2007.

No. Kabupaten/Kota 2006 2007 Jumlah


1. Cilacap 78 104 182
2. Banyumas 25 32 57
3. Purbalingga 5 4 9
4. Banjarnegara 4 4 8

Satgas TK-PTKIB Pusat 82


Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008

No. Kabupaten/Kota 2006 2007 Jumlah


5. Kebumen 27 27 54
6. Purworejo 6 7 13
7. Wonosobo 20 11 31
8. Magelang 34 14 48
9. Boyolali 14 5 19
10. Klaten 14 5 19
11. Sukoharjo 6 1 7
12. Wonogiri 7 4 11
13. Karanganyar 15 4 19
14. Sragen 22 11 33
15. Grobogan 40 24 64
16. Blora 27 8 35
17. Rembang 26 18 44
18. Pati 301 107 408
19. Kudus 43 23 66
20. Jepara 16 9 25
21. Demak 35 16 51
22. Semarang 31 20 51
23. Temanggung 36 22 58
24. Kendal 67 44 111
25. Batang 35 24 59
26. Pekalongan 4 2 6
27. Pemalang 3 1 4
28. Tegal 4 2 6
29. Brebes 6 8 14
30. Magelang 0 0 0
31. Surakarta 0 0 0
32. Salatiga 10 16 26
33. Semarang 6 1 7
34. Pekalongan 0 0 0
35. Tegal 0 0 0
Jumlah 967 578 1.545
Sumber: Satgas PTKIB Jawa Tengah, 2008

Satgas TK-PTKIB Pusat 83


Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008

Berdasarkan data yang ada, alasan pendeportasian TKIB asal


Jawa Tengah, sebagian besar karena menggunakan visa
wisata/kunjungan (18,96%), berangkat melalui tekong
Tanjungpinang (12,5%), overstay atau visa mati (6,15%),
lari dari majikan (5,5%), terkena razia RELA (2,9%), pindah
majikan (2,33%), dokumen tidak lengkap (0,5%), dokumen
hilang (0,4%), dan paspor kosong/palsu (0,26%).

10. Provinsi Jawa Timur


Provinsi Jawa Timur berpenduduk 37,8 juta jiwa yang
tersebar di 38 kabupaten/kota. Dari jumlah penduduk usia
kerja (15 tahun keatas) sekitar 12,0 juta orang, sejumlah
0,6 juta orang berstatus penganggur terbuka. Mereka
banyak mencari kerja ke luar negeri termasuk ke Malaysia.
Penanganan dan pemulangan TKI Bermasalah di Jawa Timur
menjadi tanggung jawab Satgas Tenaga Kerja Indonesia
Bermasalah (TKI-B) dari Malaysia yang dibentuk oleh Dinas
Tenaga Kerja Propinsi Jawa Timur melalui Surat Keputusan
No. 560/183/112.05/2007 tanggal 12 Juni 2007. Satgas
TKIB Jawa Timur terdiri dari Ketua (Kadisnaker Provinsi Jawa
Timur), Wakil Ketua (Kasubdin Penempatan dan
Pengembangan Tenaga Kerja Mandiri), Sekretaris (Kepala
Balai Pelayanan Penempatan TKI Jawa Timur), dan Anggota
(Kepolisian, Imigrasi, Pelindo, Kepala Pelabuhan Tanjung-
perak, Kepala RSJ Menur dan Perum DAMRI).
TKI Deportasi setibanya di Tanjungperak Surabaya dicatat
identitas dan nama daerah asalnya, kemudian diberikan
akomodasi, konsumsi dan transportasi pemulangan ke
daerah asalnya. Bagi TKIB yang sakit akan dilakukan
pemeriksaan dan perawatan medis. Khusus untuk TKI
Deportasi asal Jawa Timur diberikan bantuan transport
sebesar Rp 35.000,-/orang, sementara TKIB yang berasal
dari provinsi lain difasilitasi pemulangannya.
Dari 38 kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur, sejumlah 30
kabupaten di antaranya menjadi daerah pengirim TKI ke
Malaysia, yang pada umumnya merupakan daerah miskin.
Dari 30 kabupaten tersebut, 10 kabupaten terbesar yang
menjadi kantong TKI berdasarkan data deportasi tahun 2008
adalah: (1) Kab. Sampang: 1.249 orang, (2) Kab.
Pamekasan: 1.137 orang, (3) Kab. Sumenep: 902 orang, (4)
Kab. Jember: 651 orang, (5) Kab. Bangkalan: 591 orang, (6)
Kab. Banyuwangi: 495 orang, (7) Kab. Lumajang: 481
orang, (8) Kab Tulung Agung: 413 orang, (9) Kab. Tuban:

Satgas TK-PTKIB Pusat 84


Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008

281 orang, dan (10) Kab. Lamongan: 270 orang,


kesemuanya dari Malaysia.
Adapun jumlah pemulangan TKI sejak tahun 2004 sampai
dengan 2008 sebagai berikut:

Tabel 5. Pemulangan TKIB melalui Pelabuhan


Tanjungperak, Tahun 2004-2008.

TKI Bermasalah (Orang)


No. Tahun Luar Jawa
Jawa Timur Jumlah
Timur
1. 2004 8.874 4.033 12.907
2. 2005 2.148 247 2.395
3. 2006 7.093 190 7.233
4. 2007 11.369 21 11.390
5. 2008 *) 5.712 - 5.712
*) Juli 2008
Sumber: Satgas PTKIB Prov. Jawa Timur, 2008.

11. Provinsi Bali


Provinsi Bali yang terdiri dari 9 kabupaten/kota, ber-
penduduk 3,9 juta jiwa (2008), dengan jumlah angkatan
kerja (usia 15 tahun ke atas) 2,09 juta, dan pengangguran
sebanyak 95.512 orang. Masalah ketenagakerjaan di Provinsi
Bali terutama terkait dengan kesempatan kerja yang belum
mampu menyerap angkatan kerja, jumlah pengangguran
yang tinggi, kualitas angkatan kerja relatif rendah, dan
program pelatihan yang belum mampu memenuhi kebutuhan
pasar kerja. Hal tersebut diperparah dengan kurangnya
penguasaan berbahasa asing calon tenaga kerja, kurangnya
minat pada pekerjaan informal, dan rendahnya jiwa
wirausaha.
Walaupun dalam satu tahun terakhir terjadi peningkatan
penyerapan lapangan kerja hampir di semua lapangan usaha
(kecuali sektor industri dan lembaga keuangan), namun
jumlah pengangguran masih cukup tinggi, terlebih jika
diperhitungkan jumlah setengah pengangguran yang
mencapai 621.600 orang, yang sepertiga di antaranya
merupakan pengangguran terpaksa.

Satgas TK-PTKIB Pusat 85


Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008

Berbagai upaya mengatasi pengangguran dilakukan oleh


Pemerintah Provinsi Bali seperti mengirim tenaga kerja ke
luar negeri terutama bagi yang terampil dan terlatih.
Tercatat ada 2.156 putra Bali yang kini bekerja di luar negeri
antara lain Amerika, Belanda, Jerman, Arab Saudi, Turki,
Dubai, Spanyol, Jerman, Jepang, Brunei dan Singapura.
Mereka bekerja di sektor pariwisata, yakni hotel dan restoran
serta kapal pesiar. Generasi muda Bali, baik pria maupun
wanita, dengan menguasai berbagai jenis keterampilan dan
didukung kemampuan berbahasa asing, mampu merebut
peluang pasar kerja di luar negeri.
Di Bali terdapat dua dari sekitar 406 perusahaan
penempatan TKI swasta (PPTKIS) yang khusus mengirimkan
TKI dengan keterampilan bidang kepariwisataan menengah
ke atas, yang selama ini hampir tak pernah bermasalah di
tempat kerja mereka di luar negeri.
TKI asal Bali yang bekerja di luar negeri sebagian besar
meraih kesuksesan, dan mampu mengirim sebagian
penghasilannya ke keluarga masing-masing di Bali. Dari
2.156 TKI asal Bali yang bekerja di luar negeri, diperkirakan
telah menyumbang devisa sedikitnya Rp 172,5 miliar per
tahun.
Walaupun untuk bekerja di luar memerlukan investasi
sebesar Rp 20 juta untuk biaya tiket pesawat udara pergi-
pulang, penempatan TKI ke luar negeri terus meningkat.
Pada tahun 1996 awal, Bali hanya mengirim TKI ke luar
negeri tidak lebih dari 200 orang, namun pasca tragedi bom
Bali 12 Oktober 2002, meningkat menjadi 2.204 orang tahun
2002, dan menjadi 2.900 orang tahun 2005, dan sekarang
tercatat 2.156 orang masih bekerja di luar negeri.
Pengiriman tenaga kerja terampil menengah ke atas dari
Provinsi Bali yang terus meningkat, diharapkan tidak
meninggalkan kewaspadaan terhadap kemungkinan
terjadinya TKI Bermasalah asal Bali, terkait dengan
banyaknya kasus penipuan oleh calo tenaga kerja yang tidak
bertanggung jawab.

12. Provinsi Nusa Tenggara Barat


Provinsi NTB yang terdiri dari 9 kabupaten/kota, ber-
penduduk 4,37 juta (2008). Jumlah angkatan kerja 2,03
juta, dengan 1,96 juta di antaranya bekerja, dan yang
berstatus sebagai penganggur 124 ribu jiwa (6,13%). Dari
sisi pendidikan, angkatan kerja (termasuk yang sudah

Satgas TK-PTKIB Pusat 86


Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008

bekerja) rata-rata didominasi oleh lulusan Sekolah Dasar,


yang mengakibatkan rendahnya tingkat kompetensi dan
daya saing.
Walaupun demikian, Provinsi NTB dikenal sebagai daerah
pengirim tenaga kerja ke luar negeri terutama ke negara
tujuan Malaysia, Brunei, Arab Saudi, Kuwait, Abu Dhabi,
Yordania dan sebagian kecil lainnya ke Singapura,
Hongkong, Korea dan Taiwan. Di Provinsi NTB, terdapat 4
Kabupaten yang menjadi kantong asal TKI yaitu Lombok
Tengah, Lombok Timur, Sumbawa, dan Lombok Barat.
Di Malaysia, TKI asal NTB pada umumnya bekerja di sektor
informal (pekerja rumah tangga) dan di lapangan pekerjaan
yang tidak memerlukan keterampilan tinggi seperti bekerja
di kebun-kebun kelapa sawit di Malaysia. Namun ada juga
TKI asal NTB yang bekerja di bidang konstruksi, industri, dan
sebagai sopir.

Tabel 6. Penempatan TKI Provinsi NTB ke Luar


Negeri, Tahun 2000-2008.
Tahun Jumlah Tahun Jumlah
2000 24.255 2005 42.067
2001 32.089 2006 43.936
2002 39.454 2007 43.134
2003 31.591 2008 *) 32.832
2004 23.954 Total 313.312
*) Agustus 2008
Sumber: Dinakertrans Provinsi NTB, 2008

Pengiriman tenaga kerja ke luar negeri telah membantu


mengurangi pengangguran dan mampu menghasilkan devisa
bagi daerah melalui transfer uang yang dikirim ke NTB dalam
jumlah yang cukup besar mencapai sekitar Rp 400 milyar
setahun. Secara bertahap, Pemerintah Provinsi NTB bertekad
akan meningkatkan pengiriman tenaga kerja formal ke luar
negeri, melalui peningkatan rekrutmen, pengiriman,
penempatan dan pemantauan para tenaga kerja di luar
negeri, serta meningkatkan perlindungan kepada TKI yang
bermasalah termasuk yang dideportasi dari Malaysia melalui
Tanjungpinang Kepulauan Riau maupun yang lewat
Nunukan, Kalimantan Timur.

Satgas TK-PTKIB Pusat 87


Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008

Terjadinya TKI Bermasalah asal NTB pada umumnya karena


pemberangkatannya tidak dilengkapi dengan surat-surat
karena melalui calo, dan hingga kini masih banyak terjadi
walaupun Pemerintah NTB telah memberikan penyuluhan
agar berangkat melalui jalur resmi.
Jumlah TKI bermasalah dari Provinsi NTB selama tiga tahun
terakhir mencapai 11.616 orang terdiri atas 11.028 laki-laki
dan 588 perempuan, dan cenderung meningkat. Pada
umumnya mereka berasal dari Lombok Timur, Lombok
Tengah, dan Lombok Barat, sedangkan dari kabupaten lain
jumlahnya relatif sedikit.
Saat tiba di pelabuhan Lembar, Mataram, para TKI
bermasalah dibawa ke Kantor Dinas Tenaga Kerja Provinsi
NTB untuk didata dan kemudian dipulangkan ke kampung
halaman masing-masing. Bagi TKI yang berasal dari Lombok
mendapat uang transportasi Rp 30.000 per orang,
sedangkan yang dari Pulau Sumbawa Rp 100.000 per orang.
Langkah-langkah Pemerintah Provinsi NTB untuk mengurangi
TKI Bermasalah dan meningkatkan penempatan TKI secara
formal dan prosedural, serta dalam rangka pemberdayaan
TKI Purna, adalah sebagai berikut:
a. Pra Penempatan
1) Pembenahan PPTKIS.
2) Meningkatkan sosialisasi program Penempatan
Tenaga Kerja ke Luar Negeri.
3) Meneliti persyaratan dan akurasi data perorangan
calon TKI agar tidak terjadi hal-hal yang merugikan
TKI dikemudian hari.
4) Mengintensifkan penyelenggaraan orientasi pra
pemberangkatan dengan pengenalan budaya dan
sistem kerja negara tujuan.
b. Masa Penempatan
1) Memfasilitasi pengiriman uang ke daerah asal oleh
lembaga perbankan, hal ini untuk memberikan
kemudahan bagi TKI dan keluarganya.
2) Pemberian bantuan/advokasi hukum dan jaminan
sosial.
c. Pasca Penempatan
Pengembangan kewirausahaan TKI Purna, dalam bentuk:
1) Pengembangan usaha produktif di perdesaan,
2) Padat karya/pemberian pekerjaan temporer dengan
terapan teknologi tepat guna, budidaya hasil laut, dan
sebagainya.

Satgas TK-PTKIB Pusat 88


Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008

13. Kupang, Provinsi Nusa Tenggara Timur


Data ketenagakerjaan tahun 2007 menunjukkan bahwa
jumlah angkatan kerja Provinsi NTT sebanyak 2,15 juta
orang, meningkat dari tahun 2006 sebanyak 2,0 juta orang.
Dari jumlah angkatan kerja ini, jumlah pencari kerja pada
tahun 2007 sebanyak 77.306 orang, terdiri dari laki-laki
sebanyak 42.306 orang dan perempuan 34.905 orang.
Jumlah tenaga kerja yang bekerja pada perusahaan
sebanyak 45.762 orang yang terdiri dari laki-laki sebanyak
24.549 orang dan perempuan sebanyak 21.213 orang.
Jumlah pengangguran terbuka sebanyak 117.821 orang,
yang berarti ada 195.127 orang yang memerlukan
kesempatan untuk memperoleh pekerjaan.
Angkatan kerja di NTT masih didominasi tamatan sekolah
dasar (SD) yang mencapai 73,18% dari total angkatan kerja,
sedang yang tamatan perguruan tinggi hanya 3,09%.
Menyangkut tingkat pendidikan angkatan kerja di wilayah
perkotaan dan pedesaan, kondisinya lebih baik di wilayah
perkotaan, karena yang berpendidikan SLTA mencapai
41,34%, diploma ke atas mencapai 20,46%, SLTP mencapai
15,87 % dan SD ke bawah hanya 22,35%. Sementara di
wilayah pedesaan, sangat memprihatinkan karena
didominasi oleh mereka yang berpendidikan SD ke bawah
yang mencapai 81,31%, SLTP hanya 10,89 %, SLTA 6,73%
dan diploma ke atas hanya 1,07%.
Angkatan kerja yang bekerja di wilayah perkotaan, sebagian
besar di sektor jasa yang mencapai 38,40%, disusul sektor
perdagangan, hotel dan restoran 25,94%, sektor angkutan
dan komunikasi 9,98%, dan sektor industri pengolahan
8,48%. Penduduk yang bekerja di wilayah pedesaan,
sebagian besar di sektor pertanian (82,31%) disusul industri
pengolahan 6,71%, perdagangan, hotel dan restoran 4%
serta jasa-jasa 3,66%.
Selain bekerja di daerahnya, tenaga kerja NTT banyak yang
mencari kerja di luar negeri, dan merupakan salah satu
provinsi pengirim tenaga kerja Indonesia (TKI) ke luar negeri
dalam jumlah yang besar. Pada tahun 2006, TKI asal NTT
sebanyak 7.155 orang yang terdiri dari laki-laki 537 orang
dan perempuan 6.081 orang. Sebagian besar (92,5%)
mereka bekerja sebagai Penata Laksana Rumah Tangga, dan
sisanya sebagai pekerja perkebunan (ladang) di negara
Malaysia, Singapura, Hongkong, Taiwan dan Brunei.

Satgas TK-PTKIB Pusat 89


Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008

Meningkatnya jumlah tenaga kerja yang tidak selaras


dengan bertambahnya kesempatan kerja, menyebabkan
meningkatnya jumlah TKI asal NTT yang mencari kerja ke
luar negeri. Namun dengan tingkat pendidikan yang tidak
memadai, telah berdampak pada kecenderungan
peningkatan masalah di bidang ketenagakerjaan dan HAM
antara lain: (1) Tingginya angka kekerasan dalam rumah
tangga dengan pembantu rumah tangga sebagai korban (2.)
Rendahnya tingkat pendapatan tenaga kerja (3) Tingginya
angka TKI NTT sebagai TKI illegal (4) Pelaksana Penempatan
Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS) yang
menyelenggarakan pengiriman TKI asal Prov. NTT ke luar
negeri belum profesional sehingga mendorong terjadinya
hal-hal yang merugikan calon TKI maupun keluarganya yang
mengarah pada masalah perdagangan orang (Human
Trafficking), (5) Lemahnya kesadaran aparat pemerintah
dalam menyikapi masalah-masalah pengiriman TKI asal NTT
ke luar negeri, seperti masalah manipulasi umur calon TKI,
alamat tempat tinggal, dan lain sebagainya (6) Tingginya
angka kekerasan bagi TKI asal NTT, yang terjadi mulai dari
proses rekruitmen sampai pada penempatan TKI di luar
negeri (7) Lemahnya perlindungan hukum dan HAM bagi
calon TKI dan TKI baik oleh pemerintah Indonesia maupun
oleh pemerintah negara tempat TKI bekerja.
Pemulangan TKI Bermasalah ke Provinsi NTT tidak terpantau
sepenuhnya oleh Dinas Tenaga Kerja dan atau Dinas Sosial
karena banyak TKIB yang turun di pulau-pulau (Flores)
sebelum sampai ke Kupang sehingga tidak tercatat oleh
dinas yang bersangkutan. Selain itu, pembentukan Satgas
Pemulangan TKIB masih dalam proses legalisasi sehingga
operasional anggota Satgas belum terkoordinir dengan baik.
Pemerintah Provinsi NTT telah melakukan berbagai upaya, di
samping melaksanakan pembinaan kepada angkatan kerja
yang akan bekerja ke luar negeri melalui peningkatan diklat
dan peningkatan kualitas lembaga pelatihan ketenaga-
kerjaan, juga berupaya membuka kesempatan kerja di
pedesaan melalui Program Nasional Pemberdayaan
Masyarakat (PNPM) Mandiri, dan program pembangunan
lainnya. Mengenai penanganan TKIB, diupayakan agar
segera dibentuk Satgas untuk tingkat provinsi dan
kabupaten/kota terutama di daerah yang menjadi daerah
sumber TKI.

Satgas TK-PTKIB Pusat 90


Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008

14. Perwakilan RI Kuala Lumpur, Malaysia


Pemerintah terus berupaya memberikan perlindungan
terhadap WNI (termasuk TKI) yang berada di luar negeri,
yang diwujudkan antara lain dengan membentuk Direktorat
Perlindungan WNI dan Bantuan Hukum Indonesia, Direktorat
Jenderal Protokol dan Konsuler, Departemen Luar Negeri.
Pada tingkat Perwakilan RI di luar negeri, KBRI Kuala
Lumpur, Malaysia membentuk Satuan Tugas Perlindungan
Pelayanan Warga Negara Indonesia (Satgas PPWNI) melalui
Surat Keputusan Duta Besar RI No. 088 Tahun 2007.
Selama tahun 2007, KBRI Kualalumpur telah melakukan
perlindungan kepada WNI Bermasalah, sebagai berikut:
• Sebanyak 763 orang TKW meminta perlindungan KBRI
Kuala Lumpur.
• Sebanyak 973 kasus (termasuk kasus lama) yang
menimpa TKI/TKW dapat diselesaikan dan telah
dipulangkan.
• Jumlah TKW dipenampungan sebanyak 171 orang
termasuk 10 bayi.
• Jumlah uang TKI/TKW yang dapat diselamatkan sebesar
Rp 3,4 milyar.
Tahun 2008:
• Sebanyak 714 orang TKW dan 30 balita meminta
perlindungan KBRI Kuala Lumpur.
• Sebanyak 595 kasus (termasuk kasus lama) yang
menimpa TKI/TKW dapat diselesaikan dan telah
dipulangkan.
• Di penampungan KBRI terdapat 62 orang TKW dan 1 bayi,
menunggu penyelesaian kasus.
• Jumlah uang TKI/TKW yang dapat diselamatkan sebesar
Rp 3,5 milyar
Untuk membantu WNI/TKI yang sedang menghadapi
masalah atau sedang dalam proses penyelesaian masalah,
KBRI Kualalumpur menyediakan fasilitas penampungan di
shelter KBRI. Shelter tersebut telah direnovasi dan
dilengkapi dengan sarana prasarana yang memadai, dengan
daya tampung 70 orang. Namun dengan meningkatnya
jumlah WNI/TKI baik yang terlantar maupun yang sedang
mengalami masalah dengan pihak lain, menyebabkan shelter
sering kali harus diisi melebihi daya tampungnya.

Satgas TK-PTKIB Pusat 91


Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008

Gambar 13. Shelter Kedutaan Besar RI di


Kualalumpur, Malaysia.

15. Perwakilan RI di Kuching, Malaysia


Konsulat Jenderal RI (KJRI) Kuching mencakup 11 daerah
bahagian dan berbatasan langsung dengan Provinsi
Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur dengan luas wilayah
124,449,5 km2 hampir sama dengan luas P. Jawa.
Jumlah TKI saat ini yang terdaftar (legal) ada 200.000 orang
dan diperkirakan TKI ilegal sedikitnya dalam jumklah yang
sama, jadi diperkirakan ada 400.000 orang TKI di Serawak,
namun data tersebut berubah-ubah setiap tahunnya. Jumlah
TKI mencapai 95% dari total tenaga kerja asing dengan
segala permasalahannya. Mereka berasal dari suku Bugis
(Sulawesi Selatan) 60%, Timor (NTT) 20 %, Lombok (NTB)
10%, dan suku lainnya 5%.
Berdasarkan pantauan Konjen RI, TKI bekerja tersebar di
343 perusahaan kelapa sawit, kayu, dan konstruksi,
sedangkan PRT berada di perkotaan namun sulit dipantau.
TKI ilegal yang ada di Serawak pada umumnya masuk
sebagai TKI legal, namun karena permasalahan dengan
majikan dan kenyataan tidak sesuai dengan perjanjian
sebelumnya, mereka melarikan diri untuk pindah majikan,
tetapi ada juga yang kena bujuk rayu dari calo dengan
iming-iming gaji lebih tinggi.
Jumlah tenaga kerja yang ada di Serawak belum mencukupi
kebutuhan sejalan dengan perkembangan perkebunan yang
ada, yang menimbulkan adanya praktek calo tenaga kerja
yang sering meminjam tenaga kerja dari kebun lain. Para

Satgas TK-PTKIB Pusat 92


Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008

TKI tersebut lalu dipengaruhi untuk pindah kerja, padahal


paspor ditahan oleh majikan pertama dengan kontrak 2-3
tahun, sehingga mereka menjadi ilegal. Karena kebutuhan,
para majikan juga menerima para TKI ilegal demi
kelangsungan usahanya, tetapi hal tersebut tidak disadari
oleh TKI bahwa mereka menjadi tidak terlindungi secara
hukum dan sulit dipantau keberadaannya oleh Konjen RI.
TKI ilegal seperti ini banyak terdapat dan tersebar di negara
bagian Serawak, Malaysia Timur.
Jumlah TKI bermasalah yang ditampung di shelter KJRI
Kuching sebagian besar adalah perempuan. Pada tahun 2006
berjumlah 277 orang terdiri dari 241 perempuan dan 36 laki-
laki; tahun 2007 sampai bulan September ada 228 orang,
yang terdiri dari 199 perempuan dan 29 laki-laki.
Jumlah TKI yang dideportasi tahun 2005 ada 979 orang,
tahun 2006 meningkat menjadi 1.824 orang, tahun 2007
mencapai 2.493 orang, dan tahun 2008 sampai dengan awal
September sudah mencapai 1.865 orang. Dengan adanya
Operasi Bersepadu oleh Pemerintah Malaysia, diperkirakan
jumlah ini akan meningkat. Pemulangan TKI deportasi sejak
diberlakukannya kebijakan tersebut setiap minggu
meningkat rata-rata 100 orang.

Gambar 14. Pelayanan dokumen WNI di Negeri


Sarawak, Malaysia Timur.

Untuk itulah dalam rangka melindungi WNI di Sarawak,


Konjen RI mengadakan pendekatan ke perusahaan yang
mempekerjakan TKI untuk mengadakan pengajuan perlin-
dungan bagi TKI ilegal. Hal tersebut akan menguntungkan

Satgas TK-PTKIB Pusat 93


Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008

kedua belah pihak baik TKI maupun perusahaan itu sendiri.


Berdasarkan informasi dari perusahaan Sime Darby,
kerugian yang timbul akibat TKI yang lari mencapai 30%
setiap tahunnya. Sementara bagi TKI, perlindungan hak TKI
juga akan meningkat dengan kepemilikan paspor dan
dokumen keimigrasian lainnya.
Pengajuan perlindungan bagi TKI yang tidak memiliki
dokumen disebut ”regulasi” yang artinya menyesuaikan atau
mengikuti peraturan/ketentuan yang berlaku (pemutihan)
dengan persyaratan sebagai berikut:
• adanya surat permohonan dari perusahaan.
• ada kontrak kerja antara TKI dengan perusahaan yg
dilegalisir oleh Konjen RI.
• ada surat pernyataan dari perusahaan untuk membebas-
kan biaya terkait dengan proses pemutihan yang
dibebankan kepada TKI.
• ada surat kelulusan dari jabatan buruh.
• adanya surat kelulusan dari jabatan imigressen.
Pemerintah Negara Bahagian Serawak sampai saat ini belum
memberikan jawaban atas regulasi pemutihan ini, berbeda
dengan Sabah, Pemerintahnya sudah menyetujui
diadakannya pemutihan paspor bagi TKI. Hal tersebut
menyulitkan Konjen RI Kuching karena harus menghubungi
sendiri perusahaan-perusahaan yang mempekerjakan TKI.
Sampai saat ini baru perusahaan Sime Dirby yang
menyetujui diadakannya pemutihan paspor, dengan jumlah
TKI ilegal mencapai 2.700 orang yang tersebar di 3 lokasi
yang terletak di Bintulu, Sarawak. Dalam kegiatan
pemutihan, perusahaan membantu pendataan TKIB dan
dalam pelaksanaan pemutihan.
Biaya pemutihan hanya 22 Ringgit Malaysia per orang, dan
dalam diskusi antara perusahaan dan TKI yang disaksikan
oleh Konjen RI dan Tim Interdep diperoleh kesepakatan: (a)
paspor sebagai dokumen awal, karena dengan paspor ini
anak TKI juga akan memperoleh paspor sekolah sehingga
anak tersebut dapat bersekolah di sekolah kebangsaan,
namun konsekuensinya TKI berkewajiban memiliki
tabungan; (b) Pendataan ini juga akan dikirim ke Jakarta
sebagai data base, jadi diingatkan kepada TKI bila ada yang
lari sulit untuk diterbitkan paspornya lagi atau dengan kata
lain tidak bisa menjadi TKI legal karena sudah melakukan

Satgas TK-PTKIB Pusat 94


Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008

kesalahan/melanggar peraturan perjanjian 2 negara; (c)


Perusahaan/majikan dan TKI akan bekerja sama karena
keduanya saling membutuhkan, untuk itu diminta agar TKI
meningkatkan semangat kerjanya, karena bila perusahaan
maju para TKI juga akan menerima upah yang lebih baik dan
bila selesai masa kontrak akan diberikan bonus untuk pulang
kampong sebesar 250 ringgit.
Dalam upaya perlindungan bagi WNI, Konjen RI juga
menyebar luaskan sticker tentang sistem pengaduan 24 jam,
yang telah dibuka selama satu bulan ini. Dengan sistem ini,
beberapa kasus sudah ditindak lanjuti antara lain kejahatan
(perampokan) yang mendiskreditkan seolah dilakukan oleh
WNI, kasus ditinggalnya bayi di RS Miri, dan juga penyiksaan
PRT di Kuching.
Untuk penanganan deportasi, pihak Konjen RI merasakan
lemahnya Satgas PTKIB di perbatasan dan mengkhawatirkan
keselamatan TKI deportan yang diserahkan oleh Konjen RI
untuk proses pemulangan. Hal tersebut karena hanya pihak
Imigrasi dan Polri yang berjaga diperbatasan, dan mereka
juga tidak dilengkapi dengan sarana penampungan yang
memadai.
Faktor terbesar tingginya TKI ilegal adalah rendahnya
pengetahuan dan pendidikan TKI sehingga mudah ditipu dan
dieksploitasi, yang tergambarkan oleh data bahwa TKI yang
bekerja di Serawak 31,7% tidak pernah sekolah, 60,9%
tamatan SD, 6,2% SMP dan 1,2% lulusan SMA. Hal tersebut
mengindikasikan bahwa pembelajaran di Indonesia belum
maksimal.

16. Perwakilan RI di Kota Kinabalu, Sabah, Malaysia


Masalah ketenagakerjaan di Sabah yang melibatkan banyak
tenaga kerja Indonesia, tidak berdiri sendiri tetapi juga
dipengaruhi oleh isu keimigrasian, sosial, ekonomi,
keamanan dan politik, dan telah berlangsung sejak lama.
Dengan luas wilayah 73.610 Km², Sabah merupakan negara
bagian terbesar kedua di Malaysia, dengan jumlah penduduk
hanya 2.997.000 Jiwa, yang terdiri dari Warga Negara
Malaysia: 2.248.100 jiwa (75%); dan Warga Negara Bukan
Malaysia: 748.900 jiwa (25%). Dengan demikian, kepadatan
penduduk Sabah hanya 41 jiwa per Km². Mereka tinggal di
lima wilayah, yakni: (1) Pantai Barat, (2) Kudat, (3)

Satgas TK-PTKIB Pusat 95


Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008

Sandakan, (4) Tawau, dan (5) Bagian Pedalaman, dalam 30


daerah administrasi. Penduduk Malaysia terdiri dari: Suku
Kadazan Dusun (23,7%), Suku Bajau (17,9%), Suku Melayu
(15,3%), Suku Murut (4,4%), Bumiputera lainnya (19,5%),
Suku China (12,8%), dan lain-lain (6,4%).

Gambar 15. Negeri Sabah, Malaysia Timur.

Negeri Sabah berbatasan dengan Provinsi Kalimantan Timur


dengan garis perbatasan sepanjang ± 560 Km, atau
sepanjang 800 Km dengan wilayah Indonesia di Pulau
Kalimantan. Sabah merupakan daerah yang kaya dengan
sumber alam seperti hutan, bahan galian, fauna, flora dan
biota laut. Lebih kurang 60 persen lahan terdiri dari hutan,
dan 30 persen merupakan lahan pertanian. Hasil hutan dan
pertanian merupakan penyumbang utama pada pendapatan
Negeri Sabah, di samping hasil dari pertambangan dan jasa.
Ekonomi Negeri Sabah bergantung kepada ekspor komoditi
utamanya seperti minyak kelapa sawit, kakao, getah, minyak
bumi, kayu balak dan kayu lapis. Sektor pengeksporan
membentuk 70 persen dari jumlah pengeluaran. Pada masa
kini, negeri Sabah merupakan penghasil utama minyak
kelapa sawit dan kakao di seluruh Malaysia. Selain
perkayuan dan pertanian, sektor perkilangan dan pariwisata
juga menjadi bagian penting bagi ekonomi negeri Sabah.
Sektor pertanian sebagai tulang punggung utama ekonomi
Sabah, telah melibatkan hampir 70% penduduk negeri
Sabah. Mereka menetap di daerah pertanian, dan terlibat
secara langsung maupun tidak langsung dengan kegiatan

Satgas TK-PTKIB Pusat 96


Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008

pertanian. Dari 2,1 juta hektar tanah yang cocok untuk


pertanian, baru 1,25 juta hektar yang telah dibuka untuk
kebun kelapa sawit, merupakan yang terluas di Malaysia.
Pengelolaan sektor ini sebagian besar mempekerjakan
tenaga kerja asing (TKA) dengan 99% di antaranya adalah
Tenaga Kerja Indonesia (TKI). WN Malaysia dan WN asing
lain di sektor ini umumnya bekerja di kantor (kerani) dan
petugas keamanan. Dengan asumsi jika setiap 5 hektar
ladang sawit dikelola oleh seorang pekerja, maka untuk 1,25
juta hektar diperlukan 240.000 orang pekerja. Jika 99%
adalah TKI, maka terdapat 237.600 orang TKI yang bekerja
di sektor ini. Akan tetapi TKI yang memiliki ijin kerja di
sektor ini tidak lebih dari 131.000 orang, yang berarti sektor
perkebunan kepala sawit diperkirakan mempekerjakan lebih
dari 100.000 orang TKI illegal, yang secara siginifikan telah
menyumbang pada ekonomi Sabah.
TKI ilegal sebagai masalah ketenagakerjaan, diduga sebagai
dampak dari: (1) Prosedur Penempatan TKI yang belum
sesuai dengan ketentuan; (2) Persaingan negatif antar
pelaku penempatan di Indonesia; (3) Sabah/Malaysia
memanfaatkan peluang; (4) MoU RI-Malaysia yang belum
mengakomodir/sesuai dengan kondisi di lapangan yang telah
berjalan lama.

Gambar 16. Temu wicara Menakertrans Eman Suparno


dengan Cik Guru dan WNI di Sabah.

Sebagai isu keimigrasian, TKI ilegal merupakan dampak dari:


(1) Adanya perubahan identitas yang di “fasilitasi” oleh
semua pihak terkait; (2) Kerancuan paspor khusus untuk TKI
(24 halaman) atau 48 hal (untuk umum); (3) Aplikasi sistim

Satgas TK-PTKIB Pusat 97


Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008

biometrik yang masih belum optimal; (4) Kerancuan


kewenangan dalam penyaringan TKI legal-memenuhi syarat,
antara lembaga penerbit paspor dan lembaga pemberi ijin
berangkat TKI; (5) Pemberlakuan masa paspor (3 dan 5
tahun).

Tabel 7. Data Keluar-Masuk WNI ke Sabah,


Tahun 2006 dan 2007.
Tahun Masuk Keluar Selisih %
2006 300.281 142.688 156.593 52
2007 455.047 272.301 182.746 40
Sumber: Perwakilan RI Tawau, 2008.

Tabel 8. Data Pengiriman TKI melalui Nunukan ke Sabah,


Dibanding dengan Demand Letter/Job Order,
Tahun 2006 dan 2007.
Persetujuan
Pengiriman
Demand
Tahun melalui Selisih %
Letter/Job
Nunukan
Order
2006 15.480 66.487 51.007 76
2007 22.366 72.627 50.261 69
Sumber: Perwakilan RI Tawau, 2008.

TKI ilegal juga merupakan masalah sosial, karena: (1)


Walaupun ada ketentuan bahwa selama masa kontrak TKI
tidak boleh membawa keluarga dan menikah, namun
faktanya ada ribuan atau bahkan puluhan ribu dependent
(anak dan istri) TKI di Sabah, yang tidak mendapatkan akses
kesehatan dan pendidikan. (2) Berbagai peristiwa hukum
yang terjadi (menikah, lahir, kematian dan lain-lain), tidak
ada dokumennya.
Diperkirakan ada 30.000 anak TKI (dependent) yang secara
faktual ada dan melekat pada orang tuanya, dan mereka
tidak memiliki akses kesehatan dan pendidikan. Menurut Cik
Guru yang ditempatkan Pemerintah RI di Sabah tahun 2006,
jumlah anak TKI diperkirakan mencapai 72.000 anak.
Pemerintah RI sejak tahun 2006 bekerjasama dengan LSM
Humana, baru dapat memberikan pengajaran kepada 7.500
anak di 77 Pusat Bimbingan Belajar di ladang-ladang kelapa
sawit.

Satgas TK-PTKIB Pusat 98


Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008

Gambar 17. Sekolah Anak TKI Swadaya TKI/


WNI di Keningau, Sabah.

Selanjutnya sebagai isu ekonomi, TKI ilegal menerima


dampak karena: (1) tidak adanya standar upah minimal di
Malaysia-Sabah, (2) sistem pengupahan yang diserahkan
pada mekanisme pasar (permintaan dan penawaran), yang
menyebabkan upah TKI di Sabah relatif rendah dibanding
Semenanjung maupun Serawak, sementara beban TKI terus
meningkat.
Standar upah TKI di ladang sawit yang pernah diusulkan
untuk dinaikkan menjadi RM 12 per hari, pada kenyataan-
nya, sampai dengan saat ini untuk pekerjaan yang masuk
kategori general worker besarnya hanya sekitar RM 8-9 per
hari, yang berarti tidak pernah ada perubahan dari sejak
tahun 1980-an. Dengan adanya kenaikan levy sebesar 100
persen sejak tahun 2005, kenaikan cost structure yang harus
dibayar oleh TKI baik melalui proses di Nunukan/Indonesia
maupun di Sabah/Malaysia, dan kenaikan cost of living
(biaya hidup) di Sabah karena biaya impor barang/produk
dari luar termasuk dari Semenanjung, menyababkan beban
TKI menjadi meningkat. Tekanan biaya hidup ini merupakan
salah satu pendorong TKI lebih suka ilegal karena tidak
harus membayar levy.
TKI ilegal juga merupakan isu keamanan, karena: (1)
Rentan kasus TKI pindah majikan, melarikan diri, masuk
skema outsourcing yang sering mengakibatkan
ketidakpuasan dan akhirnya menjadi illegal dan terjebak
berbagai macam masalah; (2) Skema penggunaan
“mandor”, sub-kontraktor, atau kontraktor yang sering
menjadi masalah, mulai dari pengurangan perhitungan

Satgas TK-PTKIB Pusat 99


Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008

perolehan/capaian hasil kerja, jumlah gaji, sampai dengan


kekerasan fisik oleh mandor dan tukang pukulnya
(umumnya: “jeruk makan jeruk”), sehingga TKI/WNI
menjadi terlibat tindak pidana.
Sebagai isu politik, TKI ilegal merupakan dampak dari: (1)
tidak konsistennya ketetapan Pemerintah Sabah tentang
rasio perbandingan pekerja asing–pekerja tempatan (quota)
yang selalu berubah terkesan ”dipermainkan” (jual-beli,
pinjam-meminjam quota), sehingga dijadikan objek
pembicaraan berbagai pihak, termasuk partai oposisi; (2) Isu
pertambahan “cepat” penduduk Sabah yang terus diangkat
ke permukaan sebagai akibat maraknya WNA yang
mendapatkan IC setempat (palsu); (3) Tekanan politik yang
mencoba menyelesaikan masalah PATI (akibat berbagai
permasalahan) hanya dengan melalui cara keimigrasian yaitu
mengatasi masalah dokumen TKI ilegal. Hal ini diwujudkan
oleh Pemerintah Malaysia melalui Operasi Nyah, Operasi
Tegas dan kini Operasi Bersepadu, yang diutamakan untuk
Negeri Sabah.
Operasi Bersepadu Pemerintah Malaysia yang ditujukan
untuk PATI yang ada di Sabah, dimulai tanggal 7 Agustus
2008, dari Pantai Barat menuju Pantai Timur Sabah. Operasi
ini ditujukan terutama kepada WNA tanpa dokumen dan
tanpa majikan, dalam bentuk penangkapan, panahanan
sementara dan kemudian dideportasi. Bagi PATI yang
memperoleh jaminan dari majikan, mereka akan didaftarkan
oleh perusahaan ke Imigresen, untuk selanjutnya diberikan
ijin kerja atau ijin tinggal selama 1 tahun. PATI yang
bersangkutan kemudian diberi kesempatan untuk
memperbarui dokumennya tanpa harus meninggalkan Sabah
(Pemutihan). Mereka selanjutnya dipekerjakan kembali.
Pihak Imigresen Malaysia memberi kesempatan kepada
perusahaan/majikan untuk mendaftarkan tenaga kerjanya
sampai dengan 31 Oktober 2008.
Berdasarkan informasi per 18 September 2008, di Pantai
Barat Sabah sudah ada 50.000 TKA yang didaftarkan, dan
di-”duga” sebanyak 38.570 (77%) orang di antaranya
adalah TKI. Untuk Pantai Timur Sabah, diperkirakan akan
lebih banyak lagi.

Satgas TK-PTKIB Pusat 100


Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008

Respon yang dilakukan oleh Perwakilan RI adalah:


1) Bagi PATI asal Indonesia yang ditangkap dan dideportasi,
diberikan perlakuan/treatment yang baik, diverifikasi
apakah benar merupakan WNI, selanjutnya diberikan
dokumen sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Perwakilan RI memberikan pengawalan kepada deportan
WNI, yang dipulangkan Pemerintah Malaysia ke Nunukan
sebagai daerah entry point terdekat di wilayah Indonesia.
2) Bagi PATI asal Indonesia yang memperoleh jaminan dari
perusahaan/majikan, daftar PATI dari perusahaan/
majikan yang telah disetujui Imigresen akan diverifikasi
oleh Perwakilan RI Sabah, sesuai dengan ketentuan
keimigrasian yang berlaku, termasuk kepada keluarga
TKIB yang bersangkutan. Bagi WNI/TKI yang memiliki
dokumen pendukung sesuai ketentuan keimigrasian,
dapat diberikan dokumen/paspor, namun bagi yang tidak
memenuhi, merupakan subyek di luar kewenangan
Perwakilan RI, kecuali ada ketentuan khusus dari instansi
berwenang di Indonesia.
3) Bagi PATI yang telah diverifikasi benar dari Indonesia,
kemudian diambil datanya tanpa rekam data biometerik
secara digital, tetapi melalui Formulir Perdim 14. Formulir
data selanjutnya dientrykan ke komputer di Perwakilan
RI, foto TKI discan untuk digabung dalam data base, dan
selanjutnya diprint menggunakan printer khusus untuk
model paspor yang terbaru. Paspor kemudian dikirimkan
ke ladang atau diambil oleh yang bersangkutan.
4) Kota Kinabalu akan melaksanakan pemutihan/ pemberian
dokumen kepada PATI asal Indonesia dan keluarganya
dalam 3 skema: (a) Skema legalisasi TKI (b) Skema
dependen, istri dan anak (c) Skema operasi.
5) Dalam pelaksanaan pemutihan Perwakilan RI di Kota
Kinabalu memerlukan dukungan petugas, paspor/SPLP,
sarana dan prasarana agar dapat melaksanakan
pelayanan kepada TKIB dan keluarganya secara ”jemput
bola” ke ladang dan kilang sawit di Sabah, kebutuhan
tersebut telah diajukan melalui Berita Fax KJRI no. BB-
103/KK/VIII/2008 tanggal 25 Agustus 2008 perihal hasil
rapat penanganan Pemutihan/pemulangan di sabah.

Satgas TK-PTKIB Pusat 101


Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008

Disamping itu juga diperlukan adanya kebijakan


Pemerintah RI berkaitan dengan kewenangan Perwakilan
RI Kota Kinabalu untuk memberikan paspor kepada TKIB
dan keluarganya (dependent) khususnya kepada mereka
yang tidak mempunyai data pendukung sama sekali.
6) Kesiapan Sekolah Indonesia Kota Kinabalu (SI-KK)
dilaporkan belum selesai direnovasi, diharapkan siap
bulan Oktober 2008. SI-KK dengan bangunan sementara
mempunyai 6 kelas dengan kapasitas 26 siswa perkelas
atau total 256 siswa, padahal sudah ada 271 anak yang
mendaftar. Informasi dari perwakilan RI, Depdiknas akan
mengirim guru PNS ke SI-KK yang akan difungsikan
sebagai Pusat Pendidikan, yang memayungi pendidikan
non formal di ladang-ladang perusahaan, dan terintegrasi
dengan pendirian sekolah berasrama di perbatasan
(Nunukan).

17. Perwakilan RI di Tawau, Sabah, Malaysia


Kesiapan Perwakilan RI Tawau mengantisipasi Operasi
Bersepadu Pemerintah Malaysia, baik bagi PATI asal
Indonesia yang dideportasi maupun yang diputihkan, dapat
dilaporkan sebagai berikut:
• Kurang tenaga pewawancara (PNS berpengalaman).
• Kendaraan dan biaya operasional ke lapangan.
• Kurangnya tenaga data entry, tenaga teknis dan
pengamanan.
• Printer dengan kapasitas printing 5 menit untuk 1 paspor,
hanya ada satu unit.
• Kebutuhan computer-supplies.
• Kebutuhan sarana dan prasarana.

Secara tertulis, kebutuhan Perwakilan RI di Sabah (Kota


Kinabalu dan Tawau) telah diajukan melalui Berita Fax
Perwakilan RI Kota Kinabalu Nomor BB-103/KOTA KINA-
BALU/VIII/2008 tanggal 25 Agustus 2008 perihal rapat
Koordinasi Penanganan Pemutihan/Pemulangan di Sabah.

Satgas TK-PTKIB Pusat 102


Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008

Gambar 18. Koordinasi penanganan TKIB dan


Keluarganya di Perwakilan RI Tawau.

Perihal pendidikan anak-anak TKI ilegal di Sabah, Malaysia,


Tim Interdep berkesempatan untuk membahas hal ini
dengan Forum Komunikasi Guru Tidak Tetap di Sabah,
Malaysia (FGTTS), dan mendiskusikan konsep pendidikan
anak-anak Indonesia di Sabah sebagai berikut:
• Dengan adanya berita bahwa Pemerintah Malaysia akan
mengijinkan pemutihan PATI asal Indonesia termasuk
isteri dan anak-anaknya, maka keberadaan isteri dan
anak-anak TKI di Sabah akan menjadi legal, namun
belum ada jaminan akan mendapat akses ke pendidikan.
• Untuk memberikan hak-hak kepada anak Indonesia
termasuk hak untuk memperoleh pendidikan, maka model
pendidikan non-formal, sistem multi-grade sejak TK
sampai dengan SD, dapat diaplikasikan di ladang-ladang
sawit di Sabah karena banyak perusahaan/ladang yang
bersedia memberikan fasilitas kelas/sekolah, dana dan
bahkan memberikan gaji kepada guru-guru (Indonesia).
• Sementara ini, guru-guru Indonesia dititipkan kepada
Yayasan Humana yang telah mendapat ijin operasi dari
Pemerintah Malaysia. Namun dalam pelaksanaannya,
banyak mengalami hambatan baik manajerial maupun
finansial. FGTTS mengusulkan agar Sekolah Indonesia
Kota Kinabalu (SI-KK) dapat segera diresmikan, sehingga
dapat berfungsi sebagai Pusat Pendidikan Indonesia di
Sabah, dan selanjutnya membentuk Sekolah-Filial di
ladang-ladang dengan sistem multigrade non-formal,
dengan kurikulum Indonesia, serta mengadakan ujian dan
memberikan ijazah yang berlaku untuk meneruskan
pendidikan di Indonesia.

Satgas TK-PTKIB Pusat 103


Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008

• Untuk anak-anak usia SLTP, difasilitasi untuk dapat


meneruskan pendidikan di sekolah berasrama di
perbatasan (Nunukan, Krayan, Lumbis), dengan
mengambil model sekolah keagamaan (Ponpes, Sekolah
Kristen), karena para orang tua di Sabah lebih tenang jika
anaknya bersekolah di sekolah keagamaan.
• Mengingat bahwa Guru Indonesia Tidak Tetap di Sabah
telah berjasa merintis model-model pendidikan multigrade
non-formal di ladang-ladang terpencil di Sabah, serta
akan adanya kebutuhan dalam jumlah besar guru-guru
Indonesia di Sabah jika konsep ini disetujui Pemerintah
RI, maka adalah wajar jika mereka difasilitasi untuk dapat
menjadi PNS dengan standar gaji Indonesia, dengan
tambahan pendapatan dari honor perusahaan/ladang
yang bersangkutan.

18. Perwakilan RI di Manila, Filipina


Kunjungan kerja ke Filipina, selain bertemu dengan
Perwakilan RI di Manila, juga dengan Pemerintah Filipina
(OWWA, Overseas Workers Welfare Administration yang
merupakan bagian dari Departemen Tenaga Kerja), serta
dengan LSM MFA (organisasi pekerja luar negeri) dan CMA
(Center for Migrant Advocacy).
Kebijakan pengiriman tenaga kerja ke luar negeri di Filipina
berdasarkan kepada Labor Code of 1974 yang isinya
menekankan pentingnya seleksi yang hati-hati terhadap
tenaga kerja luar negeri Filipina untuk menjaga nama baik
bangsa Filipina di luar negeri (The aim of Labor Code of 1974
is ”to ensure the careful selection of Filipino workers for the
overseas labor market to protect the good name of the
Philippines abroad”).
Pekerja Migran (Luar Negeri) merupakan aset penting,
bahkan dianggap sebagai tulang punggung (”back bone”)
bagi negara Filipina karena remittance pada tahun 2007
mencapai 14,4 milyar dolar Amerika atau sekitar 10% dari
PDB. Dan remittance tersebut meningkat dari tahun ke tahun
seperti untuk tahun 2008, dari bulan Januari sampai dengan
bulan September, jumlah remittance telah mencapai 12,8
milyar dolar dan diperkirakan akan mencapai 15 milyar dolar
pada bulan Desember. Jumlah pekerja luar negeri pun
cenderung meningkat dan data menunjukkan bahwa pada

Satgas TK-PTKIB Pusat 104


Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008

tahun 2008 ini jumlah tenaga kerja Filipina meningkat


25,9% jika dibandingkan pada selang waktu yang sama pada
tahun 2007.

Gambar 19. Koordinasi dengan OWWA dan NGO Filipina.

Isu pekerja luar negeri adalah isu sosial politik yang sangat
penting dan sensitif bagi Pemerintah dan masyarakat
Filipina, oleh karena itu perlakuan yang baik dan
penghargaan bagi pekerja luar negeri sangat diperhatikan
baik oleh Pemerintah maupun oleh masyarakat.
Instansi/institusi yang berperan dalam menangani
perekrutan, pengiriman dan penempatan tenaga kerja
Filipina ke luar negeri adalah POEA (Philippine Overseas
Employment Authority), sedangkan untuk perlindungan
dilakukan oleh 2 institusi yaitu Departemen Luar Negeri
(DFA) dan Overseas Workers Welfare Administration
(OWWA). POEA dan OWWA berada di bawah koordinasi
Departemen Tenaga Kerja Filipina (Department of Labor and
Employment atau DOLE). POEA adalah badan yang
berwenang untuk memberikan izin usaha (license) bagi
perusahaan/agen tenaga kerja, sedangkan OWWA bersama-
sama Departemen Luar Negeri/Department of Foreign Affairs
(DFA) Filipina menangani hal yang berkait dengan
perlindungan.
DFA memberikan perlindungan melalui welfare assistance
(seperti memberi tempat penampungan sementara,
pengurusan repatriasi) dan legal asisstance (seperti
penyelesaian kasus tenaga kerja di luar negeri).

Satgas TK-PTKIB Pusat 105


Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008

Meskipun perlindungan tenaga kerja luar negeri Filipina telah


dilakukan dengan sangat optimal, kasus tenaga kerja
bermasalah di luar negeri masih ditemukan, khususnya di
Malaysia. Namun, Pemerintah Filipina mengambil sikap tegas
yaitu tidak akan memberi perlindungan bagi mereka yang
berangkat dengan cara ilegal, tidak melalui prosedur yang
telah ditetapkan.
Sikap ini dikritik oleh beberapa LSM, namun sikap tegas
Pemerintah berdampak positif terhadap pencegahan
timbulnya tenaga kerja luar negeri ilegal. Khusus di wilayah
Filipina Selatan (pulau Mindanao) yang secara historis terkait
dengan Sabah yang merupakan bagian dari Kesultanan Sulu,
dan secara geografis letaknya sangat dekat dengan Sabah,
Malaysia serta cukup banyak terjadi kasus tenaga kerja
ilegal, POEA dan OWWA mencoba melakukan penanganan
dengan sosialisasi dan desiminasi tentang perlunya
mengikuti prosedur penempatan tenaga kerja yang resmi.
Selain itu, beberapa LSM juga mengadvokasi pemerintah
untuk membuka lapangan kerja bagi penduduk asli pulau
tersebut, karena sebenarnya potensi sumber daya alam
pulau tersebut sangat besar.
Bagi Pemerintah Indonesia, adanya tenaga kerja ilegal asal
Filipina di Sabah, Malaysia yang mengaku sebagai orang
Indonesia, menjadi beban tambahan Pemerintah Indonesia,
baik dalam pelaksanaan kegiatan pemutihan maupun
kegiatan penanganan pemulangan TKIB dari Malaysia.
Karena Pemerintah Fiilipina tetap tegas untuk menolak
menangani tenaga kerja Filipina yang ilegal, maka menjadi
tugas Perwakilan RI di Malaysia untuk melakukan seleksi
yang ketat dan hati-hati dalam proses pemutihan atau
pemulangan agar tenaga kerja luar negeri Filipina yang
ilegal, tidak menjadi beban dan tanggung jawab Pemerintah
Indonesia. Dalam kaitan ini, Perwakilan RI di Malaysia
menerapkan sistem wawancara dan keharusan adanya saksi
bagi tenaga kerja ilegal yang tak memiliki dokumen identitas
diri dan mengaku sebagai warga negara Indonesia.
Terkait dengan TKI Bermasalah di luar negeri, di Filipina
khususnya di Manila tidak ada TKI Bermasalah karena pada
umumnya mereka bekerja sebagai tenaga ahli, dan sebagai
staf Kedutaan. Sebagian lainnya adalah pelajar atau

Satgas TK-PTKIB Pusat 106


Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008

rohaniawan. Kasus yang sering ditangani oleh Perwakilan RI


di Filipina adalah ABK (Anak Buah Kapal) yang pada
umumnya bekerja di kapal milik negara lain (Taiwan) namun
kemudian dijatuhi hukuman karena melakukan illegal fishing
di perairan Filipina. Kasus seperti ini juga ditemukan di
Republik Palau yang menjadi wilayah akreditasi Perwakilan
RI di Filipina. Perwakilan mengharapkan adanya bantuan
dari Pemerintah Pusat untuk menangani masalah ABK
Bermasalah ini.
Pada saat ini Pemerintah Filipina mendapat kritikan dari
berbagai Lembaga Swadaya Masyarakat mengenai
kebijakannya untuk tetap mengirim tenaga kerja ke luar
negeri. Alasan yang dikemukakan adalah adanya kerugian
non materi yang dirasakan oleh para tenaga kerja luar
negeri dan keluarganya. Selain itu, dengan tingginya
pengiriman tenaga kerja ke luar negeri terutama dengan
level pendidikan yang tinggi, maka rakyat Filipina
kekurangan SDM yang mampu melakukan pelayanan yang
berkualitas yang dibutuhkan oleh masyarakat seperti di
bidang kesehatan dan pendidikan. LSM dan beberapa tokoh
masyarakat juga meminta agar Pemerintah secara bertahap
mengurangi pengiriman tenaga kerja ke luar negeri dan
menciptakan lapangan kerja di dalam negeri. Selain itu,
adanya krisis global yang mengakibatkan pemutusan kontrak
terhadap pekerja luar negeri di beberapa negara tujuan,
telah diantisipasi Pemerintah Filipina dengan menyiapkan
contingency plan, yaitu dengan melaksanakan program
pelatihan untuk membuka lapangan kerja.
Lembaga Swadaya Masyarakat Center for Migrant Advocacy
(CMA) yang berkantor di Quezon City menekankan kepada
kegiatan advokasi terkait dengan hak-hak para tenaga kerja
luar negeri dan keluarganya. LSM ini berupaya untuk
meningkatkan kondisi sosial, ekonomi dan politik keluarga
pekerja migran (luar negeri) di manapun mereka berada
melalui advokasi kebijakan, diseminasi informasi, penguatan
jejaring, peningkatan kapasitas dan bantuan/pendampingan
langsung. CMA juga melakukan riset, kajian dan analisa
terhadap beberapa isu penting terkait dengan pekerja
migran, dan mendesiminasikan informasi penting tersebut
kepada pemangku kepentingan lainnya.

Satgas TK-PTKIB Pusat 107


Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008

Beberapa program lain yang dilaksanakan CMA adalah


membangun jejaring kerja dengan berbagai pemangku
kepentingan di tingkat nasional maupun internasional, dan
bantuan langsung (direct asisstance) kepada pekerja migran
bermasalah. Salah satu program bantuan yang telah dan
terus dikembangkan adalah membekali pekerja migran
dengan telpon selular yang tersambung langsung kepada
organisasi pekerja migran melalui hot line (nomor tertentu)
untuk antisipasi jika pekerja migran mengalami bahaya
(pelecehan atau kekerasan).

G. Evaluasi dan Rekomendasi


1. Pelaksanaan Program sebagaimana tertuang dalam Rencana
Strategis TK-PTKIB tidak dapat direalisasikan karena
keterbatasan anggaran tahun 2008, sehingga beberapa
kegiatan harus ditiadakan dan atau dititipkan kepada
kementerian/lembaga dan sektor lain.
2. Selama tahun 2008, telah diberikan pelayanan kepada
42.133 orang TKIB dan keluarganya yang dipulangkan dari
Malaysia. Data pemulangan TKIB ini tidak termasuk mereka
yang pulang melalui jalur pelabuhan dan lorong-lorong
tradisionil yang banyak terdapat di perbatasan RI-Malaysia.
3. Walaupun penajaman program pemulangan TKIB telah
dilakukan, namun karena anggaran APBN-P Tahun 2008
turunnya sudah diakhir tahun anggaran, menyebabkan
penyerapan anggaran hanya 35,89%, akan tetapi di lain
pihak masih menyisakan utang Departemen Sosial kepada
pihak ketiga, yang dijadikan beban anggaran tahun 2009.
Karena alasan yang sama, serapan anggaran Departemen
Kesehatan hanya mencapai 16,39%. Sisa anggaran
dikembalikan ke Kas Negara.
4. Operasional Satgas PTKIB Daerah yang memberikan layanan
selama 12 bulan penuh kepada TKIB yang merupakan
masalah nasional, hanya dapat diakomodir selama 4 bulan
dalam APBN-P Tahun 2008. Hal ini memerlukan perhatian
TK-PTKIB Pusat agar dapat mengupayakan anggaran
operasional Satgas PTKIB Daerah selama satu tahun.

Satgas TK-PTKIB Pusat 108


Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008

5. Dengan dibentuknya BNP2TKI (Perpres No. 81 Tahun 2006),


perlu diatur kembali pembagian tugas kementerian/lembaga
dalam bidang ketenagakerjaan. Namun sebelum ada
ketentuan resmi yang mengatur hal tersebut, Keppres No.
106 Tahun 2004 tetap diberlakukan sebagaimana mestinya,
namun dengan melibatkan BNP2TKI dan jajarannya dalam
penyelenggaraannya.
6. Petunjuk pelaksanaan berkaitan dengan penanganan dan
pemulangan TKIB dan keluarganya dari Malaysia, perlu
disempurnakan dengan perkembangan yang terjadi,
menyesuaikan dengan perubahan kelembagaan dalam
kepemerintahan RI, serta perkembangan kebijakan
Pemerintah Malaysia. Termasuk di dalamnya adalah proses
pemutihan TKIB di Malaysia, yang belum menggunakan
pengaman biometrik yang belum dapat diterapkan di
lapangan. Hal ini kiranya dapat difasilitasi untuk pengadaan
perangkat keras, perangkat lunak dan operasinalisasinya.
Demikian pula bagi TKIB dan keluarganya yang tidak dapat
mengakses Jankesmas, perlu dukungan program dan
anggaran untuk layanan kesehatan dan rujukan bagi yang
memerlukan.
7. Peningkatan pelayanan dokumen bagi TKIB dan keluarganya
di Sabah dan Sarawak, Malaysia, berkoodinasi dengan
Pemerintah Kerajaan setempat, agar TKIB dan keluarganya
dapat segera menjadi TKI yang legal dan memenuhi
persyaratan ketenagakerjaan.
8. Perlu dikembangkan pola pengawasan keluar masuknya WNI
di daerah perbatasan untuk mencegah terjadinya pengiriman
TKI ilegal non-prosedural ke Malaysia yang mungkin juga
dimanfaatkan untuk tindak pidana perdagangan orang dan
terorisme. Perlu dukungan program dan anggaran kepada
Babinkam Mabes Polri yang sedang mengembangkan
Perpolisian Masyarakat (Polmas) untuk mengawasi
pelabuhan dan lorong-lorong tradisonil tempat keluar
masuknya TKI ilegal, yang secara bertahap akan
dikembangkan di sepanjang daerah perbatasan.
9. Perlu segera dibentuk Satgas PTKIB di Provinsi DKI Jakarta
mengingat posisinya sebagai representasi Pemerintah Pusat,
demikian pula Satgas PTKIB Provinsi Kepulauan Riau sebagai
wilayah yang terdekat bagi pemulangan TKIB dari
Semenanjung Malaysia.

Satgas TK-PTKIB Pusat 109


Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008

10. Perlu peningkatan kualitas dan kuantitas shelter untuk


pemulihan TKIB khususnya di daerah entry point yang
banyak menerima pemulangan TKIB seperti Tanjungpinang,
Entikong, dan Nunukan.
11. Gedung Pendataan Kepulangan TKI (GPK-TKI) yang diawaki
oleh Satuan Pelayanan Kepulangan TKI (SPK-TKI) BNP2TKI
belum didukung dengan biaya operasional yang memadai
sehingga masih harus banyak melibatkan pihak swasta yang
berorientasi profit sehingga sering mempengaruhi kualitas
pelayanan. SPK-TKI diusulkan menjadi UPT setingkat Eselon
II di bawah BNP2TKI sehingga lebih jelas tanggung jawabnya
dan lebih luas ruang geraknya.
12. Peningkatan kesempatan kerja di dalam negeri melalui
program transmigrasi, perkebunan, dan Program Nasional
Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri, dan program
pemberdayaan masyarakat lainnya.
13. Pendidikan dan pelatihan calon tenaga kerja baik dari
Depdiknas melalui diklat life skill, melalui Balai Latihan Kerja
(BLK) Depnakertans dan Balai Latihan Kerja Luar Negeri
(BLKLN) PPTKIS, masih sangat terbatas, belum menjangkau
calon tenaga kerja di pedesaan. Perlu dukungan pogram dan
anggaran untuk meningkatkan partisipasi swasta dan
kelembagaan masyarakat dalam diklat ketenagakerjaan.
14. Meningkatkan kerjasama dengan kelembagaan masyarakat,
pihak swasta dan lembaga pemerintah pusat dan daerah
dalam sosialisasi dan advokasi cara-cara bermigrasi yang
aman dalam mencari kerja di luar negeri.

Satgas TK-PTKIB Pusat 110


Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008

IV. PENUTUP

Demikian laporan kinerja TK-PTKIB Tahun 2008 disusun dalam


rangka pelaksanaan tugas dan fungsinya sebagaimana diarahkan
dalam Keputusan Presiden RI No. 106 Tahun 2004 yaitu agar
pemulangan TKIB dari Malaysia dapat dilaksanakan secara
bermartabat dan dengan menjunjung tinggi HAM, dan selanjutnya
dibina dan diberdayakan agar menjadi TKI berkualitas dan memenuhi
persyaratan.
Selain sebagai laporan pelaksanaan Program Kerja TK-PTKIB
Tahun 2008, juga dimaksudkan sebagai bahan evaluasi agar tindak
lanjut penanganan dan pemulangan TKIB dan keluarganya dari
Malaysia di masa yang akan datang dapat semakin ditingkatkan.
Kepada seluruh unsur TK-PTKIB dan unit teknis yang tergabung
dalam Satgas/Posko TK-PTKIB Pusat dan Daerah yang telah bekerja
ekstra keras dalam memberikan pelayanan terbaik dalam pemulangan
TKIB dan penempatannya kembali menjadi TKI berkualitas dan
memenuhi persyaratan, kami sampaikan penghargaan dan terima
kasih yang sebesar-besarnya, dengan harapan agar tahun 2009
kinerja Satgas TK-PTKIB dapat lebih ditingkatkan.
Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa berkenan menerima amal
ibadah kinerja Satgas TK-PTKIB dan memberikan kekuatan dan
petunjuk-Nya dalam penugasan selanjutnya.

Jakarta, Desember 2008

Satgas TK-PTKIB.

Satgas TK-PTKIB Pusat 111


KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 106 TAHUN 2004
TENTANG
TIM KOORDINASI PEM ULANGAN TENAGA KERJA INDONESIA
BERM ASALAH DAN KELUARGANYA DARI M ALAYSIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :
a. bahwa sesuai dengan Pembukaan Undang-undang Dasar 1945, salah satu
tujuan Negara Kesatuan Negara Republik Indonesia adalah melindungi
segenap bangsa Indonesia;
b. bahwa perkembangan kebijakan Pemerintah M alaysia tentang pemulangan
Tenaga Kerja Indonesia bermasalah dan keluarganya sangat berpengaruh
terhadap keberadaan tenaga kerja asal Indonesia yang bekerja di M alaysia
beserta keluargnya;
c. bahwa masalah ketenagakerjaan di Indonesia saat ini dan pada waktu
mendatang masih berada pada tingkat pertumbuhan angkatan kerja baru
yang cukup tinggi dan terbatasnya kesempatan kerja yang tersedia di
dalam negeri;
d. bahwa proses pemulangan tenaga kerja Indonesia bermasalah dan
keluargnya dari M alaysia perlu mendapat perhatian khusus, ditangani
secara koordinatif dengan tetap menjunjung tinggi harkat dan
martabatnya sebagai manusia, hak-hak pekerja dan keluarganya sesuai
peraturan perundang-undangan yang berlaku dan kaidah-kaidah hokum
internasional;
e. bahwa sehubungan dengan hal tersebut, dipandang perlu membentuk Tim
Koordinasi Pemulangan Tenaga Kerja Indonesia bermasalah dan Keluargnya
dari M alaysia dengan Keputusan Presiden;

Mengingat :
1. Pasal 4 ayat (1) Pasal 27 ayat (2) pasal 28 G ayat (1) Pasal 28 I ayat (4)
Undang-undang Dasar 1945;
2. Undang-undang Nomor 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri
(Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 156, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3882);
M EMUTUSKAN :
Menetapkan :
KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG TIM KOORDINASI PEM ULANGAN TENAGA KERJA
INDONESIA BERM ASALAH DAN KELUARGNYA DARI M ALAYSIA.

BAB I
KETENTUAN UM UM

Pasal 1
Dalam Keputusan Presiden ini yang dimaksud dengan Tenaga Kerja Indonesia
Bermasalah adalah Tenaga Kerja Indonesia yang bekerja di M alaysia yang tidak
memiliki izin kerja dan/atau dokumen-dokumen yang sah untuk bekerja di
M alaysia dan/atau yang bekerja tidak sesuai dengan izin kerja yang dimiliki.

BAB II
PEMBENTUKAN DAN TUGAS

Pasal 2
(1) Membentuk Tim Koordinasi Pemulangan Tenaga Kerja Indonesia
Bermasalah dan Keluargnya dari M alaysia yang selanjutnya dalam
Keputusan Presiden ini disebut dengan TK-PTKIB, sebagai wadah
koordinasi baik di tingkat Pusat, di Perwakilan Republik Indonesia di
M alaysia, maupun di tingkat Daerah.
(2) TK-PTKIB berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden.

Pasal 3
(1) TK-PTKIB me mpunyai tugas menyusun dan mengkoordinasikan kebijakan
dan program pemulangan Tenaga Kerja Indonesia Bermasalah dan
Keluarganya dari M alaysia ke Indonesia.
(2) Pelaksanaan tugas TK-PTKIB sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dilakukan dengan memperhatikan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku dan hak asasi manusia.

Pasal 4
Dalam melaksanakan tugas, TK-PTKIB mengambil langkah-lanngkah yang
diperlukan untuk:
a. melakukan koordinasi lebih lanjut dengan Pemerintah Malaysia atas dasar
prinsip tanggung jawab bersama;
b. melaksanakan pendataan sebelum keberangkatan/pemulangan;
c. melakukan pemeriksaan dan pelayanan kesehatan;
d. melakukan pengecekan dan pengurusan hak-hak gaji/upah/penghasilan lain,
harta benda, piutang serta hak-hak melekat lainnya;
e. pemberian dokumen Perjalanan Laksana Paspor (SPLP);
f. mengatur pengangkutan sesuai dengan jadwal dan lokasi tujuan
pemulangan/daerah asal;
g. melaksanakan pengawalan, penjagaan, pengamanan dan perlindungan
selama perjalanan sampai ke tempat asal;
h. pemberian pelayanan kebutuhan dasar sejak dari penampungan, selama
perjalanan sampai ke tempat asal;
i. mempersiapkan kembali menjadi Tenaga Kerja Indonesia yang berkualitas
dan memenuhi persyaratan.

Pasal 5
Dalam melaksanakan tugasnya, TK-PTKIB bekerja sama dengan Gubernur dan
Bupati/Walikota asal Tenaga Kerja Indonesia Bermasalah dan/atau pihak-pihak
lain yang dipandang perlu

Pasal 6
Dalam melaksanakan tugas, TK-PTKIB mendapat pengarahan dari Tim Pengarah
yang terdiri dari :
a. Menteri Negara Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat;
b. M enteri Negara Koordinator Bidang Perekonomian;
c. Menteri Negara Koordinator Bidang Politik dan Keamanaan.

BAB III
ORGANISASI

Bagian Pertama
Keanggotaan

Pasal 7
Susunan keanggotaan TK-PTKIB terdiri dari :
1. Ketua : Menteri Negara Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat
2. Wakil Ketua I : Menteri Luar Negeri
3. Wakil Ketua II : Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi
4. Anggota :
a. Menteri Dalam Negeri
b. M enteri Kehakiman dan Hak Asasi M anusia
c. Menteri Sosial
d. M enteri Kesehatan
e. M enteri Perhubungan
f. M enteri Keuangan
g. Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan
h. M enteri Negara Badan Usaha M ilik Negara
i. Panglima Tentara Nasional Indonesia
j. Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia
k. Duta Besar Republik Indonesia untuk M alaysia
l. Para Konsul Jenderal Republik Indonesia di M alaysia
5. Sekretaris : Sekretaris Menteri Negara Koordinator Bidang Kesejahteraan
Rakyat.
6. Wakil Sekretaris I : Direktur Jenderal Protokol dan Konsuler, Departemen
Luar Negeri.
7. Wakil Sekretaris II : Direktur Jenderal Pembinaan dan Penempatan Tenaga
Kerja Luar Negeri, Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi.

Bagian Kedua
Kesekretariatan

Pasal 8
(1) Dalam M elaksanakan tugasnya, TK-PTKIB dibantu oleh sekretariat.
(2) Sekretariat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dipimpin oleh sekretaris
TKPTKIB.
(3) Keanggotaan Sekretariat sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diangkat
oleh ketua TK-PTKIB.

Bagian Ketiga
Satuan Tugas

Pasal 9
(1) Untuk menunjang kelancaran pelaksanaan tugas, TK-PTKIB membentuk
satuan tugas.
(2) Keanggotaan satuan tugas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan
Pejabat Instansi Pemerintah terkait.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai keanggotaan, tugas, dan tata kerja satuan
tugas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan oleh
Ketua TKPTKIB.

BAB IV
TATA KERJA

Pasal 10
Ketentuan mengenai tata kerja TK-PTKIB diatur lebih lanjut oleh Ketua TK-
PTKIB.

Pasal 11
TK-PTKIB melaporkan hasil pelaksanaan tugas TK-PTKIB kepada Presiden.

BAB V
PEMBIAYAAN

Pasal 12
Segala biaya yang diperlukan bagi pelaksanaan tugas TK-PTKIB dan pelaksanaan
pemulangan Tenaga Kerja Indonesia Bermasalah dan Keluargnya dari M alaysia
ke Indonesia dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

BAB VI
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 13

Keputusan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 18 Oktober 2004
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd
M EGAWATI SOEKARNOPUTRI

You might also like