You are on page 1of 3

PENDIDIKAN GRATIS

SUDAHKAH TERLAKSANA ATAU MASIH MERUPAKAN WACANA?

Menarik seklai mendengarkan penuturan Mentri Pendidikan Nasional kita yang baru
saja saya saksikan dalam sebuah acara di salah satu stasiun televisi swasta. Bapak
Mentri mengutarakanbahwasanya pemerintah untuk tahun 209 ini telah
memberikan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) sebesar 20% dan
menghimbau melalui peraturan Mentri Pendidikan Nasional bahwa dalam
implementasi pelaksanaan BOS 209 ini mewajibkan sekolah dari tingkat pendidikan
Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menegah (SMP) untuk menggratiskan biaya
pendidikan untuk mensukseskan program Wajib Belajar 9 tahun (Wajar). Dalam
talkshow yang juga dihadiri oleh 6 Gubernur yang mewakili daerah-daerah kaya
memberikan pernyataan dukungan dan bahwasanya hal tersebut telah di
Implementasikan dalam kondisi nyatanya dilapangan. Adapun setiap gubernur
hampir sama mengajukan formula untuk menggratiskan pendidikan di daerah
mereka masing-masing adalah dengan memberikan dana bantuan operasional
sekolah tambahan dari APBD provinsi yang kemudian ditambah oleh APBD dari
Kotamadya dan Kabupaten. Sehingga pendidikan Gratis ini bukanlah sebuah hal
yang tidak mungkin terlaksana. Bahkan sebagian dari provinsi-provinsi tersebut
telah mulai mencanangkan Wajar 12 tahun dari SD/MI, SMP/MTs dan SMA/MA.

Menarik jika kita melihat fakta yang benar-benar terjadi di lapangan adalah masih
banyak sekolah Negeri yang belum Menggratiskan biaya pendidikannya. Mengutip
pernyataan dari Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Banten dalam sebuah acara
semiloka mengenai kota Tangsel sebagai kota Pendidikan, beliau mengatakan
bahwasanya kata Gratis disini bukan berarti orang tua benar-benar tidak membayar
sepeser pun untuk penyelengaraan pendidikan untuk anak-anak mereka. Alasannya
tentu saja adalah karena BOS dari Pemerintah yang 20% ini masih belum cukup
untuk menutupi biaya operasional sekolah sesungguhnya. Adalah merupakan tugas
orang tua yang kemudian membayar kekurangannya. Maka konsep pendidikan
gratis itu tidaklah seperti persepsi kebanyakan orang tua yang sama sekali tidak
mengeluarkan biaya sepeserpun. Bhakan bapak kepala dinas pun menghimbau
agar para Caleg tidak mempopulerkan istilah pendidikan Gratis ini kepada
masyarakat sebagai salah satu bagian dari Janji-janji politis mereka kepada
masyarakat karena nantinya malah akan menyesatkan persepsi masyarakat akan
konsep Gratis yang seperti apa.

Hal ini tentu saja bertolak belakang dengan pengutaraan dari Dialog Mentri
Pendidikan Nasional serta enam Gubernur tersebut, bahwasanya pendidikan Gratis
itu mudah-mudah saja dilakukan tentunya dengan dukungan antara pemerintah
Pusat, Provinsi, Kotamadya dan Kabupaten.
Masyarakat sendiri pun sudah mungkin dapat mengambil sebuah persepsi
tersendiri mengenai hal ini. Lalu letak kekurangannya ini ada disebelah mana?
Apakah di tataran Pengalokasiaan dana yang tidak samapai dari Pusat ke Provinsi,
kemudian Ke Kotamadya sampai akhirnya ke Kabupaten-kabupaten? Atau mungkin
kurangnya kerjasama antara Pemerintah Pusat, Provinsi, Kotamadya dan
Kabupaten? Inilah yang patut kita awasi pelaksanaannya, selaku masyarakat.

PEKAN PROMOSI CALEG DAN PARTAI

Pemilu sudah mendekat, sekitar 14 hari lagi kurang lebih. Para Caleg dan Partai
sudah mulai sibuk berkampanye secara intensif. Mengingat jadwal kampanyepun
telah disosialisaikan diseluruh daerah. Nuansa Artis, Musik Dangdut, serta orasi-
orasi politis yang saling mengumbar janji dan keberhasilan program menjadi
bumbu-bumbu utamanya. Semoga ini tidak hanya merupakan hembusan angin saja
untuk menyegarkan rasa gerah masyarakat terhadap partai-partai politik.

Menarik melihat sebuah acara di salah satu televisi swasta tanah air yang
menampilkan seorang warga masyarakat untuk kemudian dipertemukan dengan
caleg-caleg dari partai-partai yang ada dalam Pemilu 2009 untuk menawaran solusi
untuk keluhan sebagai bentuk aspirasi masyarakat secara real dan langsung dapat
diaplikasikan oleh masyarakat yang diwakili oleh satu orang saja dalam kegiatan ini.
Beberapa caleg yanginkompetent Nampak menghindar. Mereka tidak mau
dipertemukan dengan satu orang perwakilan dari masyarakat ini yang katakanlah
kita sebut dengan nama Klien. Karena mereka tidak bias memenuhi kebutuhan dan
tuntutan dari sang klien yang meminta bukti realistis secara langsung saat itu juga.
Beberapa Caleg bisa diajak kerjasama. Mereka mau diajak untuk bertemu dengan
sang klien untuk kemudian mendengar keluhan serta aspirasinya. Untuk
membuatnnya menjadi menarik maka tidak hanya satu orang caleg yang dihadirkan
dalam satu episode acara ini, namun dua untuk kemudian diperbandingkan diantara
keduanya program manakah diantara keduanya yang dapat diterima dan lebih
tepat sesuai dengan kebutuhan klien. Disini dapat kita lihat kredibilitas serta
kemampuan analisa sang caleg dipertaruhkan. Selain kemampuan akademisi
mereka untuk menjawab pertanyaan dari klien tentang tuntutan mereka agar di
interpretasikan secara langsung terlihat. Sesungguhnya ini merupaka sebuah
pembelajaran untuk masyarakat pemelihin pada umumnya agar mereka awas mata
terhadap caleg yang natinya akan mereka pilih. Ini juga merupakan kesempatan
promosi yang tepat untuk para caleg yang nantinya akan dipilih oleh rakyat.
Disinilah saat sesungguhnya wajah mereka terlihat.

Dari sini kita melihat bahwasanya pilihan untuk menjadi putih bukanlah pilihan
Final. Jika kita mampu dan mau mencoba untuk menggali serta melihat siapakah
caleg dan partai yang akan kita dukung nanti. Kenali terlebih dahulu dan memilih
dengan hati dengan harapan perubahan kearah yang lebih baik dapat tercapai.
Karena dalam sebuah proses perubahan dalam hal ini menjadikan Negara kita
menjadi lebih baik itu memerlukan proses. Sedang dalam Al Qur’an pun disebutkan
bahwasanya Allah SWT tidak akan merubah suatu kaum jika kaum itu tidak
mencoba untuk berusaha merubahnnya sendiri. Menjadi PUTIH bukanlah sebuah
upaya untuk mencapai perubahan. Tidak semua Caleg tidak “Baik”, tidak semua
Partai diisi oleh orang-orang yang “korup”.

You might also like