You are on page 1of 16

Skenario A

A 62-years-old male with a past mediacal history of traumatic amputation and who
was wearing a below-the-knee prosthesis on the right limb, presented with a 2-month
history of a severely pruritic lichenified plaque. the problem begin on the right knee
and then spread to the right thigh. on the phisical examination, the patient presented
with patchy hyperpigmented lichenified plaques on the dorsal and ventral aspects of
the right knee and thigh. no past history of urticaria and asthma. differential diagnosis
were: allergic contact dermatitis, irritant contact dermatitis, circumscript
neurodermatitis, and he wasreated with topical clobetasol propionate 0.05% ointment
on the affected areas, oral antihistamines, with only partial resolution of the eruption.

What is the diagnosis? what is your suggestion for further examination?

A. Klarifikasi Istilah
1. traumatic amputation: amputasi karena trauma
2. prosthesis bellow-the-knee prosthesis: tungkai bawah buatan
3. severely pruritic lichenified plaque: penebalan kulit disertai relief kulit yang
jelas, diameter kurang dari 2cm, disertai gatal
4. patchy hyperpigmented lichenified plaques: penebalan kulit disertai relief kulit
yang jelas, diameter kurang dari 2cm, disertai gatal, dengan warna lebih gelap.
5. urticaria: reaksi vaskuler di kulit ditandai dengan edema setempat, timbulnya cepat
dan hilangnya perlahan-lahan berwarna pucat serta kemerahan.
6. allergic contact dermatitis: reaksi peradangan kulit yang terjadi pada seseorang yang
telah mengalami sensitisasi terhadap sualu alergen
7. irritant contact dermatitis: reaksi peradangan non-imunologi yang terjadi langsung
tanpa didahului sensitisasi
8. circumscript neurodermatitis: peradangan kulit kronis, gatal, sirkumscript yang
ditandai dengan kulit tebal, dan garis kulit tampak lebih menonjol karena rangsangan
pruritogenik.
9. topical clobetasol propionate: obat yang menghambat histamin pada reseptornya
10. antihistamine: obat yang menghambat kerja histamin
11. eruption: radang pada kulit

1
B. Identifikasi Masalah
1. A laki-laki (62) dengan riwayat amputasi trauma yang menggunakan tungkai
palsu, datang dengan plak terlichenifikasi yang sangat gatal sejak 2 bulan lalu.
2. keluhan ini dimulai pada lutut kanan kemudian menyebar ke paha kanan.
3. dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan patchy hyperpigmented lichenified
plaques di dorsal dan ventral lutut dan paha kanan. tidak ada riwayat urtikaria
dan asma.

C. Analisis Masalah
1. Apa penyebab dan mekanisme plak
2. Bagaimana hubungan pemakaian tungkai bawah buatan dengan keluhan yang
dialami?
3. Mengapa terasa sangat gatal sejak 2 bulan yang lalu?
4. mengapa keluhan tersebut menyebar ke paha kanan?
5. Apa interpretasi ditemukannya plaque?
6. bagaimana mekanisme terjadinya plque?
7. bagaimana hubungan riwayat asma dan urtikaria dengan keluhan?
8. Apa diagnosis bandingnya?
9. Bagaimana penegakan diagnosisnya?
10. Apa dignosis kerjanya?
11. Bagaimana penatalaksanaannya?
12. Bagaimana prognosisnya?
13. Apa komplikasinya?

D. Hipotesis
A laki-laki (62) mengalami dermatitis kontak iritan et causa pemakaian prosthesis.

2
E. Sintesis

1. ANATOMI DAN HISTOLOGI KULIT

Kulit adalah suatu organ pembungkus seluruh permukaan luar tubuh,


merupakan organ terberat dan terbesar dari tubuh. Seluruh kulit beratnya sekitar
16 % berat tubuh, pada orang dewasa sekitar 2,7 – 3,6 kg dan luasnya sekitar 1,5
– 1,9 meter persegi. Tebalnya kulit bervariasi mulai 0,5 mm sampai 6 mm
tergantung dari letak, umur dan jenis kelamin. Kulit tipis terletak pada kelopak
mata, penis, labium minus dan kulit bagian medial lengan atas. Sedangkan kulit
tebal terdapat pada telapak tangan, telapak kaki, punggung, bahu dan bokong.
Secara embriologis kulit berasal dari dua lapis yang berbeda, lapisan luar
adalah epidermis yang merupakan lapisan epitel berasal dari ectoderm
sedangkan lapisan dalam yang berasal dari mesoderm adalah dermis atau
korium yang merupakan suatu lapisan jaringan ikat.

EPIDERMIS
kulit terdiri dari
Epidermis adalah
Epidermis
 Dermis
lapisan luar kulit
 Lemak subkutan
yang tipis dan
avaskuler. Terdiri
dari epitel berlapis
gepeng bertanduk,
mengandung sel
melanosit,
Langerhans dan
merkel. Tebal epidermis berbeda-beda pada berbagai tempat di tubuh, paling
tebal pada telapak tangan dan kaki. Ketebalan epidermis hanya sekitar 5 % dari
seluruh ketebalan kulit. Terjadi regenerasi setiap 4-6 minggu.

Epidermis terdiri atas lima lapisan (dari lapisan yang paling atas sampai yang
terdalam) :

3
a. Stratum Korneum. Terdiri dari sel keratinosit yang bisa mengelupas dan
berganti.
b. Stratum Lusidum Berupa garis translusen, biasanya terdapat pada kulit
tebal telapak kaki dan telapak tangan. Tidak tampak pada kulit tipis.
c. Stratum Granulosum. Ditandai oleh 3-5 lapis sel polygonal gepeng yang
intinya ditengah dan sitoplasma terisi oleh granula basofilik kasar yang
dinamakan granula keratohialin yang mengandung protein kaya akan
histidin. Terdapat sel Langerhans.
d. Stratum Spinosum. Terdapat berkas-berkas filament yang dinamakan
tonofibril, dianggap filamen-filamen tersebut memegang peranan penting
untuk mempertahankan kohesi sel dan melindungi terhadap efek abrasi.
Epidermis pada tempat yang terus mengalami gesekan dan tekanan
mempunyai stratum spinosum dengan lebih banyak tonofibril. Stratum
basale dan stratum spinosum disebut sebagai lapisan Malfigi. Terdapat sel
Langerhans.
e. Stratum Basale (Stratum Germinativum). Terdapat aktifitas mitosis yang
hebat dan bertanggung jawab dalam pembaharuan sel epidermis secara
konstan. Epidermis diperbaharui setiap 28 hari untuk migrasi ke
permukaan, hal ini tergantung letak, usia dan faktor lain. Merupakan satu
lapis sel yang mengandung melanosit.

Fungsi Epidermis : Proteksi barier, organisasi sel, sintesis vitamin D dan


sitokin, pembelahan dan mobilisasi sel, pigmentasi (melanosit) dan pengenalan
alergen (sel Langerhans).

DERMIS
Merupakan bagian yang paling penting di kulit yang sering dianggap sebagai
“True Skin”. Terdiri atas jaringan ikat yang menyokong epidermis dan
menghubungkannya dengan jaringan subkutis. Tebalnya bervariasi, yang paling
tebal pada telapak kaki sekitar 3 mm. Dermis terdiri dari dua lapisan :
 Lapisan papiler; tipis mengandung jaringan ikat jarang.
 Lapisan retikuler; tebal terdiri dari jaringan ikat padat.

4
Serabut-serabut kolagen menebal dan sintesa kolagen berkurang dengan
bertambahnya usia. Serabut elastin jumlahnya terus meningkat dan menebal,
kandungan elastin kulit manusia meningkat kira-kira 5 kali dari fetus sampai
dewasa. Pada usia lanjut kolagen saling bersilangan dalam jumlah besar dan
serabut elastin berkurang menyebabkan kulit terjadi kehilangan kelemasannya
dan tampak mempunyai banyak keriput.
Dermis mempunyai banyak jaringan pembuluh darah. Dermis juga mengandung
beberapa derivat epidermis yaitu folikel rambut, kelenjar sebasea dan kelenjar
keringat. Kualitas kulit tergantung banyak tidaknya derivat epidermis di dalam
dermis.

Fungsi Dermis : struktur penunjang, mechanical strength, suplai nutrisi,


menahan shearing forces dan respon inflamasi

SUBKUTIS
Merupakan lapisan di bawah dermis atau hipodermis yang terdiri dari lapisan
lemak. Lapisan ini terdapat jaringan ikat yang menghubungkan kulit secara
longgar dengan jaringan di bawahnya. Jumlah dan ukurannya berbeda-beda
menurut daerah di tubuh dan keadaan nutrisi individu. Berfungsi menunjang
suplai darah ke dermis untuk regenerasi.
Fungsi Subkutis / hipodermis : melekat ke struktur dasar, isolasi panas,
cadangan kalori, kontrol bentuk tubuh dan mechanical shock absorber.

VASKULARISASI KULIT
Vaskularisasi di sini terdiri dari 3 dimensi yaitu 2 sistem pleksus paralel dengan
kulit dan 1 sistem vertikal yang menghubungkan bagian atas dan bawah dari
dari kedua pleksus tadi. Mikrosirkulasi berasal dari interkonekting di atas, untuk
vaskularisasi epidermis dan apendises. Vaskularisasi berfungsi nutrisi, regulasi
temperatur dan tekanan darah, serta respon inflamasi.
Apendises Kulit  Terdiri dari kelenjar keringat ekrin dan apokrin, serta
kelenjar minyak.

PERSYARAFAN DAN INERVASI KULIT

5
Ujung syaraf bebas untuk sensasi dingin, panas, sakit, tekanan, dan gatal. Di
sekitar bulbus dan folikel rambut terdapat badan Ruffini untuk sensasi rabaan
halus. Di sekitar papila dermis palmar dan plantar banyak terdapat badan
Meissner untuk sensasi rabaan atau sentuhan, di bagian lebih dalamnya terdapat
badan Paccini untuk sensasi vibrasi atau tekanan. Sensasi vibrasi ini terkait
dengan badan glomus yang berhubungan dengan regulasi tekanan darah. Di
sekitar sel Merkel terdapat badan Hederiform IVY-shaped untuk sensasi
sentuhan.
FISIOLOGI KULIT
a. Kulit melindungi sel-sel tubuh bagian yang lebih dalam terhadap gesekan,
mekanik, mikrobiologik, jamur dan parasit, serta kerusakan akibat ultra
violet.
b. Mengatur dan memelihara temperatur tubuh.
c. Sebagai alat neuroreseptor dalam monitoring berbagai stimulan
lingkungan.
d. Memproses substansi antigenik untuk disajikan ke dalam proses
imunologik selanjutnya.
e. Berfungsi kosmetik dan protektif, karena terdapatnya struktur keratinisasi
khusus, rambut, dan kuku.

MIKROBIOLOGI KULIT
Dibedakan mikroorganisme bersifat residen dan transien. Transien ini dapat juga
menjadi residen. Mikroorganisme residen: Staphylococcus (aureus, epidermidis,
hominis, saprophyticus), Corineform, P. acnes, Streptococcus, gram negatif, dan
Phytyrosporum.

2. Penyebab terjadinya plaque lichenified :


Merupakan bentuk dari dermatitis kontak alergi karena below-knee prosthetic.
DKA (reaksi hipersensitivitas tipe IV  fase sensitisasi : terjadi sensitisasi
terhadap individu yang semula belum peka, oleh bahan kontaktan yang disebut
alergen kontak atau pemeka. Terjadi bila hapten menempel pada kulit selama

6
18-24 jam kemudian hapten diproses dengan jalan pinositosis atau endositosis
oleh sel LE (Langerhans Epidermal), untuk mengadakan ikatan kovalen dengan
protein karier yang berada di epidermis, menjadi komplek hapten protein.Protein
ini terletak pada membran sel Langerhans dan berhubungan dengan produk gen
HLA-DR (Human Leukocyte Antigen-DR). Pada sel penyaji antigen (antigen
presenting cell).Kemudian sel LE menuju duktus Limfatikus dan ke parakorteks
Limfonodus regional dan terjadil proses penyajian antigen kepada molekul
CD4+ (Cluster of Diferantiation 4+) dan molekul CD3. CD4+berfungsi sebagai
pengenal komplek HLADR dari sel Langerhans, sedangkan molekul CD3 yang
berkaitan dengan protein
heterodimerik Ti (CD3-Ti), merupakan pengenal antigen yang lebih spesifik,
misalnya untuk ion nikel saja atau ion kromium saja. Kedua reseptor antigen
tersebut terdapat pada permukaan sel T. Pada saat ini telah terjadi pengenalan
antigen (antigen recognition). Selanjutnya sel Langerhans dirangsang untuk
mengeluarkan IL-1 (interleukin-1) yang akan merangsang sel T untuk
mengeluarkan IL-2. Kemudian IL- 2 akan mengakibatkan proliferasi sel T
sehingga terbentuk primed me mory T cells, yang akan bersirkulasi ke seluruh
tubuh meninggalkan limfonodi dan akan
memasuki fase elisitasi bila kontak berikut dengan alergen yang sama. Proses ini
pada manusia berlangsung selama 14-21 hari, dan belum terdapat ruam pada
kulit. Pada saat ini individu tersebut telah tersensitisasi yang berarti mempunyai
resiko untuk mengalami dermatitis kontak alergik  fase elisitasi : apabila
timbul pajanan kedua dariantigen yang sama dan sel yang telah tersensitisasi
telah tersedia di dalam kompartemen dermis. Sel Langerhans akan mensekresi
IL-1 yang akan merangsang sel T untuk mensekresi Il-2. Selanjutnya IL-2 akan
merangsang INF (interferon) gamma. IL-1 dan INF gamma akan merangsang
keratinosit memproduksi ICAM-1 (intercellular adhesion molecule-1) yang
langsung beraksi dengan limfosit T dan lekosit, serta sekresi eikosanoid.
Eikosanoid akan mengaktifkan sel mast dan makrofag untuk melepaskan
histamin sehingga terjadi vasodilatasi dan permeabilitas yang meningkat.
Akibatnya timbul berbagai macam kelainan kulit seperti eritema,edema dan
vesikula yang akan tampak sebagai dermatitis.
Hapten :
a. Asam, misalnya asam maleat.

7
b. Aldehida, misalnya formaldehida.
c. Amin, misalnya etilendiamin, para-etilendiamin.
d. Diazo, misalnya bismark-coklat, kongo- merah.
e. Ester, misalnya Benzokain
f. Eter, misalnya benzil eter
g. Epoksida, misalnya epoksi resin
h. Halogenasi, misalnya DNCB, pikril klorida.
i. Quinon, misalnya primin, hidroquinon.
j. Logam, misalnya Ni2+, Co2+,Cr2+, Hg2+.
k. Komponen tak-larut, misalnya terpentin

3. Hubungan penggunaan prosthesis dengan pruritic licenified plaque


Kaki buatan mengandung bahan allergen yang mengakibatkan timbulnya reaksi
alergi.
- Kandungan dari prosthesis:
Bahan yang terkandung dalam prosthesis antara lain dialkyl thiourea yang
terdapat pada karet prosthesis. Dialkyl thiourea ini bersifat sebagai sensitizer
yang merangsang terjadinya keluhan pruritic licenified plaque.
- Mekanisme: (di halaman selanjutnya)

4. Penyeab rasa gatal


Reaksi hypersensitivitas tipe IV  pengeluaran interleukin  rangsang saraf 
gatal
Penderita umumnya mengeluh gatal. Kelainan bergantung pada keparahan
dermatitis. Dermatitis kontak umumnya mempunyai gambaran klinis dermatitis,
yaitu terdapat efloresensi kulit yang bersifat polimorf dan berbatas tegas.
Dermatitis kontak iritan umunya mempunyai ruam kulit yang lebih bersifat
monomorf dan
berbatas lebih tegas dibandingkan dermatitis kontak alergik.
Ada tiga fase pada dermatitis kontak alergik:
a. Fase akut.
Kelainan kulit umumnya muncul 24-48 jam pada tempat terjadinya kontak
dengan bahan penyebab. Derajat kelainan kulit yang timbul bervariasi ada
yang ringan ada pula yang berat. Pada yang ringan mungkin hanya berupa

8
eritema dan edema, sedang pada yang berat selain eritema dan edema yang
lebih hebat disertai pula vesikel atau bula yang bila pecah akan terjadi
erosi dan eksudasi. Lesi cenderung menyebar dan batasnya kurang jelas.
Keluhan subyektif berupa gatal.
b. Fase Sub Akut
Prosthesis (sensitizer)
Jika tidak diberi pengobatan dan kontak dengan alergen sudah tidak ada
maka proses akut akanBerpenetrasi
menjadi subakut
ke dalamatau
kulit kronis. Pada fase ini akan

terlihat eritema, edema ringan, vesikula, krusta dan pembentukan papul-


Berkonjugasi dengan protein kulit
papul.
c. Fase KronisMembentuk hapten carrier complex (antigen lengkap)
Fase sensitisasi
(2-3 minggu) Dermatitis jenis ini dapat primer atau merupakan kelanjutan dari fase akut
Antigen difagosit dan diproses oleh sel
Langerhans/sel
yang hilang timbul dendritik
karena kontak yangmenjadi peptid
berulang-ulang. Lesi cenderung
simetris, batasnya kabur, kelainan kulit berupa likenifikasi, papula,
Mengaktifkan dan mematangkan sel Langerhans
skuama, terlihat pula bekas
epidermis garukan
dan atau berupa
sel dendritik erosi atau ekskoriasi, krusta
dermis
serta eritema ringan.
Peptid dibawa ke permukaan sel bersama MHC II
Walaupun bahan yang dicurigai telah dapat dihindari, bentuk kronis ini
sulit sembuh
Sel Langerhans bermigrasi ke KGB regional dan di
tempat tersebut
spontan oleh karena umumnya antigen akan kontak
terjadi dipresentasikan
dengankepada
bahan lain yang tidak
sel T yang speifik terhadap antigen tersebut dari darah
dikenal. and limfe

Sel T berproliferasi dan berdiferensiasi menjadi sel Th


effektor dan Th I memory

sel Th effektor dan Th I memory kembali ke kulit dan aliran darah

Pajanan kedua

Peptid akan dikenal oleh sel Th1 memory dan Th1 effector
melepas IL (IL1, IL 6, TNF alpha, IFN gamma, GMCSF)

Semuanya mengaktivasi sel T dan IL 1 juga


Fase menstimulasi keratinosit menghasilkan eikosanoid
elisitasi Mekanis Gejala dan Patogenesis
(24-48 jam)
Eikosanoid mengaktifkan sel mast dan makrofag

Sel mast yang berada d dekat pembuluh darah dermis Leukotrine, PG merubah
akan melepaskan histamine, faktor2 kemotaktik, aktivitas dari melanosit
PGE2, PGD2, leukotrin B4
Peningkatan produksi
Dilatasi vaskular me↑an permeabilitas shg molekul larut Rasa gatal melanosit
9
spt komplemen dan kinin mudah berdifusi
kedalam dermis dan epidermis
Hiperpigmentasi
5. Hasil pemeriksaan fisik
Patchy hyperpigmented lichenified plaque pada bagian dorsal dan ventral
dari lutut sampai paha kanan. efloresensi ini terjadi pada kondisi dermatitis
kontak alergika yang kronis. Dimana gambaran tersebut artinya ada penonjolan
yang solid, berukuran >0,5 cm dengan permukaan yang menebal disertai makin

10
dalamnya garis-garis kulit dalam pola yang parallel atau rhomboidal disertai
hiperpigmentasi.
Pada dermatitis kontak alergika parakeratosis merupakan gambaran yang
terjadi sebagai konsekuensi dari cedera inflamasi, inflamasi pada badan papiler
dan plexus venous skitar menstimulasi proses mitosis dalam epidermis, yang
nantinya akan menghasilkan akantosis dan hiperplasi epidermis pada lesi kronis.

6. Diagnosis Banding

kriteria DKI DKA Neurodermatitis


sirkumkripta
Penyebab Iritan primer alergen kontak Gatal yang
disebabkan oleh
suhu, iritasi kulit
dan emosi
Perjalanan Timbul pada kontak timbul pada kontak
klinis pertama; berulang; Timbul akibat
garukan berulang
Lesi timbul cepat lesi tibul lama (1-3 hari)

Uji tempel fenomena decresendo fenomena cresendo

Penderita semua orang hanya orang yang alergik

Morfologi lesi berbatas tegas lesi berbatas kurang jelas

Keluhan rasa terbakar, sakit lebih terasa gatal


utama

7. Penegakan Diagnosis
Diagnosis didasarkan atas hasil anamnesis yang cermat dan pemeriksaan klinis
yang teliti.
a. anamnesis
 Kontaktan yang dicurigai didasarkan kelainan kulit yang ditemukan
 Gejala yang dialami: gatal
 Riwayat pekerjaan
 Hobi

11
 Riwayat pengobatan: obat topikal yang pernah digunakan, obat sistemik,
kosmetika, bahan-bahan yang diketahui menimbulkan alergi.
 Riwayat penyakit: penyakit kulit yang pernah dialami, serta penyakit kulit
pada keluarganya (misalnya dermatitis atopik, psoriasis).
 Riwayat atopi keluarga
b. pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisis sangat penting, karena dengan melihat lokalisasi dan pola
kelainan kulit seringkali dapat diketahui kemungkinan penyebabnya.
Pemeriksaan hendaknya dilakukan pada seluruh permukaan kulit, untuk
melihat kemungkinan kelainan kulit lain karena sebab-sebab endogen.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya ritema, udema, papula dan
vesikula¬yang jika pecah akan membentuk dermatitis yang basah. Lokasi lesi
biasanya pada tempat kontak, tidak berbatas tegas, dan pada penderita yang
sensitif dapat meluas.
Dalam membantu penegakan diagnosis dikenal istilah regional diagnosis. Bagian-
bagian tubuh tertentu sangat mudah tersensitisasi dibandingkan dengan bagian
tubuh lainnya, misalnya: kelopak mata, leher dan genital, sedangkan pada
bagian tubuh yang kulitnya tebal agak sulit terjadi DKA, seperti telapak
tangan, telapak kaki dan kulit kepala. Bila terjadi kontak pada daerah itu,
maka daerah yang berbatasan yang kulitnya tipislah yang mengalami
dermatitis
c. pemeriksaan laboratorium
sediaan potasium hidroksida dan kultur jamur untuk menyingkirkan tinea.
d. pemeriksaan penunjang
UJI TEMPEL
Pelaksanaan uji tempel dilakukan setelah dermatitisnya sembuh (tenang), bila
mungkin setelah 3 minggu. Tempat melakukan uji tempel biasanya di
punggung, dapat pula di bagian luar lengan atas. Bahan uji diletakkan pada
sepotong kain atau kertas, ditempelkan pada kulit yang utuh, ditutup dengan
bahan impermeabel, kemudian direkat dengan plester. Setelah 48 jam dibuka.
Reaksi dibaca setelah 48 jam (pada waktu dibuka), 72 jam dan atau 96 jam.
Untuk bahan tertentu bahkan baru memberi reaksi setelah satu minggu. Hasil
positif dapat berupa eritema dengan urtika sampai vesikel atau bula. Penting
dibedakan, apakah reaksi karena alergi kontak atau karena iritasi, sehubungan

12
dengan konsentrasi bahan uji terlalu tinggi. Bila oleh karena iritasi, reaksi
akan menurun setelah 48 jam (reaksi tipe decresendo), sedangkan reaksi alergi
kontak makin meningkat (reaksi tipe cresendo).
Kriteria hasil pembacaan uji tempel:
 + eritema, infiltrat ringan, nonvesikelar (positif lemah)
 ++ eritema, edema, infiltrasi, vesikel (positif kuat)
 +++ bula, ulkus (reaksi ekstrim)

8. Diagnosis Kerja
DERMATITIS KONTAK ALERGIK

EPIDEMIOLOGI
Bila dibandingkan dengan dermatitis kontak iritan, jumlah penderita dermatitis
kontak alergik lebih sedikit, karena hanya mengenai orang yang kulitnya sangat
peka (hipersensitif). Namun sedikit sekali informasi mengenai prevalensi
dermatitis ini di masyarakat.

ETIOLOGI
Penyebab dermatitis kontak alergik adalah alergen, paling sering berupa bahan
kimia dengan berat molekul kurang dari 500-1000 Da, yang juga disebut bahan
kimia sederhana. Dermatitis yang timbul dipengaruhi oleh potensi sensitisasi
alergen, derajat pajanan, dan luasnya penetrasi di kulit.

PATOGENESIS
Mekanisme terjadinya kelainan kulit pada dermatitis kontak alergi adalah
mengikuti respons imun yang diperantarai oleh sel (cell-mediated immune
respons) atau reaksi tipe IV. Reaksi hipersensitivitas di kulit timbulnya lambat
(delayed hypersensitivit), umumnya dalam waktu 24 jam setelah terpajan
dengan alergen.
Sebelum seorang pertama kali menderita dermatitis kontak alergik, terlebih
dahulu mendapatkan perubahan spesifik reaktivitas pada kulitnya. Perubahan ini
terjadi karena adanya kontak dengan bahan kimia sederhana yang disebut hapten
yang akan terikat dengan protein, membentuk antigen lengkap. Antigen ini
ditangkap dan diproses leh makrofag dan sel Langerhans, selanjutnya

13
dipresentasikan ke sel T. Setelah kontak dengan yang telah diproses ini, sel T
menuju ke kelenjar getah bening regional untuk berdeferensiasi dan
berproliferasi membentuk sel T efektor yang tersensitisasi secara spesifik dan
sel memori. Sel-sel ini kemudian tersebar melalui sirkulasi ke seluruh tubuh,
juga sistem limfoid, sehingga menyebabkan keadaan sensitivitas yang sama di
seluruh kulit tubuh. Fase saat kontak pertama alergen sampai kulit menjadi
sensitif disebut fase induksi atau fase sensitisasi. Fase ini rata-rata berlangsung
selama 2-3 minggu. Pada umumnya reaksi sensitisasi ini dipengaruhi oleh
derajat kepekaan individu, sifat sensitisasi alergen (sensitizer), jumlah alergen,
dan konsentrasi. Sensitizer kuat mempunyai fase yang lebih pendek, sebaliknya
sensitizer lembah seperti bahan-bahan yang dijumpai pada kehidupan sehari-hari
pada umumnya kelainan kulit pertama muncul setelah lama kontak dengan
bahan tersebut, bisa bulanan atau tahunan. Sedangkan periode saat terjadinya
pajanan ulang dengan alergen yang sama atau serupa sampai timbulnya gejala
klinis disebut fase elisitasi, umumnya berlangsung antara 24-48 jam.

GEJALA KLINIS
Penderita pada umumnya mengeluh gatal. Kelainan kulit bergantung pada
keparahan dermatitis. Pada yang akut dimulai dengan bercak eritema berbatas
jelas, kemudian diikuti edema, papulovesikel, vesikel atau bula. Vesikel atau
bula dapat pecah menimbulkan erosi dan eksudasi (basah). Pada yang kronis
terlihat kulit kering, berskuama, papul, likenifikasi dan mungkin juga fisur,
batasnya tidak jelas. Kelainan ini sulit dibedakan dengan dermatitis kontak iritan
kronis; mungkin penyebabnya juga campuran.
Berbagai lokalisasi terjadinya dermatitis kontak :
Tangan. Kejadian dermatitis kontak baik iritan maupun alergik paling sering di
tangan, misalnya pada ibu rumah tangga. Demikian pula kebanyakan dermatitis
kontak akibat kerja ditemukan di tangan. Sebagian besar memang oleh karena
bahan iritan. Bahan penyebabnya misalnya deterjen, antiseptik, getah
sayuran/tanaman, semen, dan pestisida.
Lengan. Alergen umumnya sama dengan pada tangan, misalnya oleh jam tangan
(nikel), sarung tangan karet, debu semen, dan tanaman. Di aksila umumnya oleh
bahan pengharum.

14
Wajah. Dermatitis kontak pada wajah dapat disebabkan oleh bahan kosmetik,
obat topikal, alergen yang di udara, nekel (tangkai kaca mata). Bila di bibir atau
sekitarnya mungkin disebabkan oleh lipstik, pasta gigi, getah buah-buahan.
Dermatitis di kelopak mata dapat disebabkan oleh cat kuku, cat rambut,
eyeshadows, dan obat mata.
Telinga. Anting atau jepit telinga terbuat dari nikel, penyebab dermatitis kontak
pada cuping telinga. Penyebab lain, misalnya obat topikal, tangkai kaca mata,
cat rambut, hearing-aids.
Leher. Penyebanya kalung dari nikel, cat kuku (yang berasal dari ujung jari),
parfum, alergen di udara, zat warna pakaian.
Badan. Dermatitis kontak di badan dapat disebabkan oleh pakaian, zat warna,
kancing logam, karet (elastis, busa), plastik, dan detergen.
Genitalia. Penyebabnya dapat antiseptik, obat topikal, nilon, kondom, pembalut
wanita, dan alergen yang ada di tangan.
Paha dan tungkai bawah. Dermatitis di tempat ini dapat disebabkan oleh
pakaian, dompet, kunci (nikel) di saku, kaos kaki nilon, obat topikal (misalnya
anestesi lokal, neomisin, etilendiamin), semen, dan sepatu.

9. Pengobatan
Hal yang perlu diperhatikan pada pengobatan dermatitis kontak adalah upaya
pencegahan terulangnya kontak kembali dengan alergen penyebab, dan menekan
kelainan kulit yang timbul.
Kortikosteoroid dapat diberikan dalam jangka pendek untuk mengatasi
peradangan pada dermatitis kontak alergi akut yang ditandai dengan eritema,
edema, bula atau vesikel, serta eksufatif (madidans), misalnya prednison 30
mg/hari. Umumnya kelainan kulit akan mereda setelah beberapa hari. Kelainan
kulitnya cukup dikompres dengan larutan garam faal.
Untuk dermatitis kontak alergik yang ringan, atau dermatitis akut yang telah
mereda (setelah mendapat pengobatan kortikosteroid sistemik), cukup diberikan
kortikosteroid topikal.

10. Komplikasi
• Infeksi bakteri sekunder akibat penggunaan antibiotik sistemik.
• Depigmentasi kulit

15
11. Prognosis
Prognosis dermatitis kontak alergi umumnya baik, sejauh bahan
kontaktannya dapat disingkirkan. Prognosis kurang baik dan menjadi kronis,
bila bersamaan dengan dermatitis oleh faktor endogen (dermatitis atopik,
dermatitis numularis, atau psoriasis), atau pajanan dengan bahan iritan yang
tidak mungkin dihindari.

16

You might also like