You are on page 1of 29

KASUS 1

Tn. L masuk ke ICU dengan keluhan mutah darah segar kurang lebih 250 cc, riwayat peminum
alcohol dan terkena hepatitis B sejak 10 tahun yang lalu. Keadaan umum lemah, CM-apatis, TD
70/50 mmHg, N 130x/menit, lemah volume tak kuat, P 25x/menit, konjungtiva anemis, sclera
ikteris, dan kulit tampak pucat.

Tugas :

1. Identifikasi pasien mengalami gangguan pada apa dan gambarkan patofisiologinya?

2. Jelaskan alasan pasien masuk ICU?

3. Sebutkan gejala-gejala klinis dan diagnostic terkait dengan jawaban pertanyaan!

4. Sebutkan persiapan-persiapan yang harus dilakukan sebelum dilakukan pemeriksaan


diagnostic!

5. Sebutkan obat-obatan dan tindakan-tindakan yang harus dilakukan oleh tim medis dan
persiapan-persiapannya!

6. Buatlah asuhan keperawatan di ICU dengan jelas!

DS :

• Tn. L mengeluh muntah darah segar kurang lebih 250 cc

DO :

• Riwayat peminum alcohol

• Riwayat mnderita hepatitis sejak 10 tahun yang lalu

• Keadaan umum lemah

• Kesadaran CM-apatis

~1~
• TD 70/50 mmHg

• N 130x/menit, lemah volume tak kuat

• P 25x/menit, konjungtiva anemis, sclera ikteris, dan kulit tampak pucat.

Diagnosis medis dari data di atas adalah varises esophagus (perdarahan saluran cerna
bagian atas (SCBA))

BAB I

Pendahuluan

A. Pengertian Sirosis

Istilah Sirosis hati


diberikan oleh Laence
tahun 1819, yang
berasal dari kata
Khirros yang berarti
kuning orange (orange
yellow), karena
perubahan warna pada
nodul-nodul yang
terbentuk.Pengertian
sirosis hati dapat
dikatakan sebagai
berikut yaitu suatu
keadaan disorganisassi yang difuse dari struktur hati yang normal akibat nodul regeneratif
yang dikelilingi jaringan mengalami fibrosis. Secara lengkap Sirosis hati adalah suatu
penyakit dimana sirkulasi mikro, anatomi pembuluh darah besar dan seluruh sitem arsitektur
hati mengalami perubahan menjadi tidak teratur dan terjadi penambahan jaringan ikat
(fibrosis) disekitar parenkim hati yang mengalami regenerasi. (FK-USU,IPD, Sutardi, 2003)

~2~
B. Etiologi
1. Virus hepatitis (B,C,dan D)
2. Alkohol
3. Kelainan metabolic :
o Hemakhomatosis (kelebihan beban besi)
o Penyakit Wilson (kelebihan beban tembaga)
o Defisiensi Alphal-antitripsin
o Glikonosis type-IV
o Galaktosemia
o Tirosinemia

C. Klasifikasi
Ada 3 jenis sirosis hati (Patofisiologi, volume 1), yaitu :
1. Sirosis Laenec
Disebut juga sirosis alkoholik, portal dan sirosis gizi. Merupakan cirri khusus sirosis yang
disebabkan oleh penyalahgunaan alcohol. Mekanisme terjadinya adalah, terjadinya
akumulasi lemak secara bertahap di dalam hati, akumulasi lemak inilah yang
mencerminkan adanya sejumlah gangguan metabolic yang mencakup pembentukan
trigliserida yang berlebihan, menurunya jumlah keluaran trigliserida dari hati, dan
menurunya oksidasi lemak. Penyebab utama kerusakan kerusakan hati tampaknya
merupakan efek langsung alcohol pada sel hati, yang meningkat pada malnutrisi. Pasien
dapat mengalami beberapa defisiensi nutrisi termasuk thiamin, asam folat, piridoksin,
niasin, asam askorbat dan vitamin A. Pengeroposan tulang sering terjadi akibat asupan
kalsium menurun dan gangguan metabolism. Asupan vitamin K, besi dan seng, juga
cnderung menurun pada pasien ini. Defisiensi kalori-protein juga sering terjadi,.

Degenerasi lemak tak berkomplikasi pada hati seperti yang terlihat pada alkoholismedini
bersifat reversible bila berhenti minum alcohol. secara makroskopis hati membesar,
rapuh, tampak berlemak, dan mengalami gangguan fungsional akibat akmengkonsumsi
alcohol, maka akan memacu seluruh proses seluruh proses ah akan terbentuk jaringan

~3~
parut. Sebagian pakar yakin bahwa lesi kritis dalam sperkembangan sirosis hati adalah
alcoholik. Hepatitis alcohol ditandai secara histologistoleh nekrosis hepatoselular,sel
balon, dan infiltrasi, leukoit polimorfonukluear ( PMN) di di ihati. Akan tetapi, tidak
semua pendegenerita lesi hepatitis alkoholik akan berkembang menjadi sirosis hati.

Hati tampak terdiri dari sarang-sarang sel degenerasi yang dikemas padat dalam kapsula
fibrosa yang tebal. Pada keadaan ini sirosis disebut sirosis nodular. Hati akan menciut
keras , dan hampir tidak memiliki parenkim normal pada stadium akhir sirosis ,yang
menyebabkan hipertensi portal dan gagal ginjal. Pederita ini sering beresiko menderita
karsinoma sel hati primer.( hepatoselular)

2. Sirosis Pascanekrotik

Sekitar 25 hingga 75% kasus ini memiliki riwayat hepatitis virus sebelumnya. Ciri khas
sirosis pascanekroik adalah bahwa sirosis ini adalah faktor predisposisi timbulnya
karsinoma hepato selular. Risiko ini meningkatkan hampir sepuluh kali lipat pada pasien
karier dibandingkan dengan pada pasien bukan karier. (Hildt, 1998)

3. Sirosis Biliaris

Kerusakan sel hati yang di mulai sekitar duktus biliaris akan menimbulkan pola sirosis
yang dikenal dengan nama sirosis biliaris. Penyebab tersering sirosis biliaris adalah
obstruksi biliaris pasca hepatic. Stasis empedu menyebabkan penumpukan empedu
didalam massa hati dan kerusakan sel-sel hati. Terbentuk lembar-lembaran fibrosa ditepi
lobules, namun jarang meemotong lobulus. Hati membesar, keras, bergranula halus, dan
berwarna kehijauan, ikterus selalu menjadi awal dan utama dari sindrom ini.

D. Gambaran Klinis

Gambaran klinis dan komplikasi sirosis hati umumnya sama untuk semua tipe tanpa
memandang penyebabnya, meskipun beberapa tipe sirosis mungkin memiliki gambaran

~4~
klinis tersendiri. Sirosis hati bersifat laten selama bertahun-tahun dan perubahan patologis
yang terjadi berkembang lambat hingga akhirnya gejala yang timbul menyadarkan akan
adanya kondisi ini. Gambaran klinis dari sel hati ada dua, yaitu :

• Gejala Dini : bersifat samar dan tidak spesifik meliputi kelelahan, anoreksia,
dyspepsia, flatulen, perubahan kebiasaan defekasi (konstipasi atau diare), dan berat
badan sedikit berkurang. Mual muntah sering terjadi, nyeri tumpul atau perasaan
berat pada epigastrium atau kuadran kanan atas. Pada sebagian besar kasus hati
menjadi keras, dan mudah teraba tanpa memandang hati membesar atau atrofi.

• Gejala Lanjutan : terjadi akibat 2 tipe gangguan fisiologis, yaitu gagal sel hati dan
hipertensi portal. Manifestasi gagal sel hati adalah ikterus, edema perifer,
kecendrungan perdarahan, eritema Palmaris (telapak tangan merah), angioma laba-
laba, fetor hepatikum, dan enselopati hepatic. Sedangkam manifestasi dari hipertensi
portal adalah splenimegali, varises esophagus dan lambung, serta manifestasi
sirkulasi kolateral laininnya.Asites dapat dianggap sebagai manifestasi dari gagal sel
hati dan hipertensi portal.

Manifestasi gagal sel hati (heparoseluler) ikterus terjadi 60% pada pederita sirosisdan
biasanya minimal. Penderita dapat menjadi ikterus selama fase dekompensasi disertai
gangguan reversible fungsi hati. Misalnya, penderita sirosis dapat menjadi ikterus setelah
meminum minuman beralkohol. Gangguan endokrin sering terjadi pada penderita sirosis.
eritema Palmaris (telapak tangan merah), angioma laba-laba se04anya disebabkan karena
kelebihan estrogen dalam sirkulasi, Gangguan hematologi adalah kecenderungan perdarahan,
anemia, leucopenia, dan trombositopenia. Penderita sering mengalami perdarahan hidung,
gusi, menstruasi berat dan mudah memar. Edema perifer umumya terjadi seelaj asites. Fator
hepatikum adalah bau apek manis yang terdeteksi dari napas penderita (terutama pada koma
hepatikum) berasal dari ketidakmampuan hati dalam memetabolisme metionin.Enselopati
hepatikum adalah gangguan neurologi tersering pada sirosis hati terjadi akibat kelainan
ammonia dan peningkatan kepekaan otak terhadap racun.

~5~
Manifestasi hipertensi portal Hipertensi portal didefinisikan sebagi peningkatan tekanan
vena porta yang menetap di atas nilai
normal
yaitu 6-12 cm H2O (Sylvia, Loraine 2006).
Vena porta membawa sekitar 1500 mL /
menit darah dari usus besar dan kecil,
limpa, dan lambung ke hati
(Medscape,2009). Tanpa memandang
penyakit dasarnya, mekanisme primer
penyebab hipertensi portal adalah
peningkatan resistensi terhadap aliran darah
melalui hati, akibat penyempitan vena
hepatika oleh karena fibrosis hati,
regenerasi noduler, dan kematian sel dalam
hepar mengakibatkan peningkatan tekanan vena porta kemudian terbentuknya berbagai
kolateral submukosa esopagus dan rektum serta pada dinding abdomen anterior untuk
mengalihkan darah dari sirkulasi splenik menjauhi hepar. Dengan meningkatnya teklanan
dalam vena ini, maka vena menjadi mengembang dan membesar (dilatasi) oleh darah
(disebut varises) seperti varises esofagus, varises lambung, pelebaran vena-vena dinding
perut.

~6~
E. Patofisiologi

Perubahan pertama pada hati yang ditimbulkan alcohol adalah akumulasi lemak secara
bertahap didalam sel-sel hati (infiltrasi lemak). Akumulasi lemak mencerminkan adanya
sejumlah gangguan metabolic yang mencakup pembentukkan trigliserida secara berlebihan,
menurunnya keluaran trigliserida dari hati dan menurunnya oksidasi lemak. Kemudian hati
terbentuk jaringan luka sebagai respon terhadap kerusakan beruntun pada sel hati. Perlukaan
itu disebut fibrosis, yang mengganggu aliran darah dan menghambat kerja hati dalam
menjalankan fungsi kekebalan tubuh, pencernaan, mencegah pembekuan darah, dan
memproses alkohol serta racun lain ( detoksifikasi racun), lalu terjadilah sirosis hati dimana
terjadi pembesaran hati dan hati menjadi mengeras. Sirosis hati dibedakan menjadi 3, yaitu :
1. Sirosis Laenec sirosis alkoholik, portal dan sirosis gizi. Merupakan ciri khusus
sirosis yang disebabkan oleh penyalahgunaan alcohol.

~7~
2. Sirosis Pascanekrotik terjadi setelah nekrosis bercak pada jaringan hati akibat
intoksikasi yang pernah diketahui sebelumnya, yaitu dengan bahan kimia industry, racun,
ataupun obat-obatan seperti fosfat, kontrasepsi oral, metildoropa, arsenic, dan karbin
tetraklorida.
3. Sirosis biliaris Kerusakan sel hati yang di mulai sekitar duktus biliaris akan
menimbulkan pola sirosis yang dikenal dengan nama sirosis biliaris. Penyebab tersering
sirosis biliaris adalah obstruksi biliaris pasca hepatic. Stasis empedu menyebabkan
penumpukan empedu didalam massa hati dan kerusakan sel-sel hati. Terbentuk lembar-
lembaran fibrosa ditepi lobules, namun jarang meemotong lobulus. Hati membesar, keras,
bergranula halus, dan berwarna kehijauan, ikterus selalu menjadi awal dan utama dari
sindrom ini.
Menyebabkan 2 manifestasi utama yaitu gagal sel hati hipertensi portal.

F. Patoflow

Akumulasi
alcohol bertahu-

Terbentuk
penimbunan lemak
dalam sel hati
secara bertahap

gangguan metabolic yang mencakup pembentukkan


trigliserida secara berlebihan, menurunnya keluaran
trigliserida dari hati dan menurunnya oksidasi lemak

Terbentuk jaringan luka (kerusakan


beruntun pada sel hati). Perlukaan itu
disebut fibrosis, regenerasi noduler,
dan kematian sel

~8~
mengganggu aliran menghambat kerja hati dalam
darah menjalankan fungsi kekebalan tubuh,
pencernaan, mencegah pembekuan
darah, dan memproses alkohol serta
racun lain ( detoksifikasi racun)

Sirosis hati (Sirosis


Laenec, Sirosis
Pascanekrotik, sirosis
Billiaris

Gagal sel hati Hipertensi portal

G. Komplikasi
 Perdarahan gastrointestinal
 Hipertensi portal menimbulkan varises oesopagus, dimana suatu saat akan pecah
sehingga timbul perdarahan yang masih.
 Koma Hepatikum.
 Ulkus Peptikum
 Karsinoma hepatosellural
 Kemungkinan timbul karena adanya hiperflasia noduler yang akanr berubah menjadi
adenomata multiple dan akhirnya menjadi karsinoma yang multiple.
 Infeksi, Misalnya : peritonisis, pnemonia, bronchopneumonia, tbc paru,
 Glomerulonephritis kronis, pielonephritis, sistitis, peritonitis, endokarditis, srisipelas,
septikema
 Penyebab kematian

H. Pengobatan
Pengobatan sirosis hati biasanya tidak memuaskan. Tidak ada agen farmakologi yang dapat
menghentikan atau memperbaiki proses fibrosis. Terapai terutama ditunjukkan pada

~9~
penyebabnya lalu mengatasi komplikasi (perdarahan saluran cerna, asites, dan enselopati
hepatic)

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Varises Esophagus (Perdarahan Cerna Saluran Atas)

~ 10 ~
Perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA) merupakan salah satu kegawat daruratan
yang banyak ditemukan di rumah sakit seluruh dunia. Perdarahan saluran cerna bagian atas
merupakan salahsatu indikasi perawatan di rumah sakit dan banyak menimbulkan kematian
bila tidak ditangani dengan baik. Saluran cerna bagian atas (SCBA) meliputi esofagus,
gaster,duodenum, jejunum proksimal diatas ligamentum Treitz. Penatalaksanaan perdarahan
SCBA ini sangat tergantung dari penyebab perdarahan dan fasilitas yang ada di rumah sakit.

Penyebab perdarahan SCBA di Indonesia berbeda dengan penyebab di negara-negara


barat. Di Indonesia penyebab perdarahan SCBA terbanyak adalah pecah varises esofagus
dengan rata-rata 40 - 55%, kemudian menyusul gastritis hemoragika dengan 20 - 25%. ulkus
peptikum dengan 15 - 20%, sisanya oleh keganasan, uremia dan sebagainya ( Cermin Dunia
Kedokteran, 1985), sedangkan di negara barat penyebab perdarahan SCBA terbanyak adalah
tukak peptik. Penyebab perdarahan SCBA sebenarnya terbagi atas pecah varises esofagus
dan non varises sepertai tukak peptik, gastritis erosif, tumor dan lain-lain (Musliadi, 2008)

Varises esophagus adalah pelebaran


pembuluh darah dalam yang ada di
dalam kerongkongan makan
(esophagus). Pelebaran ini dapat
terjadi dalam bentuk yang kecil
hingga besar, bahkan hingga
besarnya dapat pecah menimbulkan
perdarahan hebat. Perdarahan yang
terjadi dapat dimuntahkan dengan
warna hitam hingga merah segar
dan darah dapat mengalir ke bawah
(anus) sehingga timbul buang air
besar hitam (melena).
Umumnya perdarahan SCBA termasuk penyakit gawat darurat yang memerlukan tindakan
medik intensif yang segera di rumah-sakit/puskesmas karena angka kematiannya yang tinggi,
terutama pada perdarahan varises esofagus yang dahulu berkisar antara 40 - 85%. Tingginya

~ 11 ~
angka kematian pada perdarahan varises esophagus tergantung dari beberapa faktor, antara
lain :
- Sifat dan lamanya perdarahan telah berlangsung.
- Beratnya penyakit sirosis hati yang mendasarinya.
- Tersedia tidaknya sarana diagnostik dan terapi di rumah
Hematemesis adalah muntah darah dan melena adalah buang air besar berdarah seperti
aspal, umumnya disebabkan perdarahan saluran makan bagian atas (SMBA) mulai dari
esofagus sampai duodenum. Penyehab-penyebab dari perdarahan saluran makan bagian atas
antara lain :
- Kelainan pada esofagus: varises, esofagitis, ulkus, sindroma Mallory-Weiss, keganasan.
- Kelainan pada lambung dan doudenum: gastritis hemoragik, ulkus peptikum ventrikuli dan
duodeni, keganasan, polip.
- Penyakit darah: leukemia, DIC, trombositopeni.
- Penyakit sistemik: uremia.

B. Etiologi

• Kelainan esophagus: varises, esophagitis, keganasan


• Kelainan lambung dan duodenum: tukak lambung & duodenum, keganasan, dll
• Penyakit darah: leukemia, DIC, purpura trombositopenia, dll.
• Penyakit sistemik lainnya: uremia, dll
• Pemakaian obat yang ulserogenik: golongan salisilat, kortikosteroid, alkohol, dll

C. Manifestasi Klinis

Pasien datang dengan melena atau hematemesis. Tanda-tanda perdarahan kadang-kadang


adalah enselopati hepatic. Hipovolemia dan hipotensi dapat terjadi bergantung pada jumlah
dan kecepatan kehilangan darah.

D. Derajat Varises Esogafus

~ 12 ~
• Tingkat I
Varises esofagus dengan diameter 1--2 mm terdapat pada lapisan submukosa, boleh
dikata penonjolan ke dalam lumen sukar dilihat. Hanya dapat dilihat setelah
dilakukan kompresi.


• Tingkat II
Varises esofagus dengan diameter 2 -- 3 mm masih di submukosa, mulai terlihat
penonjolan di mukosa tanpa kompresi.
• Tingkat III
Varises esofagus dengan diameter 3 -- 4 mm, panjang dan sudah terlihat berkelok-
kelok, terlihat penonjolan sebagian dengan jelas pada mukosa.
• Tingkat IV
Varises esofagus dengan diameter 3 -- 4 mm terlihat panjang dan berkelok-kelok.
Sebagian besar varises terlihat pada mukosa esofagus.
• Tingkat V
Varises esofagus dengan diameter lebih dari 5 mm, jelas sebagian besar atau seluruh
esofagus terlihat penonjolan atau berkelok-kelok

E. Patofisiologi

Pada gagal hepar sirosis kronis, kematian sel dalam hepar mengakibatkan peningkatan
tekanan vena porta. Sebagai akibatnya terbentuk saluran kolateral dalam submukosa
esopagus dan rektum serta pada dinding abdomen anterior untuk mengalihkan darah
menjauhi hepar. Dengan meningkatnya tekanan dalam vena ini, maka vena menjadi
mengembang dan membesar (dilatasi) oleh darah disebut varises. Varises dapat pecah,
mengakibatkan perdarahan gastrointestinal masif. Selanjutnya dapat mengakibatkan
kehilangan darah tiba-tiba, penurunan arus balik vena ke jantung, dan penurunan curah
jantung. Jika perdarahan menjadi berlebihan, maka akan mengakibatkan penurunan perfusi
jaringan. Dalam berespon terhadap penurunan curah jantung, tubuh melakukan mekanisme
kompensasi untuk mencoba mempertahankan perfusi. Mekanisme ini merangsang tanda-

~ 13 ~
tanda dan gejala-gejala utama yang terlihat pada saat pengkajian awal. Jika volume darah
tidak digantikan , penurunan perfusi jaringan mengakibatkan disfungsi seluler. Sel-sel akan
berubah menjadi metabolsime anaerobi, dan terbentuk asam laktat. Penurunan aliran darah
akan memberikan efek pada seluruh sistem tubuh, dan tanpa suplai oksigen yang mencukupi
sistem tersebut akan mengalami kegagalan.

F. Patoflow
gagal hepar sirosis kronis

penyempitan vena hepatika oleh


karena fibrosis hati, regenerasi
noduler, dan kematian sel

Aliran darah yang menuju ke hati di ahlikan


menjauhi hati (peningkatan resistensi
terhadap aliran darah melalui hati)

terbentuk saluran kolateral dalam


submukosa esopagus dan rektum
serta pada dinding abdomen anterior

peningkatan tekanan
vena porta

vena menjadi mengembang dan


membesar (dilatasi) oleh darah

~ 14 ~
varises esofagus, varises lambung,
pelebaran vena-vena dinding perut.

kehilangan penurunan arus penurunan


darah tiba-tiba balik vena ke curah jantung
jantung

Syok penurunan
hipovolemik perfusi jaringan

disfungsi seluler

Mengalami kegagalan
organ

Kematian

~ 15 ~
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium:

• Hitung darah lengkap: penurunan Hb, Ht, peningkatan leukosit


• Elektrolit: penurunan kalium serum; peningkatan natrium, glukosa serum dan laktat.
• Profil hematologi: perpanjangan masa protrombin, tromboplastin
• Gas darah arteri: alkalosis respiratori, hipoksemia.

2. Pemeriksaan Radiologis

• Dilakukan dengan pemeriksaan esopagogram untuk daerah esopagus dan double contrast
untuk lambung dan duodenum.
• Pemeriksaan tsb dilakukan pada berbagai posisi terutama pada 1/3 distal esopagus, kardia
dan fundus lambung untuk mencari ada tidaknya varises, sedini mungkin setelah
hematemisis berhenti.

3. Pemeriksaan Endoskopi

• Untuk menentukan asal dan sumber perdarahan


• Keuntungan lain: dapat diambil foto, aspirasi cairan dan biopsi untuk pemeriksaan
sitopatologik
• Dilakukan sedini mungkin setelah hematemisis berhenti.
• Pemeriksaan esofagogastroduodenoskopi merupakan pemeriksaan penunjang yang paling
penting karena dapat memastikan diagnosis pecahnya varises esofagus atau penyebab
perdarahan lainnya dari esofagus, lambung dan duodenum. Penyebab perdarahan dapat
disebabkan oleh satu atau lebih penyebab, sehingga dengan diketahui pasti penyebabnya
maka penatalaksanaan dapat lebih optimal. Untuk rumah sakit-rumah sakit di daerah
yang belum memiliki fasilitas endoskopi saluran cerna dapat memakai modalitas lain
yaitu roentgen oesofagus-lambung-duodenum (OMD) walaupun tidak begitu sensitif.

H. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan perdarahan saluran cerna bagian atas dapat dibagi atas:

~ 16 ~
1. Penatalaksanaan kolaboratif

2. Penatalaksanaan umum/suportif

3. Penatalaksanaan khusus

4. Penatalaksanaan definitif

5. Penatalaksanaan bedah

1. Penatalaksanaan kolaboratif

Intervensi awal mencakup 4 langkah: (a) kaji keparahan perdarahan, (b) gantikan cairan
dan produk darah untuk mnengatasi shock, (c) tegakan diagnosa penyebab perdarahan
dan (d) rencanakan danlaksanakan perawatan definitif.

a. Resusitasi Cairan dan Produk Darah:

• Pasang akses intravena dengan kanul berdiameter besar


• Lakukan penggantian cairan intravena: RL atau Normal saline
• Kaji terus tanda-tanda vital saat cairan diganti
• Jika kehilangan cairan > 1500 ml membutuhkan penggantian darah selain cairan.
Untuk itu periksa gol darah dan cross-match
• Kadang digunakan obat vasoaktif sampai cairan seimbang untuk mempertahankan
tekanan darah dan perfusi organ vital, seperti: dopamin, epineprin dan norefineprin
untuk menstabilkan pasien sampai dilakukan perawatan definitif.

b. Mendiagnosa Penyebab Perdarahan

• Diagnosis penyebab perdarahan saluran cerna bagian atas di lakukan dengan


melakukan anamnesis yang teliti, pemeriksaan fisis yang baik dan teliti serta
pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan

~ 17 ~
esofagogastro-uoenoskopi. Anamnesis dilakukan bila hemodinamik pasien telah stabil
dan memungkinkan, sehingga tidak mengganggu pengobatan emergensi yang harus
dilakukan
• Pemasangan selang nasogastrik utuk mengkaji tingkat perdarahan (tetapi
kontroversial)
• Pemeriksaan barium (double contrast untuk lambung dan duodenum). Pemeriksaan tsb
dilakukan pada berbagai posisi terutama pada 1/3 distal esopagus, kardia dan fundus
lambung untuk mencari ada tidaknya varises, sedini mungkin setelah hematemisis
berhenti.
• Pemeriksaan laboratorium yang dianjurkan yaitu pemeriksaan darah rutin berupa
hemoglobin, hematokrit, leukosit, trombosit, pemeriksaan hemostasis lengkap untuk
mengetahui adanya kelainan hemostasis, pemeriksaan fungsi hati untuk menunjang
adanya sirosis hati, pemeriksaan fungsi ginjal untuk menyingkirkan adanya penyakit
gagal ginjal kronis, pemeriksaan adanya infeksi Helicobacter pylori dan lain-lain.
• Untuk memonitor perdarahan dapat dilakukan pemeriksaan hemoglobin, hematokrit
trombosit secara berkala tiap 6 jam dan memasang selang nasogastrik dengan
pembilasan tiap 6 jam.

2. Penatalaksanaan umum atau suportif

Penatalaksanaan ini memperbaiki keadaan umum dan tanda vital. Yang paling
penting pada pasien perdarahan SCBA adalah memberikan resusitasi pada waktu
pertama kali datang ke rumah sakit. Kita harus secepatnya memasang infus untuk
pemberian cairan kristaloid (seperti NaCL 0.9% dan lainnya) ataupun koloid (plasma
expander) sambil menunggu darah dengan/tanpa komponen darah lainnya bila
diperlukan. Selang nasogastrik perlu dipasang untuk memonitor apakah perdarahan
memang berasal dari SCBA dan apakah masih aktif berdarah atau tidak dengan
melakukan bilasan lambung tiap 6 jam sampai jernih.

Pasien harus diperiksa darah perifer (hemoglobin, hematokrit, leukosit dan


trombosit) tiap 6 jam untuk memonitor aktifitas perdarahan. Sebaiknya bila dicurigai
adanya kelainan pembekuan darah seperti Disseminated Intravascular Coagullation

~ 18 ~
(DIC) dan lainnya, harus dilakukan pemeriksaan pembekuan darah seperti masa
perdarahan, masa pembekuan, masa protrombin, APTT, masa trombin, Burr Cell, D
dimmer dan lainnya. Bila terdapat kelainan pembekuan darah harus diobati sesuai
kelainannya. Pada penderita dengan hipertensi portal dimana perdarahan disebabkan
pecahnya varises esofagus dapat diberikan obat somatostatin atau oktreotide. Pada
perdarahan non varises yang masif, dapat juga diberikan somatostatin atau oktroetide
tetapi jangka pendek 1-2 hari saja. Pada prinsipnya, urutan penatalaksanaan perdarahan
SCBA dapat mengikuti anjuran algoritme penatalaksanaan dari Konsensus Nasional
Indonesia atau Palmer atau Triadapafilopoulos.

Selain pengobatan pada pasien perdarahan perlu diperhatikan pemberian nutrisi


yang optimal sesegera mungkin bila pasien sudah tidak perlu dipuasakan lagi , dan
mengobati kelainan kejiwaan/psikis bila ada dan memberikan edukasi mengenai
penyakit pada pasien dan keluarga misal memberi tahu mengenai penyebab perdarahan
dan bagaimana cara-cara pencegahaan agar tidak mengalami perdarahan lagi.

3. Penatalaksanaan khusus

Penatalaksanaan khusus merupakan penatalaksanaan hemostatik perendoskopik atau


terapi embolisasi arteri.Terapi hemostatik perendoskopik yang diberikan pada pecah
varises esofagus yaitu :

• Tindakan skleroterapi varises perendoskopik (STE) dan ligasi varises


perendoskopik (LVE). Pada perdarahan karena kelainan non varises, dilakukan
suntikan adrenalin di sekitar tukak atau lesi dan dapat dilanjutkan dengan suntikan
etoksi-sklerol atau obat fibrinogen-trombin atau dilakukan terapi koagulasi listrik
atau koagulasi dengan heat probe atau terapi laser, atau koagulasi dengan bipolar
probe atau yang paling baik yaitu hemostatik dengan terapi metal clip.

Bila pengobatan konservatif, hemostatik endoskopik gagal atau kelainan berasal dari
usus halus dimana skop tak dapat masuk dapat dilakukan terapi embolisasi arteri yang
memperdarahi daerah ulkus. Terapi ini dilakukan oleh dokter spesialis radiologi
intervensional.

~ 19 ~
4. Perawatan Definitif

(1) Terapi Endoskofi

• Skleroterapi, menggunakan pensklerosis: natrium morrhuate atau natrium


tetradesil sulfat. Agen ini melukai endotel menyebabkan nekrosis dan akhirnya
mengakibatkan sklerosis pembuluh yang berdarah.
• Endoskopi tamponade termal mencakup probe pemanas, fotokoagulasi laser dan
elektrokoagulasi.

(2) Bilas Lambung

• Dilakukan selama periode perdarahan akut (kontroversial, karena mengganggu


mekanisme pembekuan normal. Sebagian lain meyakini lambung dapat membantu
membersihkan darah dalam lambung, membantu mendiagnosis penyebab
perdarahan selama endoskofi)
• Jika dinstruksikan bilas lambung maka 1000-2000 ml air atau normal salin steril
dalam suhu kamar dimasukan dengan menggunakan NGT. Kemudian dikeluarkan
kembali dengan spuit atau dipasang suction sampai sekresi lambung jernih.
• Bilas lambung pakai es tidak dianjurkan à mengakibatkan perdarahan
• Irigasi lambung dengan cairan normal saline levarterenol agar menimbulkan
vasokontriksi. Setelah diabsorbsi lambung obat dikirim melalui sistem vena porta
ke hepar dimana metabolisme terjadi, sehingga reaksi sistemik dapat dicegah.
Pengenceran biasanya menggunakan 2 ampul dalam 1000 ml larutan.
• Pasien berresiko mengalami apsirasi lambung karena pemasangan NGT dan
peningkatan tekanan intragastrik karena darah atau cairan yang digunakan untuk
membilas. Pemantauan distensi lambung dan membaringkan pasien dengan kepala
ditinggikan penting untuk mencegah refluk isi lambung. Bila posisi tersebut
kontraindikasi, maka diganti posisi dekubitus lateral kanan—memudahkan
mengalirnya isi lambung melewati pilorus.

(3) Pemberian Pitresin

~ 20 ~
• Dilakukan bila dengan bilas lambung atau skleroterapi tidak menolong,
maka diberikan vasopresin (Pitresin) intravena.
• Obat ini menurunkan tekanan vena porta dan oleh karenanya menurunkan
aliran darah pada tempat perdarahan
• Dosis 0,2-0,6 unit permenit. Karena vasokontsriktor maka harus
diinfuskan melalui aliran pusat.
• Hati-hati karena dapat terjadi hipersensitif
• Mempengaruhi output urine karena sifat antidiuretiknya.

(4) Mengurangi Asam Lambung

• Turunkan keasaman sekresi lambung, dengan obat histamin (H2)


antagonistik, contoh: simetidin (tagamet), ranitidin hidrokloride (zantac) dan
famotidin (pepcid)
• Dosis tunggal dapat menurunkan sekresi asam selama hampir 5 jam.
• Ranitidin iv: 50 mg dicairkan 50 ml D5W setiap 6 jam. Simetidin iv: 300
mg dicairkan dalam dosis intermiten 300 mg dicairkan dalam 50 mg D5W setiap
6 jam atau sebagai infus intravena kontinu 50 mg/jam. Hasil terbaik dicapai jika
pH lambung 4 dapat dipertahankan.
• Antasid juga biasanya diberikan

(5) Memperbaiki Status Hipokoagulasi

• Pemberian vitamin K dalam bentuk fitonadion (aquaMephyton) 10 mg im


atau iv dengan lambat untuk mengembalikan masa protrombin menjadi normal.
• Dapat pula diberikan plasma segar beku.

(6) Balon Tamponade

Terdapat bermacam balon tamponade antara lain Tube Sangstaken-Blakemore,


Minnesota, atau Linton-Nachlas. Alat ini untuk mengontrol perdaraghan GI bagian

~ 21 ~
atas karena varises esophagus. Tube Sangstaken-Blakemore mengandung 3 lumen:
(1) balon gastrik yang dapat diinflasikan dengan 100-200 mL udara

(2) balon esopagus yang dapat diinflasikan dengan 40 mm Hg (menggunakan


spigmomanometer) dan lumen

(3) untuk mengaspirasi isi lambung.

Tube Minnesota, mempunyai lumen tambahan dan mempunyai lubang untuk


menghisap sekresi paring. Sedangkan tube Linton-Nachlas terdiri hanya satu balon
gaster yang dapat diinflasikan dengan 500-600 mL udara. Terdapat beberapa
lubang/bagian yang terbuka baik pada bagian esophagus maupun lambung untuk
mengaspirasi sekresi dan darah.

• Tube/slenag Sangstaken-Blakemore setelah dipasang didalam lambung


dikembangkan dengan udara tidak lebih dari 50 ml
• Kemudian selang ditarik perlahan sampai balon lambung pas terkait pada kardia
lambung.
• Setelah dipastikan letaknya tepat (menggunakan pemeriksaan radiografi), balon
lambung dpat dikembangkan dengan 100-200 mL udara.
• Kemudian selang dibagian luar ditraksi dan difiksasi.
• Jika perdarahan berlanjut balon esopagus dapat dikembangkan dengan tekanan
250 40 mm Hg (menggunakan spigmomanometer) dan dipertahankan dalam 24-48
jam. Jika lebih lama depat menyebabkan edema, esopagitis, ulserasi atau perforasi
esopagus.
• Hal yang penting dilakukan saat menggunakan balon ini adalah observasi konstan
dan perawatan cermat, dengan mengidentifikasi ketiga ostium selang, diberi label
dengan tepat dan diperiksa kepatenannya sebelum dipasang.

5. Penatalaksanaan bedah/operatif

Penatalaksanaan bedah/operatif merupakan penatalaksanaan yang cukup penting bila


penatalaksanaan konservatif dan khusus gagal atau memang sudah ada komplikasi yang

~ 22 ~
merupakan indikasi pembedahan. Biasanya pembedahan dilakukan bila pasien masuk
dalam :

a. Keadaan gawat I sampai II

b. Komplikasi stenosis pilorus-duodenum, perforasi, tukak duodenum refrakter

Pengertian gawat I adalah bila perdarahan SCBA dalam 8 jam pertama membutuhkan
darah untuk transfusi sebanyak 2 liter, sedangkan gawat II adalah bila dalam 24 jam
pertama setelah gawat I pasien masih membutuhkan darah untuk transfusi sebanyak 2
liter.

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian

a. Anamnesis

• Riwayat penyakit dahulu: hepatitis, penyakit hati menahun, alkohlisme, penyakit


lambung, pemakaian obat-obat ulserogenik dan penyakit darah seperti leuikemia, dll.
• Pada perdarahan karena pecahnya varises esophgaus, tidak ditemukan keluhan
nyeri atau pedih di daerah epigastrium
• Tanda-gejala hematemesis timbul mendadak
• Tanyakan prakiraan jumlah darah: misalnya satu gelas, dua gelas atau lainnya.

b. Pemeriksaan Fisik:

• Keadaan umum
• Kesadaran
• Nadi, tekanan darah

~ 23 ~
• Tanda-tanda anemia
• Gejala hipovolemia
• Tanda-tanda hipertensi portal dan sirosis hati: spider nevi, ginekomasti, eritema
palmaris, capit medusae, adanya kolateral, asites, hepatosplenomegali dan edema
tungkai.

2. Masalah Keperawatan

• Defisit volume cairan


• Syok Hipovolemi
• Penurunan curah jantung
• Penurunan perfusi jaringan

Analisa Data

Data Masalah Etiologi


DS : Tn. L masuk ke ICU Defisit volume cairan kehilangan darah akut
dengan keluhan mutah darah
segar kurang lebih 250 cc

DO :

• Tn. L riwayat
peminum alcohol dan
terkena hepatitis B sejak
10 tahun yang lalu.
Keadaan umum lemah,
CM-apatis

• TD 70/50 mmHg, N
130x/menit, lemah
volume tak kuat, P
25x/menit, konjungtiva

~ 24 ~
anemis, sclera ikteris,
dan kulit tampak pucat.

DS : Tn. L masuk ke ICU


dengan keluhan mutah darah
Penurunan curah jantung Perdarahan gastrointestinal
segar kurang lebih 250 cc
masif
DO :

• Tn. L riwayat
peminum alcohol dan
terkena hepatitis B sejak
10 tahun yang lalu.
Keadaan umum lemah,
CM-apatis

• TD 70/50 mmHg, N
130x/menit, lemah
volume tak kuat, P
25x/menit, konjungtiva
anemis, sclera ikteris,
dan kulit tampak pucat

3. Diagnosa Keperawatan Prioritas

1) Defisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan darah akut

~ 25 ~
2) Penurunan curah jantung berhubungan dengan perdarahan gastrointestinal masif

4. Intervensi Keperawatan

Dx 1 :

1) Defisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan darah akut.

Tujuan :

Pasien akan tetap stabil secara hemodinamik

Kriteria hasil :

• Muntah darah berkurang


• Tanda-tanda vital dalam batas normal
• Pasien menunjukkan respon kesadaran yang baik

Intervensi Rasional
• Pantau tanda-tanda vital setiap jam
• Pantau nilai-nilai hemodinamik
• Ukur output urine tiap jam
• Ukur I dan O dan kaji keseimbangan
• Berikan cairan pengganti dan produk
darah sesuai instruksi. Pantau adanya
reaksi yang merugikan terhadap
komponen terapi.
• Tirang baring total, baringkan pasien
terlentang dg kaki ditinggikan untuk
meningkatkan preload jika pasien
mengalami hipotensi. Jika terjadi
normotensi tempatkan tinggi bagian
kepala tempat tidur pada 45 derajat untuk

~ 26 ~
mencegah aspirasi isi lambung.
• Pantau Hb dan Ht
• Pantau elektrolit
• Periksa feses terhadap darah untuk 72
jam setelah masa akut.

Dx 2:

Penurunan curah jantung berhubungan dengan perdarahan gastrointestinal masif

Tujuan :

Kriteria hasil :

Intervensi Rasional

~ 27 ~
DAFTAR PUSTAKA

Brunner, Suddarth. 2006. Keperawatan Medikal Bedah, volume 2. Jakarta. Penerbit Buku
Kedokteran; EGC

Sabiston. 1994. Buku Ajar Bedah Bagian 2. Jakarta : EGC.

Sjamsuhidarat, dkk. 1997. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta : EGC.

Wilson, lorraine. (2006). Patofisiolofi volume 1, Edisi 6. Jakarta. Penerbit buku EGC

http://library.usu.ac.id/download/fk/penydalam-srimaryani5.pdfsSIROSIS HATI

Penatalaksanaan Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas, Ns. Musliadi, Skep

Penelitian: Hubungan Antara Varises Esofagus dan Gambaran Klinik Penderita Sirosis Hati
oleh Dr. Sjamsu Tabrich Aplatun, Dr. HAM Akil *, Dr. Achmad Rifai Amirudin

Laboratorium Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Hasnuddin, Ujung


Pandang

~ 28 ~
Hematemesis dan Melena, Dr.Oey Tjeng Sien.Cermin Dunia Kedokteran no. 40 1985

www.medscape.com. Hypertensi Portal.

~ 29 ~

You might also like