Professional Documents
Culture Documents
Tn. L masuk ke ICU dengan keluhan mutah darah segar kurang lebih 250 cc, riwayat peminum
alcohol dan terkena hepatitis B sejak 10 tahun yang lalu. Keadaan umum lemah, CM-apatis, TD
70/50 mmHg, N 130x/menit, lemah volume tak kuat, P 25x/menit, konjungtiva anemis, sclera
ikteris, dan kulit tampak pucat.
Tugas :
5. Sebutkan obat-obatan dan tindakan-tindakan yang harus dilakukan oleh tim medis dan
persiapan-persiapannya!
DS :
DO :
• Kesadaran CM-apatis
~1~
• TD 70/50 mmHg
Diagnosis medis dari data di atas adalah varises esophagus (perdarahan saluran cerna
bagian atas (SCBA))
BAB I
Pendahuluan
A. Pengertian Sirosis
~2~
B. Etiologi
1. Virus hepatitis (B,C,dan D)
2. Alkohol
3. Kelainan metabolic :
o Hemakhomatosis (kelebihan beban besi)
o Penyakit Wilson (kelebihan beban tembaga)
o Defisiensi Alphal-antitripsin
o Glikonosis type-IV
o Galaktosemia
o Tirosinemia
C. Klasifikasi
Ada 3 jenis sirosis hati (Patofisiologi, volume 1), yaitu :
1. Sirosis Laenec
Disebut juga sirosis alkoholik, portal dan sirosis gizi. Merupakan cirri khusus sirosis yang
disebabkan oleh penyalahgunaan alcohol. Mekanisme terjadinya adalah, terjadinya
akumulasi lemak secara bertahap di dalam hati, akumulasi lemak inilah yang
mencerminkan adanya sejumlah gangguan metabolic yang mencakup pembentukan
trigliserida yang berlebihan, menurunya jumlah keluaran trigliserida dari hati, dan
menurunya oksidasi lemak. Penyebab utama kerusakan kerusakan hati tampaknya
merupakan efek langsung alcohol pada sel hati, yang meningkat pada malnutrisi. Pasien
dapat mengalami beberapa defisiensi nutrisi termasuk thiamin, asam folat, piridoksin,
niasin, asam askorbat dan vitamin A. Pengeroposan tulang sering terjadi akibat asupan
kalsium menurun dan gangguan metabolism. Asupan vitamin K, besi dan seng, juga
cnderung menurun pada pasien ini. Defisiensi kalori-protein juga sering terjadi,.
Degenerasi lemak tak berkomplikasi pada hati seperti yang terlihat pada alkoholismedini
bersifat reversible bila berhenti minum alcohol. secara makroskopis hati membesar,
rapuh, tampak berlemak, dan mengalami gangguan fungsional akibat akmengkonsumsi
alcohol, maka akan memacu seluruh proses seluruh proses ah akan terbentuk jaringan
~3~
parut. Sebagian pakar yakin bahwa lesi kritis dalam sperkembangan sirosis hati adalah
alcoholik. Hepatitis alcohol ditandai secara histologistoleh nekrosis hepatoselular,sel
balon, dan infiltrasi, leukoit polimorfonukluear ( PMN) di di ihati. Akan tetapi, tidak
semua pendegenerita lesi hepatitis alkoholik akan berkembang menjadi sirosis hati.
Hati tampak terdiri dari sarang-sarang sel degenerasi yang dikemas padat dalam kapsula
fibrosa yang tebal. Pada keadaan ini sirosis disebut sirosis nodular. Hati akan menciut
keras , dan hampir tidak memiliki parenkim normal pada stadium akhir sirosis ,yang
menyebabkan hipertensi portal dan gagal ginjal. Pederita ini sering beresiko menderita
karsinoma sel hati primer.( hepatoselular)
2. Sirosis Pascanekrotik
Sekitar 25 hingga 75% kasus ini memiliki riwayat hepatitis virus sebelumnya. Ciri khas
sirosis pascanekroik adalah bahwa sirosis ini adalah faktor predisposisi timbulnya
karsinoma hepato selular. Risiko ini meningkatkan hampir sepuluh kali lipat pada pasien
karier dibandingkan dengan pada pasien bukan karier. (Hildt, 1998)
3. Sirosis Biliaris
Kerusakan sel hati yang di mulai sekitar duktus biliaris akan menimbulkan pola sirosis
yang dikenal dengan nama sirosis biliaris. Penyebab tersering sirosis biliaris adalah
obstruksi biliaris pasca hepatic. Stasis empedu menyebabkan penumpukan empedu
didalam massa hati dan kerusakan sel-sel hati. Terbentuk lembar-lembaran fibrosa ditepi
lobules, namun jarang meemotong lobulus. Hati membesar, keras, bergranula halus, dan
berwarna kehijauan, ikterus selalu menjadi awal dan utama dari sindrom ini.
D. Gambaran Klinis
Gambaran klinis dan komplikasi sirosis hati umumnya sama untuk semua tipe tanpa
memandang penyebabnya, meskipun beberapa tipe sirosis mungkin memiliki gambaran
~4~
klinis tersendiri. Sirosis hati bersifat laten selama bertahun-tahun dan perubahan patologis
yang terjadi berkembang lambat hingga akhirnya gejala yang timbul menyadarkan akan
adanya kondisi ini. Gambaran klinis dari sel hati ada dua, yaitu :
• Gejala Dini : bersifat samar dan tidak spesifik meliputi kelelahan, anoreksia,
dyspepsia, flatulen, perubahan kebiasaan defekasi (konstipasi atau diare), dan berat
badan sedikit berkurang. Mual muntah sering terjadi, nyeri tumpul atau perasaan
berat pada epigastrium atau kuadran kanan atas. Pada sebagian besar kasus hati
menjadi keras, dan mudah teraba tanpa memandang hati membesar atau atrofi.
• Gejala Lanjutan : terjadi akibat 2 tipe gangguan fisiologis, yaitu gagal sel hati dan
hipertensi portal. Manifestasi gagal sel hati adalah ikterus, edema perifer,
kecendrungan perdarahan, eritema Palmaris (telapak tangan merah), angioma laba-
laba, fetor hepatikum, dan enselopati hepatic. Sedangkam manifestasi dari hipertensi
portal adalah splenimegali, varises esophagus dan lambung, serta manifestasi
sirkulasi kolateral laininnya.Asites dapat dianggap sebagai manifestasi dari gagal sel
hati dan hipertensi portal.
Manifestasi gagal sel hati (heparoseluler) ikterus terjadi 60% pada pederita sirosisdan
biasanya minimal. Penderita dapat menjadi ikterus selama fase dekompensasi disertai
gangguan reversible fungsi hati. Misalnya, penderita sirosis dapat menjadi ikterus setelah
meminum minuman beralkohol. Gangguan endokrin sering terjadi pada penderita sirosis.
eritema Palmaris (telapak tangan merah), angioma laba-laba se04anya disebabkan karena
kelebihan estrogen dalam sirkulasi, Gangguan hematologi adalah kecenderungan perdarahan,
anemia, leucopenia, dan trombositopenia. Penderita sering mengalami perdarahan hidung,
gusi, menstruasi berat dan mudah memar. Edema perifer umumya terjadi seelaj asites. Fator
hepatikum adalah bau apek manis yang terdeteksi dari napas penderita (terutama pada koma
hepatikum) berasal dari ketidakmampuan hati dalam memetabolisme metionin.Enselopati
hepatikum adalah gangguan neurologi tersering pada sirosis hati terjadi akibat kelainan
ammonia dan peningkatan kepekaan otak terhadap racun.
~5~
Manifestasi hipertensi portal Hipertensi portal didefinisikan sebagi peningkatan tekanan
vena porta yang menetap di atas nilai
normal
yaitu 6-12 cm H2O (Sylvia, Loraine 2006).
Vena porta membawa sekitar 1500 mL /
menit darah dari usus besar dan kecil,
limpa, dan lambung ke hati
(Medscape,2009). Tanpa memandang
penyakit dasarnya, mekanisme primer
penyebab hipertensi portal adalah
peningkatan resistensi terhadap aliran darah
melalui hati, akibat penyempitan vena
hepatika oleh karena fibrosis hati,
regenerasi noduler, dan kematian sel dalam
hepar mengakibatkan peningkatan tekanan vena porta kemudian terbentuknya berbagai
kolateral submukosa esopagus dan rektum serta pada dinding abdomen anterior untuk
mengalihkan darah dari sirkulasi splenik menjauhi hepar. Dengan meningkatnya teklanan
dalam vena ini, maka vena menjadi mengembang dan membesar (dilatasi) oleh darah
(disebut varises) seperti varises esofagus, varises lambung, pelebaran vena-vena dinding
perut.
~6~
E. Patofisiologi
Perubahan pertama pada hati yang ditimbulkan alcohol adalah akumulasi lemak secara
bertahap didalam sel-sel hati (infiltrasi lemak). Akumulasi lemak mencerminkan adanya
sejumlah gangguan metabolic yang mencakup pembentukkan trigliserida secara berlebihan,
menurunnya keluaran trigliserida dari hati dan menurunnya oksidasi lemak. Kemudian hati
terbentuk jaringan luka sebagai respon terhadap kerusakan beruntun pada sel hati. Perlukaan
itu disebut fibrosis, yang mengganggu aliran darah dan menghambat kerja hati dalam
menjalankan fungsi kekebalan tubuh, pencernaan, mencegah pembekuan darah, dan
memproses alkohol serta racun lain ( detoksifikasi racun), lalu terjadilah sirosis hati dimana
terjadi pembesaran hati dan hati menjadi mengeras. Sirosis hati dibedakan menjadi 3, yaitu :
1. Sirosis Laenec sirosis alkoholik, portal dan sirosis gizi. Merupakan ciri khusus
sirosis yang disebabkan oleh penyalahgunaan alcohol.
~7~
2. Sirosis Pascanekrotik terjadi setelah nekrosis bercak pada jaringan hati akibat
intoksikasi yang pernah diketahui sebelumnya, yaitu dengan bahan kimia industry, racun,
ataupun obat-obatan seperti fosfat, kontrasepsi oral, metildoropa, arsenic, dan karbin
tetraklorida.
3. Sirosis biliaris Kerusakan sel hati yang di mulai sekitar duktus biliaris akan
menimbulkan pola sirosis yang dikenal dengan nama sirosis biliaris. Penyebab tersering
sirosis biliaris adalah obstruksi biliaris pasca hepatic. Stasis empedu menyebabkan
penumpukan empedu didalam massa hati dan kerusakan sel-sel hati. Terbentuk lembar-
lembaran fibrosa ditepi lobules, namun jarang meemotong lobulus. Hati membesar, keras,
bergranula halus, dan berwarna kehijauan, ikterus selalu menjadi awal dan utama dari
sindrom ini.
Menyebabkan 2 manifestasi utama yaitu gagal sel hati hipertensi portal.
F. Patoflow
Akumulasi
alcohol bertahu-
Terbentuk
penimbunan lemak
dalam sel hati
secara bertahap
~8~
mengganggu aliran menghambat kerja hati dalam
darah menjalankan fungsi kekebalan tubuh,
pencernaan, mencegah pembekuan
darah, dan memproses alkohol serta
racun lain ( detoksifikasi racun)
G. Komplikasi
Perdarahan gastrointestinal
Hipertensi portal menimbulkan varises oesopagus, dimana suatu saat akan pecah
sehingga timbul perdarahan yang masih.
Koma Hepatikum.
Ulkus Peptikum
Karsinoma hepatosellural
Kemungkinan timbul karena adanya hiperflasia noduler yang akanr berubah menjadi
adenomata multiple dan akhirnya menjadi karsinoma yang multiple.
Infeksi, Misalnya : peritonisis, pnemonia, bronchopneumonia, tbc paru,
Glomerulonephritis kronis, pielonephritis, sistitis, peritonitis, endokarditis, srisipelas,
septikema
Penyebab kematian
H. Pengobatan
Pengobatan sirosis hati biasanya tidak memuaskan. Tidak ada agen farmakologi yang dapat
menghentikan atau memperbaiki proses fibrosis. Terapai terutama ditunjukkan pada
~9~
penyebabnya lalu mengatasi komplikasi (perdarahan saluran cerna, asites, dan enselopati
hepatic)
BAB II
PEMBAHASAN
~ 10 ~
Perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA) merupakan salah satu kegawat daruratan
yang banyak ditemukan di rumah sakit seluruh dunia. Perdarahan saluran cerna bagian atas
merupakan salahsatu indikasi perawatan di rumah sakit dan banyak menimbulkan kematian
bila tidak ditangani dengan baik. Saluran cerna bagian atas (SCBA) meliputi esofagus,
gaster,duodenum, jejunum proksimal diatas ligamentum Treitz. Penatalaksanaan perdarahan
SCBA ini sangat tergantung dari penyebab perdarahan dan fasilitas yang ada di rumah sakit.
~ 11 ~
angka kematian pada perdarahan varises esophagus tergantung dari beberapa faktor, antara
lain :
- Sifat dan lamanya perdarahan telah berlangsung.
- Beratnya penyakit sirosis hati yang mendasarinya.
- Tersedia tidaknya sarana diagnostik dan terapi di rumah
Hematemesis adalah muntah darah dan melena adalah buang air besar berdarah seperti
aspal, umumnya disebabkan perdarahan saluran makan bagian atas (SMBA) mulai dari
esofagus sampai duodenum. Penyehab-penyebab dari perdarahan saluran makan bagian atas
antara lain :
- Kelainan pada esofagus: varises, esofagitis, ulkus, sindroma Mallory-Weiss, keganasan.
- Kelainan pada lambung dan doudenum: gastritis hemoragik, ulkus peptikum ventrikuli dan
duodeni, keganasan, polip.
- Penyakit darah: leukemia, DIC, trombositopeni.
- Penyakit sistemik: uremia.
B. Etiologi
C. Manifestasi Klinis
~ 12 ~
• Tingkat I
Varises esofagus dengan diameter 1--2 mm terdapat pada lapisan submukosa, boleh
dikata penonjolan ke dalam lumen sukar dilihat. Hanya dapat dilihat setelah
dilakukan kompresi.
•
•
• Tingkat II
Varises esofagus dengan diameter 2 -- 3 mm masih di submukosa, mulai terlihat
penonjolan di mukosa tanpa kompresi.
• Tingkat III
Varises esofagus dengan diameter 3 -- 4 mm, panjang dan sudah terlihat berkelok-
kelok, terlihat penonjolan sebagian dengan jelas pada mukosa.
• Tingkat IV
Varises esofagus dengan diameter 3 -- 4 mm terlihat panjang dan berkelok-kelok.
Sebagian besar varises terlihat pada mukosa esofagus.
• Tingkat V
Varises esofagus dengan diameter lebih dari 5 mm, jelas sebagian besar atau seluruh
esofagus terlihat penonjolan atau berkelok-kelok
E. Patofisiologi
Pada gagal hepar sirosis kronis, kematian sel dalam hepar mengakibatkan peningkatan
tekanan vena porta. Sebagai akibatnya terbentuk saluran kolateral dalam submukosa
esopagus dan rektum serta pada dinding abdomen anterior untuk mengalihkan darah
menjauhi hepar. Dengan meningkatnya tekanan dalam vena ini, maka vena menjadi
mengembang dan membesar (dilatasi) oleh darah disebut varises. Varises dapat pecah,
mengakibatkan perdarahan gastrointestinal masif. Selanjutnya dapat mengakibatkan
kehilangan darah tiba-tiba, penurunan arus balik vena ke jantung, dan penurunan curah
jantung. Jika perdarahan menjadi berlebihan, maka akan mengakibatkan penurunan perfusi
jaringan. Dalam berespon terhadap penurunan curah jantung, tubuh melakukan mekanisme
kompensasi untuk mencoba mempertahankan perfusi. Mekanisme ini merangsang tanda-
~ 13 ~
tanda dan gejala-gejala utama yang terlihat pada saat pengkajian awal. Jika volume darah
tidak digantikan , penurunan perfusi jaringan mengakibatkan disfungsi seluler. Sel-sel akan
berubah menjadi metabolsime anaerobi, dan terbentuk asam laktat. Penurunan aliran darah
akan memberikan efek pada seluruh sistem tubuh, dan tanpa suplai oksigen yang mencukupi
sistem tersebut akan mengalami kegagalan.
F. Patoflow
gagal hepar sirosis kronis
peningkatan tekanan
vena porta
~ 14 ~
varises esofagus, varises lambung,
pelebaran vena-vena dinding perut.
Syok penurunan
hipovolemik perfusi jaringan
disfungsi seluler
Mengalami kegagalan
organ
Kematian
~ 15 ~
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium:
2. Pemeriksaan Radiologis
• Dilakukan dengan pemeriksaan esopagogram untuk daerah esopagus dan double contrast
untuk lambung dan duodenum.
• Pemeriksaan tsb dilakukan pada berbagai posisi terutama pada 1/3 distal esopagus, kardia
dan fundus lambung untuk mencari ada tidaknya varises, sedini mungkin setelah
hematemisis berhenti.
3. Pemeriksaan Endoskopi
H. Penatalaksanaan
~ 16 ~
1. Penatalaksanaan kolaboratif
2. Penatalaksanaan umum/suportif
3. Penatalaksanaan khusus
4. Penatalaksanaan definitif
5. Penatalaksanaan bedah
1. Penatalaksanaan kolaboratif
Intervensi awal mencakup 4 langkah: (a) kaji keparahan perdarahan, (b) gantikan cairan
dan produk darah untuk mnengatasi shock, (c) tegakan diagnosa penyebab perdarahan
dan (d) rencanakan danlaksanakan perawatan definitif.
~ 17 ~
esofagogastro-uoenoskopi. Anamnesis dilakukan bila hemodinamik pasien telah stabil
dan memungkinkan, sehingga tidak mengganggu pengobatan emergensi yang harus
dilakukan
• Pemasangan selang nasogastrik utuk mengkaji tingkat perdarahan (tetapi
kontroversial)
• Pemeriksaan barium (double contrast untuk lambung dan duodenum). Pemeriksaan tsb
dilakukan pada berbagai posisi terutama pada 1/3 distal esopagus, kardia dan fundus
lambung untuk mencari ada tidaknya varises, sedini mungkin setelah hematemisis
berhenti.
• Pemeriksaan laboratorium yang dianjurkan yaitu pemeriksaan darah rutin berupa
hemoglobin, hematokrit, leukosit, trombosit, pemeriksaan hemostasis lengkap untuk
mengetahui adanya kelainan hemostasis, pemeriksaan fungsi hati untuk menunjang
adanya sirosis hati, pemeriksaan fungsi ginjal untuk menyingkirkan adanya penyakit
gagal ginjal kronis, pemeriksaan adanya infeksi Helicobacter pylori dan lain-lain.
• Untuk memonitor perdarahan dapat dilakukan pemeriksaan hemoglobin, hematokrit
trombosit secara berkala tiap 6 jam dan memasang selang nasogastrik dengan
pembilasan tiap 6 jam.
Penatalaksanaan ini memperbaiki keadaan umum dan tanda vital. Yang paling
penting pada pasien perdarahan SCBA adalah memberikan resusitasi pada waktu
pertama kali datang ke rumah sakit. Kita harus secepatnya memasang infus untuk
pemberian cairan kristaloid (seperti NaCL 0.9% dan lainnya) ataupun koloid (plasma
expander) sambil menunggu darah dengan/tanpa komponen darah lainnya bila
diperlukan. Selang nasogastrik perlu dipasang untuk memonitor apakah perdarahan
memang berasal dari SCBA dan apakah masih aktif berdarah atau tidak dengan
melakukan bilasan lambung tiap 6 jam sampai jernih.
~ 18 ~
(DIC) dan lainnya, harus dilakukan pemeriksaan pembekuan darah seperti masa
perdarahan, masa pembekuan, masa protrombin, APTT, masa trombin, Burr Cell, D
dimmer dan lainnya. Bila terdapat kelainan pembekuan darah harus diobati sesuai
kelainannya. Pada penderita dengan hipertensi portal dimana perdarahan disebabkan
pecahnya varises esofagus dapat diberikan obat somatostatin atau oktreotide. Pada
perdarahan non varises yang masif, dapat juga diberikan somatostatin atau oktroetide
tetapi jangka pendek 1-2 hari saja. Pada prinsipnya, urutan penatalaksanaan perdarahan
SCBA dapat mengikuti anjuran algoritme penatalaksanaan dari Konsensus Nasional
Indonesia atau Palmer atau Triadapafilopoulos.
3. Penatalaksanaan khusus
Bila pengobatan konservatif, hemostatik endoskopik gagal atau kelainan berasal dari
usus halus dimana skop tak dapat masuk dapat dilakukan terapi embolisasi arteri yang
memperdarahi daerah ulkus. Terapi ini dilakukan oleh dokter spesialis radiologi
intervensional.
~ 19 ~
4. Perawatan Definitif
~ 20 ~
• Dilakukan bila dengan bilas lambung atau skleroterapi tidak menolong,
maka diberikan vasopresin (Pitresin) intravena.
• Obat ini menurunkan tekanan vena porta dan oleh karenanya menurunkan
aliran darah pada tempat perdarahan
• Dosis 0,2-0,6 unit permenit. Karena vasokontsriktor maka harus
diinfuskan melalui aliran pusat.
• Hati-hati karena dapat terjadi hipersensitif
• Mempengaruhi output urine karena sifat antidiuretiknya.
~ 21 ~
atas karena varises esophagus. Tube Sangstaken-Blakemore mengandung 3 lumen:
(1) balon gastrik yang dapat diinflasikan dengan 100-200 mL udara
5. Penatalaksanaan bedah/operatif
~ 22 ~
merupakan indikasi pembedahan. Biasanya pembedahan dilakukan bila pasien masuk
dalam :
Pengertian gawat I adalah bila perdarahan SCBA dalam 8 jam pertama membutuhkan
darah untuk transfusi sebanyak 2 liter, sedangkan gawat II adalah bila dalam 24 jam
pertama setelah gawat I pasien masih membutuhkan darah untuk transfusi sebanyak 2
liter.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Anamnesis
b. Pemeriksaan Fisik:
• Keadaan umum
• Kesadaran
• Nadi, tekanan darah
~ 23 ~
• Tanda-tanda anemia
• Gejala hipovolemia
• Tanda-tanda hipertensi portal dan sirosis hati: spider nevi, ginekomasti, eritema
palmaris, capit medusae, adanya kolateral, asites, hepatosplenomegali dan edema
tungkai.
2. Masalah Keperawatan
Analisa Data
DO :
• Tn. L riwayat
peminum alcohol dan
terkena hepatitis B sejak
10 tahun yang lalu.
Keadaan umum lemah,
CM-apatis
• TD 70/50 mmHg, N
130x/menit, lemah
volume tak kuat, P
25x/menit, konjungtiva
~ 24 ~
anemis, sclera ikteris,
dan kulit tampak pucat.
• Tn. L riwayat
peminum alcohol dan
terkena hepatitis B sejak
10 tahun yang lalu.
Keadaan umum lemah,
CM-apatis
• TD 70/50 mmHg, N
130x/menit, lemah
volume tak kuat, P
25x/menit, konjungtiva
anemis, sclera ikteris,
dan kulit tampak pucat
~ 25 ~
2) Penurunan curah jantung berhubungan dengan perdarahan gastrointestinal masif
4. Intervensi Keperawatan
Dx 1 :
Tujuan :
Kriteria hasil :
Intervensi Rasional
• Pantau tanda-tanda vital setiap jam
• Pantau nilai-nilai hemodinamik
• Ukur output urine tiap jam
• Ukur I dan O dan kaji keseimbangan
• Berikan cairan pengganti dan produk
darah sesuai instruksi. Pantau adanya
reaksi yang merugikan terhadap
komponen terapi.
• Tirang baring total, baringkan pasien
terlentang dg kaki ditinggikan untuk
meningkatkan preload jika pasien
mengalami hipotensi. Jika terjadi
normotensi tempatkan tinggi bagian
kepala tempat tidur pada 45 derajat untuk
~ 26 ~
mencegah aspirasi isi lambung.
• Pantau Hb dan Ht
• Pantau elektrolit
• Periksa feses terhadap darah untuk 72
jam setelah masa akut.
Dx 2:
Tujuan :
Kriteria hasil :
Intervensi Rasional
~ 27 ~
DAFTAR PUSTAKA
Brunner, Suddarth. 2006. Keperawatan Medikal Bedah, volume 2. Jakarta. Penerbit Buku
Kedokteran; EGC
Wilson, lorraine. (2006). Patofisiolofi volume 1, Edisi 6. Jakarta. Penerbit buku EGC
http://library.usu.ac.id/download/fk/penydalam-srimaryani5.pdfsSIROSIS HATI
Penelitian: Hubungan Antara Varises Esofagus dan Gambaran Klinik Penderita Sirosis Hati
oleh Dr. Sjamsu Tabrich Aplatun, Dr. HAM Akil *, Dr. Achmad Rifai Amirudin
~ 28 ~
Hematemesis dan Melena, Dr.Oey Tjeng Sien.Cermin Dunia Kedokteran no. 40 1985
~ 29 ~