Professional Documents
Culture Documents
DI DADAKU
ISLAM
MENYALA Oleh: Abay Abu Hamzah
2
***
untuk Yenni,
di tahun ke empat pernikahan kita.
banyak tawa yang kita lalui bersama
banyak jerih yang kita lewati berdua
padamu aku belajar banyak hal;
tentang diri, tentang pencipta, tentang
semesta,
tentang cinta, tentang surga
bersama,
kita akan terus merajut cinta
yang akan kita jaga
hingga kedua kaki kita
seutuhnya berpijak di surga
***
3
DAFTAR ISI
Persembahan
Seribu Salam
Daftar Isi
Pendahuluan: Di Dadaku Islam Menyala
Percik 4: Bersegera
• Benar dan Ikhlas
• Secepat Hanzalah
• Cerdas Beribadah
4
• Dongeng Umat Terbaik
• Belajar dari Abu Dzarr
• Menyempurnakan Ikhtiyar
Percik 8: Menang
• Semesta dalam Teduh
• Akhir Cerita Kita
Tentang Penulis
5
SISTEMATIKA BUKU
Percik 4: Bersegera
Benar dan Ikhlas
Secepat Hanzalah
Cerdas Beribadah
6
Belajar dari Abu Dzarr
Menyempurnakan Ikhtiyar
Percik 8: Menang
Semesta dalam Teduh
Akhir Cerita Kita
7
JazaakumuLlah
8
senandung syahdu dari lisan dan hati kami:
Allahumma Shalli ’Ala Muhammad, Ya Allah
limpahkanlah shalawat atas junjungan kami
nabi Muhammad saw.
9
gadis kecil hingga dewasa, kemudian dengan
lapang dada mempercayakan penjagaan
berikutnya kepadaku. Semoga Allah
membalasnya dengan yang lebih baik.
10
Agus Abu Ghina, Ustadz Yusuf Abu Fikri,
Ustadz Agung, Ustadz Firman Saladin, dan
para asatidz sekalian, semoga Allah membalas
kalian dengan yang lebih baik daripada apa
yang dilintasi matahari dari terbit hingga
tenggelamnya. Begitulah balasan Allah
kepada seseorang yang mengantarkan
hidayah melalui lisannya. Dan lisan kalian
telah mengantarkan hidayah pada hatiku.
11
Ramdhani, Thayyib, Rizali, afwan kalau ada
yang tidak sempat disebutkan ya...
12
dan Nita isterinya (kapan nih bisa ke
Banjarmasin lagi buat reunian?), Eko dan Dyah
isterinya (semoga Allah selalu menyertai
antum sekeluarga, afwan kami jarang
berkunjung), serta Abduh dan Adien isterinya
(Akh, saya tunggu koreksi dari antum untuk
karya-karya saya). Juga untuk teman-teman di
Masjid kampus, Syahdan, Fitriyadie, Harry dan
Aisyah isterinnya, Fadlan, Izhar, Juki, Ali, Yadi,
Agus Salim, dkk. Salam juga untuk teman-
teman di Prodi Pendidikan Matematika FKIP
Unlam, dan seluruh keluarga besar FKIP
Unlam.
13
menginginkanmu Guru, semoga Allah
memberikan tempat terbaik untukmu, atas
segala ilmu yang kau berikan pada mahasiswa
yang bandel ini) juga untuk Pak Tono, Pak
Ansori, Bu Ati, Bu Ani, Bu Fajriah, Bu Akmil, Bu
Diana, Bu Agni, Bu Mastinah, dan Bu Aisyah.
Semuanya, jazakumuLlah bil-Jannah...
14
pangkuan Islam, seperti yang dijanjikan
Rasulullah.
15
DI DADAKU ISLAM MENYALA
(Sebuah Pendahuluan)
16
Baik. Pasti kalian ingin tahu apa saja syarat-
syaratnya. Saya tidak ingat semuanya, hanya
yang pertama saja, yaitu beragama Islam.
17
setara dengan 25 Pebruari 1986 dan RT 5 No
34 A. Ya, Islam bagi tokoh yang diperankan
Andre itu tak lebih dari sekedar salah satu
data yang perlu dimasukkan untuk menuh-
menuhin kolom di KTP. Itu saja, tidak lebih.
18
berbagi, agar kita semua menyadari bahwa
Islam itu semestinya di letakkan di hati, dan
selayaknya ia menyala di sana. Karena itulah,
buku sederhana ini saya beri judul Di Dadaku
Islam Menyala.
19
MENERANGI SEMESTA. Di sini kita akan belajar
bersama untuk membuktikan kecintaan kita
pada Islam dengan cara mengejar ilmu
sehaus pengembara, mengamalkannya
sekuat daya, dan menyebarkannya sepenuh
jiwa. Ada satu bekal yang harus kita miliki
dalam mempelajari, mengamalkan dan
menyebarkan Islam. Bekal itu bernama
istiqamah Dengan begitu, kita tidak sekedar
menjadi Muslim dalam tataran konsep
(sekedar meyakini dan mencintai saja), tetapi
kita juga telah menjadi Muslim dalam tataran
praktis (mengamalkannya).
20
InsyaaLlah seperti yang saya sajikan di bawah
ini,
21
Kepada kalian yang sedang mencari
kebenaran, saya berharap buku ini bisa
memberikan jawaban yang memuaskan dan
mencerahkan. Kepada sahabat semua yang
sudah sejak lama menapaki jalan ini,
InsyaaLlah buku ini akan tetap bermanfaat
buat kita, setidaknya formulasi materi yang
saya sajikan di buku ini bisa membantu dalam
menyampaikan kebenaran Islam dalam
diskusi-diskusi, pengajian-pengajian,
mentoring-mentoring, dan lain sebagainya.
22
Nyala Pertama
MENYINARI HATI
23
Nyala Pertama
MENYINARI HATI
***
Banyak orang yang beriman,
tetapi hanya sedikit
yang memahami keimanannya.
***
1
Memahat Iman
Seteguh Bilal
Beriman di Atas Pasir
Memahat di Atas Karang
Islam Saja, Lain Tidak
2
Menyibak Tirai
Cinta yang Tak Hadir di Setiap Hati
Semerbak Wangi dari Madinah
Bisik Rindu dari Andalusia
24
Saya sengaja memberi judul MENERANGI HATI
pada Nyala Pertama ini. Karena sepanjang
pembahasan di bagian ini, kita akan banyak
berbincang tentang diri kita. Kita akan banyak
belajar mengenali siapa kita, untuk apa kita
berada di sini, dan mau kemana kita setelah
ini? Ya, semua itu tentang diri. Berbicara
tentang diri, berarti kita juga berbicara
tentang rajanya diri: hati. Karena itulah Nyala
pertama ini berjudul Menerangi Hati.
Jika kita berada di suatu perkampungan,
kemudian ada orang yang menanyakan pada
kita mengenai asal kita, sedang apa kita di
sana, dan mau kemana kita, lalu kita
menjawab ketiga pertanyaan itu dengan ‘tidak
tahu’, jangan salahkan siapa-siapa jika kita
dikeroyok oleh massa, atau setidaknya diusir
dari kampung itu. Karena kita tidak bisa
menjelaskan dari mana kita, sedang apa di
sana, dan mau kemana setelah itu, maka
adalah wajar jika orang beranggapan bahwa
kita adalah orang jahat, atau bahkan orang
25
gila. Ya, bukankah orang gila memang tidak
mengerti darimana mereka berasal, untuk apa
mereka ada di sini, dan mau kemana setelah
ini?
Maka, mari kita bercengkerama tentang tiga
pertanyaan mendasar itu; dari mana kita
sebelum berada di dunia ini, untuk apa kita
berada di dunia ini, dan mau kemana kita
setelah meninggalkan dunia ini.
Tiga pertanyaan besar tersebut harus dijawab
dengan sempurna. Jika kita tidak bisa
menjawabnya, mungkin kita adalah orang gila.
26
Percik 1:
Memahat Iman
1. Seteguh Bilal
2. Beriman di Atas Pasir
3. Memahat di Atas Karang
4. Islam Saja, Lain Tidak
27
1
SETEGUH BILAL
28
tiga ratus enam puluh berhala yang dipasang
di sekeliling ruangan dalam Ka’bah. Alangkah
sesaknya nafas. Alangkah pedihnya cambukan
itu. Alangkah sakitnya ketika kulit dan daging
tercerabut. Alangkah ganasnya matahari.
Tetapi, setiap kali Umayyah memaksanya
untuk kembali kafir, Bilal hanya menjawabnya
dengan ”Ahad…, Ahad…” seolah cambukan
Umayyah tak sedikit pun menggentarkannya.
29
jauh melampaui syair-syair perang yang
didendangkan oleh suku Aus dan Khazraj di
Yatsrib. Kekuatan itulah yang membuat Bilal
bin Rabah seperti tidak merasakan apa-apa
saat cambuk Umayyah berkali-kali
menderanya.
30
sembilan puluh tujuh ribu pasukan Romawi.
Dari perbandingan itu, setiap Mukmin harus
menghadapi enam puluh tujuh orang kafir.
Bisa dibayangkan betapa tidak seimbangnya
perang itu.
31
lama. Karena Abdullah bin Rawahah juga
segera menyusul kedua pendahulunya menuju
Allah.
32
kanan, ditukar dengan pasukan dari sayap kiri.
Begitupun pasukan di barisan depan,
ditukarnya dengan pasukan yang berada di
belakang. Pasukan yang kini berada di barisan
belakang, diperintahnya membuat suara
berisik, menghamburkan debu ke udara, dan
membuat kuda-kuda meringkik kencang.
33
Muslimin mendapat tambahan pasukan? Tentu
mereka akan kehabisan nafas untuk
menghadapi kaum Muslimin. Tanpa
memikirkan gengsi, mereka lebih memilih lari
tunggang-langgang meninggalkan medan
perang. Kemenangan berada di pihak kaum
Muslimin, tanpa harus meneruskan
peperangan. Sungguh cerdik Khalid bin Walid.
34
rahasia Bilal bin Rabah. Ummat Islam tidaklah
mampu bertahan karena banyaknya pasukan
atau canggihnya persenjataan, melainkan
hanya karena keimanan itu sendiri. Keimanan
itulah yang membuat deraan cambuk
Umayyah bin Khalaf menjadi tidak berarti.
Keimanan itu juga yang menjadikan sesaknya
nafas karena terhimpit batu seolah tidak
terasa. Keimanan itu juga yang membuat
sobekan-sobekan daging Bilal seolah tak
berbekas. Kekuatan itu, Iman.
35
moncong senapan, belum tentu bisa
mempertahankannya. Kita bisa saja mengaku
memeluk Islam, tapi jika harus berhadapan
dengan kursi listrik, atau alat pencabut kuku,
dan mungkin tiang gantungan, bisa jadi
keislaman itu akan tergadai. Tidak usah jauh-
jauh, dengan sekardus mie instan pun, sudah
banyak keimanan yang tergadaikan.
36
saja kita akan mempertahankannya meski
harus mempertaruhkan nyawa, jika keimanan
yang kita miliki, dibangun di atas pondasi
yang kokoh, yang bisa
dipertanggungjawabkan secara logis.
Keimanan seperti ini mampu bertahan jika
dihadapkan dengan logika orang waras.
37
pembela Islam jika ia tidak menemukan bukti
kebenaran akidah Islam. Tentu, keputusan
mereka untuk berbalik membela agama yang
dulu diperanginya, dikarenakan akal mereka
tak mampu menolak bukti kebenarannya.
38
Apabila dikatakan kepada mereka:
"Berimanlah kamu sebagaimana orang-orang
lain telah beriman." Mereka menjawab: "Akan
berimankah kami sebagaimana orang-orang
yang bodoh itu telah beriman?" Ingatlah,
sesungguhnya merekalah orang-orang yang
bodoh; tetapi mereka tidak tahu (TQS. Al-
Baqarah: 13)
***
39
2
BERIMAN DI ATAS PASIR
40
bahwa Yesus adalah anak Allah, karena Injil
menjelaskannya seperti itu.
41
logika bisa menerimanya atau tidak. Jika iman
bertentangan dengan akal, maka akal harus
dikalahkan. Begitu kata mereka.
42
mana yang benar dan keimanan mana yang
keliru.
43
Lalu, apakah Allah akan menghukum
seseorang karena perbuatan-Nya sendiri?
tidak!
44
mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuban
kami), kami menjadi saksi". (Kami lakukan
yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu
tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (Bani
Adam) adalah orang-orang yang lengah
terhadap Ini (keesaan Tuhan)" (TQS. Al-A’raf:
172)
45
Kalau kita konsisten dengan keajaiban sebagai
landasan iman, kita pasti akan mengubah
keyakinan setiap kali melihat keajaiban. Hindu
juga punya keajaiban, karenanya jangan
bingung jika melihat ada penganut agama
Hindu yang mampu bertapa lama tanpa
makan. Budha juga punya keajaiban, Kristen,
Shinto, Sikh, bahkan Sai Baba sekalipun
memiliki keajaiban. Lalu, jika semua
keyakinan memiliki keajaiban, apakah ini
menandakan semua keyakinan benar? Tidak.
46
lagu-lagu rohani, tentunya mereka diselimuti
oleh ketentraman jiwa. Begitu pula dengan
orang Yahudi ketika membenturkan kepada di
tembok ratapan, atau Majusi ketika
menyembah api, atau masyarakat arab pra-
Islam yang menyembah-nyembah 360 berhala
di dalam Ka’bah. Semuanya merasakan
ketentraman dalam ibadahnya. Lalu, untuk
kesekian kalinya saya bertanya, apakah ini
berarti semua agama benar? Tidak, tentu saja
tidak! Karena kebenaran adalah sesuatu yang
mutlak, ia hanya ada satu di dunia ini. Jika
sesuatu terbukti benar, maka segala yang
bertentangan dengannya adalah salah.
Ketenteraman hanyalah sekedar penambah
keimanan, bukan landasan awal keimanan.
47
”Dia-lah yang Telah menurunkan
ketenteraman ke dalam hati orang-orang
mukmin untuk menambah keimanan di
samping keimanan mereka.” (TQS. Al-Fath: 4)
48
”Dan perumpamaan kalimat (iman) yang
buruk seperti pohon yang buruk, yang Telah
dicabut dengan akar-akarnya dari permukaan
bumi; tidak dapat tetap (tegak) sedikitpun.”
(TQS. Ibrahim: 26)
***
49
3
MEMAHAT DI ATAS KARANG
Jejak-jejak Tuhan
50
bisa dilakukan, karena akal kita hanya bisa
memikirkan apa yang terindra saja, tidak
lebih.
51
”Bagaimana caramu membuktikan
keberadaan Allah?” tanya sang Nabi
52
secara sempurna, sehingga sebagiannya
masih berbentuk buah utuh. ”Ini adalah
gandum madinah, pastilah unta tersebut baru
saja pulang dari Madinah.” begitu logikanya.
Lihatlah Dirimu
”Dan pada dirimu sendiri. Maka apakah kamu
tidak memperhatikan?”
(TQS. Adz-Dzariyat: 21)
53
Kalau kita mau menemukan Tuhan, sesekali
bercerminlah. Lihat betapa sempurnanya
wajah kita. Alis mata yang tebal menghitam,
sorot mata yang tajam, hidung yang
mancung, bibir yang seksi, dan (maaf) jerawat
yang menghiasinya. Lalu pejamkanlah mata,
bayangkan milyaran sel saraf sedang bekerja
dalam tubuh kita. Gerakkan mulut kita, maka
bayangkanlah berapa otot yang tengah
bekerja menggerakkannya. Bayangkan pula
sel-sel darah yang setiap mili-detiknya
dipompa oleh jantung ke seluruh tubuh.
Bayangkan pula betapa rumitnya sistem kerja
otak kita. Coba ingat sesuatu di masa lalumu,
maka milyaran saraf sedang bekerja
membongkar memori yang terpendam entah
di otak bagian yang mana. Masukkan
sepotong roti ke dalam mulutmu, kunyahlah.
Bayangkan berapa sel yang bekerja untuk itu.
Lalu ketika makanan itu telah masuk ke dalam
perutmu, bayangkan pula betapa rapinya
kerja organ-organ pencernaan kita, yang
54
membuat makanan sekeras apapun menjadi
hancur lebur.
55
mereka tak pernah saling bertabrakan. Lalu,
siapakah yang menentukan garis edar itu?
Apakah planet-planet itu punya akal untuk
menentukannya sendiri?
56
Lalu Siapa Tuhan?
57
sebagai seorang laki-laki atau perempuan.
Yang kita tahu, kita terlahir seperti ini, tanpa
ada kuasa kita untuk menentukannya. Kita
juga tidak bisa menentukan mau memiliki
wajah mirip Ariel Peterpan, Aura Kasih,
Angelina Jolie atau Tukul Arwana.
58
menambah atau mengurangi umur kita. Bulu
mata kita tumbuh tak pernah melebihi rambut
kepala. Begitulah kadar-kadar yang
ditentukan atas kita. Manusia terbatas.
59
Kenapa Tuhan harus Esa? Jika Tuhan lebih dari
satu, berarti dia tergantung, dia masih
memerlukan tuhan-tuhan lainnya untuk
menciptakan, memelihara atau memusnahkan
manusia.
60
eh..tiba-tiba dimusnahkan oleh Tuhan
penghancur. Kapan jadinya?
Menguji Islam
61
(thaqatul-hayawiyah), yaitu kebutuhan
jasmani, naluri, dan akal. Kebutuhan jasmani
dan naluri masing-masing memerlukan
penyaluran. Ketika lapar, maka
pemenuhannya adalah dengan makan. Ketika
mengantuk, penyalurannya adalah dengan
tidur. Begitupula ketika kita sedang
merasakan cinta, maka penyalurannya adalah
dengan cara memadu cinta bersama orang
yang kita cintai tersebut.
62
bagi manusia. Masalahnya, mungkinkah
Tuhan turun langsung ke bumi untuk
memandu manusia? Ini jelas tidak mungkin.
Karena jika Tuhan bisa diindera, berarti dia
tidak berbeda dengan makhluk-Nya.
Menguji Al-Quran
63
Ada tiga kemungkinan sumber al-Quran. Yang
pertama al-Quran itu adalah buatan
Muhammad, kemungkinan kedua, al-Qur’an
adalah buatan orang Arab lainnya, dan yang
ketiga al-Quran adalah kalamullah.
Bahkan mereka mengatakan: "Muhammad
Telah membuat-buat Al Quran itu",
Katakanlah: "(Kalau demikian), Maka
datangkanlah sepuluh surat-surat yang
dibuat-buat yang menyamainya, dan
panggillah orang-orang yang kamu sanggup
(memanggilnya) selain Allah, jika kamu
64
Kemungkinan pertama jelas terbantah,
setidaknya oleh dua alasan. Gaya bahasa al-
qur’an yang jauh berbeda dengan gaya
bahasa hadits dan Rasulullah adalah orang
yang buta baca tulis.
65
Jelas, ini membuktikan bahwa al-Quran
bukanlah buatan orang Arab?
66
tuduh orang Quraisy pada masa itu. Tetapi,
orang dengan kecerdasan yang tidak terlalu
tinggi pun tahu bahwa hal ini jelas tidak
mungkin. Al-Quran berbahasa Arab, para ahli
syair Arab tidak bisa menandinginya. Apalagi
orang yang bukan Arab.
Konseksuensinya
67
”Dialah Allah yang tiada Tuhan selain Dia,
raja, yang Maha suci, yang Maha Sejahtera,
yang Mengaruniakan Keamanan, yang Maha
Memelihara, yang Maha Perkasa, yang Maha
Kuasa, yang memiliki segala Keagungan,
Maha Suci Allah dari apa yang mereka
persekutukan” (TQS. Al-Hasyr: 23)
68
Alif laam miim. Kitab (Al Quran) Ini tidak ada
keraguan padanya; petunjuk bagi mereka
yang bertaqwa. (yaitu) mereka yang beriman
kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat,
dan menafkahkan sebahagian rezki yang kami
anugerahkan kepada mereka. Dan mereka
yang beriman kepada Kitab (Al Quran) yang
telah diturunkan kepadamu dan kitab-kitab
yang telah diturunkan sebelummu, serta
mereka yakin akan adanya (kehidupan)
69
akhirat. (TQS. Al-Baqarah: 1-4)
70
Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah,
dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah
utusan Allah.
***
71
4
ISLAM SAJA, LAIN TIDAK
72
tepatnya terhenyak. Kok bisa pemeluk agama
lain masuk surga? Maka, ketika diberikan
kesempatan untuk bertanya, saya pun
memberanikan diri mengacungkan jari.
Beruntung, moderator mengizinkan saya
bertanya.
73
Mengingat kejadian itu, saya ingin tertawa.
Seringkali orang-orang liberal yang mengaku
mencerahkan pemikiran ummat itu berbicara
kontradiktif. Di satu kesempatan, mereka
mencaci-maki otensitas al-Qur’an. Tapi di saat
yang bersamaan, jika ada ayat al-Qur’an yang
bersesuaian dengan pendapat liberal mereka,
maka mereka memakai al-Qur’an lagi. Kan
lucu?
74
Tapi bukan itu fokus pembicaraan saya dalam
tulisan ini. saya hanya ingin menyoroti apakah
benar pemeluk agama selain Islam bisa masuk
surga. Hanya saja, saya ini bukan mujtahid
yang mampu menghasilkan berbagai
kesimpulan sendiri. Saya ini plagiator, suka
mencomot-comot pendapat orang, yang
menurut saya pendapat itu bersandar kepada
al-Qur’an dan sunnah. Jadi mohon maaf ya.
Hanya Islam
75
punggung. Dengan kata lain, dia bukan
peserta. Dan ternyata, lelaki yang tidak
memiliki nomor punggung itulah yang
pertama kali sampai garis finish. Ya, dia
mengalahkan yang lainnya. Anggap saja Anda
jurinya. Pertanyaannya, apakah Anda akan
memenangkan lelaki yang tidak bernomor
punggung itu? Tentu tidak kan? Lha wong dia
tidak terdaftar, dia bukan peserta.
76
utusan Allah. Di situlah pendaftarannya.
“Mereka itu adalah orang-orang yang lenyap
(pahala) amal-amalnya di dunia dan akhirat,
dan mereka sekali-kali tidak memperoleh
penolong.”
(TQS. Ali ‘Imron : 22)
77
penghambaan terhadap manusia, menuju
penghambaan terhadap Tuhannya manusia.
78
Ya, tiada Tuhan kecuali Allah. Tiada Dzat yang
layak diibadahi selain Allah. Tiada Dzat yang
boleh ditakuti selain Allah. Tiada yang
mengatur, kecuali Allah. Tiada yang
menghidupkan, tiada yang mematikan, tiada
yang memberi makan, tiada yang
menurunkan hujan, tiada…tiada…, kecuali
Allah saja!
79
agama yang diturunkan Allah kepada
Nabi Muhammad, yang mengatur urusan
manusia dengan Allah, dengan
sesamanya, dan dengan dirinya sendiri
(Hafizh Abdurrahman, Diskursus Islam Politik
Spiritual).
80
Yusuf itu Muslim. Tapi, sebutan yang tepat
untuk Nabi-nabi terdahulu adalah sebatas
Mu’min, bukan Muslim.
81
sih. Karena selama ini kita sering
sembarangan menyebutkan antara Muslim
dengan Mukmin. Semoga dengan ini,
kesalahpahaman itu bisa lurus kembali. Amin.
Menjadi Muslim
82
lain hanya mengatur seputar gereja, kuil, hari
raya, dan ritual-ritual, maka Islam tidak hanya
mengatur masalah shalat, puasa, naik haji,
dan ibadah mahdhah lainnya, tetapi Islam
juga mengatur urusan perdagangan,
pendidikan, pergaulan, ekonomi, politik,
militer, kesehatan, dan lain sebagainya.
Sementara agama lain, menyerahkan
pengaturan urusan ini kepada individu
masing-masing.
83
memakan makanan yang dihalalkan,
berinteraksi dengan lawan jenis sebagaimana
yang diatur oleh Islam. Wallahu A’lam.
***
84
Percik 2:
Menyibak Tirai
85
5
CINTA YANG TAK HADIR DI
SETIAP HATI
86
borong. Tetapi jika harus memilih yang satu
dan melepaskan yang lain, di sinilah beratnya.
87
”Katakanlah: "Jika bapak-bapak, anak-anak,
saudara-saudara, isteri-isteri, kaum
keluargamu, harta kekayaan yang kamu
usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri
kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu
sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan
Rasul-Nya dan dari berjihad di jalan-Nya,
maka tunggulah sampai Allah mendatangkan
keputusan-Nya."
Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada
orang-orang yang fasik”
(TQS. At-Taubah: 24)
88
untuk memunculkan kecintaan itu, itulah cinta
yang fitri, cinta yang alami. Sedang penggal
kedua, bercerita tentang cinta yang tak selalu
hadir di setiap hati, cinta yang perlu
diupayakan kehadirannya, itulah cinta
mafhumi.
89
mencintai ayah dan ibunya? Adakah orang
yang perlu latihan bertahun-tahun untuk
sekedar mencintai harta dan rumahnya? Tentu
tidak.
90
Sekarang, mari kita bicarakan cinta yang tak
lahir dengan sendirinya itu. Saya
menyebutnya cinta mafhumi, karena ia terkait
dengan mafhum (persepsi) tertentu. Ia tak
muncul dengan sendirinya sebagaimana cinta
pada ayah-ibu, isteri, saudara, harta, bisnis,
dan rumah tinggal. Ia tak selalu hadir pada
setiap jiwa, karenanya ia perlu diupayakan
kehadirannya.
91
yang sama. Cinta pada Allah, Rasulnya dan
berjihad di jalan-Nya, adalah cinta yang harus
memimpin cinta-cinta fithri seperti cinta pada
ayah, ibu, isteri, saudara dan harta benda
Cinta kepada Allah, Rasul-Nya dan berjihad di
jalan-Nya tak selalu hadir di setiap hati. Ketiga
cinta itu hanya hadir di hati orang yang
mengupayakan cinta tersebut.
92
Dan di bagian ini, kita akan belajar bersama
untuk bisa membangun kecintaan kita pada
agama yang diridhai Allah dan telah jelas
kebenarannya ini, Islam. Sekali lagi, karena ia
perlu diupayakan.
***
93
6
SEMERBAK WANGI DARI
MADINAH
94
Insya Allah, tulisan sederhana di bawah judul
‘Semerbak Wangi dari Madinah’ ini akan
menuntun kita untuk mengetahui konsep-
konsep dalam Islam yang begitu
menakjubkan, membuat kita bangga menjadi
seorang Muslim. Begitu juga dengan judul
berikutnya, ‘Bisik Rindu dari Andalusia’ insya
Allah akan bercerita pada kita semua tentang
efek-efek dahsyat dari penerapan hukum
Islam bagi kemajuan peradaban dunia.
95
’aqli. Di saat agama lainnya di dunia beriman
dengan doktrin yang tak bisa
dipertanggungjawabkan dengan akal sehat,
Islam justru berani menantang siapapun untuk
beradu argumen membantah kebenaran
Islam.
96
Dengan kebutuhan jasmani, manusia bisa
merasakan pedihnya lapar dan nikmatnya
makan. Dengan itu pula manusia dapat
merasakan cekatnya dahaga, dan merasakan
kenikmatan luar biasa saat seteguk air
membasahi kerongkongannya. Dan dengan
adanya kebutuhan jasmani itulah, manusia
bisa merasakan beratnya kantuk dan lelapnya
tidur.
97
Maka, dengan naluri itu pula setiap orang
merasa membutuhkan Tuhan.
98
mengharamkan kita untuk makan, ia hanya
mengatur mana yang boleh dimakan dan
mana yang terlarang. Islam justru mengatur
pemenuhan segala kebutuhan jasmani
tersebut, untuk kemaslahatan manusia itu
sendiri.
99
Nabi pada hari kiamat."
(HR. Ahmad)
100
kita. Islam menggariskan aturan untuk
mengatur pemenuhan keduanya, agar selalu
berjalan sesuai dengan misi penciptaannya.
Agar naluri mencintai terus berjalan sebagai
cara Allah untuk terus mempertahankan anak-
keturunan manusia. Agar lapar dan dahaga
tetap berjalan sebagai skenario Allah untuk
mengetahui siapa diantara kita yang terbaik
amalnya.
101
itu. Itulah mengapa Allah menurunkan aturan
bagi kita. Maka biarkanlah naluri mencintai
terus berjalan sebagai cara Allah untuk terus
mempertahankan anak keturunan manusia.
Menjaga Manusia
102
Islam pun menyiapkan seperangkat aturan
untuk membuat manusia menghindari
keharaman itu. Sanksi yang begitu tegas,
membuat siapapun takut melakukannya.
Praktis
103
Dengan begitu, menjadi Muslim bukanlah
menjadi orang yang berkutat pada hati dan
pikiran saja. Tetapi, menjadi Muslim adalah
menjadi orang yang meyakini dengan hati,
mengucapkan dengan lisan, dan
mengamalkannya dengan tindakan nyata.
***
104
7
BISIK RINDU DARI ANDALUSIA
105
yang menerangi seluruh wilayah Khilafah
Islam pada masa itu, pasti akan segera
menyebar ke setiap negeri yang baru saja
kalah dalam berperang melawan Islam.
Terjaganya kehormatan wanita, terjaganya
keturunan, terjaganya harta, juga akan
dikecap oleh setiap penduduk negeri yang
baru saja ditaklukkan. Islam menaklukkan
suatu negeri untuk menjadikannya bagian
integral negara Islam, bukan untuk menjadi
jajahan. Maka, adalah wajar jika Semerbak
Wangi dari Madinah itu membuat penduduk
spanyol menggumam rindu, ”Kapan ya,
pasukan Islam datang untuk membebaskan
negeri kita ini?”.
106
”Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri
beriman dan bertakwa, Pastilah kami akan
melimpahkan kepada mereka berkah dari
langit dan bumi.” (TQS. Al-A’raf: 96)
Sayap-sayap Lalat
107
minuman seseorang di antara kamu maka
benamkanlah lalat itu kemudian
keluarkanlah...."
(HR. Bukhari dan Abu Dawud)
108
membawa penyakit, dan sayap lainnya
membawa penawarnya. Maka, dengan
menenggelamkannya, berarti bisa dipastikan
bahwa minuman kita telah terbebas dari racun
yang dibawa salah satu sayap, karena pasti
dinetralkan oleh penawar yang dibawa sayap
satunya. Subhanallah.
109
khawatir dengan pembajakan atas karya-
karya mereka, karena setiap karya yang
diterbitkan akan diganjar dengan emas yang
beratnya sama dengan buku tersebut. Jika
buku yang diterbitkan seberat 200gram, maka
hadiah dari negara Khilafah Islam adalah emas
seberat 200gram, begitu seterusnya. Setelah
itu, karya tersebut bebas dicetak dan bahkan
’dibajak’ oleh siapapun dalam rangka
menyebarluaskan ilmu.
110
beberapa kasus, orang sekolah bukannya
bayar, malah diberikan gaji atas upaya
belajarnya. Subhanallah.
111
secara cukup detail tentang wilayah-wilayah
dunia.
112
barat masih berhutang besar kepada Islam.
Sungguh.
113
Sokka si bukan pengendali apa-apa, bertugas
meniupkan seruling dan Appa si banteng
terbang bertugas mengaum, untuk
menciptakan kesan mistis kemunculan Wanita
Bercat. Menakjubkan.
114
kejadian nyata ribuan tahun yang lalu ini;
kejadian perang Mu’tah. Pasukan yang ditukar
posisi, ringkikan kuda yang keras dan
bersahut-sahutan, debu-debu beterbangan,
serta suara riuh tanah yang dipukul-pukul,
semuanya membuat kesan bahwa pasukan
Islam mendapat tambahan tentara. Membuat
kaum kafir Romawi gentar dan memilih lari
tunggang langgang. Siapakah dibalik strategi
yang cantik itu? Tentu kalian semua masih
ingat pembicaraan kita di bagian awal buku
ini, dialah Khalid bin Walid, sang panglima
Islam.
115
Di antara para pejuang Islam adalah remaja
dan anak-anak. Ada di antara mereka yang
pedangnya masih terseret-seret di tanah
karena pedangnya lebih panjang dari tinggi
pinggangnya. Juga ada di antara mereka yang
harus menangis-nangis agar diizinkan ikut
berperang memperjuangkan agama Allah.
116
Diantara mereka juga ada orang yang buta,
tetapi kebutaan tak menciutkan semangat
jihadnya, Abdullah bin Ummi Maktum
namanya. Di antara mereka juga ada orang
yang fisiknya lemah, yang bahkan kalau ditiup
angin gurun, dia akan terpelanting, Abu Dzarr
al-Ghifari namanya. Di antara mereka juga
ada mantan budak, Bilal bin Rabah namanya.
Semuanya adalah pejuang-pejuang yang
tubuhnya tidak kuat menampung semangat
jihadnya yang begitu menggebu.
117
memiliki rasa takut sedikit-pun terhadap
kematian, bahkan merindukannya.
118
Menariknya, ummat Islam bukan berperang
dengan bermodal nekad untuk mengejar mati.
Ummat Islam berperang dengan strategi
terbaik. Mereka berusaha menjemput
pertolongan Allah dengan menghadirkan
sebabnya, dengan menghadirkan kondisi-
kondisi yang memungkinkan datangnya
pertolongan Allah. Ummat Islam berangkat ke
medan tempur dengan persiapan terbaik,
bukan dengan modal seadanya.
119
Dalam perang Qadisiyah, bahu-membahu
mereka menerobos sungai raksasa di Iraq.
Dengan tangan yang saling bergandeng erat
satu sama lainnya, pasukan itu membelah
sungai raksasa. Itu saja sudah membuat
panglima Rustum gentar. Di tengah upaya
menerobos derasnya arus, seorang mukmin
berteriak, ”Kantung airku, kantung airku...!”.
Serentak setelah teriakan itu, seluruh kaum
Muslimin mengobok-obok sungai raksasa
tersebut, hanya untuk mencari kantung air
milik saudaranya yang hilang. Panglima
Rustum bergetar ketika menyaksikan
persatuan kaum muslimin yang begitu kokoh.
Bayangkan saja, hanya karena kantung air
hilang saja, mereka mengobok-obok sungai
raksasa itu. Lalu apa yang akan terjadi jika
yang hilang adalah nyawa salah seorang
teman mereka?
120
persatuan yang begitu kokoh, mereka
membawa senjata yang tak dimiliki oleh
orang-orang kafir itu, senjata itu adalah iman.
121
Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka ”
kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan
dari kuda-kuda yang ditambat untuk
berperang (yang dengan persiapan itu) kamu
menggentarkan musuh Allah dan musuhmu
dan orang orang selain mereka yang kamu
tidak mengetahuinya; sedang Allah
.mengetahuinya
Apa saja yang kamu nafkahkan pada jalan
Allah niscaya akan dibalasi dengan cukup
kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya”(QS.
(Al-Anfal: 60
122
Duduk dan Dengarkanlah Dulu...
123
menjadi ’guru ngaji’ di Yatsrib (Madinah)
sebelum hijrah.
124
Mushab tetap tenang. Dan dalam ketenangan
itu, dari lidahnya mengalir kata-kata yang
sangat halus namun menggugah, ”Kenapa
Anda tidak duduk dan mendengarkan dulu?
Jika nanti Anda menyukai apa yang saya
sampaikan, Anda bisa menerimanya.
Sebaliknya jika tidak, kami akan
menghentikan apa yang tidak Anda sukai itu.”
125
Begitulah, negosiasi yang didasari dengan
kecintaan yang tulus. Mush’ab hadir bukan
untuk membawa bahaya, melainkan untuk
menebar cahaya.
126
orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS.
An-Nahl: 125)
127
seperti Mush’ab bin Umair. Dari Islam pulalah
terlahir para pejuang tangguh seperti Khalid
bin Walid si Pedang Allah, Salman Al-Farisi si
arsitek perang Khandaq, Shalahuddin al-
Ayyubi yang matinya pun masih ditakuti orang
kafir, Thariq bin Ziyad yang membebaskan
Spanyol dengan cinta, atau seperti
Muhammad al-Fatih yang berhasil
membebaskan Konstatinopel setelah ratusan
tahun pendahulunya mengalami kegagalan.
***
128
Nyala Kedua
MENERANGI SEMESTA
129
Nyala Kedua
MENERANGI SEMESTA
***
”Wahai Rasulullah, aku tidak akan bisa pulang
sebelum meneriakkan Islam di masjid.”
(Abu Dzarr al-Ghifary, pada detik awal
keislamannya)
***
Percik 3:
Mengejar Ilmu Sehaus Pengembara
Belajar dari Asy-Syafi’i
Taman Surga
Percik 4:
Bersegera
Benar dan Ikhlas
Secepat Hanzalah
Cerdas Beribadah
Percik 5:
Berbagi Cahaya
Dongeng Umat Terbaik
Belajar dari Abu Dzarr
Menyempurnakan Ikhtiyar
Percik 6:
Terus Melangkah
Jalan Ini Berduri
130
Ujian Cinta
131
Mungkin perbincangan di Nyala Pertama tadi
sudah banyak menguras energi kita. Saya
mohon maaf atas semua itu. Saya sedang
belajar untuk menyajikannya lebih sederhana
lagi. Tapi sampai sejauh ini, itulah yang saya
mampu.
132
tidak ada yang tersesat dikarenakan saya
tergesa-gesa menuntaskan pembahasan.
133
setelah kita menjadi Muslim dengan keyakinan
yang bulat utuh.
134
Selanjutnya pada Percik 4: Bersegera, kita
akan belajar menjadi orang terbaik dalam
mengamalkan ilmu yang sudah kita dapatkan.
Untuk memudahkan, saya juga menghadirkan
sebuah kisah menggugah tentang kehidupan
salah seorang shahabat RasuluLlah saw.
Namanya Hanzalah bin Abi Amir. Ia bergelar
ghasilul-malaikat, orang yang dimandikan oleh
malaikat. Apa yang menyebabkan Hanzalah
mendapat kemuliaan sedemikian besar? Itulah
yang akan kita pelajari di percik ke empat
nanti
135
tak sanggup memendam kebenaran yang dia
yakini. Baginya, memendam kebenaran
seorang diri jauh lebih menyakitkan daripada
disiksa karena menyampaikan kebenaran itu.
InsyaaLlah kita akan terus belajar bersama,
semoga kalian tidak jenuh duduk di sini
bersama saya.
136
Percik 3:
Mengejar Ilmu
Sehaus Pengembara
137
8
BELAJAR DARI ASY-SYAFI’I
138
Muwaththa’ karya Imam Malik. Tak puas
sekedar membacanya, ia juga menghafalkan
setiap lembar, paragraf, kalimat, bahkan tiap
hurufnya.
139
Ia melanjutkan pengembaraan ilmunya ke
Madinah, untuk berguru kepada seorang
ulama besar saat itu. Usai menimba dari
samudera ilmu di Madinah, ia kembali ke
Makkah. Ia masih begitu haus akan ilmu,
padahal orang sudah mengenalnya sebagai
ulama dengan ilmu seluas lautan. Ia kemudian
melanjutkan perjalanannya mencari ilmu ke
Yaman.
***
140
Pengembaraan yang ditempuh oleh Imam
Syafi’i sangatlah mengagumkan. Kehausan
akan ilmu telah mengantarkannya
menyelusuri jalan-jalan kecil di penjuru Hijaz.
Kehausan itu pulalah yang kelak
mengantarkannya menjadi seorang imam
besar bagi umat Islam sepeninggalnya.
Subhanallah.
141
telah menghafal kitab al-Muwatha’ karya
Imam Malik di usia dua belas tahun. Sungguh
prestasi yang menakjubkan.
142
kita bisa mendengarkannya sambil berbaring
santai di halaman belakang rumah kita
melalui fasilitas MP3 player.
***
143
9
TAMAN SURGA
144
Kelebihan orang berilmu terhadap seorang
'abid (ahli ibadah)
ibarat bulan purnama terhadap seluruh
bintang.
(HR. Abu Dawud)
Haus Ilmu
145
itulah, secercah demi secercah cahaya mulai
menyelusup MENYINARI HATI kita. Justeru di
saat hati kita menjadi lebih teranglah kita
mampu melihat ke dalam hati, bahwa ilmu
kita masih sangat sedikit. Semakin banyak
ilmu yang masuk, semakin teranglah
cahayanya, dan semakin terlihat pulalah
bagian-bagian kosong dalam hati kita.
146
banyak sisi dalam pergaulan kita yang harus
dibenahi. Semakin banyak mempelajari, akan
semakin terang hati kita, akan semakin jelas
pula di mana kekuarangan kita. Begitu
seterusnya. Hal itulah yang menyebabkan
para pengembara ilmu seolah tak pernah
jemu dalam perjalanannya mengejar ilmu.
Taman-taman Surga
147
rumah, atau dimana pun, hadirilah majelis
ilmu itu, reguklah sebanyak-banyaknya ilmu
yang diajarkan di sana.
148
Keutamaan Menuntut Ilmu
”Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang
yang beriman di antaramu dan orang-orang
yang diberi ilmu pengetahuan beberapa
derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang
kamu kerjakan.” (TQS. Al-Mujadilah: 11)
149
Barangsiapa merintis jalan mencari ilmu
maka Allah akan memudahkan baginya jalan
ke surga.
(HR. Muslim)
150
penting kan berilmu?’ Tentu saja tidak bisa
begitu.
151
daripada shalat seribu raka'at.
(HR. Ibnu Majah)
152
untuk diperdebatkan di kalangan orang-orang
bodoh dan buruk perangainya. Jangan pula
menuntut ilmu untuk penampilan dalam
majelis dan untuk menarik perhatian orang-
orang kepadamu. Barangsiapa seperti itu
maka baginya neraka, neraka!.
(HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah)
***
153
Percik 4:
Bersegera
154
10
BENAR DAN IKHLAS
155
takbiratul ihram, diikuti oleh seluruh ma’mum
yang ada di belakang beliau, termasuk Adul
dan Japri. Rukun demi rukun dijalankan Adul
dan Japri, mengikuti ustadz Ahmad. Sampai
tahiyat akhir (raka’at ketiga), shalat Adul
masih beres-beres saja. Tapi yang
mengejutkan adalah, ketika Ustadz Ahmad
mengucapkan salam penutup shalat, dan
seluruh jama’ah mengikutinya, tiba-tiba Adul
berdiri lagi, padahal dia tidak masbuk. Japri
melongo melihat tingkah sahabatnya. Selesai
Adul shalat, Japri langsung mencecarnya
dengan pertanyaan bertubi-tubi.
156
rakaat. Tapi, sekarang kan aku lagi semangat,
makanya aku bikin jadi empat rakaat. Biar
lebih afdhol!” Adul menghela napas sejenak,
kemudian melanjutkan.
***
157
kita menemukan dalil yang memerintahkan
ibadah tersebut, maka jangan dilakukan.
158
haram dilakukan.
159
adalah ibadah, maka kita harus cek dulu,
dalilnya apa? Karena kalau tidak, bisa jadi itu
hanya hawa nafsu si ulama belaka! Kalaupun
bukan hawa nafsu, mungkin itu cuma
kecerobohan si ulama yang bersangkutan.
160
maka hijrahnya kepada Alloh dan Rosul-Nya.
Dan barangsiapa yang berhijrah karena dunia
atau karena wanita yang ingin dinikahinya
maka hijrahnya itu kepada apa yang menjadi
tujuannya.”
(Mutafaq ’Alaih)
161
bukan untuk-Ku, tapi untuk si Titin, ambil
pahalanya pada Titin”.
162
Ada sebagian kalangan yang kebablasan
memaknai kata ikhlas. Menurut mereka,
beribadah mengharapkan surga itu tidaklah
ikhlas. Beribadah karena takut neraka juga
tidak termasuk amalan yang ikhlas. Menurut
mereka, ibadah yang diterima itu adalah
ibadah yang bebas dari keinginan terhadap
surga dan ketakutan terhadap neraka, tapi
murni karena cinta pada Allah saja.
163
surga itu tidak boleh, lalu untuk apa Allah
menurunkan ayat ini?
“Dan bersegeralah kamu menuju ampunan
Tuhanmu dan surga yang luasnya lebih luas
daripada langit dan bumi, yang disediakan
untuk orang-orang bertaqwa”
(TQS. Ali ‘Imron: 133).
164
juga dilarang? Kalau begitu, apa gunanya
Allah menurunkan ayat yang mulia ini?
“Allah mengancam orang-orang munafik laki-
laki dan perempuan dan orang-orang kafir
dengan neraka Jahannam, mereka kekal di
dalamnya. Cukuplah neraka itu bagi mereka,
dan Allah mela'nati mereka, dan bagi mereka
azab yang kekal”
(TQS. At-Tawbah: 68)
165
juga sering berkumpul di malam hari untuk
bersama-sama mengingat neraka. Mereka
menangis ketakutan setiap kali mereka
mengingat siksa Allah. Sampai-sampai ada
seorang shahabat yang terjungkal pingsan
ketika ayat tentang neraka dibacakan,
padahal ketika itu dia sedang shalat.
Bukankah mereka semua takut pada neraka?
Lalu atas dasar apa Ahmad Dhani dan grupnya
menyanyikan lagu ini
166
dengan keikhlasan, daripada sejuta tapi
tidak ikhlas”. Kalimat tersebut jelas benar.
Sebagaimana telah kita pelajari bersama,
bahwa Allah hanya menerima amal-amal yang
ikhlas dan benar, meskipun itu kecil. Dan Allah
tidak akan menerima amal-amal yang tidak
ikhlas, meskipun itu besar.
167
Sufyan dan teman-temannya, dan kembali
untuk mengabarkan keadaan mereka
kepadaku?” Rasulullah menyeru pada
shahabat yang tengah meringkuk karena
dingin, lelah dan lapar.
168
akhirnya Rasulullah menyebutkan nama
seseorang.
“Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang
mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan
yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya
telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada
bagi mereka pilihan (yang lain) tentang
169
urusan mereka.”
(QS. Al-Ahzab: 36)
170
Ujian sebenarnya adalah ketika hatinya ingin
melakukan sebuah tindakan heroik,
membunuh Abu Sufyan si gembong
kekufuran. Tetapi ia ingat pesan Nabi untuk
kembali dalam keadaan hidup-hidup.
Mengingat itu, Huzaifah terpaksa
mengurungkan niatnya untuk menjadi
pahlawan. Perlahan dia menjauh, menyelinap
melalui parit untuk kembali menemui
Rasulullah untuk menyampaikan kabar yang
tadi dilihat dan didengarnya.
171
Jika karena merasa terpaksa kemudian dia
mengurungkan niatnya berinfaq, tentu tidak
akan mendapatkan apa-apa selain pahala
berniat. Tetapi, jika dalam kesempitan itu ia
memaksa dirinya untuk berinfaq, tentu itu
lebih baik baginya.
172
”Diwajibkan atas kamu berperang, padahal
berperang itu adalah sesuatu yang kamu
benci. Boleh jadi kamu membenci sesuatu,
padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi
(pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia
amat buruk bagimu;
Allah mengetahui, sedang kamu tidak
mengetahui”
(QS. Al-Baqarah 216)
173
kita yang menyukai darah berceceran, tangan
dan kepala bergelimpangan, kuda-kuda mati
tersungkur, anak-anak dan wanita ditawan,
siapa yang suka? Tentu tidak ada. Tetapi
apakah karena ketidaksukaan kita terhadap
semua itu membuat kita enggan berjihad?
174
”Berangkatlah kamu baik dalam keadaan
merasa ringan maupun berat, dan
berjihadlah kamu dengan harta dan dirimu di
jalan Allah. Yang demikian itu adalah lebih
baik bagimu, jika kamu mengetahui.” (QS. At-
Taubah: 41)
***
175
11
SECEPAT HANZALAH
Secepat Hanzalah
176
memutari bukit Uhud dari arah belakang,
tanpa sepengetahuan kaum Muslimin. Setelah
berhasil menguasai bukit Uhud, mereka pun
berhasil menguasai keadaan. Dari atas bukit
Uhud pasukan Khalid menghujani kaum
Muslimin dengan anak-anak panah. Keadaan
berbalik, kini kaum Muslimin yang kocar-kacir.
Perang berakhir dengan kemenangan di
tangan kaum kafir, di tangan Khalid yang
terkekeh bangga. Tak ada yang tahu bahwa di
kemudian hari, Khalid inilah yang akan
memenangkan kaum Muslimin dalam perang
Mu’tah dan banyak pertempuran lainnya.
177
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam
mengabarkan kepada para shahabatnya
bahwa malaikat sedang memandikan
jasadnya. Lalu beliau bersabda, “Tanyakan
kepada keluarganya, ada apa dengan
dirinya?”
178
Subhanallah, bersegera, itulah yang
membuat Hanzalah mendapat kemuliaan
dimandikan malaikat. Seolah, Hanzalah telah
menjadi wujud nyata dari surah Ali Imran ayat
133 berikut ini;
”Dan bersegeralah kamu kepada ampunan
dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya
seluas langit dan bumi yang disediakan untuk
orang-orang yang bertakwa.”(QS. Ali ’Imron:
133)
179
tahun depan, minggu depan, atau sekedar
nanti sore. Tidak. Sekaranglah kebaikan itu
harus dilakukan. Bersegeralah.
180
Selain hidayah, masih begitu banyak alasan
lain yang sering diajukan untuk menunda
melaksanakan kebaikan. Ada yang menunggu
momen, ada yang menunggu syarat, dan ada
yang menunggu wangsit. Yang terakhir itu sih
bisa-bisa saya saja.:p
181
pengaduan rakyatnya. Rasa lelah dan kantuk
yang begitu berat, rasanya tak mampu lagi
ditahan. Ingin rasanya segera merebahkan
badan untuk mengistirahatkan seluruh jasad
dan fikiran.
182
Terimakasih wahai Umar dan puteramu yang
hebat. Kalian berdua telah mengajarkan pada
kami tentang pentingnya menyegerakan
kebaikan. Karena kami pun betul-betul tidak
tahu kapan malaikat Allah akan menjemput
kami.
183
Karenanya, tentu tak ada pilihan lain bagi kita,
selain segera mengamalkan apa yang telah
diperintahkan oleh Allah dan Rasul-Nya
kepada kita. Sekaranglah saatnya kita mulai
menutup aurat, bukan besok atau lusa.
Sekaranglah saatnya kita memulai menjaga
perut kita dari zat-zat yang haram dan tidak
thayyib. Sekaranglah saatnya kita
menghindari berduaan dengan yang bukan
mahram kita. Sekaranglah waktunya kita
melakukannya. Sekaranglah, bersegeralah.
***
184
12
CERDAS BERIBADAH
185
Saat Harus Memilih
186
ada hukumnya, selama ada fakta
perbuatannya.
187
Jadi menonton sambil tertidur tidak ada
faktanya, karena itu tidak ada hukumnya.
188
Ada awlawiyatul-’amal dalam pembahasan
fiqih, artinya prioritas perbuatan. Perbuatan
mana yang harus didahulukan dan mana yang
harus diakhirkan. Perbuatan mana yang harus
dikerjakan dan harus ditinggalkan. Nah, fiqih
membahasnya dalam fiqh prioritas, (fiqh
awlawiyat).
189
didahulukan, setelah itu tidak sempat shalat
isya. Ini prioritas yang keliru.
190
ke masjid. Dan sekarang ana juga sudah tidak
punya uang lagi.”
191
yang mubah dan meninggalkan yang makruh.
Apalagi jika ada pilihan yang haram, sekuat
apapun kita pasti akan meninggalkan
keharaman tersebut.
192
paling besar manfaatnya. Atau jika (mungkin)
mengandung mudharat, maka pilihlah yang
paling kecil mudharatnya.
193
”Diwajibkan atas kamu berperang, padahal
berperang itu adalah sesuatu yang kamu
benci.” (QS. Al-Baqarah 216)
194
”Mereka bertanya kepadamu tentang khamar
dan judi. Katakanlah: ’Pada keduanya
terdapat dosa yang besar dan beberapa
manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya
lebih besar dari manfaatnya’.”(QS. Al-
Baqarah: 219)
195
Allah tidak akan bergeser oleh manfaat dan
mudharat. Haram tetaplah haram, sebanyak
apapun manfaat yang didapat darinya.
196
”...boleh jadi kamu membenci sesuatu,
padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi
kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat
buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang
kamu tidak mengetahui” (QS. Al-Baqarah 216)
197
yang lain. Kemungkinan kedua adalah
mengerjakan yang satu dan meninggalkan
yang lain.
Kesempatan
198
Karena waktu shalat isya masih panjang,
sedangkan kita hanya memiliki
kesempatan sedikit untuk memenuhi
janji kita, maka kita lebih baik
mendahulukan menepati janji dan
mengakhirkan shalat isya. Tetapi, jika
kesempatan memenuhi janji masih
panjang, shalat isya tetap harus
didahulukan. Karena shalat di awal
waktu lebih utama.
199
untuk melunasi hutang ke salah satu
sahabat, dan itu berarti harus menunda
pembayaran kepada sahabat kita yang
satunya. Keduanya wajib, mana yang
harus didahulukan.
200
asas manfaat.
***
201
”Sesungguhnya Kami telah menjadikan apa
yang di bumi sebagai perhiasan baginya, agar
Kami menguji mereka siapakah di antara
mereka yang terbaik amalnya”
(QS. Al-Kahfi: 7)
***
202
Percik 5:
Berbagi Cahaya
203
13
‘DONGENG’ UMAT TERBAIK
204
kecil yang disebut Allah sebagai umat terbaik
di antara manusia. Siapa yang tidak ge-er
mendapat predikat tersebut?
205
dengan warga dunia lainnya. Ya, karena kita
adalah umat terbaik.
206
gunting di dalam perutnya, akibat kelalaian
dokter saat mengoperasinya.
207
Saudara-saudara kita di Uzbekistan yang
ditembaki oleh militer. Sahabat-sahabat kita di
Kashmir yang selalu diperangi oleh penganut
agama Hindu. Apakah seperti ini yang disebut
sebagai ummat terbaik?
208
harus belajar, maka dengan begitu dia akan
menjadi anak yang pintar.
”... menyeru kepada kema’rufan dan
mencegah dari kemunkaran,
dan beriman kepada Allah.”
(TQS. ’Ali Imran: 110)
209
memenuhi syarat untuk mendapatkan pujian-
Nya itu.
210
menyelesaikan derita yang melanda ummat
Islam sedunia.
211
menguasakan atasmu orang-orang yang
paling jahat di antara kamu, kemudian orang-
orang yang baik-baik di antara kamu berdo'a
dan tidak dikabulkan. (HR. Abu Dzarr)
212
berjuang sendiri saja? Maka biarkanlah Allah
yang langsung menjawabnya kepada kita.
Dan hendaklah ada di antara kamu
segolongan umat yang menyeru kepada
kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan
mencegah dari yang munkar,
merekalah orang-orang yang beruntung.
(TQS. Ali ’Imron: 104)
213
memperjuangkan tegaknya Islam. Sebagai
seorang Nabi, tentu saja Rasul mampu
menjalankan semuanya seorang diri. Tetapi ini
adalah sunnah kenabian, bahwa dakwah Islam
harus dilakukan secara berkelompok, bahu
membahu, dan kokoh.
214
14
BELAJAR DARI ABU DZARR
215
seorang lelaki yang beritanya telah sampai
terdengar ke sukunya. Dia ingin menemui
lelaki itu, dan kemudian mendengarkan
perkataannya.
216
Setelah mendengarkan Al-Quran, Abu Dzarr al-
Ghifary menyatakan keislamannya, dengan
bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah, dan
bahwa Muhammad adalah Rasulullah.
217
Sesungguhnya, jika kebenaran Islam telah
menancap kuat dalam dada seorang Muslim,
maka kebenaran itu akan menuntut untuk
bergerak. Ya, itu karena Islam adalah sesuatu
yang hidup. Maka, ketika ia masuk ke dalam
dada, adalah wajar jika orang yang di dadanya
ada cahaya Islam tak akan kuat untuk
menahan dirinya dari mengungkapkan
kebenaran tersebut.
218
Gatal
219
dengan baik, pastilah seorang penggenggam
Islam akan menjadikan cerpennya sebagai
media untuk menyampaikan kebenaran Islam
yang diyakininya. Jika dia menguasai ilmu
bermusik, tentu ia akan menjadikan lagu-
lagunya sebagai ushlub dakwahnya. Bahkan
jika pun dia hanya seorang yang tak bisa
berbicara ataupun menulis, maka dia akan
mendedikasikan tenaganya untuk
memperjuangkan kebenaran agama yang
diyakininya itu.
Gerah
220
“Barang siapa di antara kalian melihat suatu
kemungkaran hendaklah ia mengubah dengan
tangannya; jika tidak mampu, maka dengan
lisannya;
jika ia masih tidak mampu, maka dengan
hatinya,
dan itu adalah selemah-lemahnya iman.”
(HR. Muslim)
221
di hati kita, jika kita tak ada perasaan benci
ketika melihat kemunkaran. Na’udzubillah.
222
sebagaimana dilakukan oleh tokoh utama kita
dalam perbincangan kali ini, Abu Dzarr al-
Ghifary.
Rindu
223
Apabila Allah memberi hidayah kepada
seseorang melalui upayamu, itu lebih baik
bagimu daripada apa yang dijangkau
matahari sejak terbit sampai terbenam.
(HR. Bukhari dan Muslim)
224
membuncah dalam dada orang beriman, ada
pula kerinduan para Muhajirin akan tanah
yang telah mereka tinggalkan bertahun
lamanya, ada pula kerinduan Ummu Hakim
binti al-Harits pada suaminya yang masih kafir
itu.
225
pasukan penggenggam Islam, dan dia
mengakhiri hidupnya dalam keadaan beriman,
iman yang sebenar-benarnya iman.
***
226
15
MENYEMPURNAKAN IKHTIYAR
227
”Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu
dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan
bantahlah mereka dengan cara yang baik.”
(TQS. An-Nahl: 125)
228
argumennya kemudian menjadi perantara
hidayah bagi orang yang sebelumnya hendak
membunuhnya.
229
menyampaikan kebenaran Islam dengan cara
yang semenarik mungkin. Keburukan saja jika
dibungkus dengan kemasan yang cantik,
maka akan banyak orang yang mengikutinya,
apalagi kebaikan.
Lemah Lembut
230
sesuatu yang sangat rapuh, tetapi
permukaannya sangat kasar.
Tidak Membosankan
231
karena khawatir kejenuhan kami.”
(HR. Ahmad)
Jangan Takut
232
untuk menyatakan apa yang sebenarnya jika
memang benar
kamu melihatnya, menyaksikan atau
mendengarnya.”
(HR. Ahmad)
233
pikiran kita atau dengan tenaga yang kita
miliki.
234
matahari sejak terbit sampai terbenam.”
(HR. Bukhari dan Muslim)
***
235
Percik 6:
Terus Melangkah
236
16
JALAN INI BERDURI
237
beriman, sedang mereka tidak diuji lagi?”
(TQS. Al-’Ankabut: 2)
238
Saat mencoba meminta perlindungan ke Thaif
bersama Zaid bin Haritsah, beliau justru
dilempari dengan kotoran dan batu, hingga
tumit beliau yang mulia terluka. Setiap kali
beliau berangkat ke masjid untuk shalat
shubuh, selalu saja ada seorang Yahudi yang
meludahinya. Ummu Jamil, isteri Abu Lahab
bahkan rela menjual perhiasannya demi
membeli ranting berduri untuk merintangi
jalan yang dilalui Rasulullah. Berkali-kali orang
kafir Quraisy memfitnahnya, menuduhnya
gila, bahkan mencoba membunuhnya.
239
akan ada lagi orang-orang bejat seperti Abu
Jahal dan Abu Lahab? Ketahuilah sahabatku
yang telah memilih jalan ini, zaman akan
selalu menyediakan orang-orang seperti Abu
Jahal, Abu Lahab dan konco-konconya.
Sebagaimana Allah selalu menyediakan gelap
sebagai lawan dari terang, maka Allah selalu
menyediakan orang-orang zalim sebagai
penguji bagi orang-orang beriman.
240
Karena itu, Abu Jahal akan kembali hadir di
zaman ini, meski dengan nama dan wujud
yang berbeda, tetapi dengan tugas yang sama
untuk mengganggu kita. Mungkin Abu Jahal
masa kini tidak bersorban dan menyandang
pedang sebagaimana Abu Jahal yang
mengganggu nabi. Tetapi ia datang dengan
kepentingan yang sama, menghalangi dakwah
kita. Karenanya, bersiaplah.
241
Di saat bersamaan, kita menyadari bahwa
jalan yang lurus bukanlah jalan yang mulus.
Itu berarti, kitalah yang meminta pada Allah
jalan yang terjal ini. Maka, tak ada pilihan lain
bagi kita kecuali tetap melangkah, meski duri
menyobek-nyobek telapak kaki kita. Kita akan
terus melaju, meski kepala kita akan terantuk-
antuk batu dan berdarah. Kita akan terus
berjalan, meski keringat bercucur tanpa henti,
meski air mata menetes tanpa jeda, meski
darah terus mengalir hingga ke akhirnya.
Berjalanlah walau habis terang
Ambil cahayaku
Terangi jalanmu
(Peterpan, Walau Habis Terang)
242
Keistiqamahan bukanlah menjadi putih di saat
keadaan memang mengharuskan kita menjadi
putih. Sederhananya begini, kita akan dengan
mudah menjadi orang shalih jika lingkungan
keluarga kita memaksa kita menjadi orang
shalih. Tidaklah mengherankan jika kita bisa
menjadi seorang Mukmin yang lurus, di saat
kita tak perlu memikirkan belitan hutang atau
ancaman dari orang-orang yang membenci
Islam. Tidak aneh jika kita menjadi pejuang
Islam jika seluruh manusia menjadi pejuang
Islam. Tetapi jika keadaannya berbeda, di
sinilah keistiqamahan dibuktikan.
243
didatangkan sesuatu untuk menguji kelayakan
kita sebagai orang yang istiqamah.
244
memaksanya melepaskan keimanannya atau
masuk ke dalam kuali berisi air mendidih, dan
Masyithah memilih mempertahankan
keimanannya dan masuk kedalam kuali
tersebut. Istiqamah adalah apa yang
dilakukan oleh Sa’ad bin Abi Waqqas saat
ibunya mogok makan agar ia kembali pada
agama nenek moyangnya, tetapi ia memilih
agamanya dan meninggalkan ibunya. Itulah
istiqamah, dia akan terbukti ketika telah diuji.
245
keluar sebagai emas murni, atau ternyata kita
keluar sebagai emas hitam? Jika kita keluar
sebagai emas murni, berarti kitalah al-
mustaqim itu, kitalah orang-orang yang
istiqamah itu. InsyaaLlah.
246
17
UJIAN CINTA
247
sebaliknya, nyaris setiap sisi kehidupan
Rasulullah dipenuhi dengan ujian dan cobaan.
248
Jika hari demi hari yang kita lalui dipenuhi
dengan kesulitan hidup, tantangan, ancaman
dari orang yang membenci, celaan dari orang-
orang yang mencela (lawmatu la-im),
berbahagialah. Itu pertanda Allah mencintai
kita. Sebaliknya jika detik yang kita lewati
dipenuhi dengan gelimang kenikmatan hidup,
itu pertanda kita belum termasuk hamba yang
dicintai-Nya.
249
Ada sebuah analogi sederhana. Jika seorang
siswa kelas enam sekolah dasar ingin lulus
dari sekolah itu, maka satu-satunya cara yang
harus ditempuh adalah mengikuti ujian. Jika
anak itu tidak mengikuti ujian, tentu ia tidak
akan pernah lulus selamanya.
250
kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya
orang-orang terdahulu sebelum kamu?
mereka ditimpa oleh malapetaka dan
kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan
bermacam-macam cobaan) sehingga
berkatalah Rasul dan orang-orang yang
beriman bersamanya: "Bilakah datangnya
pertolongan Allah?" Ingatlah, Sesungguhnya
pertolongan Allah itu amat dekat. (TQS. Al-
Baqarah: 214)
251
dari itu, mereka menjadikan ujian sebagai
kebutuhan mereka, agar layak mendapatkan
surga. Insya Allah kita akan selalu belajar
untuk itu. Bersama.
Mengangkat Derajat
252
kita tidak termasuk orang yang mampu
menginfaqkan harta kita di jalan Allah.
Mungkin kita tidak memiliki lisan yang sefasih
Mush’ab bin Umair, yang dengannya menjadi
perantara hidayah bagi orang lain. Tetapi
jangan sampai kita berputus asa dari rahmat
Allah untuk mendapatkan derajat yang sama
dengan mereka. Mungkin kita memang tidak
bisa mencapai derajat itu dengan amal-amal
kita. Tetapi yakinlah, Allah telah menyediakan
tools atau alat untuk menjadikan kita layak
mendapatkan derajat seperti mereka, itulah
ujian.
Menghapus Dosa
253
sebanding dengan besarnya dosa yang kita
lakukan? Wallahu a’lam.
***
254
Tersenyumlah
Sesungguhnya orang-orang yang
mengatakan: "Tuhan kami ialah Allah"
Kemudian mereka meneguhkan pendirian
mereka, Maka malaikat akan turun
kepada mereka dengan mengatakan:
255
"Janganlah kamu takut dan janganlah
merasa sedih; dan gembirakanlah mereka
dengan jannah yang Telah dijanjikan
Allah kepadamu" (TQS. Fushshilat: 30)
256
kita di sisiNya? Kenapa harus khawatir, jika
ujian adalah penghapus dosa-dosa kita?
Kenapa harus bersedih, jika dengan ujian, kita
layak mendapatkan surga?
Tersenyumlah.
257
Nyala Ketiga
MENUJU CAHAYA
258
Nyala Ketiga
MENUJU CAHAYA
***
”Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada
Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-
Nya. Maka masuklah ke dalam jama'ah
hamba-hamba-Ku.”
(TQS. Al-Fajr: 27-29)
***
Percik 7:
Merancang Kematian
Percik 8:
Menang
Semesta dalam Teduh
Akhir Cerita Kita
259
Sahabat, setelah membaca Nyala pertama;
MENYINARI HATI, kita menjadi seorang Muslim
dengan keyakinan yang bulat utuh terhadap
Islam. Pada Nyala kedua; MENERANGI
SEMESTA, kita telah belajar bersama tentang
pentingnya mengejar ilmu sehaus
pengembara, mengamalkannya sekuat daya,
dan menyebarkannya sepenuh jiwa, serta
kewajiban untuk terus istiqamah dalam
menjalani ketiganya. Nah, pada Nyala ketiga:
MENUJU CAHAYA ini, saya hanya ingin
mengingatkan bahwa perjuangan kita
bukanlah perjuangan tanpa akhir.
260
bermaksiat, kita bisa mati dalam keadaan
berjihad. Keduanya bisa kita rencanakan sejak
sekarang. Dan di Percik 7 itu nanti, kita akan
belajar merancang kematian yang indah,
kematian yang telah didapatkan oleh para
pejuang Islam sebelum kita. Berikutnya pada
Percik 8: Menang, saya ingin menyampaikan
akhir cerita kita, yaitu kemenangan di dunia
berupa kejayaan dan kemenangan di akhirat
berupa surga.
261
262
Percik 7:
Menang
263
18
SEMESTA DALAM TEDUH
264
kelaparan. Ketika dunia bersatu padu dalam
meninggikan kalimat Allah.
265
rumahnya. Ketika Islam berjaya, dan
kekufuran binasa.
266
267
19
AKHIR CERITA KITA
”Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada
Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-
Nya. Maka masuklah ke dalam jama'ah
268
hamba-hamba-Ku.”
(TQS. Al-Fajr: 27-29)
”Mereka bertelekan di atas permadani yang
sebelah dalamnya dari sutera.
Dan buah-buahan di kedua syurga itu dapat
(dipetik) dari dekat.”
(TQS. Ar-Rahman: 54)
269
Di sini hanya ada kesenangan. Sejauh mata
memandang, yang kau lihat hanyalah
keceriaan. Para bujang yang hilir mudik.
Bidadari yang bagaikan kilau mutiara. Mata air
salsabila yang sangat menyegarkan dahaga.
Sungai yang mengalir beraneka rasa.
Semuanya sungguh menenteramkan jiwa.
270
juga memiliki keluarga di dalamnya yang akan
ia kunjungi padahal sebagian mereka tidak
pernah melihat sebagian yang lain.
(HR. Muslim)
271
tenanglah, karena Allah tak akan membiarkan
kita sendirian menikmati keindahan surga.
Allah sudah menyiapkan bagi kita pasangan
yang tidak pernah tersentuh oleh jin dan
manusia sebelumnya. Kecantikannya laksana
permata yaqut dan marjan yang tak pernah
kita bayangkan selama di dunia.
272
”Di dalam syurga itu ada bidadari-bidadari
yang sopan menundukkan pandangannya,
tidak pernah disentuh oleh manusia sebelum
mereka (penghuni-penghuni syurga yang
menjadi suami mereka), dan tidak pula oleh
jin”
(TQS. Ar-Rahman: 56)
***
***
273
Selesai atas izin Allah pada hari Selasa, 16 Juni
2009.
Saksikanlah Ya Allah. Aku telah
menyampaikan.
274
TENTANG PENULIS
275
Setelah tiga tahun mendapatkan pendidikan
formal di SMAN 1 Mataraman, dan mengecap
pendidikan informal di KSI-nya (yang ternyata
lebih berkesan dan mempengaruhi
kehidupannya di masa mendatang), anak
pertama dari tiga bersaudara ini kemudian
melanjutkan studi di bidang yang paling
disenanginya, Matematika. Pada tahun 2003,
dia resmi menjadi mahasiswa program studi
Pendidikan Matematika FKIP Unlam
Banjarmasin.
276
pengasuh di beberapa program radio lokal,
seperti Madinatus-Salam 90,9 FM, Sky 89,3 FM
dan beberapa radio lainnya. Ayah dari
Muhammad Nawfa Hamzah dan Muhammad
Alif al-Fatih ini juga mengasuh beberapa majlis
ta’lim khusus remaja.
MELAWAN DENGAN
CINTA
277
***
SETELAH MENGGENGGAM BARA
ISLAM
(SEBUAH PENDAHULUAN)
278
itu yang saya sajikan secara cukup rinci, yaitu
Genggam Pertama: Sekokoh Karang. Saya
tidak berani mengambil risiko untuk
menuliskannya secara singkat. Pembahasan
itu adalah pembahasan keimanan, jika saya
tidak tuntas dalam menyajikannya, betapa
berbahayanya tulisan saya terhadap akidah
pembaca. Sedangkan pembahasan tentang
dakwah, saya rasa masih bisa disampaikan
secara umum saja. Target dari pembahasan di
Genggam Kedua itu memang untuk sekedar
menyadarkan saya dan pembaca, bahwa kita
tak punya pilihan lain dalam menjadi Muslim,
selain terus mempelajari, mengamalkan, dan
menyebarkan Islam.
Nah, dalam menyebarkan Islam yang kita
yakini ini, ternyata banyak sekali hal yang
harus kita perhatikan, dan itu tidak sempat
saya sajikan dalam buku Menggenggam Bara
Islam. Insya Allah, buku ini adalah bentuk
pertanggung-jawaban saya untuk memperinci
279
pembahasan yang terputus di buku itu.
Semoga bermanfaat.
280
Seolah mereka tak ingat bahwa segala
perbuatan akan dipertanggungjawabkan di
hadapan Allah. Seolah mereka tak tahu,
bahwa jika maut memanggil, kesempatan
bertaubat sudah tak lagi ada. Geraham saya
menggeretuk.
Sepanjang perjalanan pulang, saya tak bisa
menahan kemarahan. Entah kenapa, kalimat-
kalimat hujatan mengalir begitu deras dari
lisan saya. Tetapi saya heran, tak sekalipun
isteri saya menanggapi perkataan saya.
Luapan kemarahan saya tak berjawab.
Sepanjang perjalanan pulang isteri saya tak
mengucapkan kata sepatahpun, bahkan untuk
sekedar gumam tanda setuju.
Sesampai di rumah, saya baru tahu kenapa
isteri saya tak sekalipun menanggapi
kemarahan saya terhadap para remaja yang
keterlaluan itu. Wajahnya basah oleh linangan
air mata. Dengan perasaan bersalah, saya
tanyakan sebab tangisnya. Apakah karena ada
perkataan saya yang melukainya? Apakah ada
281
sikap saya yang menyakitinya? Ternyata
tidak. Dia justeru menjawabnya dengan
sebuah kalimat tulus yang membuat saya
terdiam seketika itu juga.
”Umi sedih, mereka itu saudara Umi. Umi
kasihan sama mereka. Mungkin mereka tidak
tahu bahwa yang mereka lakukan itu dosa.
Umi kasihan sama mereka, mereka berhak
mendapatkan dakwah, tetapi umi belum
menunaikan hak mereka. Umi sedih, umi ga
mau mereka hancur...”
Sungguh, akhwat yang saya nikahi beberapa
tahun lalu itu, telah mengajarkan saya satu
hal yang luar biasa: Cinta. Selama ini saya
terlalu sering mengatakan bahwa dakwah
adalah tanda cinta, tapi tak sekalipun kalimat
itu mewujud dalam tindakan saya. Saya malu
pada isteri saya. Dan saya bangga
menikahinya.
Dua Pilihan
Mari kita bandingkan sikap saya dengan sikap
isteri saya. Jelas sekali perbedaannya. Saya
282
marah ketika melihat kemaksiatan,
sedangkan isteri saya sedih saat
menyaksikannya. Sikap terhadap
kemaksiatan, menggambarkan cara saya
memandang dakwah. Saya marah. Kemarahan
saya menunjukkan bahwa saya memandang
orang yang melakukan kemaksiatan sebagai
musuh, sebagai orang yang menantang Allah.
Sedangkan isteri saya sedih. Kesedihannya
menunjukkan bahwa dia memandang orang
yang melakukan kemaksiatan bukan sebagai
musuh, bukan sebagai penantang Allah. Isteri
saya melihat mereka sebagai korban. Bagi
isteri saya, mereka melakukan kemaksiatan
bukan untuk menantang Allah. Bukan. Mereka
melakukan itu karena alasan lain yang tidak
pernah saya pedulikan sebelumnya. Mungkin
karena mereka tidak tahu, atau bisa jadi
mereka tahu tetapi mereka belum kuat untuk
melawan dorongan nalurinya.
Orientasi Dakwah
283
Perbedaan sikap saya dan isteri terhadap
kemaksiatan menunjukkan perbedaan
mafahim, perbedaan cara pandang. Sikap
saya menunjukkan dakwah yang da’i-oriented
(berfokus pada diri penyampai dakwah),
sebaliknya sikap isteri saya menggambarkan
dakwah yang mad’u-oriented (berfokus pada
diri objek dakwah).
Dalam fikih, mungkin pembahasan saya ini tak
terlalu diperlukan. Pembahasan saya bukan
soal halal atau haram, karena bagaimanapun
selama ikhlas dan sesuai tuntunan kenabian,
dakwah akan menghantarkan pelakunya pada
pahala yang menggunung, insyaAllah.
Pembahasan saya ini lebih cenderung kepada
efektifitas dan efisiensi dalam dakwah. Meski
secara hukum insyaAllah sama, tetapi
perbedaan orientasi akan menghantarkan
pada perbedaan sikap dalam dakwah.
Perbedaan sikap akan menghantarkan pada
perbedaan kualitas dakwah kita, dan
284
insyaAllah akan menghantarkan pada hasil
yang berbeda pula.
Dakwah yang Egois
Kita sebagai penyampai hanya berpikir
tentang kewajiban kita saja. Yang penting
kewajiban kita tertunaikan. Karena sekedar
menggugurkan kewajiban, biasanya kita akan
melakukannya secara sporadis (tak
beraturan), yang penting dakwah
tersampaikan.
Biasanya, kalimat yang dipilih oleh orang-
orang yang da’i-oriented adalah kalimat
seperti; kita harus mendakwahi mereka
agar mereka mendukung dakwah kita.
Mari kita simak kalimat yang saya bold,
betapa egoisnya orang yang da’i-oriented.
Frase pertama saja sudah menggambarkan
sudut pandang ego-sentris, berpusat ke diri;
kita harus mendakwahi mereka. Apa yang
salah dengan frase ’kita harus mendakwahi
mereka’? Tidak ada, frase itu tidak salah
secara syar’i, tidak akan membuat yang
285
mengucapkannya berdosa. Kalimat itu hanya
menunjukkan bahwa orang yang
mengucapkannya memusatkan perhatian
kepada dirinya.
Sudahlah frase pertama menggambarkan
sikap yang egois, dilengkapi pula dengan frase
kedua yang merupakan tujuan dakwah kita,
yaitu ’agar mereka mendukung dakwah kita’.
Ya, bahkan mendakwahi mereka pun untuk
kita. Egois sekali bukan?
Dakwah yang Sporadis
Karena berfokus pada da’i, biasanya dakwah
yang dilakukannya juga sporadis. Dia tidak
pernah menakar-nakar lagi apakah
dakwahnya efektif atau tidak. Tidak pernah ia
menghitung-hitung lagi apakah dakwahnya
bisa sampai atau tidak. Tidak pernah ia
mempertimbangkan apakah orang bisa
menerima dakwahnya atau tidak.
Jika antum ingin tahu bagaimana sikap
dakwah yang egois dan sporadis, lihatlah
sikap saya dalam cerita pembuka bahasan ini.
286
Betapa saya tak lagi memikirkan apakah
hujatan saya efektif atau tidak. Betapa saya
tak lagi menakar-nakar apakah mereka mau
mendengarkan dakwah saya jika saya
melakukannya dengan teriakan kasar.
Dakwah yang da’i-oriented akan membuat
kita melemparkan dakwah secara
sembarangan, karena sudut pandangnya
adalah ’yang penting aku menyampaikan’.
Ketika kita melakukannya secara sporadis,
orang yang menjadi sasaran dakwah kita akan
memasang hijab setebal-tebalnya dari dakwah
kita. Antum mungkin bisa membayangkan
sikap orang-orang yang saya teriaki ketika itu,
apakah mereka menyambut dakwah saya
dengan tangan terbuka dan senyum
mengembang? Tidak, kemungkinan terbesar
adalah mereka memasang hijab setebal-
tebalnya dari dakwah saya, sebenar apapun
perkataan saya.
Maka mulai sekarang, mari kita belajar
melengkapi persepsi tentang dakwah. Bahwa
287
dakwah adalah kewajiban, tentu kita semua
telah meyakininya. Tapi saya mohon
tambahkan satu kalimat ini dalam
pemahaman kita: dakwah adalah hak mereka.
Dengan begitu, kita akan berpikir bagaimana
agar dakwah sampai ke mereka, bukan hanya
tentang bagaimana kita menyampaikan
dakwah. Bisa merasakan bedanya?
288
Ya, bagi saya ketika itu, diam tidak akan
menyebabkan apa-apa. Diam bukanlah
sebuah kejahatan.
Sampai kemudian saya merenungkan dua
ayat singkat dalam surah at-Tiin berikut ini:
“Sesungguhnya, Kami benar-benar telah
menciptakan manusia dalam sebaik-
baik bentuk. Kemudian kami lembarkan
mereka ke dalam tempat yang
serendah-rendahnya.” (TQS At-Tiin: 4 –
5)
Betapa indah alunan yang dirangkai Allah
dalam dua ayat tersebut. Indah didengar,
tetapi mengguncang dada. Allah bertutur
pada kita mengenai kondisi kita yang telah
diciptakan dalam bentuk terindah. Semua
manusia, tanpa kecuali. Lalu, setelah semua
manusia diciptakan Allah dalam bentuk yang
terbaik, maka semuanya Allah hempaskan ke
289
dalam tempat yang hina. Ya semuanya.
Artinya secara umum manusia akan
mengalami dua keadaan itu; diciptakan dalam
bentuk terbaik, kemudian dihempaskan ke
tempat yang hina. Semuanya.
“Kecuali orang-orang yang beriman dan
beramal shalih, maka bagi mereka
balasan yang tak pernah putus.” (TQS.
At-Tiin: 60)
Tetapi pada ayat berikutnya Allah
memberikan pengecualian, yaitu orang-orang
yang beriman dan beramal shalih. Ya, hanya
merekalah orang-orang yang tidak akan
dihempaskan setelah diciptakan dengan
sempurna.
Sahabat semuanya. Saya mohon maaf
sebelumnya. Belum apa-apa sudah bedah
ayat. Padahal biasanya orang menyajikan
290
pembuka yang enak-enak, yang santai-santai.
Saya malah mengajak kalian semua berpikir
keras untuk merenungkan makna tiga ayat
dalam surah At-Tiin itu. Afwan ya. Bukan
maksud saya mengajak kalian mumet pagi-
pagi. Tapi insyaaLlah, pembahasan berat di
awal ini justeru akan meringankan
pembahasan kita di lembar-lembar
berikutnya.
Buku ini saya beri judul Melawan Dengan
Cinta, di sini kita akan banyak berbincang
tentang dakwah. Tetapi apa hubungannya
dakwah dengan ketiga ayat pertengahan
surah At-Tiin ini? Bukankah ayat 4, 5 dan 6
surah tersebut bercerita tentang penciptaan
manusia dan tentang keimanan?
Nah, mari kita renungkan. Semua manusia
telah diciptakan dalam sebaik bentuk. Bentuk
yang mulia. Ayat ini memposisikan kita pada
derajat yang tinggi. Tetapi setelah itu Allah
menghempaskan kita ke dalam tempat yang
serendah-rendahnya. Secara otomatis.
291
Artinya, kecenderungan manusia sebenarnya
adalah menjadi hina. Sebenarnya secara
otomatis manusia akan dilemparkan ke dalam
tempat yang sehina-hinanya. Semuanya. Ya,
semuanya.
Karena secara umum akan melalui tahapan
itu(diciptakan sempurna – dilemparkan), maka
tak perlu berbuat apa-apa pun kita pasti akan
hina. Sebagaimana orang yang berada di air
terjun yang deras, maka kecenderungan
terbesarnya adalah hanyut terjatuh. Tak perlu
berenang ke bawah, diam pun kita pasti akan
terjatuh, secara otomatis. Illa, kecuali. Kecuali
orang-orang yang bergerak melawan arus
deras itu, kemudian segera mencari pegangan
kokoh, lalu dia terus berpegang seraya
bergerak menuju tepian. Maka orang-orang
seperti inilah yang akan selamat. Diam?
Hanyut!
Begitupula dalam menjalani arus kehidupan
yang begitu deras ini. Manusia yang
diciptakan dalam sebaik-baik bentuk, memiliki
292
kecenderungan yang besar untuk ’hanyut’ dan
’jatuh’ ke lembah nista. Tak perlu berbuat
maksiat. Diam pun pasti kita akan jatuh ke
dalam kehinaan. Sebagimana kalam Allah
dalam dalam surah At-Tiin ayat 4 dan 5
tersebut. Secara otomatis kita diciptakan
dalam sebaik bentuk, dan secara otomatis
pula kita akan dilemparkan ke tempat yang
sehina-hinanya. Illa, kecuali. Kecuali orang
yang beriman dan beramal shalih, maka
mereka tidak akan ikut hanyut dalam arus
deras itu. Orang beriman dan beramal shalih
laksana orang yang bergerak melawan arus,
kemudian mencari tempat untuk berpegang,
lalu bergerak merapat ke tepian. Ya,
merekalah yang akan selamat, yang akan
tetap berada dalam kondisi semula; sebaik-
baik bentuk. Tetapi orang yang diam saja,
yang tak bergerak, yang tak berpegang,
merekalah orang yang akan hanyut, jatuh dari
tempat mulia menuju tempat yang paling
hina.
293
Njlimet ya? Afwan. Bukan maksud saya
membahasnya dengan ribet. Tapi itu murni
karena kelemahan saya dalam
menyederhanakannya. Jika ada yang bersedia
menyederhanakan kalimat saya di beberapa
paragraf yang lewat, saya sangat
berterimakasih.
Kesimpulan saya sebenarnya sederhana. Kita
adalah makhluq terindah. Jika kita diam, maka
kita akan dilemparkan Allah ke dalam tempat
yang serendah-rendahnya. Dan untuk tetap
bertahan di tempat terindah ini, maka kita
tidak boleh diam, kita harus beriman dan
melakukan amal-amal shalih. insyaaLlah.
Lalu, setelah penjelasan yang cukup
memusingkan itu, apakah kita masih berpikir
bahwa diam tidak memberi mudharat? Apakah
kita masih berpikir bahwa tidak melakukan
apa-apa berarti tidak menyebabkan apa-apa?
DIAM = KALAH
”Satu-satunya cara untuk
membuat kejahatan menang
adalah,
294
orang baik tidak usah berbuat
apa-apa!”
(Edmund Burke)
Lagi-lagi saya terhentak. Surah At-Tiin ayat 4 -
6 telah menghentak kesadaran saya bahwa
diam berarti hanyut. Kini Edmund Burke (saya
tidak tahu dia ini siapa, tetapi saya temukan
kalimatnya di salah satu buku, dan kalimatnya
membekas di hati saya, maka saya kutipkan di
sini untuk kalian semua), ia juga menghentak
kesadaran saya bahwa diam berarti kalah.
Bayangkan, berapa jam sehari kita tidur?
Misalnya, delapan jam. Dan memang
begitulah pola tidur sehat yang diajarkan pada
kita sejak kecil. Pola tidur sehat itu ditebarkan
oleh Barat untuk kita, kaum Muslimin. Tentu
kita bisa menebak maksudnya kan? Mari kita
sadari bahwa delapan jam adalah sepertiga
dari duapuluh empat jam. Ya, sepertiga hari
kita habiskan untuk tidur. Jika usia kita 60
tahun (begitu biasanya para trainer
memisalkan), maka dari 60 tahun itu, 20
295
tahunnya hanya kita gunakan untuk tidur!
Begh!
Oiya, sebelumnya harus diingat juga bahwa
tidur berarti diam. Maka, ketika delapan jam
sehari kita tidur, itu sama artinya kita telah
diam selama delapan jam perhari. Apa
salahnya? Tentu saja secara syar’i tidak ada
dalil yang mengharamkan tidur. Sayang saja
sih, tidak produktif. Apakah musuh-musuh
Islam yang menebarkan pola tidur sehat itu
benar-benar tidur delapan jam dalam sehari?
Tidak. Saat kita tidur itulah mereka bangun
untuk bergerak. Mereka memikirkan berbagai
macam cara berikutnya untuk semakin
melemahkan kita. Mereka membuat film,
membuat video klip, membuat majalah-
majalah, membuat lirik-lirik lagu, membuat
sinetron, menulis buku, dan lain sebagainya.
Untuk apa mereka melakukan itu semua?
Untuk membuat kita semakin tidak produktif
lagi.
296
Bayangkan kawan. Dalam sehari kita sudah
’dipaksa’ tidur delapan jam. Ternyata, pas kita
bangun, kita juga dilenakan dengan perkara-
perkara yang tidak bermanfaat, bahkan
menjerumuskan. Setelah bangun tidur, kita
segera dihadapkan pada tontonan-tontonan
yang tidak bermutu. Atau kita langsung
mendengarkan radio, untuk apa? Sekedar
greeting, atau request lagu. Agak siangan dikit
kita disuuhi tayangan musik atau gosip.
Benar-benar tidak bermutu bukan?
Oke, mungkin ada sebagian dari kita yang
tidak menonton televisi atau mendengar
radio, mereka memilih segera keluar rumah
untuk nongkrong dengan teman-temannya.
Pergi ke kampus atau ke sekolah. Di sana
mereka dipaksa terlena lagi. Coba dengarkan
materi pembicaraan mereka, apakah
bermutu? Paling-paling seputar tiga hal;
handphone, idola, dan pacar.
Bagaimana bisa dikatakan generasi terbaik,
sudahlah terlalu banyak tidur, pas bangun
297
malah tidak produktif. Lalu kapan kita
berkarya untuk dunia?
Satu lagi, saat kita terlena itulah, saat kita
diam itulah mereka melancarkan serangan
rahasianya pada kita. Bukan dengan senjata
meriam atau bom. Mereka melancarkan
serangan yang sangat lembut, sampai-sampai
serangannya kita rasakan sebagai belaian.
Mereka menyerang kita dengan gaya hidup
bebas, kita tidak melawan, malah menjadi
generasi pertama yang mempraktikkannya.
Karena kita tidak menganggap itu sebagai
serangan, melainkan sebagai belaian yang
memanjakan nafsu kita. Lalu kitapun
mengikutinya.
Sekadar analogi sederhana, untuk membuat
pisau belati tak melukai tangan, tak perlu
memusnahkannya, cukup dengan
menumpulkan matanya saja. Begitu juga,
musuh-musuh Islam sadar betul, bahwa kita,
para pemuda adalah ujung tombak kekuatan
kaum Muslimin. Maka agar kita tidak
298
membahayakan mereka, tak perlu dengan
memusnahkan kita, cukup dengan
melemahkan kita, cukup dengan membuat
kita terlena.
Jika ujung tombak perjuangan telah tumpul
dengan diam. Maka ketika musuh-musuh
Islam benar-benar menyerang secara fisik,
saat itulah, kita tak lagi peduli. Saat itu kita
diam. Kita telah tumpul. Gaya hidup kita telah
berubah. Kita menjadi generasi yang tak lagi
menakutkan bagi musuh. Karena kita telah
dilumpuhkan. Saat itulah, kekalahan menjadi
milik kita.
BERGERAKLAH!
Kita kalah karena diam. Kita kalah karena
terlena.
Karena itu, bergeraklah. Ambillah salah satu
peran dalam perjuangan ini.
299
300
amal-amal yang saleh bahwa dia
sungguh- sungguh akan menjadikan
mereka berkuasa dimuka bumi,
sebagaimana dia Telah menjadikan
orang-orang sebelum mereka
berkuasa, dan sungguh dia akan
meneguhkan bagi mereka agama yang
Telah diridhai-Nya untuk mereka, dan
dia benar-benar akan menukar
(keadaan) mereka, sesudah mereka
dalam ketakutan menjadi aman
sentausa. mereka tetap menyembahku-
Ku dengan tiada mempersekutukan
sesuatu apapun dengan Aku. dan
barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah
(janji) itu, Maka mereka Itulah orang-
orang yang fasik. (TQS. An-nuur: 55)
Sebenarnya terserah saja. Kita mau
mengambil peran perjuangan atau tidak, Islam
tetap akan menang. Dengan atau tanpa kita.
Jika kita tidak mengambil peran perjuangan
ini, tetap akan ada orang yang akan
301
memanggulnya. Karena kemenangan Islam
adalah janji Allah, maka Allah pasti akan selalu
menyiapkan pejuang-pejuang untuk
mewujudkan kemenangan itu. Jika kita tidak
mengambil peran ini, pasti yang lain.
Jadi tak perlu jual mahal dengan slogan,
”Kalau bukan kita, siapa lagi?” Seolah hanya
kita yang bisa memperjuangkan kemenangan
Islam. Sehingga kalau kita tidak
memperjuangkannya, seolah-olah tidak ada
lagi orang yang mau memperjuangkannya.
Sok pahlawan banget kan? Padahal akan
selalu ada generasi yang
memperjuangkannya. Sekali lagi, jika bukan
kita, pasti yang lain. Bukan Islam yang
memerlukan kita, kitalah yang membutuhkan
Islam.
Terserah saja, mau mengambil peran
perjuangan atau tidak. Pertanyaannya, apakah
kita tidak merasa rugi jika tidak ambil bagian
dalam mewujudkan kemenangan Islam?
302
”Dan Allah Telah berjanji kepada orang-
orang yang beriman di antara kamu dan
mengerjakan amal-amal yang saleh
bahwa dia sungguh- sungguh akan
menjadikan mereka berkuasa dimuka
bumi...”
SENIKMAT SANG PENDAKI
Izinkan saya menyajikan kisah kecil ini dulu
ya.
Ada tiga tipe manusia dalam pendakian
gunung: pendaki sejati, pekemah, dan
penunggu. Pendaki sejati selalu
mengupayakan untuk sampai ke puncak
gunung. Maka dia melengkapi berbagai
persiapan yang dibutuhkan oleh seorang
pendaki. Apapun gangguan yang akan
menghadang di tengah pendakian, seorang
pendaki sejati akan tetap menempuhnya.
Apapun yang dikatakan oleh orang yang tidak
mendaki, pendaki sejati akan terus
menempuh pendakiannya. Seberapa
303
banyakpun temannya yang menghentikan
pendakian, ia akan terus melangkah.
Sedangkan pekemah, pada awalnya dia ikut
mendaki. Tetapi ia orang yang mudah puas. Ia
bahkan terlalu takut menghadapi berbagai
resiko yang menghadang di tengah
pendakian. Maka iapun mendirikan kemahnya,
beristirahat di sana dan menghentikan
pendakiannya. Ia telah puas, ia telah lelah.
Apalagi penunggu. Sejak awal dia tahu bahwa
gunung itu perlu didaki. Tetapi dia tidak mau
mengambil peran pendakian. Ia memilih untuk
berdiam diri di kaki bukit, sembari menunggu
kabar dari pada pendaki yang telah naik. Ia
takut dengan resiko yang menghadang. Ia
juga merasa cukup berada di bawah saja. Ia
berpikir, cukup temannya saja yang mendaki,
dia tidak ingin ambil resiko. Diapun diam,
menunggu kabar dari atas.
Sang pendaki sejati telah sampai di puncak
gunung. Di sana ia melihat betapa indah alam
semesta. Di sana ia merasakan kesejukan
304
udara yang tak tercampur oleh berbagai
macam gas hasil pembakaran. Di sana ia
melihat ada awal-awan kecil di bawah tempat
ia berpijak. Di sana ia menatap keindahan
warna pelangi yang melengkung di depannya.
Di sana ia melihat betapa indahnya jika
daratan bumi dipandang dari ketinggian. Dia
puas, karena sebelumnya dia baru saja
menantang bahaya untuk mencapainya.
Sementara si pekemah, ia tengah tertidur di
kemahnya. Ia tidak tahu kenikmatan apa yang
dirasakan oleh temannya yang meneruskan
pendakian hingga puncak. Ia telah berpuas
diri dengan apa yang dicapainya.
Bagaimana kabar si penunggu? Dia berteriak-
teriak dari bawah, menanyakan apa yang
dirasakan oleh temannya yang berhasil
mencapai puncak. meskipun si pendaki
menceritakannya, tetap saja si penunggu tak
bisa ikut merasakan nikmatnya. Ya,
sebagaimana jus, ia hanya benar-benar
dinikmati oleh orang yang meminumnya.
305
Sedangkan orang yang sekedar
mendengarnya, sebagus apapun deskripsi
yang didengarnya tentang meminum jus, ia
tidak akan pernah bisa merasakan nikmatnya.
Kalian pasti sudah bisa menebak maksud saya
menyajikan kisah pendaki tersebut.
Ada tiga tipe manusia dalam perjuangan
mewujudkan kemenangan Islam. Golongan
pertama adalah orang yang berjuang hingga
akhir (seperti pendaki sejati). Golongan kedua
adalah mereka yang berjuang pada awalnya,
kemudian karena takut dengan resiko dan
merasa cukup dengan pahala perjuangannya
selama ini, iapun berhenti. Ia tak lagi berjuang
karena merasa pahalanya sudah banyak.
Golongan ketiga adalah para penunggu.
Mereka tahu bahwa memperjuangkan
kemenangan Islam adalah sebuah kewajiban.
Tetapi mereka tidak mau mengambil peran
dalam perjuangan ini. Mereka merasa aman
karena sudah ada temannya yang mau
berjuang. Mereka terlalu takut dengan resiko
306
perjuangan. Mereka diam. Berharap akan
kecipratan pahala dari temannya yang
berjuang. Berharap ikut merasakan
kenikmatan setelah kemenangan Islam
mewujud. Tetapi mereka lupa, bahwa
kemenangan hanya mampu diresapi oleh
orang yang ikut berjuang. Bukan para
penunggu, bukan para pekemah.
Sekarang mau memilih yang mana? Jika saya
yang ditanya, saya akan menjawab dengan
pasti, ”Saya memilih menjadi pejuang
sejati, yang tak akan berhenti hingga
akhir perjuangan ini!”
Bagaimana dengan kalian? Ada yang mau
menemani saya? Saya yakin kalian juga
mengambil pilihan yang sama. Karena itu,
mari kita belajar bersama untuk terus menjadi
pejuang sejati. InsyaaLlah kita akan
menemukannya pada lembaran-lembaran
berikutnya.
***
307