Professional Documents
Culture Documents
2
Islam yang mulia. Allah telah mewajibkan kepada dirinya untuk mengurus suaminya, mengurus rumah
tangganya, mengurus anakanaknya.1
Kontekstualisai
Lebih lanjut adalah perihal hak untuk tidak dihindari kecuali didalam rumah sendiri. Seperti yang
telah disabdakan Nabi Muhammad Saw.,bahwa suami dilarang untuk menghindar dari istri kecuali didalam
rumah, yakni ditempat peraduan atau ranjang. Hanya inilah model peringtan tahap awal yang boleh
dilakukan oleh suami mana kala istri melakukan nusyuz atau ketidak patuhan pada suami.Ada pun hal lain
diluar itu,seperti menghindar dalam konteks komunikasi secara lisan,tidak di isyaratkan didalam
hadis.Dengan demikian suami tidak boleh membungkam atau membisu dalam kasus ini. Apa bila hal itu
dilakukan, berarti suami telah berbuat dosa, karena tindakan itu diharamkan kecuali karena uzur.
Sebagai seorang suami laki laki wajib memperhatikan ajaran agama yang terkait dengan segala
sesuatu yang harus dilakukan terhadap istrinya. Sebab Nabi Muhammad saw,memberikan peringatan serius
berkenaan dengan kewajiban suami dalam merealisasikan hak hak wanita yang di peristrinya.Untuk
menjelaskan hal itu,disini akan di kemukakan suatu hadist yang diriwayatkan oleh Tabrani yang artinya:
“Rosulullah saw,bersbda Jika seorang laki laki menikahi seorang wanita dengan memberikan
maskawin baik dalam jumlah besar atau kecil,akan tetapi dalam hatinya tidak ada niatan untuk
menunaikan atau memenuhi hak hak istrinya itu,maka dia telah mengkhianatinya.Apa bila sang suami itu
mati dan belum menunaikan kewajibannya dalam memenuhi hak hak istrinya tersebut,maka ia akan
menghadap Allah Swt,di hari khiamat dengan menanggung dosa Zina” (HR.Thabrani)
Maksud hadist di atas adalah, bahwa menafkahi istri merupakan sebuah keniscayaan bagi para
suami. Secara simbolik, tanggung jawab dilambangkan dengan pemberian mahar atau maskawin tatkala
proses akad nikah.Dengan kata lain maskawin adalah tanda simbolis atas kesiapan suami untuk memberi
nafkah kepada istri beserta anak anaknya.Oleh karena itu,maskawin tidak harus banyak,karna hal itu hanya
lambang atau simbol belaka.Lebih dari itu karna maskawin bukan harga dari seorang perempuan dan bukan
pula akad jual beli perempuan.
Selanjutnya,jika sang suami tidak memberikan hak hak istrinya tersebut maka laki laki itu di anggap sebagai
pelaku zina,dan kelak dihari khiamat dia menghadap dan menanggung dosa perzinaan.Dalam hadist lain
Nabi Muhammad Saw.memberikan petunjuk perihal sesuatu yang harus dilakukan oleh seorang laki laki
dalam upaya memenuih hak seorang istri.Hadist tersebut berasal dari Aisyah yg kemudian di riwayatkan
oleh At-Turmudzi dan Al-Hakim yg artinya:
, K.H Misbah Musthafa, Berbulan Madu menurut Ajaran Rasulallah. Terj. Quratul Uyun, karangan Asy-Syekh Al-Imam Abu
1
Kata akhlak yang berarti keluhuran budi pekerti,dalam hadist tersebut tidak dapat dilepas dari konteks
kalimat setelahnya,yakni,paling lembut sikapnya kepada keluarga.Maksudnya adalah,bahwa suami harus
berakhlak baik dan berperilaku bijak dalam merealisasikan kewajiban serta dalam mengejawantahkan hak
hak istrinya.Kendati kata ‘keluarga’disini memberikan pengertian yang luas,yakni melibatkan banyak unsur
yang termasuk didalamnya,anak,ibu,bapak dan kerabat dekat,namun dalam konteks ini istri sudah barang
tentu mendapatkan prioritas utama.Sebab dialah yang berfungsi sebagai pendukung utama bagi terciptanya
sebuah keluarga. Oleh sebab itu kondisi etik yang positif sebagaimana telah disebutkan dalam hadist tadi
perlu mendapatkan penekanan khusus dalam pembicaraan mengenai kewajiban suami untuk mewujudkan
hak hak istri sehubungan dengan fungsi itu sendiri.
“Rosulullah bersabda,sebaik baik orang di antara kamu sekalian adalah orang yang paling terhadap
keluarga istri,anak dan kerabatnya.Dan aku adalah orang yang paling baik diantara kamu terhadap
keluargaku”(HR.Ibnu Ibban)
Dalam hadist lain Nabi Muhammad saw.cukup tegas dalam menganjurkan kewajiban etik seorang suami
terhadap istri yang artinya:”sebaik baik orang diantara kamu sekalian adalah mereka yang paling baik
terhadap istrinya,dan aku adalah orang yang paling baik diantara kamu sekalian terhadap istriku”
Selain itu dalam kehidupan berumah tangga cobaan merupakan hal yang biasa terjadi.Sang suami akan
mendapat cobaan dari istri,begitu pula sebaliknya.Atau pun cobaan yang berasal selain dari mereka
berdua.Untuk itu Nabi memberika petunjuk agar seorang suami bersabar hati dalam menghadapi cobaan
istri.Begitu pula istri harus kuat menghadapi cobaan dari suami.Dengan demikian mereka berdua dapat
melaksanakan kewajibannya secara baik sesuai dengan ajaran agama.Berikut akan dikemukakan detil detil
keteranganya:
“Diriwayatkan dari Nabi Muhammad saw.bahwa beliau bersabda “barangsiapa yang sabar menghadapi
keburukan budi pekerti istrinya,maka Allah swt.akan memberikan pahala kepadanya seperti yang telah
diberikae kepada Nabi Ayub as.atas cobaan yang menimpa beliau”
Dalam hadist diatas disebutkan betapa besar imbalan yang diberikan Allah kepada suami yang bersabar atas
cobaan yang berasal dari perangai buruk istrinya.Kesabaran sang suami tersebut disamakan dengan kesabara
4
Nabi Ayub as.kala dicoba Allah dengan berbagai penderitaan,melalui gangguan iblis,termasuk cobaan dari
istrinya2
Derajat lebih tinggi yang dimaksud dalam ayat di atas dijelaskan oleh surat An-Nisa' ayat 34, yang
menyatakan bahwa
34. “lelaki (suami) adalah pemimpin terhadap perempuan (istri)."
Kepemimpinan untuk setiap unit merupakan hal yang mutlak, lebih-lebih bagi setiap keluarga, karena
mereka selalu bersama, serta merasa memiliki pasangan dan keluarga, Persoalan yang dihadapi suami-
istri, muncul dari sikap jiwa manusia yang tercermin dari keceriaan atau cemberutnya wajah. Sehingga
persesuaian dan perselisihan dapat muncul seketika, tetapi boleh juga sirna seketika dan dimana pun.
Kondisi seperti ini membutuhkan adanya seorang pemimpin yang melebihi kebutuhan suatu perusahaan
yang sekadar bergelut dengan angka, dan bukannya dengan perasaaan serta diikat oleh perjanjian yang
bisa diselesaikan melalui pengadilan.3
2
Mohammad Khoiruddin, ”Menggapai Keharmonisan Suami Istri” (Surabaya; Ampel Mulia, 2005)
3
M. Quraish shihab, m.a.wawasan al-quran; tafsir maudhu'i atas pelbagai persoalan umat (jakarta; mizan, 2004)
5