Professional Documents
Culture Documents
A. Pendahuluan
Masa-masa awal kemeredekan merupakan salah satu masa yang labil dalam
berbagai hal. Dalam bidang politik, tahun-tahun pertama kemerdekaan merupakan
masa peralihan ketika terbentuk pemerintahan Indonesia yang baru dan tekanan
kekuatan luar, yaitu Belanda dan perpolitikan global pasca perang dunia kedua.
Daam bidang sosial, perubahan sosial akibat kemerdekaan terjadi. Dalam bidang
ekonomim kondisi ekonomi mengalami ketidakstabilan. Setelah Indonesia
menyatakan diri sebagai wilayah sendiri dengan dileburkannya Republik
Indonesia Serikat, Indonesia memasuki satu masa baru yakni masa ketika
Indonesia mencari format baru dalam sistem pemerintahan dan politik. Masa
pencarian ini disebut pula dengan masa percobaan demokrasi.
Masa percobaan demokrasi merupakan satu tahapan ketika Indonesia masih
mencari format pemerintahan dan sistem politik yang sesuai dengan kondisi
Indonesia. Masa ini berlangsung pada 1950-1957 ketika pada masa itu sistem
pemerintahan bersifat liberal ketika sistem pemerintahan menggunakan sistem
parlementer. Masa antara tahun 1950-1957 merupakan satu periode yang berbeda
dengan situasi politik pada masa Orde Lama maupun Orde Baru. Periode
Demokrasi Parlementer merupakan masa paling dinamis saat mania bangsa
Indonesia mulai bereksprimen dengan demokrasi. Sistem parlementer multi partai
dengan kekuatan berimbang memicu persaingan antar berbagai faksi politik untuk
saling menjatuhkan. Hal itu terbaca melalui polemik terbuka dan keras antar surat
kabar di Jakarta masa itu.
Dalam makalah ini akan dipaparkan berkaitan dengan bagaimaman kondisi
perpolitikan pada masa percobaan demokrasi serta bagaimana dampak yang
dihasilkannya.
2
bagian di RIS untuk menyatukan komando serta berbagai aksi yang dilakukan
oleh rakyat berkaitan dengan upaya untuk mengubah sistem pemerintahan
menjadi unitaris.
Sebelum Republik Indonesia Serikat dinyatakan bubar, pada saat itu terjadi
demo besar-besaran menuntut pembuatan suatu Negara Kesatuan. Maka melalui
perjanjian antara tiga negara bagian, Negara Republik Indonesia, Negara
Indonesia Timur, dan Negara Sumatera Timur dihasilkan perjanjian pembentukan
Negara Kesatuan pada tanggal 17 Agustus 1950. Sejak 17 Agustus 1950, Negara
Indonesia diperintah dengan menggunakan Undang-Undang Dasar Sementara
Republik Indonesia 1950 yang menganut sistem kabinet parlementer.
Hadikusumo, dari PNI tentang pencabutan DPRS dan DPRDS yang diterima oleh
Parlemen. Tak pelak, Kabinet Natsir jatuh dan menyerahkan mandatnya kepada
Presiden.
Kabinet kedua adalah kabinet Sukiman. Kabinet ini berkoalisi dengan
Masyumi dan PNI. Kabinet sukiman menjadi paling terkenal karena usahanya
ynag serius untuk menumpas PKI. Kegagalan Sukiman dalam menangani masalah
pemberontakan kahar muzakar di sulawesi sangat melemahkan kekuasaannya.
Adapun penyebab dari jatuhnya kabinet ini adalah ditandatanganinya persetujuan
bantuan ekonomi dan persenjataan dari Amerika kepada Indonesia atas dasar
MSA. Hal ini menimbulkan pertentangan dengan program kabinet dalam hal
politik luar negeri yang bebas aktif, dengan ditandatanganinya menimbulkan
tafsiran bahwa indonesia condong ke blok barat.
Setelah jatuhnya kabinet Sukiman, terbentuklah Kabinet Wilopo (April
1952-Juni 1953). Kabinet ini merupakan koalisi dari Masyumi dan PNI. Program
kabinet ini adalah untuk mempersiapkan pelaksanaan pemilu. Sedangkan politik
luar negeri ditujukan untuk penyelesaian hubungan indonesia-belanda dan
pengembalian irian barat. Tetapi dalam perjalanannya, banyak sekali hambatan
yaitu timbulnya provinsialisme dan separatisme, hal ini muncul karena adanya
rasa kekecewaan terhadap pemerintah pusat. Kabinet ini kehilangan kepercayaan
akibat kegagalan demobilisasinya. Tanggal 2 juni 1953 Wilopo mengembalikan
mandat kepada presiden.
Kabinet berikutnya adalah Ali Sastroamidjojo (Juni 1953-Juli 1955) yang
merupakan hasil koalisi dari PNI, NU, serta partai-partai kecil, sedangkan PSI dan
Masyumi tidak mendapatkan tempat di kabinet namun dua orang simpatisan PKI
dimasukkan. Kabinet ini menekankan pada indonesianisasi perekonomian dan
memberi dukungan pada penguasa pribumi. Salah satu kesuksesan kabinet ini
adalah terselenggaranya Konfrensi Asia-Afrika. Pada masa ini berbagai
permasahan, seperti pemberontakan-pemberontakan daerah yang belum juga
berhasil dipadamkan serta persiapan menghadapi pemilu yang pertama.
Kabinet Ali Sastroamidjojo atau yang dikenal juga dengan kabinet Ali-
Wongso merupakan kabinet yang paling lama bertahan. Jatuhnya popularitas
6
kabinet ini karena permasalahan dengan angkatan darat serta banyaknya kasus
korupsi dan keadaan perekonomian yang semakin memburuk.
Kabinet Burhanudin Harahap (Agustus 1955-Maret 1956) adalah pengganti
dari kabinet Ali. Kabinet ini merupakan hasil koalisi dari masyumi, PSI dan NU.
Pada masa kabinet ini dilakukan pemilihan umum pertama di Indonesia. Lebih
dari 37 juta orang memberikan suara mewakili 91,5 % dari para pemilih yang
terdaftar. Kabinet inipun tidak bertahan lama. Akibat dari banyaknya mutasi yang
dilakukan di beberapa kementerian membuat beberapa pertai menarik dukungan
sehingga pada 3 Maret 1956 Burhanudin Harahap jatuh.
Setelah Burhanudin Harahap, presiden kembali mempercayakan kabinet
kepada Ali Sastroamidjojo (Maret 1956-Maret 1957). Dia bertekad membentuk
koalisi PNI-Masyumi-NU dan mengesampingkan PSI dan PKI. Kabinet ini
memiliki program lima tahun yang didalamnya memuat tentang pembebasan Irian
Barat, pembentukan daerah-daerah otonom, serta mewujudkan ekonomi nasional.
Dalam pelaksanaanya, kabinet tersebut mengalami perpecahan sehingga tidak
dapat bekerja maksimal. Permasalahan yang muncul pada kabinet-kabinet
sebelumnya sepertinya memuncak pada masa kabinet Ali II ini, permasalah
tentara serta militer, pemberontakan-pemberontakan daerah (separatis) semakin
jelas terlihat. Kondisi masyarakat saat itu sudah terpolularkan, Jakarta yang
menjadi pusat pemerintahan sudah tidak mendapat kepercayaan dari daerah diluar
Jawa. Para politisi sibuk dengan urusan partai masing-masing sehingga yang
terjadi adalah politik saling menjatuhkan. Berbagai hal diatas membuat sistem
demokrasi perlementer tersebut sudah tidak dapat dipertahankan lagi.
mengintensifkan Islam di tingkat rakyat jelata. Akan tetapi para para pemimpin
NU sangat gembira atas hasil yang menambah kursi DPR medeka dari 8 menjadi
45 kursi. Penampilan PKI sangat mengejutkan kalangan elit Jakarta dan membuat
PNI makin cemas akan ancaman potensial yang ditimbulkan oleh PKI (Ricklefs,
2005:496).
negara-negara yang belum merdeka dan masalah perdamaian dunia dan kerja
sama internasional, yakni Rodhesia (Federasi Afrika Tengah) karena pergol;akan
politik. Peserta konferensi Asia Afrika tersebut adalah Afganistan, Ethiopia,
Filipina, India, Indonesia, Irak, Iran, Jepang, Kamboja, Laos, Lebanon, Lybia,
Mesir, Myanmar, Nepal, Pakistan, Pantai Emas, Saudi Arabia, Sri Lanka, Sudan,
Syiria, Thailand, Tiongkok, Turki, Vietnam Utara, Vietnam Selatan, Yaman, dan
Yordania (Poeponegoro dan Nugroho [et.al], 1984).
Dalam pelaksanaannya, KAA memiliki tujuan utama yaitu untuk
mewujudkan perdamaian dunia dan ketentraman hidup antarbangsa-bangsa Asia-
Afrika. Spesifikasi tujuan KAA adalah (1) memajukan kerjasama dan hubungan
bertetangga dengan baik, (2) mempertimbangkan masalah-masalah sosial,
ekonomi, kebudayaan negara-negara anggota, (3) mempertimbangkan masalah-
masalah khusus bangsa-bangsa Asia-Afrika, (4) meninjau keuddukan asia serta
rakyatnya di dunia ini serta sumbangan bagi perdamaian dan kerja sama dunia
(Sekretariat Negara, 1986)
Pelaksanaan KAA adalah pada tanggal 18-25 April 1955 di Bandung.
Adapun alasan pelaksanaan KAA ini adalah (1) adanya persaman dalam banyak
bidang dan keadaan yang dianggap saling melengkapi sehingga dapat dijadika
satu kesatuan, (2) munculnya permasalahan-permasalahan yang harus diatasi
bersama. Dengan alasan tersebut, pemipin negara Indonesia (Ali Sastroamidjojo),
India (Jawaharlal Nehru), Myanmar (U Nu), dan Sri Lanka (Sir John Kotelawala)
pasca konferensi Pancanegara I (Kolombo, 28 april-2 Mei 1954) dan konferensi
Pancanegara II (Bogor, 28-29 Desember 1954) sepakat untuk mengadakan
Konferensi Asia Afrika dengan mengundang 30 negara untuk turut berpartisipasi
di dalamnya. Akan tatapi dalam pelaksanaannya hanya 29 negara yang hadir.
Hasil dari KAA adalah dengan diputuskannya sepuluh keputusan yang
disebut Dasasila Bandung. Dengan adanya Dasasila Bandung ini, berarti satu
lembaran baru dalam sejarah perkembangan tata kehidupan internasional
mengalami perubahan karena dengan dilaksanakannya KAA yang pada waktu itu
sedang terjadi persaingan antara Uni Sovyet dan Amerika Serikat muncul satu
kekuatan baru, yakni Asia dan Afrika.
10
dan paternalistik, dan tersebar di kepulauan yang sangat luas/dalam posisi yang
sulit untuk memaksa pertanggungjawaban atas perbuatan para politisi di jakarta.
Selain itu pada tahun 1957, korupsi tersebar luas, kesatuan terancam, keadilan
sosial belum tercapai, msalah-masalah ekonomi belum terpecahkan dan harapan
dari revolusi belum tercapai.
Ada berbagai masalah yang dihadapi juga terjadi dalam bidang ekonomi,
sosial, politik dan militer. Pada bidang ekonomi ada kepentingan-kepentingan
non-indonesia mempunai arti penting, misalnya saja belanda dan cina. Selain itu
karena lambatnya pemulihan ekonomi menyebabkan terjadinya inflasi, sehingga
biaya hidup melinjat sampai 100% dan sektor kemasyarakatan menderita. Dalam
bidang demografi jumlah meningkat tajam sehingga produksi pangan meningkat
tetapi tidak cukup. Sehingga untuk mengatasi itu pemerintah melakukan impor.
Dalam bidang perdagangan jaringan perdagangan luas tetapi tidak mempunyai
dukungan politk dan sebagian kaum borjuis indonesia masih berpegang teguh
kepada agama islam yang jaringan perdagangannya tidak begitu luas dan
dukungan politiknya terbatas. Dalam bidang pendidikan ini diberi prioritas utama
dan jumlah lembaga pendidikan meningkat luas. Sementara itu dalam bidang
militer terdapat perpecahan dalam tubuh tentara.
D. Penutup
Masa percobaan demokrasi merupakan satu masa ketika di dalamnya banyak
terjadi aktivitas politik yang bebas. Hal ini dikarenakan maa ini merupakan masa
demokrasi liberal dan menganut sistem parlementer. Akan tetapi berbagai
dinamika politik ini pada akhirnya telah membawa serangkaian kegagalan
merugina di berbagai bidang.
Daftar Pustaka
Poesponegoro, Marwati Djoned dan Nugroho Notosusanto (et.al). 1984. Sejarah
Nasional Indonesia Jilid V. Jakarta: Balai Pustaka.
Ricklefs, M.C. 2005. Sejarah Indonesia Modern 1200-2004. Jakarta: Serambi
Sekretariat Negara Indonesia. 1986. 30 Yahun Indonesia Merdeka. Jakarta: PT
Citra Lamtoro Gung Persada.