You are on page 1of 7

Sinopsis Novel Lintang Kemukus Dini Hari

Judul : Sinopsis Novel Lintang Kemukus Dini Hari


Pengarang : Ahmad Tohari
Penerbit :
Rasus telah pergi bersama tentara pimpinan Sersan Slamet. Hal ini membuat Srintil sakit hati
karena Rasus pergi tanpa pamit. Srintil mulai berubah sikapnya, ia sering merenung dan menangis.
Bahkan Srintil berani menolak untuk tampil menari. Suatu hari Srintil melihat anak-anak kambing yang
sedang menetek, tiba-tiba hasrat untuk memiliki bayi muncul dibenaknya. Pak Marsusi yang datang untuk
menemui Srintil tidak dapat terwujud. Srintil pergi ke pasar Dawuan, ia pun beristirahat di salah satu
warung nasi. Semua orang yang melihat Srintil nampak kasihan.Di pasar Dawuan Srintil bertemu dengan
Kopral Pujo dan mendengar berita bahwa Rasus telah pergi ke markas batalyon. Mendengar berita itu,
Srintil menjadi lebih murung. Kemudian datang Nyai Sakarya dan mengajak Srintil pulang ke Dukuh
Paruk.
Srintil sakit untuk waktu yang cukup lama. Hanya bayi yang bernama Goder yang dapat
menyembuhkannya. Srintil kembali sehat dan kini wajah dan bentuk tubuhnya sangat menarik perhatian
orang-orang yang melihatnya. Suatu hari Pak Marsusi datang lagi ke rumah Kertareja, Srintil pun mau
menemuinya. Namun Srintil tetap dengan menggendong Goder. Srintil ingin diajak pergi jalan-jalan, tapi
menolak. Pak Marsusi yang datang dengan membawa kalung emas kecewa dan marah besar. Nyai
Kertareja pun memarahi Srintil dan menyinggung tentang orang tua Srintil yang telah tiada. Hal ini
membuat Srintil bersedih.
Sakarya merasa Dukuh Paruk akan kehilangan pamornya. Pikiran Sakarya bertambah kacau
karena hampir setiap hari ada kejadian-kejadian aneh. Ia pun pergi ke makam Ki Secamenggala untuk
memberi sesaji. Suatu hari pak Ranu datang untuk meminta Srintil untuk menari di hari perayaan
Agustusan. Srintil masih bimbang akan permintaan Pak Ranu. Srintil kasihan melihat keadaan ekonomi
keluarga Sakum yang serba kekurangan semenjak tidak ada pementasan. Sakum dengan yakinnya
meyakinkan kepada Srintil bahwa indang ronggeng masih bersemayam dalam diri Srintil dan meminta
Srintil untuk melupakan Rasus.
Di suatu tempat, Pak Marsusi sedang bingung dihadapan Pak Tarim. Niatnya untuk menghabisi
nyawa Srintil melalui guna-guna tidak terlaksana. Ia lebih memilih untuk membalas rasa malu dengan
rasa malu juga. Kabar gembira cepat tersiar, Srintil akan kembali menari dalam acara Agustusan. Hanya
Sakarya yang merasa agak risau karena permintaan yang aneh-aneh dari pihak panitia di antaranya
meminta Kertareja mengubah beberapa bait dalam lagu-lagu yang akan dinyayikan dengan kata rakyat
dan revolusi.
Srintil dengan usianya delapan belas tahun akan menghibur Dawuan. Tapi Sakarya dan Kertareja
bingung karena mereka tidak diperbolehkan membakar sesaji. Akhirnya Sakarya pergi menjauh dan
membakar sesaji secara tersembunyi. Saat pentas semua orang nampak gembira, Srintil pun ikut
merasakannya. Namun Sakum yang dalam keadaan buta bisa merasakan bahwa gerakan tarian Srintil
lebih kepada emosi. Srintil dalam tariannya merasa bahwa ia tidak lagi bersedih karena Rasus telah pergi.
Srintil tergugah hatinya ketika melihat sosok pemuda bernama Tri Murdo. Kejadian yang tidak disangka
datang, srintil mendadak sesak nafas berulang kali hingga akhirnya pentas berakhir. Kertareja yang
merasa janggal, pergi ke kerumunan orang. Ia mendapati Pak Marsusi yang sedang menyamar. Ternyata
Pak Marsusi orang yang membuat Srintil sesak nafas dengan jimatnya.
Suatu hari datang seorang yang kaya raya bernama Sentika dari Alas Wangkal. Sentika ingin
meminta Srintil untuk menari di rumahnya dan ingin Srintil menjadi gowok untuk anak laki-lakinya.
Srintil mau menerima tawaran itu. Melihat Waras anak Sentika Srintil tertawa karena ternyata Waras
mengalami keterbelakangan mental. Ini menjadi tantangan tersendiri bagi Srintil untuk menjadi gowok.
Malam hari ketika pentas, Srintil mencoba memancing birahi Waras tetapi tidak berhasil. Suatu hari
Sentika dan Istrinya meninggalkan Waras untuk tinggal berdua bersama Srintil. Setiap hari Srintil harus
mengajari Waras tentang bagaimana pekerjaan laki-laki dan suami, namun yang terjadi sangat
mengecewakan. Waras tidak memiliki tenaga layaknya lelaki, lebih lagi nafsu birahi. Bagi Srintil menjadi
gowiok adalah pengalaman yang tidak terlupakan.
Tahun 1964Dukuh Paruk menjadi sangat miskin. Pentas ronggeng jarang terdengar. Tetapi suatu
hari datang tawaran dari Pak Bakar, seorang dari partai tertentu. Ronggeng kembali sering dipentaskan
demi untuk meraih simpati masyarakat. Sakarya dan Kertareja tidak bisa menolak permintaan Pak Bakar
karena ingin membalas budi, sebab kini rombongan ronggeng telah diberi alat-alat elektronik untuk
pementasan. Suatu malam ketika sedang pentas, ada banyak penonton mabuk dan kesurupan. Mereka
yang kesurupan merusak sawah yang sedang mau panen. Terjadilah tawuran antara petani dan perusak
padi tersebut. Kejadian ini membuat Srintil dan rombongannya memutuskan untuk tidak lagi pentas di
acara Pak Bakar.
Suatu pagi warga Dukuh Paruk marah, makam Ki Secamenggala dirusak. Mereka mendapati
sebuah caping hijau tergeletak disemak-semak. Mereka menduga orang dari partai yang masanya sering
mengenakan caping tersebut sebagai pelakunya. Orang dri partai tersebut memang tidak suka dengan
segala kegiatan warga Dukuh Paruk. Atas kejadian ini, Srintil dan rombongannya kembali mau
meronggeng. Srintil ingin menunjukkan perlawanan bagi partai yang merusak makam leluhurnya.
Senja di Dukuh Paruk disambut keributan besar. Hampir semua rumah di Dukuh Paruk terbakar
habis. Sementara Srintil, Kertareja beserta istrinya, dan Sakarya ditangkap polisi karena diduga terkait
gerakan Pak Bakar yang dilarang pemerintah. Orang-orang Dukuh Paruk tidak ada yang mengetahui
bahwa mereka menjadi korban fitnah Pak Bakar dan di dalam penjara Srintil sangat tersiksa, ia harus
menjadi korban atas kekejaman para aparat.
Resensi Novel Lintang Kemukus Dini Hari Ahmad Tohari
Lintang Kemukus Dini Hari
Sinopsis:
Semenjak kepergian Rasus yang tiba-tiba tanpa pamit itu, Srintil merasa begitu kehilangan. Sejak itu dia
sering mengalami pergolakan dan perang batin. Dia mulai memikirkan hakikat dirinya sebagai seorang
perempuan serta konsep laki-laki. Dulu, dia berpikir bahwa lelaki itu ada dari golongan yang sama ,
seseorang yang rela memberikan apapun hanya demi tidur dengannya barang satu dua malam. Namun,
lantas dia menemukan lelaki yang lain, yang berbeda, lelaki itu yaitu Rasus.
Kepergian Rasus, menjadi tekanan dan pukulan yang cukup telak. Srintil merasa sebagian dari hidupnya
menghilang, dia menjadi pemurung tidak seperti layaknya Ronggeng. Dia juga sudah dua kali tidak naik
pentas. Dari sinilah, maka timbul berbagai spekulasi di kalangan masyarakat, mereka mengira Rasus
sudah membuat Srintil tergila-gila. Mereka menyalahkan Nyai Kartareja, sebagai seorang dukun
Ronggeng, karena dinilai tak mampu mendidik Srintil dengan baik. Hal ini mendorong Nyai Kartareja
untuk berusaha merenggangkan hubungan Srintil dengan Rasus secara gaib, namun dengan suatu
peristiwa yang tidak sengaja, media itu tidak berfungsi.
Suatu ketika datang Marsusi, seorang mandor perkebunan. Dia ingin bertemu dengan Srintil. Bukannya
menemui lelaki itu, Srintil justru kabur ke arah Pasar Dawuan. Penampilan Srintil dan raut mukanya yang
kurang menyenangkan membuat orang-orang Pasar Dawuan berspekulasi macam-macam. Ada yang
mengatakan kalau Srintil sebenernya sudah tidak mau lagi menjadi Ronggeng, ada yang menyatakan uang
yang dia terima ketika ditiduri lelaki kurang, ada yang menyatakan bahwa Nyai Kartareja selaku orang
yang mengurusi Srintil terlalu serakah.
Di sinilah, keserakahan Nyai Kartareja terbukti. Untuk mengelak bahwa Srintil telah melarikan diri, dia
mengatakan kepada Marsusi bahwa Srintil adalah Ronggeng muda yang masih labil. Srintil merasa iri
dengan istri lurah Pecikalan yang mempunyai kalung seberat 100 gram. Mendengar hal itu, hati Marsusi
masygul, maka dia memutuskan untuk pulang dan berjanji akan kembali dengan membawa kalung emas
100 gr berbandul berlian. Sesudah itu Nyai Kartareja menyusul Srintil ke Dawuhan. Namun sampai di
Dawuhan, orang-orang tidak memberitahu kalau Srintil di sana, melainkan mereka berbohong dengan
menunjukkan arah yang salah tentang kepergian Srintil. Setelah dirasa aman, barulah Srintil menuju
markas tentara, tak dinyana sampai di sana Kopral Pujo mengatakan bahwa tadi Nyai Kartareja mencari
Srintil di markas. Dia juga menyatakan bahwa Rasus tak ada di markas. Rasus berada di luar kota. Tak
berhasil menemui Rasus, Srintil memilih untuk kembali ke Dawuhan. Di sanalah neneknya, Nyai Sukarya
datang dan mengajak pulang.
Kepergian Rasus benar memberikan dampak yang besar, Srintl menjadi sakit-sakitan. Gambaran bahwa
rahimnya telah dimatikan oleh Nyai Kartareja membuat dia merasa takut. Hal inilah yang kemudian
membuat dia ingin menguasai Goder, anak Tampi. Hanya bocah kecil itulah yang bisa membuat hari-
harinya ceria.
Suatu ketka Marsusi datang lagi. Dia ingin mengajak Srintil dua atau tiga hari keluar. Tak disangka tak
dinyana Srintil menolak. Marsusi tak patah semangat dia keluarkan kalung sebagaimana yang diminta
oleh Nyai Kartareja, lagi-lagi Srintil menolak, ini membuat Marsusi marah besar. Srintil bahkan tidak
melayani dia berhubungan badan, karena Srintil memang memutuskan untuk berhenti berhubungan badan
dengan siapapun. Kemarahan Marsusi berimbas pada kemarahan Kartareja kepada Srintil. Namun Srintil
merasa tenang, setidaknya dia sudah berusaha untuk mengambil jalan yang terbaik. Ketidakmauan Srintil
untuk manggung, membuat risau kakeknya si Sakarya. Dia belakangan menangkap sasmita alam, bahwa
akan ada sesuatu yang buruk terjadi.
Musim Agustusan datang. Oleh pemerintah kecamatan Srintil diminta untuk manggung. Meski awalnya
bimbang, dia memenuhi undangan itu dengan berbagai pertimbangan. Di lain pihak, Marsusi ingin
membuat pehitungan atas penolakan Srintil dia mendatangi seorang dukun sehingga ingin
mempermalukan Srintil di depan umum. Benar saja, ketika sedang menari dalam perayaan Agustusan
Srintil merasa sesak nafas beberapa kali, hingga pertunjukkan dihentikan.
Ketenaran Srintil sampai keluar, salah satunya terdengar oleh Goder dari Alaswungkal. Goder sendiri
adalah orang yang sangat kaya raya dan baik. Dia menemui Srintil bermaksud untuk meronggeng di
rumahnya, selain itu dia juga meminta Srintil untuk menjadi gowok, semacam istri sementara untuk
mengajari laki-laki. Dia bertugas menjelaskan bagaimana menjalin sebuah rumah tangga. Srintil
menyanggupi, hanya saja untuk menjadi gowok dia memutuskan belakangan.
Sampai di Alaswungkal, nyatanya Srintil mau juga menjadi Gowok. Bukan karena laki-laki yang akan
dia jadikan suami adalah orang yang kaya serta tampan, melainkan karena panggilan nuraninya sebagai
seorang perempuan. Seorang perempuan sebagai penyeimbang laki-laki. Ini hanya panggilan nurani,
ketika menyadari orang yang akan dijadikan suami adalah sosok yang masih kekanak-kanakan. Lelaki
dewasa kurus yang tidak bisa merawat dirinya sendiri, layaknya seorang anak kecil. Seorang lelaki
berumur tujuh belas tahun yang bahkan tak mengenal apa itu birahi.
Dengan berusaha sekuat tenaga, Srintil menjadkan Waras lelaki dewasa. Namun dengan penuh
penyesalan dia menyerah. Waras hanya sedikit perubahan. Srintil merasakan kegagalan yang amat sangat.
Dia hanya mampu bertahan selama tiga hari. Srintil merasa kecewa, bukan karena kebutuhan birahinya
tidak terpenuhi melainkan keperempuanannya sama sekali tidak berarti.
Tahun 1964 merupakan kejayaan Ronggeng Dukuh Paruk, sekalipun Srintil tidak lagi mau untuk
melayani para lelaki, tapi dia mau untuk sekedar manggung. Dia bahkan seringkali diundang untuk
manggung dalam rapat-rapat. Ini berawal ketika Pak Bakar orang dari Dawuan yang selalu berpidato
dengan berapi-api, memberikan seperangkat pengeras suara dan properti untuk keperluan Ronggeng.
Sejak saat itu pula, satu-satunya akses menuju Dukuh Paruk berhiaskaan lambang partai.
Perubahan yang begitu cepat di daerah Dukuh Paruk memuat Sakarya dan Kartareja gamang, namun dia
tidak bisa berbuat banyak karena Pak Bakar telah banyak membantu kehidupan masyarakat. Dalam
pidatonya Pak Bakar selalu menyisipkan hal-hal berbau propaganda, seringkali pentas ronggeng juga
berakhir dengan rusuh. Hal inilah yang kemudian membuat Srintil dan grup ronggengnya memilih untuk
tidak mengiktui lagi acara-acara yang dilakukan oleh Pak Bakar.
Hingga suatu ketika, Sakarya mendapati cungkup makan Ki Secamenggala telah dirusak orang. Hal ini
semakin meruncing ketika ditemukan caping hijau. Caping hijau bukanlah sesuatu yang digunakan oleh
orang-orang Bakar, orang yang selama ini diduga merusak cungkup makam. Demi menjaga kehormatan
dan pelampiasan balas dendam, maka Srintil masuk kembali ke rombongan Bakar.
Tahun 1965 keadaan menjadi tak terkendali, ekspansi tentara ke desa semakin sering, rumah orang-orang
Bakar dibakar. Kasak kusuk dan kerusuhan ini sampai juga di Dukuh Paruk. Ternyata Bakar adalah orang
PKI. Untuk menyelesaikan masalah, maka Srintil dan Kartareja memutuskan untuk datang ke kantor
polisi. Mereka menjelaskan bahwa mereka hanya berkesenian dan sama sekali tidak terlibat kegiatan PKI.
Bukannya diperbolehkan kembali, mereka berdua ditahan. Hal ini membuat semangat Dukuh Paruk mati,
perempuan yang dibanggakan dan seorang tetua tidak lagi berada di tempat mereka.
Yang terpukul dengan hal ini tentu Sakarya, namun semua itu hanyalah awal, karena beberapa hari
kemudian serombongan orang membakar Dukuh Paruk hingga yang tersisa hanyalah puing-puing.
Banyak orang yang menganggap Dukuh Paruk sudah diambang kematian, apalagi Srintil saat ini tidak
diketahui lagi dimana rimbanya. Sakarya, Nyai Kartareja, Sakum, dan dua orang lainnya ikut ditahan.
Fakta Cerita
Alur
Alur yang digunakan dalam cerita ini adalah alur maju yaitu menceritakan dari Srintil merasa kehilangan
Rasus kemudian cerita berkembang ke arah dia tidak mau lagi melayani para lelaki, namun dia kemudian
menjadi gowok, dan ikut Pak Bakar meronggeng dalam rapat-rapat. Tidak tahunya, Pak Bakar merupakan
kader PKI, sehingga dalam penumpasan gerakan PKI, Srintil pun ikut ditahan.
Tokoh dan Penokohan
Srintil
Teguh pendirian dan berani mengambil sikap. Hal ini dibuktikan ketika dia menolak Marsusi
untuk bersetubuh dengannya bahkan ketika lelaki itu memberinya kalung yang mahal. Bahkan
dia tidak mengubah sikap, ketika tahu kalau Marsusi mulai marah
Penuh kasih sayang. Hal ini terlihat bagaimana dia merawat Goder.
Peduli. Hal ini dibuktikan ketika dia harus memutuskan apakah akan menerima tawaran untuk
manggung di kecamatan atau tidak, namun begitu melihat Sakum yang penghasilannya
bergantung pada Srintil hidup serba kekurangan, Srintil akhirnya mengiyakan diminta
manggung.
Nyai Sakarya
Penyayang dan pengertian. Hal ini terlihat ketika dia menjemput Srintil di Pasar Dawuan, dia
berkata dengan lembut, dan paham bahwa cucunya sedang terlibat masalah. Namun, karena dia
tahu Srintil tak ingin diganggu, maka dia mendiamkan.
Tampi
Suka menolong dan kasih sayang. Hal ini terlihat ketika dia membiarkan Goder bersama dengan
Srintil, karena dia tahu bahwa Srintil sangat menginginkan anak itu. Dia juga pengertian, ketika
beberapa hari Srintil terbaring sakit, dia membawakan beberapa sisir pisang kepada Srintil.
Sakarya
Memegang teguh adat. Hal ini terlihat dari petikan Sasmita buruk lagi, pikir Sakarya. Apabila
sudah yakin demikian maka hanya satu hal yang harus dilakukan oleh kamitua Dukuh Paruk itu:
mengetuk pintu makam Eyang Secamenggala di puncak bukit, kemudian memasang sesaji dan
membakar kemenyan.
Bersikap pasrah. Hal ini dibuktikan dengan petikan berikut Tiba-tiba Sakarya tersenyum. Di
tengah keheningan hatinya mendadak muncul kesadaran yang dalam bahwa usianya sudah di
atas tujuh puluh tahun. Di Dukuh Paruk dialah laki-laki yang paling lanjut. Apabila pertanda
buruk yang dirasakannya adalah peringatan akan datangnya ajal, maka pantaslah adanya.
Perihal kematian diri, bukan hanya sekali dua Sakarya merenungkannya. Kadang malah
merindukannya. ..
Taat penguasa. Hal ini dibuktikan dalam petikan berikut Kita ini kawula. Kita wajib tunduk
kepada perintah bahkan keinginan para punggawa itu. Menampiknya, sama saja dengan
mengundang hukum
Marsusi
Suka memaksa. Hal ini dibuktikan ketika dia mengajak Srintil untuk bersenang-senang, namun
ketika Srintil menolaknya maka dia marah.
Pendendam dan percaya klenik. Hal ini ditunjukkan ketika Marsusi menemui Tarim, salah satu
dukun yang bisa mengirimkan pelet, teluh, dan juga jampi-jampi. Marsusi datang untuk
membalas dendam karena sudah dipermalukan oleh Srintil. Maka dia meminta Tarim untuk
ganti mempermalukan Srintil.
Nyai Kartareja
Pembohong, licik, dan mata duitan. Ini dibuktikan ketika Srintil kabur, dia mengelak pada
Marsusi bahwa Srintil sebenarnya sedang menginginkan kalung emas. Dia juga bilang kalau
Srintil masih kekanak-kanakan, padahal Sarintil sendiri pergi untuk menghindari Marsusi (hal.
122).
Egois. Ini terbukti ketika dia tahu Srintil tidak mau menerima kalung dan bandul yang diberikan
oleh Marsusi, sehingga lelaki itu marah. Maka, dia merasa kecewa karena tidak berhasil
mendapatkan kalung yang dia idam-idamkan. Dia bahkan kemudian marah dan mengatakan
bahwa Srintil adalah wanita yang tak tahu diuntung.
Sentika
Demokratis. Hal ini dibuktikan ketika dia menawari Srintil menjadi gowok, dia tidak memaksa,
kalau nantinya Srintil tidak mau.
Baik hati. Buktinya dia menyuruh orang untuk menjemput rombongan Srintil ketika akan ke
Alaswungkal. Dia juga menyediakan segala keperluan Srintil dengan baik. Dia juga orangtua yang
bertanggung jawab meskipun dia tahu bahwa Waras, anak semata wayangnya kekanak-
kanakan, dia tetap menerima.
Waras:
Kekanak-kanakan. Hal ini terlihat dari kutipan berikut Di Dukuh Paruk, Srintil biasa melihat anak
burung dipelihara oleh manusia. Tetapi manusia kecil sepuluh tahunan, bukan perjaka jangkung
seperti Waras. Kekanak-kanakan Waras juga terlihat menjelang dia tidur, masih selalu dengan
emaknya. Dia juga tak pernah bekerja, hanya bermain seperti anak kecil. Dia bahkan tidak
memiliki nafsu kepada wanita, dalam hal ini Srintil yang notabene menjadi rebutan para perjaka.
Latar
Latar Tempat
Dukuh Paruk. Ini ditunjukkan dengan petikan berikut Dukuh Paruk masih terdiam meskipun
beberapa jenis satwanya sudah terjaga oleh pertanda datangnya pagi
Pasar Dawuan. Ini terlihat dari petikan berikut Matahari masih terik ketika Srintil turun dari
andong di depan Pasar Dawuan (hal. 81),
Segara Anakan. Ini terlihat dari petikan berikut Ketika laut surut di Segara Anakan. Sebuah
perahu motor dengan mesin disel tua meraap terbata-bata menempuh jalur Cilacap-Kalipucang.
Pada saat laut seperti ini Segara Anakan mirip sungai di tengah endapan lumpur yang luas.
Alaswungkal. Ini terlihat dalam kutipan berikut Hampir tengah hari ketika rombongan dari
Dukuh Paruk memasuki kampung Alaswungkal
Latar Waktu
1964. Ini terlihat dari kutipan Tidak seorang pun di Dukuh Paruk yang mempunyai kalender.
Bila pun ada tak seorang pun di sana bisa membaca bahwa waktu telah berjalan sampai pada
tahun 1964
Latar Sosial
Latar sosial yang melingkupi novel ini adalah masyarakat pedesaan yang sangat percaya akan klenik,
mereka masih jauh dari ilmu pengetahuan. Di sini masalah rumah tangga tidak pernah dipermasalahkan,
bahkan seorang istri sangat bangga ketika suami mereka bisa tidur dengan seorang ronggeng.
Judul buku: Lintang Kemukus Dini Hari
Pengarang: Ahmad Tohari
Penerbit: PT. Gramedia Pustaka Utama
Tahun terbit: 1999
Cetakan: kelima
Tebal buku: 209 halaman

You might also like