You are on page 1of 3

WAJAH MUSI RAWAS 2010

Oleh : Muhamad Nizar, SKM.,MM)*

“Seiring dengan tuntutan otonomi daerah yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan


masyarakat seoptimal mungkin dengan memperpendek rantai birokrasi, pemerataan
pembangunan. Artinya adanya komitmen pemerintah memberikan pelayanan yang
baik dan benar (good gevernance) mampu mengembangkan penggalian potensi
daerah sehingga terwujudlah kesejahteraan masyarakat nan merata. Kebablasan
penafsiran potensi sehingga terjerumus ke paradigma bagaimana memperoleh
pandapatan asli daerah (PAD) belaka tanpa menekankan proses bagaimana instrumen
PAD itu sendiri?”

Kalau kita pelajari perjalanan reformasi dan bandingkan dengan daerah-daerah lain baik
melalui studi banding, maupun dialog atau dari mass media, mengapa reformasi
tersendat, mengapa UU Nomor 22 tahun 1999 direvisi menjadi UU Nomor 32 tahun
2004, “Ada apa dengan otonomi daerah?”
Salah satu persoalan di atas karena rendahnya pemahaman pembangunan perekonomian
daerah. Potensi daerah diarahkan bagaimana mendatangkan investor, sektor pajak dan
retribusi jadi produk unggulan PAD. Padahal pengembangan pembangunan berbasis
potensi daerah perlu diperkuat, industri rumah tangga berbasis perekonomian keluarga
seperti kita kenal, kue Bika produk warga Medan; Salak Gondo dari Yogyakarta, Keripik
Balado Padang; mpek-mpek Pak Raden Palembang, kenapa Musi Rawas yang kaya
dengan potensi daerah belum tersentuh. Bukankah disini banyak potensi yang terpendam
tempoyak, rusik, bakasam, madu, dan banyak lagi industri rumah tangga lainnya. Bahkan
yang mengherankan, kenapa penjualan Jam Lambang Sebiduk Semare dijerat Perda
nomor 01 tahun 2003 padahal dilain daerah justru menjadi kreasi dan inovasi daerah
sebagai bahan suvenir yang dibina dan dilegalisasi oleh pemerintah daerahnya. Lihatlah
disana ada Jam tangan Istana, Makara UI, bahkan lambang kota lainnya.
Disisi lain, sektor basis juga belum optimal dikembangkan, umpamanya sektor pertanian.
Dari tiga desa yang penulis amati, yaitu desa Sadu Kecamatan BTS, Karang Panggung
Kec. Selangit dan Donorejo Kec Jayaloka setiap harinya rata-rata karet diproduksi rakyat
sekitar 20-30 ton dijual ke Lubuklinggau. Ironisnya satu rupiah pun tidak ada yang
dikelolah oleh desa bersangkutan. Bayangkan saja berapa aset yang disia-siakan. Jika
dikelola dengan baik, bangun industri hulu-hilir sektor basis tersebut dengan melibatkan

1
masyarakat secara komprehensif. Artinya dikelolah secara kelembagaan bukan personal,
niscaya mengantarkan kesejahteraan masyarakat Musi Rawas.
Menurut teori Circular and comulative causation, pusat industri akan melahirkan atau
merangsang timbulnya industri-industri baru atau investasi baru disekitarnya sehingga
berdampak peningkatan tenaga kerja, pertumbuhan perekonomian. Konsep ini akan
diterapkan Bupati Musi Rawas dengan Agropolitan pada lima distrik dan Muara Beliti
Center Agropolitan. Jika terealisasi akan mempercepat pertumbuhan ekonomi disana.
Tetapi untuk mewujudkan pembangunan perekonomian daerah tersebut tidaklah semudah
membalikkan telapak tangan, melainkan berproses dengan melalui beberapa tahapan
yang benar, bersinergis dan kordinatif. Namun bagaimana upaya mewujudkan itu perlu
dirancang dalam metodologi yang praktis dan benar.
Disini penulis menawarkan tiga solusi pembangunan. Solusi Pertama, Upaya
memperkuat sistem komponen desa, menata kembali sistem dipedesaan yang lemah
diperkuat, dan terus dikembangkan seoptimal mungkin. Peran BPD, LPM lebih jelas dan
terarah, keharmonisan antara perangkat desa dalam mengayomi masyarakat terpola dalam
sistem yang disepakati bersama. Meskipun demikian, soal pembinaanya tidak hanya
beban PMD atau TAPEM (Bagian Tata Pemerintahan) saja kecuali kontribusi sektor lain
tak bisa diabaikan. Selain itu dukungan harus optimal terhadap fungsi pendidikan (SD,
PPS, Kacabdin) dalam meningkatkan tingkat partisipasi sekolah atau melek hurup. Begitu
juga fungsi Pondok bersalin (baca Polindes) dan Puskesmas benar-benar utuh. Namun
upaya di atas belumlah sempurna apabila Camat memimpin negeri wayang. Artinya,
“Apa?”. Fungsi fungsional harus diperkuat disana dan fungsi manajerial berada di
Kabupaten/Kota. Jadi sasaran kegiatan bukan hanya inprastruktur belaka, pembangunan
manusia termasuk perangkat desa, pelaku pembangunan merupakan faktor penentu
keberhasilan Agropolitan baik distrik maupun center. Karena mereka disamping sebagai
demand juga merupakan suplay pembangunan. Kedua, Pembangunan perekonomian
masyarakat, libatkan masyarakat dalam perumusan pembangunan perekonomian berbasis
lokal, ciptakan pemberdayaan masyarakat secara utuh dan benar, misalnya tawarkan
masyarakat menanam saham pembangunan, menempatkan tenaga ahli sebagai fungsional
pemberdayaan di desa yang mempunyai kompetensi sehingga mampu melahirkan
“Badan Usaha Milik Desa” (BUMD). Peran pemerintah disini dalam bidang regulasi

2
sampai pemasaran menuju globalisasi berbasis kesejahteraan masyarakat setempat.
Ketiga, Kontak lembaga ilmiah, langkah ini diharapkan mampu memfasilitasi
menciptakan iklim yang konduksif dalam kerangka good governance (pemerintah,
masyarakat dan swasta). Lembaga ini lebih significans menata lingkungan investasi yang
baik kalau perannya berfungsi dengan benar, konsisten dan konsekwen membangun
Musi Rawas kedepan lebih baik maka carilah lembaga yang representatif dan capable.
Keberhasilan ketiga solusi di atas lebih berarti apabila dikembangkan budaya
pengawasan internal yang independent, implementasi prinsip-prinsip good governance,
dan penguatan pemberdayaan masyarakat yang berkesinambungan. Menurut penulis
memiliki daya ungkit yang besar, meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah (PDRB),
menekan laju pengangguran dan meningkatnya tingkat partisipasi sekolah, melek hurup
serta tercapainya usia harapan hidup rata-rata di atas 67,9 tahun. Merupakan terobosan
akselerasi peningkatan HDI menuju posisi dua digit sebelumnya pada peringkat 289 dari
340 Kabupaten/Kota di Indonesia.
Akhirnya apabila wajah Musi Rawas di atas telah terwujud, maka secara otomatis
kerangka pembangunan daerah bak roda berputar secara sistematis. Peningkatan
kesejahteraan masyarakat dan pelaku pembangunan adil dan merata, yang jelas anggaran
pembangunan daerah tidak mengalami defisit. Minal aidin walfaidzin mohon maaf lahir
dan bathin.

)* Penulis PNS SKPD Kesehatan


Aktivis Sosial di Lubuklinggau
dan Musi Rawas

You might also like