You are on page 1of 13

PERUBAHAN PSIKOLOGIS PADA LANSIA

KESEPIAN



MAKALAH










Oleh

Putri Mareta Hertika
NIM 122310101014









PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2014






PERUBAHAN PSIKOLOGIS PADA LANSIA
KESEPIAN



MAKALAH






Disusun sebagai pemenuhan tugas komunitas 2, dengan dosen pengampu:
Ns. Latifa Aini. S., M., kep. Sp. Kep.kom


Oleh

Putri Mareta Hertika
NIM 122310101014









PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2014

PEMBAHASAN

Pada masa usia lanjut akan terjadi banyak kemunduran baik secara fisik maupun psikis.
Pada umumnya masalah psikologis yang paling banyak terjadi pada lansia adalah kesepian di
mana kesepian merupakan suatu keadaan dimana seseorang merasa jauh atau tersisih dari
lingkungan sosial, kesepian pada lansia di pandang unik karena akibatnya akan berdampak
pada gangguan kesehatan yang kompleks. Masa tua merupakan masa paling akhir dari siklus
kehidupan manusia, dalam masa ini akan terjadi proses penuaan atau aging yang merupakan
suatu proses yang dinamis sebagai akibat dari perubahan-perubahan sel, fisiologis, dan
psikologis. Pada masa ini manusia berpotensi mempunyai masalah-masalah kesehatan secara
umum maupun kesehatan jiwa. Secara psikologis lansia akan dinyatakan mengalami krisis
psikologis ketika mereka menjadi sangat ketergantungan pada orang lain. Wirartakusuma dan
Anwar (1994) memperkirakan angka ketergantungan lansiapada tahun 1995 adalah 6,93%
dan tahun 2015 menjadi 8,7% yang berarti bahwa pada tahun 1995 sebanyak 100 penduduk
produktif harus menyokong 7 orang lansia yang berumur 65 tahun keatas sedangkan pada
tahun 2015 sebanyak 100 orang penduduk produktif harus menyokong 9 orang lansia yang
berumur 65 tahun keatas.
Pada umumnya masalah psikologis yang paling banyak terjadi pada lansia adalah
kesepian, kesepian merupakan perasaan terasing (terisolasi atau kesepian) adalah perasaan
tersisihkan, terpencil dari orang lain, karena merasa berbeda dengan orang lain (Probosuseno,
2007). Kesepian merupakan hal yang bersifat pribadi dan akan ditanggapi berbeda oleh setiap
orang, bagi sebagian orang kesepian merupakan yang bisa diterima secara normal namun
bagi sebagian orang kesepian bisa menjadi sebuah kesedihan yang mendalam. Kesepian
terjadi saat klien mengalami terpisah dari orang lain dan mengalami gangguan sosial (Copel,
1998). Dalam banyak kasus kesepian menyebabkan kesehatan fisik dan mental mengalami
penekanan karena mereka tidak mempunyai teman berbelanja dan makan bersama (Murray,
2003). Menurut Weiss dalam Sharma (2002) menjelaskan perasaan kesepian dalam dua jenis
yaitu kesepian emosional dan kesepian sosial. Dalam kesepian emosional, seseorang merasa
tidak memiliki kedekatan dan perhatian dalam berhubungan sosial, merasa tidak ada satu
orang pun yang peduli terhadapnya, sedangkan kesepian sosial muncul dari kurangnya
jaringan sosial dan ikatan komunikasi atau dapat dijelaskan sebagai suatu respon dari tidak
adanya ikatan dalam suatu jaringan sosial.
Banyak faktor penyebab lansia mengalami kesepian, perubahan-perubahan seperti yang
telah dipaparkan di atas merupakan salah satu penyebab terjadinya kesepian pada lansia.
Menurut Martin dan Osborn (1989) penyebab umum terjadinya kesepian ada tiga
faktor,yaitu:
1) faktor psikologis
yaitu harga diri rendah pada lansia disertai dengan munculnya perasaan-perasaan
negatif seperti perasaan takut, mengasihani diri sendiri dan berpusat pada diri sendiri.
2) faktor kebudayaan dan situasional
yaitu terjadinya perubahan dalam tata cara hidup dan kultur budaya dimana keluarga
yang menjadi basis perawatan bagi lansia kini banyak yang lebih menitipkan lansia
ke panti, dengan alasan kesibukan dan ketidakmampuan dalam merawat lansia.
3) faktor spiritual yaitu agama seseorang dapat menghilangkan kecemasan seseorang
dan kekosongan spiritual seringkali berakibat kesepian.
Selain ketiga faktor di atas ada 3 faktor pendukung menurut Mariani dan Kadir yang
secara tidak langsung mempengaruhi terjadinya kesepian pada lansia yaitu sarana prasarana
atau fasilitas yang disediakan oleh panti, berbagai aktivitas dari mulai aktivitas yang
berhubungan dengan kebutuhan dasar maupun bimbingan-bimbingan terapi dan perawat atau
pekerja sosial itu sendiri sebagai orang yang berperan memberikan perawatan selama lansia
tinggal di panti.
Jumlah lansia di Indonesia diperkirakan mencapai 30-40 juta pada tahun 2020 sehingga
Indonesia menduduki peringkat ke 3 di seluruh dunia setelah China, India, dan Amerika
dalam populasi lansia. Dengan seiring meningkatnya jumlah lansia maka angka kesepian pun
semakin semakin besar diperkirakan 50% lansia kini menderita kesepian.
Banyak ahli dan peneliti yang menyatakan bahwa orang yang menderitakesepian lebih sering
mendatangi layanan gawat darurat 60% lebih banyak bila dibandingkan dengan mereka yang
tidak menderitanya, dua kali lebih banyak membutuhkan perawatan di rumah, resiko terkena
influenza sebanyak dua kali, beresiko empat kali mengalami serangan jantung dan mengalami
kematian akibat serangan jantung tersebut, juga beresiko meningkatkan mortalitas dan
kejadian stroke dibanding yang tidak kesepian (Probosuseno, 2007).
Praktisi religius dan perasaan religius berhubungan dengan sense of well being, terutama
pada wanita dan individu berusia di atas 75 tahun (Koenig, Smiley, & Gonzales, 1988 dalam
Santrock, 2006). Studi lain di San Diego menyatakan hasil bahwa lansia yang orientasi
religiusnya sangat kuat diasosiasikan dengan kesehatan yang lebih baik (Cupertino & Haan,
1999 dalam Santrock, 2006). Menurut Peters (2004), faktor-faktor yang menyebabkan
kesepian adalah kurangnya perhatian pada lansia ketika anak-anak sudah dewasa, kehilangan
pasangan hidup fase kehilangan pada 5 tahun pertama biasanya akan mengalami kesepian
berat dibandingkan lansia yang telah bertahun-tahun atau bahkan berpuluh-puluh tahun
ditinggalkan oleh pasangan.
Menurut Martin dan Osborn (1989) salah satu faktor yang mempengaruhi kesepian
adalah kebudayaan dan situasional di mana bagi lansia adalah kebudayaan dan situasional di
panti. Saat pertama memasuki panti sebagian besar lansia kurang bisa beradaptasi dengan
lingkungan dan lebih senang menyendiri namun dengan seiring waktu akan timbul
kepasrahan dan selanjutnya akan bisa menikmati hidup di panti. Selain itu faktor kebudayaan
yang berhubungan dengan keluarga juga mempengaruhi kesepian pada lansia karena manusia
memerlukan ikatan yang erat dengan keluarga menuju akhir kehidupan, ada semacam
kebutuhan untuk dekat dengan keluarga sejalan dengan bertambahnya usia dan kematian
yang semakin dekat, dengan mempertimbangkan pergeseran fungsi keluarga yang terjadi dari
waktu ke waktu, keluarga mempertahankan peran yang lebih penting pada lansia, trend ke
arah keluarga kecil dapat menimbulkan kesepian diantara lansia (Stanley, 2007).
Meskipun sebagian besar lansia hanya mengalami kesepian ringan namun hal tersebut
tetap harus menjadi perhatian karena menurut Louise Hawkley dan Jhon Cacioppo ahli
psikologi dari Universitas Chicago Amerika Serikat, penderita kesepian mungkin tenang dan
tidak bisa ditandai sejak dini namun hal tersebut akan tumbuh seiring dengan berjalannya
waktu dan kesepian pada usia lanj ut menjadi sangat menarik, 2 psikolog tersebut
mengungkapkan bahwa kesepian pada orang-orang yang sudah tua akan berdampak pada
kesehatan fisik yang komplek.(Wray Herbert, 2007). Mengingat akibat kesepian sangat besar
diantaranya adalah depresi dan resiko melakukan bunuh diri maka menggali faktor penyebab
kesepian sejak dini akan lebih baik dan untuk ini peran perawat sangat besar untuk dapat
mendeteksi secara dini dan melakukan tindakan-tindakan pencegahan dan penanggulangan
agar maslah kesepian pada lansia ini tidak bertambah berat.
Tingkat kesepian dapat di lihat berdasarkan jenis kelamin lansia, dari hasil penelitian
menyatakan bahwa baik lansia laki-laki maupun perempuan mempunyai kecenderungan yang
sama yaitu mengalami kesepian yang ringan namun beberapa penelitian menyatakan bahwa
lansia wanita cenderung lebih merasa kesepian dibandingkan pria. Penelitian menemukan
bahwa factor gender menjadi prediksi yang signifikan penyebab terjadinya isolasi social dan
kesepian. Usia yang lebih panjang pada wanita dibandingkan pria menyebabkan ia memiliki
banyak waktu sendiri, ditambah lagi dengan masalah kesehatan kronis yang membatasi
interaksi sosialnya. Namun, pria tampaknya memiliki kesulitan dalam hal kemampuan
kopingnya saat ia kehilangan pasangannya, mereka biasanya memilki sedikit system
pendukung social dibandingkan wanita dan kurangnya hubungan social yang akrab termasuk
dengan keluarga (Peters, 2004). Namun hal tersebut tidak ditemukan dalam penelitian karena
jumlah lansia perempuan lebih banyak sehingga menunjukan lansia perempuan lebih banyak
mengalami kesepian di banding laki-laki.
Penyebab Kesepian
Menurut Brehm et al (2002) terdapat empat hal yang dapat menyebabkan seseorang
mengalami kesepian, yaitu:
a. Ketidak adekuatan dalam hubungan yang dimiliki seseorang
Menurut brehm et al (2002), hubungan seseorang yang tidak adekuat akan
menyebabkan seseorang tidak puas akan hubungan yang dimilikanya. Ada banyak
alasan seseorang merasa tidak puas dengan hubungan yang dimilikinya tersebut.
Rubenstein dan Shever (1982) menyimpulkan beberapa alasan yang banyak
dikemukan oleh orang kesepian, yaitu sebagai berikut:
1) Being unattached: tidak memiliki pasangan, tidak memiliki partner seksual,
berpisah dengan pasangan atau kekasihnya
2) Alienation: merasa berbeda, merasa tidak dimengerti, tidak dibutuhkan dan tidak
memiliki teman dekat.
3) Being alone: pulang ke rumah tanpa ada yang menyambut, atau bisa dikatakan
selalu sendiri
4) Forced isolation: dikurung di dalam rumah, di rwat inap di rumah sakit, tidak bisa
kemana-mana
5) Dislocation: jauh dari rumah (merantau), memulai pekerjaan atau sekolah baru,
sering pindah rumah, sering melakukan perjalanan.
Kelima kategori ini dapat dibedakan berdasarkan penyebabnya. Being unattached,
alienation dan being alone disebabkan oleh karakteristik individu yang kesepian,
sedangkan forced isolation dan dislocation disebabkan oleh karakteristik orang-orang
yang berbeda di sekitar lingkungan individu yang merasa kesepian.
b. Terjadi perubahan terhadap apa yang diinginkan seseorang dari suatu hubungan.
Kesepian dapat muncul karena terjadi perubahan terhadap apa yang diinginkan
seseorang dari suatu hubungan. Pada saat hubungan sosial yang dimiliki seseorang
cukup memuaskan, orang tersebut tidak akan mengalami kesepian. Akan tetapi ada
sat dimana hubungan tersebut tidak lagi memuaskan, karena orang itu telh merubah
apa yang iinginkan dari hubungan tersebut. Menurut Peplau (dalam Brehm et al,
2002), perubahan itu muncul dari beberapa sumber yaitu:
1) Perubahan mood seseorang
Jenis hubungan yang diinginkan seeorang ketika sedang senang berbeda dengan
jenis hubungan ketika sedih. Bagi beberapa orang cenderung akan membutuhkan
orang tuanya ketika sedang senang dan akan cenderung membutuhkan teman-
temannya ketika sedang sedih.
2) Usia
Seiring dengan bertambahnya usia, perkembangan seseorang mambawa berbagai
perubahan yang akan mempengaruhi harapan atau keinginan oarng itu terhadap
suatu hubungan
3) Perubahan situasi
Banyak orang tidak mau menjalin hubungan emosional yang dekt dengan orang
lain ketika sedang membina karir. Ketika karir sudah mapan orang tersebut akan
dihadapakan pada kebutuhan yang besar akan sesuatu hubungan yang memiliki
komitmen secara emosional
c. Self esteem
Kesepian berhubungan dengan self esteem yang rendah. Orang yang memiliki self
esteem yang rendah cenderng merasa tidak nyaman dengan situasi yang beresiko
secara sosial. Dalam keadaan seperti ini orang tersebut akan menghindari kontak-
kontak sosial tertentu secara terus-menerus yang akan mengakibatkan kesepian.
d. Perilaku Interpersonal
Perilaku interpersonal akan menentukan keberhasilan individu dalam membangun
hubungan yang diharapkan. Dibandingkan dengan orang yang tidak mengalami
kesepian, orang yang mengalami kesepian akan menilai orang lain secara negatif,
tidak begitu menyukai orang lain, tidak mempercayai orang lain, mengintepretasi
tindakan orang lain secara negatif, dan cenderung berpegang pada sikap-sikap
bermusuhan. Orang yang mengalami kesepian juga cenderung terhambat dalam
keterampilan sosial, cenderung pasif bila dibandingkan dengan orang yang tidak
mengalami kesepian, ragu-ragu dalam mengekspresikan pendapat di depan umum,
tidak responsif dan tidak sensitif secara sosial.
Perasaan Individu ketika kesepian
Pada saat mengalami kesepian, individu akan merasa ketidakpuasaan, kehilangan dan
distress, namun hal ini tidak berarti bahwa perasaan ini sama disetiap waktu. Faktanya
menunjukkan bahwa orang-orang yang berbeda bisa saja memiliki perasaan kesepian yang
berada dalam situasi yang berbeda pula (Lopata dalam Brehm et al, 2002).
Wrightsman (1993) mendeskripsikan perasaan-perasaan kesepian, yaitu:
a. Desperation (pasrah)
Desperation merupakan perasaan keputusasaan, kehilangan harapan, serta perasaan
yang sangat menyedihkan sehingga mampu melakukan tindakan yang berani dan
tanpa pikir panjang. Beberapa perasaan yang spesifik dari desperation adalah: 1) putus
asa, yaitu memiliki harapan sedikit dan siap melakukan sesuatu tanpa memerlukan
bahaya pada diri sendiri maupun orang lain; 2) tidak berdaya, yaitu membutuhkan
bantuan orang lain tanpa kekuatan mengontrol sesuatu atau tidak dapat melakukan
sesuatu; 3) Takut 4) tidak punya harapan; 5) merasa ditinggalkan; 6) mudah
mendapatkan kecemasan atau kritik.
b. Impatient Boredom (tidak sabar dan bosan)
Impatient boredom merupakan rasa bosan yang tidak tertahankan, jenuh, tidak suka
menunggu lama dan tidak sabar
c. Self deprecation (mengutuk diri sendiri)
Merupakan suatu perasaan ketika seseorang tidak mampu menyelesaikan masalahnya,
mulai menyalahkan serta mengutuk diri sendiri
d. Depresi
Merupakan tahapan emosi yang ditandai dengan kesedihan yang mendalam, perasaan
bersalah, menarik diri dari orang lain, serta kurang tidur.
Faktor-Faktor yang mempengaruhi kesepian
Tidak ada orang yang kebal terhadap kesepian, tetapi beberapa orang memiliki resiko
yang tinggi untuk mengalami kesepian (Taylor, Peplau, & Sears, 2000). Menurut Brehm
(2002) beberapa orang rentan terhadap kesepian dan beberapa orang lain tidak. Perbedaan ini
berkaitan dengan usia, status perkawinan, dan juga gender.
1. Usia
Usia tua dan kesepian merupakan gambaran stereotip yang umum pada lansia. Banyak
orang yang menganggap bahwa semakin tua seseorang, maka akab semakin merasa
kesepian. Akan tetapi penting juga untuk tidak mempersepsikan bahwa lansia itu
kesepian dan tidak bahagia. Walaupun konsekuensi dari kesepian pada lansia tersebut
perlu untuk diperhatikan (Kasa, 1998).




2. Status Perkawinan
Secara umum orang tidak memiliki pasangan lebih merasa kesepian bila dibandingkan
dengan orang yang memiliki pasangan. Berdasarkan penelitian Perlman dan peplau
dapat disimpulkan bahwa kesepian lebih merupakan reaksi terhadap hubungan
perkawinan dan ketidakhadiran dari pasangan suami atau istri pada diri seseorang
3. Gender
Studi mengenai kesepian menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan kesepian antara
laki-laki dan perempuan. Walaupun begitu, menurut Borys dan Perlman (dalam
Brehm, 2002) laki-laki sulit menyatakan kesepian kesepian secara tegas bila
dibandingkan dengan perempuan. Hal ini disebabkan oleh stereotip peran gender yang
berlaku dimasyarakat. Berdasarkan stereotipe peran gender, pengekspresian emosi
kurang sesuai bagi laki-laki bila dibandingakn dengan perempuan.






















SOAL KASUS
1. Nenek B 70 tahun merupakan ibu dari Ny. A. Ny. A merupakan wanita karir dan jarang
pulang kerumah sehingga nenek B dirawat oleh pembantu Ny. A. Nenek B merasa kesepian,
dan semakin merasa kesepian semanjak suaminya meninggal dunia satu tahun yang yang
lalu. Nenek B terlihat sangat putus asa dan mudah cemas dan suatu ketika pembantu Ny. A
melaporkan bahwa nenek B ingin menyusul suaminya. Pendeskripsian perasaan menurut
Wrightsman yang dialami oleh nenek B adalah.....
a. Desperation (pasrah)
b. Impatient Boredom (tidak sabar dan bosan)
c. Mengutuk diri sendiri
d. Depresi
e. Ingin bunuh diri
2. Dari kasus pada no. 1 faktor apa yang dominan mempengaruhi kesepia pada nenek B?
a. Usia
b. Status perkawinan
c. Gender
d. Status sosial
e. Status ekonomi
3. Kakek N (75 tahun) tinggal sendiri di rumahnya sejak istrinya meninggal 5 bulan yang lalu.
Dia merasa sangat kesepian, kakek N selalu mengurung diri di rumahnya, tidak pernah
mengikuti kegiatan-kegiatan lansia yang ada di desanya seperti dahulu. Perawat E mencoba
melakukan pengkajian dan kakek N merasa sangat bersalah dengan istrinya, dia merasa
belum membahagiakan istrinya. Dari kasus tersebut pendeskripsian perasaan menurut
Wrightsman yang terjadi pada kakek N adalah...
a. Desperation (pasrah)
b. Impatient Boredom (tidak sabar dan bosan)
c. Mengutuk diri sendiri
d. Depresi
e. Ingin bunuh diri
4. Dari soal no. 2 menurut Berhm et al (2002) apa yang menyebabkan kakek tersebut merasa
kesepian?
a) Ketidak adekuatan dalam hubungan yang dimiliki seseorang: Being unattached
b) Ketidak adekuatan dalam hubungan yang dimiliki seseorang: Alienation
c) Ketidak adekuatan dalam hubungan yang dimiliki seseorang: Forced isolation
d) Ketidak adekuatan dalam hubungan yang dimiliki seseorang: Dislocation
e) Ketidak adekuatan dalam hubungan yang dimiliki seseorang: Being alone
5. Kakek D (79 tahun) merupakan mantan anggota TNI. Sejak istrinya meninggal kakek D tinggal
bersama anak dan menantunya yaitu Ny K dan Tn P. Ny K dan Tn P adalah seorang dokter
sehingga tidak memiliki banyak waktu untuk merawat kakek D, kakek D dirawat oleh
pembantu Ny. K. Kakek D merasa sangat kesepian, dia merasa tidak ada yang peduli dengan
dia, dia merasa sudah tidak dibutuhkan dan tidak memiliki teman untuk mengobrol. Saat
perawat G melakukan pengkajian, kakek D tidak secara lugas mengakui bahwa dirinya
merasakan kesepian dia hanya berkata bahwa perasaan yang dialaminya wajar karena telah
tua. Dari kasus tersebut menurut Berhm et al (2002) apa yang menyebabkan kakek tersebut
merasa kesepian?
a. Ketidak adekuatan dalam hubungan yang dimiliki seseorang: Being unattached
b. Ketidak adekuatan dalam hubungan yang dimiliki seseorang: Alienation
c. Ketidak adekuatan dalam hubungan yang dimiliki seseorang: Forced isolation
d. Ketidak adekuatan dalam hubungan yang dimiliki seseorang: Dislocation
e. Ketidak adekuatan dalam hubungan yang dimiliki seseorang: Being alone
6. Dari kasus no. 5 faktor yang mempengaruhi kesepian pada kakek B adalah...
a. Usia
b. Status perkawinan
c. Gender
d. Status ekonomi
e. Status sosial
7. Nenek H (65 tahun) tinggal seorang diri semenjak suaminya kakek F meninggal 2 tahun yang
lalu. Dia merasa kesepian dan terlihat sering menangis, serta mengurung diri di rumah.
Seorang perawat T melakukan asuhan keperawatan pada nenek H, perawat T menganjurkan
nenek H untuk rajin beribadah dan membaca al quran. Sejak rajin shalat dan membaca al
quran nenek H tidak lagi merasakan kesepian dan mulai mengiklaskan kepergian suaminya.
Dari kasus tersebut faktor yang membantu nenek A keluar dari rasa kesepiannya adalah...
a. Faktor psikologis
b. Faktor sosial
c. Faktor ekonomi
d. Faktor kebudayaan dam situasional
e. Faktor spiritual
8. Dari soal no. 7 menurut Berhm et al (2002) apa yang menyebabkan kakek tersebut merasa
kesepian?
a. Ketidak adekuatan dalam hubungan yang dimiliki seseorang: Being unattached
b. Ketidak adekuatan dalam hubungan yang dimiliki seseorang: Alienation
c. Ketidak adekuatan dalam hubungan yang dimiliki seseorang: Forced isolation\
d. Ketidak adekuatan dalam hubungan yang dimiliki seseorang: Dislocation
e. Ketidak adekuatan dalam hubungan yang dimiliki seseorang: Being alone
9. Nenek L merupakan ibu dari Ny. K, nenek L terlihat sangat murung, dia banyak menangis
bahkan ketika malam hari. Perawat M melakukan pengkajian di keluarga tersebut saat
ditanya kepada Ny. K mengapa Nenek L menjadi demikian, jawaban Ny. K adalah wajar jika
demikian karena nenek L sudah tua. Dari kasus tersebut faktor yang mempengaruhi
kesepian nenek L menurut Ny. K adalah...
a. Usia
b. Status perkawinan
c. Gender
d. Status sosial
e. Status ekonomi
10. Menurut kasus no. 9 pendeskripsian perasaan yang tepat menurut Wrightsman yang dialami
oleh nenek L adalah...
a. Desperation (pasrah)
b. Impatient Boredom (tidak sabar dan bosan)
c. Mengutuk diri sendiri
d. Depresi
e. Ingin bunuh diri































DAFTAR PUSTAKA

Azwar, S. 2006. Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Juniarti, Neti, dkk. 2008. Gambaran dan Jenis Tingkat Kesepian pada Lansia di Balai Panti
Sosial Tresna Werdha Pakutandang Ciparay Bandung. http://pustaka.unpad.ac.id/wp-
content/uploads/2009/10/gambaran_jenis_dan_tingkat_kesepian.pdf.

Hayati, Sari. Pengaruh Dukungan sosial terhadap Kesepian pada Lansia. 2010.
.http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14512/1/10E00077.pdf.

Steven, P.J.M, dkk. 1999. Ilmu Keperawatan Jilid 2. Jakarta: EGC.

You might also like